Anda di halaman 1dari 235

Pengantar

Penilaian dan Profesi Penilai telah semakin berperan penting dalam berbagai aspek
 perekonomian dan pembangunan negara, dimulai dari kepentingan penjaminan, tindakan
korporasi di pasar modal, pelaporan keuangan, dalam rangka pengadaan tanah bagi
 pembangunan untuk kepentingan umum, dan terdapat sejumlah kepentingan lainnya. Objek
 penilaian yang dinilai juga lebih beragam tidak hanya asset berwujud tetapi juga mencakup
asset tak berwujud, entitas, bisnis dan instrument keuangan. Melihat kepentingan dan cakupan
asset atau liabilitas tersebut, kesemuanya membutuhkan pedoman, apakah dalam konteks etik
dan pedoman berpraktek bagi semua kegiatan Penilai di Indonesia.
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa akhirnya Kode Etik Penilai
Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) Edisi VII tahun 2018 yang merupakan
 penyempurnaan dari KEPI dan SPI
SP I Edisi VI tahun 2015 telah diselesaikan
dis elesaikan dan mulai berlaku
 pada tanggal 1 Agustus 2018 dengan masa transisi sekitar enam bulan atau mulai berlaku
efektif tanggal 1 Februari 2019. KEPI dan SPI ini disusun merujuk kepada  International
Valuation Standards 2017 (IVS 2017) yang dikeluarkan oleh  International Valuation
Standards Council,   serta menggunakan referensi dari standar-standar penilaian lainnya di
dunia, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi penilaian di Indonesia.
KEPI dan SPI memiliki peran penting bagi pelaku penilaian
penilaia n (para Penilai), maupun pengguna
 jasa, Pemerintah, lembaga-lembaga terkait lainnya. KEPI merupakan landasan moral
sedangkan SPI merupakan panduan praktik penilaian bagi Penilai di Indonesia, serta dari sisi
 pengguna jasa menjadi acuan dalam memahami dan memanfaatkan hasil penilaian. Sementara
itu, dari sisi Pemerintah maupun lembaga terkait lainnya, KEPI dan SPI ini dapat menjadi
acuan dalam melaksanakan pengawasan dan pengembangan profesi Penilai di Indonesia.
KEPI   dan SPI Edisi VII  dibuat dengan mengikuti sistematika International Valuation
Standards dimana KEPI merupakan bagian yang terpisah dari SPI, namun dicetak dalam satu
kesatuan.
SPI Edisi VII  disusun lebih dengan asas ‘principle base’, serta dengan landasan cakupan
(platform) yang meliputi penilaian property dan bisnis. Di dalam SPI ini digunakan
terminology ‘aset atau liabilitas’ yang memiliki pengertian yang sama dengan ‘properti’,
meliputi Real Properti, Personal Properti, Badan Usaha, dan Hak Kepemilikan Finansial.
Pada KEPI dan SPI Edisi VII ini sudah dilakukan perubahan dan penambahan standard
sta ndard baru
untuk bagian KEPI, KPUP, Standar Umum, serta sebagian Standar Penerapan dan Standar
Teknis. Bagian Standard dan Standar Teknis yang masih menggunakan SPI 2015 dapat dilihat
 pada lampiran Tabel Penjelasan Perubahan.
KEPI  dan SPI edisi VII terdiri dari:

1. Pendahuluan
2. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI)
3. Standar Penilaian Indonesia (SPI)
a. Konsep dan Prinsip umum Penilaian (KPUP)
 b. Jenis Properti
c. Standar Umum
 SPI 101 –  Nilai
 Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai
 SPI 102 –  Dasar
 Dasar Nilai Selain Nilai Pasar
 SPI 103 –  Lingkup
 Lingkup Penugasan
 SPI 104 –  Implementasi
 Implementasi
 SPI 105 –  Pelaporan
 Pelaporan Penilaian
 SPI 106 –  Pendekatan
 Pendekatan dan Metode Penilaian
 SPI 107 –  Kaji
 Kaji Ulang Penilaian
d. Standar Penerapan
 SPI 201 –  Penilaian
 Penilaian untuk Pelaporan Keuangan
 SPI 202 –  Penilaian
 Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang
 SPI 203 –  Penilaian
 Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan
 SPI 204  –   Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
 SPI 205 –  Penilaian
 Penilaian Untuk Tujuan Lelang
 SPI 206 –  Penilaian
 Penilaian Untuk Kepentingan Pasar Modal (proses penyusunan)
e. Standar Teknis
 SPI 300 –  Penilaian
 Penilaian Real Properti
 SPI 301 –  Penilaian
 Penilaian Properti Agrikultur
 SPI 302 –  Penilaian
 Penilaian dalam Pengembangan (proses penyusunan)
 SPI 310 –  Penilaian
 Penilaian Mesin dan Peralatan
 SPI 320 –  Penilaian
 Penilaian Aset Takberwujud
 SPI 330 –  Penilaian
 Penilaian Bisnis
 SPI 340 –  Penilaian
 Penilaian Instrumen Keuangan
 SPI 350 –  Jasa
 Jasa Konsultasi
Buku yang tergabung dari KEPI dan SPI ini, juga dilengkapi Pedoman Penilaian Indonesia
(PPI) yang dapat menjadi rujukan Penilai secara teknis, meliputi:
4. Pedoman Penilaian Infonesia
a) PPI 01 –  Penilaian
 Penilaian untuk Pelaporan Keuangan
 b) PPI 02 –  Penilaian
 Penilaian Hak Sewa
c) PPI 03 –  Penilaian
 Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus
d) PPI 04 –  Penilaian
 Penilaian terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum
e) PPI 05 –  Penilaian
 Penilaian Untuk Tujuan Lelang
f) PPI 06 –  Penilaian
 Penilaian Properti Industri Pertambangan
g) PPI 07 –  Penilaian
 Penilaian Personal Properti
h) PPI 08  Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud
i) PPI 09 –  Analisis
 Analisis Discounted Cash
Cash Flow (DCF)
(DCF)
 j) PPI 10 –  Analisis
 Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)
k) PPI 11 –  Opini
 Opini Kewajaran
l) PPI 12 –  Inspeksi
 Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan
m) PPI 13 –  Penilaian
 Penilaian Massal
Penyempurnaan KEPI  dan SPI merupakan suatu kegiatan yang bersifat terus menerus untuk
memenuhi tuntutan dan perkembangan Profesi Penilaian dan kebutuhan industry sector
keuangan, dunia bisnis maupun kebutuhan sector Publik dan
d an Swasta.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak, terutama kepada Pusat Pembinaan Profesi
Keuangan (PPPK) Sekretarian Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia sebagai
instansi Pembina profesi Penilai yang telah sangat membantu dalam penyelesaian KEPI dan
SPI Edisi VII ini hingga terlaksananya proses diseminasi dan sosialisasi. Selain itu, kami juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan saran dan
masukan dalam penyempurnaan KEPI dan SPI ini.
Dengan diberlakukannya KEPI dan SPI Edisi VII, diharapkan bahwa Penilai akan memiliki
 profesionalisme yang lebih tinggi dan dapat memiliki kesetaraan dengan Penilai di dunia
internasional serta memiliki daya saing tinggi. Semoga Penilai Indonesia akan terus
 berkembang maju dan semakin berperan penting dalam pembangunan nasional yang
 berkelanjutan menuju Indonesia makmur dan sejahtera.

Jakarta, 1 Agustus 2018

Komite Penyusun Standar Penilaian Dewan Pengurus Nasional


Indonesia Masyarakat Profesi Penilai Indonesia

Hamid Yusuf, MAPPI (Cert) Okky Danuza, MAPPI (Cert)


Ketua Ketua Umum

Mengetahui,
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
Sekretarian jenderal Kementerian Keuangan RI

Langgeng Subur
KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA
MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA

Ketua : Hamid Yusuf


Sekretaris : Tonny Hambali
Bendahara : Panca A. Jatmika

Tim Pengarah
1. Langgeng Subur (Kepala Pusat PPPK Kemenkeu)
2. Meirijal Nur (Direktur Penilaian DJKN Kemenkeu)
3. Ucu Rufaidah (Direktur Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal OJK)
4. Okky Danuza (Ketua Umum DPN MAPPI)
5. Setiawan (Ketua DP MAPPI)

Tim Penyusun
1. Agustinus P. Tamba
2. Arie Wibowo (PPPK Kemenkeu)
3. Budi P. Martokoesoemo
4. Budi Prasadjo
5. Caroline Dharmawan
6. Firman Dwi Suprayoga (PPPK Kemenkeu)
7. Hamid Yusuf
8. Jimmy T. Prasetyo (Koordinator Penilaian Properti)
9. Miduk Pakpahan
10. Muhammad A. Muttaqin
11. Panca A. Jatmika
12. Rengganis Kartomo (Koordinator Hubungan Luar Negeri)
13. Rudy M. Syafruddin (Koordinator Penilaian Bisnis)
14. Tonny Hambali
15. Triono Soedirjo
16. Muhammad Nahdi (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara)
17. Kesatria Purba (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara)
18. Madji Ali (Direktorat Jenderal Pajak)
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ...........................................


..................................................................
.............................................
.............................................
..............................
....... 0
2. Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia Masyarakat Profesi P enilai Indonesia ................. 4

3. Pendahuluan ...........................................
.................................................................
............................................
.............................................
................................
......... 14
4. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) ..........................................
.................................................................
.............................................
........................
.. 25
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 26
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.......................................................................................................................
........................................................... 26
3.0 Definisi ............................................................
..................................................................................................................................
...................................................................... 26
4.0 Prinsip Dasar Etik ...................................................................
..................................................................................................................
............................................... 27
5.0 Panduan Prinsip Dasar Etik ...............................................................
...................................................................................................
.................................... 35
6.0 Ancaman dan Pencegahan ...................................................................
....................................................................................................
................................. 39
5. Konsep Dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) .........................................
...............................................................
................................
.......... 42
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 42
2.0 Aset dan Properti ...................................................................
..................................................................................................................
............................................... 42
3.0 Aset dan Liabilitas ..................................................................
.................................................................................................................
............................................... 44
4.0 Harga, Biaya dan
dan Nilai ............................................................
...........................................................................................................
............................................... 44
5.0 Pasar.................................................................
......................................................................................................................................
..................................................................... 46
6.0 Aktivitas Pasar ............................................................
.......................................................................................................................
........................................................... 47
7.0 Pelaku Pasar ...............................................................
..........................................................................................................................
........................................................... 47
8.0 Unit Penilaian (Agregasi) ......................................................................
.......................................................................................................
................................. 48
9.0 Dasar Nilai ...................................................................
.............................................................................................................................
.......................................................... 48
10.0 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use - HBU) ........................................ 50
11.0 Kegunaan .............................................................................................................................. 51
12.0 Asumsi dan Asumsi Khusus ...................................................................................................
................................................................................................... 53
13.0 Konsep Penting Lainnya ..................................................................................
........................................................................................................
...................... 54
14.0 Pendekatan Penilaian............................................................................................................
Penilaian............................................................................................................ 55
15.0 Pendekatan Pasar ..................................................................
.................................................................................................................
............................................... 56
16.0 Pendekatan Pendapatan
P endapatan ......................................................................
.......................................................................................................
................................. 56
17.0 Pendekatan Biaya...................................................................
..................................................................................................................
............................................... 57
18.0 Metode Penerapan ...............................................................................................................
............................................................................................................... 57
19.0 Data Masukan Penilaian (Valuation Inputs)............................................................
..........................................................................
.............. 57
20.0 Penyimpangan ...................................................................................................................... 58
21.0 Bagan Proses Penilaian .........................................................................................................
......................................................................................................... 59
6. Jenis Properti .............................................
....................................................................
.............................................
.............................................
............................
..... 61
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 61
2.0 Real Properti ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 61
3.0 Personal Properti ...................................................................
..................................................................................................................
............................................... 70
4.0 Perusahaan/Badan Usaha....................................................................
.....................................................................................................
................................. 72
5.0 Hak Kepemilikan
Kepemilikan Finansial ..............................................................................
....................................................................................................
...................... 75
Standar Umum
7. Standar Penilaian Indonesia 101 (SPI 101) Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai ...............................
............................... 82
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 82
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.......................................................................................................................
........................................................... 83
3.0 Definisi ............................................................
..................................................................................................................................
...................................................................... 83
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
..................................................................................
......................... 86
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar...............................................................................................................
.......................................................... 86
6.0 Pembahasan...............................................................
..........................................................................................................................
........................................................... 87
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan............................................................................................................
..................................................................... 91
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
.....................................................................................................
................................. 91
9.0 Kutipan dan tanggal berlaku .............................................................
.................................................................................................
.................................... 91
8. Standar Penilaian Indonesia 102 (SPI 102) Dasar Nilai Selain Nilai Pasar  ..................................
................................. 92
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.........................................................................................................................
........................................................... 92
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.......................................................................................................................
........................................................... 92
3.0 Definisi ............................................................
..................................................................................................................................
...................................................................... 92
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
..................................................................................
......................... 97
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar...............................................................................................................
.......................................................... 97
6.0 Pembahasan...............................................................
..........................................................................................................................
........................................................... 98
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 105
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 106
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 106
9. Standar Penilaian Indonesia 103 (SPI 103) Lingkup Penugasan .............................................
............................................. 107
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 107
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 107
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 108
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 108
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar.............................................................................................................
........................................................ 108
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 114
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 115
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 115
9.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku 115
Lampiran .....................................................................
.............................................................................................................................
........................................................ 116
10. Standar Penilaian Indonesia 104 (SPI 104) Implementasi ..........................................
.....................................................
........... 120

1.0 Pendahuluan ..............................................................


.......................................................................................................................
......................................................... 120
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 120
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 120
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 120
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar.............................................................................................................
........................................................ 121
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 122
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 122
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 122
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 123
11. Standar Penilaian Indonesia 105 (SPI 105) Pelaporan Penilaian ............................................
............................................ 124
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 124
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 124
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 125
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 127
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar.............................................................................................................
........................................................ 127
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 130
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 130
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 131
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 132
12. Standar Penilaian Indonesia 106 (SPI 106) Pendekatan dan Metode Penilaian  .......................
...................... 133
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 133
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 133
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 134
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 135
5.0 Persyaratan Standar...............................................................
............................................................................................................
............................................. 135
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 137
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 163
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 163
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 163
13. Standar Penilaian Indonesia 107 (SPI 107) Kaji Ulang Penilaian  .............................................
............................................ 164
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 164
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 164
3.0 Definsi .............................................................
.................................................................................................................................
.................................................................... 164
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi 165
5.0 Pernyataan Standar.....................................................
Standar.............................................................................................................
........................................................ 165
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 168
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 168
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 169
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 169
Standar Penerapan
14. Standar Penilaian Indonesia 201 (SPI 201) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan ................... 170
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 170
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 170
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 171
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 172
5.0 Pernyataan Penerapan...........................................................
........................................................................................................
............................................. 173
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 175
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 189
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 189
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 189
15. Standar Penilaian Indonesia 202 (SPI 202) Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang  ........... 190
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 190
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 190
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 190
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 191
5.0 Pernyataan Penerapan...........................................................
........................................................................................................
............................................. 191
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 195
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 199
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 200
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 200
16. Standar Penilaian Indonesia 203 (SPI 203) Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan
Keuangan ............................................
..................................................................
............................................
.............................................
..................................
........... 201
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 201
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 202
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 203
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 206
5.0 Pernyataan Penerapan...........................................................
........................................................................................................
............................................. 206
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 211
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 214
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 215
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 215
17. Standar Penilaian Indonesia 204 (SPI 204) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ............................................
...................................................................
..............................
....... 216

1.0 Pendahuluan ..............................................................


.......................................................................................................................
......................................................... 216
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 217
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 217
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 218
5.0 Pernyataan Penerapan...........................................................
........................................................................................................
............................................. 218
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 224
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 224
8.0 Ketentuan Penyimpangan....................................................................
...................................................................................................
............................... 225
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 225
18. Standar Penilaian Indonesia 205 SPI 205 Penilaian Untuk Tujuan Lelang  ............................... 226
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 226
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 226
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 227
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 228
5.0 Pernyataan Penerapan...........................................................
........................................................................................................
............................................. 228
6.0 Pembahasan...............................................................
........................................................................................................................
......................................................... 230
7.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 230
8.0 Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan ....................................................................
...................................................................................................
............................... 231
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 231
Standar Teknis
19. Standar Penilaian Indonesia 300 (SPI 300) Penilaian Real Properti  ........................................
....................................... 232
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 232
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 233
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 234
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 235
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 235
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 249
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 249
20. Standar Penilaian Indonesia 301 (SPI 301) Penilaian Properti Agrikultur ................................
............................... 250
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 250
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 251
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 251
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 253
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 253
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 256
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 256
Lampiran..............................................................................................................................
.............................................................................................................................. 257
21. Standar Penilaian Indonesia 310 (SPI 310) Penilaian Mesin dan Peralatan  .............................
............................ 267
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 267
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 267
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 268
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 269
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 269
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 280
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 280
22. Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian Aset Takberwujud ................................
................................ 281
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 281
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 281
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 282
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntasi .........................................................................
..................................................................................
......... 283
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 283
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 295
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 295
23. Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis  ...................................................
.................................................. 296

1.0 Pendahuluan ..............................................................


.......................................................................................................................
......................................................... 296
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 296
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 297
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 299
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 299
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 317
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 317
24. Standar Penilaian Indonesia 340 (SPI 340) Penilaian Instrumen Keuangan ............................
............................ 318
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 318
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 318
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 319
4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi .........................................................
................................................................................
....................... 320
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 320
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 328
7.0. Kutipan dan Tanggal Berlaku .......................... 329
25. Standar Penilaian Indonesia 350 (SPI 350) Jasa Konsultasi  ....................................................
................................................... 330
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 330
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 330
3.0 Defenisi ...........................................................
...............................................................................................................................
.................................................................... 332
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntasi .........................................................................
..................................................................................
......... 332
5.0 Penerapan Teknis...................................................................
................................................................................................................
............................................. 332
6.0 Syarat Pengungkapan.......................................
Pengungkapan..........................................................................................................
................................................................... 334
7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 334
26. Daftar Istilah (Glossary ) ..........................................
................................................................
............................................
.....................................
............... 335
27. Interpretasi .............................................
...................................................................
............................................
.............................................
..............................
....... 369

Pedoman Penilaian Indonesia

28. Pedoman Penilaian Indonesia 01 (PPI 01) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan ................. 372
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 372
2.0 Definisi dan Pengertian ..........................................................
.......................................................................................................
............................................. 373
3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 374
4.0 Implementasi (merujuk
(merujuk kepada SPI 104) ...................................................................
............................................................................
......... 379
5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 385
29. Pedoman Penilaian Indonesia 02 (PPI 02) Penilaian
Penilaian Personal Properti .........................
................................
....... 405
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 405
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 405
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 406
4.0 Pedoman Penilaian ................................................................
.............................................................................................................
............................................. 408
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 411
30. Pedoman Penilaian Indonesia 03 (PPI 03) Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus ............. 412
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 412
2.0 Ruang Lingkup ............................................................
.....................................................................................................................
......................................................... 412
3.0 Definisi ............................................................
................................................................................................................................
.................................................................... 412
4.0 Pedoman Penilaian ................................................................
.............................................................................................................
............................................. 413
5.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku ............................................................
..............................................................................................
.................................. 415
31. Pedoman Penilaian Indonesia 04 (PPI 04) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum ...........................................
..................................................................
..............................
....... 416
1.0 Pendahuluan ..............................................................
.......................................................................................................................
......................................................... 416
2.0 Definisi dan Pengertian ..........................................................
.......................................................................................................
............................................. 417
3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 418
4.0 Implementasi (merujuk
(merujuk kepada SPI 104) 427
5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 440
Lampiran 1 ........................................................................................................................... 443
Lampiran 2 ........................................................................................................................... 444
Lampiran 3 ........................................................................................................................... 447
Lampiran 4 ........................................................................................................................... 455
Lampiran 5 ........................................................................................................................... 461
Lampiran 6 ........................................................................................................................... 463
Lampiran 7 ........................................................................................................................... 465
32. Pedoman Penilaian Indonesia 05 (PPI 05) Penilaian Untuk Tujuan Lelang ........................... 467
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 467
2.0 Definisi dan Pengertian ....................................................................................................... 468
3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 469
4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104) ............................................................................ 474
5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 485
Lampiran 1 ........................................................................................................................... 488
Lampiran 2 ........................................................................................................................... 494
Lampiran 3 ........................................................................................................................... 496
Lampiran 4 ........................................................................................................................... 498
33. Pedoman Penilaian Indonesia 06 (PPI 06) Penilaian Properti Industri Pertambangan .......... 499
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 499
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 503
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 504
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 509
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 515
34. Pedoman Penilaian Indonesia 07 (PPI 07) Penilaian Personal Properti ................................ 516
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 516
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 516
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 517
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 519
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 524
35. Pedoman Penilaian Indonesia 08 (PPI 08) Pendekatan Biaya Untuk Aset Berwujud ............. 525
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 525
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 525
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 525
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 527
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku 531
36. Pedoman Penilaian Indonesia 09 (PPI 09) Analisis Discounted Cash Flow  ............................ 532
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 532
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 533
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 533
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 535
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 548
37. Pedoman Penilaian Indonesia 10 (PPI 10) Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest
and Best Use Analysis) ...................................................................................................... 549
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 549
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 549
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 550
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 550
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 558
38. Pedoman Penilaian Indonesia 11 (PPI 11) Opini Kewajaran ................................................ 559
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 559
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 559
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 560
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 560
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 566
39. Pedoman Penilaian Indonesia 12 (PPI 12) Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan ............. 567
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 567
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 567
3.0 Definisi ................................................................................................................................ 567
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 568
5.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 572
40. Pedoman Penilaian Indonesia 13 (PPI 13) Penilaian Massal ................................................ 573
1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 573
2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 574
3.0 Defenisi ............................................................................................................................... 574
4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 576
5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 585
41. Daftar Istilah (Glossary)..................................................................................................... 586
dibekali dengan standar penilaian yang bertaraf internasional sehingga mampu mensejajarkan
dirinya dengan Penilai lainnya di dunia karena pelaksanaan penilaian sudah mengikuti
 pedoman yang berlaku secara internasional. Namun demikian SPI juga memuat kandungan
local untuk memberikan pedoman mengenai berbagai hal yang bersifat local sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan atau regulasi yang berlaku.
Sepanjang tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan setempat, penilaian properti (aset
atau liabilitas) di luar Indonesia harus mematuhi prinsip-prinsip umum dalam KEPI dan SPI,
kecuali diisyaratkan berbeda, dimana Penilai dapat memilih untuk mengikuti:
 Panduan yang dipublikasikan oleh Dewan Standar Penilaian Internasional (The
 International
 International Valuation
Valuation Standards Council (IVSC);  atau
Standards Council
 Persyaratan atau panduan yang relevan dari Asosiasi Profesi Penilai yang diakui oleh
Pemerintah negara yang bersangkutan, serta Asosiasi Profesi Penilai tersebut adalah
anggota dari Dewan Standar Penilaian Internasional (IVSC).
Apabila menggunakan standar di luar SPI. Penilai harus mengkonfirmasikan atau menyepakati
men yepakati
hal tersebut dengan pemberi tugas, serta laporan dan semua referensi yang dipublikasikan harus
selalu merujuk kepada alternatif standar yang digunakan.
Penilaian atas properti (aset atau liabilitas) yang terletak di Indonesia yang seluruhnya atau
sebagian dimiliki oleh entitas asing, untuk keperluan laporan keuangan entitas asing yang
 bersangkutan, Penilai setelah berkonsultasi dengan entitas asing tersebut dapat mengadopsi
ketentuan diatas. Namun demikian, persyaratan dari SPI 105 - Pelaporan Penilaian harus
dipenuhi untuk memperluas cakupannya.
Indonesia melalui MAPPI merupakan salah satu anggota IVSC, dan dengan demikian
meratifikasi penggunaan IVS sebagai acuan standar penilaian di Indonesia. Keanggotaan IVSC
terdiri dari organisasi penilai professional baik swasta maupun Pemerintah, lembaga
Pemerintah, lembaga akademis maupun korporasi di seluruh dunia.
KEPI dan SPI edisi VII ini merupakan penyempurnaan dari SPI sebelumnya yang terbit di
tahun 1994, 2000, 2002 dan 2007, 2013 dan 2015. Penyempurnaan SPI dari waktu ke waktu
adalah sesuai dengan dianutnya prinsip perubahan, dimana perubahan tersebut tidak terelakkan
serta akan terus menerus terjadi walaupun dilaksanakan secara bertahap. Untuk hal-hal yang
 belum diatur di dalam SPI, digunakan acuan IVS atau standar negara lain yang relevan dan
diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai yang diakui Pemerintah.
Penilai yang melakukan kegiatan penilaian di Indonesia harus memiliki lisensi Penilai Berijin
yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan RI dan pemenuhan
terhadap KEPI dan SPI bersifat wajib. Keharusan mematuhi SPI ini termaktub Asosiasi Profesi
Penilai. KEPI dan SPI berlaku sebagai ketentuan wajib bagi Penilai
Penil ai dalam melakukan kegiatan
yang terdiri dari dan tidak terbatas kepada Penilaian, Penilaian Ulang (Re-appraisals),
Kajiulang Penilaian (Appraisal Reviews) , dan Perhitungan Manfaat Ekonomi (Calculation of
Worth). Apabila penilai menyimpang dari ketentuan ini, maka Penilai harus memenuhi segala
 peraturan perundang-undangan yang
yang diisyaratkan, yang berlaku untuk
untuk kasus tertentu.
Sejalan dengan hal tersebut, penilai juga wajib untuk mengikuti diseminasi KEPI dan SPI yang
merupakan bagian dari kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (Continuing
Professional Development)  dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh MAPPI yang diakui
Pemerintah bersama dengan Instansi Pembina Kementerian Keuangan RI.
Maksud dan Tujuan Standar Penilaian Indonesia
Standar Penilaian Indonesia disusun untuk mencapai maksud dan tujuan berikut:
1. Mendorong Penilai untuk secara berhati-hati menentukan dan memahami kebutuhan dan
 persyaratan dari Pemberi Tugas, dan untuk memberikan kepastian kepada Penilai bahwa
Penilai dibekali dengan suatu standar penilaian yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut;
2. Memajukan penggunaan dasar penilaian dan asumsi secara konsisten dalam penilaian dan
 pemilihan dasar penilaian yang tepat sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas;
3. Membantu Penilai untuk mencapai kompetensi professional dengan standar yang
mengikuti pedoman internasional dalam persiapan dan pelaksanaan pekerjaan penilaian;
4. Memastikan bahwa laporan penilaian yang dihasilkan bersidat komprehensif dan tidak
 bersifat menyesatkan, berisi informasi
informasi yang mudah dimengerti
dimengerti yang dibutuhkan
dibutuhkan dan harus
didapatkan oleh pembacanya;
5. Memastikan bahwa referensi yang dipublikasikan dalam laporan penilaian mengandung
informasi yang jelas, akurat dan memadai sehingga tidak menyesatkan.
men yesatkan.
Perlu ditekankan bahwa SPI ini pada prinsipnya tidak membahas mengenai teori
te ori penilaian dan
metodologi penilaian secara rinci tetapi lebih kepada mekanisme praktek penilaian yang
dilakukan, termasuk penyusunan, interpretasi dan pelaporan dari informasi yang relevan
dengan penugasan penilaian.

Sistematika KEPI dan SPI edisi VI


Seluruh bagian KEPI & SPI bersifat mengikat (mandatory)  dengan bagian yang dicetak tebal
(KEPI/Pernyataan Standar di SPI seri 100/Pernyataan Penerapan di SPI seri 200/Penerapan
Teknis di SPI seri 300) merupakan bagian yang bersifat wajib (compulsory).   Sedangkan
Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) merupakan bagian dari SPI yang direkomendasikan untuk
digunakan, kecuali dalam beberapa pedoman diatur terikat kepada standar utamanya. Definisi
masing-masing status tersebut dapat dilihat dalam Daftar istilah (Glossary)
Penting dalam pemahaman dan penggunaan SPI bahwa setiap standar harus dilihat sebagai
 bagian dari satu kesatuan standar yang tidak dapat dipisahkan. Pada beberapa kasus,
 penyimpangan atau pilihan diperkenankan namun Penilai harus menyatakan secara eksplisit di
di
dalam laporan penilaian berkaitan dengan penyimpangan atau pilihan yang dilakukan,
memberikan alasan penyimpangan atau pilihan, dan, jika diperlukan, memberikan opini atau
 perkiraan mengenai akibat dari penyimpangan atau pilihan yang diambil, sehubungan dengan
validitas dari penilaian.
KEPI dan SPI edisi VII ini dibuat dengan mengikuti dan penyesuaian sesuai format
International Valuation Standards (IVS) dimana KEPI merupakan bagian yang terpisah dari
SPI namun dicetak dalam satu kesatuan, meliputi:
1. Pendahuluan
Bagian Pendahuluan memberikan penjelasan mengenai konteks umum, maksud dan
tujuan, sistematika, format dan pemberlakuan KEPI dan SPI.
2. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI)
Pada hakekatnya fungsi utama dari Penilai adalah sebagai profesi yang mengemban
kepercayaan dari masyarakat (fiduciary duty). Ciri pokok yang memberikan hak hidup
 pada profesi Penilai adalah adanya pengakuan dari masyarakat bahwa Penilai memiliki
keahlian khusus serta integritas, kejujuran dan obyektivitas dalam melakukan profesinya.
Oleh karena itu disamping syarat-syarat mengenai praktek pelaksanaan untuk melakukan
 profesinya yang diatur dalam SPI, maka prinsip-prinsip etika adalah merupakan sendi-
sendi pokok dalam menjalankan profesi Penilai dan diatur di dalam KEPI yang merupakan
landasan moral bagi Penilai dalam menjalankan
menjala nkan tugasnya. Dengan demikian dalam praktek
 penilaian, KEPI dan SPI merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
3. Standar Penilaian Indonesia (SPI)

 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian


Diskusi menyeluruh mengenai kerangka konseptual penilaian yang mencakup
 pembahasan konsep property yang diartikan sama dengan asset atau liabilitas,
l iabilitas, nilai,
 pasar, factor spesifik entitas, unit penilaian, Dasar Nilai, Nilai Pasar, prinsip
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use  –   HBU), asumsi,
 pendekatan penilaian dan berbagai konsep penting lainnya. Pemahaman mengenai
hal-hal mendasar seperti ini adalah sangat penting untuk memahami profesi Penilai,
 penilaian dan penerapannya di dalam standar.

Di dalam bagian ini juga diuraikan mengenai konsep dari setiap Jenis Properti yang
dicakup di dalam SPI ini, yang terdiri atas real property, personal property,
 perusahaan/badan usaha (business) dan Hak Kepemilikan Finansial/HKF (financial
interest)

 Standar Umum –  SPI seri 100 merupakan bagian yang dianggap paling fundamental


Umum –  SPI
dan bersifat permanen. Bagian ini juga bersifat sebagai landasan dari Standar
Penerapan dan Standar Teknis, yang memberikan pedoman mengenai dasar penilaian
untuk berbagai tujuan penilaian, ruang lingkup penugasan, implementasi serta
 pelaporannya.
Bagian ini meliputi:
SPI 101 –    Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai, bertujuan memberikan definisi umum
101  –  Nilai
mengenai Nilai Pasar serta kriteria umum yang berhubungan dengan definisi dan
 penerapan Nilai Pasar dalam penilaian asset atau liabilitas yang membutuhkan
estimasi Nilai Pasar
SPI 102  –   Dasar Nilai Selain Nilai Pasar,  bertujuan mengidentifikasi dan
menjelaskan dasar-dasar penilaian selain Nilai Pasar serta menetapkan acuan bagi
 penerapannya dan membedakannya
membedakannya dengan Nilai Pasar.
SPI 103  –   Lingkup Penugasan,   bertujuan memberikan pedoman mengenai
 persyaratan minimum yang harus disepakati oleh Penilai dengan
dengan pemberi tugas sesuai
dengan tujuan penilaian, termasuk limitasi dalam penggunaan penilaian.
SPI 104  –   implementasi,  bertujuan mengatur cakupan penilaian sejak investigasi
(inspeksi, verifikasi dan analisis data), pendekatan penilaian hingga pemeliharan data
(kertas kerja dan laporan penilaian).
SPI 105  –   Pelaporan Penilaian,  bertujuan membahas persyaratan pelaporan yang
konsisten dengan praktek professional terbaik dan mengidentifikasikan elemen-
elemen penting untuk dicantumkan di dalam laporan penilaian.
SPI 106  –   Pendekatan dan Metode Penilaian,   bertujuan membahas persyaratan
dalam penerapan pendekatan dan metode penilaian secara konsisten dalam praktek
 professional terbaik. Pendekatan dan metode
metode penilaian merupakan bagian
bagian dari praktek
Implementasi namun dalam SPI ini pengeturannya dipisah.
SPI 107  –   Kaji Ulang Penilaian,  bertujuan untuk mengevaluasi terhadap suatu
 pekerjaan penilaian, dalam rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat
dipercaya, atau untuk meyakini kredibilitas dan keakuratan dari suatu pekerjaan
 penilaian.

 Standar Penerapan – 
Penerapan –  SPI
 SPI seri 200 dibuat untuk memberikan pedoman mengenai
 penerapan penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan (untuk Swasta maupun sector
 public), penilaian yang berkaitan dengan jaminan pinjaman (mortgage security),
 penilaian berkaitan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,
 penilaian terkait tujuan lelang dan terdapat satu SPI yang akan dipersiapkan untuk
 penilaian keperluan pasar modal.
Bagian ini meliputi:
SPI 201 –    Penilaian Untuk Pelaporan Keuangan, bertujuan menjelaskan prinsip-
201  –  Penilaian
 prinsip yang digunakan di dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dan
akun-akun lainnya yang relevan dari suatu badan usaha dalam konteks diterapkannya
akuntansi nilai wajar (fair value accounting).
SPI 202  –   Penilaian Untuk Tujuan Penjaminan Utang,   bertujuan memberikan
 pedoman bagi Penilai dalam mempersiapkan penilaian untuk tujuan penjaminan
hutang yang meliputi pemberian kerangka kerja dalam pelaksanaan penugasan
 penilaian untuk tujuan tersebut.
SPI 203  –   Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan,  bertujuan
menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan di dalam penilaian asset sector public
dalam konteks pelaporan keuangan dan manajemen asset.
SPI 204  –   Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum,  bertujuan pedoman dan prosedur dalam penilaian asset sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku terkait pengadaan tanah.
SPI 205 –    Penilaian Untuk Tujuan Lelang,  bertujuan menjelaskan prinsip-prinsip
205  –  Penilaian
yang digunakan di dalam penilaian asset dalam konteks jual beli secara cepat atau
tujuan lelang.
SPI 206 –   Penilaian Untuk Kepentingan Pasar Modal, dalam proses penyusunan.
206 –  Penilaian

 Standar Teknis  –   SPI seri 300  memberikan petunjuk mengenai penilaian untuk
 berbagai jenis asset, metode/teknik penilaian, persyaratan yang harus dipenuhi
dipenuhi dalam
melakukan penilaian dan memberikan panduan untuk berbadai situasi khusus dalam
 penilaian serta bagaimana penerapan SPI dalam situasi bisnis dan penyediaan jasa
yang lebih spesifik.
SPI seri 300 ini dibagi dalam kelompok penilaian untuk berbagai jenis aset yang terdiri
dari kelompok Real Properti, kelompok Personal Properti, kelompok Bisnis, Aset
Keuangan dan Liabilitas, serta kelompok penerapan metodologi penilaian dan
kelompok standar lainnya.
SPI 300 –  Penilaian
 Penilaian Real Properti
SPI 301 –  Penilaian
 Penilaian Properti Agrikultur
SPI 302 –  Properti
 Properti dalam Pengembangan (proses penyusunan)
SPI 310 –  Penilaian
 Penilaian Mesin dan Peralatan
SPI 320 –  Penilaian
 Penilaian Aset Takberwujud
SPI 330 –  Penilaian
 Penilaian Bisnis
SPI 340 –  Penilaian
 Penilaian Instrumen Keuangan
SPI 350 –  Jasa
 Jasa Konsultasi

4. Pedoman Penilaian Indonesia (PPI)


Dalam bagian ini disampaikan petunjuk sebagai bagian dari pedoman penilaian yang
direkomendasikan kepada Penilai untuk digunakan meliputi penilaian untuk berbagai jenis
asset, metode/teknik penilaian, sebagai dasar panduan dalam praktek penilaian. PPI ini
diterapkan sebagai bagian menjelaskan SPI terdiri dari beberapa keperluan antara lain:

PPI – 01 Penilaian untuk Pelaporan Keuangan


PPI – 02 Penilaian Hak Sewa
PPI – 03 Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus
PPI –  04
  04 Penilaian Terhadap
Terhadap Pengadaan Tanah Bagi
Bagi Pembangunan
Pembangunan Untuk
Untuk
Kepentingan Umum
PPI – 05 Penilaian Untuk Tujuan Lelang
PPI – 06 Penilaian Properti Insudtri Pertambangan
PPI – 07 Penilaian Personal Properti
PPI – 08 Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud
PPI – 09 Analisis Discounted
 Discounted Cash Flow (DCF)
(DCF)
PPI – 10 Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use
 Analysis)
PPI – 11 Opini Kewajaran
PPI – 12 Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan
PPI – 13 Penilaian Massal

5. Daftar istilah (Glossary)


Dalam bagian ini disampaikan penjelasan atas definisi terminology yang digunakan di
dalam seluruh bagian SPI. Seluruh definisi yang spesifik dan hanya berlaku di dalam
standar tertentu, dimuat pula di dalam bagian SPI yang bersangkutan.

6. Interpretasi
Dalam bagian ini disampaikan penjelasan dan/atau keterangan atas pernyataan yang ada
 pada bagian KEPI dan SPI.

Tiga elemen p[okok yang membentuk Standar Penilaian Indonesia yaitu bagian Standar
Umum, Standar Penerapan dan Standar Teknis memiliki bobot yang sama dan seluruh
penilaian yang dibuat dengan mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia harus
memenuhi berbagai prinsip dan prosedur yang dijelaskan di dalam seluruh dokumen
Standar Penilaian Indonesia ini.

Status dari masing-masing KEPI, SPI dan PPI dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), Mandatori dan mengikat (pada kalimat tertentu)
yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua
 praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang
 berlaku.
Konsep Prinsip Umum Penilaian (KPUP), Mandatori dan mengikat (pada (pada kalimat tertentu)
yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua
 praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang
 berlaku.
Standar Penilaian Indonesia (SPI), Mandatori dan mengikat (pada kalimat tertentu)
yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua
 praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang
 berlaku.
Pedoman Penilaian Indonesia (PPI), Direkomendasikan untuk digunakan, untuk
 beberapa pedoman tertentu bersifat mandatory
 bila dinyatakan sebagai bagian yang terikat
kepada SPI terkait.
Petunjuk Teknis (Juknis), Direkomendasikan untuk digunakan. Sebagai
informasi dan/atau menjelaskan hal-hal yang
 bersifat teknis.
Daftar Istilah (Glossary), Menjadi mandatory sesuai bagian dari SPI yang
diatur.
Interpretasi, Menjadi mandatory sesuai bagian dari SPI yang
diatur.

Format Kode Etik Penilai Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia

Setiap bagian dari Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI)
ditulis untuk dapat membahas berbagai aspek dalam praktek penilaian secara luas. Untuk itu,
 penyusunan secara umum berdasarkan format sebagaimana dijelaskan di bawah
bawah ini:

KEPI
1. Pendahuluan
2. Ruang Lingkup
3. Definisi
4. Prinsip Dasar Etik
5. Panduan Prinsip Dasar Etik
6. Ancaman dan Pencegahan
Standar Umum – 
Umum –  SPI
 SPI seri 100
1. Pendahuluan
2. Ruang Lingkup
3. Definisi
4. Hubungan dengan Standar Akuntansi
5. Pernyataan Standar
6. Pembahasan
7. Syarat Pengungkapan
8. Ketentuan Penyimpangan
9. Kutipan dan Tanggal Berlaku

Standar Penerapan – 
Penerapan –  SPI
 SPI seri 200
1. Pendahuluan
2. Ruang Lingkup
3. Definisi
4. Hubungan dengan Standar Akuntansi
5. Pernyataan Penerapan
6. Pembahasan
7. Syarat Pengungkapan
8. Ketentuan Penyimpangan
9. Kutipan dan Tanggal Berlaku

Standar Teknis – 
Teknis –  SPI
 SPI seri 300
1. Pendahuluan
2. Ruang Lingkup
3. Definisi
4. Hubungan dengan Standar Akuntansi
5. Penerapan Teknis
6. Syarat Pengungkapan
7. Kutipan dan Tanggal Berlaku

Pemberlakuan Standar Penilaian Indonesia


Standar Penilaian Indonesia mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan masa transisi
selama 6 (enam) bulan, dimana dalam masa transisi akan dilakukan diseminasi dan sosialisasi
KEPI dan SPI yang penting bagi Penilai untuk dapat lebih memahami kode etik dan standar
yang baru dan menerapkannya di dalam penilaian.
Komite Penyusun Standar Penilaian Insonesia (KPSPI) akan terus melakukan penyusunan
standar baru ataupun merevisi standar
sta ndar yang lama sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar
atau pengguna jasa penilaian serta kebutuhan profesi Penilai.
Penerapan Standar Penilaian Indonesia
Seluruh bagian Standar Penilaian Indonesia (SPI), baik Standar Umum, Standar Penerapan
maupun Standar Teknis harus disebut secara kolektif sebagai Standar Penilaian Indonesia.
Bilamaba konteks sari rujukan berhubungan khusus dengan salah satu bagian SPI, referensi
harus mengutip secara utuh judul dan nomor dari SPI, sesuai dengan kasus yang mungkin
terjadi, misalnya untuk definisi Nilai Pasar dapat dikutip sebagai SPI 101 butir 3.1.
Terdapat beberapa situasi dimana Penilai dapat diminta untuk melaksanakan penilaian
 berdasarkan peraturan dan standar yang berbeda dengan SPI. Sebelum menggunakan
Ketentuan Penyimpangan, Penilai harus mengkaji apakah SPI menerapkan standar yang sama
atau lebih tinggi, dan bila keadaan ini terjadi Penilai seharusnya memasukkan pernyataan
 berikut di dalam Syarat Penugasan dan Laporan
Laporan Penilaian:
1. Bahwa penilaian akan memenuhi SPI;
2. SPI memberlakukan standar penilaian yang sama atau lebih tinggi dari standar yang lain
tersebut dan karenanya akan memenuhi standar-standar tersebut dan;
3. Bahwa persyaratan lainnya dari standar lainnya tersebut akan dipenuhi.
Apabila terdapat konflik di antara SPI dengan standar lainnya tersebut, Penilai harus
mengkonfirmasikan atau menyepakati hal tersebut dengan pemberi tugas dan mencantumkan
 penggunaan Ketentuan Penyimpangan
Penyimpangan di dalam Syarat Penugasan dan Laporan
Laporan Penilaian.
Sebagai Asosiasi Penilai atau Asosiasi Profesi Penilai yang diakui Pemerintah berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406/KMK.01/2014 tentang Penetapan Masyarakat
Asosiasi Profesi Profesi Penilai Sebagai Asosiasi Profesi Penilai, dan merupakan Self
Regulated Organization (SRO), maka Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) memiliki
hak berdasarkan ketentuan organisasi untuk mengawasi Penilai dalam pelaksanaan KEPI dan
SPI. Terhadap adanya pelanggaran atas pelaksanaan KEPI dan SPI maka Asosiasi Profesi
Penilai dan/atau Regulator Penilai akan mengenakan sanksi administrasi sesuai dengan
 peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Prosedur pelaksanaan hak ini diatur lebih
lanjut di dalam ketentuan organisasi.

Pengevualian Penerapan Standar Penilaian Indonesia


Untuk beberapa keadaan, Penilai mungkin sulit menerapkan SPI dikarenakan regulasi,
 persyaratan atau kondisi khusus. Namun demikian, Penilai tetap harus mematuhi ketentuan
dalam KEPI, dan walaupun pemenuhan terhadap SPI tidak bersifat wajib, Penilai tetap harus
merujuk kepada SPI sejauh tidak bertentangan dengan syarat penugasan yang ditetapkan atau
tujuan penilaian.
Dengan mempertimbangkan hal di atas, SPI dapat tidak berlaku dalam hal:
1. Penilaian dalam kaitan dengan pemeriksaan atas bukti dan pernyataan pada dengar
 pendapat sebagai saksi ahli di pengadilan tribunal, pengadilan
pengadilan dan komite dalam kaitannua
dengan litigasi dimana nilai properti menjadi obyek sengketa. Pengecualian ini tidak
 berlaku apabila nilai tidak menjadi sengketa, misalnya penilaian untuk penyelesaian
penyelesaian harta
dalam perceraian;
2. Keputusan dan laporan dari arbiter, pakar independen dan mediator yang ditunjuk untuk
 penyelesaian sengketa. Pengecualian disebabkan syarat penugasan biasanya mengandung
 persyaratan perundang-undangan atau perjanjian kontraktual
kontraktual tertentu;
3. Penilaian oleh Penilai internal yang dilakukan semata-mata untuk keperluan internal
 pemberi tugas, dimana bagian dari laporan atau opini nilai tidak untuk diperlihatkan atau
dikomunikasikan kepada pihak ketiga;
4. Penilaian yang digunakan atau akan digunakan untuk tujuan negosiasi, sepanjang tidak
dinyatakan memenuhi SPI ini. Pengecualian ini tidak berlaku dalam hal Pemberi Tugas
membutuhkan dikeluarkannya laporan penilaian;
5. Advis penilaian yang diberikan dalam rangka pembelian atau penjualan atau sewa terhadap
suatu nilai yang telah diantisipasi sebelumnya termasuk advis apakah penawaran tersebut
seharusnya diterima atau dibuat. Pengecualian ini tidak berlaku dalam hal Pemberi Tugas
membutuhkan dikeluarkannya laporan penilaian;
6. Barang antik, barang seni dan barang bergerakm kecuali bila satu atau lebih dari kondisi
 berikut berlaku:
a. Merupakan bagian dari kepentingan atas tanah dana tau bangunan yang merupakan
obyek penilaian;
 b. Merupakan bagian dari entitas operasional yang akan dinilai yang memiliki potensi
 bisnis (trading potential);
c. Merupakan bagian di dalam definisi dari Mesin dan Peralatan serta Personal Properti;
d. Merupakan persediaan yang akan dinilai untuk dimasukkan dalam laporan
l aporan keuangan.

Penyimpangan terhadap Standar Penilaian Indonesia


Pernyataan tertulis secara jelas mengenai penyimpangan dari SPI, bersama penjelasan detil dan
alasannya serta persetujuan pemberi tugas, harus dinyatakan di dalam syarat penugasan dan
laporan penilaian.
Apabila dalam pertimbangan Penilai terhadap kondisi khusus dimana penerapan SPI menjadi
tidak sesuai atau tidak dimungkinkan, kondisi khusus tersebut harus dikonfirmasi dan disetujui
diset ujui
dengan Pemberi tugas sebagai suatu penyimpangan sebelum pelaporan penilaian dilakukan.
Penggunaan dasar penilaian yang tidak dikenal di dalam SPI akan menyebabkan timbulnya
 penyimpangan yang harus diungkapkan secara jelas di dalam Syarat Penugasan dan Laporan
Penilaian. Laporan juga harus memberikan indikasi perbedaan antara dasar penilaian yang
digunakan dengan dasar penilaian sesuai SPI yang paling mendekati.
Dalam hal penyimpangan tidak diungkapkan secara jelas atau adanya pelanggaran terhadap
KEPI dan SPI, maka Asosiasi Profesi Profesi Penilai akan melakukan evaluasi sesuai dengan
fungsi pengawasan dan penindakan terhadap kepatuhan Penilai dalam menjalankan KEPI dan
SPI. Pelanggaran atas kepatuhan Penilai dalam menjalankan KEPI dan SPI dikategorikan
sebagai pelanggaran administrasi.
Tabel Penjelasan KEPI & SPI edisi VII – 
VII  –  2018
 2018

No KEPI & SPI Pe nje las an


1 Kode Etik Penilai Indonesia (K EPI) Edisi VII, per 1 Agustus 2018
2 Kon
Konsep dan Pri
Prinsip Umum Pen
Penilaian (KPU
KPUP) Edisi VII, per 1 Agustus 2018
3 Jenis Properti Edisi VII, per 1 Agustus 2018
4 SPI 101 - Nilai Pasar sebagai Dasar N ilai Edisi VII, per 1 Agustus 2018
5 SPI 102 - Da
Dasar Nilai selain Nilai Pasar Edisi VII, per 1 Agustus 2018
6 SPI 103 - Lingkup Penugasan Edisi VII, per 1 Agustus 2018
7 SPI 104 - Implementasi Edisi VII, per 1 Agustus 2018
8 SPI 105 - Pelaporan Penilaian Edisi VII, per 1 Agustus 2018
9 SPI 106 - Pe
Pendekatan dan Metode Penilaian Edisi VII, per 1 Agustus 2018
10 SPI 107 - Kaji Ulang Penilaian Edisi VII, per 1 Agustus 2018
11 SPI
SPI 201
201 - Pen
Penilaian
aian untuk Pel
Pelap
apor
oran
an Keu
Keuangan Edis
disi VI, per
per 1 Ju
Juli 2015
2015
12 SPI 202 - Peni
Penilaian
aian untuk
tuk Tu
Tujuan
juan Penjam
Penjamiinan Utan
Utang
g Edisi
disi VI,
VI, per 1 Ju
Juli 2015
13 SPI 203 - Penilaian Aset Sektor Publik Edisi IV, per 19 Desember 2008
SPI 204 - Penilaian terhadap Pengadaan Tanah bagi
14 Edisi VII, per 1 Agustus 2018
Pembangun
Pe mbangunanan untuk Kepenting
ep entingan
an Umum
Umum
15 SPI 205 - Penilaian untuk Tujuan Lelang Edisi VII, per 1 Agustus 2018
16 SPI 300 - Penilaian Real Properti Edisi VI, per 1 Juli 2015
17 SPI 301 - Penilaian Properti Agrikultur Edisi VII, per 1 Agustus 2018
18 SPI 310 - Pe
Penilaian Mesin dan Peralatan Edisi VI (SPI 311), per 1 Juli 2015
19 SPI 320 - Penilaian Aset Takberwujud Edisi VI, per 1 Juli 2015
20 SPI 330 - Penilaian Bisnis Edisi VI, per 1 Juli 2015
21 SPI 340 - Penilaian Instrumen Keuangan Edisi VI, per 1 Juli 2015
22 SPI 350 - Jasa K onsultasi Edisi VI, per 1 Juli 2015

No PPI Pe nje las an


1 PPI 01 - Pe
Penilaian untuk Pe
Pelaporan Keu Keuangan Edisi VII, pe
per 1 Ag
Agustus 2018
2 PPI 02 - Penilaian Hak Sewa Edisi VI, per 1 Juli 2015
3 PPI 03 - Pen
Penilaian
aian Prop
Proper
ertti den
dengan Bisni
snis Khu
Khusus
sus Edisi
disi VI, per
per 1 Ju
Juli 2015
2015
PPI 04 - Penilaian terhadap Pengadaan Tanah Bagi
4 Edisi VII, per 1 Agustus 2018
Pembangun
Pe mbangunanan untuk
untuk Kepenting
ep entinganan Umum
Umum
5 PPI 05 - Pe
Penilaian untuk Tujuan Lelang Edisi VII, per 1 Agustus 2018
6 PPI 06 - Peni
Penilaian
aian Prop
Proper
ertti Indu
Indust
stri
ri Pert
Pertam
ambaban
ngan Edisi
disi VI, per
per 1 Jul
Juli 2015
2015
7 PPI 07 - Penilaian Personal Properti Edisi VI, per 1 Juli 2015
8 PPI
PPI 08 - Pen
Pendeka
dekattan Biaya
aya un untuk As
Aset Berwerwujud Edis
disi VI, per
per 1 Ju
Juli 2015
2015
9 PPI 09 - An
Analisis Discounted Flow (DCF) Edisi VI, per 1 Juli 2015
PPI 10 - Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik 
10 Edisi VI, per 1 Juli 2015
(Highest
(Highest and Best Use Analysi
Analysis) s)
11 PPI 11 - Opini Kewajaran Edisi VI, per 1 Juli 2015
12 PPI 12 - Insp
Inspek
eksi
si dan
dan Hal yang
ang Dipert
pertiimban
bangkan
kan Edisi
disi VI, per
per 1 Ju
Juli 2015
2015
13 PPI 13 - Penilaian Massal Edisi VI, per 1 Juli 2015
KODE ETIK PENILAI INDONESIA
(KEPI)

1.0 Pendahuluan
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) merupakan landasan,
la ndasan, yang paling mendasar dalam
 pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia (SPI) agar
agar penugasan
penugasan yang dilakukan Penilai
dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur, objektif dan
kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya
adan ya kepentingan pribadi, untuk
menghasilkan laporan yang jelas, dan mengugkapkan semua hal yang penting untuk
 pemahaman penugasan secara tepat.

2.0 Ruang Lingkup


KEPI mengatur agar Penilai dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi Prinsip
Dasar Etik, agar hasil penugasan dapat dipertanggungjawabkan kepada Pemberi Tugas,
masyarakat dan Profesi Penilai.
KEPI ini bersifat mengikat dan harus diterapkan oleh seluruh Penilai dan
dimaksudkan sebagai dasar aturan dari asosiasi atau organisasi yang mengatur kegiatan
Profesi Penilai.

3.0 Definisi
3.1 Etik adalah nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur perilakunya secara profesional.
3.2 Kode Etik adalah kumpulan etik yang dibuat untuk menjunjung tinggi profesi
demi tanggung jawab terhadap profesi, masyarakat dan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
3.3 Kode Etik Penilai Indonesia
Indonesia (KEPI) adalah kumpulan etik yang melandasi
 pelaksanaan SPI yang harus ditaati oleh
oleh Penilai, agar penugasan
penugasan yang dilakukan
Penilai dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur,
objektif dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya
kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan
mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penugasan
secara tepat.
3.4 Institusi adalah lembaga dimana Penilai melakukan pekerjaan penilaian,
antara lain Kantor Jasa Penilai Publik, Lembaga Pemerintah dan Bank.
3.5 Standar Penilaian Indonesia
Indonesia (SPI) adalah Standar Profesi Penilai untuk
untuk
melakukan kegiatan penilaian di Indonesia. Penilai harus mematuhi SPI yang
merupakan acuan praktek penilaian di Indonesia.
Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar yang harus dipatuhi
oleh Penilai dalam melakukan penilaian.
3.6 Dalam KEPI ini kata "Penilai" dapat berarti "Penilai sebagai individu" atau
"Kantor Jasa Penilai Publik", tergantung pada konteks kalimatnya.
a) Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan
 pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk
mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Penilai terdiri dari:
1. Tenaga Penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang
 penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga
 pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau
Lembaga pendidikan formal.
2. Penilai Bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi
di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai.
3. Penilai Public adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri
Keuangan.
 b) Kantor Jasa Penilai Public (KJPP) adalah badan usaha yang telah mendapat
izin usaha dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Penilai Publik dalam
menjalankan usaha di bidang penilaian dan jasa-jasa lainnya.
1. Usaha di bidang penilaian meliputi Bidang Jasa Penilaian Properti
Sederhana, Bidang Jasa Personal Properti, Bidang Jasa Penilaian
Properti dan Bidang Jasa Penilaian Bisnis.
2. Jasa-jasa lainnya yang terkait dengan penilaian antara lain; konsultasi
 pengembangan properti, desain sistem informasi aset, manajemen
 properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, pengawasan
 pembiayaan proyek, studi penentuan sisa umur ekonomi, studi
 penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use), dan penasihat
keuangan.
3.7 Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat
atas nilai ekonomi suatu objek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan SPI
dan peraturan perunang-undangan yang berlaku.

