Anda di halaman 1dari 23

PENANGANAN KASUS KEGAWATDARURATAN

KEJANG PADA BBL DAN NEONATUS

TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH
ASKEB KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL
Dosen Pengampuh :
Siti Hadijah Batjo, SSiT., MPH.

Oleh :
Kelompok 5

Vita Ningsih (PO7124318044)


Nur’Aini (PO7124318018)
Ni Made Hindy Lacksmi (PO7124318017)
Mita Afrianti (PO7124318047)
Lulu Azzahrah (PO7124318043)
Hidayatul Waqiyah (PO7124318019)
Diana Enes (PO7124318042)
Ayong Gracelya (PO7124318021)
Anggun Agustasya (PO7124318020)

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN TINGKAT 2A


POLITEKNIK KESESEHATAN KEMENKES PALU
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, pada akhirnya
makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Askeb
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan judul: “Penanganan Kasus
Kegawatdaruratan Kejang Pada Bbl Dan Neonatus”, telah dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun dengan mengacu pada beberapa sumber bacaan dalam
akses internet. Tulisan ini sebagian besar hanyalah kutipan-kutipan dari beberapa
sumber sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Pustaka.
Tulisan yang amat sederhana ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya
peran dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari pengajar maupun orang-orang
disekeliling dalam memberikan pengarahan serta masukan bagi penulis. Untuk
itu, sudah semestinya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas
semua perhatian yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari bentuk, isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, saran
dan kritikan yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga karya yang sederhana ini ada
setitik manfaatnya, terutama untuk penulis serta teman-teman yang telah
membaca makalah ini. Amin.

Palu, April 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................3


A. Definisi Kejang pada BBL..........................................................................3
B. Klasifikasi Kejang pada BBL.....................................................................4
C. Masalah yang Ditimbulkan.........................................................................7
D. Manifestasi Klinik Kejang pada BBL.........................................................7
E. Diagnosis....................................................................................................7
F. Diagnosis Banding......................................................................................9
G. Penatalaksanaan Kejang pada BBL............................................................9

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12


A. Pengertian Kejang pada BBL....................................................................13
B. Etiologi Kejang pada BBL.........................................................................15
C. Patofisiologi Kejang pada BBL.................................................................16
D. Faktor Resiko Kejang pada BBL...............................................................17
E. Langkah-Langkah Penanganan Kejang pada BBL/Neonatus....................18

BAB IV PENUTUP..............................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya
yangsering terjadi pada BBL, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia
otak yangcukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat
mengakibatkan sekueledikemudian hari. Disamping itu kejang dapat
merupakan tanda atau masalah darisatu masalah atau lebih. Sekitar 70-80%
BBL secara klinis tidak tampak kejang, namun secara elektrografik masih
mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal bangkitan kejang pada BBL,
angka kejadian sesungguhnya tidak diketahui.Meskipun demikian angka
kejadian di Amerika Serikat berkisar antara0.8-1.2 setiap 1000 BBL pertahun,
sedang pada kepustakaan lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama
mengalami kejang. Insidensi meningkat pada bayikurang bulan sebesar 57.5-
132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap1000 kelahiran hidup.
Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20% pada bayi kurang
bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih
terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak
menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap
berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin. Dan bagi beberapa
orang tua, kejang demam pada anak sering menimbulkan fobia tersendiri.
Keyakinan untuk segera menurunkan panas ketika anak demam sudah melekat
erat dalam benak orang tua. Demam diidentikkan dengan penyakit, sehingga
saat demam berhasil diturunkan, orangtua merasa lega karena menganggap
penyakit akan segera pergi bersama turunnya panas badan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang diatas, dapat disimpulkan permasalahan yang
akan dibahas adalah:
1. Apa Pengertian dari Kejang pada BBL?
2. Apa saja Etiologi/Penyebab Kejang pada BBL?
3. Bagaimana Patofisiologi Kejang pada BBL?
4. Bagaimana Faktor Resiko Kejang pada BBL?
5. Bagaimana Langkah-langkah Penatalaksanaan Kejang pada
BBL/Neonatus?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk:
1. Memahami Pengertian dari Kejang pada BBL.
2. Mengetahui Etiologi/Penyebab Kejang pada BBL.
3. Mengetahui Patofisiologi Kejang pada BBL.
4. Mengetahui Faktor Resiko Kejang pada BBL.
5. Mengetahui dan dapat melaksanakan Langkah-langkah Penatalaksanaan
Kejang pada BBL/Neonatus.
D. MANFAAT PENULISAN
Dengan penulisan makalah ini, pembaca dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman mengenai kasus kejang pada BBL serta cara penanganannya,
bagi penulis menjadi lebih mampu memperdalam materi serta mendapat
pengalaman dalam melaksanakan suatu penyusunan makalah yang benar.
Penulisan makalah ini dapat menjadi bahan atau bacaan bagi perkembangan
IPTEK dan dapat digunakan sebagai bahan untuk melanjutkan penulisan lebih
dalam bagi penulis lainnya.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI KEJANG PADA BBL
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi
neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem
syaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim,
Soleh:2008)
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada
satu atau lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006).
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan
berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara
dari aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena
bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi
pada bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan
keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem
saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi
baru lahir sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan
dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada
bayi baru lahir.
Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi baru lahir. Pada prinsipnya,
setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung berulang-ulang dan
periodik,harus dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang
menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menimbulkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema
subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. 

