Anda di halaman 1dari 2

AKSARIASIS

Askariasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh nematoda usus Ascaris


lumbricoides atau disebut juga sebagai cacing gelang. Cacing ini masuk kedalam
kelompok soil transmitted helminths/ STH. STH adalah cacing yang dalam siklus
hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif.[1]

Menurut estimasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar lebih
dari 1 juta orang di dunia terinfeksi askariasis. Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Ancylostoma duodenale - Necator americanus
(cacing tambang) merupakan kelompok STH yang paling banyak ditemukan di dunia
dan Indonesia.[1,2]

Transmisi askariasis biasanya terjadi karena mengonsumsi makanan atau


minuman yang tercemar telur Ascaris. Sebagian besar pasien askariasis tidak
menunjukkan gejala. Gejala simtomatik dapat terjadi pada cacing dewasa bermigrasi,
dan menimbulkan manifestasi klinis pada saluran pencernaan, saluran bilier, atau
pankreas. Pada fase larva, dapat terjadi manifestasi klinis di paru-paru.[1–3]

Komplikasi dari peningkatan jumlah cacing dan migrasi cacing dewasa berupa
obstruksi saluran pencernaan yang menimbulkan gejala akut abdomen dapat dapat
berkembang menjadi perforasi saluran cerna, serta sepsis. Komplikasi kronis dapat
berupa gangguan malabsorbsi, sehingga menyebabkan malnutrisi, gangguan tumbuh
kembang, defisiensi mikronutrien, misalnya vitamin A, yang biasa terjadi pada anak
kecil.[1–3]
Diagnosis definitif dari askariasis ditegakkan dengan ditemukannya telur pada
feses atau keluarnya cacing Ascaris dari anus, hidung, atau mulut yang kemudian
diperiksa dengan mikroskop.[1]

Tata laksana askariasis dilakukan dengan memakai antelmintik, seperti


albendazol, mebendazol, dan pirantel pamoat. Pada ibu hamil yang terkena askariasis,
obat-obatan ini baru dapat diberikan pada trimester 2 dan 3. Jika terjadi komplikasi,
misalnya obstruksi intestinal, kemungkinan pasien perlu dirujuk untuk mendapatkan tata
laksana yang sesuai, misalnya laparotomi.[1]

Edukasi pasien dengan askariasis perlu ditekankan pada upaya pencegahan,


karena mayoritas pasien askariasis akan mengalami reinfeksi. Pencegahan transmisi
dapat dilakukan dengan memperhatikan kebersihan personal, misalnya mencuci
tangan, memasak makanan hingga matang, serta menjaga kebersihan lingkungan,
misalnya dengan tidak buang air besar sembarangan.[1,2]

Anda mungkin juga menyukai