4.0 Prinsip Dasar Etik


Prinsip dasar etik terdiri dari lima prinsip yaitu:
a) Integritas: memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional
dan bisnisi, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil.
 b) Objektivitas: menghindari benturan kepentingan, atau tidak dipengaruhi atau tidak
memihak dalam pertimbangan profesional atau bisnis.
c) Kompetensi: menjaga pengetahuan dan keterampian profesional yang dibutuhkan
untuk memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan pada
 perkembangan terakhir dari praktik dan teknik penilaian serta peraturan
 perundang-undangan.
d) Kerahasiaan: menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam hubungan
 profesional dan bisnis, serta tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak
ketiga tanpa ijin, maupun untuk digunakan sebagai informasi untuk keuntungan
 pribadi Penilai atau pihak ketiga (kecuali diatur lain sebagaimana diatur dalam
 peraturan perundang-undangan yang berlaku).
e) Perilaku Profesional: melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Lingkup Penugasan
yang telah disepakati di dalam kontrak, dan mengacu pada SPI. Selalu bertindak
demi kepentingan publik dan menghindari tindakan yang mendiskreditkan profesi
 penilai.
Uraian berikut menguji setiap prinsip dasar dan menyediakan ilustrasi dari ancaman
umum terhadap kepatuhan dan tindakan bahwa Penilai dapat mengambil atau
menghindari untuk mengurangi ancaman tersebut.
4.1 Integritas

a) Prinsip integritas mewajibkan Penilai untuk jujur dan adapat dipercaya


dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
 b) Seorang Penilai tidak boleh dengan sengaja melakukan penilaian, membuat
laporan penilaian, membuat surat keterangan atau komunikasi lain
tentang penilaian, apabila mengandung salah satu hal berikut:
42. berisi pernyataan atau informasi yang secara material tidak benar atau
menyesatkan atau yang dibuat sembarangan; atau
43. penghilangan atau pengaburan informasi penting yang harus
disertakan, sehingga dapat berakibat menyesatkan.
c) Apabila Penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka harus
segera mengambil tindakan dengan cara melakukan koordinasi dengan
Pemberi Tugas terkait dengan informasi tersebut, misalnya dengan
melakukan revisi atas laporan penilaian.
d) Penilai tidak diperkenankan berpartisipasi atau berperan serta dalam suatu
 jasa penilaian yang tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan rasional
Penilai umumnya.
e) Penilai harus bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia atau di negara dimana Penilai
mendapat penugasan.
f) Penilai tidak diperkenankan dengan sengaja salah menafsirkan kualifikasi
 profesional yang tidak dimilikinya.
4.2 Objektivitas

a) Prinsip objektivitas mewajibkan Penilai bekerja secara profesional, tidak


memihak, tidak memiliki kepentingan terhadap objek penugasan atau tidak
dipengaruhi orang lain.
 b) Seorang Penilai mungkin akan dihadapkan pada situasi yang dapat
mengganggu objektivitas. Tidak mudah mendefinisikan situasi di mana
seorang Penilai mungkin menghadapi ancaman terhadap objektivitas.
Dalam hal ancaman terhadap objektivitas tidak dapat dihindari, Penilai
 profesional harus menolak penugasan. Namun, beberapa potensi ancaman
terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau dikurangi dengan pencegahan
secara efektif. Pencegahan ini dapat mencakup pemberitahuan kepada
 pihak-pihak terkait dan mendapatkan persetujuan mereka untuk
melanjutkan tugas penilaian. Pencegahan lainnya dibahas dalam butir 6
Ancaman dan Pencegahan.
Contoh situasi yang berpotensi sebagai ancaman, dan yang mendorong
Penilai untuk mempertimbangkan menerima atau menolak penugasan, atau
mengadopsi pencegahan untuk menghilangkan atau menghindari ancaman
atau persepsi tidak memihak meliputi:
1.  penugasan penilaian untuk tujuan transaksi jual-bell properti;
2.  penugasan penilaian untuk kepentingan dua atau lebih pihak dalam
 persaingan bisnis;
3.  penugasan penilaian untuk kepentingan pemberi pinjaman, juga
 penyediaan saran kepada peminjam;
4.  penugasan penilaian untuk kepentingan pihak ketiga di mana Penilai
mempunyai hubungan kontraktual dengan Pemberi Tugas awal;
5.  penugasan untuk penilaian ulang;
6.  penugasan penilaian untuk bertindak sebagai penasehat dan sebagai
ahli dalam kaitannya dengan masalah yang sama.
Pengaruh objektivitas Penilai akan tergantung pada keadaan dari setiap
kasus, misalnya; tujuan penilaian, kepentingan Pemberi Tugas dan
kemampuan menghilangkan atau mengurangi ancaman dalam batas wajar
dengan menempatkan prosedur pencegahan yang tepat.
c) Dalam mempertimbangkan apakah suatu situasi menciptakan ancaman
terhadap objektivitas, Penilai harus mengetahui bahwa seringkali persepsi
dari pihak lain mengenai adanya potensi keberpihakan merupakan ancaman
 bagi kredibilitas penilaian.
Akan ada situasi di mana beberapa keterlibatan masa lalu atau saat ini baik
dengan aset yang akan dinilai atau pemilik aset yang menciptakan ancaman
yang tidak material untuk objektivitas tetapi yang dapat menimbulkan
 persepsi bias apabila kemudian ditemukan oleh pihak yang menggunakan
 penilaian. Pengungkapan keterlibatan tersebut dalam Lingkup Penugasan
dan laporan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menghindari persepsi
 bias.
d) Apabila dilakukan penilaian ulang dari aset yang sama, pencegahan
terhadap kemungkinan ancaman atas objektivitas meliputi:
1. melakukan review internal berkala oleh Penilai yang tidak terkait
dengan penugasan; atau
2. secara berkala mengganti Penilai yang bertanggung jawab untuk
 penugasan tersebut.
e) Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas dapat
dihilangkan atau secara efektif dikurangi dengan pengungkapan penyebab
ancaman dan setiap pencegahan lain yang diambil atau diusulkan, perhatian
harus dilakukan untuk tidak melanggar prinsip kerahasiaan. Jika
keterlibatan masa lalu dengan aset atau pemilik aset tidak dapat
diungkapkan tanpa melanggar kewajiban kerahasiaan kepada Pemberi
Tugas lain, penugasan tersebut harus ditolak.
f) Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas dapat
dihilangkan atau dilakukan secara efektif dengan mencapai kesepakatan
 bahwa mereka dapat melanjutkandengan dua pihak atau lebih yang
 berpotensi konflik atas hasil penilaian atau objek penilaian, pertimbangan
harus diambil untuk memastikan para pihak memperoleh informasi dan
menyadari konsekuensi yang potensial atas kepentingan mereka dalam
menyetujui Penilai yang ditugaskan. Memperoleh persetujuan dari dua atau
lebih pihak yang berkepentingan bahwa tugas penilaian dapat diterima,
tidak membebaskan Penilai dari kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip
dasar.
g) Jika tidak ada pencegahan yang memuaskan untuk menghilangkan atau
meminimalkan ancaman terhadap objektivitas yang dapat diidentifikasi,
Penilai harus menolak penugasan tersebut.
h) Penilai tidak akan bertindak untuk dua atau lebih para pihak pada
 penugasan dan tujuan yang sama, kecuali dengan persetujuan tertulis dari
 pihak-pihak yang berkepentingan.
i) Penilai harus mengambil upaya yang rasional untuk mencegah dalam
rangka meyakinkan bahwa tidak ada konflik dalam menjalankan tugasnya
antara kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas yang bersangkutan dan
kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas lainnya, maupun Penilai,
 perusahaannya, keluarga, rekan bisnis, atau mitranya. Apabila terjadi
konflik yang potensial harus dijelaskan secara tertulis sebelum menerima
 penugasan. Setiap konflik yang demikian dimana Penilai baru kemudian
menyadarinya, harus segera menjelaskan secara tertulis kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Apabila konflik yang demikian baru diketahui setelah
Penilai menyelesaikan tugas penilaiannya, penjelasannya harus segera
dibuat dalam waktu sesingkat-singkatnya.
 j) Penilai tidak boleh menerima suatu penugasan yang laporan penilaiannya
mencakup pendapat dan kesimpulan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
k) Imbalan jasa yang berkaitan dengan suatu penugasan tidak boleh tergantung
 pada hasil suatu penilaian yang telah ditetapkan terlebih dahulu atau
 berdasarkan laporan penilaian yang isinya berdasarkan pertimbangan yang
tidak mandiri dan tidak objektif.
l) Penilai tidak diperkenankan mendasarkan pekerjaannya pada informasi
yang hanya disediakan oleh Pemberi Tugas, atau setiap pihak lainnya, tanpa
melakukan klarifikasi atau konfirmasi yang tepat, kecuali pada hakekatnya
dapat diterima secara wajar sehingga dapat dipercaya dan dinyatakan dalam
syarat pembatas.
m) Penilai tidak diperkenankan menerima suatu penugasan untuk membuat
laporan penilaian berdasarkan asumsi pada prasyarat hipotesa yang tidak
mungkin dilaksanakan dalam kurun waktu yang wajar.
n) Prasyarat hipotesa yang wajar terjadi dapat dilaporkan dengan disertai oleh
 beberapa pembahasan, baik mengenai prospek realisasi hipotesa tersebut
maupun pertimbangan nilai yang mencerminkan keadaan yang berlaku,
misalnya suatu situasi di mana Pemberi Tugas ingin mengetahui berapa
nilai dari tanah sebelum dilakukan proses pembebasan dari unsur-unsur
yang mengandung kontaminasi.
o) Penilai tidak diperkenankan memberikan kesimpulan yang tidak didukung
oleh alasan yang memadai dan berdasarkan praduga, atau kesimpulan
laporan yang mencerminkan suatu opini bahwa praduga tersebut dapat
mempengaruhi nilai.
 p) Dalam melakukan kaji ulang Laporan Penilaian dad Penilai lainnya, Penilai
harus bersikap tidak memihak dan mempertimbangkan alasan-alasannya
untuk setuju atau tidak setuju terhadap kesimpulan laporan tersebut.
q) Proses penilaian mensyaratkan Penilai untuk memberikan suatu
 pertimbangan yang tidak memihak, misalnya tidak menggunakan data dan
asumsi faktual yang tidak sesuai untuk memperoleh suatu kesimpulan
 penilaian. Penilaian dapat dipercaya jika pertimbangan dibuat dalam situasi
yang tansparan dan meminimalkan pengaruh faktor subjektif dalam proses
 penilaian.
r) Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang meregulasi dan
memberikan izin Penilai untuk melakukan penilaian sesuai dengan
klasifikasinya. Asosiasi Profesi Penilai memiliki Kode Etik yang harus
dipatuhi Penilai. Dalam KEPI dan SPI tidak diatur hubungan antara
regulator dengan Penilai.
s) Aturan perilaku khusus bagi Penilai yang melakukan penilaian di luar
lingkup SPI, diperlukan kontrol dan prosedur yang sesuai agar memastikan
independensi dan objektivitas dalam proses penilaian, sehingga hasilnya
tidak menyimpang. Bilamana suatu tujuan penilaian membutuhkan Penilai
yang memiliki kriteria tertentu, persyaratannya tidak boleh menyimpang
dari SPI.
4.3 Kompetensi

a) Prinsip kompetensi mensyaratkan Penilai untuk:


1. mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa Pemberi Tugas
menerima layanan profesional yang kompeten; dan
2.  bertindak sesuai dengan standar teknis dan profesional yang berlaku
saat memberikan layanan profesional.
 b) Layanan profesional yang kompeten membutuhkan kebijakan dallam
menerapkan pengetahuan dan keterampilan profesional dalam kinerja
layanan tersebut. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua bagian
yang terpisah:
1.  pencapaian kompetensi profesional; dan
2.  pemeliharaan kompetensi profesional.
c) Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran dan
 pemahaman teknis, pengembangan profesi dan bisnis yang berkelanjutan.
Pengembangan profesional yang berkelanjutan memungkinkan Penilai
untuk mengembangkan dan mempertahankan kemampuan secara
kompeten dalam Iingkungan profesional.

Seorang Penilai seharusnya mengambil langkah-langkah yang wajar


untuk memastikan bahwa staf yang berada di bawah kewenangannya,
melakukan pekerjaan secara profesional yang memiliki pelatihan serta
supervisi yang memadai.
d) Jika Penilai tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
diperlukan untuk melakukan tugas penilaian yang ditawarkan secara
 profesional, Penilai harus menolak tugas tersebut, kecuali menggunakan
 bantuan dari luar merujuk 4.3 m).
e) Penerimaan Penugasan (Acceptance of Instructions)
Sebelum menerima suatu pekerjaan atau sebelum menandatangani
 perjanjian kerja untuk melaksanakan pekerjaan, Penilai harus secara
cermat mengidentifikasi permasalahan yang akan disampaikan dan
memastikan dirinya memiliki pengalaman dan pengetahuan. Apabila
 penugasan itu diluar negeri, dapat bekerja sama dengan tenaga
 profesional yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai
kondisi pasar, bahasa, dan hukum yang berlaku, dalam rangka
menyelesaikan penugasannya secara kompeten. Sebaliknya apabila
 penugasan digunakan untuk kepentingan di luar negeri tetapi aset
 berada di Indonesia, sejauh memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
dibutuhkan, Penilai dapat melakukan penilaian dengan mengacu kepada
SPI atau standar penilaian Iainnya yang relevan.
f) Penilai akan bertindak tepat waktu dan efisien dalam melaksanakan
 penugasan sesuai dengan Lingkup Penugasan.
g) Penugasan seharusnya tidak dilaksanakan apabila keadaan tidak
memungkinkan untuk diadakan pemeriksaan secara memadai sehingga
memengaruhi kualitas dari penugasan, dan penyelesaian dalam jangka
waktu yang wajar.
h) Sebelum penugasan dilaporkan, Lingkup Penugasan yang tertulis dan
cukup rinci hendaknya sudah dipahami dan disetujui antara Pemberi Tugas
dan Penilai untuk mencegah interpretasi yang berbeda.
i) Penilai akan melakukan pemeriksaan dan verifikasi untuk memperoleh
keyakinan bahwa data yang digunakan untuk analisis dalam penugasan
telah diperoleh dengan cara yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan.
 j) Penilai harus membuat arsip data pekerjaan untuk setiap penugasan yang
telah diselesaikan dalam suatu arsip yang benar pada kertas (hardcopy) atau
dalam bentuk elektronik (softcopy).
k) Penilaian yang dilakukan berdasarkan SPI hanya akan dapat dilaksanakan
oleh Penilai sebagaimana yang dimaksud pada butir 3.6a) diatas dengan
menerapkan standar kualifikasi, kompetensi, pengalaman, etik dan
 pengungkapan dalam penilaian.
l) Penilai harus memiliki pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan
keterampilan teknis yang sesuai, serta memiliki pengalaman dan
 pengetahuan atas objek penilaian, pemahaman pasar dan tujuan
 penilaiannya.
m) Bantuan dari Luar
1. Apabila Penilai tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang
cukup untuk melakukan suatu penugasan tertentu, termasuk dalam
 penilaian yang kompleks atau jenis aset yang beragam dengan skala
 besar, maka Penilai diperbolehkan mendapat bantuan tenaga ahli dari
luar;
2. Penilai harus memberi informasi kepada Pemberi Tugas jika
menggunakan tenaga ahli dari luar. Identitas dari para tenaga ahli dari
luar serta seberapa jauh peranannya dalam pekerjaan tersebut
hendaknya dijelaskan dalam Lingkup Penugasan dan laporan yang
dibuat oleh Penilai yang bersangkutan.
4.4 Kerahasiaan

a) Prinsip kerahasiaan mewajibkan semua Penilai untuk tidak melakukan:


1.  pengungkapan di luar institusinya atau penggunaan. informasi rahasia
yang diperoleh dari layanan jasa penilaian tanpa persetujuan kecuali
memiliki hak secara legal atau hak profesi atau kewajiban untuk
mengungkapkan; dan
2.  pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan
 profesional dan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
 b) Penilai harus menjaga kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosial,
 bersikap waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak
sengaja, terutama untuk rekan bisnis yang dekat atau anggota keluarga
dekat.
c) Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh
Pemberi Tugas.
d) Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi dalam institusinya atau tim
kerja.
e) Penilai harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memastikan
 bahwa staf di bawah pengawasan Penilai dan orang yang memberikan tigas
menghormati prinsip kerahasiaan.
f) Penilai harus mematuhi prinsip kerahasiaan, bahkan setelah berakhirnya
hubungan kerja dengan Pemberi Tugas. Penilai dapat menggunakan
 pengalaman sebelumnya untuk penugasan baru, namun tidak diperbolehkan
menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dari
 penugasan sebelumnya.
Berikut ini adalah contoh situasi dimana Penilai diperlukan untuk
mengungkapkan informasi rahasia atau situasi dimana pengungkapan
tersebut diperlukan:
1.  pengungkapan diperbolehkan oleh hukum dan diberi wewenang oleh
Pemberi Tugas;
2.  pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, misalnya:
a. Penyediaan dokumen atau bukti lainnya dalam proses hukum; atau
 b. Pengungkapan kepada otoritas yang berwenang karena adanya
 pelanggaran hukum.
3. kewajiban atau hak profesi untuk mengungkapkan, yang tidak dilarang oleh
hukum:
a. untuk memenuhi review kualitas dari Asosiasi Profesi Penilai;
 b. untuk menanggapi pemeriksaan oleh regulator profesi Penilai;
c. untuk melindungi kepentingan profesi dari Penilai dalam proses
hukum; atau
d. untuk memenuhi standar teknis dan persyaratan etik.
g) Dalam memutuskan apakah akan mengungkapkan informasi rahasia, hal-
hal yang relevan untuk dipertimbangkan meliputi:
1. apakah kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga dapat
terpengaruh, bisa dirugikan jika ada persetujuan Pemberi Tugas untuk
 pengungkapan informasi oleh Penilai;
2. apakah semua informasi yang relevan yang diketahui dan dapat
dibuktikan, sejauh itu dapat dipraktekan. Ketika situasi melibatkan
fakta yang tidak dapat dibuktikan, informasi yang tidak lengkap atau
kesimpulan yang tidak berdasar, pertimbangan profesional harus
digunakan dalam menentukan jenis pengungkapan yang harus dibuat;
 jika ada;
3.  jenis komunikasi yang diharapkan dan kepada siapa ditujukan;
4. apakah para pihak kepada siapa komunikasi tersebut ditujukan adalah
 penerima yang tepat.
4.5 Perilaku Profesional

a) Prinsip perilaku profesional mewajibkan semua Penilai untuk bertindak


secara cermat dalam memberikan pelayanan dan untuk memastikan bahwa
layanan yang diberikan adalah sesuai dengan hukum, teknis dan standar
 profesi yang berlaku baik objek penilaian, tujuan penilaian atau keduanya.
 b) Perilaku profesional mencakup penerimaan tanggung jawab untuk
 bertindak demi kepentingan publik. Tugas seorang Penilai tidak terbatas
 pada kebutuhan Pemberi Tugas. Ada juga kebutuhan untuk
mempertimbangkan apakah keputusan profesional memiliki dampak yang
lebih luas pada pihak ketiga yang tidak teridentifikasi. Misalnya, penilaian
sering dilakukan secara langsung dapat berdampak pada pihak ketiga
seperti pemegang saham dalam sebuah perusahaan atau penyandang dana.
Sementara kebutuhan Pemberi Tugas biasanya penting, seorang Penilai
harus menghindari penugasan yang dapat merugikan kepentingan
masyarakat uas, dan yang dapat mendiskreditkan reputasi mereka sendiri
dan profesi pada umumnya.
c) Dalam pemasaran dan mempromosikan diri dan pekerjaan mereka, Penilai
tidak harus membawa profesi ke reputasi yang tidak baik. Penilai harus
 jujur dan benar dan tidak:
1. membuat promosi yang berlebihan untuk layanan yang dapat mereka
tawarkan, kualifikasi yang mereka miliki, atau pengalaman yang telah
didapatkan; atau
2. membuat referensi yang tidak benar atau perbandingan terhadap
 pekerjaan orang lain yang tidak dapat dibuktikan.
d) Perilaku profesional meliputi tindakan yang bertanggung jawab dan sopan
dalam semua hal dengan Pemberi Tugas dan masyarakat secara umum dan
menanggapi secara cepat dan efektif untuk semua instruksi yang wajar atau
keluhan.
e) Penilai harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Terlepas dari contoh yang diberikan, termasuk setiap tindakan yang wajar
dan yang diinformasikan pihak ketiga, mempertimbangkan semua fakta-
fakta spesifik dan kondisi yang tersedia bagi Penilai pada saat itu, yang akan
cenderung untuk memengaruhi reputasi baik profesi.
f) Penilai harus menerapkan secara konsisten Sistem Pengendalian Mutu
sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

5.0 Panduan Prinsip Dasar Etik


5.1 Panduan ini dirancang untuk membantu Penilai menentukan langkah-langkah
yang diambil dalam menerapkan Prinsip Dasar Etik, serta mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengantisipasi ancaman dalam memenuhi Prinsip Dasar
Etik.
5.2 Pada saat Penilai menjalankan tugas profesinya, mungkin terdapat situasi yang
mengandung ancaman dalam memenuhi Prinsip Dasar Etik. Beberapa jenis
ancaman yang umum dijumpai diidentifikasi dalam butir 6 Ancaman dan
Pencegahan. Namun demikian, Penilai tidak mungkin mendefinisikan setiap
situasi yang mengandung ancaman tersebut dan untuk menentukan tindakan
yang tepat. Tugas penilaian dapat berbeda secara signifikan dalam sifat
 penugasannya dan sebagai akibatnya dapat muncul ancaman yang berbeda yang
membutuhkan pencegahan yang berbeda pula.
Panduan ini dapat membantu mencegah Penilai menyimpulkan bahwa suatu
situasi diperbolehkan jika tidak secara khusus dilarang oleh KEPI.
5.3 Ketika Penilai mengidentifikasi potensi ancaman dalam memenuhi Prinsip
Dasar Etik, Penilai harus mengevaluasi tingkat ancaman tersebut. Beberapa
ancaman dapat diantisipasi pada tingkat yang memadai, dengan melakukan
 penanganan yang sesuai. Contoh penanganan tersebut dibahas dalam butir 6
Ancaman dan Pencegahan. Dalam menerima penugasan setelah menempatkan
 penanganan tersebut, Penilai harus mempertimbangkan apakah pihak ketiga
setelah memahami semua fakta dan keadaan khusus pada saat itu akan
menyimpulkan bahwa ancaman akan diantisipasi pada tingkat yang memadai
dengan penerapan penanganan, dan bahwa perinsip Dasar Etik telah terpenuhi.
5.4 Jika ancaman dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik tidak dapat diantisipasi, baik
karena ancaman yang terlalu signifikan maupun karena penanganan yang
memadai tidak tersedia atau tidak dapat diterapkan, tugas penilaian harus
ditolak atau tidak dilanjutkan.
5.5 Jika Penilai menemukan kondisi yang tidak biasa yang dapat menimbulkan
konflik, dimana penerapan Kode Etik akan menimbulkan hasil yang tidak
 proporsional atau hasil yang merugikan kepentingan umum, Penilai disarankan
 berkonsultasi dengan Asosiasi Profesi Penilai atau regulator yang terkait.
5.6 Jika konflik yang signifikan tidak dapat diatasi, baik dengan menolak tugas atau
melakukan penanganan, Penilai dapat meminta pendapat dari Asosiasi Profesi
Penilai. Hal ini dapat dilakukan tanpa melanggar Prinsip Dasar Etik mengenai
Kerahasiaan.
Sebagai contoh, Penilai menemukan bahwa dalam penugasannya mengandung
unsur penipuan dimana pelaporannya dapat mengakibatkan pelanggaran
terhadap Prinsip Dasar Etik mengenai Kerahasiaan.
5.7 Jika setelah mempertimbangkan semua kemungkinan yang relevan konflik etik
tetap belum terjawab, Penilai perlu memutuskan untuk menolak penugasan atau
mengundurkan diri.
5.8 Dalam menerapkan Prinsip Dasar Etik, Penilai memiliki tanggung jawab
meliputi tanggung jawab terhadap integritas Pribadi Penilai, tanggung jawab
terhadap Pemberi Tugas, tanggung jawab terhadap sesama Penilai dan Kantor
Jasa Penilai Publik serta tanggung jawab terhadap masyarakat.
a) Tanggung Jawab terhadap Integritas Pribadi Penilai
1.0 Dalam menjalankan tugas, Penilai mempunyai kewajiban untuk
memberikan jasa yang sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan
keahlian yang disyaratkan dalam SPI, dengan menjunjung tinggi
 prinsip dasar etik.
2.0 Penilai bertanggung jawab sepenuhnya atas penugasan yang
dilakukannya dalam batas batas yang ditetapkan berdasarkan SPI.
3. Penilai tidak dibenarkan menerima atau memberikan pekerjaan dalam
 jumlah yang melebihi dari kemampuan yang dapat memengaruhi
kredibilitas hasil penilaian.
4. Penilai sebagai karyawan atau tenaga ahli yang bekerja pada suatu
Kantor Jasa Penilai Publik tidak dibenarkan untuk melaksanakan
 penugasan atas namanya sendiri atau pada Kantor Jasa Penilai Publik
lainnya tanpa izin dari Kantor Jasa Penilai Publik di mana ia bekerja.
5. Penilai harus menjaga integritas pribadinya dan tidak akan bertinfak
atau bertingkah laku dengan cara-cara yang dapat merendahkan derajat
 profesi Penilai, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
merusak nama baik Penilai lain, Asosiasi Profesi Penilai dan profesi
Penilai.
6. Penilai harus menandatangani Pernyataan Penilai dalam Laporan
Penilaian yang disusunnya dengan mencantumkan nama, kualifikasi
dan nomor anggota asosiasi sesuai dengan yang diatur dalam SPI.
7. Penilai harus meningkatkan pengetahuannya dalam bidang penilaian,
dengan mengikuti program peningkatan kemampuan atau keahlian
 berkelanjutan (Continuing Professional Development/ CPD) yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai atau pihak lain yang
diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai.
b) Tanggung Jawab terhadap Pemberi Tugas
1. Tanggung jawab utama Penilai terhadap Pemberi Tugas dan/atau
Pengguna Laporan adalah memberikan Penilaian yang lengkap dan
teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan keinginan dan
instruksi-instruksi atau permintaan pihak Pemberi Tugas dan/atau
Pengguna Laporan yang sifatnya dapat memengaruhi kemandirian atau
untuk mengubah hasil Penilaian yang objektif dan tidak memihak
sebagaimana ditetapkan dalam KEPI iii.
2. Dalam hal Pemberi Tugas tidak memberikan data dan informasi yang
 benar atas objek penilaian termasuk penunjukan lokasi yang salah,
maka Penilai dibebaskan dari tanggung jawab atas hasil penilaian yang
tidak tepat dikarenakan kesalahan tersebut.
3. Dalam menjalankan tugas profesinya, tanggung jawab penilai sebagai
individu harus dipisahkan dari Penilai sebagai Kantor Jasa Penilai
Publik. Sehingga tanggung jawab Penilai sebagai individu tidak
menjadi tanggugn jawab Kantor Jasa Penilai Publik secara keseluruhan
4. Hubungan kerja antara Penilai dengan Pemberi Tugas harus dituangkan
dalam perjanjian tertulis yang akan menjadi dasar hukum penugasan
dan hubungan kerja kedua belah pihak yang isinya antara lain
menyebutkan jenis kegiatan atau penugasan, jangkak waktu
 penugasan, dan inbalan jasa yang telah disepakati kedua belah pihak
sesuai dengan standar yang berlaku.
5. Penilai harus memberi penjelasan yang akan dilakukan sesuai dengan
tujuan Pemberian Tugas, termasuk jumlah imbalan jasanya.
6. Jumlah imbalan jasa yang diajukan kepada Pemberi Tugas harus
merujuk kepada standar imbalan jasa yang wajar sebagaimana yang
ditetapkan Asosiasi Profesi Penilai.
7. Penilai tidak diperbolehkan mempunyai kepentingan lain di luar
imbalan jasa yang ditentukan bersama antara Penilai dengan Pemberi
Tugas.
8. Penilai atas permintaan Pemberi Tugas harus memberikan penjelasan
atas hasil Penilaiannya kepada pihak Pemberi Tugas dibuat laporan
akhir penilaian.
9. Apabila ada dua atau lebih pihak Pemberi Tugas meminta bantuan
dalam jasa penilaian dan atau jasa-jasa lain yang berkaitan dengan
 pekerjaan penilaian pada objek yang sama dan dalam waktu yang
 bersamaan, Penilai tersebut hanya boleh menerima penugasan dari
salah satu pihak saja, kecuali apabila pihak-pihak Pemberi Tugas yang
 berkepentingan menyetujui bahwa Penilai yang bersangkutan bekerja
untuk kepentingan para pihak.
10. Penilai tidak diperbolehkan mengumumkan atau menggunakan
laporan penilaiannya sebagai referensi dalam melaksanakan kegiatan
 penilaian untuk kepentingan pihak lain, kecuali atas dasar persetujuan
dari Pemberi Tugas yang bersangkutan.
c) Tanggung Jawab terhadap sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai
Publik
1. Penilai tidak dibenarkan melakukan persaingan yang tidak sehat dan
atau dengan mempromosikan dirinya sendiri kepada Pemberi Tugas
untuk menggantikan kedudukan atau mengambil alih penugasan
Penilai lain dengan dalih dan cara apa pun.
2. Mencemarkan atau mencoba untuk mencemarkan nama baik Penilai
lainnya dengan memberikan dan atau menyampaikan ucapan atau
 pernyataan kepada pihak lain atau Pemberi Tugas yang dapat
merugikan kepentingan dan nama balk Penilai lainnya.
3. Apabila Penilai mengetahui adanya kecenderungan atau indikasi
 bahwa Penilai yang bersangkutan telah melakukan perbuatan
sebagaimana disebutkan pada butir 5.8.c).1 dan 5.8.c).2. di atas adalah
menjadi kewajiban setiap Penilai untuk melaporkan kepada Asosiasi
Profesi Penilai dan/atau pihak yang berwenang berkaitan pengaturan
kegiatan Profesi Penilai, termasuk memberikan bukti-bukti yang
tersedia yang diperlukan dalam usahanya mengupayakan pengusutan
terhadap Penilai yang bersangkutan.
4. Penilai Publik harus melakukan konfirmasi kepada Pemberi Tugas
 bahwa aset atau liabilitas yang menjadi objek penilaian tidak sedang
atau telah dinilai oleh Penilai Publik lainnya untuk maksud, tujuan,
 pengguna laporan dan tanggal penilaian yang sama atau berdekatan
(dalam jangka waktu tidak lebih dari dua bulan).
Apabila Pemberi Tugas menolak memberikan konfirmasi, maka
Penilai Publik harus menolak penugasan tersebut.
Apabila Pemberi Tugas terbukti memberikan konfirmasi yang tidak
 benar, maka Penilai tidak bertanggung jawab atas laporan yang
diterbitkan.
5. Apabila Penilai diminta untuk melakukan penilaian yang sedang
dan/atau telah dilakukan oleh Penilai lainnya untuk objek penilaian,
tujuan, dan tanggla penilaian yang sama atau berdekatan, dimana
Pemberi Tugas berbeda, maka Penilai harus melakukan konfirmasi
tertulis kepada Pemberi Tugas.
Dalam hal Pemberi Tugas memberikan konfirmasi bahwa penilaian
tersebut sedang/telah dilakukan, maka Penilai harus saling
 berkomunikasi dengan Penilai awal dan Penilai awal memberikan
informasi yang relevan sesuai penugasan.
6. Apabila Penilai diminta untuk melakukan penilaian yang pernah
dilakukan oleh Penilai lainnya untuk tujuan dan tanggal penilaian yang
sama atau berdekatan (second opinion) maka Penilai harus
mendapatkan pernyataan tertulis dari Pemberi Tugas bahwa penilaian
dilakukan dalam rangka second opinion dan alasan dilakukannya
second opinion dan Penilai harus memperoleh akses secara tertulis
untuk berkomunikasi dengan Penilai terdahulu. Dalam hal ini Penilai
terdahulu harus memberikan informasi yang relevan sesuai penugasan.
Dalam ham Pemberi Tugas tidak memberikan persetujuannya untuk
melakukan komunikasi dengan Penilai terdahulu, maka Penilai harus
menolak penugasan tersebut.
 Namun demikian hasil penilaian seharusnya hanya menjadu salah satu
acuan dalam pengambilan keputusan dan tidak bersifat mutlak.
7. Apabila Penilai diminta untuk melakukan Kaji Ulang Umum Penilaian,
Penilai dapat memperoleh akses secara tertulis untuk berkomunikasi
dengan Penilai terdahulu. Dalam hal ini Penilai terdahulu harus
memberikan informasi yang relevan sesuai penugasan.
Dalam hal Pemberi Tugas tidak memberikan persetujuannya untuk
melakukan komunikasi dengan Penilai terdahulu, maka Penilai harus
menolak penugasan tersebut.
d) Tanggung Jawab terhadap Masyarakat
1. Penilai tidak diperbolehkan:
a. Melakukan kolusi dalam rangka mendapatkan penugasan atau
 pekerjaan Penilaian;
 b. Memberikan komisi dan/atau fee dalam bentuk apapun kepada
Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Dalam memenuhi prinsip etik terkait integritas dan objektivitas, Penilai
selalu menyadari akan tanggung jawab terhadap masyarakat yang telah
memberikan kepercayaan kepadanya.
3. Apabila Pemberi Tugas menggunakan laporan penilaian untuk tujuan
yang berbeda dari yang disepakati, maka Penilai tidak bertanggung
 jawab atas laporan yang digunakan untuk tujuan berbeda tersebut.

6.0 Ancaman dan Pencegahan


Uraian berikut membahas kategori utama ancaman dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik
dan kategori penanganan untuk mengantisipasi ancaman tersebut.
6.1 Ancaman terhadap kemampuan seorang Penilai untuk mematuhi Prinsip Dasar
Etik dapat terjadi karena berbagai situasi. Suatu situasi dapat menimbulkan
lebih dari satu ancaman, dan suatu ancaman dapat mempengaruhi pemenuhan
terhadap lebih dari satu Prinsip Dasar Etik. Ancaman dikategorikan sebagai
 berikut:
a) Ancaman terkait kepentingan pribadi (Self-interest threat) - ancaman
 bahwa pertimbangan profesional Penilai dapat dipengaruhi oleh
kepentingan finansial atau kepentingan pribadi lainnya;
 b) Ancaman terkait kaji ulang internal (Self-review threat)  - ancaman
 bahwa Penilai tidak dapat mengevaluasi secara memadai hasil penilaian
yang sebelumnya dilakukan olehnya atau oleh individu lain dalam kantor
atau instansi yang sama, dimana Penilai mengandalkan hasil kaji ulang
tersebut ketika membentuk opini penilaian;
c) Ancaman terkait Pemberi Tugas (Client conflict threat)  - ancaman
 bahwa dua atau lebih Pemberi Tugas mungkin memiliki kepentingan yang
 berlawanan atau bertentangan terhadap suatu hasil penilaian;
d) Ancaman terkait pembelaan (Advocacy threat) - ancaman bahwa Penilai
membela kepentingan pimpinannya atau Pemberi Tugas, sehingga
memengaruhi objektivitas hasil pekerjaan;
e) Ancaman terkait keakraban (Familiarity threat)  - ancaman bahwa
adanya hubungan yang lama atau akrab dengan Pemberi Tugas atau
 pimpinan mengakibatkan seorang Penilai terlalu bersimpati dengan
kepentingan mereka, sehingga memengaruhi objektivitas hasil pekerjaan;
f) Ancaman terkait intimidasi (Intimidation threat)  - ancaman bahwa
Penilai tidak dapat bertindak objektif karena adanya tekanan, termasuk
 penggunaan pengaruh yang tidak semestinya sehingga memengaruhi hasil
 penilaian.
6.2 Sejauh mana salah satu kategori ancaman yang tercantum di atas akan
memengaruhi Penilai dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik akan tergantung pada
kondisi dalam penugasan.
Misalnya Perusahaan A telah membuat tawaran pengambilalihan Perusahaan B,
maka ancaman konflik akan timbul jika Penilai menerima penugasan dari
Perusahaan A, dimana Penilai yang bersangkutan telah ditugaskan oleh
Perusahaan B. Sebaliknya, jika Perusahaan A dan Perusahaan B tidak mencapai
kesepakatan harga dan selanjutnya bersama-sama menugaskan Penilai untuk
memberikan penilaian independen, maka konflik tidak akan timbul.
6.3 Pencehagan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dapat mengantisipasi
ancaman pada tingkat yang dapat diterima.
Pencegahan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait dengan praktik
 penilaian;
 b) Pencegahan dalam KEPI;
c) Pencegahan dalam Sistem Pengendalian Mutu dan/atau prosedur kerja
internal kantor.
Contoh pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait dengan praktik
 penilaian antara lain:
1. Peraturan tentang pengelolaan kantor yang baik dan kualitas jasa penilaian;
2. Perizinan Penilai sesuai klasifikasi bidan jasa penilaian;
3. Peraturan tentang persyaratan pendidikan, pelatihan dan pengalaman bagi
Penilai;
4. Pemeriksaan oleh pihak ketiga atas jasa penilaian, laporan atau informasi
lainnya yang dihasilkan oleh penilai.
Contoh pencegahan dalam KEPI antara lain:
1. Persyaratan untuk mematuhi SPI;
2. Pemantauan kepatuhan prosedur SPI;
3. Pengaturan standar imbalan jasa untuk penugasan penilaian.
Contoh pencegahan dalam prosedur kerja internal kantor dan pengendalian
mutu antara lain perlunya:
1. Penatausahaan Kantor Jasa Penilai Publik, sehingga Penilai dan/atau tim
 pendukung penilaian terhindar dari jasa yang berpotensi mengundang
konflik. Pengawasan manajerial, akses terhadap data dan fasilitas
 pendukung harus dipertimbangkan sesuai dengan keadaan dan tingkat
ancaman;
2. Persyaratan untuk mempertahankan kepentingan pribadi penilai dan staf lain
terlibat dalam penugasan penilaian;
3. Persyaratan review internal penilaian;
4. Secara berkala mengganti Penilai untuk penugasan penilaian ulang;
5. Pengawasan penerimaan atau pemberian hadiah, komisi, dan jenis lainnya
dalam pelaksanaan jasa penilaian.
Contoh-contoh pencegahan di atas tidak mencakup semuapencegahan untuk
mengantisipasi setiap ancaman dalam pemenuhan Prinsip Dasar Etik.
6.4 Pencegahan akan efektif bila diungkapkan kepada Pemberi Tugas dan puhak
ketiga lainnya yang berhubungan dengan penilaian. Penilai harus
mempertimbangkan setiap pengungkapan pada saat penugasan atau dalam
 penyusunan proposal. Pertimbangan juga harus diberikan termasuk referensi
atas pencegahan dalam laporan penilaian atau setiap referensi yang
dipublikasikan, terutama apabila laporan penilaian digunakan oleh pihak lain
selain Pemberi Tugas.
6.5 Suatu pencegahan yang tepat dapat mengidentifikasi atau mencegah perilaku
yang tidak etis. Pencegahan tersebut meliputi:
a) Sistem pengaduan yang dipublikasikan dengan baik oleh Asosiasi Profesi
Penilai atau regulator, memungkinkan Penilai lain, pengguna jasa dan
masyarakat untuk mengetahui perilaku yang tidak profesional atau tidak
etis;
 b) Penilai seharusnya melaporkan Penilai lainnya yang melakukan
 pelanggaran terhadap KEPI dan SPI kepada Asosiasi Profesi Penilai atau
regulator yang terkait
c) Penilai seharusnya melaporkan adanya intervensi dari pemberi Tugas yang
 berpotensi terhadap Penilai melakukan pelanggaran terhadap KEPI dan SPI
kepada Asosiasi Profesi Penilai atau regulator tekait.
KONSEP DAN PRINSIP UMUM PENILAIAN
(KPUP)

1.0 Pendahuluan
1.1 Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas
 penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para Penilai untuk
memberikan hasil yang dapat berupa analisis, pendapat dan dalam situasi
tertentu memberikan saran-saran dengan menyajikannya dalam bentuk laporan
 penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir bagi para pengguna jasa dan
masyarakat pada umumnya.
1.2 SPI yang merujuk kepada Standar Penilaian Internasional (International
Valuation Standard) memberi pedoman mengenai hal-hal yang bersifat
fundamental antara lain tentang pendekatan, metode dan teknik penilaian yang
 berlaku secara internasional. Namun demikian, untuk beberapa situasi tertentu,
yang antara lain ditimbulkan oleh hukum, perundangundangan dan peraturan
lainnya yang berlaku di Indonesia maupun kondisi ekonomi setempat, dapat
digunakan penerapan yang bersifat khusus dan hal ini digolongkan sebagai
 penyimpangan dari SPI.
1.3 KPUP merupakan kerangka konseptual dari SPI dan memberikan gambaran
mengenai hal-hal yang bersifat fundamental untuk memahami profesi Penilai
dan penerapan SPI, dengan landasan moral berupa KEPI.
1.4 Landasan hukum dari kekayaan dan perekonomian nasional diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3).

2.0 Aset dan Properti


2.1 Pemahaman aset secara luas mencakup sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya ekonomi. Dari perspektif keuangan dan akuntansi,
aset adalah sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh suatu
 perseorangan/entitas atau Pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa
depan diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan vang.
Dengan kata lain terminologi aset mewakili hubungan kepemilikan atau
 penguasaan yang dapat dikonversikan dalam bentuk moneter, termasuk uang
kas. Aset terdiri dari aset berwujud dan aset takberwujud.
2.2 Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan manfaat
yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan,
yang memberikan hak kepada pemilik untuk suatu kepentingan tertentu
(specific interest) atau sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh
karena itu, kita wajib memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi
segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan
yang bernilai, berbentuk atau bukan (corporeal or non corporeal), berwujud atau
tidak berwujud, dapat dilihat atau tidak, yang memiliki nilai tukar atau yang
dapat membentuk kekayaan.
Penggunaan kata properti tanpa adanya kualifikasi atau penjelasan tambahan,
dapat merujuk kepada real properti, personal properti jenis properti lainnya
seperti perusahaan/badan usaha dan HKF kombinasi darinya.
2.3 Dalam konsep real properti, untuk membedakan antara real estat merupakan
entitas fisik berupa tanah dan pengembangan di atasnya, dengan
kepemilikannya yang merupakan konsep hukum, kepemilikan dari suatu real
estat disebut real properti.
Pengertian real properti merupakan penguasaan yuridis atas tanah yang
mencakup semua hak atas tanah (hubungan hukum dengan bidang tanah
tertentu), semua kepentingan ( interest ), dan manfaat (benefit ) yang berkaitan
dengan kepemilikan real estat. Hak real properti biasanya dibuktikan dengan
 bukti kepemilikan (sertifikat atau surat-surat lain) yang terpisah dari fisik real
estat. Oleh karena itu, real properti adalah suatu konsep nonfisik (atau konsep
hukum).
Real estat dirumuskan sebagai tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh
manusia yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. Real estat adalah benda
fisik berwujud yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan segala
sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersangkutan, di atas atau di bawah
tanah.
Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya mengatur tidak hanya
hak-hak atas tanah saja, tetapi hak-hak atas tanah dan segala sesuatu yang
menjadi satu kesatuan dengan tanah tersebut.
2.4 Tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan
manusia, sehingga menjadi pusat perhatian bagi para ahli hukum, ahli geografi,
ahli sosial, ahli ekonomi dan para ahli lainnya termasuk para Penilai.
2.5 Penilaian tanah dengan asumsi tanah tersebut kosong, atau tanah dengan
 bangunan dan/atau pengembangan lainnya yang menyatu dengan tanah, berikut
sarana pelengkap yang terdapat di atasnya (prasarana lingkungan, fasilitas
sosial, dan utilitas umum) merupakan konsep ekonomi. Oleh karena itu, baik
tanah kosong maupun tanah yang sudah dikembangkan dalam keadaan
demikian disebut sebagai real estate. Nilai ekonomi akan tercipta berdasarkan
kegunaan real estat, atau berdasarkan kapasitas untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan masyarakat. Hal-hal yang berkaitan adalah keunikannya secara
umum, ketahanan ( durability), lokasi, pasokan (supply) yang relatif terbatas,
dan kegunaan spesifik dari bidang tanah yang bersangkutan. Nilai dalam
konteks ekonomi diukur dalam terminologi moneter, dan ditentukan oleh
kemauan dan kemampuan individu dan organisasi untuk menerjemahkan
kegunaan real estat dalam terminologi moneter.
2.6 Dalam konteks penilaian untuk kepentingan Ganti Kerugian, istilah Properti
Pertanahan digunakan sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman,
 benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.
2.7 Kepemilikan lainnya dari suatu kepentingan selain real estat (realty) disebut
sebagai personal properti dengan benda fisiknya yang disebut personalti
(personalty).
Personal properti meliputi kepemilikan pada benda berwujud atau tidak
 berwujud yang bukan merupakan real estat. Benda-benda ini tidak secara
 permanen menjadi satu kesatuan dengan real estat dan secara umum memiliki
sifat dapat dipindahkan. Bentuk fisik dari personal properti disebut personalti.
2.8 Harga berubah dari waktu ke waktu akibat dampak khusus dan umum dalam
 perekonomian, aspek sosial, dan budaya. Aspek umum dapat mengakibatkan
 perubahan dalam tingkat harga dan kemampuan daya beli secara umum.
Sedangkan perubahan dalam aspek khusus, seperti perkembangan teknologi,
dapat mengubah permintaan dan penawaran, serta mengakibatkan perubahan
harga yang signifikan.
2.9 Banyak prinsip umum yang diterapkan dalam penilaian properti, terutama
 penggunaan prinsip permintaan dan penawaran, kompetisi, substitusi, antisipasi
atau ekspektasi, perubahan dan lainnya. Prinsip-prinsip ini berpengaruh secara
langsung atau tidak langsung terhadap tingkat kegunaan dan produktifitas
 properti. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kegunaan properti
mencerminkan pengaruh gabungan dari seluruh kekuatan pasar yang
membentuk nilai dari suatu properti.
2.10 Dengan mengenali bahwa istilah properti merupakan konsep hukum, tetapi
sering dipergunakan untuk merujuk pada real estat dan atau personalti, SPI
menerapkan istilah properti dalam penggunaan umumnya. Dalam konteks ini,
istilah properti dapat diterapkan pada hak kepemilikan dan bendanya secara fisik
yang dimiliki. Implementasi konvensi ini menjelaskan kepada kita akan
 perbedaan antara properti dalam konteks penilaian umumnya dan properti
sebagai aset di dalam konvensi akuntansi.
2.11 Dalam standar ini istilah Aset memiliki pemahaman yang sama dengan Properti.

3.0 Aset dan Liabilitas


Liabilitas adalah kewajiban kini entitas, timbul dari peristiwa masa lalu yang
 penyelesaiannya dapat mengakibatkan arus keluar sumber daya entitas yang
mengandung manfaat ekonomi (definisi sesuai PSAK 57).
SPI ini dapat diterapkan untuk penilaian baik aset maupun liabilitas. Untuk penerapan
dari standar ini, kata aset atau beberapa aset telah didefinisikan untuk meliputi liabilitas
atau beberapa liabilitas dan sekelompok aset, liabilitas atau aset dan liabilitas, terkecuali
apabila dinyatakan berbeda, atau jelas dari konteksnya bahwa liabilitas dikecualikan.

4.0 Harga, Biaya dan Nilai


4.1 Masalah dapat timbul pada kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa
Indonesia namun memiliki arti yang khusus dalam disiplin ilmu penilaian. Oleh
karena itu, adalah penting untuk merumuskan istilah, harga, biaya, pasar dan nilai
dalam disiplin ilmu penilaian.
4.2 Harga adalah sejumlah uang yang diminta, ditawarkan atau dibayar untuk suatu
aset. Karena kemampuan keuangan, motivasi atau kepentingan khusus dari
 pembeli atau penjual, harga yang dibayarkan mungkin berbeda dengan nilai dari
aset tersebut berdasarkan anggapan pihak lain.
4.3 Biaya adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh atau
menciptakan suatu aset. Ketika aset telah diperoleh atau diciptakan biaya
merupakan suatu fakta. Harga berhubungan dengan biaya, karena harga yang
dibayar untuk suatu aset menjadi biaya bagi pembeli.
4.4 Nilai adalah suatu opini dari manfaat ekonomi atas kepemilikan aset, atau harga
yang paling mungkin dibayarkan untuk suatu aset dalam pertukaran, sehingga
nilai bukan merupakan fakta. Aset diartikan juga sebagai barang dan jasa.
 Nilai dalam pertukaran adalah suatu harga hipotetis, dimana hipotetis dari nilai
diestimasi dan ditentukan oleh tujuan penilaian pada waktu tertentu. Nilai bagi
 pemilik adalah suatu estimasi dari manfaat yang akan diperoleh pihak tertentu
atas suatu kepemilikan atau dikenal juga sebagai Nilai dalam Penggunaan.
4.5 Penilaian adalah proses pekerjaan seorang Penilai dalam memberikan opini
tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat tertentu.
Kata "Penilaian" digunakan untuk mengacu kepada proses penyusunan estimasi
nilai dan dapat juga mengacu pada kesimpulan penilaian.
4.6 Terdapat banyak jenis nilai dan definisinya yang dapat dirujuk pada SPI 101 -
 Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai dan SPI 102 - Dasar Nilai selain Nilai Pasar.
Beberapa jenis nilai sudah umum digunakan dalam penilaian, namun jenis nilai
lainnya hanya digunakan untuk situasi khusus di bawah kondisi yang dijelaskan
dan diungkapkan secara hati-hati. Hal yang sangat penting dalam penggunaan dan
 pemahaman penilaian bahwa jenis dan definisi nilai diungkapkan secara jelas,
dan sesuai dengan penugasan penilaian yang diberikan. Perubahan dalam definisi
nilai dapat membawa pengaruh material terhadap nilai properti.
4.7 Penilai harus memiliki pemahaman yang baik mengenai pasar properti;
memahami interaksi pelaku pasar; mampu menentukan harga yang sangat
mungkin disepakati antara pembeli dan penjual properti di pasar, sehingga
terhindar dari penggunaan istilah 'nilai' saja tanpa adanya penjelasan mengenai
 jenis nilai yang digunakan. Nilai Pasar adalah jenis nilai yang paling umum
dipergunakan dalam penilaian properti sebagaimana dibahas dalam SPL 101 -
 Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai. Walaupun penggunaan secara umum mungkin
mensyaratkan pemahaman pasar bahwa jenis nilai yang dimaksud adalah Nilai
Pasar, namun tetap penting untuk mendefinisikan Nilai Pasar secara jelas dalam
setiap penugasan penilaian. Demikian pula, jika nilai yang dimaksud adalah
selain Nilai Pasar, harus dinyatakan secara jelas dalam setiap penugasan
 penilaian.
4.8 Konsep nilai menggambarkan sejumlah uang yang terkait dalam suatu transaksi.
 Namun, penjualan properti yang dinilai bukan merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk memperkirakan harga atas properti yang harus dibayarkan bila
dijual pada tanggal penilaian dibawah kondisi sebagaimana dipersyaratkan dalam
definisi Nilai Pasar.
4.9 Nilai Pasar dari suatu properti atau aset lebih mencerminkan kegunaannya
menurut pasar dan bukan status fisiknya secara murni. Kegunaan atas suatu aset
 bagi pihak tertentu dapat saja berbeda dengan kegunaan aset di pasar atau di
industri tertentu.
a) Pertimbangan yang sama dengan di atas diterapkan pada penilaian selain
 properti atau aset. Pelaporan keuangan akan membutuhkan penerapan dari
 pendekatan penilaian yang menghasilkan Nilai Pasar dan pembedaan
secara jelas antara pendekatan tersebut dengan pendekatan yang
menghasilkan selain Nilai Pasar.
 b) Total biaya pembuatan dan/atau pengadaan properti meliputi biaya
langsung dan tidak langsung. Jika biaya tambahan dikeluarkan oleh
 pembeli setelah akuisisi, biaya ini akan ditambahkan pada biaya akuisisi
historis untuk tujuan akuntansi biaya, biaya tersebut dapat dimasukkan
sebagian atau keseluruhannya sebagai Nilai Pasar aset, tergantung pada
 persepsi pasar terhadap kegunaan biaya tambahan tersebut.
c) Estimasi biaya dari properti dapat didasarkan pada estimasi Biaya
Reproduksi atau Biaya Pengganti. Biaya Reproduksi adalah biaya untuk
menciptakan replika dari struktur yang ada, menerapkan disain dan
material yang sama. Biaya Pengganti mengestimasikan biaya yang
diperlukan untuk membuat properti dengan kegunaan sejenis, menerapkan
disain dan material yang saat ini digunakan di pasar (pada beberapa
negara, istilah 'modern equivalent asset' digunakan untuk menjelaskan
struktur yang biayanya diestimasikan berdasarkan penggantian).

