Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN ANAK DENGAN FISTULA URETHROCUTAN


DI RUANG CENDANA 4
RSUP DR. SARDJITO

Tugas Individu
Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Dara Nur Diviana
21/487851/KU/23449

PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
I. PENGERTIAN
Fistula uretrokutan adalah komplikasi yang paling banyak terjadi pasca operasi
hipospadia, yaitu timbulnya kebocoran pada saluran kencing yang baru dibuat pada
operasi hipospadia. Operasi hipospadia (kelainan saluran kencing) merupakan operasi
yang tergolong sulit dan tidak sederhana dalam arti proses operasi dan hasil yang
didapatkan. Seringkali operasi yang sudah dilakukan dengan susah payah masih ada
komplikasi atau belum sempurna.

II. ETIOLOGI
Timbulnya fistula uretrokutan sangat berkaitan erat dengan proses penyembuhan
luka operasi. Seperti diketahui bahwa pembuatan saluran kencing pada operasi
hipospadia berasal dari kulit penis. Jika penyembuhan luka pada kulit yang dibuat
saluran tersebut sempurna/baik maka tidak akan timbul fistula atau kebocoran dari
saluran kencing yang baru. Banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan
luka tersebut antara lain usia saat operasi, pemakaian selang uretra, pengalihan aliran
kencing (sistostomi), infeksi luka operasi, tipe hipospadia, teknik operasi, panjang
saluran kencing baru yang dibuat, dan operator operasi juga dapat menjadi faktor
penyebab timbulnya fistula uretrokutan.
Penelitian Duarsa et al. (2020) menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh
secara signifikan terhadap timbulnya kebocoran saluran kencing (fistula uretrokutan)
adalah umur saat operasi, pengalihan aliran kencing dengan sistostomi, dan ukuran
selang kateter yang dipakai. Sedangkan faktor infeksi luka operasi, tipe hipospadia,
teknik operasi, panjang saluran kencing baru yang dibuat, dan operator operasi tidak
signifikan.

III. PATOFISIOLOGI
Fistula uretrokutaneus dapat timbul segera atau beberapa tahun setelah operasi.
Fistula uretrokutaneus yang timbul segera setelah operasi akibat dari penyembuhan
lokal yang buruk, bisa karena hematom maupun infeksi. Terkadang dapat menutup
spontan dengan perawatan lokal yang agresif dan disertai fistula uretrokutaneus diversi
urin.
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada urethra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatriks pada urethra. Jaringan sikatriks pada lumen urethra
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat
akan mecari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktur) dan akhirnya
akan mengumpul di rongga periurethra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periurethra
yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan

IV. TANDA DAN GEJALA


Fistula uretrokutan ditandai dengan terjadinya kebocoran urin, yang mana hal
tersebut bisa membuat pasien malu dan tidak baik untuk kesehatannya. Selain itu ada
beberapa tanda klinis, diantaranya :
1. Berkurangnya aliran urine. Ini merupakan gejala umum pertama yang sering
ditemukan.
2. Ketegangan saat berkemih
3. Pancaran air kencing kecil dan bercabang.
4. Perasaan tidak puas setelah berkemih.
5. Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal).
6. Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
7. Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.
8. Kadang-kadang dijumpai infiltrat, abses dan fistel.
9. Gejala lanjut adalah retensio urine.

V. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
Fistula uretrokutan dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih, yang dapat
merusak organ dan jaringan di daerah itu. Fistula uretrokutaneus jarang terjadi dan
dapat muncul saat lahir atau dapat berkembang sebagai akibat dari infeksi, cedera, atau
sebagai komplikasi setelah operasi pada atau di dekat uretra. Selain itu, obstruksi
urethra yang lama akan menimbulkan stasis urine, infeksi (saluran kemih, prostat,
ginjal), abses periurethra, dan batu urethra.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


- Uretrotomi
- Inversi mukosa uretra setelah eksisi saluran epitelisasi fistula, perbaikan multilayer
dengan jaringan yang tervaskularisasi dengan baik, menghindari jahitan yang
tumpang tindih dan bahan jahitan yang tidak dapat diserap atau tebal, penutupan
bebas tegangan, dan bipolar diatermi untuk koagulasi
- Operasi untuk perbaikan sederhana yang melibatkan eksisi tepi fistula dengan
penutupan dua lapis langsung untuk fistula kecil dan pin-point fistula. Sedangkan
untuk perbaikan kompleks dilakukan dengan penambahan flap dartos untuk fistula
besar/multipel (Yassin, Bahaaeldin, Husein, & El Minawi, 2011)

VII. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA KASUS


- Pengkajian pemeriksaan fisik (terutama area genitalia)
- Skala nyeri
- Eliminasi
- Analisa dan kultur urin
- Observasi rutin produk urin bag (warna dan jumlah urin, ada nya perdarahan dari
luka post-operasi, balutan luka)
- Kaji kepatenan kateter urin
- Nutrisi (makanan yang dikonsumsi untuk proses pemulihan)