3
B. KLASIFIKASI KEJANG PADA BBL
Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis penyakit
yang mendasari dan berat ringan penyakitnya.
1 Berdasarkan lokasi kejang.
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang
fokal dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan
yang kuat dari kepala dan mata ke salah satu sisi, pergerakan klonik
unilateral yang diawali dari muka atau ekstremitas, atau gangguan sensorik
seperti parestesi (kesemutan) atau nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan
pada kejang umum, bisa menyuluruh pada organ tubuh, dapat berlangsung
bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang ini tak dapat dideteksi
atau tersamar, yaitu mmiliki ciri – ciri:
a. Hampir tidak terlihat
b. Menggambarkan perubahan tingkah laku
c. Bentuk kejang :
1). Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
2). Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba
menghisap, mengunyah, menelan, menguap
3). Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak
mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata
4). Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh
pada anggota gerak atas dan bawah
5). Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
6). Untuk memastikan : pemeriksaan EEG
2. Berdasarkan serangan pada otot
a. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang
dapat diperhatikan adalah:
1) Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak
disertai gangguan kesadaran

4
2) Dapat disebabkan trauma fokal
3) BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG,
pemeriksaan kepala untuk mengetahui adanya perdarahan otak,
kemungkinan infark serebri
4) Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama bayi
cukup bulan dengan BB>2500 gram
5) Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak
yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misal kejang
klonik lengan kiri diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan
b. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan. Dapat
terjadi pada:
1) Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan
pada bayi dengan komplikasi perinatal berat
2) Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas,
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai,
menyerupai sikap deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
c. Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik dan
klonik. 
d. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti adanya
kejutan. Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota
gerak yang berulang dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks
moro.
e. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya gerakan
selama kejang.
3. Berdasarkan sisi otak yang terkena
a. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
b. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
c. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada bagian
tubuh tertentu

5
d. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan perilaku
repetitif yang kompleks misalnya berjalan berputar – putar
e. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah,
gerakan bibir mecucu
f. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala halusinasi
bau, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
4. Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta
a. Kejang dengan demam, meliputi Kejang Demam dan non-Kejang
Demam
1) Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana (KDS)
dan Kejang Demam Kompleks (KDK)
a) KDS (simple febrile seizures).
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan
tidak berulang pada hari yang sama. Tidak menyebabkan
kelumpuhan, meninggal ataupun mengganggu kecerdasan.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat
kecil (2 – 3%). Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak – anak.
b) KDK (complex febile seizures atau complex partial seiuzures).
Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh,
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau berulang dua kali
atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk menjadi epilepsi
dikemudian hari dan resiko berulangnya kejang demam lebih
tinggi dari KDS. Untuk anak yang mengalami kelainan saraf
yang nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk
memberikan pengobatan dengan anti kejang selama 1 – 3
tahun.  
2) Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan
oleh: infeksi intrakranial meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit

6
berat akibat dehidrasi, serangan epilepsi yang disertai demam, dan
penyakit dengan demam dan gerakan mirip kejang.
a) Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit
diantaranya: epilepsi (tanpa demam dan berulang),
hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa demam,
keracunan, trauma, dan hipoksia.
C. MASALAH YANG DITIMBULKAN
1. Kejang pada BBL sering berhubungan dengan penyakit yang berat dan
memerlukan penanganan yang lebih spesifik.
2. Kejang pada BBL sering memerlukan intervensi khusus seperti pemberian
bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan penyakit yang
bersangkutan.
3. Harus berhat-hati karena pada keadaan tertentu, kejang pada BBL dapat
mengakibatkan kelainan pada otak.
4. Kejang yang terjadi terus menerus menyebabkan hipoksia serebral
progresif, perubahan aliran darah otak, edema cerebral dan asidosis laktat.
Perubahan tersebut tampak pada pemeriksaan USG Dopler dan
spektroskopi resonansi magnetik.
D. MANIFESTASI KLINIK KEJANG PADA BBL
1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6. Pergerakan tidak terkendali
7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal
E. DIAGNOSIS
Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan
sebagai berikut :

7
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan dan kelahiran.
a. Riwayat kehamilan
1) Bayi kecil untuk masa kehamilan
2) Bayi kurang bulan
3) Ibu tidak disuntik TT
4) Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan
1) Persalinan dengan tindakan
2) Persalinan presipitatus
3) Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
1) Trauma lahir
2) Lahir asfiksia
3) Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b. Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c. Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
a. Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus, kedipan mata
proksimal, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya
apnea yang episode, adanya kelemahan umum yang periodik, tremor,
jitterness, gerakan klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.
b. Lama kejang.
c. Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama
kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural,
kultur darah, dan titer TORCH

8
b. EKG dan EEC
c. Foto rotgen dan USG kepala
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai
kebiruan pada tubuh bayi dan gagal napas.
2. Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada
kepala bayi.
3. Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan
mikrosefali.
4. Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan
hepatosplenomegali.
5. Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu.
G. PENATALAKSANAAN KEJANG PADA BBL
1. Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas.
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar
oksigenasi terjamin. Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah
membuka semua pakaian yang ketat. Kepala sebaiknya dimiringkan
untuk menghindari aspirasi isi lambung. Bisa juga dengan memberikan
benda yang dapat digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau
tertutupnya jalan napas.
b. Mengatasi kejang secepat mungkin.
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat
dilakukan kompres dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi
obat penurun panas (antipiretik). Obat anti kejang seperti diazepam
dalam sediaan perectal dapat diberikan sesuai dengan dosis. Dosis
tergantung dari BB, BB <10kg diberikan 5mg dan BB >10kg rata-rata
pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c. Mengobati penyebab kejang.

9
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan
untuk mengatasi penyebabnya. Misalnya kejang dikarenakan infeksi
traktus respiratori bagian atas, pemberian antibiotik yang tepat dapat
mngobati infeksi tersebut.
2. Penanganan kejang yang dapat dilakukan dirumah sebagai langkah
tindakan awal:
a. Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersendak air
liurnya dan jangan coba menahan gerak si anak.
b. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan
air yang sedikit hangat
c. Setelah air menguap, demam akan turun
d. Jangan memberikan kompres dengan air es atau alkohol karena akan
meninggigil dan justru suhu tubuh akan meningkat, walaupun kulitnya
terasa dingin
e. Untuk anak dengan badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat,
umumnya kejang demam akan berhenti dengan sendirinya sebelum 5
menit.
f. Bila kejang berlangsung dari 5 menit, kemudian sadar dan menangis,
biasanya tidak perlu di rawat. Bila demam tinggi dan kejang
berlangsung dari 10-15 menit atau kejang berulang, maka anda harus
membawanya ke dokter atau ke rumah sakit.
3. Penanganan kejang pada BBL.
a. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan,
suhu dipertahankan 36,5-37ᴼC
b. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar
mulut, hisung dan nasofaring
c. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag
to Mouth Face Mask oksigen 2 liter/menit
d. Infus

10
e. Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im setiap 2
menit sampai kejang teratasi dan luminal 30 mg im/iv
f. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan
60ml/kgBB/hr
h. Cari faktor penyebab, seperti :
1) Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
2) Apakah mungkin bayi premature
3) Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
4) Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
5) Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan
laboratorium untuk mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi,
elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah, pemeriksaan
TORCH
6) Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
7) Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
i. Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan
dalam dosis 20 mg iv setiap 12 jam
j. Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12
jam
k. Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium
glukonas 10% 2 ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga
teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
l. Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus
dextrose 10%