5.0 Pasar
5.1 Pasar adalah lingkungan dimana barang dan jasa diperdagangkan antara pembeli
dan penjual melalui mekanisme pembentukan harga. Konsep pasar yang
menyiratkan bahwa barang dan jasa dapat diperdagangkan antara pembeli dan
 penjual tanpa adanya pembatasan atas kegiatannya. Setiap pihak akan merespon
hubungan antara penawaran dan permintaan, serta faktor-faktor lain yang
memengaruhi harga, pengetahuan dan kemampuan pihak-pihak yang terlibat,
maupun pemahaman manfaat ekonomi atas barang atau jasa, kebutuhan dan
keinginan masing-masing pihak. Pasar dapat bersifat lokal, nasional, atau
internasional.
5.2 Untuk mengestimasi harga yang paling mungkin akan dibayarkan untuk suatu
aset, adalah sangat penting untuk memahami tingkat pasar di mana aset akan
diperdagangkan. Hal ini karena harga yang akan diperoleh tergantung dari jumlah
 pembeli dan penjual di pasar tertentu pada tanggal penilaian. Untuk memengaruhi
harga, pembeli dan penjual harus mempunyai akses ke pasar tersebut. Pasar dapat
meliputi berbagai macam kriteria, antara lain:
a) Barang atau jasa yang diperdagangkan, misalnya pasar kendaraan bermotor
 berbeda dengan pasar emas;
 b) Skala atau hambatan distribusi, misalnya produsen barang tidak memiliki
infrastruktur distribusi atau pemasaran untuk menjual ke pemakai, dan
 pemakai tidak membutuhkan barang dengan volume sebesar yang diproduksi
oleh produsen;
c) Geografi, misalnya pasar untuk barang atau jasa yang serupa dapat mencakup
kawasan lokal, regional, nasional atau internasional.
5.3 Meskipun pasar dapat mandiri dan hanya sedikit dipengaruhi oleh aktivitas pasar
yang lain, tetapi pada suatu saat pasar akan terpengaruh satu sama lain. Distorsi
yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Sebagai contoh, pada tanggal
tertentu harga dari suatu aset yang identik di satu negara mungkin lebih tinggi
daripada di negara lain. Jika efek distorsi yang disebabkan oleh pembatasan
 perdagangan atau kebijakan fiskal pemerintah diabaikan, maka pada suatu saat
 pemasok akan meningkatkan pasokan aset ke negara untuk mendapatkan harga
yang lebih tinggi, dan mengurangi pasokan ke negara dimana harga lebih rendah,
sehingga terjadi konvergensi harga.
5.4 Pasar yang dimaksud dalam SPI ini berarti pasar dimana aset atau liabilitas yang
dinilai dipertukarkan pada tanggal penilaian dan pelaku mempunyai akses
langsung di pasar.
5.5 Pasar sempurna, dimana tingkat aktivitas penawaran dan permintaan dalam
keseimbangan yang tetap, jarang terjadi. Pada umumnya tidak sempurna antara
lain disebabkan adanya gangguan pasokan, peningkatan atau penurunan yang
mendadak atas permintaan, atau kesenjangan pengetahuan di antara pelaku pasar.
Pelaku pasar akan bereaksi apabila kondisi pasar tidak sempurna, sehingga pasar
akan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Penilaian dengan tujuan
mengestimasi harga yang paling mungkin terjadi di pasar harus mencerminkan
kondisi yang relevan pada tanggal penilaian, sehingga bukan merupakan harga
yang disesuaikan berdasarkan kondisi keseimbangan.

6.0 Aktivitas Pasar


6.1 Tingkat aktivitas pasar dimanapun akan berfluktuasi. Meskipun dapat
mengidentifikasi tingkat normal dari suatu aktivitas, umumnya ada periode
dimana pasar mempunyai aktivitas yang secara signifikan lebih tinggi atau lebih
rendah dari pada normal. Tingkat aktivitas hanya dapat dinyatakan secara relatif,
misalnya pasar lebih aktif atau kurang aktif dari tanggal sebelumnya. Tidak ada
 batasan yang jelas antara pasar yang aktif atau tidak aktif.
6.2 Ketika permintaan tinggi, harga akan meningkat dan cenderung menarik lebih
 banyak penjual untuk memasuki pasar sehingga aktivitas pasar akan meningkat;
kebalikannya jika permintaan rendah maka harga akan menurun. Tetapi tingkat
aktivitas yang berbeda mungkin merupakan respon atas adanya pergerakan harga
dan bukan disebabkan faktor permintaan. Transaksi ada dan terjadi di pasar yang
kurang aktif dari biasanya, akan tetapi calon pembeli mungkin tertarik dengan
harga dan bersiap untuk memasuki pasar.
6.3 Informasi harga dari pasar yang tidak aktif masih mungkin menjadi bukti Dasar
 Nilai. Pada periode harga menurun perlu diperhatikan penyebabnya, apakah
tingkat penurunan aktivitas atau adanya penjualan paksa. Bagaimanapun, ada
harga yang menurun namun tidak dibawah paksaan, sehingga fakta harga yang
direalisasikan oleh penjual tersebut harus dipertimbangkan agar tidak
mengabaikan realitas pasar.

7.0 Pelaku Pasar


7.1 Dalam SPI ini pelaku pasar meliputi individu, perusahaan atau entitas lain yang
terlibat atau berencana dalam suatu transaksi. Pada umumnya pelaku pasar yang
ingin melakukan transaksi adalah pembeli dan penjual, atau calon pembeli dan
calon penjual aktif di pasar pada tanggal penilaian, bukan transaksi individu atau
entitas tertentu.
1. Pasar dari surat berharga ini meliputi sektor swasta, atau institusional
(persekutuan usaha, perusahaan, dana pensiun dan perusahaan
asuransi) dan sektor publik (investor individual yang melakukan
 perdagangan di bursa efek).
2. Instrumen investasi yang disekuritisasikan, termasuk  Real Estate
 Investment Trust  ( REIT ), atau Efek Beragun Aset (EBA) serta
instrument lainnya seperti Collateralized Mortgage Obligations
(CMOS ), Real Estate Operating Companies ( REOCS ).
5.2 HKF adalah aset takberwujud yang dapat mencakup:
a) Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha atau properti, yaitu untuk
menggunakan, menempati, menjual, menyewakan atau mengelola;
 b) Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk
membeli atau kontrak sewa menyewa yang berisi opsi untuk membeli;
c) Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga (misalnya
untuk meneruskan kepemilikan atau menjualnya).
5.3 HKF membutuhkan penilaian untuk berbagai alasan.
a) HKF dapat diikutsertakan dalam kepemilikan aset seorang mitra. Untuk
mengetahui total nilai aset yang dimiliki oleh mitra tersebut, nilai dari HKF
harus ditentukan. Seorang mitra dapat juga berkeinginan untuk menjual
HKFnya, atau HKF tersebut dapat dialihkan ke pihak lain dan menjadi
obyek pajak warisan dan pengesahan wasiat. Mitra umum dapat juga
membeli HKF untuk tujuan mengalihkannya menjadi persekutuan terbatas
(limited partnership ).
 b) Hak untuk membeli, yang seringkali dilaksanakan dengan sejumlah kecil
uang, menciptakan rasio utang ekuitas (leverage) atau kemampuan
mendapatkan pinjaman (gearing) yang tinggi, di mana dampaknya harus
dipertimbangkan dalam harga transaksi final. Opsi sewa beli membatasi
kemampuan untuk dapat dipasarkan (marketability) dari properti sewa, dan
dapat membatasi Nilai Pasar dari properti sewa.
c) Penilaian dari instrumen investasi yang disekuritisasikan dilakukan untuk
tujuan penjaminan dan pemeringkatan dari surat berharga sebelum
dilakukannya penawaran publik perdana (Initial Public Offering-IPO).
5.4 Standar Akuntansi Keuangan, PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan
PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan mendefinisikan aset keuangan,
liabiltas keuangan, instrumen keuangan dan instrumen ekuitas; serta Instrumen
yang mempunyai fitur opsi jual ( Puttable Instrument ).
Menurut PSAK 60, Entitas mengelompokan intrumen keuangan menjadi
kelompok-kelompok sesuai dengan sifat informasi yang diungkapkan dan
mempertimbangkan karakteristik dari intrumen keuangan tersebut. Entitas
menyediakan informasi yang cukup untuk memungkinkan rekonsiliasi terhadap
setiap pos yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan. Hal-hal yang harus
diungkapkan oleh suatu entitas.
a) Aset keuangan adalah aset yang berupa:
1. Uang tunai;
2. Instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain;
3. Hak kontraktual;
a. Untuk menerima uang tunai atau aset keuangan lainnya dari entitas
lain; atau
 b. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas dengan
keuangan entitas lainnya dalam kondisi yang berpotensi
menguntungkan entitas tersebut, atau
4. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan
instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan:
a. Bukan merupakan derivatif ( non-derivative ) dimana entitas harus
atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang
 bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau
 b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan
mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain
dengan sejumlah tertentu yang diterbitkan entitas, tidak termasuk
instrumen keuangan yang mempunyai fitur opsi jual yang
diklasifikasikan sebagai instrumen entitas sesuai dengan yang
disyaratkan dalam PSAK.
Contoh yang umum dari aset keuangan yang mewakili hak kontraktual
untuk menerima uang tunai di masa depan adalah:
 Piutang Usaha;
 Wesel Tagih;
 Pinjaman yang diberikan;
 Piutang Obligasi.
 b) Liabilitas keuangan adalah setiap liabilitas yang berupa:
1. Kewajiban kontraktual;
a. Untuk memberikan uang tunai atau aset keuangan lainnya kepada
entitas lainnya; atau
 b. Untuk mempertukarkan instrumen keuangan dengan entitas
lainnya di bawah kondisi secara potensial tidak yang
menguntungkan.
2. Kontrak yang akan atau dapat diselesaikan dengan instrument ekuitas
entitas itu sendiri dan:
a. Bukan merupakan derivatif (non-derivative) dimana entitas
 berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah instrumen ekuitasnya
sendiri.
 b. Derivatif yang dapat atau akan diselesaikan selain dengan
 pertukaran sejumlah tertentu uang kas atau aset keuangan lainnya
untuk sejumlah tertentu instrumen ekuitas dari entitas itu sendiri.
Untuk tujuan ini instrumen ekuitas darí entitas itu sendiri tidak
termasuk instrumen yang merupakan kontrak untuk penerimaan
atau penyerahan di masa depan dari instrumen ekuitas entitas
tersebut (Suatu entitas mungkin memiliki kewajiban kontraktual
yang dapat diselesaikan dengan penyerahan uang tunai atau aset
keuangan lainnnya, pertukaran aset atau liabilitas keuangan, atau
melalui pembayaran dalam bentuk instrumen ekuitas, baik
derivative  maupun non-derivative ).

1. Contoh umum dari liabilitas keuangan yang mewakili kewajiban


kontraktual untuk menyerahkan uang tunai di masa depan adalah:
a. Utang Usaha;
 b. Wesel Bayar;
c. Pinjaman yang diterima;
d. Utang Obligasi.
c) Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai asset
keuangan entitas dan liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain.
Instrumen keuangan bervariasi dari instrumen primer tradisional seperti
obligasi hingga berbagai bentuk instrumen keuangan derivatif.
1. Instrumen keuangan derivatif memberikan kepada salah satu pihak
 pilihan cara penyelesian (contohnya penerbitan atau pemegang
instrument dapat memilih penyelesaian secara neto dengan kas atau
memprtukarkan saham dengan kas), maka instrument tersebut adalah
aset keuangan atau liabilitas keuangan, kecuali jika seluruh alternative
 penyelesaian yang ada menjadikannya sebagai intrumen ekuitas.
2. Instrumen keuangan derivatif menciptakan hak dan kewajiban, yang
secara efektif mengalihkan di antara para pihak, satu atau lebih risiko
keuangan yang melekat pada instrumen keuangan kepada instrumen
derivatif tersebut.
3. Berbagai jenis instrumen keuangan derivatif mengandung suatu hak
dan kewajiban untuk membuat pertukaran di masa depan, termasuk
tingkat bunga dan pertukaran mata uang, penetapan batas atas tingkat
 bunga, batas atas dan batas bawah ( collars and floors ), komitmen
 pinjaman, fasilitas pengeluaran surat utang dan LC.
4. Sewa keuangan (finance lease) dipandang sebagai instrument
keuangan, tetapi sewa operasional tidak dipandang sebagai instrumen
keuangan.
d) Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas
aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya.
1. Contoh dari instrumen ekuitas adalah meliputi saham biasa yang tidak
 bisa dijual kembali (non-puttable ordinary shares), beberapa jenis dari
saham preferen, dan waran atau call option tertulis yang
memungkinkan pemegangnya untuk membeli sejumlah tertentu saham
tidak bisa dijual kembali dari entitas yang menerbitkannya melalui
 penukaran dengan sejumlah uang tunai tertentu atau aset keuangan
lainnya.
2. 'Call option'   yang telah dibeli atau kontrak sejenis lainnya yang
dimiliki oleh suatu entitas yang memberikan hak untuk membeli
kembali sejumlah tertentu instrumen ekuitasnya sendiri melalui
 penukaran dengan menyerahkan sejumlah uang tunai tertentu atau aset
keuangan lainnya adalah bukan merupakan aset keuangan dari suatu
entitas.
e) Instrumen keuangan majemuk (compound instrument) penerbitan
instrumen keuangan non derivatit mengevaluasi persyaratan instrument
keuangan untuk menentukan apakah instrumen tersebut mengandung
komponen liabilitas dan ekuitas. Komponen tersebut diklasifikasikan
secara terpisah sebagai liabilifas keuangan, aset keuangan, atau instrumen
ekuitas.
5.5  Nilai dari kumpulan berbagai HKF pada suatu properti dapat lebih besar atau
lebih kecil dari penjumlahan hak secara terpisah pada property tersebut.
a)  Nilai dari hak kepemilikan 100 % (meliputi seluruh pemegang saham atau
mitra) atas properti penghasil pendapatan yang dimiliki oleh suatu
 persekutuan usaha atau sindikasi akan cenderung melebihi nilai agregat dari
seluruh hak minoritas pada properti. Sejalan dengan itu, nilai dari portofolio
REIT yang mewakili kumpulan dari berbagai properti, adalah cenderung
 berbeda dari penjumlahan nilai dari seluruh properti yang membentuk
 portofolio, sebagai konsekuensi dari sinergi tertentu atas properti-properti
di dalam portofolio dan/atau manajemen portofolio.
 b) Penilai mengestimasikan terlebih dahulu nilai secara keseluruhan atau satu
kesatuan hak pada properti sebelum mengkaji hak kepemilikan secara
terpisah (disaggregated or fragmented ownership interest).
c) Dalam penugasan yang berkaitan dengan HKF, Penilai harus secara jelas
mengidentifikasikan hak kepemilikan yang dinilai secara pasti, baik hak
mayoritas maupun minoritas dari suatu badan usaha atau properti, hak
kontraktual, atau hak mayoritas/minoritas dalam suatu REIT. Penilai harus
mengkaji kesepakatan kontraktual anta ra para pihak atau Akte Pendirian
untuk memverifikasi persentase saham yang diwakili oleh HKF pada
 properti tersebut.
5.6 Penilaian HKF melibatkan berbagai pertimbangan yang sangat khusus. Oleh
karena itu, Penilai harus mengadaptasi pendekatan penilaian yang sesuai untuk
HKF yang dinilai.
a) Seluruh pendekatanimungkin sesuai untuk penilaian properti yang dimiliki
oleh persekutuan umum.
1. Apabila data pembanding dianalisis dengan Pendekatan Pasar, Penilai
menentukan apakah item non-realty termasuk di dalam harga
 pembelian.
Apabila item non-realty dimasukan, Penilai harus
mengidentifikasikannya dan mempertimbangkan serta
mengestimasikan pengaruhnya terhadap nilai.
 b) Dalam situasi di mana mitra umum melakukan pembelian hak dalam
kemitraan atau sindikasi untuk penjualan sebagai hak kemitraan terbatas,
Penilai mempertimbangkan pengaruh dari item non-realty terhadap harga
transaksi. Item ini termasuk pembiayaan khusus, jaminan penghunian atau
 pendapatan dan jasa manajemen.
c) Opsi untuk membeli dipertimbangkan sebagai biaya bagi pembeli apabila
opsi ini dilaksanakan. Oleh karena itu, biaya untuk opsi pembelian yang
dilaksanakan ditambahkan pada harga jual dari realti. Penilai
mempertimbangkan pengaruh dari rasio utang ekuitas ( leverage ), atau
kemampuan mendapatkan pinjaman (gearing), yang dihasilkan dari opsi
untuk membeli dengan harga transaksi final dari suatu properti. Apabila
opsi untuk membeli pada suatu perjanjian sewa dilaksanakan dan
 pembayaran sewa di masa lalu dikreditkan pada harga beli, pembayaran
tersebut dicatat sebagai pembayaran bertahap.
d) Unit atau saham dalam REIT ditentukan harganya di pasar di mana surat
 berharga tersebut diperdagangkan. Penilaian dari aset real estat yang
dimiliki sebagai bagian dari satu instrumen investasi mungkin dibutuhkan
untuk tujuan penjaminan atau pemeringkatan sebelum dilakukannya
 penawaran publik perdana ( Initial Public Offering IPO ). Dalam situasi
tersebut, Penilai menerapkan pendekatan dan metode yang konsisten
dengan karakteristik pendapatan dari real estat.
Standar Penilaian Indonesia 101
(SPI 101)
Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai
Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam
Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan
1.1 Tujuan dari SPI 101 ini adalah untuk memberikan definisi umum mengenai
 Nilai Pasar. SPI 101 juga menjelaskan kriteria umum yang berhubungan dengan
definisi dan penerapan Nilai Pasar dalam penilaian aset atau liabilitas yang
maksud dan tujuannya memerlukan estimasi Nilai Pasar.
1.2  Nilai Pasar adalah representasi nilai dalam pertukaran atau sejumlah uang yang
dapat diperoleh atau dibayar, atas suatu aset atau liabilitas, jika aset atau
liabilitas tersebut ditawarkan untuk dijual pasar (terbuka) pada tanggal penilaian
dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan definis Nilai Pasar. Untuk
mengestimasi Nilai Pasar atas aset (Kecuali aset keuangan), seorang penilai
harus terlebih dahulu menentukan Penggunaan yang tertinggi dan terbaik
(HBU), merujuk kepada konsep dan Prinsip Umum Penilaian butir 10. HBU
tersebut dapat berupa kelanjutan dari penggunaan aset yang ada atau alternatif
 penggunaan lain. Penentuan penggunaan yang tertinggi dan terbaik ini
ditentukan berdasarkan data pasar
1.3  Nilai pasar diestimasi melalui penerapan pendekatan dan prosedur penilaian
sesuai dengan karakteristik aset , situasi dan kondisi paling memungkinkan
dimana aset tersebut diperjualbelikan di pasar. (Lihat KPUP butir 14 dan jenis
 properti).
1.4 Semua pendekatan, teknik dan prosedur dalam mengukur Nilai Pasar, jika dapat
diterapkan dan penerapannya dilakukan secara tepat dan benar, akan
menghasilkan Nilai Pasar apabila didasarkan pada kriteria yang berdasarkan
 pasar. Perbandingan Data Pasar atau perbandingan pasar lainnya, hendaknya
dikembangkan dari pengamatan pasar. Pendekatan pendapatan, termasuk
analisis Arus Kas Terdiskonto (DCF) harus didasarkan pada arus kas dan tingkat
 pengembalian berdasarkan data pasar. Biaya konstruksi dan depresiasi
seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan
depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek
 penilaian. Meskipun ketersediaan data dan keadaan berkaitan dengan pasar atau
aset itu sendiri yang akan menentukan pendekatan penilaian yang paling tepat
dan relevan, namun hasil penilaian dengan menggunakan pendekatan atau
metode manapun harus menghasilkan Nilai Pasar jika setiap pendekatan
tersebut didasarkan pada data pasar.
1.5 Cara memperdagangkan aset di pasar akan membedakan penerapan berbagai
 pendekatan maupun prosedur untuk mengestimasi Nilai Pasar. Jika didasarkan
 pada informasi pasar, setiap pendekatan merupakan metode perbandingan.
Dalam setiap situasi penilaian, satu atau lebih pendekatan biasanya lebih
menggambarkan aktivitas pasar (terbuka) penilai akan mempertimbangkan
setiap pendekatan dalam setiap penugasan untuk mengestimasi Nilai Pasar dan
menentukan pendekatan yang paling tepat untuk dipergunakan.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 SPI ini berlaku untuk Nilai Pasar aset dan/atau liabilitas, sesuai dengan definisi
aset dan liabilitas pada KPUP dan Jenis Properti.
Penerapan Nilai Pasar untuk penilaian aset dan/atau liabilitas, mengasumsikan
 bahwa objek penilaian harus dianggap seolah-olah diperjualbelikan di pasar,
tanpa memperhitungkan keuntungan atau kepentingan khusus tertentu sebagai
 bagian dari bisnis yang berjalan (going concern) atau tujuan khusus lainnya.
Penerapan Nilai Pasar untuk setiap jenis aset merujuk kepada Standar Teknis
terkait.
Standar Teknis yang memberikan panduan dalam penilaian setiap jenis aset atau
 properti tersebut hanya akan merujuk pada SPI 101 untuk definisi dan kriteria
umum Nilai Pasar.

3.0 Definisi
3.1  Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh
atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian,
antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual,
dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak
, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang
dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.
3.2 Istilah aset memiliki pemahaman yang sama dengan properti sebagaimana
dijelaskan didalam KPUP butir 2.0, sehingga istilah aset dalam SPI ini dapat
dipertukaran dengan properti. Setiap unsur dari definisi Nilai Pasar ini memiliki
kerangka pengertian masing-masing.
a) “Estimasi sejumlah uang...” merujuk pada harga yang dinyatakan dalam
satuan uang (biasanya dalam rupiah), yang dapat dibayar secara tunai pada
tanggal penilaian atas suatu aset dalam transaksi pasar bebas ikatan. Nilai
 pasar diukur sebagai harga yang paling memungkinkan diperoleh secara
wajar di pasar pada tanggal penilaian, dengan memenuhi definisi Nilai
Pasar. Ini merupakan harga terbaik yang dapat diperoleh oleh penjual secara
wajar dan harga yang paling menguntungkan yang dapat diperoleh oleh
 pembeli secara wajar pula.
Estimasi ini secara khusus tidak memperhitungkan kenaikan atau
 penurunan harga akibat persyaratan atau keadaan khusus seperti
 pembiayaan khusus, perjanjian jual dan sewa kembali (sale and leaseback),
 pertimbangan khusus atau konsesi-konsesi yang diberikan oleh orang yang
terkait dengan penjualan , atau unsur lain dari Nilai Khusus.
b) “...dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau
liabilitas...” merujuk pada fakta bahwa nilai suatu aset atau liabilitas lebih
merupakan estimasi jumlah uang dari pada harga yang ditetapkan
sebelumnya atau harga jual sebenarnya. Nilai Pasar tersebut merupakan
harga pada suatu transaksi yang memenuhi semua unsur dari definisi Nilai
Pasar pada tanggal penilaian.
c) “...pada tanggal penilaian...” mensyaratkan bahwa estimasi Nilai pasar
 berlaku hanya pada tanggal dimana opini nilai diberikan. Karena pasar dan
kondisi pasar dapat berubah , maka estimasi nilai dapat saja tidak benar atau
tidak tepat pada waktu yang lain. Nilai pasar hasil penilaian akan
mencerminkan keadaan dan kondisi pasar aktual pada tanggal efektif
 penilaian dan bukan pada tanggal sebelumnya atau tanggal yang akan
datang.
d) “...antara pembeli yang berminat membeli...”   merujuk pada seseorang
yang memiliki motivasi, namun tidak dipaksa untuk membeli. Pembeli
dimaksud tidak sangat ingin membeli maupun bersedia membeli dengan
harga berapapun. Pembeli dimaksud juga membeli sesuai dengan keadaan
 pasar yang berlaku, dan dengan harapan pasar saat ini, serta bukan pasar
hipotetis yang tidak dapat diharapkan terjadi. Pembeli dimaksud
diasumsikan tidak akan membeli di atas harga pasar. Pemilik aset saat ini
adalah termasuk bagian pelaku ekonomi yang membentuk “pasar”. Penilai
tidak seharusnya membuat asumsi-asumsi yang tidak realistis mengenai
kondisi pasar maupun membuat asumsi tingkat Nilai Pasar di atas yang
dapat diperoleh secara wajar.
e) “...penjual yang berminat menjual...”   adalah penjual yang tidak sangat
 berminat atau tidak terpaksa menjual pada sembarang harga ataupun tidak
 bertahan pada tingkat harga yang dianggap tidak wajar dalam kondisi pasar
 pada saat penilaian. Penjual yang berminat menjual berkeinginan untuk
menjual asetnya pada kondisi pasar dan pada tingkat harga terbaik yang
mungkin dicapai di pasar (terbuka), setelah melakukan upaya pemasaran
yang layak, berapapun harga yang mungkin dapat dicapai. Keadaan
sesungguhnya pemilik aset tidak termasuk dalam pertimbangan, sebab
“penjual yang berminat menjual” ini adalah pemilik hipotesis.
f) “...dalam suatu transaksi bebas ikatan (arm’s -length transaction)...”
adalah transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan khusus
atau hubungan istimewa (misalnya, induk perusahaan dengan anak
 perusahaannya atau pemilik bangunan dengan penyewanya) yang dapat
membentuk tingkat harga yang bukan merupakan keadaan sebenarnya di
 pasar atau menaikkan harga akibat adanya unsur Nilai Khusus. Transaksi
 Nilai Pasar dianggap terjadi antara pihak-pihak yang tidak berkepentingan,
dan masing-masing bertindak independen.
g) “...yang pemasarannya dilakukan secara layak...”  berarti aset akan
dipasarkan ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi
 pada tingkat harga terbaikyang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan
definisi Nilai Pasar. Cara penjualan dianggap merupakan yang paling tepat
untuk mendapatkan harga terbaik di pasar dimana penjual memiliki akses.
Jangka waktu pemasaran aset dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar,
namun harus cukup waktu sehingga aset dapat menarik perhatian pembeli
 potensial dalam jumlah yang memadai. Waktu pemasaran ini dianggap
terjadi sebelum tanggal penilaian.
h) “...di mana kedua pihak masing -masing bertindak atas dasar pemahaman
 yang dimilikinya dan kehatian-hatian...” menganggap bahwa pembeli yang
 berminat menjual masing-masing memiliki informasi yang cukup tentang
keadaan dan karakteristik aset, penggunaan yang ada (aktual) dan
 potensialnya, serta keadaan pasar pada tanggal penilaian. Selain itu masing-
masing bertindak untuk kepentingannya sendiri dengan pemahaman yang
dimilikinya, dan secara hati-hati menentukan harga terbaik untuk posisinya
masing-masing dalam transaksi tersebut.
Prinsip kehati-hatian ditunjukkan dengan menganalisis keadaan pasar pada
tanggal penilaian, dan bukan pada keuntunagn atau ramalan pada waktu
setelah itu, seorang penjual yang menjual asetnya pada tingkat harga di
 bawah harga pasar yang terjadi sebelumnya tidak berarti dapat dikatakan
tidak bijaksana apabila tingkat harga pasar saat itu memang dalam kondisi
menurun. Dalam kondisi demikian, sebagaimana dalam situasi pembelian
dan penjualan lainnya yang terjadi dalam kondisi pasar dengan tingkat
harga yang berfluktuasi, pembeli atau penjual yang berhati-hati akan selalu
 bertindak sesuai dengan informasi pasar terbaik yang tersedia saat itu.
i) “...dan tanpa paksaan...” menyatakan bahwa masing -masing pihak
terdorong untuk melakukan transaksi, tetapi juga tidak ada paksaan untuk
menyetujuinya.
3.3  Nilai Pasar dipahami sebagai nilai dari suatu aset yang diestimasi tanpa
memperhatikan biaya penjualan atau pembelian dan tanpa dikaitkan dengan
setiap pengenaan pajak penghasilan yang terkait
3.4 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) yang mendasari estimasi Nilai Pasar
aset selain aset keuangan. Penggunaan paling layak dan optimal dari suatu aset,
yang secara fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan serta layak secara
finansial dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset yang dinilai. Penerapan
untuk setiap jenis aset mengacu kepada standar teknis terkait.
3.5  Nilai Pasar untuk Dipindahkan (Market Value for Removal) adalah perkiraan
 jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli
atau hasil penukaran suatu bagian dari aset (tidak termasuk tanah), antara
 pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berniat menjual, dalam suatu
transaksi bebas ikatan yang pemasarannya dilakukan secara layak, dan kedua
 pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya ,
kehati-hatian dan tanpa paksaan berdasarkan pemindahan dari aset ke lokasi
lain.
 Nilai ini biasanya digunakan dalam penilaian aset berwujud yaitu personal
 properti berupa mesin dan peralatan, yang dikenal juga sebagai Nilai Pasar ex-
situ (lihat SPI 310  –  Penilaian mesin dan peralatan)
3.6  Nilai Sewa Pasar (Market Rental Value) adalah perkiraan jumlah uang yang
dapat diperoleh dari penyewaan suatu aset pada tanggal penilaian, antara
 pemilik yang berminat menyewakan dan penyewa yang berminat menyewa
sesuai persyaratan sewa yang layak dalam transaksi bebas ikatan, yang
 pemasarannya dilakukan secara layak, dan tiap-tiap pihak mengetahui,
 bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan.

4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi


4.1 Penilaian untuk pelaporan keuangan yang menjadi fokus didalam SPI 201,
harus dipahami berkaitan dengan SPI 101 ini.
a) Penilaian untuk pelaporan Keuangan menyediakan pedoman bagi penilai,
akuntan, dan masyarakat berkenaan dengan standar penilaian yang
 berpengaruh pada akuntansi. Nilai wajar suatu aset tetap biasanya
merupakan Nilai Pasar. (Lihat KPUP butir 13.1)
4.2 Terdapat beberapa istilah atau terminologi yang digunakan baik oleh penilai
maupun Akuntan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kemungkinan
 penyalahgunaan. SPI 101 mendefinisikan Nilai Pasar dan membahas kriteria
untuk menentukan Nilai Pasar. Terminologi penting lainnya didefinisikan
dalam SPI 102, dan persyaratan lebih spesifik dibahas dalam SPI 201- Penilaian
untuk pelaporan keuangan.

5.0 Pernyataan Standar


Untuk melaksanakan penilaian yang memenuhi SPI 101 dan KPUP, Penilai wajib
mematuhi semua bagian KEPI.
5.1 dalam Pelaksanaan dan pelaporan estimasi Nilai Pasar, Penilai harus :
a) Menyusun Penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak
menimbulkan kesalahpahaman;
 b) Memastikan estimasi Nilai Pasar didasarkan pada data pasar;
c) Memastikan estimasi Nilai Pasar dilakukan dengan menggunakan
 pendekatan penilaian yang sesuai;
d) Memberikan informasi yang cukup sehingga pihak yang membaca dan
mengacu pada laporan tersebut dapat sepenuhnya memahami data, alasan,
analisis dan kesimpulan penilaian;
e) Memenuhi persyaratan SPI 105  –  Pelaporan Penilaian.
6.0 Pembahasan
6.1 Konsep dan definisi Nilai Pasar bersifat fundamental terhadap semua praktek
 penilaian. Uraian ringka mengenai prinsip ekonomi dan landasan prosedur
dijelaskan dalam KPUP dan KEPI.
6.2 Konsep Nilai Pasar tidak harus tergantung pada transaksi sebenarnya yang
terjadi pada tanggal penilaian. Nilai Pasar lebih merupakan estimasi harga yang
mungkin terjadi dalam penjualan pada tanggal penilaian sesuai dengan
 persyaratan definisi Nilai Pasar. Nilai Pasar merupakan representasi atas harga
yang disepakati pembeli dan penjual pada waktu itu sesuai definisi Nilai Pasar,
yang sebelumnya masing-masing pihak telah mempunyai cukup waktu untuk
menguji kemungkinan akan diperlukan waktu untuk menyiapkan kontrak
formal dan dokumentasi lainnya.
6.3 Konsep Nilai Pasar menganggap harga yang telah dinegosiasikan akan terjadi
dalam pasar terbuka dan kompetitif dimana pelaku pasar bertindak secara bebas.
Kata “terbuka” dan “Kompetitif’ tidak memiliki pengertian absolut. Terkadang
digunakan istilah “terbuka” setelah kata “Nilai Pasar” untuk menjelaskan bahwa
 pasar dimana aset ditawarkan bukanlah pasar yang terbatas atau restriktif.
Sebaliknya dengan tidak digunakan istilah “terbuka”, tidak mengindikasikan
 bahwa transaksi tersebut bersifat individu atau tertutup.
Pasar untuk suatu aset dapat berupa pasar internasional maupun lokal. Pasar
dapat terdiri dari beberapa pembeli dan penjual, atau hanya sedikit pelaku pasar,
Asumsi Pasar dimana aset ditawarkan untuk dijual adalah pasar dimana aset
yang diasumsikan biasanya dipertukarkan.
6.4  Nilai pasar dari aset akan mencerminkan penggunaan tertinggi dan Terbaik
(HBU)nya. HBU didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan
optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan
secara memadai , secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan
menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut. HBU mungkin merupakan
kelanjutan dari penggunaan yang ada atau penggunaan alternatifnya. Hal ini
ditentukan dari penggunaan yang dipertimbangkan oleh pelaku pasar ketika
memformulasikan harga penawaran.
6.5 Sifat dan sumber dari data masukan penilaian harus konsisten dengan dasar
 Nilai, yang selanjutnya juga harus mempertimbangkan tujuan penilaian.
Sebagai contoh, berbagai pendekatan dan metode penilaian mungkin digunakan
untuk mendapatkan opini Nilai Pasar sejauh digunakan data yang berasal dari
 pasar. Pendekatan pasar, sesuai definisinya, menggunakan data masukan yang
 berasal dari pasar. Untuk mengindikasikan Nilai Pasar, pendekatan pendapatan
seharusnya diterapkan dengan menggunakan data masukandan asumsi yang
akan digunakan oleh pelaku pasar. Untuk mengindikasikan Nilai Pasar yang
didapat dari Pendekatan Biaya, biaya dari aset dengan utilitas sebanding dan
 penyusutan yang sesuai seharusnya ditentukan dengan analisis dari biaya dan
 penyusutan yang berasal dari pasar.
6.6 Data yang tersedia dan keadaan yang terkait dengan pasar untuk aset yang
dinilai akan menentukan metode penilaian yang digunakan atau metode yang
 paling relevan dan sesuai . apabila didasarkan pada data yang berasal dari pasar
dan dianalisis dengan sesuai, setiap pendekatan atau metode yang digunakan
seharusnya memberikan indikasi Nilai Pasar.
6.7  Nilai Pasar tidak mencerminkan atribut asset yang hanya bernilai bagi pemilik
atau pembeli tertentu yang tidak tersedia bagi pembeli lainnya di pasar.
Keuntungan tersebut dapat terkait dengan karakteristik fisi, geografis, ekonomi
atau legal dari aset. Nilai pasar mensyaratkan diabaikannya elemen tersebut
dikarenakan pada tanggal penilaian kapanpun, nilai pasar, hanya
mengasumsikan adanya pembeli yang berminat, dan bukan pembeli tertentu
yang berminat.
6.8 Penilaian Pasar biasanya didasarkan pada informasi mengenai aset pembanding
. proses penilaian mensyaratkan Penilai untuk melaksanakan pengumpulan data
yang cukup dan relevan supaya dapat memberikan analisis yang kompeten dan
membuat pertimbangan berdasarkan data pendukung. Dalam proses ini, penilai
menerima data apa adanya , namun harus mempertimbangkan semua data pasar
yang berkaitan , kecenderungan transaksi pembanding, dan informasi lain yang
diperlukan. Jika data pasar terbatas, atau tidak tersedia (misalnya untuk property
khusus), Penilai harus menyatakan secara wajar situasi tersebut dan menyatakan
apakah estimasi nilai menjadi terbatas karena kekurangan data tersebut. Setiap
 penilaian membutuhkan pertimbangan penilai, namun apabila Nilai pasar yang
diestimasikan tersebut lebih didasarkan pada sifat aset atau kurangnya data
 pembanding , maka hal tersebut harus dinyatakan dalam laporan penilaian.
6.9 Dengan pertimbangan bahwa kondisi yang berubah merupakan karakteristik
 pasar, penilai harus mempertimbangkan apakah data yang tersedia
mencerminkan dan memenuhi criteria untuk Nilai Pasar.
a) Kondisi pasar pada periode dengan perubahan yang cepat, ditandai dengan
harga-harga yang cepat berubah biasanya disebut kondisi
ketidakseimbangan . periode ketidakseimbangan ini dapat berlangsung
hingga bertahun-tahun dan dapat mempengaruhi kondisi pasar sekarang
dan masa depan. Dalam keadaan lain, fluktuasi perubahan ekonomi dapat
menyebabkan data pasar yang tidak menentu. Jika beberapa penjualan tidak
sejalan dengan pasar, maka terhadap data demikian diberikan bobot yang
lebih kecil atau bahkan dapat diabaikan. Hal tersebut memungkinkan bagi
 penilai untuk menetapkan pada tingkat mana pasar tersebut berada. Harga-
harga transaksi perseorangan mungkin bukan merupakan bukti Nilai Pasar,
namun analisis akan data pasar yang demikian harus dipertimbangkan
dalam proses penilaian.
 b) Dalam kondisi pasar yang tidak menentu mungkin tidak banyak ditemukan
“Penjual yang beminat menjual dan pembeli yang beminat membeli”.
Beberapa transaksi, meski tidak semua, dapat melibatkan liabilitas
finansial, atau kondisi yang mengurangi atau menghilangkan keinginan
 pemilik tertentu untuk menjual. Penilai harus mempertimbangkan
data yang berkaitan dengan dalam kondisi pasar yang demikian dan
mengaitkan bobot tertentu atas transaksi individual yang diyakini
mencerminkan pasar. Pihak likuidator dan kurator biasanya berkewajiban
untuk mendapatkan harga terbaik dalam penjualan aset. Meskipun
demikian, penjualan dapat terjadi tanpa pemasaran yang layak atau jangka
waktu pemasaran yang cukup.
c) Penilai harus mempertimbangkan transaksi yang demikian untuk
menentukan apakah data tersebut memenuhi persyaratan dalam definisi
nilai pasar dan bobot yang harus dikenakan pada data tersebut.
d) Selama periode transisi pasar yang ditandai dengan kenaikan atau
 penurunan harga yang sangat cepat , terdapat risiko menilai terlalu rendah
atau terlalu tinggi jika bobot yang diberikan kepada data historis terlalu
 besar atau jika dibuat asumsi mengenai pasar di masa depan yang tidak
terjamin atau tidak wajar. Dalam kedaaan demikian, penilai harus secara
 berhati-hati menganalisis dan menggambarkan tindakan dan perilaku pasar,
serta memastikan bahwa laporannya mengungkapkan semua hasil
 penyelidikan dan penemuannya.
6.10 konsep Nilai pasar juga menganggap bahwa dalam transaksi Nilai Pasar suatu
aset atau properti akan ditawarkan secara bebas dan cukup lama di pasar dan
dengan publikasi yang cukup pula. Penawaran ini dianggap dilaksanakan
sebelum tanggal penilaian. Pasar untuk real properti serta personal properti
 berwujud biasanya berbeda dengan pasar untuk jenis properti lainnya seperti
saham, obligasi atau aset lancer lainnya. Properti tersebut biasanya lebih jarang
terjual dan pasarnya pun cenderung kurang formal dan kurang efisien
dibandingkan, misalnya, dengan efek yang dicatatkan di bursa. Lebih lanjut,
 jenis properti ini biasanya kurang likuid. Karena alasan ini, dan karena real
 properti dan personal properti berwujud tidak biasanya diperdagangkan di bursa,
 Nilai Pasarnya harus mempertimbangkan penawaran yang memadai dan cukup
waktu sehingga pemasaran yang layak dan penyelesaian negosiasi dapat
terlaksana.
6.11 Properti penghasil pendapatan yang dimiliki sebagai investasi jangka panjang
oleh perusahaan properti, dana pensiun, atau pemilik yang sejenis, biasanya
dinilai dengan dasar penjualan aset secara individu dan terencana. Nilai total atas
aset tersebut yang dianggap akan diperlakukan sebagai portofolio atau suatu
kesatuan kelompok aset dapat lebih besar, atua lebih kecil dari jumlah total Nilai
Pasar masing-masing aset.
6.12 Setiap penilaian harus merujuk pada maksud dan tujuan penilaian. Sebagai
tambahan pada persyaratan laporan penilaian lainnya, penilai harus jelas
menggolongkan menurut jenis aset jika tujuan penilaian adalah untuk pelaporan
keuangan.
Dalam Kondisi luar biasa, hasil estimasi Nilai Pasar dapat dinyatakan sebagai
 jumlah negatif. Situasi yang memungkinkan keadaan tersebut diantaranya
 properti sewa, properti khusus lainnya, properti dalam kondisi using dimana
 biaya pembakarannya melampaui nilai tanah, properti yang terkontaminasi , dan
lain-lain. Nilai negatif harus dilaporkan terpisah dari nilai positif dan penilai
har us tidak melaporkan kepentingan ini sebagai “Nilai Nol” ataupun “Tidak
Bernilai”.
6.13 Dalam Penilaian Properti dengan dasar Nilai Pasar untuk dipindahkan, lebih
diutamakan penilaian dari suatu bagian properti yang dapat dipindahkan (tidak
termasuk tanah), yang untuk beberapa bagian yang tidak dapat dipindahkan,
tidak mempunyai nilai manfaat apabila dibongkar atau hilangnya sejumlah biaya
(misalnya; pondasi, material dari bangunan yang dibongkar dan tidak bermanfaat
lagi, biaya instalasi, dll) merupakan faktor pengurang dalam proses penilaian
6.14  Nilai Sewa Pasar dapat digunakan sebagai dasar nilai ketika menilai sewa atau
kepentingan yang dihasilkan dari sewa. Dalam kasus seperti ini, adalah penting
untuk mempertimbangkan sewa kontraktual , dan apabila berbeda, sewa pasar.
6.15 Kerangka Konseptual yang mendukung definisi Nilai Pasar Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya pada butir 3.2 huruf a-I dapat diterapkan untuk membantu
interpretasi Nilai Sewa Pasar. Secara Khusus, Jumlah yang diestimasikan
mengecualikan kenaikan atau penurunan sewa yang diakibatkan oleh persyaratan
, pertimbangan, atau konsensi khusus. Persyaratan sewa yang wajar adalah
 persyaratan yang umumnya disetujui di pasar untuk jenis properti tersebut pada
tanggal penilaian di antara pelaku pasar. Indikasi sewa Pasar seharusnya hanya
diberikan sesuai dengan indikasi dari persyaratan sewa principal yang telah
diasumsikan.
6.16 Sewa Kontraktual adalah sewa yang dibayarkan berdasarkan persyaratan sewa
yang sebenarnya (aktual). Sewa ini dapat bersifat tetap selama durasi masa sewa
akan dituangkan dalam kontrak sewa dan harus diindentikasikan dan dipahami
untuk dapat menentukan total manfaat yang dinikmati oleh pemilik sewa dan
kewajiban dari penyewa.
6.17 Dalam beberapa situasi Nilai Sewa pasar mungkin harus ditentukan berdasarkan
 persyaratan sewa eksisting (misalnya untuk tujuan penentuan sewa dimana
 persyaratan sewa eksisting berlaku dan karenanya tidak dapat diasumsikan
sebagai bagian dari sewa hipotetis)
6.18 Dalam menghitung Nilai Sewa Pasar, Penilai harus mempertimbangkan hal-hal
 berikut :
a) Dalam kaitannya dengan sewa pasar yang terkait dengan kontrak sewa,
 persyaratan dan kondisi di dalam kontrak tersebut adalah persyaratan
kontrak yang wajar kecuali persyaratan dan kondisi tersebut illegal dan
 berlawanan dengan legislasi yang menaunginya
 b) Dalam kaitannya dengan Sewa Pasar yang tidak terkait dengan kontrak
sewa, persyaratan dan kondisi yang diasumsikan adalah persyaratan dari
kontrak hipotetis yang pada umumnya terdapat di pasar untuk jenis properti
 pada tanggal penilaian di anatara pelaku pasar.
6.19 Untuk menentukan opini Nilai Sewa Pasar , dalam hal tidak terdapat
 persyaratansewa-menyewanya yang spesifik atau kondisi lain yang relevan
dalam suatu penilaian , asumsi tentang jangka waktu sewa dan kondisi penting
lainnya harus dibuat berdasarkan kenyataan yang terjadi di Pasar.
6.20  Nilai ini biasanya digunakan dalam penilaian real properti atau personal properti
 berwujud.

7.0 Syarat Pengungkapan


7.1 laporan penilaian tidak boleh menyesatkan. Penilaian yang dilaksanakan untuk
estimasi dan pelaporan Nilai Pasar harus memenuhi pernyataan standar pada
SPI 101 butir 5.0 Laporan harus memuat definisi Nilai Pasar sebagaimana diatur
dalam SPI ini, bersama-sama dengan rujukan khusus atas bagaimana aset dilihat
dari segi kegunaannya dan penggunaan tertinggi dan terbaik (HBU) serta
 pernyataan atas semua asumsi penting.
7.2 Dalam membuat estimasi Nilai Pasar, Penilai harus merujuk kepada SPI 101
 butir 5.1
7.3 Meskipun konsep, penggunaan dan penerapan istilah nilai alternative dapat
dipergunakan dalam keadaan tertentu, penilai harus memastikan bahwa jika
seandainya jenis nilai yang lain diestimasikan dan dilaporkan, maka nilai-nilai
tersebut tidak boleh dianggap sebagai representasi Nilai Pasar
7.4 Jika Penilaian dibuat oleh penilai Internal, yaitu penilai yang bekerja pada
 perusahaan atau instansi yang merupakan pemilik/penguasa aset yang dinilai
atau akuntan yang merupakan auditor perusahaan yang bersangkutan, maka
hubungan yang demikian harus diungkapkan dalam laporan.

8.0 Ketentuan Penyimpangan


8.1 Penyimpangan terhadap standar ini harus dibuat sesuai dengan pedoman

9.0 Kutipan dan tanggal berlaku


9.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 101 –   Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai
9.2 SPI 101 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Februari 2019.
Standar Penilaian Indonesia 102
(SPI 102)
Dasar Nilai Selain Nilai Pasar
Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam
Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan
1.1 Tujuan dari SPI 102 ini adalah mengidentifikasi dan menjelaskan dasar nilai
selain dari Nilai Pasar serta menetapkan dasar penerapannya, dan kemudian,
membedakannya dengan Nilai Pasar.
1.2 Meskipun sebagian besar penilaian melibatkan Nilai Pasar, terdapat keadaan-
keadaan yang membutuhkan Dasar Nilai selain Nilai Pasar. Adalah penting baik
 bagi Penilai maupun para pengguna jasa penilaian untuk memahami secara jelas
 perbedaan antara penilaian yang berdasarkan Nilai Pasar dan selain Nilai Pasar,
serta dampak (jika ada) yang diakibatkan oleh perbedaan konsep-konsep
tersebut terhadap penerapannya dalam penilaian.
1.3 Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dan atau kerancuan di antara
Penilai dan pengguna jasa penilaian sehubungan dengan penggunaan dan
 penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Penilai yang bertanggungjawab untuk
menetapkan SPI ini, harus memastikan bahwa dasar-dasar yang tepat telah
dipilih dengan menggunakan semua cara yang wajar untuk meningkatkan
 pemahaman para pengguna penilaian, dan menghindari keadaan yang dapat
menyesatkan masyarakat, serta menyatakan estimasi yang didukung di dalam
laporan secara obyektif.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 SPI ini mengemukakan dan menjelaskan Dasar Nilai selain Nilai Pasar untuk
 penilaian aset dan/atau liabilitas.

3.0 Definisi
3.1  Nilai Asuransi (Insurable Value)
 Nilai asuransi adalah nilai aset sebagaimana yang diatur berdasarkan kondisi-
kondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan
dalam definisi yang jelas dan terinci.
 Nilai asuransi dapat berupa Nilai Pembangunan Kembali (lihat SPI 102 butir
3.7) atau nilai dalam kondisi apa adanya (indemity value).
3.2  Nilai dalam Penggunaan (Value in Use)
 Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu aset bagi
 penggunaan tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak
 berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang
diberikan oleh aset tertentu kepada badan usaha dimana aset tersebut merupakan
 bagian dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi
dari aset tersebut, atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya.
Definisi akuntansi dari Nilai dalam Penggunaan adalah nilai kini dari estimasi
aliran kas yang diharapkan untuk didapat dari penggunaan berkelanjutan atas
suatu aset dan dari penjualannya di akhir umur penggunaannya.
3.3  Nilai Investasi (Investment Value)
a)  Nilai Investasi adalah nilai dari suatu aset bagi pemilik atau calon pemilik
untuk investasi individu atau tujuan operasional.
 b)  Nilai ini merupakan Dasar Nilai yang spesifik dari entitas. Meskipun nilai
dari suatu aset bagi pemilik mungkin sama dengan jumlah yang dapat
direalisasikan dari penjualan kepada pihak lain, Dasar Nilai ini
mencerminkan manfaat yang diterima oleh entitas yang mempunyai aset,
dalam hal ini tidak selalu melibatkan pertukaran hipotetis. Nilai Investasi
mencerminkan keadaan dari tujuan keuangan dari entitas yang dinilai. Hal
ini sering digunakan untuk mengukur kinerja investasi.
3.4  Nilai Khusus (Special Value)
a)  Nilai Khusus adalah sejumlah uang yang mencerminkan atribut tertentu
dari aset yang hanya berlaku bagi pembeli khusus dan bukan pasar secara
keseluruhan.
 b) Pembeli Khusus adalah pembeli tertentu atas suatu aset tertentu dimana
 baginya aset memiliki nilai khusus, karena adanya manfaat yang timbul atas
kepemilikannya, dan tidak tersedia bagi pembeli lain di pasar.
Jika Penilai memberikan opini Nilai Khusus, maka harus dilaporkan dan
dibedakan dengan jelas dari Nilai Pasar.
3.5  Nilai Likuidasi (Liquidation Value)
a)  Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin direalisasikan saat
sebuah atau sekelompok aset dialihkan secara satu per satu (piecemeal
 basis).
Dasar Nilai di atas digunakan dalam konteksi penilaian untuk kepentingan
likuidasi perusahaan.
 b)  Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan
suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi
 jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi,
 Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berniat menjual, dan
 pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak
menguntungkan penjual.
Definisi diatas berlaku untuk penilaian aset tetap yang umumnya berlaku
dalam konteks jaminan pembiayaan dan lelang aset.
Penilai harus menyatakan Dasar Nilai ini sebagai indikasi Nilai Likuidasi
Dasar. Dasar Nilai ini seharusnya hanya dapat diberikan dalam hal
terjadinya kredit macet atau gagal bayar pembiayaan.
c) Indikasi Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali (Liquidation Value in
Place in Use) adalah perkiraan jumlah uang yang diperhitungkan akan dapat
diperoleh dari suatu transaksi jual beli properti/fasilitas yang berhenti,
dalam waktu yang terbatas ketika penjual terpaksa untuk menjual dan
sebaliknya pembeli tidak terpaksa untuk membeli, dengan asumsi seluruh
aset/fasilitas akan dijual secara utuh untuk diteruskan kembali sesuai
dengan penggunaannya.
3.6  Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use)
 Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada adalah Nilai Pasar dari suatu aset
 berdasarkan kelanjutan dari penggunaan yang ada, dengan asumsi bahwa aset
tersebut dapat dijual di pasar terbuka untuk penggunaan yang ada saat itu, tetapi
tetap sesuai dengan definisi Nilai Pasar tanpa memperhitungkan apakah
 penggunaan yang ada menggambarkan penggunaan tertinggi dan terbaik dari
aset tersebut.
3.7  Nilai Pembangunan Kembali (Reinstatement Value)
 Nilai Pembangunan Kembali adalah biaya yang diperlukan untuk
menggantikan, memperbaiki, atau membangun kembali aset ke kondisi yang
secara substansial sama dengan, tetapi tidak lebih baik atau lebih ekstensif dari
kondisi baru.
 Nilai ini biasanya digunakan untuk kepentingan asuransi.
3.8  Nilai Penggantian Wajar
 Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang
didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan
memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan
adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud.
3.9  Nilai Potensial (Potential Value)
 Nilai Potensial adalah nilai yang terkait dengan suatu rencana investasi yang
akan menentukan harga maksimum untuk kepentingan khusus dari investor
sebagai adanya kemauan untuk membayar suatu rencana investasi. Nilai
Potensial tidak sama dengan Nilai Pasar karena adanya asumsi khusus, tetapi
SPI ini tidak membatasi Penilai untuk mengeluarkan Nilai Potensial
 berdasarkan asumsi khusus. Bagaimanapun, asumsi khusus yang mendasari
 Nilai Potensial harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam laporan penilaian
dan setiap referensi yang dipublikasikan. Laporan tersebut harus memuat
sebuah pernyataan bahwa Nilai Potensial bukan merupakan Nilai Pasar.
3.10  Nilai Realisasi Bersih (Net Realisable Value)
a)  Nilai Realisasi Bersih adalah perkiraan harga jual beli suatu aset dalam
suatu usaha yang berjalan sebagaimana biasa, dikurangi biaya penjualan
dan biaya penyelesaian. Dengan demikian, Nilai Realisasi Bersih adalah
sama dengan Nilai Pasar dikurangi biaya penjualan hanya jika semua
 persyaratan definisi Nilai Pasar telah dipenuhi. Terutama hal ini mencakup
adanya waktu yang cukup bagi terjadinya transaksi Nilai Pasar. Nilai Pasar
 biasanya merupakan jumlah kata, atau lebih tepat, “nilai nominal’ (face
value) sebelum pengurangan biaya-biaya penjualan.
 b) Bilamana sebuah nilai diambil untuk tanggal yang akan datang, tanggal
yang akan datang tersebut harus dinyatakan dan opini dituangkan tentang
apakah tanggal tersebut memungkinkan periode yang wajar untuk
 pemasaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat dari properti dan
kondisi pasar. Bilamana tanggal yang akan datang tidak memungkinkan
 periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, Penilai harus
menggunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih Terbatas”. Bilamana
tanggal yang akan datang memungkinkan periode yang wajar untuk
 pemasaran yang layak, Penilai harus menggunakan istilah “Estimasi Nilai
Realisasi Bersih Terbatas”. Bilamana tanggal yang akan datang
memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak,
digunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih” dan pernyataan yang
 jelas harus dibuat bahwa hal ini berbeda dengan asumsi Nilai Pasar.
c)  Nilai Realisasi Bersih akan dihitung sebelum pembayaran pajak pengalihan
aset selain dari biaya dokumentasi penjualan. Bilamana digunakan jumlah
setelah perhitungan pajak, Penilai harus menambahkan kata- kata “setelah
 pajak” dan harus memberikan pernyataan yang jelas tent ang dasar-dasar
 perhitungan pajak.
3.11  Nilai Realisasi Bersih Terbatas (Net Restricted Realisable Value)
 Nilai Realisasi Bersih Terbatas adalah Nilai Realisasi Bersih berdasarkan
 penyelesaian di masa mendatang dan tanggal yang akan datang tidak
memungkinkan waktu yang cukup untuk penawaran yang layak dengan
mempertimbangkan sifat properti dan kondisi pasar.
3.12  Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan
Operasional (Net Realisation Value for the Existing Use as an Operational
Entity)
a)  Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan
Operasional adalah perkiraan harga jual dari suatu aset dalam suatu usaha
yang berjalan normal, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian
dengan asumsi bahwa aset akan terus digunakan sebagai kesatuan
operasional.
 b) Apabila kondisi atau pembatasan tertentu diterapkan, Penilai harus
menjelaskan bahwa nilai tersebut adalah Nilai Realisasi Bersih Terbatas
untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional dan harus
menyatakan pembatasan yang digunakan di dalam laporan. Pembatasan-
 pembatasan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut :
1. Penyelesaian akan terjadi pada satu tanggal yang akan datang yang
ditentukan oleh Pemberi Tugas (dan dicatat dalam laporan) yang tidak
memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak
dengan mempertimbangkan sifat dari aset dan kondisi pasar pada saat
itu;
2. Rekening atau catatan penjelasannya (atau bagian darinya) tidak akan
tersedia atau tidak dapat digunakan oleh calon pembeli;
3. Kegiatan usaha berhenti atau dihentikan;
4. Barang inventaris dan atau mesin dan peralatan telah dipindahkan atau
sebagian dipindahkan. Dalam kasus demikian, barang-barang yang
dipindahkan tersebut atau pemindahannya harus dinyatakan;
5. Lisensi, atau perizinan yang dibutuhkan hilang atau dicabut, atau
 bermasalah, atau perlu diperpanjang;
6. Properti yang telah rusak atau dirusak hingga berada dalam kondisi
kerusakan yang serius.
3.13  Nilai Sekrap (Scrap Value)
 Nilai Sekrap adalah perkiraan jumlah uang yang akan diperoleh dari transaksi
 jual beli dari bagian-bagian /material suatu aset (tidak termasuk tanah) dan tidak
untuk suatu kegunaan yang produktif.
3.14  Nilai Sewa (Rental Value)
 Nilai Sewa adalah perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari penyewaan
suatu aset pada tanggal penilaian, antara pemilik yang berminat menyewakan
dan penyewa yang berminat menyewa sesuai persyaratan sewa yang berlaku di
antara kedua belah pihak.
a)  Nilai Sewa adalah istilah yang digunakan bila perjanjian/persyaratan sewa
menyewa doketahui, dinyatakan atau diasumsikan, dan persyaratan tersebut
 berbeda dengan persyaratan yang diasumsikan dalam definisi Nilai Sewa
Pasar (lihat di dalam SPI 101 butir 3.6).
 b) Pada semua kasus yang Nilai Sewa-nya dilaporkan, Penilai harus
menyatakan persyaratan atau kondisi sewa menyewa yang faktual atau
asumsi sewa-menyewa yang menjadi dasar penentuan Nilai Sewa.
c) Bilamana sebuah properti dikuasai atas dasar sewa atau disewakan, Nilai
Sewa harus ditentukan berdasarkan persyaratan sewa menyewa tersebut
tanpa penyesuaian apapun.
3.15  Nilai Sisa (Salvage Value)
 Nilai Sisa adalah nilai suatu properti , tanpa nilai tanah, seperti jika dijual secara
terpisah untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk
 penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan
khusus.
 Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya
 penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung
dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net realisable value). Dalam
setiap analisis, komponen-komponen yang termasuk atau tidak termasuk
hendaknya diidentifikasi.
3.16  Nilai Sinergi
 Nilai Sinergi adalah nilai yang timbul karena adanya kombinasi dari dua atau
lebih aset kepentingan, dimana nilai gabungan lebih besar dari penjumlahan
nilai-nilai yang terpisah. Jika sinergi hanya berlaku untuk satu pembeli tertentu
maka Nilai Sinergi akan berbeda dengan Nilai Pasar, karena Nilai Sinergi akan
mencerminkan atribut tertentu dari aset yang hanya memiliki nilai bagi pembeli
tertentu.
 Nilai Penggabungan (Marriage Value) merupakan tambahan nilai diatas nilai
hasil penggabungan dua atau lebih hak atas properti.
3.17  Nilai Wajar
 Nilai Wajar adalah harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan
untuk pengalihan liabilitas dalam transaksi yang teratur diantara pelaku pasar
 pada tanggal pengukuran.
a) Definisi Nilai Wajar diatas adalah sesuai dengan definisi dalam PSAK 68.
Dalam SPI ini, definisi Nilai Wajar untuk tujuan pelaporan keuangan adalah
sesuai dengan persyaratan standar akuntansi yang berlaku (lihat SPI 201  – 
Penilaian untuk Pelaporan Keuangan).
3.18  Nilai Wajar Khusus
Harga yang diestimasikan dari pengalihan suatu aset atau liabilitas, untuk pihak
yang berbeda pendapat sesuai dengan kepentingannya.
Selain itu SPI mengakui Dasar Nilai lain yang berasal dari Standar Penilaian
Internasional (IVS 2017) yaitu :
3.19  Nilai Ekuitabel (Equitable Value)
Harga yang diestimasikan dari pengalihan suatu aset atau liabilitas, diantara
 para pihak yang memahami dan berminat sesuai dengan kepentingannya.