VIII. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri Akut
2. Risiko konstipasi
3. Risiko Infeksi
IX. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (MINIMAL UNTUK 3 DIAGNOSIS
KEPERAWATAN UTAMA)
No. Diagnosis NOC NIC
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Pemberian Analgesik
Definisi: pengalaman Indikator: 1. Cek perintah pengobatan
sensori dan emosional - Nyeri yang meliputi obat, dosis, dan
tidaka menyenangkan dilaporkan frekuensi obat analgesik
berkaitan dengan yang diresepkan
kerusakan jaringan - Mengerang dan 2. Cek adanya riwayat alergi
aktual atau potensial, menangis obat
atau yang - Ekspresi wajah 3. Pilih ture IV dari pada rute
digambarkan sebagai - Kehilangan nafsu IM, untuk injeksi
kerusakan ; awitan makan pengobatan nyeri yang
yang tiba-tiba atau sering
lambat dengan - Panjangnya episode 4. Berikan kebutuhan
intensitas ringan nyeri kenyamanan dan aktivitas
hingga berat, dengan lain yang dapat membantu
berakhirny dapat relaksasi untuk
diantisipasi atau memfasilitasi penurunan
diprediksi, dan dengan nyeri
durasi kurang dari 3 5. Dokumentasikn respon
bulan terhadap analgsik dan
adanya efek samping
Batasan karakteristik:
- Perubahan selera
makan
- Ekspresi wajah nyeri
- Perilaku ekspresif
- Keluhan tentang
intensitas
menggunakan
standar skala nyeri

Faktor yang
berhubungan :
- Agens cedera fisik
2. Risiko konstipasi Eliminasi Usus Manajemen
Definisi : rentan Indikator : Konstipasi/Impaksi
mengalami penurunan - Pola eliminasi Aktivitas :
frekuensi defekasi 1. Monitor tanda dan gejala
normal yang disertai - Kontrol gerakan konstipasi
dengan kesulitan atau usus 2. Monitor [hasil produksi]
tidak lampiasnya - Warna feses pergerakan usus [feses],
pasase feses, yang - Feses lembut dan meliputi frekuensi,
dapat mengganggu berbentuk konsistensi, bentuk,
kesehatan volume, dan warna,
- Kemudahan BAB
dengan cara yang tepat
Faktor risiko : - Suara bising usus 3. Konsultasikan dengan
- Perubahan dokter mengenai
lingkungan baru penurunan/peningkatan
frekuensi bising usus
- Kebiasaan menekan 4. Identifiksi faktor-faktor
dorongan untuk yang menyebabkan atau
defekasi berkontribusi pada
- Asupan cairan terjadinya konstipasi
kurang 5. Dukung peningkatan
- Asupan serat kurang asupan cairan
6. Sarankan penggunaan
- Rata-rata aktifitas
laksatif/peembut feses,
fisik harian kurang
dengan cara yang tepat
- Perubahan kebiasaan
makan
Kondisi terkait :
- Ketidakseimbangan
elektrolit
3. Risiko infeksi Pemulihan Kontrol Infeksi
Definisi : rentan Pembedahan: Segera Aktivitas :
mengalami invasi dan Setelah Operasi 1. Bersihkan lingkungan
multiplikasi Indikator: dengan baik setelah
organisme patogenik - Tekanan nadi digunakan untuk setiap
yang dapat pasien
- Suhu tubuh
mengganggu 2. Batasi jumlah
kesehatan - Laju pernapasan pengunjung
- Saturasi oksigen 3. Ajarkan cara cuci tangan
Faktor Risiko : - Urin ouput 4. Cuci tangan sebelum dan
- Kurang pengetahuan sesudah kegiatan
untuk menghindari - Integritas jaringan perawatan pasien
pemajanan patogen 5. Berikan terapi antibiotik
yang sesuai
- Gangguan integritas
kulit 6. Tingkatkan intake nutrisi
yang tepat
7. Dorong intae cairan yang
Populasi berisio :
sesuai
terpajan pada wabah
8. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
Kondisi terkait : dan gejala infeksi dan
- Prosedur invasif kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan
9. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2018. Nursing
Interventions Classification (NIC) 7th Edition. Indonesia: Mocomedia.
Duarsa, G. W. K., Tirtayasa, P. M. W., Daryanto, B., Nurhadi, P., Renaldo, J., Tarmono, …

Kloping, Y. P. (2020). Risk factors for urethrocutaneous fistula following hypospadias

repair surgery in Indonesia. Journal of Pediatric Urology, 16(3), 317.e1-317.e6.

https://doi.org/10.1016/j.jpurol.2020.04.011

Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Mass, M. L. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. Indonesia: Mocomedia.Bulechek, G. M., Butcher, H.
K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC)
6th Edition. Indonesia : Mocomedia.
Nanda International. (2018). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2018-2020.

Jakarta: buku kedokteran EGC

Snodgrass WT, Shuklaar , CanningDA. (2007). 5 ed. The Kelalis-King- Belman Textbook of

Clinical Pediatric Urology. Informa Healthcare. p. 1205-38.

Yassin, T., Bahaaeldin, K. H., Husein, A., & El Minawi, H. (2011). Assessment and

management of urethrocutaneous fistula developing after hypospadias repair. Annals of

Pediatric Surgery, 7(2), 88–93. https://doi.org/10.1097/01.XPS.0000397066.98404.82

Anda mungkin juga menyukai