IKTERUS NEONATORUM
Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
PRESENTASI KASUS
IKTERUS NEONATORUM
Disusun oleh:
20204010141
…………………
Dokter Pembimbing
A. IDENTITAS
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Lahir dengan berat 1570 gr, kulit kuning pada usia 6 hari
DM disangkal
Hipertensi disangkal
Asma disangkal
Alergi disangkal
Anemia disangkal
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Sosial
Pasien merupakan anak yang diharapkan
Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan ibu bekerja sebagai
penjaga toko roti, jaminan Kesehatan menggunakan BPJS
Lingkungan
Keluarga menempati rumah sendiri, ayah dan ibu pasien tinggal bersama
orangtua ibu pasien. Keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien
tidak ada yang merokok. Wilayah tempat tinggal orangtua pasien
melewati jalan yang menanjak. Akses ke fasilitas Kesehatan cukup sulit
namun pasien rutin melakukan ANC di puskesmas.
h. Riwayat Imunisasi
HB0 (-)
BCG (-)
Polio (-)
DPT (-)
Ekstremitas :
Superior : tonus otot lemah, akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-),
sianosis (-) kuning (+), reflek fisiologis (+)
Inferior : tonus otot lemah, akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
sianosis (-) kuning (+), reflek fisiologis (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Nilai
Rujukan
HEMATOLOGI PAKET DARAH LENGKAP (29/4/2022)
Hemoglobin 18.5 g/ dL 15.2 - 23.6
Leukosit 22,9 × 10ˆ3/ul 9.4 - 34.0
Eritrosit 5,2 × 10ˆ6/ul 4.30 - 6.30
Hematokrit 55 % 44-72
F. TATA LAKSANA
Infus D10 6 tpm
Injeksi Vitamin K
Fototerapi
G. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia pada icterus neonatorum merupakan salah satu fenomena
klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup
bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh
keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning,
keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha)
yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari
degradasi heme yang merupakan komponen haemoglobin mamalia. Pada masa
transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses
glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan
menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan
bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat
menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka
panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang
mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan
yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan
untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.
Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian,
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila
kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86μmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis
darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin
direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya
ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan
sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
B. ETIOLOGI
1. Metabolisme Bilirubin
Reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi pada metabolisme pemecahan heme
dan pembentukan bilirubin sangat kompleks. Mula-mula heme dilepaskan dari
hemoglobin sel darah merah yang mengalami hemolisis di sel-sel
retikuloendothelial dan dari hemoprotein lain, seperti mioglobin, katalase,
peroksidase, sitokrom dan nitrit oksida sintase, yang terdapat pada berbagai
organ dan jaringan. Selanjutnya, globin akan diuraikan menjadi unsur-unsur
asam amino pembentuk semula untuk digunakan kembali, zat besi dari heme
akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali, sedangkan
heme akan dikatabolisme melalui serangkaian proses enzimatik. Bagian porfirin
tanpa besi pada heme juga diuraikan, terutama di dalam sel-sel retikuloendotelial
pada hati, limpa dan sumsum tulang.
Heme yang dilepaskan dari hemoglobin akan didegradasi oleh suatu proses
enzimatis di dalam fraksi mikrosom sel retikuloendetelial. Proses ini dikatalisir
oleh enzim heme oksigenase, yaitu enzim pertama dan enzyme pembatas-
kecepatan (a rate-limiting enzyme) yang bekerja dalam suatu reaksi dua tahap
dengan melibatkan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH)
dan oksigen. Sebagaimana dilukiskan dalam gambar 1, heme akan direduksi
oleh NADPH, dan oksigen ditambahkan pada jembatan α-metenil antara pirol I
dan II porfirin. Dengan penambahan lebih banyak oksigen, ion feri (Fe+++)
dilepaskan, kemudian dihasilkan karbon monoksida dan biliverdin IX-α dengan
jumlah ekuimolar dari pemecahan cincin tetrapirol. Metalloporfirin, yaitu analog
heme sintetis, dapat secara kompetitif menginhibisi aktivitas heme oksigenase
(ditunjukkan oleh tanda X pada gambar).
Gambar 1. Alur Metabolisme Pemecahan Heme dan Pembentukan Bilirubin
D. TATALAKSANA
2. Penggunaan Farmakologi
a) Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang
berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan
menurunkan tindakan transfusi tukar.
b) Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta
dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin
berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan
hiperbilirubinemia pada neonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan
bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi
daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg
berat badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral.
Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah
bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah
diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.
c) Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.
d) Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat
menurunkan kadar bilirubin serum.
e) Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartik dan kasein
holdolisat dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup
bulan yang mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan
ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi control
3. Penggunaan Fototerapi
Gambar 2. Panduan foto terapi pada bayi usia kehamillan > 35 minggu
4. Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan
isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis
lebih lanjut dan memperbaiki anemia
BAB III
KESIMPULAN
Didapatkan hasil bahwa Ny. S mengalami keluhan berupa nyeri kepala hilang-timbul
yang terasa seperti berdenyut yang merupakan tanda cephalgia. Tatalaksana yang
diberikan adalah Citicolin yang merupakan obat yang digunakan untuk meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen di otak. Omeprazole dan Ranitidin untuk mengatasi
gangguan lambung serta Dexamethasone sebagai obat anti inflamasi yang berperan
dalam mengurangi dan menekan proses peradangan.