4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi


4.1 SPI 201  –   Penilaian untuk Pelaporan Keuangan harus dipahami berkaitan
dengan standar ini.
4.2 Tujuan pelaporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi internasional
adalah untuk menggambarkan secara wajar hasil operasional dan kondisi
keuangan perusahaan. Jadi, standar akuntansi itu sendiri tidak ditujukan untuk
menilai suatu perusahaan. Untuk rujukan lebih lanjut, lihat di dalam SPI 201.
4.3 Standar akuntansi memberikan tata cara yang diperlukan agar penilaian
terhadap aset tetap (dan aset lainnya) tercermin di dalam catatan dan laporan
keuangan perusahaan. Standar tersebut berlaku terhadap penilaian pasar yang
ada dan dasar lain yang bertumpu pada konvensi biaya perolehan.
4.4 Standar penilaian yang berlaku untuk digunakan dalam laporan keuangan
tercakup dalam SPI 201 (SPI 102 menjelaskan Dasar Nilai selain Nilai Pasar
yang secara umum tidak berlaku untuk tujuan pelaporan keuangan). Khususnya,
Dasar Nilai non-pasar yang membahas aokasi nilai di antara aset-aset harus
dibedakan dari, dan tidak dirancukan dengan, estimasi Nilai Pasar.
4.5 Biaya pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost  –   DRC)
melupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk
menentukan indikasi nilai dengan menghitung Biaya Reproduksi Baru atau
Biaya Pengganti Baru dari aset dikurangi dengan penyusutan fisik dan segala
 bentuk keusangan.

5.0 Pernyataan Standar


5.1 Sebelum melaksanakan suatu tugas penilaian yang berkaitan dengan kaidah
selain dari Nilai Pasar, seorang Penilai harus :
a) Mengidentifikasi secara tepat masalah yang akan ditangani dan memastikan
 bahwa pelaksanaan tugas tersebut tidak akan mengakibatkan timbulnya
suatu kesimpulan yang menyesatkan atau tidak sesuai dengan keadaannya.
 b) Memiliki pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang memadai untuk
menyelesaikan tugas sesuai dengan SPI ini dan prinsip dalam penilaian
lainnya yang diterima secara umum; atau sebagai alternatif :
5.5 Kaji Ulang Penilaian
a) laporan kaji ulang penilaian harus disusun sebagaimana yang diatur SPI
107.
 b) Sebagian pemenuhan yang disampaikan dalam butir 5.5.a) secara eksplisit
termasuk dalam laporan atau sebagai bagian dari dokumen pendukung
lainnya (perjanjian penugasan, Lingkup Penugasan, Standar Pengendalian
Mutu dari kantor/instansi).

6.0 Pembahasan
6.1 Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta
tidak menimbulkan kesalahpahaman
6.2 Konteks dimana kesimpulan penilaian dilaporkan adalah sama penting dengan
dasar dan akurasi kesimpulan nilai itu sendiri. Kesimpulan nilai seharusnya
didasarkan pada referensi dari fakta pasar dan prosedur serta alasan yang
mendukung kesimpulan
6.3 Mengkomunikasikan jawaban dari pertanyaan penilaian dalam sebuah sikap
yang logis dan konsisten membutuhkan sebuah pendekatan metodologikal yang
memungkinkan pengguna memahami proses yang dilakukan dan relevansinya
terhadap kesimpulan
6.4 Laporan seharusnya mengarahkan pembaca agar benar-benar mengerti opini
yang dikemukakan oleh Penilai dan juga sekaligus dapat dibaca dan dipahami
oleh seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang properti secara
memadai
6.5 Laporan seharusnya menyajikan kejelasan, transparansi, dan pendekatan yang
konsisten
6.6 Penilai seharusnya berhati-hati sebelum mengizinkan hasil penilaiannya untuk
digunakan selain untuk tujuan yang semula telah disetujui.

7.0 Syarat Pengungkapan


7.1 Jika penilaian dibuat oleh seorang Penilai Internal, pengungkapan khusus harus
dicantumkan dalam laporan penilaian mengenai keberadaan dan sifat hubungan
antara Penilai dan pihak pemilik/penguasa aset.
7.2 Jika seorang Penilai dalam penugasan penilaian memiliki kapasitas lebih dari
seorang Penilai, seperti berperan sebagai agen independen atau imparsial,
konsultan atau penasehat bagi suatu perusahaan, atau sebagai perantara
(mediator), Penilai harus menyebutkan peran khusus yang disandangnya dalam
tiap penugasan tersebut.
7.3 Penilai harus mengungkapkan setiap penyimpangan dari standar ini untuk
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8.0 Ketentuan Penyimpangan


8.1 Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat memenuhi
 persyaratan bahwa setiap laporan penilaian menyatakan secara jelas dan akurat
kesimpulan penilaian dan mengungkapkan secara jelas semua asumsi, dan
asumsi khusus yang memengaruhi penilaian dan kesimpulan nilai.
8.2 Jika Penilai diminta untuk melaksanakan penugasan yang menyimpang dari
 persyaratan ini atau mengakibatkan dilaksanakannya pekerjaan yang kurang
dari atau berbeda dengan yang lazim dilaksanakan dengan memenuhi SPI dan
KEPI, Penilai hanya dapat menerima dan melaksanakan penugasan tersebut
apabila kondisi di bawah ini dipenuhi:
a) Penilai menentukan bahwa instruksi tersebut tidak akan cenderung
menyesatkan pengguna laporan penilaian;
 b) Penilai menentukan bahwa penilaian tidak menjadi sangat terbatas yang
membuat hasil penilaian tidak lagi dapat dipercaya dan andal untuk tujuan
yang diharapkan dan penggunaan dari penilaian;
c) Penilai memberi masukan kepada Pemberi Tugas bahwa instruksi yang
diberikan merupakan penyimpangan dari SPI yang harus diungkapkan
sepenuhnya dalam Laporan Penilaian
8.3 Dalam segala kondisi yang melibatkan penyimpangan dari pelaporan Nilai
Pasar, Penilai harus mengidentifikasi dengan jelas bahwa penilaian yang
dilaporkan adalah berbeda dengan Nilai Pasar.
9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku
9.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 105  –  Pelaporan Penilaian.
9.2 SPI 105 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Februari 2019.
Standar Penilaian Indonesia 106
(SPI 106)
Pendekatan dan Metode Penilaian
Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam
Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian merupakan tahapan yang harus
dilewati Penilai sebelum kesimpulan dan opini nilai dihasilkan. Pemilihan
 pendekatan penilaian yang sesuai sangat bergantung kepada pertimbangan
seperti tujuan dan Dasar Nilai yang ditetapkan, tersedianya informasi dan data
masukan penilai dan metode atau teknis yang diterapkan oleh pelaku pasar yang
relevan.
1.2 Proses pelaksanaan implementasi salah satunya berisikan pendekatan penilaian
setelah tahapan investigasi dilakukan. Hasil investigasi yang diperoleh Penilai
akan diproses melalui analisis berdasarkan pasar atau kewajaran data yang
digunakan, dan selanjutnya data dimaksud akan dijadikan dasar inputan atau
data masukan penilaian dalam penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian.
1.3 Dalam pemenuhan hasil penelitian yang dapat diyakini dan dipercaya,
 penerapan Pendekatan Penilaian maupun metode yang digunakan sudah
seharusnya didasari kepada suatu pedoman yang terstandar secara konsisten.
Untuk itu, dibutuhkan standar penilaian yang dapat dijadikan prinsip dalam
 pengaplikasian Pendekatan dan Metode Penilaian yang digunakan.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 SPI ini sebagai bagian yang tidak terlepas dari tahapan implementasi yang diatur
dalam SPI 04, sehingga secara bersamaan berlaku untuk kepada semua
 penugasan penilaian;
2.2 Penilai harus memilih pendekatan dan metode penilaian yang tepat dan sesuai.
Selain mendasari pemilihan pendekatan dan metode penilaian sesuai yang diatur
dalam standar ini, dan secara bersamaan Penilai seharusnya melihat metode dari
 pengatuan yang ada dalam Standar Teknis.
2.3 Standar ini berhubungan dengan beberapa standar teknis lainnya pada seri 300.
3.0 Definisi
3.1 Depresiasi  merujuk kepada penyesuaian yang diperhitungkan untuk
mengestimasi biaya pembuatan aset dengan utilitas yang setara guna
merefleksikan dampak terhadap nilai dari berbagai keusangan yang
mempengaruhi aset yang dinilai.
3.2 Metode Biaya Pengganti, Metode yang mengindikasikan nilai dengan
menghitung biaya untuk membuat aset yang serupa dengan utilitas yang setara.
3.3 Metode Biaya Reproduksi, Metode yang mengindikasikan nilai dengan
menghitung biaya untuk membuat replika aset.
3.4 Metode Diskonto Arus Kas (DFC), arus kas yang diproyeksikan
didiskontokan kembali ke tanggal penilaian, menghasilkan nilai kini dari aset.
3.5 Metode Penjumlahan, Metode yang menghitung nilai aset dengan
menjumlahkan nilai dari setiap bagian komponennya.
3.6 Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa   menggunakan
informasi dari pembanding aset yang diperdagangkan di bursa yang sama atau
sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai.
3.7 Metode Perbandingan Data Pasar  yaitu menggunakan informasi dari
transaksi yang melibatkan aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai
untuk mendapatkan indikasi nilai.
3.8 Model Pertumbuhan Konstan/ Gordon Growth Model , Model pertumbuhan
konstan mangasumsikan aset tumbuh (menurun) pada tingkat yang konstan
selamanya.
3.9 Nilai Terminal, nilai pada akhir periode proyeksi eksplisit dari semua arus kas
 proyeksi yang tersisa Nilai Terminal dari beberapa aset mungkin sedikit
 berhubungan atau tidak ada hubungan sama sekali dengan arus kas yang
mendahuluinya. Nilai Terminal dapat berupa nilai sisa/biaya pelepasan.
3.10 Pendekatan Biaya memberikan indikasi nilai menggunakan prinsip ekonomi
 bahwa pembeli akan membayar aset tidak lebih dari biaya untuk mendapatkan
aset dengan utilitas yang sama, baik melalui pembelian atau dengan pembuatan
konstruksi dengan mengecualikan faktor-faktor seperti waktu yang tidak
semestinya, ketidaknyamanan, risiko atau faktor-faktor lainnya.
3.11 Pendekatan Pendapatan memberikan indikasi nilai dengan mengkonversi arus
kas masa denpan menjadi satu nilai saat ini. Pada Pendekatan Pendapatan, nilai
aset ditentukan dengan referensi kepada pendapatan arus kas atau penghematan
 biaya yang dihasilkan aset.
3.12 Pendekatan Pasar  memberikan indikasi nilai dengan membandingkan aset
dengan aset lainnya yang identik atau sebanding dimana terdapat informasi
harga.
3.13 Tingkat diskonto, tingkat pengembalian yang digunakan untuk
mendiskontokan proyeksi arus kas yang merefleksikan nilai waktu dari uang,
resiko terkait dengan jenis arus kas dan operasional masa depan dari aset.
3.14 Definisi lain yang terikat dengan standar ini dapat dilihat dalam Daftar Istilah
(Glossary).

4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi


SPI ini memberikan pedoman mengenai penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian
yang harus dijalankan oleh Penilai dan berlaku juga dalam penilaian untuk tujuan
 pelaporan keuangan terkait dengan akuntansi Nilai Wajar dan nilai lainnya yang
merujuk kepada standar yang berlaku.

5.0 Persyaratan Standar


5.1 Penilai harus memberikan pertimbangan dalam menentukan pendekatan
penilaian yang relevan dan tepat. Ketiga pendekatan yang dijelaskan dan
ditentukan dibawah ini adalah pendekatan utama yang digunakan dalam
 penilaian. Kesemuanya didasarkan kepada prinsip-prinsip ekonomi dalam
 penilaian meliputi keseimbangan harga, antisipasi dan substitusi. Secara prinsip
 pendekatan penilaian terdiri dari :
a) Pendekatan Pasar
 b) Pendekatan Pendapatan, dan
c) Pendeatan Biaya.
5.2 Setiap pendekatan penilaian ini memiliki berbagai metode penerapan yang
 berbeda dan terinci
5.3 Tujuan pemilihan pendekatan dan metode penilaian untuk aset adalah
mendapatkan metode yang paling sesuai dalam keadaan tertentu. Tidak ada satu
metode khusus yang sesuai di setiap situasi yang ada. Proses pemilihan,
seharusnya mempertimbangkan, paling tidak :
a) Dasar dan premis nilai yang sesuai, ditentukan oleh persyaratan dan
tujuan penugasan penilaian,
 b) Kekuatan dan kelemahan dari pendekatan dan metode penelitian yang
mungkin diterapkan,
c) Kesesuaian dari setiap metode dilihat dari karakteristik aset, dan
 pendekatan atau metode yang umum digunakan oleh pelaku pasar dalam
 pasar yang relevan, dan
d) Ketersediaan dari informasi yang andal yang dibutuhkan dalam
 penerapan metode atau beberapa metode.
5.4 Penilai tidak diharuskan untuk menggunakan lebih dari satu pendekatan
dan/atau metode dalam penilaian, khususnya apabila Penilai memiliki tingkat
keyakinan yang tinggi mengenai akurasi dan keandalan dari satu metode,
dengan mempertimbangkan fakta dan kondisi dari penugasan penilaian.
 Namun demikian, apabila terdapat keterbatasan fakta atau data masukan yang
dapat diobservasi di pasar untuk penerapan satu metode dalam menghasilkan
kesimpulan yang dapat diandalkan, Penilai seharusnya mempertimbangkan
 penggunaan berbagai pendekatan dan metode, serta menggunakan lebih dari
satu pendekatan penilaian atau metode untuk mendapatkan indikasi nilai.
Apabila lebih dari satu pendekatan atau metode digunakan, atau bahkan
beberapa metode dalam satu pendekatan, kesimpulan nilai yang dihasilkan
dari pendekatan dan/atau metode tersebut seharusnya wajar dan proses
analisis serta rekonsiliasi dari beberapa indikasi nilai menjadi satu
kesimpulan tanpa melakukan ‘ averaging’ (merata-ratakan) dan
seharusnya dijelaskan Penilai di dalam laporan.
5.5 SPI ini membahas mengenai berbagai metode dalam Pendekatan Pasar,
Pendapatan, dan Biaya, namun tidak memberikan daftar lengkap dari seluruh
metode yang mungkin digunakan. Beberapa metode yang tidak dibahas dalam
SPI ini termasuk metode penentuan harga opsi ( Option Pricing method  –  OPM),
metode simulasi/ Monte Carlo, dan metode  probability-weighted expected-
return  (PWERM). Pemilihan metode yang sesuai untuk berbagai penugasan
penilaian merupakan tanggung jawab Penilai. Penggunaan metode yang
tidak dinyatakan dalam SPI dapat dinyatakan tepat memenuhi SPI sejauh
Penilai dapat memberikan referensi yang sesuai.
5.6 Apabila berbagai pendekatan dan/atau metode menghasilkan indikasi nilai
yang berbeda jauh, Penilai seharusnya melaksanakan prosedur untuk
memahami alasan perbedaan tersebut, dimana umumnya tidak tepat
untuk secara sederhana melakukan rata-rata tertimbang (weighting)
terhadap dua atau lebih indikasi nilai yang berbeda jauh. Dalam situasi
tersebut, Penilai seharusnya mempertimbangkan kembali petunjuk pada
butir 5.3 untuk menentukan apakah satu pendekatan/metode memberikan
indikasi yang lebih baik.
5.7 Penilai seharusnya memaksimalkan penggunaan informasi pasar yang
dapat diobservasi untuk ketiga pendekatan penilaian. Penilai harus
melaksanakan analisis yang sesuai untuk mengevaluasi data masukan dan
asumsi yang digunakan dalam penilaian serta kesesuaiannya untuk tujuan
penilaian, tanpa melihat sumber dari data masukan dan asumsi tersebut.
5.8 Walaupun tidak ada satu pendekatan atau metode yang dapat diterapkan dalam
semua kondisi, informasi harga dari pasar aktif umumnya dianggap sebagai
 bukti pasar terkuat. Beberapa Dasar Nilai seperti Nilai Pasar mungkin melarang
Penilai untuk membuat penyesuaian secara subyektif terhadap informasi
harga dari pasar aktif. Informasi harga dari pasar yang tidak aktif
mungkin masih merupakan bukti pasar yang dapat diterima, penyesuaian
secara subyektif diperbolehkan namun dengan dasar yang wajar dan
diungkapkan dalam laporan penilaian.

6.0 Pembahasan
6.1 Pendekatan Pasar
a) Pendekatan Pasar memberikan indikasi nilai dengan membandingkan aset
dengan aset lainnya yang identik atau sebanding dimana terdapat
informasi harga.
 b) Pendekatan Pasar seharusnya diterapkan dan diberikan bobot signifikan
dalam kondisi berikut :
1. Aset yang dinilai baru saja dijual dalam transaksi yang sesuai
untuk pertimbangan yang terdapat dalam Dasar Nilai yang
digunakan,
2. Aset yang dinilai atau aset yang secara langsung substansial
sejenis diperdagangkan di publik secara aktif, dan/atau
3. Terdapat beberapa transaksi dan/atau transaksi terkini yang dapat
diobservasi untuk aset yang secara substansial sejenis.
c) Jika kondisi dalam butir 6.1.b) di atas tidak terpenuhi, maka terdapat
 beberapa kondisi tambahan yang menyebabkan Pendekatan Pasar dapat
diterapkan dan mendapatkan bobot yang signifikan, dengan
mempertimbangkan apakah pendekatan lainnya dapat diterapkan dan
diberikan bobot untuk mendukung indikasi nilai dari Pendekatan Pasar:
1. Transaksi yang melibatkan aset yang dinilai atau aset yang secara
substansial sejenis tidak terjadi dalam kurun waktu belakangan ini
dengan mempertimbangkan tingkat volatilitas dan aktivitas di
 pasar.
2. Aset yang dinilai atau aset yang secara substansial sejenis
diperdagangkan di publik, tapi tidak secara aktif.
3. Informasi di transaksi pasar tersedia, namun aset sejenis memiliki
 perbedaan signifikan terhadap aset yang dinilai, dan berpotensi
membutuhkan penyesuaian yang subyektif.
4. Informasi dari transaksi terkini tidak dapat diandalkan (misalnya
dari informasi yang tidak dapat dikonfirmasi, pembeli sinergistik,
tidak bebas ikatan/arm’s-length , penjualan terpaksa/distressed ,
dan sebagainya).
5. Faktor utama yang mempengaruhi nilai aset adalah harga yang
dapat diperoleh dipasar daripada biaya reproduksi atau
kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan.
d) Sifat beberapa aset yang heterogen berarti seringkali tidak mungkn untuk
mendapatkan bukti transaksi yang identik atau mirip di pasar. Bahkan
dalam situasi dimana Pendekatan Pasar tidak digunakan, penggunaan data
masukan berbasis pasar seharusnya dimaksimalkan dalam penerapan
 pendekatan lainnya (misalnya tolak ukur penilaian berbasis pasar seperti
imbal hasil efektif - effective yield   dan tingkat pengambalian  –  rates of
return ).
e) Ketika informasi pasar pembanding tidak berhubungan dengan aset yang
sama atau secara substansial sejenis, Penilai harus melaksanakan analisis
 perbandingan kualitatif dan kuantitatif dari persamaan dan perbedaan di
antara aset pembanding dan aset yang dinilai. Seringkali diperlukan untuk
dilakukannya penyesuaian berdasarkan analisis komparatif ini.
Penyesuaian tersebut harus wajar dan Penilai harus mendokumentasikan
alasan untuk penyesuaian dan bagaimana hal tersebut dikuantifikasi.
f) Pendekatan Pasar seringkali menggunakan pengali pasar ( market
multiples ) yang didapatkan dari kumpulan data pembanding, masing-
masing dengan pengali yang berbeda. Pemilihan pengali yang sesuai
dalam kisaran tersebut membutuhkan pertimbangan, dengan
mempertimbangkan faktor kualitatif dan kuantitatif.
6.2 Metode dalam Pendekatan Pasar
Metode Perbandingan Data Pasar
a) Metode Perbandingan Data Pasar, dalam penilaian bisnis juga dikenal
sebagai Guideline Transaction Method   sedangkan dalam penilaian
 properti dikenal sebagai  Direct Comparison Method , yaitu
menggunakan informasi dari transaksi atau penawaran yang melibatkan
aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan
indikasi nilai.
 b) Ketika Perbandingan Data Pasar yang dipertimbangkan berkaitan
dengan aset yang dinilai, metode ini terkadang disebut sebagai metode
transaksi sebelumnya ( prior transaction method ).
c) Apabila hanya terdapat beberapa transaksi atau bahkan tidak terdapat
data transaksi yang dapat diandalkan (harga kuotasian), Penilai dapat
mempertimbangkan harga dari aset identik atau sejenis yang ditawarkan
untuk dijual, dengan syarat bahwa relevansi dari informasi ini
diungkapkan secara jelas, dengan syarat bahwa relevansi dari informasi
ini diungkapkan secara jelas, dianalisis secara kritikal dan
didokumentasikan. Metode ini juga dapat disebut sebagai comparable
listings method   dan seharusnya tidak digunakan sebagai satu-satunya
indikasi nilai, namun dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan
 bersama dengan metode lainnya. Pada kondisi dimana Penilai tidak
dapat menggunakan data lainnya, maka metode ini dapat diterima
sebagai satu-satunya metode dengan memberikan justifikasi dan alasan
yang memadai. Ketika mempertimbangkan penawaran jual atau beli,
 bobot yang diberikan kepada harga penawaran seharusnya
mempertimbangkan tingkat komitmen dan kondisi lainnya yang melekat
 pada harga serta berapa lama aset tersebut telah ditawarkan di pasar.
Sebagai contoh, penawaran yang mewakili komitmen yang mengikat
untuk membeli atau menjual aset pada harga tertentu dapat diberikan
 bobot yang lebih besar daripada harga yang dikutip tanpa adanya
komitmen yang mengikat.
d) Metode Perbandingan Data Pasar dapat menggunakan beragam variasi
dari bukti pembanding yang berbeda, juga dikenal sebagai unit
 perbandingan, yang membentuk basis dari perbandingan. Sebagai
contoh, beberapa dari berbagai unit perbandingan yang umum
digunakan dalam penilaian real properti adalah harga per meter persegi,
sewa per meter persegi dan tingkat kapitalisasi. Beberapa dari unit
 perbandingan yang umum digunakan dalam penilaian bisnis adalah
 pengali EBTIDA, pengali pendapatan bersih ( earnings ), pengali
 pendapatan (revenue) dan pengali nilai buku. Beberapa dari unit
 perbandingan yang umum digunakan dalam penilaian instrumen
keuangan adalah tolak ukur (satuan pengukuran) seperti  yield dan spread 
tingkat bunga. Unit perbandingan yang sama digunakan pelaku pasar
dapat berbeda antara berbagai kelas aset dan lintas industri serta
geografi.
e) Bagian dari Meode Perbandingan Data Pasar adalah matrix prioritas
yang terutama digunakan untuk menilai beberapa jenis instrumen
keuangan seperti efek berupa utang tanpa bergantung secara eksklusif
 pada harga kuotasian untuk efek tersebut secara spesifik, tetapi lebih
 bergantung kepada hubungan efek yang dinilai kepada efek kuotasian
yang menjadi tolak ukur dan atribut lainnya (seperti yield).
f) Beberapa langkah penting dalam metode Perbandingan Data Pasar
adalah :
1. Mengidentifikasi unit perbandingan yang digunakan oleh pelaku
 pasar pada pasar yang relevan.
2. Mengidentifikasi data transaksi atau penawaran pembanding yang
relevan dan menghitung tolak ukur utama penilaian ( key valuation
metrics ) pada data tersebut.
3. Melaksanakan analisis perbandingan yang konsisten terhadap
 persamaan dan perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara aset
 pembanding dengan aset yang dinilai.
4. Membuat penyesuaian yang diperlukan (jika ada) terhadap tolak
ukur utama penilaian untuk merefleksikan perbedaan antara aset
yang dinilai dengan aset pembanding (lihat butir 6.2.h).
5. Menerapkan tolak ukur utama penlaian yang disesuaikan terhadap
aset yang dinilai, dan
6. Apabila digunakan beberapa tolak ukur utama penilaian, maka
dapat dilakukan rekonsiliasi terhadap indikasi nilai.
g) Penilai seharusnya memilih data transaksi atau penawaran pembanding
dalam konteks berikut :
1. Bukti dari beberapa data transaksi lebih disarankan daripada hanya
satu transaksi atau kejadain. Dalam hal Penilai tidak memperoleh
data transaksi, Penilai dapat menggunakan beberapa data
 penawaran (lihat butir 6.2.c)).
2. Bukti dari data pembanding aset yang sangat mirip (idealnya
identik) memberikan indikasi nilai yang lebih baik daripada aset
dimana harga transaksi membutuhkan penyesuaian yang
signifikan.
3. Data transaksi yang terjadi lebih dekat dengan tanggal penilaian
lebih mewakili pasar pada tanggal tersebut daripada transaksi yang
terjadi lebih lama, terutama pada pasar yang cepat berubah.
4. Untuk sebagian besar Dasar Nilai, transaksi seharusnya bersifat
 bebas kepentingan (arm’s lenght ) di antara pihak-pihak yang tidak
terkait.
5. Informasi yang memadai mengenai transaksi seharusnya tersedia
untuk memungkinkan Penilai mengembangkan pemahaman yang
wajar atas aset pembanding dan mengkaji tolak ukur
 penilaian/bukti pembanding.
6. Informasi atas perbandingan data pasar seharusnya berasal dari
sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan, dan
7. Transaksi aktual memberikan bukti yang lebih baik dari pada
 penawaran atau transaksi yang belum terjadi.
h) Penilai seharusnya mengalanisis dan membuat penyesuaian untuk
 berbagai perbedaan material antara berbandingan data pasar dan aset
yang dinilai. Contoh dari perbedaan umum yang dapat mensyaratkan
adanya penyesuaian, antara lain:
1. Karakteristik fisik (umur, ukuran, spesifikasi, dan lain-lain)
2. Restriksi yang relevan baik untuk aset yang dinilai atau aset
 pembanding
3. Lokasi geografis (lokasi aset dan/atau lokasi aset paling mungkin
ditransaksikan/digunakan) beserta kondisi ekonomi dan peraturan
 perundagan yang berlaku,
4. Profitabilitas atau kapasitas menghasilkan keuntungan dari aset
5. Pertumbuhan historis dan yang diharapkan
6. Tingkat imbal hasil ( yield ) atau kupon,
7. Jenis kolateral (untuk instrumen keuangan)
8. Persyaratan yang tidak umum dalam perbandingan data pasar,
9. Perbedaan yang terkait dengan marketabilitas dan karakteristik
kontrol dari aset pembanding dan aset yang dinilai, dan
10. Karakteristik kepemilikan (misal bentuk hukum dari kepemilikan,
 jumlah presentase yang dimiliki).
Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa (Guideline Publicly-
 traded Comparable Method )
i) Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa ( Guideline
 Publicly-traded Comparable Method ) menggunakan informasi dari
 pembanding/aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai yang
diperdagangkan di bursa untuk mendapatkan indikasi nilai.
 j) Metode ini mirip dengan metode perbandingan data pasar. Namun
demikian, terdapat beberapa perbedaan dikarenakan pembanding berasal
dari aset yang diperdagangkan di bursa, yaitu :
1. Tolak ukur penilaian/bukti pembanding tersedia pada tanggal
 penilaian.
2. Informasi detail dari pembanding tersedia dalam dokumen publik
( public filings), dan
3. Informasi yang terdapat dalam dokumen publik dibuat dengan
mengacu kepada standar akuntansi yang dipahami dengan baik.
k) Metode ini seharusnya digunakan hanya jika aset yang dinilai memiliki
kemiripan yang cukup dengan aset pembanding yang diperdagangkan
dibursa untuk memungkinkan adanya perbandingan yang berarti.
l) Langkah kunci dalam metode pembanding perdagangan terbuka adalah:
1. Mengidentifikasi tolak ukur penilaian/bukti pembanding yang
digunakan pelaku pasar pada pasar yang relevan.
2. Mengidentifikasi pembanding perdagangan terbuka yang relevan
dan menghitung tolak ukur utama penilaian untuk transaksi
tersebut.
3. Melaksanakan analisis perbandingan yang konsisten terhadap
 persamaan dan perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara
 perdagangan terbuka pembanding dengan aset yang dinilai,
4. Membuat penyesuaian yang diperlukan, apabila ada, terhadap
tolak ukur utama penelitian untuk merefleksikan perbedaan antara
aset yang dinilai dengan perdagangan terbuka pembanding,
5. Menerapkan tolak ukur utama penelitian yang disesuaikan
terhadap aset yang dinilai, dan
6. Apabila digunakan beberapa tolak ukur penilaian, maka dapat
dilakukan rekonsiliasi terhadap indikasi nilai,
m) Penilai harus memilih perdagangan terbuka pembanding dalam konteks
 berikut :
1. Penggunaan beberapa perdagangan terbuka pembanding yang
sejenis lebih disarankan daripada hanya menggunakan satu
 perusahaan pembanding.
2. Bukti transaksi dari perusahaan pembanding (misalnya, dengan
segmen pasar yang sama, area geografis, ukuran pendapatan
dan/atau aset, tingkat pertumbuhan, margin profit, leverage,
likuiditas dan diversifikasi) memberikan indikasi nilai yang lebih
 baik daripada pembanding yang membutuhkan penyesuaian yang
signifikan.
3. Efek yang aktif diperdagangkan memberikan bukti yang lebih
 berarti daripada efek yang jarang diperdagangkan.
n) Penilai seharusnya menganalisis dan membuat penyesuaian untuk
 berbagai perbedaan material perdagangan terbuka pembanding
dan aset yang dinilai. Contoh dari perbedaan yang umum ditemui yang
membutuhkan penyesuaian, termasuk diantaranya:
1. Karakteristik perusahaan (lama beroperasi, ukuran perusahaan,
klasifikasi perusahaan, dan lain-lain).
2. Diskon dan premium yang relevan (lihat butir 6.2.q)).
3. Restriksi yang relevan pada aset yang dinilai atau aset
 pembanding.
4. Lokasi geografis dari perusahaan dan kondisi ekonomi serta
ketentuan perundang-undangan.
5. Profitabilitas atau kemampuan menghasilkan keuntungan dari
aset.
6. Tingkat pertumbuhan historis dan yang diharapkan.
7. Perbedaan yang terkait dengan karakteristik marketabilitas
 pengendalian dari aset pembanding dan aset yang dinilai, dan;
8. Bentuk kepemilikan.

Pertimbangan lainnya dalam Pendekatan Pasar


o) Paragraf ini membahas sebagian dari pertimbangan khusus tertentu yang
merupakan bagian dari Pendekatan Pasar.
 p) Penilaian secara rule of thumb dengan menggunakan tolak ukur berbasis
 pengalaman terkadang dipertimbangkan dalam Pendekatan Pasar. Namun
demikian, indikasi nilai yang dihasilkan dari penggunaan cara tersebut
seharusnya tidak diberikan bobot yang substansial kecuali dapat
diperlihatkan bahwa pembeli dan penjual secara signifikan bergantung
 pada cara ini.
q) Dalam Pendekatan Pasar, dasar fundamental untuk membuat
 penyesuaian adalah menyesuaikan perbedaan di antara asset yang dinilai
dengan transaksi data pasar atau efek yang diperdagangkan di public.
Beberapa penyesuaian yang umum ditemuka dalam Pendekatan Pasar
dikenal sebagai diskon dan premium.
1. Diskon untuk  Lack of Marketability (DLOM) seharusnya
diterapkan apabila pembanding dianggap memiliki marketabilitas
yang superior dibandingkan asset yang dinilai. DLOM
merefleksikan konsep bahwa ketika membandingkan asset yang
identic, asset yang siap dipasarkan akan memiliki nilai lebih tinggi
daripada asset dengan periode pemasaran yang panjang atau
terdapat restriksi untuk menjual asset. Sebagai contoh, efek yang
 bebas diperdagangkan di pasar modal dapat diperjualbelikan
nyaris secara instan sedangkan saham perusahaan tertutup akan
membutuhkan periode waktu yang signifikan untuk
mengidentifikasikan pembeli yang potensial dan menyesuaikan
transaksi. Banyak Dasar Nilai yang memperbolehkan
 pertimbangan atas batasan marketabilitas yang spesifik pada
 pemilik tertentu. DLOM dapat dikuantifikasi dengan
menggunakan metode yang sesuai, antara lain dapat dihitung
menggunakan option pricing model, studi yang membandingkan
nilai dari satu perdagangan terbuka yang dapat diperdagangkan
dan yang tidak dapat diperdagangkan (restricted stock) , atau studi
yang membandingkan nilai dari saham perusahaan sebelum dan
sesudah penawaran terbuka kepada public (IPO).
2. Premi Kendali (terkadang disebut sebagai Premium Akusisi
Pelaku pasar atau  Market Participant Acquisition Premium  – 
 MPAP) dan diskon untuk tidak adanya kendali ( Discont for Lack
of Control  –   DLOC ) dapat diterapkan untuk merefleksikan
 perbedaan antara pembanding dengan asset yang dinilai berkaitan
dengan kemampuan membuat keputusan dan perubahan yang bisa
dibuat sebagai hasil dari adanya kendali. Jika semua hal lainya
adalah sama, pelaku pasar umumnya memilih adanya kendali
(control)  atas asset daripada tidak adanya kendali. Bagaimanapun,
keinginan investor untuk membayar Premi Kendali atau DLOC
 pada umumnya merukan factor dimana kemampuan untuk
melaksanakan pengendalian akan meningkatkan keuntungan
ekonomi yang tersedia untuk pemilik dari asset tersebut. Premi
Kontrol dan DLOC dapat dikuantifikasi menggunakan metode
yang sesuai, namun umumnya dihitung dengan didasarkan kepada
 baik analisis dari peningkatan atas arus kas spesifik atau
 penurunan dalam tingkat resiko yang terkait dengan adanya
kendali atau dengan membandingkan harga hasil observasi yang
dibayarkan atas transaksi kepemilikan saham pengendali di pasar
dengan harga saham sebelumm transaksi tersebut diumumkan.
Contoh kondisi dimana CP dan DLOC seharusnya
dipertimbangkan termasuk diantaranya:
a. Saham perdagangan terbuka umumnya tidak memiliki
kemampuan untuk membuat keputusan terkait dengan
operasional perusahaan (lack of control).  Karenanya, pada
saat menerapkan metode pembanding perdagangan terbuka
untuk menilai asset yang merefleksikan kendali perusahaan,
 premi kendali seharusnya diterapkan, atau
 b. Transaksi yang digunakan dalam metode guideline sering
merefleksikan transaksi dari hak kepentingan yang memiliki
kendali. Apabila metode ini digunakan untuk menilai asset
yang merefleksikan hak minoritas, DLOC sesuai untuk
diterapkan.
3. Diskon Blok (blockage discount) terkadang diterapkan pada saat asset
yang dinilai mewakili sejumlah besar saham dari efek yang
diperdagangkan di public dimana pemilik tidak dapat menjual asset
tersebut secara cepat di pasar public tanpa adanya dampak negative
terhadap harga perdagangan.  Blockage discount   dapat dikuantifikasi
menggunakan metode apapun yang sesuai tapi umumnya model
digunakan dengan mempertimbangkan lamanya waktu yang dibutuhkan
oleh pemilik untuk menjual saham tanpa secara negative mempengaruhi
harga perdagangan (yaitu dengan menjual relative porsi kecil saham dari
volume penjualan harian tipikal saham tersebut setiap hari). Pada
 beberapa Dasar Nilai, khususnya nilai wajar untuk tujuan pelaporan
keuangan, diskon blok dilarang diterapkan.
Diskon dalam penilaian untuk penjualan asset dalam jumlah banyak
misalnya real property dikenal istilah enbloc sale untuk penjualan satu
 blok kondominium yang memperhitungkan diskon blok.
6.3 Pendekatan Pendapatan
a) Pendekatan Pendapatan memberikan indikasi nilai dengan
mengkonversi arus kas masa depan menjadi satu nilai saat ini. Pada
Pendekatan Pendapatan, nilai asset ditentukan referensi kepada
 pendapatan, arus kas atau penghematan biaya yang dihasilkan asset.
 b) Pendekatan Pendapatan harus diterapkan dan mendapatkan bobot
signifikan pada kondisi berikut:
1. Pelaku pasar melihat kemampuan asset menghasilkan pendapatan
adalah unsur penting yang mempengaruhi nilai, dan/atau
2. Tersedia proyeksi yang wajar [dengan waktu yang sesuai] atas
 pendapatan masa depan untuk asset yang dinilai, apabila hanya
terdapat sedikit atau tidak ada pembanding pasar yang relevan
untuk menerepakan pendekatan pasar.
c) Penilai harus mempertimbangkan apakah pendekatan lainya dapat
diterapkan dan diberikan bobot untuk mendukung indikasi nilai dari
Pendekatan Pendapatan dalam kondisi berikut:
1. Pelaku pasar melihat kemampuan asset menghasilkan pendapatan
hanyalah salah satu dari beberapa factor yang mempengaruhi nilai.
2. Terdapat ketidakpastian yang signifikan mengenai estimasi jumlah
dan waktu terjadinya pendapatan di masa depan terkait dengan
asset yang dinilai.
3. Kurangnya akses terhadap informasi terkait dengan asset yang
dinilai (misalnya pemegang saham minoritas mungkin memiliki
akses ke laporan keuangan historis namun tidak untuk
 proyeksi/budget) dan/atau
4. Asset yang dinilai belum mulai menghasilkan pendapatan, tapi
diproyeksikan akan menghasilkan.
d) Hal yang fundamental dari pendekatan Pendapatan adalah investor
mengharapkan untuk menerima pengembalian dari investasinya dan
 pengembalian tersebut harus merefleksikan tingkat resiko investasi.
e) Umumnya, investor hanya bisa mengharapkan konpensasi atas risiko
sistematis (juga dikenal sebagai risiko pasar atau risiko yang tidak
terdiversifikasi).
6.4 Metode –  metode dalam Pendekatan Pendapatan
a) Walapun terdapat beberapa cara untuk mengimplementasikan
Pendekatan Pendapatan, namun pada dasarnya adalah mendiskonto arus
kas masa depan menjadi nilai kini. Terdapat variasi dari metode
Diskonto Arus Kas (DCF) dan konsep di bawah ini dapat diterapkan
sebagian atau seluruhnya pada semua motode dalam Pendekatan
Pendapatan.

Metode Diskonto Arus Kas (DCF)

 b) Dalam metode DCF, arus kas yang diproyeksikan didiskontokam


kembali ke tanggal penilaian, menghasilkan nilai kini dari asset.
c) Dalam beberapa kondisi untuk asset asset berumur panjang atau
umumnya tidak dapat ditentukan, DCF mungkin mencakup Nilai
Terminal yang mempresentasikan nilai asset pada akhir periode proyeksi
eksplisit.
Dalam kondisi lainnya, nilai asset dapat dikalkulasikan hanya menggunakan
metode dalam perhitungan Nilai Terminal tanpa periode proyeksi eksplisit.
Hal ini terkadang disebut sebagau Metode Kapitalisasi Pendapatan (Income
Capitalization Methode).
d) Langkah –  langkah dalam metode DCF:
1. Tentukan arus kas yang paling sesuai dengan sifat dari asset yang
akan dinilai dan tujuan penugasan (misalkan arus kas sebelum atau
sesudah pajak, arus kas untuk perusahaan atau arus kas untuk
ekuitas, rill atau nominal).
2. Tentukan periode eksplisit yang paling tepat (jika ada), dimana
arus kas diproyeksikan,
3. Siapkan proyeksi arus kas untuk periode tersebut, dimana untuk
 penilaian bisnis proyeksi wajib disiapkan manajemen dan dikaji
dan disesuaikan oleh Penilai,
4. Tentukan apakah terdapat Nilai Terminal untuk asset yang dinilai
setelah periode proyeksi eksplisit (jika ada) dan kemudian
tentukan metode Nilai Terminal yang sesuai dengan asset yang
dinilai,
5. Tentukan tingkat diskonto yang sesuai, dan
6. Terapkan tingkat diskonto pada arus kas masa depan yang
diproyeksikan, termasuk Nilai Terminal (jika ada).

Jenis Arus Kas

e) Pada saat memilih jenis arus kas yang sesuai untuk sifat asset atau
 penugasan, Penilai harus mempertimbangkan factor di bawah ini.
Sebagai tambahan, tingkat diskonto dan data lainya harus konsisten
dengan jenis arus kas yang dipilih.
1. Arus Kas untuk keseluruhan asset atau sebagian hak: Pada
umumnya digunakan arus kas untuk keseluruhan asset atau arus
kan untuk perusahaan (FCFF) dalam penilaian bisnis, namun
demikian, adakalanya tingkat pendapatan lainya dapat juga
digunakan, seperti arus kas ekuitas (setelah pembayaran bunga dan
 pokok utang) (FCFF) atau dividen (hanya arus kas yang
didistribusikan kepada pemilik ekuitas). Arus kas untuk
keseluruhan asset/perusahaan adalah yang paling banyak
digunakan karena asset seharusnya secara teoritis memiliki nilai
tunggal yang independen terlepas bagaimana asset tersebut
dibiayai atau apakah pendapatan dibayar sebagai dividen atau
direinvestasikan.
2. Arus kas dapat sebelum atau sesudah pajak: Apabila digunakan
setelah pajak, tingkat pajak yang diterapkan seharusnya konsisten
dengan Dasar Nilai yang digunakan dan umumnya merupakan
tingkat pajak yang berlaku bagi pelaku pasar bukan tingkat pajak
untuk suatu pemilik tertentu.
3.  Nominal atau Rill, arus kas rill tidak mempertimbangkan inflasi
sedangkan kas nominal memasukan ekspektasi mengenai inflasi.
Apabila ekpektasi arus kas memasukan tingkat inflasi yang
diharapkan, tingkat diskonto harus memasukan tingkat inflasi
yang sama.
4. Mata uang pilihan, mata uang yang digunakan memiliki dampak
terhadap asumsi terkait dengan inflasi dan risiko. Hal ini khusunya
 berlaku untuk Negara berkembang atau pada mata uang dengan
tingkat inflasi yang tinggi.
f) Jenis arus kas yang dipilih seharusnya sesuai dengan sudut pandang
 pelaku pasar, sebagai contoh arus kas dan tingkat diskonto untuk real
 property umumnya dikembangkan dengan dasar sebelum pajak
sedangkan arus kas dan tingkat diskonto untuk bisnis biasanya
dikembangkan dengan dasar setelah pajak. Penyesuaian antara tingkat
sebelum dan setelah pajak merupakan suatu hal yang rumit dan rawan
terhadap kesalahan dan harus diperlakukan dengan hati  –  hati.
g) Apabila arus kas dikembangkan dalam mata uang (mata uang penilaian)
yang berbeda dengan mata uang yang digunakan dalam proyeksi arus
kas (mata uang fungsional), Penilai seharusnya menggunakan satu dari
kedua metode translasi mata uang berikut ini:
1. Diskontokan arus kas dalam mata uang fungsional menggunakan
tingkat diskonto yang sesuai dengan arus kas fungsional.
Konversikan nilai kini dari arus kas ke dalam mata uang penilaian
menggunakan spot rate seperti kurs tangah Bank Indonesia pada
tanggal penilaian.
2. Gunakan kurva currency exchange forward  untuk mentranslasikan
 proyeksi mata uang fungsional ke dalam proyeksi mata uang
 penilaian dan diskontokan proyeksi menggunakan tingkat
diskonto yang sesuai mata uang penilaian. Apabila kurva currency
exchange forward   yang dapat diandalkan tidak tersedia (sebagai
contoh, dikarenakan kurangnya likuiditas dalam pasar pertukaran
mata uang yang relevan), sehingga tidak mungkin untuk
menggunakan metode ini dan hanya metode pada butir 6.2.g).1
yang dapat diterapkan.