11
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEJANG PADA BBL
Kejang pada neonatus ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis
seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir
(BBL) dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk
bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan sampai usia gestasi 42
minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian
kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya
kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis
yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan
neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka
panjang.
Kejang pada Bayi Baru Lahir adalah:
1. Kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari
2. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan
suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik
atau penyakit lain.
3. Sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
4. Kejang umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL
5. Kejang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan
nutrisi otak Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa
neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak)
Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral. Kejang adalah
perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun
fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku
Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).
Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala
gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai

12
penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang
menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus segera di
obati. Hal yang paling penting dari  kejang pada bayi baru lahir adalah
mengenal kejangnya, mendiagnosis penyakit penyebabnya dan memberikan
pertolongan terarah, bukan hanya mencoba menanggulangi kejang tersebut
dengan obat antikonvulsan.
Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karena bentuknya
berbeda dengan kejang pada anak atau orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena ketidak matangan organisasi korteks pada bayi baru lahir. Manifestasi
kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor ,hiperaktif,kejang-kejang,tiba-
tiba menangis melengking,tonus otot hilang disertai atau tidak dengan
hilangnya kesadaran,gerakannya tidak menentu, (involuntary movement),
nistagmus, (fenomena oral dan bukal), bahkan apneu oleh karena manifestasi
klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, seringkali kejang pada bayi baru
lahir tidak dikenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip ,setiap
gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berlangsung berulang-
ulang dan periodic, harus dipikirkan kemungkinan merupakan manifestasi
kejang.
B. ETIOLOGI KEJANG PADA BBL
Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati;
biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan
intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada
persalinan presentasi bokong, ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat.
a. Perdarahan Intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia,
defisiensi vitamin K, trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi sub dural,
dub aroknoid, intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya disertai
hipoglikemia, hipokalsemia. Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan, fungsi

13
lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat membantu diagnosis. Terapi :
pemberian obat anti kejang dan perbaikan gangguan metabolism bila ada.
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti:
hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan
hipernatremia. Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan
kelainan metabolisme asam amino. Kejang dengan penyebab ini dapat
terjadi 24-48 jam pertama.
b. Hipoglikemia adalah Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada
neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat
badan lahir rendah. Hipoglikemia dapat dengan/tanpa gejala. Gejala
dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis, minum lemah, biasanya
terdapat pada bayi berat badan lahir rendah, bayi kembar yang kecil,
bayi dari ibu penderita diabetes melitus, asfiksia.
c. Hipokalsemia adalah keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari
8 mg/100 ml atau kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 4 MEq/L.
Gejala : tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan
diantara dua serangan bayi dalam keadaan baik.
d. Hipomagnesemi adalah kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2
mEg/l. biasanya terdapat bersama-sama dengan hipokalsemia,
hipoglikemia dan lain-lain. Gejala kejang yang tidak dapat di atasi atau
hipokalsemia yang tidak dapat sembuh dengan pengobatan yang
adekuat.
e. Hiponatremia dan hypernatremia.
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130
mEg/l. gejalanya adalah kejang, tremor.
Hipertremia adalah kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l.
Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau
adanya petekis dalam otak.
f. Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn

14
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah kejang
yang hebat dan tidak hilang dengan pemberian obat anti kejang,
kalsium, glukosa, dan lain-lain. Pengobatan dengan memberikan 50
mg pirodiksin
g. Asfiksia adalah Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir etiologi karena adanya gangguan pertukaran
gas dan transfer O2 dari ibu ke janin.
4. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan
adanya infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH dan Tetanus
Neonatorum.
C. PATOFISIOLOGI KEJANG PADA BBL.
Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat
loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau
depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya
depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi
karena keluarnya kalium melalui membrane sel. Untuk mempertahankan
potensial membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung
pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion
Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi
daripada di luar sel, sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah
daripada di luar sel. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat
20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun natrium melalui membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke

15
seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
D. FAKTOR RESIKO KEJANG PADA BBL
Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah:
1. Umur
a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4
tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5
tahun.
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan
kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh
maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada
laki-laki.
3. Suhu badan.
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam.
Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang
kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara
38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan
mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya
meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah
timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih
sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan.
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang
demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang
mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga (orang tua, saudara