Periode Proyeksi Eksplisit

h) Kriteria pemilihan akan tergantung pada tujuan penilaian, sifat asset,


informasi yang tersedia dan Dasar Nilai yang diminta. Untuk asset
dengan umur yang pendek proyeksi arus kas adalah sepanjang umur
asset.
i) Penilai seharusnya mempertimbangkan factor di bawah ini dalam
menentukan periode proyeksi eksplisit;
disesuaikan untuk pajak dan didiskontokan menjadi nilai
kini per tanggal penilaian. Dalam beberapa kasus,
 pembayaran royalti dapat meliputi pembayaran awal selain
 berdasarkan persentase dari pendapatan atau dari beberapa
 parameter keuangan lainnya.
Terdapat dua teknik yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat royalti secara hipotesis.
Yang pertama didasarkan pada tingkat royalti pasar untuk
transaksi sebanding atau sejenis. Sebuah prasyarat untuk
teknik ini adalah keberadaan dari Aset Takberwujud yang
sebanding yang dilisensikan dengan kondisi arm’s length
dan secara regular.
Teknik kedua didasarkan pada pembagian keuntungan yang
secara hipotesis dibayarkan dalam suatu transaksi arm’s
length oleh pemegang lisensi kepada pemilik lisensi untuk
sebuah hak untuk menggunakan Aset Takberwujud, dimana
transaksi dilakukan oleh para pihak yang berminat dan
 bersifat suka rela.
Beberapa atau seluruh sumber data penilaian di bawah ini
 perlu dipertimbangkan dalam metode penghematan royalti:
 Proyeksi untuk parameter keuangan, misalnya
 pendapatan dimana tingkat royalti akan diaplikasikan
sampai akhir sisa masa manfaat dari Aset Takberwujud
termasuk estimasi masa manfaat Aset Takberwujud;
 Tingkat pajak atas penghematan pembayaran royalti
secara hipotesis;
 Biaya pemasaran dan biaya lainnya yang akan
ditanggung oleh pemegang lisensi dalam pemanfaatan
aset;
 Suatu tingkat diskonto yang tepat atau tingkat
kapitalisasi untuk mengubah pembayaran royalti aset
secara hipotesis menjadi nilai kini. Dimana
dimungkinkan untuk menggunakan kedua metode
tersebut, sebagai suatu cross check satu sama lainnya;
 Tingkat royalti dapat sangat beragam di pasar untuk aset
yang serupa. Oleh karena itu, lebih baik jika tolak ukur
data royalti diasumsikan mengacu pada marjin
operasional yang disyaratkan oleh operator tertentu dari
 penjualan yang dihasilkan dari penggunaan suatu aset.
2) Metode Laba Premi ( Premium Profits Method/Incremental
 Income Method );
Metode Laba Premi digunakan untuk menghasilkan nilai
Aset Takberwujud dengan mengkapitalisasi aliran
 pendapatan atau arus kas inkremental yang dihasilkan dari
 perbandingan usaha yang menggunakan Aset Takberwujud
dengan usaha yang tidak menggunakan Aset Takberwujud
dengan menggunakan tingkat diskonto atau tingkat
kapitalisasi tertentu. Hal ini seringkali digunakan ketika
tingkat royalti berdasarkan pasar tidak tersedia atau tidak
cocok.
Untuk menentikan perbedaan di dalam laba yang dapat
dihasilkan, tingkat diskonto yang sesuai diaplikasikan unuk
mengkonversi proyeksi periodik laba inkremental atau arus
kas ke nilai kini atay sebuah multiple kapitalisasi untuk
mengkapitalisasi laba inkremental konstan atau arus kas.
Metode Laba Premi dapat digunakan untuk menilai Aset
Takberwujud, baik yang penggunaannya akan dapat
menghemat biaya dan yang penggunaannya akan
menghasilkan tambahan keuntungan atau arus kas.
3) Metode Pendapatan Berlebih ( Excess Earnings Method )
Metode Pendapatan Berlebih digunakan untuk
mengestimasikan nilai Aset Takberwujud dengan
menentukan nilai kini dari arus kas yang akan diterima di
masa yang akan datang yang terkait dengan Aset
Takberwujud dengan menggunakan tingkat diskonto atau
tingkat kapitalisasi sesuai risiko Aset Takberwujud.
Dalam penyusunan Proyeksi, arus kas Aset Takberwujud
yang menjadi objek penilaian merupakan hasil pengurangan
dari arus kas dengan arus kas yang berasal dari kontribusi
aset lain (contributory asset charges ) baik berupa aset
 berwujud, Aset Takberwujud, dan aset finansial. Hal ini
dilakukan dengan menghitung suatu jumlah beban atau sewa
ekonomis untuk aset pendukung dan mengurangkan jumlah
tersebut dari arus kas.
Untuk mencapai suatu penilaian yang dapat diandalkan
terhadap subjek aset, mungkin diperlukan tambahan
 pengurangan yang merefleksikan adanya nilai tambah
dengan pertimbangan bahwa seluruh aset digunakan sebagai
 pertimbangan bahwa seluruh aset digunakan sebagai suatu
kesatuan dalam suatu bisnis yang sedang berjalan ( going
concern). Hal ini merefleksikan keuntungan dari ars kas
terkait aset tenaga kerja terlatih yang tidak tersedia pada
 pembeli aset secara individual.
i. Penilai harus menggunakan tingkat diskonto dengan memenuhi
hal-hal sebagai berikut:
1) Tingkat diskonto yang diterapkan harus sesuai dengan
tingkat risiko atas ketidakpastian pendapatan dari Aset
Takberwujud objek penilaian;
2) Penetapan besaran risiko terhadap Aset Takberwujud
ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional Penilai
dan harus diungkapkan dalam laporan.
8. Manfaat Amortisasi Pajak
Dalam banyak rezim pajak, amortisasi dari Aset Takberwujud dapat
diperlakukan sebagai suatu beban dalam menghitung penghasilan
kena pajak. Manfaat amortisasi pajak dapat memiliki pengaruh positif
 pada nilai aset. Ketika Pendekatan Pendapatan digunakan, akan perlu
untuk mempertimbangkan dampak dari manfaat pajak yang tersedia
untuk pembeli dan melakukan penyesuaian yang tepat untuk arus kas.
d) Pendekatan Biaya
Dalam hal Penilai menggunakan Pendekatan Biaya maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. Penilai dilarang menggunakan Pendekatan Biaya ( Cost Based
 Approach) untuk:
Menilai Aset Takberwujud yang potensi layanannya tidak setara
dengan harga perolehan, seperti biaya pengembangan merek atau
 judul penerbitan yang sulit untuk ditentukan.
Menilai proyek pengembangan Aset Takberwujud yang berlangsung
 bertahun-tahun dan tidak memberikan kontribusi positif pada
 pendapatan perusahaan.
Contoh-contoh dari Aset Takberwujud yang mungkin menggunakan
Pendekatan Biaya termasuk hal berikut:
a. Perangkat lunak yang dikembangkan sendiri, dimana harga dari
 perangkat lunak dengan kapasitas layanan yang sama atau serupa
kadangkala dapat diperoleh di pasar.
 b. Halaman web, dimungkinkan untuk memperkirakan biaya
 pembagian situs web;
c. Tenaga kerja terlatih melalui penentuan biaya untuk
 pengembangan (perekrutan dan pelatihan) dari tenaga kerja.
e) Pendekatan Biaya hanya dapat diunakan dalam hal memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Aset Takberwujud tidak memiliki pendapatan yang dapat
diidentifikasi atau tidak secara langsung menghasilkan arus kas;
2. Data pasar pembanding Aset Takberwujud yang layak tidak tersedia;
dan
3. Transaksi terakhir untuk Aset Takberwujud yang setara dan sejenis
tidak cukup memadai untuk mendukung Pendekatan Pasar
a. Prosedur yang harus dilakukan dalam penilaian Aset
Takberwujud dengan menggunakan Pendekatan Biaya,
adalah:
1) Menentukan estimasi biaya yang akan digunakan, yaitu:
 Biaya Reproduksi Baru ( Reproduction Cost New); atau
 Biaya Pengganti Baru ( Replacement Cost New).
2) Menghitung besarnya estimasi biaya yang telah ditentukan
dari Aset Takberwujud;
3) Menghitung jumlah keusangan dari Aset Takberwujud yang
disesuaikan dengan Sisa Masa Manfaat;
4) Mengurangkan besarnya estimasi biaya dengan jumlah
keusangan.
 b. Penggunaan Biaya Reproduksi Baru harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Merupakan estimasi biaya untuk membangun, dengan harga
 pada Tanggal Penilaian, duplikat atau replika yang serupa
dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian;
2) Menggunakan bahan baku, standar produksi, desain, layout ,
dan kualitas tenaga kerja yang sama dengan Aset
Takberwujud yang menjadi objek penilaian; dan
3) Termasuk semua kekurangan, kelebihan, dan keusangan
yang dapat dikembalikan fungsinya.
c. Biaya Pengganti Baru harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Merupakan estimasi biay untuk membangun, dengan harga
 pada Tanggal Penilaian, Aset Takberwujud dengan utilitas
yang ekuivalen dengan Aset Takberwujud yang menjadi
objek penilaian;
2) Menggunakan bahan baku, standar produksi, desai, layout ,
kualitas tenaga kerja yang modern;
3) Tidak termausk semua kekurangan, kelebihan, dan
keusangan yang dapat dikembalikan fungsinya.
d. Bentuk keusangan yang dapat dimasukkan dalam
Pendekatan Biaya Aset Takberwujud adalah:
1) Keusangan fungsional
Keusangan fungsional disebabkan oleh faktor-faktor internal
Aset Takberwujud, antara lain:
 Perubahan regulasi atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
 Peningkatan persaingan;
 Perubahan permintaan dan ekspektasi pasar;
 Peningkatan efisiensi dari peralatan baru;
 Harga peralatan baru yang lebih murah;
 Peningkatan fungsional dari peralatan baru;
 Aset Takberwujud tidak berfungsi seperti yang
diharapkan.
2) Keusangan teknologi
Keusangan teknologi merupakan penurunan nilai Aset
Takberwujud karena:
 Kapasitas Aset Takberwujud baru yang lebih tinggi dari
Aset Takberwujud lama;
 Fungsi-fungsi teknis yang berubah;
 Ketertinggalan teknologi.
3) Keusangan ekonomis
Keusangan ekonomis disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal, antara lain:
 Perubahan dalam tingkat persaingan;
 Perubahan lokasi yang tidak sesuai dengan kontrak yang
mendasari Aset Takberwujud;
 Perubahan regulasi atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku ( regulatory and legislative changes );
 Perubahan kondisi sosial dan ekonomi;
 Masa penggunaan Aset Takberwujud;
 Isu lingkungan hidup; dan
 Industri dimana Aset Takberwujud tersebut digunakan.
e. Penilai harus menguraikan alasan penggunaan bentuk
keusangan dalam laporan penilaian.
f. Penentuan Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti
Baru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud
yang serupa (replika) yang memiliki produktivitas dan
 potensi jasa yang sama;
2) Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud
yang sejenis yang memiliki produktivitas dan potensi jasa
yang sama atau sejenis;
3) Kemungkinan pengurangan pajak atas biaya tertentu yang
digunakan untuk mengganti Aset Takberwujud;
4) Dalam hal biaya pengembangan atau pembelian Aset
Takberwujud merupakan yang sejenis tapi tidak persis sama,
Penilai harus melakukan penyesuaian antara lain amortisasi
agar biaya tersebut mencerminkan karakteristik dari Aset
Takberwujud yang menjadi objek penilaian; dan
5) Penilai harus menguraikan penyesuaian atas amortisasi
dalam laporan penilaian.
g. Dalam penerapan Pendekatan Biaya, biaya setiap komponen
dalam penciptaan sebuah aset, termasuk keuntungan
pengembang harus diperkirakan menggunakan
pengetahuan yang dimiliki pada tanggal penilaian.
5.11. Proses Rekonsiliasi
a) Kesimpulan nilai didasarkan pada:
1. Definisi nilai; dan
2. Semua informasi yang relevan pada tanggal penilaian yang
diperlukan dalam kaitannya dengan ruang lingkup penugasan.
b) Kesimpulan nilai juga didasarkan pada indikasi nilai dari berbagai
pendekatan penilaian yang digunakan jika menggunakan lebih dari
satu pendekatan.
1.0 Pemilihan terhadap dan keyakinan pada pendekatan, metode, dan
 prosedur yang sesuai adalah tergantung pada pertimbangan Penilai
yang harus diungkapkan dalam laporan; dan
2.0 Penilai harus menggunakan pertimbangannya ketika mengestimasi
 bobot relatif untuk setiap estimasi indikasi nilai yang dihasilkan
dalam proses penilaian. Penilai harus memberikan pertimbangan
yang rasional dalam menentukan metode penilaian yang digunakan
dan bobot tertimbang atas metode tersebut dalam mencapai
kesimpulan nilai yang direkonsiliasi.
3.0 Karena sifat yang heterogen dari Aset Takberwujud seringkali lebih
dibutuhkan untuk mempertimbangkan penggunaan pendekatan dan
metode penilaian yang berbeda jika dibandingkan dengan penilaian
untuk kategori aset lainnya.

6.0 Syarat Pengungkapan


Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105  –   Pelaporan
Penilaian.

7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku


7.0. Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 320 –  Penilaian Aset Takberwujud.
7.1. SPI 320 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Januari 2016.
Standar Penilaian Indonesia 330
(SPI 330)
Penilaian Bisnis
Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam
Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan
1.1 Standar Penilaian Indonesia (SPI) ini diterapkan agar Penilaian Bisnis
dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih bermutu
sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.
1.2 Penilaian Bisnis biasanya dilakukan menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar
 Nilai dengan menerapkan SPI 101. Sedangkan untuk penerapan Dasar Nilai
selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI
102.
1.3 Secara umum, Penilaian Bisnis menerapkan konsep, proses dan metode yang
 biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin
 bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila
digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam Penilaian Bisnis
dikemukakan dalam standar ini.
1.4 Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam
membedakan antara nilai suatu entitas, nilai sebuah aset yang dimiliki oleh
suatu entitas, dan berbagai kemungkinan penerapan bisnis atau pertimbangan
untuk Bisnis yang Berjalan yang diperhitungkan dalam penilaian hak atas Real
Properti. Sebagai contoh adalah penilaian Properti dengan Bisnis Khusus
(Lihat Jenis Properti butir 4.3.b)).

2.0 Ruang Lingkup


2.1 Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun
 penggunaan Penilaian Bisnis.
2.2 Ruang lingkup Standar ini mencakup :
a) Penilaian Entitas (Enterprise Value);
 b) Penialain Ekuitas (Equity Value);
c) Penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kejadian atau
 peristiwa tertentu (economic damage).
2.3 Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada standar lainnya
dalam SPI, standar ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai proses
Penilaian Bisnis, termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam Penilaian
Bisnis dan memberikan dasar perbandingan dengan jenis penilaian lainnya,
dimana pembahasan dalam Standar Teknis atau SPI ini bersifat mengikat atau
membatasi.
2.4 Karena prinsip-prinsip Dasar Nilai, SPI dan standar lainnya juga dapat
diterapkan dalam Penilaian Bisnis. Standar ini hendaknya dipahami dan
diterapkan secara bersama-sama dengan bagian lain dari SPI.

3.0 Definisi
3.1 Arus Kas Bersih (AKB) adalah jumlah kas yang :
a) Tersedia setelah terpenuhinya kebutuhan kas untuk kegiatan operasional;
 b) Merupakan arus kas yang tersedia bagi penyedia modal (utang dan
ekuitas); dan
c) Telah bebas dari kewajiban untuk mempertahankan operasi saat ini
(current operation ) dan untuk mengantisipasi pertumbuhan perusahaan.
3.2 Arus Kas Bersih untuk Ekuitas ( Free Cash Flow to Equity or Equity Net Cash
Flow); Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen
 bukan kas lainnya, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi
 pengeluaran barang modal (capital expenditure ), dikurangi/ditambah
 perubahan pokok pinjaman.
3.3 Arus Kas Bersih untuk Modal Investasi ( Free Cash Flow to the Firm or
 Invested Capital Net Cash Flow ); Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan
depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, ditambah dengan pembayaran
 bunga bebas pajak, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi
 pengeluaran barang modal (capital expenditure ).
3.4 Business Interest adalah kepemilikan dalam perusahaan yang antara lain
meliputi penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan
( financial assets) lainnya dan Aset Tak Berwujud ( Intangible Assets).
3.5 Modal Investasi ( Invested Capital) adalah jumlah utang berbunga (interest
 bearing debt) dan ekuitas pada suatu perusahaan.
3.6 Diskon Tanpa Pengendalian ( Discount For Lack of Control) adalah suatu
 jumlah atau persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu
ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya tingkat pengendalian atas Objek
Penilaian.
3.7 Diskon Likuiditas Pasar ( Discount For Lack of Marketability ) adalah suatu
 jumlah atau persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu
ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya likuiditas dari Objek Penilaian.
3.8 Faktor Kapitalisasi adalah semua jenis rasio yang digunakan untuk
mengkonversi pendapatan menjadi suatu nilai.
3.9 Goodwill adalah aset yang merepresentasikan manfaat ekonomi masa depan
yang berasal dari bisnis atau kelompok aset lainnya yang diakuisisi dalam
rangka kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan
diakui secara terpisah.
3.10 Kelangsungan Usaha ( Going Concern) adalah :
a) Suatu kondisi yang mencerminkan usaha yang sedang beroperasi atau
sekurang-kurangnya dalam proses konstruksi; atau
 b) Suatu premis dalam penilaian, dimana Penilai menganggap suatu
 perusahaan akan terus melanjutkan operasinya secara berkelanjutan.
3.11 Kapitalisasi adalah :
a) Pengkonversian Arus Kas Bersih (AKB) atau penghasilan bersih lain, baik
yang bersifat aktual maupun perkiraan, selama periode tertentu yang
ekuivalen dengan nilai aset pada suatu tanggal tertentu; atau
 b) Pengakuan atas suatu pengeluaran barang modal ( capital expenditure ).
3.12 Modal Kerja Bersih adalah selisih jumlah aset lancar dikurangi liabilitas
lancar.
3.13  Nilai Aset Bersih ( Net Asset Value) adalah total Nilai Pasar aset dikurangi total
 Nilai Pasar liabilitas.
3.14  Nilai Buku Aset Tetap adalah hasil Kapitalisasi atas biaya perolehan aset,
dikurangi akumulasi depresiasi, deplesi, sebagaimana yang tercatat dalam
laporan posisi keuangan.
3.15  Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku adalah selisih antara total aset dikurangi
dengan total liabilitas dari perusahaan sebagaimana tercatat dalam laporan
 posisi keuangan.
3.16  Nilai Buku Disesuaikan adalah Nilai Buku yang dihasilkan setelah dilakukan
 penyesuaian (normalisasi) terhadap nilai dari satu atau lebih aset atau liabilitas.
3.17  Nilai Entitas (enterprise value ) adalah Nilai Ekuitas dalam bisnis ditambah
nilai utang atau kewajiban utang terkait, dikurangi kas atau setara kas yang
tersedia untuk memenuhi liabilitas yang ada.
3.18  Nilai Ekuitas adalah nilai bisnis bagi semua pemegang saham.
3.19 Kendali/Pengendalian adalah kemampuan untuk mengatur pengelolaan dan
kebijakan suatu entitas.
3.20 Objek Penilaian dapat merupakan aset, liabilitas, entitas, ekuitas, kepentingan
dan/atau kerugian ekonomis yang dinilai.
3.21 Perusahaan Induk Investasi ( Investment Holding Company) adalah suatu
 perusahaan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari penyertaan pada
 perusahaan-perusahaan lain.
3.22 Perusahaan Induk Operasional ( Operating Holding Company ) adalah suatu
 perusahaan yang pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan lain
dan kegiatan usahanya.
3.23 Premi Kendali (Control Premium) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu
yang merupakan penambah dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari
tingkat pengendalian atas Objek Penilaian.
3.24 Rasio Penilaian (Valuation Multiple ) adalah faktor dimana nilai atau harga
sebagai pembilang (numerator ) dan data keuangan, operasional, atau data fisik
sebagai penyebut ( denominator ).

4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi


4.1 Penilaian bisnis biasa digunakan sebagai pengakuan awal dan/atau pengukuran
aset dan/atau liabilitas di dalam laporan keuangan.
4.2 Dalam konteks ini, Penilai seharusnya menggambarkan Nilai Pasar komponen
dalam laporan posisi keuangan untuk memenuhi Standar Akuntansi, dengan
memperhatikan kesepakatan yang menggambarkan pengaruh perubahan nilai.
Dalam beberapa kasus, Penilaian Bisnis menyediakan dasar untuk
memperkirakan penurunan nilai aset.

5.0 Penerapan Teknis


5.1 Sebuah bisnis adalah sebuah kegiatan komersial, industrial, jasa atau investasi.
Sebuah kegiatan penilaian Bisnis dapat dilakukan untuk seluruh atau sebagian
kegiatan dari suatu entitas. Penting untuk membedakan antara nilai dari suatu
entitas bisnis dan nilai dari aset individual atau liabilitas dari entitas tersebut.
Jika tujuan penilaian memerlukan aset individual atau liabilitas harus dinilai
dimana aset-aset tersebut dapat dipisahkan dari bisnis dan mampu dialihkan
secara independen, maka aset atau liabilitas tersebut harus dinilai secara
terpisah dan tidak dinilai secara proporsional sebagai bagian dari bisnis secara
keseluruhan. Sebelum melakukan penilaian bisnis, penting untuk menetapkan
apakah penilaian tersebut adalah untuk entitas bisnis secara keseluruhan,
saham atau kepemilikan saham pada suatu entitas, kegiatan usaha yang
tertentu dari entitas, ataukah aset atau liabilitas yang tertentu dari entitas.
5.2 Penilaian Bisnis mungkin diperlukan untuk sejumlah kegunaan, termasuk
akuisisi dan penjualan, penggabungan, penilaian kepemilikan pemegang
saham, dan sejenisnya.
5.3 Apabila tujuan penilaian memerlukan perkiraan Nilai Pasar, penilai akan
mengaplikasikan definisi, proses, dan metode yang konsisten dengan
 persyaratan dalam SPI 101.
5.4 Ketika penugasan memerlukan Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Penilai akan
mengidentifikasikan secara jelas jenis nilai yang terkait, mendefinisikan nilai,
dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh nilai
dimaksud sesuai dengan SPI 102.
5.5 Jika Penilai mempunyai opini bahwa aspek tertentu dalam suatu penugasan
mengindikasikan adanya penyimpangan dari SPI ini, maka penyimpangan dan
dasar penyimpangan harus diungkapkan Laporan Penilaian yang diterbitkan
oleh Penilai. Persyaratan penyusunan Laporan Penilaian tersebut akan
mengikuti KEPI dan SPI 105.
5.6 Meskipun banyak prinsip, metode, dan teknik Penilaian Bisnis sejenis dengan
 bidang penilaian lainnya, Penilaian Bisnis memerlukan pendidikan khusus,
 pelatihan, ketrampilan dan pengalaman. Penilai dan tim penugasan penilaian
 professional harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan keahlian sesuai
dengan spesialisasi industri yang terkait dengan Objek Penilaian.
Bagan Proses Penilaian
LINGKUP PENUGASAN
DEFINISI PENUGASAN/IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi
Pemberi Penentuan Identifikasi Asumsi &
Penentuan Tanggal
Tugas & Tujuan Objek Kondisi
Dasar Nilai Penilaian
Pengguna Penilaian Penilaian Pembatas
Laporan

IMPLEMENTASI
PENGUMPULAN DAN PEMILIHAN DATA
Data Makro Ekonomi dan Data Perusahaan
Data Perusahaan
Industri Pembanding

UJI TUNTAS PENILAIAN


Analisis Informasi Analisis Analisis
Analisis Makro
Umum Penyesuaian Kewajaran
Ekonomi & Industri
Perusahaan Laporan Keuangan Proyeksi

PENDEKATAN PENILAIAN
Pendekatan Pasar Pendekatan Pendapatan Pendekatan Aset

REKONSILIASI INDIKASI NILAI DAN OPINI NILAI AKHIR

PELAPORAN PENILAIAN

5.7 Bagan di atas mengilustrasikan Proses Penilaian Bisnis yang secara umum
ditetapkan. Proses tersebut merefleksikan KPUP, dan untuk memberikan
kesimpulan atas nilai yang dihasilkan dapat saja tidak mengikuti setiap
langkah dalam proses tersebut. Walaupun proses ini dapat digunakan baik
untuk Nilai Pasar (SPI 101) atau nilai selain Nilai Pasar (SPI 102), penerapan
 Nilai Pasar membutuhkan pertimbangan penilaian berdasarkan data dan
asumsi pasar.
5.8 Faktor yang dipertimbangkan oleh Penilai dalam Penilaian Bisnis mencakup :
a) Karakteristik dan sejarah bisnis. Karena nilai merupakan manfaat dari
suatu kepemilikan yang akan datang, sejarah bisnis berguna untuk
memberikan panduan untuk harapan bisnis di masa yang akan datang.
 b) Gambaran ekonomi yang dapat mempengaruhi bisnis, termasuk keadaan
 politik dan kebijakan pemerintah. Hal-hal seperti nilai tukar, inflasi, dan
suku bunga mungkin mempengaruhi bisnis yang beroperasi dalam sektor
yang berbeda dalam situasi ekonomi yang sangat berbeda.
c) Kondisi dan gambaran masa depan dari industri spesifik yang dapat
mempengaruhi bisnis.
d) Laporan keuangan dan kondisi keuangan suatu bisnis.
e) Laba dan kapasitas/kemampuan membayar deviden dari sebuah bisnis.
f) Identifikasi adanya nilai aset takberwujud yang signifikan.
g) Transaksi sebelumnya atas hak kepemilikan bisnis tersebut.
h) Ukuran tingkat pengendalian dari Objek Penilaian.
i) Data pasar lainnya, seperti tingkat pengembalian pada investasi
alternative, keuntungan sebagai pengendali, kerugian karena kurangnya
likuiditas, dan lain-lain.
 j) Harga pasar dari barang yang diperdagangkan kepada umum atau
kepemilikan atas suatu kemitraan, harga perolehan untuk kepemilikan
suatu bisnis atau perjanjian kerjasama bisnis dengan jaringan bisnis yang
sama atau sejenis.
k) Setiap informasi relevan lainnya yang dipercaya oleh Penilai.
5.9 Bisnis yang Berjalan mempunyai beberapa arti dalam akuntansi dan penilaian.
Dalam beberapa konteks, Bisnis yang Berjalan sebagai premis dimana Penilai
dan akuntan mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan suatu entitas
yang telah berdiri dan akan terus beroperasi selamanya.
Premis Bisnis yang Berjalan sebagai alternatif untuk premis likuidasi.
Pengeluaran yang berhubungan dengan likuidasi (imbalan jasa penjualan,
komisi, pajak, biaya penutupan lainnya, biaya administrasi selama penutupan,
dan kerugian nilai dalam persediaan) juga diperhitungkan dan dikurangkan
dari estimasi nilai bisnis.
5.10 Penilai perlu mempertimbangkan Hak, kemudahan, atau kondisi yang melekat
 pada kepemilikan, apakah dalam bentuk perusahaan, kemitraan atau
 perorangan.
5.11 Kepentingan non-pengendali mungkin memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan kepentingan pengendali. Kepemilikan Kepentingan mayoritas
tidak selalu merupakan kepentingan pengendali. Hak dalam pemungutan suara
dan hak-hak lain yang melekat pada kepemilikan akan ditentukan berdasarkan
kerangka legal dimana entitas didirikan. Seringkali terdapat beberapa kelas
yang berbeda dari ekuitas dalam suatu bisnis, dimana masing-masing memiliki
hak yang berbeda atau melalui perjanjian antar pemegang saham. Jika hal ini
terjadi mungkin saja kepemilikan minoritas memiliki kendali atau hak veto
yang efektif atas suatu tindakan korporasi.
5.12 Penilai akan mengambil langkah untuk meyakinkan bahwa semua sumber data
dapat diandalkan dan layak untuk melaksanakan penilaian.
5.13 Penilai seringkali tergantung pada jasa Penilai properti dan/atau tenaga ahli
 profesional lainnya. Dimana jasa para ahli lainnya digunakan, Penilai akan
melakukan langkah komunikasi yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa
 jasa tersebut dilakukan secara kompeten dan kesimpulan yang dihasilkan
wajar dan dapat dipercaya.
5.14 Penilai sering kali bersandar kepada informasi yang diterima dari klien atau
dari perwakilan klien. Sumber data tersebut dapat dikutip oleh Penilai dalam
Laporan Penilaian.
5.15 Penilaian atas sebuah entitas atau kepentingan bisnis seringkali tergantung
 pada informasi yang diterima dari manajemen, perwakilan dari manajemen
atau tenaga ahli lainnya. Penilai perlu melakukan verifikasi data-data yang
diperoleh bilamana diperlukan dalam melakukan penilaian.
5.16 Pemahaman terhadap aktivitas pasar sekarang dan pengetahuan tentang
 perkembangan dan tren ekonomi yang relevan adalah penting untuk suatu
Penilaian Bisnis yang kompeten. Dalam mengestimasi Nilai Pasar dari sebuah
 bisnis, Penilai melakukan identifikasi dan menilai dampak berbagai
 pertimbangan dalam penilaian dan Laporan Penilaian.
5.17 Kegunaan laporan keuangan
Terdapat dua tujuan dalam analisis dan penyesuaian keuangan :
a) Pemahaman hubungan yang ada dalam laporan laba-rugi dan laporan
 posisi keuangan termasuk tren dari masa ke masa untuk mengevaluasi
risiko yang timbul dalam operasional bisnis dan pengaruhnya pada
 prospek kinerjanya di masa mendatang.
 b) Perbandingan dengan bisnis yang sejenis untuk mengevaluasi risiko dan
 parameter nilai.
5.18 Dalam melakukan penilaian, Penilai harus memperoleh laporan keuangan
selama 3 (tiga) tahun terakhir atau sejak pendirian apabila perusahaan berdiri
kurang dari 3 (tiga) tahun.
5.19 Penilai harus memperoleh laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik dengan periode tidak lebih dari 12 bulan dari Tanggal
Penilaian; Untuk penilaian badan Usaha Mikro sampai dengan Usaha Kecil,
sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, laporan
keuangan dapat memakai laporan keuangan yang tidak diaudit.
5.20 Untuk memperkirakan Nilai Pasar suatu bisnis, penyesuaian umum terhadap
laporan keuangan dilakukan agar lebih mendekati realitas ekonomi, baik
terhadap laporan laba rugi komprehensif maupun laporan posisi keuangan.
a) Penyesuaian laporan keuangan seharusnya dilakukan terhadap informasi
keuangan untuk akun yang relevan dan signifikan terhadap proses
 penilaian.
 b) Penyesuaian juga dilakukan bila pemilik mempunyai kendali untuk
melakukan perubahan sebagaimana terwakili oleh besarnya penentuan
tingkat kendali.
c) Penyesuaian yang dibuat seharusnya dijelaskan dan didukung
sepenuhnya. Penilai harus berhati-hati dalam membuat penyesuaian data
historis. Penyesuaian tersebut seharusnya didiskusikan dengan jelas
dengan Pemberi Tugas. Penilai seharusnya membuat penyesuaian hanya
setelah data mengenai bisnisnya cukup memadai untuk mendukung
validitasnya.
5.21 Kondisi dan Syarat Pembatas yang digunakan oleh Penilai merujuk SPI 105.
5.22 Jika penilaian yang dilakukan adalah untuk suatu kepentingan yang memiliki
kendali harus dipertimbangkan mengenai apakah nilai total aset jika dijual
secara terpisah akan melebihi nilai sebagai perusahaan yang berjalan ( going
concern).

5.23 Penilaian dengan Pendekatan Pasar ( Market Approach)


a) Pendekatan Pasar membandingkan perusahaan yang dinilai dengan
 perusahaan sebanding, kepentingan kepemilikan perusahaan dan surat
 berharga yang diperjualbelikan di pasar serta transaksi relevan atas
saham perusahaan yang sebanding. Transaksi sebelumnya atau
 penawaran atas komponen perusahaan juga dapat merupakan indikasi
nilai.
 b) Metode umum yang digunakan dalam Pendekatan Pasar antara lain :
1. Metode Pembanding Perusahaan Tercatat di Bursa Efek (Guideline
Publicly Traded Company Method);
2. Metode Pembanding Perusahaan Tertutup (Guideline Transaction
Method atau Direct Market Data Method);
3. Metode Pembanding Perusahaan Merger dan Akusisi (Guideline
Merged and Acquired Company Method); dan/atau
4. Metode Transaksi Sebelumnya (Prior Transaction Method).
c) Harus ada dasar yang memadai untuk menggunakan data perusahaan
 pembanding. Perusahaan pembanding seharusnya mempunyai industri
yang sejenis dengan bisnis yang dinilai atau industry yang karakteristik
ekonominya setara. Faktor-faktor yang dipertimbangkan antara lain
untuk memperoleh perusahaan pembanding :
1. Karakteristik kualitatif dan kuantitatif sejenis dengan perusahaan
yang dinilai
2. Jumlah data perusahaan sejenis yang memadai dan dapat
diverifikasi
3. Apakah harga transaksi dari perusahaan sejenis merepresentasikan
transaksi bebas ikatan (arm’s length)
d) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan
Tercatat di Bursa Efek ( Guideline Publicly Traded Company Method ),
maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Perusahaan yang dapat digunakan sebagai perusahaan pembanding
adalah perusahaan yang telah memiliki harga pasar yang relevan di
 bursa efek lokal maupun internasional.
2. Penilaian dengan menggunakan Metode Pembanding Perusahaan
Tercatat di Bursa Efek (Guideline Publicly Traded Company
 Method ) secara langsung menghasilkan indikasi Nilai minoritas.

3. Perusahaan pembanding yang digunakan harus merupakan


 perusahaan yang tercatat di bursa efek dan sahamnya aktif
ditransaksikan.
4. Dalam menentukan Perusahaan pembanding yang digunakan,
Penilai seharusnya mempertimbangkan kreiteria sebagai berikut :
a. Industri, kegiatan usaha dan produk;
 b. Karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings ) dan
struktur permodalan ( capital structure );
c. Kinerja keuangan historis;
d. Ukuran perusahaan; dan
e. Pangsa pasar (market share).
e) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan
Tertutup (Guideline Transaction Method atau Direct Market Data
 Method ), maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

1. Perusahaan yang dapat digunakan sebagai perusahaan pembanding


adalah perusahaan yang telah memiliki harga transaksi yang
relevan, bersifat arms-length dan bukan transaksi antara pihak yang
terafiliasi (non-related parties transaction ) atau dalam satu
 pengendalian (under common control transaction).
2. Dalam menentukan Perusahaan pembanding yang digunakan,
Penilai seharusnya mempertimbangkan kriteria sebagai berikut :
a. Industri, kegiatan usaha dan produk;
 b. Karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings ) dan
struktur pemodalan ( capital structure );
c. Kinerja keuangan historis;
d. Ukuran perusahaan;
e. Pangsa pasar (market share).
f) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan
Merger dan Akusisi ( Guideline Merged and Acquired Company
 Method ), maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

1. Penilaian dengan menggunakan Metode Pembanding Perusahaan


Merger dan Akusisi ( Guideline Merged and Acquired Company
 Method ) secara langsung menghasilkan indikasi Nilai mayoritas.

2. Perusahaan pembanding yang digunakan harus mempertimbangkan


kriteria sebagai berikut :
a. Dalam hal perusahaan pembanding yang digunakan adalah
 perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, maka :
  perusahaan pernah melakukan transaksi merger atau
akusisi yang bersifat arms-length dan bukan transaksi
antara pihak yang terafiliasi (non-related parties
transaction ) atau dalam satu pengendalian ( under common
control transaction ).

  bidang usaha perusahaan yang sejenis.


g) Penilai dapat menggunakan Metode Transaksi Sebelumnya ( Prior
Transactions Method ) dengan persyaratan bahwa transaksi yang
digunakan sebagai pembanding harus bersifat wajar ( arms-length
transaction ).
5.24 Dalam hal Penilai menggunakan rasio-rasio penilaian dalam melakukan
 pembandingan untuk mengkonversi variabel keuangan yang relevan dari
Objek Penilaian, maka Penilai harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) Rasio penilaian yang digunakan harus diterapkan pada Objek Penilaian
secara konsisten terhadap variabel yang sebanding atau relevan dari Objek
Penilaian.
 b) Alasan pemilihan dan cara penerapan rasio penilaian yang digunakan
harus dijelaskan dalam Laporan Penilaian (SPI 105).
c) Dalam hal Penilai menggunakan rasio nilai pasar terhadap capital yang
diinvestasikan (market value of invested capital ) (MVIC), maka untuk
memperoleh indikasi nilai ekuitas dari Objek Penilaian, nilai pasar dari
kapital yang diinvestasikan harus dikurangi terlebih dahulu dengan kapital
lain yang lebih utama atau senior.
d) Periode pembanding terhadap rasio-rasio penilaian dalam laporan
keuangan Objek Penilaian dan perusahaan pembanding harus sama.
e) Laporan keuangan perusahaan pembanding dapat merupakan laporan
keuangan yang diaudit atau dipublikasikan.
f) Rasio-rasio penilaian harus didukung dengan data yang akurat serta
dihitung berdasarkan analisis atas perbandingan fundamental variabel
keuangan perusahaan yang menjadi Objek Penilaian dengan perusahaan
 pembanding.
g) Rasio penilaian yang bersifat khusus (seperti untuk penilaian website yang
menggunakan Nilai Entitas/jumlah kunjungan, penilaian perusahaan
 perkebunan atau tambang dalam tahap pengembangan awal yang
menggunakan Nilai Entitas/hektar atau Nilai Entitas/ton reserve) sering
digunakan oleh para pelaku pasar sebagai jalan pintas dalam Pendekatan
Pasar. Namun, indikasi nilai yang berasal dari penggunaan multiple
tersebut tidak boleh diberikan bobot yang besar, kecuali dapat ditunjukkan
 bahwa pembeli dan penjual menempatkan kepercayaan yang signifikan
 pada rasio penilaian tersebut. Bahkan bila hal ini terjadi, pemeriksaan
silang harus dilakukan menggunakan setidaknya satu metode lain.
5.25 Penilaian dengan Pendekatan Pendapatan ( Income Approach)
a) Pendekatan Pendapatan dapat digunakan untuk memperkirakan Nilai
dengan mengantisipasi dan mengkuantifikasi kemampuan Objek
Penilaian dalam menghasilkan imbal balik (return) yang akan diterima
dimasa datang.
 b) Dalam hal penilaian terhadap suatu kepentingan pemegang saham
 pengendali dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan maka
:
1.  Nilai dari aset dan liabilitas non-operasional; atau
2. Kelebihan atau kekurangan dari aset operasional,
3. Dalam laporan keuangan seharusnya dikeluarkan dari perhitungan
nilai aset operasional, dan seharusnya ditambahkan pada atau
dihapuskan dari nilai entitas operasional.
c) Metode yang umum digunakan dalam Pendekatan Pendapatan ( Income
 Approach) adalah sebagai berikut :

1. Metode Diskonto Arus Kas ( Discounted Cash Flow Method ); dan


2. Metode Kapitalisasi Pendapatan (Capitalization of Income Method ).
d) Metode tersebut diatas hanya dapat digunakan apabila manajemen Objek
Penilaian telah menyusun rencana bisnis yang akan dijadikan sebagai
Dasar Nilai (business plan based valuation ).
e) Penilai harus memiliki keyakinan yang memadai bahwa asumsi yang
digunakan dalam penyusunan rencana bisnis ( business plan ) adalah wajar.
5.26 Metode Diskonto Arus Kas
a) Manfaat atau pendapatan ekonomi yang harus digunakan dalam
Pendekatan Pendapatan adalah berupa Arus Kas Bersih (AKB) untuk
 perusahaan (net or free cash flow to the firm) atau untuk ekuitas (net or
free cash flow to equity).
 b) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Diskonto Arus Kas (Discounted
Cash Flow Method), maka Penilai melakukan penelaahan atau
 penyesuaian atas asumsi, keakuratan perhitungan dan kebijakan akuntansi
yang digunakan dalam menyusun proyeksi laporan keuangan.
c) Proyeksi Arus Kas Bersih (AKB) dapat ditetapkan dalam 2 (dua) periode
 proyeksi yaitu :
1. Periode waktu tetap atau khusus ( fixed or specific time period ) yang
mengacu pada :
a. Umur teknis faktor produksi utama atau termasuk ijin atau
konsesi; dan
 b. Periode waktu perencanaan bisnis yang belum stabil.
2. Periode waktu kekal ( perpetuity period ) yang dimulai dari satu tahun
setelah periode waktu tetap sampai dengan seterusnya.
d) Penerapan Metode Diskonto Arus Kas ( Discounted Cash Flow Method )
dapat menggunakan model ekuitas ( equity model) atau model modal yang
diinvestasikan (invested capital model ).
e) Dalam hal Penilai menggunakan model ekuitas ( equity model), maka
 berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Arus kas yang didiskonto harus merupakan arus kas yang tersedia
untuk pemegang saham biasa ( equity); dan
2. Tingkat Diskonto harus merupakan Tingkat Imbal Balik ( rate of
return ) atau biaya atas ekuitas (cost of equity ).

f) Dalam hal Penilai menggunakan model modal yang diinvestasikan


(invested capital model ), maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Arus kas yang didiskonto harus merupakan arus kas yang tersedia
untuk semua penyedia capital;
2. Tingkat Diskonto harus mencerminkan biaya kapital rata-rata
tertimbang (weighted average cost of capital ) yang digunakan untuk
menghasilkan arus kas; dan
3.  Nilai Ekuitas diestimasikan dengan mengurangi Nilai perusahaan
atau nilai kapital yang diinvestasikan dengan Nilai Pasar dari saham
 preferen dan pinjaman yang berbunga ( interest bearing debt )
ditambah kas dan Nilai Pasar aset non operasional.
g) Dalam hal menggunakan laporan keuangan tengah tahunan sebagai Dasar
 Nilai, maka Penilai harus mengungkapkan dalam Laporan Penilaian
alasan atau dasar digunakannya proyeksi tengah tahunan yang telah
disesuaikan.
5.27 Tingkat Diskonto
Penilai dalam menetapkan Tingkat Diskonto harus :
a) Menghitung Biaya Modal yang dipergunakan dalam Pendekatan
Pendapatan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Biaya utang jangka pendek maupun jangka panjang harus
menggunakan data tingkat bunga yang dikeluarkan oleh bank
 pemerintah;
2. Biaya ekuitas saham preferen harus menggunakan dividen yang
mencerminkan tingkat dividen pasar. Dalam hal dividen tidak
mencerminkan tingkat dividen pasar, maka nilai dividen dicari dari
 perusahaan terbuka yang sebanding.
3. Biaya ekuitas untuk saham dapat dihitung melalui :
a. Capital Asset Pricing Model (CAPM);

 b.  Discounted Cash Flow Model (DCF).


4. Dalam hal biaya ekuitas untuk saham dihitung menggunakan CAPM,
maka Penilai harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Tingkat Imbal Balik bebas risiko ( Risk-free rate) harus
menggunakan bunga bebas risiko dari surat berharga jangka
menengah yang dikeluarkan oleh pemerintah;
 b. Suka bunga bebas risiko yang digunakan disesuaikan dengan
mata uang yang disajikan dalam laporan keuangan Objek
Penilaian;
c. Dalam hal transaksi dilakukan dengan mata uang Rupiah, maka
 penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus berdasarkan
Surat Utang Negara (SUN) sesuai sisa umur ekonomis Objek
Penilaian;
d. Dalam hal Objek Penilaian beroperasi di Indonesia dan pelaporan
dalam mata uang selain Rupiah, maka penentuan tingkat suku
 bunga bebas risiko harus berdasarkan obligasi Negara Republik
Indonesia (misalnya Republic of Indonesian Paper untuk USD)
dalam mata uang yang sesuai dengan mata uang yang disajikan
dalam laporan keuangan sesuai sisa umur ekonomis Objek
Penilaian. Jika tidak ada, wajib menggunakan tingkat suku bunga
 bebas risiko dari mata uang yang digunakan disesuaikan dengan
risiko Negara Indonesia.
e. Dalam hal Objek Penilaian beroperasi di luar Indonesia, maka
 penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus berdasarkan
obligasi Negara tersebut, sesuai sisa umur ekonomis Objek
Penilaian;
f. Jangka waktu acuan penentuan tingkat suku bunga bebas risiko
harus disesuaikan dengan jangka waktu proyeksi atas Objek
Penilaian;
g. Koefisien Beta yang dipergunakan dalam menghitung CAPM
harus berasal dari data rata-rata industri pada sektor yang sama
dengan Objek Penilaian atau rata-rata beberapa perusahaan
 pembanding;
h. Premi risiko ekuitas harus didasarkan pada data yang
dipublikasikan; dan
i. Risiko spesifik yang melekat pada Objek Penilaian.
 b) Menghitung persentase struktur modal atau tingkat leverage perusahaan,
dengan ketentuan :
1. Dalam hal penilaian dilakukan atas Objek Penilaian yang merupakan
kepemilikan minoritas, maka Penilai dapat menggunakan struktur
modal berdasarkan nilai buku; dan
2. Dalam hal penilaian dilakukan atas Objek Penilaian yang merupakan
kepemilikan mayoritas, maka Penilai harus menggunakan struktur
modal berdasarkan Nilai Pasar perusahaan yang sebanding dalam
industri yang sejenis atau target struktur modal disetai dengan
 penjelasan tentang penggunaan target struktur modal;
c) Menggunakan data tingkat bunga pasar dari rata-rata bank yang
melaksanakan fungsi pembiayaan dalam menentukan biaya utang, baik
utang jangka pendek (utang modal kerja) maupun utang jangka panjang
(utang investasi);
d) Melakukan penyesuaian dalam hal terdapat pembiayaan utang dengan
tingkat bunga yang berbeda dengan tingkat bunga pasar untuk
mencerminkan risiko yang sebanding pada Objek Penilaian; dan
e) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang ( weighted average cost of
capital ) secara proporsional berdasarkan bobot setiap jenis struktur modal
dan biaya dari setiap jenis struktur modal;
f) Tingkat Diskonto dan Tingkat Kapitalisasi yang ditetapkan oleh Penilai
harus diuraikan alasan, asumsi, proses perhitungan dan digunakan dalam
analisis proyeksi keuangan;
g) Dalam hal biaya ekuitas untuk saham dihitung dengan menggunakan
DCF, maka Penilai harus menggunakan perusahaan-perusahaan
 pembanding yang memiliki nilai pasar ekuitas.
5.28 Proyeksi Keuangan
a) Penilai harus menggunakan proyeksi keuangan dalam Pendekatan
Pendapatan ( Income Approach).
 b) Proyeksi keuangan digunakan untuk mengestimasi aliran pendapatan
ekonomi Objek Penilaian dengan menggunakan Tingkat Diskonto yang
harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan ekonomi Objek Penilaian.
c) Dalam hal Penilai menggunakan proyeksi keuangan, maka proyeksi
keuangan seharusnya diperoleh dari pihak manajemen.
d) Berdasarkan Pendekatan Pendapatan, laporan keuangan historis suatu
entitas bisnis sering digunakan sebagai panduan untuk memperkirakan
 pendapatan atau arus kas masa depan di masa depan dari suatu bisnis.
Menentukan tren historis dari waktu ke waktu melalui analisis rasio dapat
membantu memberikan informasi yang diperlukan untuk menilai risiko
yang melekat dalam operasi bisnis tersebut dalam konteks industri serta
 prospek kinerjanya di masa depan.
e) Dalam membuat proyeksi keuangan, Penilai harus
1. Menganalisa laporan keuangan historis Objek Penilaian;
2. Melakukan penyesuaian atas laporan keuangan Objek Penilaian, yang
meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif,
atau laporan arus kas (bilamana diperlukan);
3. Mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan bisnis Objek Penilaian
sesuai dengan tingkat pendapatan ekonomis yang dihasilkan oleh
Objek Penilaian dan kepentingan bisnis Objek Penilaian dan;
4. Melakukan penyesuaian terhadap proyeksi laporan keuangan yang
meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif,
dan laporan arus kas;
5. Menyajikan informasi keuangan hasil penyesuaian dengan
mencatatkan penyesuaian yang dilakukan pada kertas kerja Penilai;
6. Menyajikan proyeksi keuangan dalam Laporan Penilaian, dalam
 bentuk sekurang-kurangnya proyeksi laporan posisi keuangan,
 proyeksi laporan laba rugi komprehensif, dan proyeksi laporan arus
kas;
7. Periode proyeksi pendapatan ekonomis harus dilakukan dalam kurun
waktu paling kurang 5 (lima) tahun kedepan, atau disesuaikan dengan
sisa umur dari fasilitas produksi utama Objek Penilaian.
5.29  Nilai Akhir (Terminal Value)
Dalam hal Penilai menggunakan Nilai Akhir, maka berlaku ketentuan sebagai
 berikut :
a)  Nilai Akhir merupakan nilai dari jumlah arus kas untuk periode setelah
 periode tetap, dimana arus kas yang digunakan dapat berupa model kapital
investasi (invested capital model ) maupun model ekuitas.
 b) Metode yang umumnya digunakan untuk mengestimasi Nilai Akhir
adalah :
1.  Nilai Sisa (residual value )
2. Kapitalisasi Pendapatan
5.30 Metode Nilai Sisa.
a) Jika Penilai menggunakan model kapital investasi, Nilai Akhir diperoleh
dengan mengestimasi nilai sisa dari modal yang diinvestasikan, yaitu aset
tetap ditambah dengan estimasi jumlah yang dapat direalisasikan dari
modal kerja bersih dikurangi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
 pada akhir periode spesifik.
 b) Jika Penilai menggunakan Model Ekuitas, maka jumlah liabilitas pada
akhir periode tertentu harus dikurangkan terhadap estimasi dari nilai sisa
modal yang diinvestasikan.
5.31 Metode Kapitalisasi Pendapatan
a) Metode Kapitalisasi Pendapatan digunakan dalam hal Entitas yang
menjadi objek penilaian memiliki jangka waktu yang tak terhingga (kekal)
atau tidak dapat ditentukan, maka Nilai Akhir diestimasi dengan
mengkapitalisasi arus kas periode kekal, yaitu arus kas satu periode
setelah periode tetap, dengan tingkat kapitalisasi pada periode akhir
(terminal capitalization rate ).
 b) Metode Kapitalisasi Pendapatan dapat digunakan untuk suatu Entitas yang
menjadi objek penilaian yang dianggap sudah berada dalam tahap
 pertumbuhan yang konstan. Arus kas untuk periode kekal adalah arus kas
 periodik yang mewakili Entitas yang menjadi objek penilaian dalam satu
siklus usaha.
c) Tingkat kapitalisasi pada periode akhir (terminal capitalization rate)
diperoleh dengan mengurangi tingkat diskonto yang digunakan dalam
 penilaian dengan suatu tingkat pertumbuhan tertentu yang diasumsikan
konstan, dimana tingkat pertumbuhan dapat positif, negatif, maupun nol.
d) Tingkat pertumbuhan untuk periode kekal harus mempertimbangkan
tingkat pertumbuhan ekonomi dan industri jangka panjang dimana
 perusahaan beroperasi yang telah memperhitungkan faktor inflasi.
5.32 Penilaian dengan Pendekatan Aset
a) Penilai yang menggunakan Pendekatan Aset ( Asset Approach) dalam
 penugasan penilaian profesional wajib memiliki keahlian dalam bidang
 penilaian properti dan Penilaian Bisnis.
 b) Dalam hal Penilai tidak memiliki keahlian dalam bidang penilaian
 properti, maka Penilai harus mengacu pada laporan penilaian properti
yang terpisah.
c) Pendekatan Aset dapat digunakan untuk memperoleh indikasi nilai dari
suatu entitas, kapital yang diinvestasikan ( Invested Capital), struktur
 permodalan (capital structure ), dan/atau Nilai Aset Bersih perusahaan
(ekuitas).
d) Indikasi nilai ekuitas atau estimasi Nilai Aset Bersih ( Net Asset Value)
diperoleh dari selisih antara nilai aset termasuk Aset Tak Berwujud
dengan nilai liabilitas, atas Dasar Nilai aset yang telah disesuaikan
(appraised value).
e) Dalam hal penilaian dilakukan atas bagian dar suatu aset (partial interest),
maka pemegang hak kepemilikan atas aset tersebut wajib dapat
memutuskan untuk melakukan penjualan atau mampu menyebabkan
terjadinya penjualan.
f) Penilaian dengan mengaplikasikan Pendekatan Aset akan menghasilkan
nilai mayoritas. Seandainya yang dinilai adalah kepemilikan minoritas,
 pada umumnya dapat diaplikasikan Diskon Tanpa Pengendalian untuk
kepentingan minoritas.
g) Akun-akun dalam laporan posisi keuangan harus disesuaikan untuk
mencerminkan Nilai Pasar pada Tanggal Penilaian.
h) Metode yang digunakan dalam Pendekatan Aset adalah sebagai berikut :
1. Metode Penyesuaian Aktiva Bersih (PAB) ( Adjusted Net Asset
 Method ) (ANAM), Adjusted Book Value Method  (ABVM), Net Asset
Valuation Method   (NAVM), dan  Assets Accumulation Method 
(AAM)); dan/atau
2. Metode Kapitalisasi Kelebihan Pendapatan (KKP)/ Excess Earning
 Method  (EEM).

i) Dalam hal Penilai menggunakan metode PAB, maka Aset Tak Berwujud
harus diidentifikasi dan dinilai secara individual.
 j) Dalam hal Penilai menggunakan metode KKP, maka Aset Tak Berwujud
harus dinilai secara kolektif.
5.33 Metode Penyesuaian Aktiva Bersih (PAB)
Dalam hal Penilai menggunakan metode PAB maka berlaku ketentuan sebagai
 berikut :
a) Metode PAB digunakan untuk menilai antara lain :
1. Ekuitas suatu perusahaan dimana Nilai perusahaan sangat bergantung
 pada Nilai aktiva tetap (a heavy based on fixed assets company ),
seperti perusahaan real estat;
2. Ekuitas dari Perusahaan Induk ( holding company);
3. Perusahaan yang tidak memiliki riwayat pendapatan yang
mempunyai prospek positif, perusahaan yang memiliki pendapatan
yang berfluktuasi, atau perusahaan yang diragukan kemampuannya
untuk melanjutkan operasi yang bersifat going concern, seperti
 perusahaan yang baru berdiri ( start up company) atau perusahaan
yang berada dalam kesulitan untuk memperoleh pendapatan ( troubled
companies );

4. Perusahaan yang memiliki dan/atau menguasai aset berwujud dalam


 jumlah yang signifikan;
5. Perusahaan yang memiliki tenaga kerja yang memberikan nilai
tambah relatif kecil terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
 perusahaan; atau
6. Perusahaan yang memiliki aset tak berwujud dalam jumlah yang tidak
signifikan.
 b) Penyesuaian terhadap aset harus dilakukan sesuai dengan sifat aset
tersebut, antara lain :
1. Kas dan setara kas, persediaan, piutang, surat berharga dan instrumen
aset keuangan lainnya, dinilai sesuai Nilai Pasar atau Penilai dapat
menggunakan laporan keuangan dengan memakai nilai yang
tercantum dalam laporan posisi keuangan (face value) sepanjang
Penilai dapat meyakini bahwa nilai yang tercatat dalam laporan posisi
keuangan dapat mencerminkan nilai pasarnya.
2. Penilaian aset tetap harus dilakukan sesuai dengan SPI terkait
 penilaian real properti (SPI 300) dan personal properti (SPI 310).
3. Penilaian atas Aset Tak Berwujud harus dilakukan berdasarkan SPI-
320.
4. Utang/Liabilitas dan instrument keuangan lainnya dinilai sesuai Nilai
Pasar (SPI 340), atau Penilai dapat menggunakan laporan keuangan
dengan memakai nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan
(face value). Penilai dapat menggunakan laporan keuangan dengan
memakai nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan (face
value) sepanjang Penilai dapat meyakini bahwa nilai yang tercatat
dalam laporan laporan posisi keuangan dapat mencerminkan nilai
 pasarnya.
5.34 Metode Kapitalisasi Kelebihan Pendapatan (KKP)
Dalam hal Penilai menggunakan metode KKP, maka berlaku ketentuan
sebagai berikut :
a) Metode KKP digunakan untuk menilai ekuitas perusahaan operasional
(operating company) dengan tingkat pertumbuhan pendapatan dan laba
yang relatif stabil;
 b) Pendapatan suatu perusahaan yang digunakan merupakan hasil dari
 produktivitas aktiva berwujud maupun tidak berwujud. Setiap kelebihan
 pengembalian (excess return atau earning ) yang diperoleh diatas
 pengembalian normal ( normal return) atas Aset Berwujud,
diperhitungkan sebagai pengembalian dari Aset Tak Berwujud secara
kolektif.
c) Laporan laba rugi komprehensif yang digunakan adalah :
1. Laporan laba rugi komprehensif bulanan pada tahun terakhir;
2. Laporan laba rugi historis untuk memperoleh rata-rata tertimbang
yang diyakini atau
3. Proyeksi tahun berikutnya yang diyakini dapat dipertahankan di masa
depan.
d) Laporan laba rugi komprehensif harus disesuaikan dengan prinsip dan
 prosedur penyesuaian untuk memperoleh laba operasi normal dari Objek
Penilaian.
e) Penilaian kembali atas aktiva berwujud dan liabilitas perusahaan harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada metode PAB .
f) Penilaian yang digunakan pada Metode KKP harus didasarkan atas :
1.  Nilai Aset Berwujud Bersih (NABB)/net tangible asset value
(NTAV);
2. Tingkat Imbal Balik Wajar ( Normal Rate of Return) dalam persentase
untuk NABB;
3. Jumlah imbal balik wajar (dalam rupiah) untuk NABB; atau
4. Laporan keuangan yang telah disesuaikan.
g) Penentuan Tingkat Imbal Balik wajar (normal rate of return) untuk NABB
harus sesuai dengan risiko yang melekat pada NABB tersebut dan
mencerminkan Tingkat Imbal Balik rata-rata tertimbang antara biaya
ekuitas dan biaya utang sesuai dengan kapasitas NABB dalam
memperoleh pinjaman (borrowing capacity).
h) Pendapatan ekonomi atau laba normal yang akan dikurangi dengan jumlah
imbal balik wajar atas NABB mencerminkan pendapatan ekonomi yang
diperkirakan akan dapat dipertahankan dimasa datang. Selisih antara
 pendapatan ekonomi normal dan jumlah imbal balik atas NABB adalah
 jumlah imbal balik atas aktiva berwujud.
i) Konversi kelebihan pendapatan menjadi nilai aktiva tidak berwujud secara
keseluruhan (going concern value), dilakukan dengan menggunakan
Tingkat Kapitalisasi sesuai dengan risiko yang melekat atas aktiva tidak
 berwujud dengan memperhatikan :
1. Sifat bisnis;
2. Manajemen perusahaan;
3. Pangsa pasar perusahaan;
4. Reputasi perusahaan;
5. Konsistensi dari pendapatan ekonomi yang dihasilkan; dan
6. Konsistensi basis pelanggan perusahaan.
 j)  Nilai ekuitas yang diperoleh dengan menambahkan nilai aktiva tidak
 berwujud ( going concern value ) terhadap NABB mencerminkan nilai
ekuitas (common stocks) secara keseluruhan.
k) Penetapan Tingkat Imbal Balik untuk NABB dan Tingkat Kapitalisasi
untuk aktiva tidak berwujud harus diungkapkan dalam Laporan Penilaian.
5.35 Dalam penilaian bisnis penilai dapat mempertimbangkan diskon dan premi
yang sesuai dengan Objek Penilaian.
Dalam menentukan kesimpulan Nilai akhir atas Objek Penilaian, Penilai dapat
mempertimbangkan Diskon Likuiditas Pasar ( Discount for Lack of
 Marketability) dan Premi Pengendalian ( Premium for Control ) atau Diskon
Pengendalian ( Discount For Lack of Control).
5.36 Dalam melakukan penilaian atas Objek Penilaian, Penilai harus memberikan
kesimpulan nilai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Dalam membuat kesimpulan Nilai akhir, Penilai harus
mempertimbangkan :
1. Pendekatan Penilaian, Metode Penilaian dan prosedur penilaian yang
relevan;
2. data dan informasi yang tersedia dan relevan; dan
3. diskon atau premi yang tepat.
 b) Jika melakukan penilaian dengan mengaplikasikan lebih dari satu
 pendekatan, kesimpulan Nilai harus diperoleh dengan cara :
1. Mengukur kehandalan hasil penilaian yang didapatkan dari
 penggunaan beberapa Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian
yang berbeda;
2. Menghubungkan dan merekonsiliasi hasil penilaian yang didapatkan
dari penggunaan beberapa Pendekatan Penilaian dan Metode
Penilaian yang berbeda; dan
3. Menentukan bahwa kesimpulan Nilai akhir merupakan hasil
 penilaian pada lebih dari satu Pendekatan Penilaian dan Metode
Penilaian. Bilamana penilaian hanya dapat dilakukan dengan satu
Pendekatan Penilaian atau Metode Penilaian, Penilai harus
mengungkapkan mengenai alasan tidak dapat digunakannya
Pendekatan Penilaian atau Metode Penilaian yang lain.
5.37 Penilai harus mengungkapkan secara jelas dalam Laporan Penilaian mengenai
 prosedur penyesuaian dan rekonsilisasi yang dilakukan untuk memperoleh
kesimpulan Nilai akhir.
5.38 Kesimpulan Nilai akhir dapat dinyatakan dalam nilai tunggal dalam mata uang
rupiah (SPI 105).
5.39 Penilaian Perusahaan Induk ( Holding Company), Perusahaan Induk
Operasional (Operating Holding Company) dan/atau Entitas Bertujuan
Khusus (Special Purpose Entities )
a) Dalam hal melakukan penilaian terhadap Perusahaan Induk ( Holding
Company), Perusahaan Induk Operasional ( Operating Holding Company )
dan/atau Entitas Bertujuan Khusus ( Special Purpose Entities ), maka
Penilai harus melakukan penilaian kepada seluruh anak perusahaan,
 perusahaan asosiasi, dan perusahaan investasi secara terpisah sesuai
dengan prosentase kepemilikannya.
 b) Dalam hal melakukan penilaian terhadap anak perusahaan dan perusahaan
asosiasi maka harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
standar ini.
c) Dalam hal melakukan penilaian anak terhadap perusahaan investasi atau
dengan kepemilikan di bawah 20% dan/atau tidak mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan
 perusahaan tanpa memiliki kendali terhadap anak perusahaan tersebut
maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Penilai dapat menggunakan Pendekatan Pasar; dan
2. Dalam hal penilaian yang dilakukan oleh Penilai mengacu pada
laporan keuangan anak perusahaan tersebut, maka :
a. Laporan keuangan yang digunakan sebagai Dasar Nilai dapat
 berupa laporan keuangan interim yang tidak diaudit;
 b. Tanggal Penilaian yang digunakan oleh Penilai harus sama
dengan tanggal laporan keuangan interim tidak diaudit.
5.40 Kejadian-kejadian penting setelah tanggal penilaian ( subsequent events )
a) Kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian adalah kejadian-
kejadian terkait objek penilaian yang diketahui maupun yang patut
diketahui sampai dengan Tanggal Laporan;
 b) Kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian tidak dapat
digunakan untuk memutakhirkan hasil penilaian;
c) Dalam hal kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian tersebut
mengandung informasi yang dapat mempengaruhi Nilai Objek Penilaian,
maka Penilai harus mengungkapkan sifat dan dampaknya dalam Laporan
Penilaian; dan
d) Pengungkapan kejadian-kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam
 butir 5.40.b) dan huruf 5.40.c) harus secara jelas mengindikasikan bahwa
 pengungkapan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi
 penentuan Nilai pada saat Tanggal Penilaian.