16
kandung) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya
sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
Faktor –faktor lain diantaranya:
a. riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
b. perkembangan terlambat,
c. problem pada masa neonatus,
d. anak dalam perawatan khusus, dan
e. Kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi
atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.Sekitar 1/3
anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren.
Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
a. Usia muda saat kejang demam pertama
b. Suhu yang rendah saat kejang pertama
c. Riwayat kejang demam dalam keluarga
d. Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
e. Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan
rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20%
kemungkinan rekuren.
E. LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN KEJANG PADA
BBL/NEONATUS
1. Penanganan kejang pada BBL
a. Sebelum menghentikan maka lakukan: semua pakaian ketat dibuka
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aripasi isi lambung

17
b. Bayi diletakan dalam tempat yang hangat agar bayi tidak kedinginan
suhu dipertahankan 36,5-37oC
c. Usahakan jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur
e. Berikan oksigen dengan kecepatan 2 liter/menit
f. Segera berikan diazepam intervena : dosis rata-rata 0,5 mg/kg BB. Jika
kejang tidak berhenti tunggu 15 menit, dapat diulang dengan dosis
yang sama. Setelah kejang berhenti , maka berikan dosis awal
fenobarbital yakni: pada neonatus dosis 30 mg intramuscular. Pada
bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun 50 mg intramuscular.
g. Nilai kondisi bayi selama 15 menit dan perhatiakan kelainan fisik yang
ada
h. Pada pengobatan pemeliharaan : 4 jam kemudian (setelah kejang
berhenti) hari pertama dan kedua berikan fernobarbital 4-5 mg/kg BB
bagi dalam dua dosis.
i. Jika diazepam tidak tersedia, langsug dipakai fernobarbital dengan
dosis awal dan selnjutnya di teruskan dengan pengobatan pemeliharaan
j. Bidan boleh memberikan anti kejang jika sudah dilakukan kalaborasi
dengan dokter (Rukiyah, Ai Yeyeh : 2012).
2. Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
a. Diazepam.
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai
kejang hilang atau berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi
tidak dianjurkan untuk digunakan pada dosis pemeliharaan
b. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang
berlanjut lagi dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila kejang
tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV pada hari pertama di lanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral dalam 2 dosis.

18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Melalui pembahasan materi mengenai penanganan kasus
kegawatdaruratan kejang pada BBL dan Neonatus tersebut, dapat
disimpulkan bahwa untuk dapat mengetahui dan menangangani kasus kejang
pada BBL dan Neonatus, kita perlu menegtahui terlebih dahulu pengertian,
tanda dan gelaja atau manifstasi klinis, penyebab dari terjadinya kejang
khususnya pada BBL dan Neonatus, kemudian sebagai informasi tambahan
yang penting adalah kita mampu mengetahui factor resiko serta patofisiologi
dari kasus kejang pada BBL dan Neonatus tersebut. Barulah, kita dapat
melaksanakan penatalaksanaan untuk menangani kasus kegawatdaruratan
pada BBL dan Neonatus secara Tepat, Cermat dan Cepat, sehingga klien
(BBL/Neonatus) dapat segera mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Maka, makalah ini dapat menjadi sumber bacaan untuk
mengetahui cara penanganan kasus kegawatdaruratan kejang pada BBL dan
Neonatus.
B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA
Elmanda, fadillah. 2014. Kejang Pada Neonatus. Diakses tgl 27 April 2020.
https://www.academia.edu//10123720/KEJANG_PADA_NEONATUS
Setyarini, Didien Ika dan Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. KEMKES.
Tiandalfa. 2017. Manajemen Kebidanan Kejang pada Neonatus. Diakses tgl 27
April 2020. https://www.scribd.com/document/350108563/Manajemen-
Kebidanan-Kejang-pada-Neonatus
Anonim. Kejang. http://dianhusadafenomenasofistica.blogspot.com/p/kejang.html
(Diakses tgl 27 April 2020)
Sity, hamidah. 2013. Askeb Kejang Pada Bayi.
http://hamidahsity.blogspot.com/2013/05/askeb-kejang-pada-bayi.html

Anda mungkin juga menyukai