6.0 Syarat Pengungkapan


Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105.

7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku


7.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 330 - Penilaian Bisnis.
7.2 SPI 330  ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Januari 2016.
Standar Penilaian Indonesia 340
(SPI 340)
Penilaian Instrumen Keuangan
Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam
Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan
1.1 Standar Penilaian Indonesia ini diterapkan agar Penilaian Instrumen Keuangan
dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas
sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian
1.2 Penilaian Instrumen Keuangan biasanya dilakukan menggunakan Nilai Pasar
sebagai Dasar Nilai dengan menerapkan SPI 101. Sedangkan untuk Penerapan
Dasar Nilai selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai
dengan SPI 102.
1.3 Secara umum, Penilaian Instrumen Keuangan menerapkan konsep, proses, dan
metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa
istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu
 penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam
Penilaian Instrumen Keuangan dikemukakan dalam standar ini.
1.4 Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan
antara Penilaian Instrumen Keuangan untuk tujuan pelaporan keuangan atau
tujuan transaksi.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun
 penyusunan maupun penggunan Penilaian Instrumen Keuangan.
2.2 Ketika penilaian dilakukan bagi entitas pemilik yang dimaksudkan untuk
digunakan oleh investor eksternal, pihak berwenang atau entitas lainnya, maka
untuk memenuhi persyaratan perlu mengkonfirmasi identitas dan status dari
 penilai sesuai di SPI butir 5.3.a).1, maka referensi harus dilakukan terhadap
lingkungan pengendali, lihat Lingkungan Pengendalian 5.13.a) sampai dengan
5.13.e) di bawah ini.
2.3 Untuk memenuhi persyaratan untuk mengidentifikasi aset atau liabilitas yang
akan dinilai seperti di SPI 103 butir 5.3.a).4, beberapa hal tersebut harus
diperhatikan:
a) Instrumen atau kelompok instrumen yang akan dinilai;
 b) Apakah penilaian mencakup instrumen individu, portofolio instrumen yang
identik atau portofolio aset keseluruhan.
4. Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak
selain Pemberi Tugas;
Konsultan dapat mencantumkan klausul bahwa Konsultan tidak
memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak
menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku.
5. Asumsi;

Semua asumsi yang dibuat dalam pelaksanaan dan pelaporan


Konsultasi harus ditulis dalam Lingkup Penugasan.
Asumsi adalah hal yang wajar untuk diterima sebagai fakta dalam
konteks penugasan penilaian tanpa penyelidikan tertentu atau
verifikasi. Hal tersebut, dinyatakan untuk dapat diterima dalam
 pemahaman penugasan.
6. Biaya jasa Konsultasi atau dasar perhitungan yang akan
dibayarkan untuk Penugasan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara Konsultan dengan Pemberi Tugas.

6.0 Syarat Pengungkapan


Persyaratan untuk Pelaporan jasa Konsultasi ini dapat berupa laporan lisan maupun
laporan tertulis.

7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku


7.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 350 – 
350 –  Jasa
 Jasa Konsultasi.
Konsultasi.
7.2 SPI 350 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Januari 2016.
Daftar Istilah (Glossary)

Standar Penilaian Indonesia (SPI)


Aktivitas Agrikultur Aktivitas Agrikultur (agricultural activity ), SPI 301
( Agricultural activity )
 Agricultural activity adalah manajemen transformasi biologis dan Butir 3.13
 panen aset biologis oleh entitas untuk dijual
atau untuk dikonversi menjadi produk
agrikultur atau menjadi aset biologis
tambahan.
Alokasi Harga Beli Alokasi Harga Beli (Purchase Price SPI 320
(Purchase Price  Allocation) adalah suatu kegiatan yang
Butir 3.3
 Allocation) dilakukan oleh pihak pengakuisisi untuk
mengalokasikan Harga Beli pada aset dan
liabillitas pihak yang diakuisisi berdasarkan
 Nilai Pasar aset dan liabilitas tersebut pada
tanggal akuisisi.
Arus Kas Bersih (AKB) Arus Kas Bersih (AKB) adalah jumlah kas SPI 330
yang : Butir 3.1
a) Tersedia setelah terpenuhinya kebutuhan
kas untuk kegiatan operasional;
 b) Merupakan arus kas yang tersedia bagi
 penyedia modal (utang dan ekuitas);
ekuitas); dan
c) Telah bebas dari kewajiban untuk
mempertahankan operasi saat ini (current
operation ) dan untuk mengantisipasi
 pertumbuhan perusahaan.
Arus Kas Bersih untuk Arus Kas Bersih untuk Ekuitas ( Free Cash SPI 330
Ekuitas (Free Cash Flow Flow to Equity or Equity Net Cash Flow );
Butir 3.2
to Equity or Equity Net Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan
Cash Flow) depresiasi dan komponen bukan kas lainnya,
dikurangi atau ditambah perubahan modal
kerja, dikurangi pengeluaran barang modal
(capital expenditure ), dikurangi/ditambah
 perubahan pokok pinjaman.
pinjaman.
Arus Kas Bersih untuk Arus Kas Bersih untuk Modal Investasi ( Free SPI 330
Modal Investasi (Free Cash Flow to the Firm or Invested Capital
Butir 3.3
Cash Flow to the Firm or  Net Cash Flow); Laba bersih setelah pajak,
 Invested Capital Net ditambah dengan depresiasi dan komponen
Cash Flow)  bukan kas lainnya, ditambah dengan
 pembayaran bunga bebas pajak, dikurangi
atau ditambah perubahan modal kerja,
dikurangi pengeluaran barang modal ( capital
expenditure )
Aset Aset adalah sumber daya ekonomi yang SPI 203
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan Butir 3.22
dari mana manfaat ekonomi dan/atau socsial
di masa depan diharapkan dapat diperoleh,
 baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya non keuangan yang
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya
yang dipelihara karena alasan sejarah dan
 budaya.
Aset Bersejarah Aset Bersejarah ( Heritage Assets). Aset yang SPI 203
 Heritage Assets
( Heritage
 Heritage Assets) memiliki nilai budaya, lingkungan atau
Butir 3.11
sejarah yang penting. Karakteristiknya:
a) Manfaat ekonominya dalam hal budaya,
lingkungan dan Pendidikan serta sejarah
tidak selalu merefleksikan nilai finansial
yang berdasarkan harga pasar;
 b) Kewajiban legal dapat menimbulkan
larangan untuk menjual aset ini;
c) Biasanya tidak dapat digantikan dan
manfaat ekonomisnya dapat meningkat
sepanjang waktu berjalan, bahkan ketika
kondisi fisiknya semakin menurun; dan
d) Sulit untuk mengestimasikan Umur
Manfaatnya, dalam beberapa kasus dapat
mencapai ratusan tahun
(IPSAS 17.9)
Aset Biologis ( Biological Aset Biologis ( Biological Asset ),
), adalah SPI 301
 Asset ) hewan atau tanaman hidup. Butir 3.14
Aset bukan Penghasil Aset bukan Penghasil Pendapatan ( Non Cash SPI 203
Pendapatan ( Non Cash Generating Asset ).
). Aset selain Aset Penghasil Butir 3.12
Generating Asset ) Pendapatan. (IPSAS 21.14).
Aset Infrastruktur Aset Infrastruktur SPI 203
Aset yang memiliki karakteristik sebagai Butir 3.13
 berikut:
a) Merupakan bagian dari suatu sistem atau
 jaringan;
 b) Sifatnya khusus dan tidak memiliki
alternatif penggunaan;
c) Tidak dapat dipindahkan;
d) Memiliki keterbatasan dalam penjualan.
(IPSAS 17.21)
Aset non Tanaman Aset non Tanaman ( NonPlanting Asset ) SPI 301
( NonPlanting
 NonPlanting Asset ) adalah sarana dan prasarana serta fasilitas Butir 3.2
 penunjang lainnya termasuk unit pengolahan
(bila ada) yang merupakan bagian yang tidak
terlepas dari satu kesatuan aset pada suatu
entitas pertanian. Lihat juga Properti
Perkebunan (Plantation Property ) dan Aset
Tanaman (Planting Asset ).
).
Aset Penghasil Aset Penghasil Pendapatan ( Cash Generating SPI 203
Pendapatan (Cash  Asset ).
). Aset yang dikuasai dengan tujuan Butir 3.14
Generating Asset ) menghasilkan tingkat pengembalian ( return )
secara komersial (IPSAS 21.14)
Aset Rekreasional Aset Rekreasional. Property yang berada SPI 203
dalam kepemilikan publik yang: Butir 3.1
a) Dikelola oleh atau atas nama nasional,
Pemerintah Daerah atau otoritas
 pemerintahan local; dan
 b) Menyediakan jasa rekreasi untuk
digunakan oleh masyarakat umum.
Contohnya termasuk taman, taman
 bermain, jalur hijau, jalur pejalan kaki,
kolam renang, dan lain-lain.
Aset Sektor Publik Aset Sektor Publik ( Public Sector Asset ). ). SPI 203
(Public Sector Asset ) Suatu aset yang dimiliki dan atau dikuasai
Butir 3.2
oleh pemerintah atau entitas kuasi
 pemerintah, untuk menyediakan barang atau
 jasa kepada publik. Aset sektor publik ini
terdiri dari berbagai jenis aset, termasuk di
dalamnya aset konvensional, aset bersejarah
atau yang dilindungi, aset infrastruktur, aset
yang memberikan fungsi utilitas publik, aset
rekreasional, dan bangunan publik (misalnya
fasilitas militer), dimana masing-masing
kategori terdiri dari Properti, Mesin, dan
Peralatan sebagaimana dimaksud dalam
 pengertian IPSASs dan IFRSs.
Aset sektor publik secara umum mencakup:
a) Aset yang memiliki jangka waktu (masa
kepemilikan) yang khusus ( atypical ),
tidak tergantikan, bukan penghasil
 pendapatan, atau menghasilkan barang
dan jasa tanpa adanya kompetisi pasar
 b) Tanah dengan batasan penjualan atau
sewa; dan
c) Tanah yang ditujukan untuk penggunaan
tertentu dan tidak harus memenuhi
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik.
Lihat juga Aset Bersejarah, Aset
infrastruktur, Bangunan Publik, Utilitas
Publik dan Aset Rekreasional.
Aset Takberwujud Aset Takberwujud ( Intangible Asset ) adalah SPI 320
( Intangible
 Intangible Asset ) aset non-monetary   yang dapat diidentifikasi
Butir 3.1
tanpa wujud fisik dan memberikan hak dan
manfaat ekonomi kepada pemilik.
Aset Tanaman (Planting Aset Tanaman (Planting Asset ) yang SPI 301
 Asset ) dimaksud adalah tanaman yang Butir 3.3
dibudidayakan secara komersial pada suatu
lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis
 budidaya yang berlaku umum pada suatu
tempat tertentu. Lihat juga Properti
Perkebunan (Plantation Property ), Tanaman
Tahunan (Perrenial Planting ), dan Aset
Biologis ( Biological
 Biological Asset ).
).
Aset Tetap Aset Tetap adalah aset berwujud yang SPI 203
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua Butir 3.23
 belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
Pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum.
Bangunan Publik ( Public Bangunan Publik ( Public Building ). Suatu SPI 203
 Building)  bangunan yang melayani masyarakat Butir 3.3
(komunitas) dan beberapa fungsi social, yang
dimiliki oleh negara secara langsung maupun
tidak langsung. Contohnya bangunan
 pengadilan, pusat pemerintahan daerah,
sekolah, penjara, pos polisi, fasilitas militer,
 perpustakaan, rumah sakit, klinik dan
 perumahan sosial atau publik.
Barang Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat SPI 205
dijual secara lelang (Pasal 1 butir 2)
Butir 3.2
Biaya Biaya adalah sejumlah uang yang diperlukan KPUP 4.3
untuk memperoleh atau menciptakan suatu
aset. Ketika aset telah diperoleh atau
diciptakan, biaya merupakan suatu fakta.
Harga berhubungan dengan biaya, karna
harga yang dibayar untuk suatu aset menjadi
 biaya bagi pembeli.
Biaya Pengganti Baru Biaya Pengganti Baru ( New Replacement
Replacement SPI 320
( New Replacement Cost ) Cost ) adalah estimasi biaya untuk membuat
 New Replacement
Butir 3.11
suatu Aset Takberwujud, yang setara dengan
Aset Takberwujud yang menjadi objek
 penilaian berdasarkan harga pasaran setempat
 pada Tanggal Penilaian.
Biaya Reproduksi Baru Biaya Reproduksi Baru ( New Reproduction
Reproduction SPI 320
( New
 New Reproduction Cost ) Cost )
Reproduction adalah estimasi biaya untuk
Butir 3.12
mereproduksi suatu Aset Takberwujud yang
sama atau identik dengan Aset Takberwujud
yang menjadi objek penilaian, berdasarkan
harga pasaran setempat pada Tanggal
Penilaian.
 Business Interest
Interest Interest adalah kepemilikan dalam
 Business Interest SPI 330
 perusahaan yang antara lain meliputi Butir 3.4
 penyertaan dalam perusahaan, surat berharga,
aset keuangan ( financial asset ) lainnya dan
Aset Takberwujud ( Intangible Asset ).
).
Data Pembanding Data Pembanding. Data umumnya digunakan SPI 300
dalam analisis penilaian untuk membuat Butir 3.1
estimasi nilai. Data pembanding adalah
 properti yang memiliki karakteristik yang
sama dengan properti yang dinilai. Data
tersebut mencakup harga transaksi dan/atau
data penawaran yang disesuaikan, sewa,
 pendapatan dan pengeluaran, serta tingkat
kapitalisasi dan tingkat diskonto ( yield ) yang
 berasal dari pasar.
Depresiasi Depresiasi merujuk kepada penyesuaian yang SPI 106
diperhitungkan untuk mengestimasi biaya
Butir 3.1
 pembuatan aset dengan utilitas yang setara
guna merefleksikan dampak terhadap nilai
dari berbagai keusangan yang mempengaruhi
aset yang dinilai.
Diskon Likuiditas Pasar Diskon Likuiditas Pasar ( Discount for Lack of SPI 330
( Discount  Marketability) adalah suatu jumlah persentase
 Discount for Lack of  Marketability
Butir 3.7
bility)
 Marketability
 Marketa tertentu yang merupakan pengurang dari nilai
suatu ekuitas sebagai cerminan dari
kurangnya likuiditas dari objek penilaian.
Diskon Tanpa Diskon Tanpa Pengendalian ( Discount for SPI 330
Pengendalian ( Discount
 Discount  Lack of Control) adalah suatu jumlah atau
Butir 3.6
 for Lack of Control)  persentase tertentu yang merupakan
 pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai
cerminan dari kurangnya tingkat
 pengendalian atas objek penilaian.
Elemen Perbandingan Elemen Perbandingan. Karakteristik khusus SPI 300
dari property dan transaksi yang Butir 3.2
mengakibatkan harga yang dibayarkan untuk
real estate menjadi berbeda. Elemen
Perbandingan mencakup, tapi tidak terbatas
kepada; ha katas properti yang ditransfer,
 persyaratan pembiayaan, kondisi penjualan,
kondisi pasar, lokasi dan karakteristik fisik
dan ekonomi (lihat butir 5.23 untuk
 penjelasan Elemen Perbandingan secara
lengkap).
Etik Etik adalah nilai-nilai atau norma-norma KEPI 3.1
moral yang menjadi pedoman bagi seseorang
atau kelompok dalam mengatur perilakunya
secara professional.
Faktor Kapitalisasi Faktor Kapitalisasi adalah semua jenis rasio SPI 300
yang digunakan untuk mengkonversi Butir 3.8
 pendapatan menjadi suatu nilai.
Fasilitas Peternakan Fasilitas Peternakan Khusus (Specialised SPI 301
Khusus (Specialised  Livestock ).
). Lihat juga Peternakan Penghasil Butir 3.4
 Livestock ) Susu ( Dairy
 Dairy Farms), Lahan Penggembalan
Ternak ( Livestock Ranch/Stations ).
 Livestock Ranch/Stations
Fidusia Fidusia adalah surat perjanjian accessor SPI 202
antara debitor dan kreditor yang yang isinya Butir 3.3
 penyerahan hak milik secara kepercayaan atas
 benda bergerak milik debitor kepada
kepada kreditor.
Gadai Gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas SPI 202
suatu barang yang bergerak yang diberikan
Butir 3.2
kepadanya oleh debitor atau orang lain atas
 Namanya untuk menjamin suatu utang. Selain
itu, memberikan kewenangan kepada kreditor
untuk mendapatkan pelunasan dari barang
tersebut terlebih dahulu dari kreditor lainnya,
terkecuali biaya untuk melelang barang dan
 biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
 benda itu dan biaya-biaya itu mesti
didahulukan
Ganti Kerugian Ganti Kerugian adalah penggantian yang SPI 204
layak dan adil kepada pihak yang berhak Butir 3.5
dalam proses pengadaan tanah (Pasal 1 Butir
10).
Goodwill Goodwill adalah aset yang mempresentasikan SPI 320
manfaat ekonomi masa depan yang berasal Butir 3.10
dari aset lainnya yang diakuisisi dalam rangka
Kombinasi Bisnis yang tidak dapat
diidentifikasi secara individual dan diakui
secara terpisah.
Hak atas Properti Hak atas Properti. Hak yang berhubungan SPI 300
dengan kepemilikan real estate. Hak ini
Butir 3.3
termasuk hak untuk mengembangkan atau
tidak mengembangkan lahan, menyewakan
kepada pihak lain, menjual atau
menyerahkan, menanami, menambang atau
mengubah topografi, membagi,
menggabungkan, menggunakan untuk
 pembuangan sampah, atau memilih untuk
tidak menggunakan satupun hak tersebut.
Kombinasi dari berbagai hak ini kadang-
kadang disebut himpunan hak ( bundle of
rights ) yang terdapat di dalam kepemilikan
real estate. Hak atas properti secara umum
dibatasi oleh restriksi publik atau privat
seperti easement , right of way , aturan
kepadatan pengembangan, peruntukan dan
restriksi lainnya yang membatasi properti.
Hak Pengusahaan Hutan Hak Pengusahaan Hutan Industri SPI 301
Industri (Forestry/Timberland ). Lahan yang
Butir 3.5
(Forestry/Timberland ) dikembangkan untuk pertumbuhan tanaman
hutan yang secara periodic dipanen melebihi
 periode pertumbuhannya (5 atau 10 tahun
atau lebih). Pertimbangan sebagai Properti
Agrikultur karena properti ini dapat
memproduksi kayu (log), walaupun
membutuhkan periode pertumbuhan jangka
 panjang. Lihat juga Tanaman Tahunan
(Perennial Planting ).
Beberapa komoditi merupakan tanaman
tahunan (annual crops) yang dibudidayakan
 pada suatu lahan melebihi satu siklus tanam
selama 12 bulan, per ketetapan kontrak atau
dalam kondisi dimana pasar tidak
mendukung. Tanaman ini dapat bertahan
untuk lebih dari setahun setelah masa panen
tetapi dipertimbangkan untuk menjadi
tanaman yang tetap. Lihat juga Tanah Irigasi
( Irrigated
 Irrigated Land ),
), Tanaman Tahunan
(Perennial Planting ).
Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- SPI 202
 benda yang berkaitan dengan tanah, yang Butir 3.1
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah
hak jaminan yang dibebankan pada ha katas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
 berikut atau tidak termasuk benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 tahun 1996).
Harga Harga adalah sejumlah uang yang diminta, KPUP 4.2
ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu aset.
Karena kemampuan keuangan, motivasi atau
kepentingan khusus dari pembeli atau
 penjual, harga yang dibayarkan mungkin
 berbeda dengan nilai dari aset tersebut
 berdasarkan anggapan pihak lain.
Harga Beli Harga Beli adalah biaya akuisisi yang tidak SPI 320
termasuk biaya yang dikeluarkan pihak
Butir 3.2
 pengakuisisi dalam rangka
r angka kombinasi bisnis,
seperti biaya makelar, advis, hukum,
akuntansi, penilain dan lainnya.
Implementasi Implementasi sebagai bagian dari tugas SPI 104
 penilaian, merupakan prosedur yang harus
Butir 3.1
dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan
investigasi, penerapan pendekatan penilaian
dan penyusunan kertas kerja penilaian.
Informasi Keuangan Informasi Keuangan Prospektif ( Prospective SPI 320
Prospektif (Prospective Financial Information/PFI ) adalah informasi Butir 3.8
Financial keuangan yang didasarkan atas asumsi-
n/PFI )
 Information/PFI 
 Informatio asumsi mengenai peristiwa yang mungkin
terjadi pada masa yang akan datang dan
tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh
entitas.
Institusi Institusi adalah Lembaga dimana Penilai KEPI 3.4
melakukan pekerjaan penilaian, antara lain
Kantor Jasa Penilai Publik, Lembaga
Pemerintah dan Bank.
Instrumen Aset Instrumen Aset Keuangan adalah setiap aset SPI 340
Keuangan yang berbentuk kas, instrumen ekuitas yang Butir 3.2
diterbitkan entitas lain, hak kontraktual,
kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan
dengan menggunakan instrumen ekuitas yang
diterbitkan oleh entitas dan merupakan
instrumen non derivatif atau instrumen
derivatif.
Instrument Derivatif Instrument Derivatif adalah suatu instrumen SPI 340
keuangan atau kontrak lain dengan tiga Butir 3.5
karakteristik yaitu nilainya berubah sebagai
akibat dari perubahan variable yang telah
ditentukan, tidak memerlukan investasi awal
neto atau memerlukan investasi awal neto
dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak
serupa lainnya yang diharapkan akan
menghasilkan dampak yang serupa sebagai
akibat perubahan faktor pasar dan
diselesaikan pada tanggal tertentu di masa
depan.
Instrumen Ekuitas Instrumen Ekuitas adalah setiap kontrak yang SPI 340
memberikan hak residual atas suatu entitas Butir 3.4
setelah dikurangi dengan seluruh
liabilitasnya.
Instrumen Keuangan Instrumen Keuangan adalah kontrak yang SPI 340
mengakibatkan haka tau kewajiban antara
Butir 3.1
 pihak-pihak tertentu untuk menerima atau
membayar secara tunai atau bentuk
 pembayaran keuangan lain, atau instrumen
ekuitas. Kontrak tersebut mungkin
memerlukan penerimaan atau pembayaran
yang harus dilakukan pada atau sebelum
tanggal tertentu atau dipicu oleh peristiwa
tertentu.
Instrumen Liabilitas Instrumen Liabilitas Keuangan adalah setiap SPI 340
Keuangan liabilitas yang berupa kewajiban kontraktual
Butir 3.3
dan kontrak yang akan atau mungkin
diselesaikan dengan menggunakan instrumen
ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan
merupakan instrumen non derivative atau
instrumen derivatif.
Investigasi Investigasi dalam konteks penilaian adalah SPI 104
 proses pengumpulan data yang cukup
cukup dengan Butir 3.2
melakukan inspeksi, penelaahan,
 penghitungan, dan analisis sesuai tujuan
 penilaian.
Jumlah Layanan yang Jumlah Layanan yang dapat Diperoleh SPI 203
dapat Diperoleh Kembali Kembali ( Recoverable
 Recoverable Service Amount ).
). Nilai Butir 3.17
( Recoverable
 Recoverable Service yang lebih tinggi antara Nilai wajar aset
 Amount )  bukan penghasil pendapatan dikurangi
dengan biaya penjualan dan nilai dalam
 penggunaannya (IPSAS 21.14).
Jumlah Terdepresiasi Jumlah Terdepresiasi ( Depreciable
 Depreciable Amount ).
). SPI 203
( Depreciable
 Depreciable Amount ) Biaya pengadaan aset atau jumlah lain Butir 3.18
sebagai pengganti biaya pengadaan aset
dikurangi dengan nilai sisanya (IPSAS
17.13).
Kaji Ulang Administrasi Kaji Ulang Administrasi (Compliance SPI 107
(Compliance Review)  Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang
Butir 3.3
dilakukan oleh Pemberi Tugas atau Pengguna
Jasa Penilaian sebagai suatu pengujian yang
menyeluruh dalam hal penilaian akan
digunakan untuk tujuan pengambilan
keputusan seperti penjaminan, pembelian,
atau penjualan properti. Dalam situasi
tertentu, seorang Penilai dapat melaksanakan
kaji ulang administrasi untuk membantu
Pemberi Tugas dalam fungsi tersebut. Kaji
Ulang Administrasi dapat juga dilaksanakan
untuk memastikan bahwa penilaian telah
memenuhi persyaratan yang harus dipatuhi
atau pedoman yang disyaratkan dalam suatu
 penugasan penilaian, sesuai dengan Konsep
& Prinsip Umum (KPUP).
Kaji Ulang Lapangan Kaji Ulang Lapangan ( Field Review). Sutau SPI 107
(Field Review) Kaji Ulang Penilaian yang meliputi inspeksi Butir 3.5
 bagian luar dan dapat juga bagian dalam dari
suatu properti serta kemungkinan inspeksi
dari properti pembanding untuk
mengkonfirmasikan data yang disajikan
dalam laporan. Pada umumnya dilakukan
menggunakan suatu daftar rincian yang
memenuhi materi yang diuji dalam Kaji
Ulang Terbatas ( Desk Review), dan dapat
termasuk konfirmasi atas data pasar,
 penelitian untuk mengumpulkan data
tambaha, serta verifikasi terhadap perangkat
lunak (Software ) yang digunakan dalam
menyusun suatu laporan. Lihat Kaji Ulang
Terbatas.
Kaji Ulang Penilaian Kaji Ulang Penilaian adalah suatu kaji ulang SPI 107
yang dilakukan Penilai terhadap pekerjaan
Butir 3.1
 penilai yang
yang sedang atau telah dikerjakan oleh
oleh
Penilai lain, dimana penugasannya bisa
sebagian atau keseluruhan dari proses
 penilaian yang dilaksanakan.
Kaji Ulang Teknis Kaji Ulang Teknis ( Technical Review ). Suatu SPI 107
(Technical Review ) Kaji Ulang Penilaian yang dilakukan oleh Butir 3.6
Penilai untuk membentuk suatu opini apakah
Analisa, pendapat, dan kesimpulan dalam
laporan yang dikaji ulang telah sesuai, layak,
dan bisa dipertanggungjawabkan, sesuai
dengan ketentuan Standar Penilaian yang
 berlaku.
Kaji Ulang Terbatas Kaji Ulang Terbatas ( Desk Review). Suatu SPI 107
( Desk Review)
 Desk Review Kaji Ulang Penilaian yang terbatas pada data Butir 3.4
yang disajikan dalam laporan, yang dapat atau
tidak dapat dikonfirmasi secara independen.
Kaji Ulang ini pada umumnya diterapkan
dengan menggunakan daftar rincian ( Check
 List ) materi. Penilai yang melaksanakan kaji
ulang memeriksa keakuratan perhitungan,
kewajaran data, kesesuaian metodologi,
 pemenuhan lingkup penugasan, persyaratan
regulasi, dan pemenuhan Standar Penilaian
Indonesia (SPI). Lihat Kaji Ulang Lapangan.
Kaji Ulang Umum Kaji Ulang Umum Penilaian adalah evaluasi SPI 107
Penilaian terhadap suatu pekerjaan penilaian, dalam
Butir 3.2
rangka menghasilkan penilaian yang
 berkualitas dan dapat dipercaya, atau untuk
meyakini kredibiliitas dan keakuratan dari
suatu pekerjaan penelitian.
Kantor Jasa Penilai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) adalah KEPI 3.6
Publik (KJPP)  badan usaha
usah a yang telah mendapat izin
i zin usaha Butir b)
dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi
Penilai Publik dalam menjalankan usaha di
 bidang penilaian dan jasa-jasa lainnya.
1. Usaha di bidang penilaian meliputi
Bidang Jasa Penilaian Properti Sederhana,
Bidang Jasa Personal Properti, Bidang
Jasa Penilaian Properti dan Bidang Jasa
Penilaian Bisnis.
2. Jasa-jasa lainnya yang terkait dengan
 penilaian antara lain ; konsultasi
 pengembangan properti, desain sistem
informasi aset, manajemen properti, studi
kelayakan usaha, jasa agen properti,
 pengawasan pembiayaan proyek, studi
 penentuan sisa umur ekonomi, studi
 penggunaan tertinggi dan terbaik ( highest
and best use ), dan penasihat keuangan.
Kapitalisasi Kapitalisasi adalah: SPI 330
a) Pengkonversian Arus Kas Bersih (AKB) Butir 3.11
atau penghasilan bersih lain, baik yang
 bersifat aktual maupun perkiraan, selama
 periode tertentu yang ekuivalen dengan
nilai aset pada suatu tanggal tertentu, atau
 b) Pengakuan atas suatu pengeluaran barang
modal (capital expenditure ).
Kelangsungan Usaha Kelangsungan Usaha (Going Concern) SPI 330
(Going Concern) adalah: Butir 3.10
a) Suatu kondisi yang mencerminkan usaha
yang sedang beroperasi atau sekurang-
kurangnya dalam proses konstruksi; atau
 b) Suatu premis dalam penilaian, dimana
Penilai menganggap suatu perusahaan
akan terus melanjutkan operasinya secara
 berkelanjutan.
Kelompok Aset Biologis Kelompok Aset Biologis ( Group of SPI 301
(Group of Biological  Biological Asset ),
), adalah penggabungan dari Butir 3.15
 Asset ) hewan atau tanaman hidup yang serupa.
Kendali/Pengendalian Kendali/Pengendalian adalah kemampuan SPI 330
untuk mengatur pengelolaan dan kebijakan Butir 3.19
suatu entitas.
Kepentingan Umum Kepentingan Umum adalah kepentingan SPI 204
 bangsa, negara, dan masyarakat yang harus
diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan Butir 3.4
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
(Pasal 1 Butir 6)
Keusangan (Obsolence) Keusangan (Obsolence). Kerugian dalam SPI 203
 bentuk penurunan kegunaan properti yang
Butir 3.5
disebabkan penyusutan, perubahan teknologi,
 perubahan perilaku, pola dan dampak
lingkungannya. Keusangan kadangkala
diklasifikasikan dengan desain dan fungsi
yang ketinggalan jaman, komponen bangunan
dengan desain structural yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan saat ini, dan faktor-
faktor yang timbul di luar aset seperti
 perubahan dalam permintaan.
Kode Etik Kode Etik adalah kumpulan etik yang dibuat KEPI 3.2
untuk menjunjung tinggi profesi demi
tanggung jawab terhadap profesi, masyarakat
dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kode Etik Penilai Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) adalah KEPI 3.3
Indonesia (KEPI) kumpulan etik yang melandasi pelaksanaan
SPI yang harus ditaati oleh Penilai, agar
 penugasan yang dilakukan Penilai dapat
memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dengan cara yang jujur, objektif dan
kompeten secara professional, bebas dari
kecurigaan adanya kepentingan pribadi,
untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan
mengungkapkan semua hal yang penting
untuk pemahaman penugasan secara tepat.
Kombinasi Bisnis Kombinasi Bisnis ( Business Combination) SPI 320
( Business Combination) adalah suatu transaksi atau peristiwa lain
Butir 3.5
dimana pihak pengakuisisi memperoleh
 pengendalian atas satu atau lebih bisnis.
KPUP (Konsep dan KPUP (Konsep dan Prinsip Umum SPI 300
Prinsip Umum Penilaian) Penilaian), memberikan konsep mengenai Butir 3.4
tanah dan properti; Real Estate, Properti dan
Aset; Nilai, Biaya dan Harga; Nilai Pasar,
Pengunaan Tertinggi dan Terbaik, Kegunaan,
Konsep penting lainnya dan Pendekatan
Penilaian. Banyak konsep dan istilah teknis
digunakan di dalam SPI diberikan dalam
 bagian Penjelasan Istilah (Glossary ). Definisi
di bawah ini bersifat khusus untuk SPI 300
dan dimuat di SPI ini untuk memudahkan
 pembaca memahami.
Lahan Pengembalaan Lahan Pengembalaan Ternak ( Livestock SPI 301
Ternak ( Livestock  Ranches/Station). Propert Agrikultur yang
Butir 3.6
 Ranches/Station) digunakan untuk mengembangkan dan
memberi makan hewan ternak seperti sapi,
 babi, kambing, kuda, atau kombinasinya.
Penggunaan yang sebenarnya dari property
dapat terdiri dari beraneka ragam bentuk.
Hewan ternak dapat divarietasikan,
dikembangbiakan dan dijual selama masa
operasional. Hewan ternak yang masih muda
mungkin dibutuhkan dari luar dan kemudian
dikembangkan di dalam. Hewan ternak dapat
dikembangkan untuk dikonsumsi atau untuk
 pemuliaan/pembibitan.
Makanan hewan dapat diproduksi dari
 properti sendiri, impor, atau disuplai dari
keduanya. Properti yang digunakan untuk
 budidaya dan penyuplai makanan ternak
membutuhkan modal investasi yang cukup
signifikan dalam struktur pengembangannya
(kendang, naungan, Gudang dan pagar) dan
mungkin atau tidak mungkin didepresiasikan
tergantung dari ketentuan yang berlaku.
Lahan Pertanian Lahan Pertanian (Cropping Farms). Properti SPI 301
(Cropping Farms) Agrikultur yang digunakan untuk Butir 3.7
mengembangkan suatu komoditi yang dapat
dipanen dalam siklus 12 bulan (satu tahun).
Properti yang digunakan untuk tanaman
 budidaya setahun (musiman) mungkin dapat
tumbuh lebih dari satu jenis komoditi pada
tahun yang sama, dengan atau tidak
menggunakan irigasi untuk memproduksi
tanamannya. Contohnya adalah tanaman
 palawija atau kelompok hortikultura.
Laporan Lisan Hasil penilaian yang dikomunikasikan secara SPI 105
verbal dengan dipresentasikan di depan siding Butir 3.2
 pengadilan baik sebagai saksi ahli atau
 pemberian kesaksian. Suatu laporan yang
dikomunikasikan secara lisan kepada pemberi
tugas harus didukung dengan suatu kertas
kerja dan minimal ditindaklanjuti dengan
ringkasan tertulis dari penilaian.
Laporan Penilaian Suatu dokumen yang mencantumkan SPI 105
instruksi penugasan, tujuan dan dasar Butir 3.1
 penilaian, dan hasil analisis yang
menghasilkan opini nilai. Suatu Laporan
Penilaian dapat juga menjelaskan proses
analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan
 penilaian, dan menyatakan informasi yang
 penting yang digunakan dalam analisis.
Laporan Penilaian dapat berupa lisan mauoun
tertulis. Jenis, isi, dan panjangnya laporan
dapat bervariasi tergantung pada pengguna
yang dimaksud, persyaratan hukum, jenis
 properti, dan sifat dasar serta kompleksitas
 penugasan.
Laporan Penilaian Laporan Penilaian Ringkas (LPR) disebut SPI 202
Ringkas (LPR)  juga Short Form Report   merupakan laporan Butir 3.5
 penilaian dalam bentuk tertulis sesuai yang
dipersyaratkan pada SPI 105. Terkait untuk
tujuan penjaminan utang, LPR dimaksud
ditujukan untuk objek penilaian berupa satuan
unit rumah tapak, rumah susun, rumah toko,
dan rumah kantor yang tujuan penilaiannya
untuk penjamin kredit atau pembiayaan
kepemilikan properti. Batasan penilaian
untuk kepentingan LPR mencakup batasan
atas standar imbalan jasa ( fee), besaran nilai
dan/atau luas tapak property sesuai dengan
 peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Laporan Penilaian Laporan Penilaian Ringkas ( Summary atau SPI 105
Ringkas (Summary atau Short Form Style ), secara umum Butir 3.2
Short Form Style ) mengungkapkan informasi secara ringkas.
Laporan ini seharusnya berisi ringkasan dari
seluruh informasi yang signifikan dalam
 penilaian dan meliputi satu atau beberapa
 paragraf yang diringkas dalam bentuk narasi
singkat atau bentuk form. Laporan ini sangat
tergantung kepada tingkat kedalaman
investigasi yang dimaksud dalam Lingkup
Penugasan.
Laporan Penilaian Laporan Penilaian Terbatas ( Restricted atau SPI 105
Terbatas ( Restricted atau Proforma Style), menyatakan informasi
Butir 3.2
Proforma Style) dalam bentuk paparan minimal. Isi laporan
 biasanya ditentukan oleh Pemberi Tugas yang
hanya membutuhkan informasi dinyatakan
secara singkat dan biasanya merupakan
kombinasi dari pernyataan naratif singkat dan
fakta sederhana atau ‘bulleted points’ .
Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat
kedalaman investigasi dan asumsi yang
dimaksud dalam Lingkup Penugasan;
Dalam penilaian untuk tujuan perpajakan atau
tujuan statute dapat menggunakan bentuk
 Nilai Aset Bersih ( Net  Nilai Aset Bersih ( Net Asset Value) adalah SPI 330
 Asset Value) total Nilai Pasar aset dikurangi total Nilai
Butir 3.13
Pasar liabilitas.
 Nilai Asuransi ( Insurable  Nilai Asuransi adalah nilai aset sebagaimana SPI 102
Value) yang diatur berdasarkan kondisi-kondisi yang
Butir 3.1
dinyatakan di dalam kontrak atau polis
asuransi dan dituangkan dalam definisi yang
 jelas dan terinci.
 Nilai Asuransi dapat berupa Nilai
Pembangunan Kembali (lihat SPI 102 butir
3.7) atau Nilai dalam kondisi apa adanya
(indemnity value )
 Nilai Buku Aset Tetap  Nilai Buku Aset Tetap adalah hasil SPI 330
kapitalisasi atas biaya perolehan aset,
Butir 3.14
dikurangi akumulasi depresiasi, deplesi,
sebagaimana yang tercatat dalam laporan
 posisi keuangan.
 Nilai Buku Disesuaikan  Nilai Buku Disesuaikan adalah Nilai Buku SPI 330
yang dihasilkan setelah dilakukan Butir 3.16
 penyesuaian (normalisasi) terhadap nilai dari
suatu atau lebih aset atau liabilitas.
 Nilai Buku Ekuitas/Nilai  Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku adalah selisih SPI 330
Buku antara total aset dikurangi dengan total
Butir 3.15
liabilitas dari perusahaan sebagaimana
tercatat dalam laporan posisi keuangan.
 Nilai dalam Penggunaan  Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai SPI 102
(Value In Use ) yang dimiliki oleh suatu aset bagi penggunaan Butir 3.2
tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan
oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai
Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah
nilai yang diberikan oleh aset tertentu kepada
 badan usaha dimana aset tersebut merupakan
 bagian dari badan usaha tanpa
memperdulikan penggunaan terbaik dan
tertinggi dari aset tersebut, atau jumlah uang
yang dapat diperoleh atas penjualannya.
Definisi akuntansi dari Nilai dalam
Penggunaan adalah nilai kini dari estimasi
aliran kas yang diharapkan untuk didapat dari
 penggunaan berkelanjutan atas suatu aset dan
dari penjualannya di akhir umur
 penggunaannya.
 Nilai dalam Penggunaan  Nilai dalam Penggunaan untuk Aset Bukan SPI 203
untuk Aset Bukan Penghasil Pendapatan. Adalah nilai kini dari
Butir 3.19
Penghasil Pendapatan sisa potensi pelayanan aset. (IPSAS 21.14)
 Nilai Ekuitabel Harga yang diestimasikan dari pengalihan SPI 102
( Equitable Value) suatu aset atau liabilitas, diantara para pihak
Butir 3.19
yang memahami dan berminat sesuai dengan
kepentingannya.
 Nilai Ekuitas  Nilai Ekuitas adalah nilai bisnis bagi semua SPI 330
 pemegang saham. Butir 3.18
 Nilai Entitas ( Enterprise  Nilai Entitas ( Enterprise Value ) adalah Nilai SPI 330
Value) Ekuitas dalam bisnis ditambah nilai utang Butir 3.17
atau kewajiban utang terkait, dikurangi kas
atau setara kas yang tersedia untuk memenuhi
liabilitas yang ada.
 Nilai Investasi a)  Nilai Investasi adalah nilai dari aset bagi SPI 102
( Investment Value)  pemilik atau calon pemilik untuk investasi
Butir 3.3
individua atau tujuan operasional.
 b)  Nilai ini merupakan Dasar Nilai yang
spesifik dari entitas. Meskipun nilai dari
suatu aset bagi pemilik mungkin sama
dengan jumlah yang dapat direalisasikan
dari penjualan kepada pihak lain, Dasar
 Nilai ini mencerminkan manfaat yang
diterima oleh entitas yang mempunyai
aset; dalam hal ini tidak selalu melibatkan
 pertukaran hipotesis. Nilai Investasi
mencerminkan keadaan dan tujuan
keuangan dari entitas yang dinilai. Hal ini
sering digunakan untuk mengukur kinerja
investasi.
 Nilai Khusus (Special a)  Nilai Khusus adalah sejumlah uang yang SPI 102
Value) mencerminkan atribut tertentu dari aset Butir 3.4
yang hanya berlaku bagi pembeli khusus
dan bukan pasar secara keseluruhan.
 b) Pembeli Khusus adalah pembeli tertetu
atas suatu aset tertentu dimana baginya
aset memiliki nilai khusus, karena adanya
manfaat yang timbul atas kepemilikannya,
dan tidak tersedia bagi pembeli lain di
 pasar.
Jika Penilai memberikan opini Nilai
Khusus, maka harus dilaporkan dan
dibedakan dengan jelas dari Nilai Pasar.
 Nilai Likuidasi a)  Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang SPI 102
( Liquidation Value) yang mungkin direalisasikan saat sebuah
Butir 3.5
atau sekelompok aset dialihkan secara
satu-per-satu ( piecemeal basis).
Dasar nilai di atas digunakan dalam
konteksi penilaian untuk kepentingan
likuidasi perusahaan.
 b)  Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang
yang mungkin diterima dari penjualan
suatu aset dalam jangka waktu yang relatif
 pendek untuk dapat memenuhi jangka
waktu pemasaran dalam definisi Nilai
Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai
Likuidasi dapat melibatkan penjual yang
tidak berminat menjual, pembeli yang
membeli dengan mengetahui situasi yang
tidak menguntungkan penjual.
Definisi di atas berlaku untuk penilaian
aset tetap yang umurnya berlaku dalam
konteks jaminan pembiayaan dan lelang
aset.
Penilai harus menyatakan Dasar Nilai ini
sebagai indikasi Nilai Likuidasi. Dasar
 Nilai ini seharusnya hanya dapat
diberikan dalam hal terjadinya kredit
macet atau gagal bayar pembiayaan.
c) Indikasi Nilai Likuidasi untuk
 penggunaan kembali ( Liquidation Value
in Place in Use ) adalah perkiraan jumlah
uang yang diperhitungkan akan dapat
diperoleh dari suatu transaksi jual beli
 properti/fasilitas yang berhenti, dalam
waktu yang terbatas ketika penjual
terpaksa untuk menjual dan sebaliknya
 pembeli tidak terpaksa untuk membeli,
dengan asumsi seluruh aset/fasilitas akan
dijual secara utuh untuk diteruskan
kembali sesuai dengan penggunaannya.
 Nilai Limit  Nilai Limit adalah harga minimal barang yang SPI 205
akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual Butir 3.6
(Pasal 1 Butir 28).
 Nilai Pasar  Nilai Pasar didefinisikan estimasi sejumlah SPI 101
uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk
Butir 3.1
 penukaran suatu aset atau liabilitas pada
tanggal penilaian, antara pembeli yang berniat
membeli dengan penjual yang berniat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan,
yang pemasarannya dilakukan secara layak,
di mana kedua pihak masing-masing
 bertindak atas dasar pemahaman yang
dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.
 Nilai Pasar untuk  Nilai Pasar untuk Dipindahkan ( Market Value SPI 101
Dipindahkan ( Market  for Removal) adalah perkiraan jumlah uang
Butir 3.5
Value for Removal )  pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh
dari transaksi jual beli atau hasil penukaran
suatu bagian dari aset (tidak termasuk tanah),
memiliki nilai tukar atau yang dapat
membentuk kekayaan.
Penggunaan kata properti tanpa adanya
kualifikasi atau penjelasan tambahan, dapat
merujuk kepada real properti, personal
 properti atau jenis properti lainnya seperti
 perusahaan/badan usaha dan HKF atau
kombinasi darinya.
Properti Agrikultur Properti Agrikultur ( Agricultural
 Agricultural Property) SPI 301
( Agricultural Property )
 Agricultural Property adalah seluruh hak, kepentingan dan manfaat Butir 3.1
yang berkaitan dengan tanah dan/atau
 pengembangan kegiatan pertanian yang ada
di atasnya.
Properti dengan Properti dengan Penggunaan Khusus SPI 301
Penggunaan Khusus (Specialised, or Special Purpose Property ). Butir 3.9
(Specialised, or Special Properti Agrikultur tidak hanya secara khusus
Purpose Property) memproduksi, tetapi juga digunakan untuk
sarana pengangkutan, unit pengolahan atau
gudang hasil panen. Properti-properti ini
secara terus menerus membutuhkan areal
lahan yang cukup (lebih kecil) dimana
dibangun dan disediakan bangunan permanen
(tempat pengumpul hasil) dan disediakan
 peralatan (mesin pendukung pertanian).
Properti ini juga dapat diklasifikasi untuk
 penggunaan secara khusus berdasarkan
komoditi yang dibudidayakan. Misalnya
truk/kendaraan pengangkut, peternakan,
 pemuliaan dan pembudidayaan bunga atau
tanaman hortikultura serta penggembalaan
dan pelatihan kuda.
Properti Khusus Properti Khusus. Properti yang unik kalaupun SPI 201
 pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai
Butir 3.4
 penjualan usaha atau sebagai bagian dari
 perusahaan. Keunikan muncul dari sifat dan
desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi
atau kombinasinya.
Properti Perkebunan Properti Perkebunan (Plantation Property ) SPI 301
(Plantation Property ) adalah tanah dalam satuan lahan yang
Butir 3.10
diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu
atau lebih dari satu komoditas tanaman yang
dibudidayakan, sarana dan prasarana serta
fasilitas penunjang lainnya yang dikelola
dengan standar manajemen perkebunan yang
 berlaku umum. Lihat juga Tanaman Tahunan
(Perennial Planting ).
Proyeksi (Projection ) Proyeksi (Projection ) adalah Informasi SPI 320
Keuangan Prospektif yang dibuat atas dasar:
Butir 3.9
a. Asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang
akam datang yang belum tentu terjadi dan
tindakan manajemen yang akan diambil
seperti perubahan-perubahan besar dalam
kegiatan operasi; dan
 b. Gabungan antara estimasi terbaik dan
asumsi-asumsi.
Rasio Financing to Value Rasio Financing to Value   yang selanjutnya Lampiran
disebut Rasio FTV adalah angka rasio antara
SPI 202
nilai Pembiayaan yang dapat diberikan oleh
Bank terhadap nilai agunan berupa Properti Butir 3.1
 pada saat pemberian Pembiayaan berdasarkan Poin i
harga penilaian terakhir.
Rasio Loan to Value
Value Rasio Loan to Value yang selanjutnya disebut Lampiran
Rasio LTV adalah angka rasio antara nilai
SPI 202
Kredit yang dapat diberikan oleh Bank
terhadao nilai agunan berupa Properti pada Butir 3.1
saat pemberian Kredit berdasarkan harga Poin h
 penilaian terakhir.
Rasio Penilaian Rasio Penilaian (Valuation Multiple ) adalah SPI 330
(Valuation Multiple ) faktor dimana nilai atau harga sebagai Butir 3.24
 pembilang (numerator ) dan data keuangan,
operasional, atau data fisik sebagai penyebut
(denominator ).
).
Real Estate Real estat dirumuskan sebagai tanah secara KPUP 2.3
fisik dan benda yang dibangun oleh manusia
yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya.
tanahn ya.
Real estat adalah benda fisik berwujud yang
dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama
dengan segala sesuatu yang didirikan pada
tanah yang bersangkutan, diatas atau dibawah
tanah.
Real estate. Tanah dan segala benda yang SPI 300
merupakan bagian alamiah dari tanah, Butir 3.9
misalnya pohon dan mineral, serta benda
lainnya yang dibuat oleh manusia, misalnya
 bangunan dan pengembangan lahan lainnya
sperti  plumbing, sistem pemanas dan
 pendingin; jaringan listrik dan benda built-in
seperti elevator; lift adalah juga bagian dari
real estate. Real estate
estat e meliputi seluruh benda
yang melekat padanya, baik di bawah maupun
di atas permukaan tanah.
Real Properti Real Properti merupakan penguasaan yuridis KPUP 2.3
atas tanah yang mencakup semua ha katas
tanah (hubungan hukum dengan bidang tanah
tertentu), semua kepentingan ( interest ),
), dan
manfaat (benefit ) yang berkaitan dengan
kepemilikan real estate. Hak real properti
 biasanya dibuktikan dengan bukti
kepemilikan (sertifikat atau surat-surat lain)
yang terpisah dari fisik real estate.
Real properti. Seluruh hak, kepentingan dan SPI 300
manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan Butir 3.10
real estate. Real properti adalah konsep legal
yang berbeda dengan real estate, yang
merupakan aset fisik. Terdapat kemungkinan
 potensi limitasi terhadap hak kepemilikan real
 properti.
Ruang atas tanah dan Ruang atas tanah dan bawah tanah adalah SPI 204
 bawah tanah ruang yang ada di bawah permukaan bumi
Butir 3.9
dan/atau ruang yang ada di atas permukaan
 bumi sekedar diperlukan untuk kepentingan
yang langsung berhubungan dengan
 penggunaan tanah (Perpres 71/2012, pasal 1
 butir 22).
Rumah Kantor atau Rumah Kantor atau Rumah Toko adalah Lampiran
Rumah Toko tanah berikut bangunan yang izin
SPI 202
 pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus
untuk tujuan komersial antara lain Butir 3.1
 perkantoran, pertokoan, atau gudang.
gudang. Poin d
Rumah Susun Rumah Susun adalah bangunan Gedung Lampiran
 bertingkat yang dibangun dalam suatu
SPI 202
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian
yang distrukturkan secara fungsional baik Butir 3.1
dalam arah horizontal maupun vertical dan Poin c
merupakan satuan-satuan yang masing-
masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, antara lain griya tawang,
kondominium, apartemen, dan flat.
Rumah Tapak Rumah Tapak adalah bangunan yang Lampiran
 berfungsi sebagai tempat tinggal yang SPI 202
merupakan kesatuan antara tanah dan
 bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Butir 3.1
surat keterangan, sertifikat, atau akta yang Poin b
dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang
 berwenang.
Sisa Masa Manfaat Sisa Masa Manfaat ( Remaining
 Remaining Useful Life) SPI 320
( Remaining
 Remaining Useful Life) adalah periode dimana Aset Takberwujud
Butir 3.7
masih diharapkan untuk digunakan atau
masih memberi manfaat kepada perusahaan
yang dihitung dari tanggal penilaian sampai
dengan berakhirnya masa manfaat Aset
Takberwujud bagi perusahaan.
Standar Penilaian Standar Penilaian Indonesisa (SPI) adalah KEPI 3.5
Indonesisa (SPI) standar Profesi Penilai untuk melakukan
kegiatan Penilaian di Indonesia. Penilai harus
mematuhi SPI yang merupakan acuan praktek
 penilaian di Indonesia.
Standar Penilaian Indonesisa (SPI) adalah
 pedoman dasar yang harus dipatuhi oleh
Penilai dalam melakukan penilaian.
Tanah Irigasi ( Irigated
 Irigated Tanah Irigasi ( Irigated
 Irigated Land ).
). Tanah yang SPI 301
 Land ) digunakan untuk budidaya produksi komoditi
Butir 3.11
 pertanian untuk waktu yang lama dan yang
membutuhkan air selain dari air hujan dan
dapat disebut sebagai Lahan Irigasi. Properti
yang kekurangan sumber air selain dari hujan
alam merujuk kepada properti pertanian lahan
kering.
Tanaman Produktif Tanaman Produktif ( bearer plant ) adalah SPI 301
(bearer plant ) tanaman hidup yang:
Butir 3.18
a) Digunakan dalam produksi atau
 penyediaan produk agrikultur;
 b) Diharapkan untuk menghasilkan produk
untuk jangka waktu lebih dari satu
 periode; dan
c) Memiliki kemungkinan yang sangat
 jarang untuk dijual sebagai produk
agrikultur kecuali untuk penjualan sisa
yang insidental (incidental scrap ).
Tanaman Tahunan Tanaman Tahunan ( Perennial Planting ) . SPI 301
(Perennial Planting ) tanaman budidaya yang memiliki siklus
Butir 3.12
 pertumbuhan lebih dari satu tahun atau satu
siklus budidaya. Contohnya adalah tanaman
tahunan atau tanaman keras seperti kelapa
sawit dan karet serta tanaman tahunan
lainnya. Tipe properti ini membutuhkan
modal investasi yang signifikan dalam
 pembangunan aset tanamannya dan tanaman
tersebut dapat di depresiasi. Lihat juga Hak
Pengusahaan Hutan Industri
(Forestry/Timberland ).
Tingkat Diskonto Tingkat Diskonto, dingkat pengembalian SPI 106
yang digunakan untuk mendiskontokan
Butir 3.13
 proyeksi arus kas yang telah merefleksikan
nilai waktu dari uang, risiko terkait dengan
 jenis arus kas dan operasional masa depan
dari aset.
Transportasi Biologis Transportasi Biologis ( Biological
 Biological SPI 301
( Biological
 Biological Transformation ), terdiri dari proses
Butir 3.19
Transformation )  pertumbuhan degenerasi, produksi dan
 prokreasi yang mengakibatkan perubahan
kualitatif atau kuantitatif aset biologis.
Umur Manfaat (Useful Umur Manfaat (Useful Life): SPI 203
 Life)
a) Periode dimana aset tersebut diharapkan Butir 3.21
dapat digunakan oleh entitas; atau
 b) Jumlah produksi atau unit serupa yang
diharapkan dapat diperoleh entitas dari
aset tersebut. (IPSAS 17.13, IPSAS
21.14).
Unit Perbandingan Unit Perbandingan. Faktor yang dihasilkan SPI 300
oleh 2 komponen, yang merefleksikan
Butir 3.11
 perbedaan secara tepa tantara properti dan
memungkinkan analisis dari ketiga
 pendekatan terhadap nilai; misalnya harga
harga per
meter persegi, atau perbandingan harga jual
 properti dengan pendapatan bersih (pengali
 pendapatan bersih/ years’
 years’ purchase).
Utilitas Publik Utilitas Publik, adalah properti yang: SPI 203
a) Menghasilkan barang atau jasa untuk Butir 3.10
konsumsi publik; dan
 b) Biasanya berbentuk monopoli atau kuasi
monopoli sebagai bentuk kontrol
 pemerintah.
Interpretasi

KEPI 4.3.m) Bantuan dari luar dapat diartikan sebagai berikut:


Bantuan tenaga ahli dari luar sebagai Jasa Profesional lain seperti ahli
 pertambangan, ahli barang antik, ahli hukum dan ahli lainnya yang
didasarkan pada perjanjian formal antara KJPP dan instansi/individu
 professional lain.
Bantuan tenaga Penilai dai KJPP lain yang didasarkan pada perjanjian
formal antar KJPP dan dilakukan dalam pekerjaan yang membutuhkan
keahlian, keterampilan dan jumlah Penilai yang cukup.
Bantuan dari luar berupa tenaga Penilai dari KJPP lain yang yang
diperbantukan dilandasi pertimbangan bahwa jumlah penilai dengan
keahlian tertentu masih terbatas di setiap KJPP dan diharapkan akan
meningkat jumlahnya di masa depan, sehingga bantuan tenaga penilai
ini hanya berlaku dalam suatu periode waktu.
KEPI 5.8.b).2 Apabila Pemberi Tugas adalah pengguna laporan yang bukan pemilik
aset, dimana Pemberi Tugas tidak bersedia
bers edia untuk mendampingi Penilai
 pada saat inspeksi maka Penilai harus meyakini bahwa pendamping
 pada saat inspeksi adalah
ad alah pemilik atau yang mewakili pemilik dengan
sepengetahuan Pemberi Tugas. Dalam hal pemilik tidak dapat
memberikan data dan penunjukan lokasi, maka Pemberi Tugas harus
menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan oleh Penilai.
KEPI 5.8.c).4 Pemberlakuan dikecualikan dalam hal pemenuhan terhadap peraturan
 perundangan yang berlaku secara umum, termasuk di dalamnya
 peraturan BI dan OJK.
SPI 101 Butir 6.12  Nilai Negatif dalam Penilaian Bisnis dilaporkan sebagai “Nol” atau
“Tidak Bernilai” dalam penilaian Perseroan Terbatas.
SPI 102 Butir 3.5 Pada beberapa kasus, bank dapat meminta Penilai untuk memberikan
opini Nilai Likuidasi pada saat proses pemberian kredit (penilaian
untuk penjaminan hutang) dan dasar nilai ini dinyatakan sebagai
indikasi Nilai Likuidasi. Indikasi nilai ini hanya merupakan estimasi
awal yang tidak mengikat dan tidak dapat digunakan pada saat terjadi
 pelepasan kredit macet atau pengambilalihan aset jaminan oleh Bank.
Pada umumnya indikasi Nilai Likuidasi diperoleh dengan mengenakan
diskon sebesar 20% sampai dengan 40% dari Nilai Pasar.
SPI 103 Untuk perjanjian kerjasama antara KJPP dengan Lembaga Perbankan
( Master
 Master Agreement ) pada penilaian properti sederhana, dikecualikan
dari SPI 103 dalam masa transisi.
SPI 330 Butir Perusahaan pembanding yang digunakan harus merupakan perusahaan
5.23.d) yang tercatat di bursa efek dan sahamnya ditansaksikan selama 60
(enam puluh) hari bursa dalam jangka waktu 90 (Sembilan puluh) hari
 bursa terakhir sebelum Tanggal Penilaian (Cut Off Date).
SPI 330 Butir Perusahaan terbuka yang digunakan sebagai pembanding harus pernah
5.23.f) melakukan transaksi merger atau akuisisi dalam jangka waktu tidak
lebih dari 5 (lima) tahun sebelum Tanggal Penilaian.
Perusahaan tertutup yang digunakan sebagai pembanding harus pernah
melakukan transaksi merger atau akuisisi dalam jangka waktu tidak
lebih dari 3 (tiga) tahun sebelum Tanggal penilaian.
Pedoman Penilaian Indonesia
(PPI)
PPI Ini merupakan bagian terpisah dari KEPI dan SPI
Pedoman Penilaian Indonesia 01
(PPI 01)
Penilaian untuk Pelaporan Keuangan

1.0 Pendahuluan
1.1. Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) 01 ini membahas mengenai pedoman
 penilaian aset berwujud terkait dengan revaluasi dalam rangka pelaporan
keuangan, serta tujuan perpajakan. PPI ini memberikan panduan mengenai
Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan dengan tujuan pelaporan
keuangan Penilaian untuk penilaian sebagaimana diatur pada SPI 201 atau untuk
tujuan perpajakan.
1.2. Aset Berwujud yang dibahas dalam PPI ini mencakup aset tetap dan properti
investasi.
1.3. PPI ini tidak mengatur cara penulisan, namun memberikan gambaran terkait
dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian yang dimaksud dalam Lingkup
Penugasan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan
hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Pelaporan Penilaian.
1.4. Pendekatan penilaian dengan metode penerapan serta pengungkapannya dalam
laporan menjadi cakupan pada PPI ini, dimana diharapkan Penilai dapat
menerapkan secara konsisten sehingga memiliki pola yang seragam dalam
 praktek penilaian dan selanjutnya menghasilkan
menghasilkan penilaian
penilaian yang dapat dipercaya.
dipercaya.
1.5. Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang dinyatakan di
dalam Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas dan tertuang
di dalam kontrak atau perianjian kerja.
1.6. Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian
untuk pelaporan keuangan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan
SPI. Dalam pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus
menjaga dan meningkatkan pengetahuannya melalui program CPD (Continuing
Professional Development) diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan
lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai.
1.7. Sepanjang sesuai dan relevan, SPI 201 berikut PPI ini dapat juga digunakan
sebagai rujukan dalam melaksanakan revaluasi aset tetap untuk tujuan
 perpajakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.03/2008 juncto Nomor 191/PMK.010/2015 juncto Nomor
233/PMK.03/2015 berikut Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per- 37/PJ/2015 dan
 peraturan perundang terkait.
1.8. Berkaitan dengan revaluasi untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan,
keuntungan bagi Entitas atau Wajib Pajak antara lain:
a) Meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan pembiayaan
dengan naiknya ekuitas dari selisih nilai aset.
 b) Menurunkan beban pajak penghasilan karena penghasilan neto fiscal akan
 berkurang oleh penyuSutan
penyuSutan yang berasal dari selisih lebih revaluasi.
1.9. PPI ini diterbitkan dan dapat dipergunakan sejak tanggal 1 Februari 2016.

2.0 Definisi dan Pengertian


2.1 Aset Berwujud:
a) Aset Tetap adalah aset berwujud yang:
1. dimiliki untuk digunakan dalam proses produksi atau penyediaan
 barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk
tujuan administrative; dan
2. diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset Tetap yang dimaksud dalam PPI ini adalah
adala h sama dengan terminologi
Aktiva Tetap dalam konteks perpajakan.
 b) Properti Investasi adalah properti (tanah dan bangunan atau bagian dari
suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau
lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk
kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak untuk:
1. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang afau jasa atau
untuk tujuan administrative; atau
2. dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Definisi Aset Tetap dan Properti Investasi diatas sesuai dengan PSAK 16
dan PSAK 13.7
2.2 Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan
 penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan
 batasan penilaian (SPI 103 - 3.1).
2.3 Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai
meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan
kertas kerja penilaian (SPI 104 - 3.1).
2.4 Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi
 penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan
opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang
dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting
yang digunakan dalam analisis (SPI 105 - 3.1).
2.5  Nilai Wajar
W ajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau
dibayarkan untuk transfer liabilitas dalam transaksi yang teratur di antara pelaku
 pasar pada tanggal pengukuran (SPI 102102 - 3.17).
Definisi Nilai Wajar ini sesUai dengan definisi pada PSAK 68 atau 1FPS 13.
2.6 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use HBU), didefinisikan
sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang
secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara
hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari
aset tersebut (KPUP- 10.1).
2.7 Pendekatan Pasar; mempertimbangkan penjualan dari properti sejenis atau
 pengganti dan data pasar yang terkait, serta menghasilkan estimasi nilai melalui
 proses perbanding an. Pada umumnya, properti yang dinilai (objek penilaian)
dibandingkan dengan transaksi properti yang sebanding baik yang telah terjadi
maupun properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses
 jual beli.
2.8 Pendekatan Pendapatan; mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang
 berhubungan dengan properti yang dinilai dan mengestimasikan nilai melalui
 proses kapitalisasi. Kapitalisasi menghubungkan
menghubungkan pendapatan (umumnya
 pendapatan bersih) dengan
dengan suatu definisi jenis nilai melalui konversi pendapatan
menjadi estimasi nilai. Proses ini dapat menggunakan metode kapitalisasi
langsung atau metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF), atau
keduanya.
2.9 Pendekatan Biaya; menetapkan nilai properti dengan mengestimasi blaya
 perolehan tanah dan biaya pengganti pengembangan baru (sesuatu yang
dibangun) di atasnya dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi properti
lama dengan penggunaan yang sama, tanpa mempertimbangkan antaralain
antaralai n baya
akibat penundaan waktu pengembangan dan biaya lembur. Untuk properti yang
lebih tua, pendekatan biaya memperhitungkan estimasi depresiasi termasuk
 penyusutan fisik dan keusangan lainnya (fungsional dan eksternal), Biaya
konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan
 biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau
dalam praktek penilaian.
2.10 Penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksudkan untuk memberi
gambaran mengenai nilai aset yang sebenarnya (ril) dari entitas, dibandingkan
dengan nilai buku yang lebih berupa pencatatan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan.
2.11 Pengertian atas Asosiasi Profesi Penilai pada PPI ini adalah Masyarakat Profesi
Penilai Indonesia (MAPPI) sebagaimana yang tercantum dalam bagian
Pendahuluan KEPI dan SPI Edisi VII- 2018.

3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3)


3.1 Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup
Penugasan sesuai dengan tujuan penilaian yang akan dilaksanakan.
Selain pemberian opini Nilai Wajar sesuai dengan yang diatur SPI 201, terdapat
 pekerjaan tambahan (lihat SPI 350) yang dapat diminta oleh pemberi tugas dan
harus dinyatakan secara jelas di dalam
dala m Lingkup Penugasan.
Pekerjaan tambahan tersebut, antara lain mencakup:
a) Inventarisasi Aset
 b) Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset berwujud yang tercermin
 pada laporan keuangan pada tanggal
tanggal penilaian.
c) Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset tetap sesuai dengan SPT
Tahunan pada tanggal penilaian (untuk tujuan perpajakan),
d) Penentuan Sisa Umur Ekonomi,
e) Penentuan Nilai Sisa,
Persyaratan dari Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud dalam SPI 103 5.3
harus digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya
dijelaskan sebagai berikut:
Hal Referensi Penjelasan
SPI 103
Status Penilai 5.3.a).1 Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah:
a) ldentitas Penilai sebagai individu
instansi/Kantor Jasa Penilai Publik;
 b) Penilai dalam posisi untuk memberikan
 penilaian objektif dan tidak memihak;
c) Penilai tidak mempunyai atau mempunyai
 potensi benturan kepentingan dengan subjek
s ubjek
dan atau objek penilaian;
d) Penilai harus memiliki kompetensi
untukmelakukan penilaian.
Jika Penilai memerlukan bantuan tenaga ahli atau
Tenaga Penilai lainnya, maka sifat bantuan dan
sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati
dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan.
Pemberi Tugas 5.3.a).2 Bila tidak dinyatakan lain oleh peraturan dan
dan Pengguna 5.3.a).3  perundangan yang berlaku, maka Pemberl Tugas
Tugas dan
Laporan Pengguna Laporan adalah Entitas Pemilik Aset/
Manajemen.
Khusus untuk tujuan perpajakan, maka Pemberi
tugas adalah Entitas Pemilik Aset dan Pengguna
Laporan Kementerian Keuangan RI (PMK No. 79
tahun 2008 juncto PMK No. 191 tahun 2015).
Sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI,
nama Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan harus
diungkapkan secara jelas.
Objek Penilaian 5.3.a).4 Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas
dan dari Pemberi Tugas atas objek penilaian yang akan
Kepemilikan dinilai.
Objek penilaian yang akan dinilai untuk tujuan
 pelaporan keuangan merujuk kepada daftar aset tetap
sesuai dengan laporan keuangan yang harus
diperoleh dari Pemberi Tugas.
Sedangkan oblek penilaian yang akan dinilai untuk
tujuan perpajakan merujuk kepada daftar aset tetap
yang dilaporkan pada SPT (Surat Pemberitahuan)
Tahunan yang harus diperoleh dari Pemberi Tugas.
Penilai harus mengklarifikasi dan membatasi untuk
tidak melakukan pekerjaan selain yang diatur oleh
Lingkup Penugasan pada SPI 201 dan pedomannya.
Bukti penguasaan dan/atau kepemilikan aset
 berwujud harus dinyatakan sesuai dengan informasi
dari Entitas sebagaimana yang tercantum dalam
daftar aset.
Mata uang yang 5.3.a).5 Untuk tujuan pelaporan keuangan, hasil penilaian
digunakan harus dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata
uang lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku
atau mata uang fungsional sesuai dengan PSAK 10.
Untuk tujuan perpajakan sesuai dengan PMK 191,
mata uang yang digunakan adalah Rupiah atau US
Dollar.
Maksud dan 5.3.a).6 Maksud dan Tujuan Penilaian adalah untuk
Tujuan memberikan opini Nilai Wajar yang akan digunakan
Penelitian untuk tujuan pelaporan keuangan (lihat Lampiran
SPI 103 dan SPI 201) atau untuk perpajakan.
Penilai harus dapat mengidentifikasi secara jelas dan
memahami SAK mensyaratkan pengukuran Nilai
Wajar dalam penilaian untuk tujuan pelaporan
keuangan, misalnya untuk model revaluasi aset
sesuai PSAK 16-Aset Tetap, atau model Nilai Wajar
sesuai PSAK 13-Properti Investasi.
Dasar Nilai 5.3.a).7 Berdasarkan SPI 102-3.17 dan SPI 201 - 5.1.b).3
Dasar Nilai yang digunakan adalah Nilai
Wajar. Dasar Nilai ini harus didefinisikan sesuai
dengan SPI.
Tanggal 5.3.a).8 Tanggal penilaian harus bersamaan dengan tanggal
Penilaian  pelaporan keuangan Entitas atau tanggal lainnya
 berdasarkan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud
dengan tanggal pengukuran pada definisi Nilai
Wajar adalah sama dengan tanggal penilaian.
Khusus untuk tujuan perpajakan, tanggal penilaian
dapat berbeda dengan tanggal pelaporan keuangan
Entitas, atau sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku.
Tingkat 5.3.a).9 Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi
kedalaman yang dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut:
investigasi
 Data dan informasi menyangkut fisik dan legal
atas objek penilaian diperoleh dari Entitas sesuai
dengan daftar aset berwujud dan dokumen
kepemilikan atau penguasaan yang diterima;
 Verifikasi yang dilakukan Penilai terhadap
objek penilaian, merupakan bagian dari
keperluan dan kepentingan pelaksanaan
 penilaian;
 Bila ditemukan adanya batasan tingkat
kedalaman investigasi, misalnya untuk aset
tipikal dalam jumlah banyak, maka inspeksi
dapat dilakukan secara sampling. Sedangkan
 ika aset tidak dapat diinspeksi dikarenakan
lokasinya atau situasi tertentu, maka Penilai
dapat melakukan penilaian dengan melakukan
verifikasi terhadap data sekunder dan membuat
asumsi khusus;
Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian
dilaksanakan tanpa informasi yang biasanya tersedia
dalam pelaksanaan penilaian.
Sifat dan 5.3.a).10 Data dan informasi lain yang dianggap dapat
sumber dipercaya dalam mendukung pelaksanaan penilaian
informasi yang dalam PPI ini dapat bersumber dari :
dapat
 Badan Pertanahan Nasional,
diandalkan
 Bank Indonesia,
 Badan Pusat Statistik (BPS),
 Asosiasi Profesi Penilai di Indonesia maupun di
Luar Negeri,
 Sumber lainnya yang dapat dipercaya.
Asumsi dan 5.3.a)11 Asumsi dan metode yang mendasari opini nilai
asumsi khusus sesuai dengan sifat dari data masukan/input
 penilaian harus dijelaskan, sehingga Entitas Pemberi
Tugas dapat membuat klasifikasi aset ke dalam
Hirarki Nilai Wajar yang disyaratkan sesuai dengan
SPI 201-6.3.
Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila
terdapat ketidak pastian informasi berkaitan
karakteristik fisik, legal atau ekonomi dari properti,
atau mengenai kondisi eksternal properti seperti
kondisi pasar atau tren atau integritas data yang
digunakan dalam analisis.
Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang
terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan
mengenai keterbatasan tersebut.
Seluruh penyimpangan dari standar dinyatakan
dan dijelaskan (bila ada).
Persyaratan dan 5.3.a).12 Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas
Persetujuan  pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan
untuk Publikasi Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi
terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan,
atau referensi yang dipublikasikan.
Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan
mengenai hal tersebut.
Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan
 berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan
Standar Penilaían Indonesia (SPI) yang berlaku.
Laporan 5.3.b) Laporan Penilaian yang akan disampaikan adalah
Penilaian laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia,
dan isi laporan penilaian sesuai dengan SPI 105.
Format laporan penilaian untuk tujuan pelaporan
keuangan atau tujuan perpajakan harus mencakup
informasi mengenai Nilai Wajar pada tangal
 penilaian.
Jumlah dan kelengkapan dokumen laporan penilaian
sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas dan
seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan.
Batasan atau 5.3.c) Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai
 pengecualian tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga,
atas tanggung selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum
 jawab kepada yang berlaku.
 pihak selain
 pemberi tugas
Persyaratan 5.3.d). Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan
adanya tertulis berupa surat representasi dari pemberi tugas
 pernyataan mengenai kebenaran dan sifat informasi yang
tertulis berupa diberikan oleh pemberi tugas (lampiran 7).
surat
representasi
Biaya Jasa 5.3.e). Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk
Penilaian kepada standar fee/biaya yang dibuat Asosiasi
Profesi Penilai (MAPPI)
Lainnya Dalam hal untuk tujuan pelaporan keuangan atau
tujuan perpajakan dibutuhkan pekerjaan tambahan
oleh Pemberi Tugas dan /atau Penggunaan Laporan
 berupa antara lain:
 Perincian Nilai Wajar pada daftar aset,
 Penentuan Sisa Umur Ekonomi,
 Penentuan Nilai Sisa,
maka hal ini harus diungkapkan secara jelas didalam
Lingkup Penugasan.
Pekerjaan tambahan termasuk didalam Jasa
Konsultansi yang diatur dalam SPI 350, dimana
laporannya disampaikan secara terpisah dan tidak
merupakan bagian dari laporan penilaian.

Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud di atas harus dituangkan menjadi bagian dari
kontrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas.
4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104)
4.1 Investigasi
Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada
tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam
 perjanjian tugas dan sesuai dengan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam prosedur Investigasi ini antara lain:
a) Proses pengumpulan data yang cukup dapat dilakukan dengan cara
inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis yang dilakukan dengan
cara yang benar. Penilai harus menentukan batasan, sejauh mana data
yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian.
 b) Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak
sesuai dengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah
disepakati; seperti data dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak sesuai
atau tidak memadai yang akan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat
diyakini dan dipercaya (credible), maka Lingkup Penugasan harus
didiskusikan kepada Pemberi Tugas dan direvisi (dibuatkan adendum)
atau opsi lainnya sesuai SPI 103-5.6.b).
c) Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperoleh dapat
dipercaya atau diandalkan, sehingga tidak mempengaruhi kredibilitas
hasil penilaian. Pertimbangan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
review, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka
informasi tersebut seharusnya tidak digunakan. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan Penilai dalam mereview informasi yang diperoleh,
antara lain:
1. Materialitas informasi terhadap kesimpulan nilai;
2. Kompetensi dari pihak ketiga;
3. Indepedensi pihak ketiga terhadap objek penilaian atau pengguna
 penilaian;
4. Sejauh mana informasi tersebut termasuk ke domain publik.
d) Objek penilaian dalam penugasan ini diperhitungkan berdasar Nilai Wajar
dari aset apabila dijual dalam transaksi teratur antara elaku pasar pada
tanggal penilaian. Pengukuran Nilai Wajar berbasis pasar, bukan
 pengukuran yang spesifik atas Entitas atau biasa dikenal sebagai Nilai
dalam Penggunaan. Dalam pengukuran Nilai Wajar, karakteristik aset
(seperti kondisi dan lokasi, adanya restriksi) diperhitungkan sejauh
karakteristik tersebut dipertimbangkan oleh pelaku pasar pada tanggal
 penilaian.
e) Pengukuran Nilai Wajar mengasumsikan bahwa transaksi pertukaran
terjadi dalam suatu transaksi yang teratur atau transaksi dengan asumsi
adanya periode pemasaran yang lazim dan umum sebelum tanggal
 penilaian dan bukan merupakan transaksi karena keterpaksaan seperti
dalam konteks likuidasi.
f) Transaksi penjualan aset terjadi:
1. Di pasar utama untuk aset tersebut. Pasar utama didefinisikan sebagai
 pasar dengan volume dan tingkat aktivitas terbesar untuk aset.
2. Jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan
untuk aset tersebut. Pasar yang paling menguntungkan adalah pasar
dimana jumlah maksimal dari penjualan aset akan diterima setelah
memperhitungkan biaya transportasi dan biaya lainnya. Pada
umumnya kondisi penjualan ini berlaku untuk personal properti
 berwujud.
g) Hierarki Nilai Wajar memberikan prioritas tertinggi kepada harga yang
langsung dikutip dari pasar atau harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di
 pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identic (input level 1) kemudian
input yang dapat diobservasi dari pasar/data pasar baik secara langsung
maupun tidak langsung (input level 2) dan prioritas terendah umtuk input
yang tidak dapat diobservasi dari pasar (input level 3) yang umumnya
terkait dengan properti khusus atau properti dengan pasar yang terbatas.
h) Pengukuran Nilai Wajar dari aset memperhitungkan kemampuan pelaku
 pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomi dengan menggunakan aset
dalam penggunaan tertinggi dan terbaiknya (HBU) atau dengan
menjualnya kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset
tersebut dalam HBUnya.
4.2 Pendekatan Penilaian
Pendekatan dan metode yang digunakan berdasarkan pertimbangan seperti,
dasar nilai dan tujuan penilaian, ketersedian informasi dan data, serta metode
yang diterapkan para pelaku dalam pasar yang relevan.
a) Tujuan penilaian pada SPi 201 dan PPI ini adalah pelaporan keuangan,
dimana sesuai dengan Hierarki Nilai Wajar yang dijelaskan pada 4.1.g),
 pendekatan penilaian yang relevan dibutuhkan didalam menentukan Nilai
Wajar level 2 dan level 3, dikarenakan adanya penyesuaian yang
dibutuhkan dalam menentukan opini Nilai Wajar.
 b) Objek penilaian dalam revaluasi aset meliputi:
1. Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industry
atau komersial.
2. Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri dan komersil
dan meliputi:
a. Aset yang melekat dengan tanah; seperti prasarana dan sarana
 pelengkap bangunan.
 b. Mesin dan peralatan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan
dari bangunan.
3. Personal Properti berwujud; antara lain terdiri dari mesin dan
 peralatan, alat transportasi, alat berat, perabotan dan peralatan lain.
Untuk tujuan perpajakan, personal properti berwujud diklasifikasikan
sebagai Aktiva Tetap Bukan Bangunan.
DIAGRAM B

Aset Tetap

HBU as vacant HBU as improved

Nilai Wajar Nilai Wajar asset


tanah (existing use)

+ *satu kesatuan tanah, bangunan, mesin

Nilai Sisa bangunan


+ Mesin in-situ
Lampiran 1: Hierarki Nilai Wajar

Apakah terdapat harga


kuotasian untuk asset atau
Ya Tidak
liabilitas yang identic?
(input Level 1)

Pengukuran Level 1 Apakah terdapat observable inputs* yang


dapat diobservasi selain dari harga
kuotasian untuk aset atau liabilitas
identik?
Harus digunakan
tanpa penyesuaian

Ya Tidak

Pengukuran input Level 2 Penggunaan unobservable


tanpa adanya unobservable inputs secara signifikan =
inputs* yang signifikan = Pengukuran Level 3
Pengukuran Level 2

*Observable inputs termasuk data pasar (harga dan informasi


infor masi lainnya) yang tersedia secara publik

*Unobservable inputs termasuk data entitas sendiri (proyeksi, budget, dsb.)


Lampiran 2:

Ilustrasi – 
Ilustrasi –  A
 A

Penilaian Bangunan Gedung di Lokasi Komersial

Indikasi Nilai Wajar sebagai Gudang Rp 15.000.000.000,-


15.000.000.000,-
 Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Rp 13.000.000.000,-
13.000.000.000,-
 Bangunan Rp 2.000.000.000,-
2.000.000.000,-
Indikasi Nilai Wajar sesuai HBU sebagai tanah komersial Rp 35.000.000.000,-
35.000.000.000,-
Biaya pembongkaran dan biaya lain-lain Rp 300.000.000,-
300.000.000,-
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah tidak mencerminkan HBU nya,n ya, karena Nilai
Wajar tanah saja sesuai HBU lebih besar dikurangi dengan biaya pembongkaran dan biaya
lain-lain masih lebih besar dari Nilai Wajar sebagai gudang.

Indikasi Nilai Sisa Bangunan Rp 500.000.000,-


500.000.000,-
Pengungkapan dalam laporan penilaian:

 Nilai Wajar Aset

 Tanah Rp 35.000.000.000,-
35.000.000.000,-
  Nilai Sisa Bangunan Rp 500.000.000,-
500.000.000,-

Ilustrasi - B

Peniliaian Bangunan Pabrik dengan excess land di Zona Transisi yang sudah mengarah ke
Komersial.
Asumsi (i) Pabrik masih memiliki ijin untuk beroperasi dan memenuhi HBU as improved 
Indikasi Nilai Wajar Pabrik Rp 25.000.000.000,-
25.000.000.000,-
 Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Rp 12.000.000.000,-
12.000.000.000,- (a1)
 Bangunan Rp 5.000.000.000,-
5.000.000.000,-
 Mesin& Peralatan (in situ) Rp 8.000.000.000,-
8.000.000.000,-
Asumsi (ii) pabrik masih memiliki izin untuk beroperasi tapi tidak memenuhi HBU
Indikasi Nilai Wajar Pabrik Rp 27.000.000.000,-
27.000.000.000,-
Tanah (asumsi HBU untuk penggunaan alternative) Rp 27.000.000.000,-
27.000.000.000,- (a2)

 Bangunan (Nilai Sisa) Rp 1.000.000.000,-


1.000.000.000,-
 Mesin & peralatan (ex situ) Rp 5.000.000.000,-
5.000.000.000,-
Indikasi Nilai Wajar excess land sesuai HBU sebagai Rp 5.000.000.000,-
5.000.000.000,- (b)
tanah komersial
Pengungkapan dalam laporan penilaian:
Asumsi (i)
 Nilai Wajar Aset Rp 30.000.000.000,-
30.000.000.000,-
 Tanah Rp 17.000.000.000,-
17.000.000.000,- (a1+b)
 Bangunan Rp 5.000.000.000,-
5.000.000.000,-
 Mesin & Peralatan (in situ) Rp 8.000.000.000,-
8.000.000.000,-

Asumsi (ii)
 Nilai Wajar Aset Rp 32.000.000.000,-
32.000.000.000,-
 Tanah Rp 32.000.000.000,-
32.000.000.000,- (a2+b)
 Bangunan Rp 1.000.000.000,-
1.000.000.000,-
 Mesin & Peralatan (in situ) Rp 5.000.000.000,-
5.000.000.000,-

Ilustrasi – 
Ilustrasi –  C
 C

Penilaian Aset Publik (Infrastruktur) berupa Gardu Induk yang berlokasi di Zona Komersial
Indikasi Nilai Wajar Rp 39.000.000.000,-
39.000.000.000,-
 Tanah (asumsi peruntukan komersial) Rp 12.000.000.000,-
12.000.000.000,- (a)
 Bangunan Rp 2.000.000.000,-
2.000.000.000,-
 Mesin & Peralatan (in situ) Rp 25.000.000.000,-
25.000.000.000,-
Indikasi Nilai Wajar excess land sesuai HBU sebagai Rp 7.000.000.000,-
7.000.000.000,- (b)
Tanah komersial (dihitung dari kelebihan tanah
Terhadap kebutuhan pengembangan GI)
Pengungkapan dalam laporan penilaian:
 Nilai Wajar Aset Rp 46.000.000.000,-
46.000.000.000,-
 Tanah (asumsi peruntukan komersial) Rp 19.000.000.000,-
19.000.000.000,- (a+b)
 Bangunan Rp 2.000.000.000,-
2.000.000.000,-
 Mesin & Peralatan (in situ) Rp 25.000.000.000,-
25.000.000.000,-
Lampiran 3:

Sistematika dan Isi Laporan Penilaian (bentuk penomoran tidak terkait)


Sistematika Laporan Gambaran Isi
Bagian I – 
I –  i. Halaman Judu (cover)
Pendahuluan
Halaman judul memuat nama pekerjaan, nama Pemberi Tugas
i. Halaman Judu dan nama kantor dan alamat Penilai.
ii. Surat Pengantar
iii. Daftar Isi ii. Surat Pengantar
iv. Pernyataan Penilai Surat Pengantar secara formal menghantar laporan Penilaian
v. Ringkasan kepada pemberi Tugas dan merupakan bagian tak terpisahkan
Penilaian
dari Laporan Penilaian. Surat Pengantar dimaksudkan sebagai
catatan permanen yang mengidentifikasikan Penilai dan
Pengguna laporan. Surat ini seharusnya ditulis dalam format
surat bisnis yang layak dan seringkas mungkin serta dapat
meliputi elemen sebagai berikut:
 Tanggal surat adalah tanggal laporan penilaian diterbitkan
  Nama pekerjaan dan alamatnya dalam deskripsi ringkas
 Dasar penugasan merujuk kepada perjanjian kerja/ kontrak
 berikut dengan amandemen/ adendumnya
adendumnya (bila ada)
 Deskripsi ringkas bahwa Penilai telah melakukan
investigasi atas property yang diperlukan
 Referensi bahwa surat tersebut diikuti oleh laporan
Penilaian dan indentifikasi jenis Penilaian dan format
laporan
 Dasar penilaian yang digunakan di dalam laporan dan
definisinya
 Tanggal Penilaian dan opini nilai (dalam angka dan huruf)
 Tanda tangan Penilai public sebagai penanggung jawab
Laporan
iii. Daftar Isi
Menyatakan pembagian utama dari laporan diikuti dengan sub-
 bagiannya
iv. Pernyataan Penilai
Lembar Pernyataan Penilai penempatannya adalah setelah
Surat Pengantar, dengan mencantumkan tanda tangan Penilai
dan tanggalnya (lihat pada Lampiran 5).
Permyataan Penilai ini penting karena menjelaskan posisi
Penilai, sehingga melindungi baik integritas Penilai maupun
validitas penilaian
vi. Ringkasan Penilaian
Apabila laporan penilaian panjang dan kompleks, ringkasan
dari hal utama dan kesimpulan penting di dalam penilaian
menjadi berguna. Ringkasan ini sering disebut juga sebagai
Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) yang akan
memudahkan pengguna laporan dan memungkinkan Penilai
untuk memberi penekanan kepada hal-hal utama yang
dipertimbangkan dalam mencapai opini nilai final.
Berikut adalah pedoman isi dari Ringkasan Penilaian
(Eksekutif):
 Identifikasi ringkas dari properti (lokasi, fisik dan legal)
 Identifikasi hak atas properti yang dinilai
 Identifikasi jenis penilaian (normal atau terbatas) dan
format laporan (laporan terinci, ringkas atau terbatas)
 Tanggal penilaian dan tanggal inspeksi, tanggal laporan
 Asumsi khusus (bila ada)
 Deskripsi properti secara ringkas dan informasi relevan
lainnya
 Kesimpulan nilai
Bagian II – 
II –  Definisi
 Definisi Definisi dan Lingkup Penugasan merupakan penjelasan atas
& Lingkup sejauhmana suatu pekerjaan penilaian berikut pelaporannya telah
Penugasan dilakukan oleh Penilai. Definisi dan Lingkup Penugasan dimaksud
diuraikan sebagaimana yang diatur pada SPI 105 butir 5.3.a) s/d
i. Status Peniliai
ii. Pemberi Tugas h) (secara bersamaan dapat dibaca pada bagian ke-3 PPI ini)
sebagai berikut:
dan Pengguna
Laporan i. Status Penilai
iii. Maksud dan Penilai harus mencantumkan statusnya berikut dengan KJPP
tujuan Penilaian atau institusinya. Prosedur lengkap dapat dilihat pada uraian
iv. Objek Penilaian
tentang Laporan Penilaian Untuk Tujuan Pelaporan Keuangan
v. Hak atau Tujuan Perpajakan pada PPI ini (bagian 5).
Kepemilikan
vi. Dasar Nilai ii. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan
vii. Tanggal Laporan ditujukan kepada Pemberi Tugas yang sekaligus
Penilaian sebagai pengguna laporan, yaitu pihak yang memberikan
viii. Pengguna Mata  penugasan kepada Penilai. Pemberi Tugas dapat berupa
Uang individu atau entitas atau sekelompok orang secara bersama-
ix. Tingkat sama. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama
Kedalaman individu yang berhak mewakili.
investigasi
x. Sifat Sumber iii. Maksud dan Tujuan Penilaian
Informasi Maksud dan Tujuan Penilaian harus dijelaskan sehingga
xi. Asumsi Umum Pengguna Laporan memahami konteks dilakukannya
dan Khusus  penilaian.
xii. Pendekatan
Penilaian iv. Objek Penilaian
xiii. Standar Dapat disusun secara informatif dimana minimal terdapat
Penilaian informasi tentang jenis properti, lokasi dan volume (ukuran
dan jumlah).
Objek penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksud
harus didasarkan data dan/atau Daftar Aset (Asset Register)
yang diberikan oleh Pemberi Tugas (bila ada perubahan
lakukan penyesuaian pada Laporan Penilaian dan pada
Lingkup Penugasan).
Untuk tujuan perpajakan, harus didasarkan kepada Daftar
sesuai SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan yang diberikan
oleh Entitas Pelapor.
v. Hak Kepemilikan
 Rincian dokumen kepemilikan yang merujuk kepada
Daftar Aset atau SPT yang diberikan oleh Entitas Pemberi
Tugas.
 Sifat hubungan kepemilikan atas properti.
vi. Dasar Nilai
(lihat penjelasan pada bagian 5)
vii. Tanggal penilaian
Bila tidak diatur berbeda, tanggal penilaian yang digunakan
harus konsisten sebagaimana yang diinstruksikan dalam
Lingkup Penugasan.
viii. Penggunaan Mata Uang
Dinyatakan sebagaimana yang disebutkan dalam Lingkup
Penugasan.
ix. Tingkat Kedalaman Investigasi
Diungkapkan berdasarkan apa yang telah diatur pada
p ada Lingkup
Penugasan. Bila ada penyesuaian dan perubahan, Penilai harus
mengungkapkan pada Laporan Penilaian.
x. Sifat dan Sumber Informasi
Dapat dirujuk sebagaimana telah diungkapkan dalam Lingkup
Penugasan.
xi. Asumsi Umum dan Khusus
Pengungkapan seluruh asumsi dan asumsi khusus selain harus
konsisten dengan apa yang tertera di dalam
Lingkup Penugasan, Penilai juga dapat menyampaikan
hal-hal yang dianggap relevan dalam Laporan
Penilaian.
xii. Pendekatan Penilaian
Penggunaan pendekatan penilaian yang digunakan agar
diuraikan secara lengkap, wajar dan beralasan.
xiii. Penggunaan Standar
Penilaian untuk kepentingan pada PPI ini menggunakan KEPI
dan SPI
Bagian III-Presentasi i. Tinjauan Properti sebagai Objek Penilaian
Data Uraian umum properti sebagai objek penilaian diuraikan
secara informatif. Uraian tersebut didasarkan hasil identifikasi
i. Tinjauan Properti dan investigasi Penilai yang dapat memberikan gambaran
sebagai Objek secara lengkap dari property yang dinilai.
Penilaian
ii. Analisis Lingkungan
ii. Analisis
Fakta berkaitan dengan kota dan lingkungan sekitarnya
Lingungan (Neighborhood Analysis) yang dalam anggapan Penilai
iii. Deskripsi Tapak  berkaitan dengan masalah penilaian seharusnya
iv. Deskripsi dipertimbangkan dan dilaporkan.
Bangunan dan Analisis lingkungan dapat meliputi gambaran dari lokasi
Pembangunan  property, aksesibilitas dan fasilitas yang tersedia pada
Lainnya lingkungan dimana objek property berada.
v. Deskripsi personal Penilal selalu mendasari analisnya dengan data dan informasi
 property yang mendukung pernyataan opini penilaian secara umum.
vi. Deskripsi Hal-hal yang yang berpengaruh secara positif dan negatif yang
Kerugian Non dapat mempengaruhi opini nilai harus disertakan dalam proses
analisis dan pelaporan penilaian.
Fisik
Informasi lainnya yang perlu disampaikan, seperti parameter
vii. Tinjauan Pasar
 pengembangan (eksisting dan batasan) meliputi peruntukan,
viii.Karakteristik
viii. Karakteristik KLB, KDB, GSB dan batas ketinggian bangunan.
Ekonomi dan
iii. Deskripsi Tapak
keuangan
(disesuaikan  Karakteristik fisik
dengan Pendekatan  Situasi dan tata letak tanah, luas tanah dan bentuk
Pendapatan yang  Kondisi tanah
digunakan)  Fasilitas
ix.Informasi
ix. Informasi relevan  Pengembangan yang menguntungkan merugikan tapak
lainnya (bila ada)  Karakteristik Legal
 Peruntukan, restriksi pengembangan, kemungkinan
 perubahan peruntukan
iv. Deskripsi Bangunan dan Pengembangan lainnya
Tidak hanya terbatas kepada bangunan, namun objek penilaian
lainnya seperti ruang atas tanah dan bawah tanah merupakan
 bagian yang seharusnya diuraikan.
Uraian masing-masing objek penilaian antara lain:
 Jenis aset (untuk masing-masing bangunan, atau asset
lainnya)
 Spesifikasi
 Jumlah dan ukuran unit
 Fasilitas pendudukung
 Kondisi dan umur (bila ada)
 Fasilitas dan servis (listrik, gas, telpon, air bersih,
drainase)
v. Deskripsi Personal Properti
Dapat meliputi benda yang berkaitan dengan tanah, seperti
utilitas dan sarana pelengkap bangunan (Personal Properti
yang melekat ke tanah/bangunan).
vi. Tinjauan Pasar
 Uraian dan kajian pasar dapat meliputi:
 Pasar real estat tertentu atau submarket yang ada
 Tingkat permintaan dan trendnya (prediksi peningkatan
atau penurunan)
 Keseimbangan permintaan dan penawaran.
vii. Karakteristik Ekonomi dan Keuangan (bila ada)
 Data keuangan yang meliputi pendapatan dan
 pengeluaran serta seluruh parameter yang mempengaruhi.
 Pajak properti
 Asuransi properti
 CAPEX
 Kewajiban pengembangan.
viii. Informasi Relevan Lainnya
Fakta lainnya yang terjadi dan mempengaruhi analisis,
estimasi atau kesimpulan penilaian dapat dinyatakan di dalam
laporan
Bagian IV – 
IV –  Analisis
 Analisis i. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest & Best Use-
Data dan HBU)
Kesimpulan
Ke-4 kriteria yaitu secara legal, fisik, kelayakan keuangan dan
i. Penggunaan  produktifitas maksimum dibahas dalam kaitannya dengan
Tertinggi dan  property yang dinilai. Pola penggunaan tanah, regulasi
Terbaik  peruntukan, profitabilitas dari pengembangan yang ada atau
alternative seharusnya dibahas di dalam laporan.
ii.  Nilai tanah
Analisis dan penulisan HBU dapat disesuikan dengan standar
iii. Implementasi
 penggunaan teknis tentang HBU (PPI 10).
Pendekatan ii. Nilai Tanah
Penilaian
Pada bagian penilaian tanah di dalam laporan penilaian, data
iv. Rekonsiliasi dan  pasar disajikan bersamaan dengan analisis data dan alasan
Kesimpulan yang mengarah kepada opini nilai tanah. Faktor yang
mempengaruhi nilai tanahseharusnya disajikan dalam cara
v. Kondisi dan
Syarat Pembatas yang jelas dan akurat.
iii. Implementasi Penggunaan Pendekatan Penilaian
Penilai mengembangkan pendekatan yang sesuai diterapkan
dalam penugasan dan penentuan indikasi nilai. Penerapan dari
setiap pendekatan dijelaskan berikut data faktual, analisis
mengarah kepada indikasi nilai yang dinyatakan di dalam
laporan. Ketiga pendekatan penilaian yang meliputi,
Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan
Biaya diuraikan secara ringkas dan jelas untuk memberikan
 pemahaman kepada pengguna
pengguna laporan.
iv. Rekonsiliasi dan Kesimpulan
Apabila Penilai menggunakan lebih dari satu pendekatan
 penilaian maka Penilai perlu melakukan rekonsiliasi dalam
 pengambilan kesimpulan hasilpenilaian (nilai).
v. Kondisi dan Syarat Pembatas
Menyatakan semua pembatasan yang mendasari kesimpulan
nilai (lihat lampiran 5)
Lampiran
i. Deskripsi properti terinci (apabila belum dimasukkan dalam bagian presentasi data)
ii. Rincian hasil penilaian (dibuat dalam surazt terpisah dan dapat dalam bentuk sottcopy
untuk aset dalam jumlah banyak)
iii. Foto
iv. Peta
v. Informasi lain yang relevan
Lampiran 4:

Pernyataan Penilai

Setiap laporan Penilaian properti harus memuat Pernyataan Penilai (compliance


statement) yang ditandatangani dengan bentuk kurang lebih sebagai berikut:

Dalam batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai Penilai, kami yang bertanda tangan di
 bawah ini menyatakan bahwa:
1. Pernyataan dalam laporan Penilaian ini, sebatas pengetahuan kami, adalah benar dan
akurat.
2. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dinyatakan di dalam Laporan Penilaian ini dibatasi
oleh asumsi dan batasan-batasan yang diungkapkan di dalam Laporan Penilaian, yang
mana merupakan hasil analisis, opini dan kesimpulan Penilai yang tidak berpihak dan
tidak memiliki benturan kepentingan.
3. Kami tidak mempunyai kepentingan baik sekarang atau di masa yang akan datang
terhadap properti yang dinilai, maupun memiliki kepentingan pribadi atau keberpihakan
kepada pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap properti yang dinilai.
4. Penunjukan dalam penugasan ini tidak berhubungan dengan opini Penilaian yang telah
disepakati sebelumnya dengan Pemberi Tugas
5. Biaya jasa profesional tidak dikaitkan dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya atau
gambaran nilai yang diinginkan oleh Pemberi Tugas, besaran opini nilai, pencapaian hasil
yang dinyatakan, atau adanya kondisi yang terjadi kemudian (subsequent event) yang
 berhubungan secara langsung dengan
dengan penggunaan yang dimaksud.
6. Penilai telah mengikuti persyaratan pendidikan profesional yang ditetapkan/dilaksanakan
oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
7. Penilai memiliki pengetahuan yang memadai sehubungan
s ehubungan dengan property dan/atau jenis
industri yang dinilai.
8. Penilai telah melaksanakan ruang lingkup sebagai berikut:
 Identifikasi masalah (identifikasi batasan, tujuan dan objek, definisi Penilaian, dan
tanggal Penilaian);
 Pengumpulan data dan wawancara;
 Analisis data;
 Estimasi nilai dengan menggunakan pendekatan Penilaian;
 Penulisan laporan.
9. Penilai telah/ tidak melakukan
melak ukan inspeksi lapangan yang merupakan objek Penilaian (apabila
lebih dari 1 orang menandatangani pernyataan ini, harus dibuat terinci mengenai individu
mana yang melakukan inspeksi lapangan).
10. Tidak seorangpun selain yang bertandatangan di bawah ini, yang telah terlibat dalam
 pelaksanaan inspeksi, analisis, pembuatan kesimpulan, dan opini sebagaimana yang
dinyatakan dalam laporan Penilaian ini.
11. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dibuat oleh Penilai, serta laporan Penilaian telah
dibuat dengan memenuhi ketentuan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan SPI yang
 berlaku.
12. Pernyataan Penilai yang ditandatangani merupakan bagian integral dari laporan
lap oran Penliaian.
Penilai yang menandatangani bagian lainnya dari laporan Penilaian, termasuk surat
 pengantar (letter of transmittal ) juga harus menandatangani pernyataan ini.
Apabila Penilaiyang menandatangani laporan bergantung kepada pekerjaan yang
dilakukan oleh Penilai/tenaga ahli lainnya yang tidak menandatangani permyataan Penilai,
Penil ai,
maka Penilai yang menandatangani bertanggung jawab atas keputusan untuk bergantung
kepada pekerjaan mereka, dan disyaratkan untuk memiliki alasan yang kuat untuk
mempercayai kompetensi dari Penilai/tenaga ahli lainnya tersebut.
 Nama dari individu yang terlibat dalam Penilaian namun tidak menandatangani lembar
Pernyataan Penilai harus dinyatakan.
Lampiran 5:

Syarat Pembatas

Berikut adalah contoh dari syarat pembatas yang harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan
 penilaian:
1. Informasi yang telah diberikan oleh pihak lain kepada Penilai seperti yang disebutkan
dalam laporan Penilaian dianggap layak dan dipercaya, tetapi Penilai tidak bertanggung
 jawab jika ternyata informasi yang diberikan itu terbukti tidak sesuai dengan hal yang
sesungguhnya. Informasi yang dinyatakan tanpa menyebutkan sumbernya merupakan hasil
 penelaahan kami terhadap data yang ada, pemeriksaan atas dokumen ataupun keterangan
dari instansi pemerintah yang berwenang. Tanggung jawab untuk memeriksa kembali
kebenaran informasi tersebut sepenuhnya berada dipihak Pemberi Tugas.
2. Kecuali diatur berbeda oleh peraturan dan perundangan yang ada, maka penilaian dan
laporan Penilaian bersifat rahasia dan hanya ditujukan terbatas untuk Pemberi Tugas yang
dimaksud dan penasehat profesionalnya dan disajikan hanya untuk maksud dan tujuan
sesuai dengan yang dicantumkan pada laporan Penilaian. Kami tidak bertanggung jawab
kepada pihak lain selain Pemberi Tugas dimaksud. Pihak lain yang menggunakan laporan
ini bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul.
3.  Nilai yang dicantumkan dalam laporan ini serta setiap nilai lain dalam Laporan yang
merupakan bagian dari properti yang dinilai hanya berlaku sesuai dengan maksud dan
tujuan Penilaian. Nilai yang digunakan dalam Iaporan Penilaian ini tidak boleh digunakan
untuk tujuan Penilaian lain yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan.
4. Kami telah mempertimbangkan kondisi properti dimaksud, namun demikian tidak
 berkewajiban untuk memeriksa struktur bangunan ataupun bagian-bagian dari properti
yang fertutup, tidak terlihat dan tidak dapat dijangkau. Kami tidak memberikan jaminan
 bila ada pelapukan,rayap, gangguan hama lainnya atau kerusakan yang tidak terlihat.
Penilai tidak berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas lingkungan dan
lainnya. Kecuali diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi bahwa
seluruh aspek ini dipenuhi dengan baik.
5. Kami tidak melakukan penyelidikan atas kondisi tanah dan fasilitas lingkungan lainnya,
untuk SUatu pengembangan baru. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami
didasarkan pada kewajaran, dan untuk suatu rencana pengembangan tidak ada pengeluaran
tidak wajar atau keterlambatan dalam masa pembangunan.
6. Kami tidak melakukan penyelidikan atas masalah lingkungan yang berkaitan dengan
 pencemaran. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi
mengenai tidak adanya pencemaran yang dapat berpengaruh terhadap nilai.
7. Gambar, denah ataupun peta yang terdapat dalam laporan ini disalikan hanya untuk
kemudahan visualisasi saja. Kami tidak melaksanakan survei/pemetaan dan tidak
 berianggung jawab mengenai hal ini.
8. Keterangan mengenai rencana tata kota diperoleh dari Rencana Umum Tata Ruang Kota
dan Pernyataan Tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Kecuali
diinstruksikan lain, kami beranggapan bahwa properti yang dinilai tidak terpengaruh oleh
 berbagai hal yang bersifat pembatasan-pembatasan dan properti maupun kondisi
 penggunaan baik saat ini maupun yang akan datang tidak bertentangan dengan peraturan-
 peraturan yang berlaku.
9. Semua bukti kepemilikan, legalitas dan perijinan yang ada didasarkan kepada informasi
dan data yang diberikan Lembaga Petanahan selaku pemberi tugas/pengguna laporan (bila
dinyatakan lain sebutkan). Oleh karena itu, kami tidak melakukan pengukuran ulang
terhadap luasan properti secara detail, melainkan data dari sertifikat & gambar bangunan
yang diterima dari Pemberi Tugas.
Lampiran 6:

Surat Representasi

Penilai harus memperoleh surat representasi dari Pemberi Tugas yang ditujukan kepada Penilai
untuk menyatakan kebenaran informasi yang diberikan. Surat representasi dimaksud diterima
Penilai sebelum laporan diterbitkan.
 No. ………..
………. , (tanggal surat)
Kepada Yth.
(sebutkan nama dan alamat KJPP/Instansi Penilai )
Up. (sebutkan nama Partner penanggung jawab laporan )

Perihal: Surat Pernyataan Atas Laporan Penilaian ( sebutkan properti ) yang berlokasi
(sebutkan alamat lokasi ) milik (sebutkan nama pemilik properti )

Dengan hormat,

Merujuk kepada kontrak ( sebutkan nomor kontrak ) tanggal (sebutkan tanggal kontrak )
mengenai Kontrak Pekerjaan Penilaian properti yang disebutkan di atas maka berikut adalah
 pernyataan dari (sebutkan nama Pemberi Tugas ) atas dikeluarkannya laporan tersebut:

a. Bahwa seluruh informasi dan pernyataan baik secara lisan maupun tulisan serta dokumen
 baik dalam bentuk asli, foto copy dan/atau salinan yang kami sampaikan kepada ( sebutkan
nama KJPP) yang kemudian di tuangkan dalam bentuk laporan adalah benar-benar berasal
dari (sebutkan nama Pemberi Tugas ), akurat, lengkap dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya serta tidak mengalami perubahan lagi sampai dengan dikeluarkannya laporan
tersebut.
 b. Bahwa atas isi dan segala sesuatu yang terdapat dalam laporan ini kami ( sebutkan nama
Pemberi Tugas), memberikan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada ( sebutkan
nama KJPP) termasuk didalamnya anggota Partner dan seluruh staff yang ada dari tuntutan
kerugian harta, gugatan dan tanggung jawab ( semuanya dalam bentuk apapun juga ) baik
secara sendiri-sendiri maupun institusi yang timbul secara langsung mauun tidak langsung
oleh karena laporan ini terhadap pihak manapun juga apabila hal itu diakibatkan oleh
kesalahan penyampaian informasi atas dokumen - dokumen, penyataan-pernyataan dan
keterangan-keterangan baik dalam bentuk asli, foto kopi, dan/atau salinan dari kami.
c. Bahwa Laporan yang diberikan oleh ( sebutkan nama Pemberi Tugas ) kepada (sebutkan
nama KJPP), bersifat rahasia dan diperuntukkan hanya oleh dan antara pihak - pihak yang
terkait dan/atau mempunyai kepentingan didalamnya berikut akan digunakan sebagaimana
mestinya oleh (sebutkan nama KJPP) sesual dengan Kontrak (sebutkan nomor dan tanggal
kontrak ).
Demikian peryataan dari kami atas dikeluarkannya laporan oleh … ( sebutkan nama KJPP)

Hormat Kami,
(nama Pemberi Tugas)

(nama lengkap dan tanda tangan dilengkapi stempel perusahaan)


(jabatan)

*****
Pedoman Penilaian Indonesia 02
(PPI 02)
Penilaian Personal Properti

1.0 Pendahuluan
1.1 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) membedakan antara real estat
yaitu benda berwujud yang bersifat fisik (lihat KPUP 2.0), dan real properti
yang berkaitan dengan hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan
kepemilikan real estat. Hak sewa adalah bagian dari real properti, yang berasal
dari hubungan kontraktual pihak pemilik properti dengan pihak penyewa, yaitu
 pihak yang menerima hak non-permanen untuk menggunakan properti sewa
dengan membayar sewa atau pertimbangan ekonomis bernilai lainnya.
1.2 Untuk menghindari kesalahpahaman dan salah penafsiran, Penilai dan
 pengguna jasa penilaian seharusnya memahami perbedaan penting antara
aspek fisik dan aspek legal yang terkait dalam mempertimbangkan nilai hak
sewa.
1.3 Jenis kepemilikan ini, seperti bentuk kepemilikan lainnya, adalah lazim
terdapat pada seluruh jenis aset properti yang dinilai. Suatu real estat dapat
terdiri atas satu hak atau lebih atas properti, dimana setiap hak itu akan
memiliki nilai Nilai Pasar apabila memiliki kemampuan untuk dipertukarkan
secara bebas.
1.4 Dalam kondisi apapun adalah tidak layak untuk menilai berbagai hak atas
 properti yang terdapat di dalam sebuah real estat secara terpisah dan
menjumlahkan nilainya sebagai indikasi dari nilai total real estat. Kontrak
sewa menciptakan jenis kepemilikan yang berbeda dengan hak milik.
1.5 Standar Akuntansi Internasional dan PSAK memiliki persyaratan akuntansi
khusus untuk properti baik dimiliki berdasarkan sewa atau obyek untuk
disewakan.
1.6 Hubungan antara berbagai kepentingan legal di properti yang sama dapat
 bersifat kompleks dan dapat menjadi lebih membingungkan dengan berbagai
terminologi yang digunakan untuk menjelaskan berbagai kepentingan. PPI ini
akan membahas dan mengklarifikasikan masalah tersebut. Bagian 2-1 akan
mengilustrasikan hubungan antara hak sewa.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 PPI 02 ini memberikan definisi, prinsip-prinsip dan pertimbangan penting
dalam penilaian dan perlaporan yang berkaitan dengan hak sewa.
2.2 PPI 02 ini diterapkan dengan refrensi khusus kpada KPUP dan SPI 101, SPI
102 serta SPI 201, SPI 202 dan SPI 203.
2.3 PPI ini relevan dan diterapkan apabila penyewa memiliki hak atas tanah
dan/atau bangunan, yang dianggap sebagai kepentingan legal yang terpisah.
Hak sewa ini merupakan turunan dari hak yang lebih tinggi, yang dapat berupa
hak sewa yang memiliki jangka waktu sewa yang lebih panjang atau
merupakan hak milik.

3.0 Definisi
istilah yang bersifat mendasar untuk pendefinisian dan penilaian kepentingan legal
mencakup:
3.1 Hak Milik. Kepemilikan yang bersifat selamanya terhadap tanah.
3.2 Hak Milik yang dibebani Hak Sewa, memiliki pengertian yang sama dengan
 Leased Fee Interest , yaitu mewakili kepentingan pemilik real properti yang
kemudian disewakan kepada pihak lain.
3.3 Hak Penyewa. Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam berbagai situasi yang
diungkapkan dalam butir 3.5 di bawah. Hak Penyewa memiliki makna yang
sama dengan Hak Sewa.
3.4 Hak Sewa, atau dikenal sebagai Hak Penyewa ( Lessee Interest , Tenant's
interest   atau  Leashold estate). Hak Kepemilllikan yang lebih dibentuk oleh
 persyaratan dalam perjanjian sewa dan bukan didasarkan kepada hak
kepemilikan atas real estat. Hak sewa tergantung kepada persyaratan dari
 perjanjian sewa secara spesifik, berakhir dalam waktu tertentu dan
dimungkinkan untuk dibagi-bagi atau disewakan kembali kepada pihak lain.
3.5  Headleasehold Interest atau Sandwich Lessar Interest . Pemilik dari sewa
induk.

Bagan 2-1 Hirarki Hak atas Properti


Tahun

0 ∞
Entitas A Hak Milik Hak absolut untuk menjual, menyewakan, atau
menggunakan properti selamanya, hanya dibatasi
Hak Absolut yang oleh restriksi negara.
dimiliki entitas A
Entitas B Hak Sewa Hak untuk menghuni dan menggunakan properti
untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi
 Lease Interest, Lease tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara
 Hold atau hak sewa entitas A dan entitas B
yang dimiliki entitas B
Entitas C Sublease interest,Hak untuk menghuni dan menggunakan properti
Subleasehold, atau untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi
yang dimiliki Entitas C tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara
entitas B dan entitas C
Hak yang ditentukan dalam 'subordinate lease'
tidak dapat melampaui hak yang terdapat dalam
sewa antara A dan B
Entitas D Subordinate Sublease Hak untuk menghuni dan menggunakan properti
interest yang dimiliki untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi
entitas D, tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara
entitas C dan entitas D.
Hak yang dtentukan dalam 'subordinate lease'
tidak dapat melampaui hak yang terdapat dalam
sewa antara B dan C

Penilai harus mengidentifikasi kepentingan atas properti yang dinilai sesuai dengan
hak dan batasan yang ada.

3.6 Jenis Sewa


a) Sewa Kontraktual ( Passing Rent   atau Contract Rent ). Sewa yang
didasarkan kepada perjanjian sewa yang ada; meskipun sewa kontraktual
mungkin sama dengan Sewa Pasar, dalam prakteknya dapat berbeda
secara substansial, terutama untuk sewa yang sudah lama dengan harga
sewa yang tetap.
Sewa Kontraktual adalah sewa yang dibayarkan berdasarkan persyaratan
kontak yang sebenarnya. Sewa ini dapat berupa angka tetap atau variabel
dalam durasi sewa. Frekuensi dan dasar dari penghitungan variasi sewa
akan ditentukan dalam kontrak sewa dan harus diidentifikasikan dan
dipahami untuk menentukan keuntungan total yang didapatkan pemilik
dan kewajiban penyewa.
 b) Sewa Partisipasi (Turnover Rent atau Participation Rent ). Suatu bentuk
 perjanjian sewa dimana pihak yang menyewakan menerima sewa dalam
 bentuk yang dikaitkan dengan pendapatan yang diterima penyewa. Salah
satu contoh sewa partisipasi adakah  percentage rent .
c) Sewa Pasar. Sewa Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat
diperoleh dari hasil transaksi sewa atas hak kepemilikan real properti pada
tanggal penilaian antara pemilik yang berkeinginan meyewakan dan
 penyewa yang berkeinginan menyewa pada persyaratan sewa menyewa
yang wajar dan merupakan transaksi bebas ikatan, setelah pemasaran
secara layak sesuai dan dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas
dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.
Penjelasan yang diberikan pada Nilai Pasar pada KPUP dapat diterapkan
untuk membantu interpretasi dari Sewa Pasar. Secara khusus, estimasi
akan mengecualikan sewa yang dinaikkan atau diturunkan karena adanya
 persyaratan, pertimbangan atau konsesi khusus. Persyaratan sewa
menyewa yang wajar adalah istilah yang akan secara umum
diterima/disetujui di pasar untuk jenis properti tersebut pada tanggal
 penilaian di antara pelaku pasar. Penilaian dari sewa pasar seharusnya
hanya diberikan bersama dengan indikasi persyaratan sewa induk yang
diasumsikan.
Sewa yang terjadi di pasar dengan didasarkan kepada Nilai Sewa Pasar
(lihat SPI 101-3.6)
Kapanpun opini Nilai Sewa Pasar diberikan, persyaratan sewa yang lazim
yang mendasari opini tersebut seharusnya dinyatakan
3.7 Jual dan Sewa Kembali ( Sale and Leaseback ). Penjualan real esatat secara
simultan diikuti dengan penyewaan dari properti yang sama oleh penjual.
Pembeli menjadi pihak yang menyewakan, atau pemilik ( landlord ), sedangkan
 penjual menjadi penyewa. Karena terdapat situasi dan hubungan diantara para
 pihak yang dapat bersifat unik, transaksi jual dan sewa kembali dapat atau
dapat tidak melibatkan persyaratan pasar yang bersifat umum.
3.8  Nilai Penggabungan,. Nilai lebih yang dihasilkan karena adanya
 penggabungan dua atau lebih kepentingan pada properti, melebihi
 penjumlahan nilai dari kedua kepentingan tersebut.
3.9 Sewa. Perjanjian kontraktual dimana hak untuk menggunakan dan memiliki
diberikan oleh pemilik properti ( Landlord atau  Lessor ) dan sebagai
imbalannya didapatkan janji dari penyewa untuk membayar sewa
sebagaimana dinyatakan di dalam perjanjian sewa. Dalam praktek, hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak dapat menjadi kompleks dan tergantung
kepada persyaratan lebih spesifik di dalam kontrak.
3.10 Sewa Induk ( Headlease, Master Lease). Sewa kepada entitas tunggal yang
dimaksudkan sebagai penyewa utama yang kemudian akan menyewakan
kembali kepada pihak lainnya.
3.11 Sewa Tanah (Ground Lease). Pada umumnya sewa tanah jangka panjang
dengan penyewa diijinkan untuk membangun di atas tanah dan menikmati
manfaat selama waktu sewa.

4.0 Pedoman Penilaian


5.1 Hak sewa dinilai berdasarkan prinsip umum yang sama dengan hak milik, tapu
dengan mengakui perbedaan yang ditimbulkan oleh perjanjian sewa yang
membatasi kepentingan hak milik, yang dapat menyebabkan kepentingan
tersebut menjadi tidak dapat dipasarkan atau terbatas
5.2 Hak sewa khususnya, sering melibatkan perjanjian yang membatasi atau
ketentuan yang memberatkan.
5.3 Hak milik yang di atasnya terdapat sewa operasional, untuk tujuan akuntansi
 biasanya diklasifikasikan sebagai properti investasi, dan karenanya dinilai
dengan dasar Nilai Pasar. Hak sewa induk juga biasanya dinilai dengan dasar
 Nilai Pasar.
5.4 Dalam menilai Hak milik (superior interest) yang dibebani oleh hak sewa atau
hak kepentingan yang disebabkan oleh adanya sewa, adalah penting untuk
mempertimbangkan sewa kontraktual, dan dalam hal berbeda, sewa pasar.
4.5 Dalam beberapa kasus, penyewa mungkin memiliki hak berdasarkan
 perjanjian ( statutory right ) untuk membeli hak kepentingan pemilik sewa,
 biasanya hak milik, atau mungkin memiliki hak absolut atau hak bersyarat
untuk memperbarui sewa dalam jangka waktu tertentu. Penilai harus
mengemukakan secaran jelas keberadaan hak berdasarkan perjanjian dan
mengindikasikan di dalam Laporan Penilaian apakah hal ini
dipertimbangkan dalam penilaian.
4.6 Pentingnya membedakan antara aspek spesifik dan kepentingan hukum (hak
sewa) adalah kritikal dalam penilaian. Sebagai contoh, sewa mungkin
menyatakan bahwa penyewa tidak memiliki hak untuk menjual atau
mengalihkan kepenyingan sewa, sehingga menyebabkannya menjadi tidak
dapat diperdagangkan dalam waktu sewa. Oleh karena itu nilainya bagi
 penyewa hanya didasarkan kepada hak untuk menggunakan dan menempati.
 Nilai sewa dapat dinyatakan dalam istilah moneter namun bukan merupakan
 Nilai Pasar karena tidak dapat dijual di pasar. Bagaimanapun, kepentingan
 pemilik (leased fee vakue ) memang memiliki Nilai Pasar, berdasarkan nlai dari
 pendapatan sewa selama masa sewa ditambah dengan nilai residu yang tersisa
 pada akhir masa sewa.
4.7 Setiap kepentingan hukum (hak sewa) dalam properti seharusnya dinilai
sebagai entitas terpisah dan tidak diperlakukan seolah digabungkan dengan
kepentingan lainnya. Setiap perhitungan nilai penggabungan hak ( merged
interests value ) atau nilai penggabungan ( marriage value ) seharusnya
dinyatakan di dalam saran tambahan saja dan mungkin dilaksanakan sebagai
 penilaian berdasarkan asumsi tertentu saja dan dinyatakan secara tepat di
dalam Laporan Penilaian.
4.8 Perjanjian sewa yang membatasi dapat berpengaruh negatif terhadap Nilai
Pasar dan kepentingan sewa. Penilai harus mengemukakan dengan jelas di
dalam Laporan Penilaian mengenai keberadaan kondisi tersebut. Hal yang
 paling sering terjadi dan berpengaruh negatif adalah adanya restriksi di dalam
hak sewa atau restriksi untuk menyewakan kembali.
4.9 Sewa Antar Perusahaan
a) Apabila properti terikat oleh sewa atau perjanjian penyewaan antara dua
 perusahaan dalam grup yang sama, adalah dapat diterima untuk
mempertimbangkan keberadaan perjanjian itu, dengan syarat bahwa
 perjanjian bersifat bebas ikatan (arms's-length) sesuai dengan praktek
komersial yang umum. Apabila penilaian dilaksanakan untuk tujuan
 pelaporan keuangan, adalah dapat diterima untuk merefleksikan sewa
antara perusahaan, dengan syarat bahwa penilaian dilakukan terhadap
kepentingan dari salah satu pihak dalam perjanjian sewa. Namun, apabila
 penilaian dilakukan untuk kepentingan grup berkaitan dengan pencatatan
dalam akun konsolidasi, keberadaan sewa perusahaan antara tidak dapat
dipertimbangkan
4.10 Keberadaan Fisik yang dilakukan penyewa
a) Pada saat menilai kepentingan properti yang terikat oleh sewa, adalah
 penting bagi Penilai mengidentifikasikan apakah perubahan atau adaptasi
telah dibuat terhadap properti oleh penyewa. Apabila demikian, Penilai
 perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1. Apakah penyewa telah memenuhi persyaratan sewa atau restriksi
yang terkait dengan perubahan ?
2. Apakah pengaruh dari regulasi terhadap hak dari para pihak dalam
kaitannya dengan perubahan ?
3. Apakah perubahan bersifat keharusan atau sukarela ? (Lihat butir
5.10.b))
4. Apakah terdapat kewajiban bagi pemilik untuk memberi kompensasi
kepada penyewa atas biaya atau nilai dari pekerjaan, atau bagi
 penyewa untuk mengembalikan kepada kondisi semula di akhir masa
sewa ?
 b) Perubahan Fisik yang dilakukan penyewa terbagi ke dalam 2 kategori :
1. Perubahan yang bersifat keharusan ( obligatory alterations ): Hal ini
 biasanya terjadi apabila properti disewakan dalam kondisi dasar atau
dikonstruksikan dengan spesifikasi belum siap huni sebelum
 penyewa melaksanakan pekerjaan bangunan lebih lanjut atau
 pengisian ( fitting-out ). Perjanjian sewa biasanya menerapkan kondisi
 bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh penyewa dalam jangka
waktu tertentu.
2. Perubahan yang bersifat sukarela ( Voluntary alterations ). Biasanya
terjadi apabila properti disewakan dalam kondisi siap huni, namun
 penyewa memilih untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan atau
merenovasi sesuai dengan kebutuhan spesifik penyewa. Meskipun
 penyewa mungkin menganggap hal ini sebagai perubahan, pasar
secara umum mungkin memandang hal ini berbeda.
c) Perubahan yang bersifat keharusan umumnya akan memiliki dampak
menguntungkan terhadap Sewa Pasar. Perubahan yang bersifat sukarela
dapat berakibat menguntungkan, netral, atau merugikan terhadap Sewa
Pasar, tergantung kepada sifat dan besarnya perubahan yang bersifat
khusus. Besarnya dampak terhadap Sewa Pasar yang direfleksikan dalam
nilai dari kepentingan pemilik atau penyewa tergantung kepada jawaban
atas pertanyaan di butir 5.9 a).
4.11  Nilai Pasar Negatif
 Nilai Pasar Negatif mungkin terjadi apabila hak sewa lebih kecil dari
kewajiban yang harus dipenuhi.
4.12 Umum
Dikarenakan kompleksitas relatif dari penilaian hak sewa, adalah penting bagi
klien atau penasehat hukum klien untuk memberi Penilai baik salinan dari
seluruh perjanjian sewa atau, untuk properti dengan jumlah penyewa yang
 banyak, contoh dari perjanjian sewa yang bersifat tipikal beserta dengan
ringkasan dari perjanjian sewa lainnya.

5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku


5.1 Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 02 - Penilaian Hak Sewa..
5.2 PPI ini merupakan SPI 301 yang statusnya berubah menjadi Pedoman
Penilaian Indonesia 02 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan
 pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1
Januari 2016.
c. Estimasi nilai individual dari berbagai komponen PBK hanya dapat
merepresentasikan suatu pembagian nilai (apportionment),
kecuali bukti pasar secara langsung tersedia untuk satu atau lebih
komponen guna memisahkan nilai masing-masing komponen dari
nilai PBK secara keseluruhan.

4.8 Dikarenakan karakteristiknya, PBK digolongkan sebagai aset khusus yang


 biasanya dirancang untuk penggunaan khusus. Perubahan kondisi pasar, baik
struktural pada industri atau disebabkan oleh kompetisi lokal atau alasan
lainnya dapat mempengaruhi nilai secara material.

4.9 Adalah penting untuk membedakan antara nilai PBK dengan nilai
bisnis. Untuk melakukan penilaian PBK,   Penilai memerlukan
pengetahuan yang memadai tentang sektor pasar terkait PBK yang
dinilai secara khusus sehingga mampu memutuskan potensi usaha
yang dapat dicapai oleh Pengelola yang Efisien secara Wajar,
demikian pula pemahaman atas nilai elemen komponen secara
individual.

5.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku


5.1 Panduan ini dapat dikutip sebagai PPI 03 –  Penilaian Properti dengan Bisnis
Khusus.
5.2 PPI ini merupakan SPI 303 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian
Indonesia 03 dengan periode berlakuyang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1
Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.
Pedoman Penilaian Indonesia 04
(PPI 04)
Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum

1.0 Pendahuluan
1.1 Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) atau dikenal dengan petunjuk teknis
(Juknis) ini membahas mengenai pedoman penilaian tanah terkait dengan
 pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum. Juknis ini memberikan panduan mengenai Lingkup
Penugasan, Implementasi dan Pelaporan Penilaian untuk tujuan penilaian
 pengadaan tanah sebagaimana diatur pada SPI 204.
1.2 Pedoman Penilaian Indonesia 04 (PPI 04) dapat dipahami sama dengan
 petunjuk teknis (juknis) sebagaimana yang disebutkan dalam pedoman ini, PPI
04 fidak mengatur cara penulisan, namun memberikan petunjuk dan prosedur
terkait dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian atas pendiskripsian hal-
hal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan Pelaporan
Penilaian.
1.3 Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang dinyatakan
di dalam Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas dan
tertuang di dalam kontrak atau perjanjian kerja.
1.4 Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian
untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai
dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. Dalam pemenuhan dasar
kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus menjaga dan meningkatkan
 pengetahuannya melalui program CPD (Continuing Professional
Development) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan
lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai.
1.5 Sepanjang sesuai, relevan dan tidak diatur dalam ketentuan peraturan
 perundang-undangan lainnya, SPI 204 berikut PPI ini bersifat mandatori
sebagai rujukan bagi Penilai dalam melaksanakan penilaian properti terkait
dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, apakah dalam
 pelaksanaannya menerapkan atau tidak tahapan sebagaimana ketentuan UU
 No. 2 tahun 2012 berikut peraturan pelaksanaanya.
1.6 Pedoman penilaian ini merupakan hasil revisi dari Juknis 306, dan dapat
dipergunakan sejak tanggal 1 Agustus 2018 dengan masa efektif berlaku ada
tanggal 1 Februari 2019.
2.0 Definisi dan Pengertian
2.1 Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai
Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan meliputi tahapan penyusunan
kertas kerja penilaian (SPI 104),
2.2 Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi
 penugasan, tujuan dan Dasar Nilai, dan hasil analisis yang menghasilkan opini
nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang
dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting
yang digunakan dalam analisis (SPI 105).
2.3 Lingkup penugasan ; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan
 penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan
 batasan penilaian (SPI 103).
2.4  Nilai Penggantian Wajar; adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang
didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan
memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan
adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud (SPI 102-3.10)
 Nilai Penggantian Wajar (NPW) diartikan sama dengan Nilai Ganti Kerugian
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 tahun 2012.
 NPW dapat dihasilkan dari kombinasi kerugian fisik dan kerugian non fisik
atas suatu objek penilaian. Kombinasi ini dapat digambarkan
sebagaipenjumlahan indikasi Nilai Pasar atas kerugian fisik ditambah indikasi
nilaiatas kerugian non fisik (lihat lampiran 1).
2.5  Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapar
diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian,
antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan
secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar
 pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI 101 -3.1).
2.6  Nilai Khusus; adalah sejumlah uang yang mencerminkan atribut tertentu dari
aset yang hanya berlaku bagi pembeli khusus dan bukan pasar secara
keseluruhan (SPI 102-3.4)
2.7 Pemanfatan tertinggi dan terbaik (Higest and Best Use) yang selanjutnya
disebut HBU, didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan
fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum
diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset
tersebut (KPUP -12.1).
2.8 Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi
ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (UU No. 2/2012,
Pasal 1 Butir 2).
2.9 Penilaian untuk keperluan ganti kerugian meliputi:
a) Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman
dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
 b) Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari penggantian terhadap
kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam
 bentuk uang (premium), serta kerugian lainnya yang dapat dihitung
meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa
tanah, dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan dan disepakati oleh
 pemberi tugas dalam Lingkup Penugasan.
Objek Pengadaan Tanah yang dimaksud diatas diartikan sama dengan istilah
Properti atau Properti Pertanahan sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia
(SPI) 204 tahun 2018.
2.10 Pengertian atas Asosiasi Profesi Penilai pada Juknis ini adalah Masyarakat
Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagaimana yang tercantum dalam bagian
Pendahuluan SPI.

3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3)


3.1 Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup
 penugasan sesuai dengan tujuan penilaian yang akan dilaksanakan.Persyaratan
dari Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI 103 5.3 harus
digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya dijelaskan
sebagai berikut:

Referensi
Hal Penjelasan
SPI 103

Status Penilai 5.3.a).1 Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah :

a) Identitas Penilai sebagai individu atau


instansi/Kantor Jasa Penilai Publik;
 b) Penilai dalam posisi untuk memberikan penilaian
objektif dan tidak memihak;
c) Penilai tidak mempunyai atau mempunyai potensi
 benturan kepentingan dengan subyek dana tau obyek
 penilaian
d) Penilai harus memiliki kompetensi untuk melakukan
 penilaian.

Jika Penilai memperoleh bantuan tenaga ahli dan/atau


Penilai lain dalam kaitannya dengan penilaian
 penugasan sebagaimana diatur oleh SPI, maka sifat
 bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan,
disampaikan dalam laporan.

Contoh pernyataan yang dapat dinyatakan adalah,


"Seluruh Penilai, ahli dan staf pelaksana dalam
 penugasan ini adalah satu kesatuan tim penugasan di
 bawah kordinator Penilai berizin atau penanggung
 jawab laporan penilaian"

Bila terdapat ketentuan lain sebagaimana yang


disebutkan pada hurup a), b) dan c, sepanjang
dibenarkan berdasarkan ketentuan dan peraturan
 perundang-undangan, maka Penilai harus
menyatakannya dalam Lingkup Penugasan.

Pemberi 5.3.a). 2 Bila tidak dinyatakan lain oleh Ketentuan


Tugas danPerundang-undangan yang berlaku, maka Pemberi
tugas adalah Lembaga Pertanahan (UU No. 2 tahun
2012).

Dalam hal penilaian dilakukan untuk tujuan pengadaan


tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
 bukan ditujukan kepada Lembaga Pertanahan (misaInya
tanah untuk skala kecil), maka ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam KEPI dan SPI harus diberlakukan,
dan nama Pemberi Tugas harus diungkapkan secara
 jelas serta dilengkap dengan alamat resmi.

Pengguna 5.3.a).3 Bila tidak dinyatakan lain oleh Ketentuan dan


Laporan Perundang-undangan yang berlaku, maka Pengguna
Laporan adalah Lembaga Pertanahan (UU No. 2 tahun
2012).

Dalam hal penilaian dilakukan untuk tujuan pengadaan


tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
 bukan ditujukan kepada Lembaga Pertanahan (misalnya
tanah untuk skala kecil), maka ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam KEPI dan SPI harus diberlakukan,
dan nama Pengguna Laporan untuk harus diungkapkan
dilengkapi dengan alamat resmi.

Objek 5.3.a).4 Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari


Penilaian dan Pemberi Tugas mengenai penilaian objek penilaian yang
Kepemilikan akan dinilai.

Objek penilaian yang dicantumkan dalam Lingkup


Penugasan harus berdasarkan kepada Daftar Nominatif
dan peta bidang hasil inventarisasi dan identifikasi yang
dilakukan Lembaga Pertanahan atau institusi lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Apabila pemberi tugas tidak memberikan daftar


nominatif atau peta bidang secara berizin atau lengkap,
Penilai harus memperoleh kepastian tugas mengenai
dasar yang digunakan untuk mengidentifikasikan

objek penilaian (jenis, jumlah/ukuran dan lokasi) dan


menyepakatinya dalam Lingkup Penugasan.

Penilai melaksanakan penilaian sesuai dengan


identifikasi objek penilaian yang diperoleh, dan
membatasi dirinya untuk tidak melakukan pekerjaan
selain yang diatur dalam Lingkup Penugasan.

Dalam hal terdapat perubahan objek penilaian dari


daftar nominative yang ditentukan sebelumnya dalam
Lingkup Penugasan, penilai dapat memperhitungkannya
dalam penilaian dengan persetujuan dari pemberi tugas
melalui revisi Lingkup Penugasan atau berita acara
 persetujuan.

Bukti penguasaaan dan/atau kepemilikan property harus


dinyatakan sesuai dengan informasi dari Lembaga
Pertanahan sebagaiman diatur dalam ketentuan dan
 perundang-undangan yang berlaku. Informasi tentang
 penguasaan dan/atau kepemilikan terdapat dalam Daftar
 Nominatif berdasarkan hasil inventarisasi dan
identifikasi yang dilakukan Lembaga Pertanahan.

Mata uang 5.3.a).5 Hasil penilaian harus dinyatakan dalam mata uang
yang Rupiah.
digunakan

Maksud dan 5.3.a).6 Maksud dan Tujuan Penilaian adalah untuk memberikan
Tujuan opini Nilai Penggantian Wajar (NPW) yang akan
Penilaian digunakan untuk tujuan pengadaaan tanah bagi
 pembangunan untuk kepentingan umum.

Tujuan penilaian dapat disebutkan secara lebih spesifik


sehingga dapat memberikan informasi yang lebih jelas.

Untuk kepentingan tertentu termasuk objek pengadaan


tanah skala kecil sebagaimana dimaksud dalam
 peraturan dan perundang- undangan yang berlaku, selain
 NPW, dapat digunakan opsi nilai lain seperti Nilai Pasar
atau Nilai Khusus. Ketentuan ini dapat dilihat pada poin
3.2.

Dasar Nilai 5.3.a).7 Berdasarkan SPI 102 3.10 dan SPI 204-5.2 dasar nilai
yang digunakan adalah Nilai Penggantian Wajar. Dasar
 Nilai ini harus didefinisikan sesuai dengan SPI.

Bila dianggap perlu, definisi dasar nilai yang digunakan


 penjelasan sepanjang merujuk kepada SPI 204

Tanggal 5.3.a).8 Tanggal penilaian harus bersamaan dengan tanggal


Penilaian  penetapan lokasi yang dilakukan oleh Gubernur atau
 pihak resmi lainnya berdasarkan ketentuan yang
 berlaku.

Tingkat 5.3.a).9 Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi yang


Kedalaman dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut:
Investigasi
a. Data dan informasi menyangkut fisik dan legal atas
objek penilaian diperoleh dari hasil inventarisasi dan
identifikasi yang dilakukan oleh Lembaga
Pertanahan selaku pihak yang memiliki wewenang
dalam pengadaan tanah sesuai peraturan dan
ketentuan yang berlaku;

 b. Penilai haris memastikan sampai sejauhmana


investigasi dapat dilaksanakan dan perlu
menyaratkan pemberi tugas dan/atau pemilik objek
 penilaian:
 Untuk memberikan surat tugas atau persetujuan
inspeksi; dan
 Menandatangani berita acara inspeksi yang
mengikat perjanjian kerja atau Lingkup
Penugasan

c. Verififikasi terhadap keseluruhan atau bagian dari


objek penilaian, merupakan bagian dari keperluan
dan kepentingan pelaksanaan penilaian;

d. Pelaksanaan penyelesaiannya dalam masa 30 (tiga


 puluh) hari kerja sebagaimana diatur oleh peraturan
dan perundangan yang berlaku;

e. Bila ditemukan adanya batasan tingkat kedalaman


investigasi, maka inspeksi akan dilakukan secara
sampling.
f. Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian
dilaksanakan tanpa informasi tersedia dalam
 pelaksanaan penilaian.

Sifat dan 5.3.a).10 Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya
Sumber dalam mendukung pelaksanaan penilian dalam juknis ini
informasi dapat bersumber dari:
yang dapat
diandalkan  Pemerintah Daerah sebagai instansi rujukan
informasi terkait dengan peraturan daerah;

 Lembaga Pertanahan sebagai instansi pemberi


tugas dan pengguna laporan sebagai sumber
rujukan data informasi dan hal-hal terkait kepada
 pertanahan;

 Bank Indonesia sebagai rujukan kurs bila ada;

 Badan Pusat Statistik (BPS);

 Bank Pemerintah sebagai sumber bunga masa


tunggu;

 Dokumen perencanaan sebagai bagian dari


Penetapan Lokasi

Asumsi dan 5.3.a).11 Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila
asumsi khusus terdapat ketidakpastian informasi berkaitan karakteristik
fisik, legal atau ekonomi dari properti, atau mengenai
kondisi eksternal properti seperti kondisi pasar atau tren
atau l integritas data yang digunakan dalam analisis

Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang


terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan
mengenai keterbatasan tersebut.

Seluruh penyimpangan dinyatakan dan dijelaskan (bila


ada).

Persyaratan 5.3.a).12 Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas


atas  pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan
 persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap
untuk keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi
 publikasi yang dipublikasikan.

Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan


mengenai hal tersebut.
Konfirmasi 5.3.a).13 Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan
 bahwa  berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI)
 penilaian Indonesia (SPI) yang berlaku.
dilakukan
 berdasarkan
KEPI dan SPI

Laporan 5.3.b) Laporan penilaian yang akan disampaikan adalah


Penilaian laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia.

Jumlah dan kelengkapan dokumen laporan penilaian


disesua ikan dengan kesepakatan Pemberi Tugas dan
seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan.

Batasan atau 5.3.c) Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai


 pengecualian tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga,
atas tanggung selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum
 jawab kepada yang berlaku.
 pihak selain
 pemberi tugas

Persyaratan 5.3.d) Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis


adanya  berupa surat representasi dari pemberi tugas mengenai
 persyaratan kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh
tertulils  pemberi
 berupa surat
representasi tugas (lampiran 7).

Biaya Jasa 5.3.e) Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk


Penilaian kepada standar fee/biaya yang ditetapkan Asosiasi
Profesi Penilai

Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud di atas harus dituangkan menjadi bagian dari
kontrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas. Khusus untuk
 penilaian yang objeknya masuk kategori skala kecil (<5 hektar), ketentuan yang berlaku
diatur pada 3.2.
3.2 Prosedur dan dasar nilai untuk penilaian yang objeknya masuk kategori skala
kecil sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perudang-undangan
sekurang-kurangnya harus memenuhi prosedur:

 No Faktor Tanah Skala Besar Tanah Skala Kecil (< 5 hektar)
Perbedaan (>5 hektar)
Tidak Terikat Lokasi Terikat Lokasi
Tertentu Tertentu

Nilai Pengganti Nilai Pasar NPW atau Nilai


Wajar (NPW) Khusus

Untuk kepentingan  Untuk kepentingan  Untuk


 pengadaan tanah  pengadaan tanah kepentingan
 berdasarkan UUPT yang dilakukan  pengadaan ranah
secara langsung yang dilakukan
1 Dasar Nilai  Kriteria lebih lanjut secara langsung
diuraikan terpisah atas pengguna
(butir 3.3) khusus
 Kriteria lebih
lanjut diuraikan
terpisah (butir
3.3)

2 Kepentingan  Nilai bagi pemilik Berdasarkan pandangan  Nilai bagi pembeli


 Nilai untuk kepentingan  pasar terbuka, karena khusus untuk
umum dibenarkan transaksi kepentingan khusus,
langsung dan dibenarkan
transaksi langsung

3 Prinsip Penilaian HBU HBU HBU untuk NPW

4 Pemberi tugas & Instansi yang Instansi yang Instansi yang


Pengguna memerlukan Tanah memerlukan tanah memerlukan tanah
Laporan & BPN

5 Objek Penilaian Sesuai UUPT sesuai Skala kecil tidak Skala kecil tidak
Penetapan Lokasi mengikuti tahapan mengikuti tahapan
dan penetapan oleh  pelaksanaan sesuai  pelaksanaan sesuai
BPN UUPT, digunakan UUPT, digunakan
 berdasarkan petunjuk  berdasarkan
 pemberi tugas  petunjuk pemberi
tugas dalam hal
objek pengadaan
tanah terdiri dari
 beberapa bidang
yang dihuni
sejumlah
 pemilik/penghuni,
sehingga perlu
 penetapan lokasi dari
 pihak berwenang.

6 Tanggal Bersamaan dengan Tidak diatur dapat Tidak diatur, dapat


Penilaian tanggal penetapan  bersamaan dengan  bersamaan dengan
lokasi atau sesuai inspeksi atau sesuai inspeksi atau sesuai
dengan kesepakatan dengan kesepakatan dengan kesepakatan
dengan pemberi dengan pemberi tugas dengan pemberi
tugas tugas

7 Kondisi Fisik Diperhitungkan Diperhitungkan setara Diperhitungkan


setara nilai pasar nilai pasar secara khusus

8 Kerugian non Diperhitungkan Tidak diperhitungkan Hanya


fisik sebagai kompensasi mempertimbangkan
kepentingan pembeli
khusus untuk
 pengguna khusus

9 Jangka waktu 30 hari kerja Tidak ditentukan Tidak ditentukan


 pelaksanaan
10 Basis asumsi Dokumen Jual beli langsung Jual beli langsung
Perencanaan/studi  berdasarkan pasar untuk kepentingan
kelayakan khusus yang disertai
dokumen pendukung
atau referensi yang
kredibel

11 Batasan Merujuk kepada Merujuk kepada Merujuk kepada


UUPT dan  peraturan dan ketentuan  peraturan dan
 peraturan yang berlaku dimana ketentuan yang
 pelaksanaannya karena objek penilaian  berlaku dimana
masuk kategori skala karena objek
kecil maka dikecualikan  penilaian masuk
dari UUPT kategori skala kecil,
maka dikecualikan
dari UUPT
Rujukan sistematika da nisi laporan penilaian dapat dilihat pada lampiran 4

5.2 Dalam proses finalisasi, Penilai harus memastikan bahwa hasil penilaian telah
sesuai sebagaimana yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan dan tetap
memperhatikan proses kaji ulang internal (review). Proses konfirmasi hasil
 penilaian kepada pemberi tugas dapat dilaksanakan paa tahap finalisasi
laporan penilaian,

5.3 Revisi Laporan Penilaian yang disampaikan kepada pemberi tugas sebagai
 bagian dari tanggungjawab profesional Penilai merupakan hal yang dapat
diterima dalam praktek penilaian dalam hal terdapat kekeliruan dalam
 penilaian. Kekeliruan dalam penilaian sehingga memunculkan revisi laporan
 penilaian dapat disebabkan oleh dua hal, pertama kekeliruan terkait penugasan
yang disebabkan oleh pemberi tugas penilaian dan kedua kekeliruan terkait
 proses penliaian yang merupakan tanggungjawab penilai.
Revisi laporan penilaian dilakukan dengan memenuhi hal sebagai berikut :
a) Revisi dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku;

 b) Revisi terka it penugasan sehubungan dengan perubahan data yang


 berpengaruh secara signifikan terhadap nilai, dan harus didasarkan pada
kesepakatan tertulis dengan pemberi tugas sebagai bagian dari Lingkup;

c) Revisi terkait kekeliruan pada proses penilaian dapat disebabkan oleh


Penugasan; kesalahan yang dilakukan penilai baik dalam perhitungan
maupun interpretasi terhadap ketentuan dan standar penilaian yang
 berlaku;

d) Seluruh proses revisi harus didokumentasikan dan dilaporkan terpisah dari


laporan penilalan sebelumnya. Hal ini harus mengikuti Peraturan dan
Perundang-undangan yang berlaku terkait jasa Penilai Publik.
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Komponen Dasar Pembentukan Dasar Nilai Penggantian


Wajar
Penggantian Setara Nilai Kompensasi Keterangan
Pasar*

A. Kerugian Fisik : + Tanah; tanah & bangunan;


Real Properti tanah & tanaman

B. Kerugian Non Fisik 

1. Kerugian Ekonomi :
 Kerugian Bisnis
 Kehilangan Pekerjaan + Tergantung objek
 Kerugian hasil
 pertanian + Tergantung objek

+ Tergantung objek

2. Kerugian Emosional + Untuk rumah tinggal

3. Biaya Transaksi

 Pindah + Tergantung objek


 Perizinan/Notaris + Untuk lokasi yg baru

 Pajak Properti + Untuk lokasi yg baru

4. Kerugian Lain :

 Kerugian sisa tanah + Kelebihan tanah (bila ada)

 Kerugian Fisik lain + Kerusakan bangunan bila


ada

5. Beban masa tunggu + Sd 6 bulan atau > 6 bulan

Kesimpulan Setara dengan Nilai Ganti


Nilai Penggantian Wajar
Kerugian

Catatan : Kompponen dasar pembentukan NPW yang disebutkan di atas dapat disesuaikan
dengan objek penilaian
Lampiran 2:
2.1. llustrasi Penghitungan NPW atas Rumah Tinggal Biasa (masa tinggal 8 tahun)

a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan) Rp 100,000,000

a.2 Kerugian Non Fisik

 Solatium 10% x Rp 100.000.000 Rp 10,000,000


 Transaksi 8% x Rp 100.000.000 Rp 8,000,000
Asumsi Biaya Pindah 1.5%
Asumsi Biaya Pajak 5%
Asumsi Biaya PPAT 1.5%
 Beban Masa Tunggu (6 bulan) @6% pa. Rp 3,540,000
3% x Rp 118.000.000

Sub Total Kerugian Non Fisik Rp 21,540,000

Nilai Penggantian Wajar Rp 121,540,000

2.2. llustrasi Penghitungan NPW atas Properti dan Tempat Usaha

a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan) Rp 100,000,000

a.2 Kerugian Non Fisik

Kehilangan Pendapatan Usaha Rp 15,000,000

Rp 5 juta per bulan, selama 3 bulan

 Transaksi 8% x Rp 100.000.000
 Asumsi Biaya Pindah 2%
 Asumsi Biaya Pajak 5%
 Asumsi Biaya PPAT 1%
 Beban Masa Tunggu (6 bulan) @ 6% pa.
Rp 3% x Rp 123.000.000

Sub Total Kerugian Non Fisik Rp 26,690,000

 Nilai Penggantian Wajar Rp 126,690,000


2.3. Ilustrasi Penghitungan NPW atas Rumah Tinggal Biasa

(Pelaksanaan penilaian lebih dari 6 bulan setelah penetapan lokasi/tanggal


penilaian)

a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan) Rp 100,000,000

a.2 Kerugian non fisik

- Solatium 10% x Rp 100,000 Rp 10,000,000

- Transaksi 8% x Rp 100,000 Rp 8,000,000

Asumsi biaya pindah 1,5%

Asumsi pajak 5%

Asumsi biaya PPAT 1,5%

-Beban masa tunggu :

Indikasi NP (pada tanggal pelaksanaan penilaian) Rp. 110 juta

Selisih nilai (Rp 110 jt  – Rp 100 juta) Rp 10,000,000

Masa tunggu (6 bulan) @6% pa 3,840,000

Sub total kerugian non fisik 31,840,000

Nilai Penggantian Wajar Rp 126,690,000

2.4.Ilustrasi Penghitungan NPWP pada Rumah Tinggal Biasa

(Premium Kerugian Non Fisik atas Beban Depresiasi)

Kerugian fisik :

- Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal 120,000,000

- Indikasi Nilai Pasar Tanah

- Indikasi Nilai Bangunan 56,000,000

Kerugian non fisik : 64,000,000


a. Kerugian usaha
 b. Solatium
c. Transaksi :
-
- Asumsi biaya pindah 0%
120,000,000 36,000,000
- Asumsi BPHTB 30%

- Asumsi beban PPAT

d. Premium atas beban depresiasi


120,000,000 1,800,000
1,5 %
- Indikasi RCN Bangunan
120,000,000 6,000,000
5 ,0 %
- Indikasi Nilai Bangunan
120,000,000 1,000,000
1,5 %
Total a + b + c
56,000,000
Total 1 + 2

Beban masa tunggu (6% pa)

101,600,000

221,600,000

3,324,000

 Nilai Penggantian Wajar (NPW) 224,924,000


Lampiran 3 :
3.1 Ilustrasi Perhitungan untuk RT –  1 a

Objek Ganti Rugi Rumah Tinggal terdiri dari tanah dan bangunan

Luas tanah 120 m 2 Masa tunggu 6 bulan (3%)

Luas bangunan 72 m 2

HBU eksisting (rumah tinggal)

Nilai Penggantian Wajar

Fisik Non Fisik

Alternatif Indikasi
No NP NPW Sisa
Solatium Premium Lainnya
Tanah
Nilai Pasar
Transaksi Bunga

Tanah Banguna Premium* Solatium


n

Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 5% 108.000 125.701 36,000 72,000 0 5,400 8,640 3,561 - -

B 10% 108.000 131.263 36,000 72,000 0 10,800 8,640 3,873 - -

447
C 15% 108.000 136,825 36,000 72,000 0 16,200 8,640 3,985 - -

D 20% 108.000 142,387 36,000 72,000 0 21,600 8,640 4,147 - -

E 30% 108.000 153,511 36,000 72,000 0 32,400 8,640 4,471 - -

Asumsi :

- *)kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi


- Solatium (baris 8 = (5+6) x 2)
- Asumsi bebab transaksi diambil 8 % dari NP

448
3.2 Ilustrasi Perhitungan untuk RT-1b

Objek ganti rugi : Rumah tinggal terdiri dari tanah dan bangunan (dengan tanah berlebih)
Luas tanah : 600 m2
Luas tanah efektif utk RT (asumsi 60%) 120 m2
tanah tersisa 480m2
Luas bangunan : 72 m2
Masa tunggu 6 bulan (3%)
HBU : eksisting (rumah tinggal)

Nilai Penggantian Wajar

Fisik Non Fisik


Alternati
No f NP NPW Indikasi Nilai Pasar Sisa
Premium Lainnya
Solatium Tanah
Transak
Bunga
si
Tanah Bangun Premiu Solatium
an m*

Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 5% 252,000 283,662 144,000 36,000 72,000 5,400 18,000 8,262 - -

449
B 10% 252,000 289,224 144,000 36,000 72,000 10,800 18,000 8,424 - -

C 15% 252,000 294,786 144,000 36,000 72,000 16,200 18,000 8,586 - -

D 20% 252,000 300,248 144,000 36,000 72,000 21,600 18,000 8,748 - -

E 30% 252,000 311,472 144,000 36,000 72,000 32,400 18,000 9,072 - -

Asumsi :
- *) Kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi
- Solatium (baris 9 = (6+7)x2)
- Asumsi beban transaksi diambil 8% dari NP

450
3.3 Ilustrasi Perhitungan untuk RT-2a

Objek ganti rugi : rumah tinggal (tanah dan bangunan


Luas tanah : 120 m2
Luas bangunan : 72 m2
HBU : alternative (industry)
Masa tunggu : 6 bulan (3%)

Nilai Penggantian Wajar

Fisik Non Fisik


Alternatif
No NP NPW Indikasi Nilai Pasar Transak Sisa
Solatium Premium Bunga Lainnya
si Tanah

Tanah Bangun Premiu Solatium


an m*

Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000 Rp. 1000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 5% 120,000 139,668 120,000 - 0 6,000 9,600 4,068 - -

B 10% 120,000 145,848 120,000 - 0 12,000 9,600 4,248 - -

C 15% 120,000 152,028 120,000 - 0 18,000 9,600 4,428 - -

451
D 20% 120,000 158,208 120,000 - 0 24,000 9,600 4,608 - -

E 30% 120,000 170,568 120,000 - 0 36,000 9,600 4,968 - -

Asumsi :
- *) kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi
- **) penyusutan fisik 100%
- Asumsi beban transaksi diambil 8% dari HP
- Solatium (baris 8 (5+6)x2)

452
3.28 Studi Kelayakan Industri Pertambangan suatu studi yang menyeluruh terhadap
suatu deposit Mineral atau akumulasi Minyak Bumi, dengan
mempertimbangkan semua faktor geologi, rancang-bangun, operasional,
ekonomi, pemasaran, lingkungan, peraturan, dan faktor lain yang terkait secara
cukup rinci. Studi ini cukup memadai untuk dipergunakan sebagai landasan
 pengambilan keputusan akhir oleh pemilik atau lembaga keuangan untuk
memulai/melanjutkan pekerjaan, atau membiayai, pengembangan properti yang
 prospektif untuk produksi Mineral atau Minyak Bumi. Lihat juga Prastudi
Kelayakan.
Studi kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk
analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. (UU
Minerba)
3.29 Sumber Daya Mineral. Sebagaimana didefinisikan oleh CRIRSCO:, “suatu
konsentrasi atau munculnya bahan dari suatu hak/kepentingan ekonomi intrinsik
di dalam atau pada kerak bumi (suatu kandungan) dengan bentuk atau kuantitas
yang layak untuk dilakukan penambangan secara ekonomis. Lokasi, kuantitas,
tingkatan, karakteristik geologi dan kesinambungan dari suatu cadangan
Sumber Daya Mineral diketahui, diestimasi atau ditafsirkan dari kejadian
geologi khusus dan pengetahuan. Sumber Daya Mineral dibagi sesuai dengan
 peningkatan bukti geologis, menjadi kategori terkira, terunjuk dan terukur.
Bagian kandungan yang tidak memiliki prospek yang memadai untuk dilakukan
 penambangan secara ekonomis, tidak termasuk dalam Sumber Daya Mineral”.
The United Nations Framework Classification (UNFC)  dengan cara yang sama
mendefinisikan suatu Sumber Daya Mineral dan anak cabang/sub-divisinya,
menerapkan sistem kode UNFC. Untuk kepentingan PPI ini, bahan
 pertambangan/mineralisasi yang digolongkan ke dalam kategori UNFC’s G4
(” Reconnaissance Study atau survey tinjau”), tidak termasuk Sumber Daya
Mineral. Pilihan untuk mengadopsi UNFC atau definisi lain dari Sumber Daya
Mineral guna pelaporan keuangan publik atau penggunaan laporan sesuai
dengan undang-undang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke kategori
Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari CRIRSCO untuk tujuan
 penelitian.
3.30 Sumber Daya Minyak Bumi. Untuk maksud PPI ini, sumber daya minyak bumi
hanya meliputi Cadangan Minyak Bumi dan potensi sumber daya. Potensi
Sumber Daya sebagaimana didefinisikan oleh Masyarakat Insinyur
Perminyakan (Society of Petroleum Engineers/SPE ) / Kongres Perminyakan
Dunia ( World Petroleum Congress/WPC ), yang tergabung dalam Asosiasi Ahli
Geologi Perminyakan Amerika ( the American Association of Petroleum
Geologist/AAPG ), adalah “kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk
secara potensial dipulihkan daria akumulasi yang telah diketahui, tetapi bukan
untuk waktu sekarang dipertimbangkan untuk dapat dipulihkan kembali secara
komersial.
The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama
mendefinisikan Cadangan Minyak Bumi dan subdivisinya, menerapkan sistem
kode UNFC. Untuk maksu PPI ini, akumulasi minyak bumi yang
diklasifikasikan dalam kategori UNFC G4’s (“ Potential Geological
Conditions”) tidak termasuk sebagai Cadangan Minyak Bumi.

4.0 Pedoman Penilaian


4.1 Konsep Penilaian
a) Ketetapan dari PPI ini dimaksudkan untuk meyakinkan penerapan Prinsip
Penilaian yang berlaku secara umum ( Generally Accepted Valuation
Principle/GAVP ) pada Penilaian Industri Pertambangan, sebagaimana
dinyatakan dalam Standar Penilaian Indonesia –  Konsep dan Prinsip Umum
Penilaian.
 b) Standar Nilai adalah Nilai Pasar yang didefinisikan dalam SPI 101. Apabila
 beberapa jenis nilai lainnya ditentukan sesuai dengan SPI 102, Penilai perlu
memberikan definisi yang jelas dari nilai itu dan ditekankan dalam Laporan
Penilaian seperti ditentukan di SPI 103, dan diberi keterangan secara jelas
dan tidak menyesatkan.
c) Jenis properti yang dimasud dalam Penilaian Properti Industri
Pertambangan yaitu Mineral/Bahan Tambang dan Minyak Bumi, herus
diidentifikasi secara benar agar bisa memilih dengan benar standar SPI yang
dapat diterapkan. Mineral dan Minyak Bumi ‘ in situ’ secara alami
merupakan bagian dari fisik tanah dan Real Estat. Kepemilikan dari Mineral
dan Minyak Bumi in situ, suatu hak/kepentingan atas suatu SDA, dan hak
untuk mengeksploari dan menambang seperti SDA, tergolong ke dalam real
 properti, kecuali jika didefinisikan lain dalam undang-undang. Mineral dan
Minyak Bumi akan tergolong ke dalam Personal Properti selama
 pengangkutan dan pengolahan berlangsung. Kegiatan operasi dari suatu
tambang, quarry  atau sumur minyak bumi adalah suatu kegiatan bisnis,
sebagaimana halnya pengangkutan dan proses pengolahan Bahan
Tambang/Mineral dan Minyak Bumi. Kegiatan bisnis semacam ini pada
umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan Industri Pertambangan yang
memilik aset real properti dan personal properti, dan aktivitas
operasionalnya memiliki kontribusi pada Nilai Bisnis yang Berjalan ( going
concern value) dari entitas bisnis tersebut.

d) Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penilaian


diantaranya:
1. Pemenuhan atas definisi Nilai Pasar atau selain Nilai Pasar yang
menjadi tujuan penilaian sesuai dengan ruang lingkup penugasan.
2. Hak/kepentingan properti industri pertambangan/SDA dapat terpisah
dari hak/kepentingan atas tanah permukaan dan bagaimana hal ini
 berpengaruh terhadap penambangan SDA.
3. Pemahaman atas kontrak Penambangan SDA berikut segala hak dan
kewajiban yang melekat pada pemegang hak, jangka waktu serta
 pelaksanaan kontrak pada tanggal penilaian.
4. Bentuk ketergantungan atas Laporan yang dihasilkan Pakar Teknis dan
verifikasi yang dilakukan,
5. Dalam penilaian hak atas tanah permukaan, penilaian harus
mempertimbangkan penggunaan yang tertinggi dan terbaik dan potensi
realisasinya.
6. Adanya nilai sisa (apabila ada) setelah kontrak berakhir.
e) Aspek kunci penilaian suatu properti industri pertambangan SDA adalah
 bahwa hak/kepentingan properti dan hak terkait yang dinilai harus
diidentifikasikan dengan baik.
f) Dalam beberapa situasi, Penilaian pasar terhadap suatu properti Industri
Pertambangan sebagai Real Properti harus berdasarkan penggunaan
tertinggi dan terbaik ( Highest and Best Use Study/ HBU) dari properti
tersebut. Hal ini memerlukan pertimbangan penggunaan properti untuk
aspek non-Mineral atau non-Minyak Bumi, jika penggunaan tersebut
dimungkinkan. Pertimbangan juga harus dilakukan terhadap perubahan
strategi eksplorasi, pengembangan atau operasi, atau potensi untuk
menyewakan properti, guna memaksimalkan manfaat ekonomisnya.
g) Pada penentuan HBU, penilai seharusnya menentukan penggunaan yang
 paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik
dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum
diijinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari
 properti tersebut.
h) Dalam melakukan penilaian secara umum terdapat 3 (tiga) Pendekatan
Penilaian sebagai bahan pertimbangan:
1. Pendekatan Pasar, umumnya secara tidak langsung (lihat butir 5.3.a) di
 bawah);
2. Pendekatan pendapatan, termasuk metode DCF yang berbasis pasar;
3. Pendekatan Biaya (Pendekatan Aset), meliputi Biaya Pengganti
Terdepresiasi dan Analisa Biaya Ekuivalen.
i) Apabila satu atau lebih Pendekatan Penilaian di atas dipilih untuk
diterapkan diantara yang lainnya, maka alasan pemilihan pendekatan
tersebut harus dinyatakan.
 j) Sebagaimana diterapkan untuk hak/kepentingan atas properti Industri
Pertambangan Mineral dan Minyak Bumi, penggunaan metode Penilaian
yang sesuai tergantung pada tahapan eksplorasi atau pengembangan
 properti. Untuk kemudahan, properti Mineral/Bahan Tambang dan Minyak
Bumi dapat digolongkan menjadi empat jenis utama, meskipun terkadang
 penggolongannya menjadi opini dari Penilai atau Tenaga Ahli.
Properti eksplorasi:
 Properti sumber daya;
 Properti pengembangan;
 Properti produksi.
k) Properti eksplorasi didefinisikan pada butir 3.26.
l) Properti Sumber Daya mengadung suatu sumber daya Mineral atau sumber
daya Minyak Bumi, tetapi belum dilakukan pra-studi Kelayakan atau Studi
Kelayakan untuk secara ekonomis dianggap layak.
m) Properti pengembangan, pada umumnya telah ditunjukkan oleh Studi
Kelayakan bahwa secara ekonomis layak, tetapi belum masuk dalam tahap
 produksi.
n) Properti produksi telah memiliki kegiatan yang aktifmenghasilkan mineral
atau minyak bumi pada saat dilakukan penilaian.
o) Tahapan yang berbeda daria eksplorasi dan pengembangan memiliki
tingkat resiko yang berbeda. Resiko-resiko ini berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kegiatan produksi Mineral atau minyak bumi yang
hanya terjadi sesekali atau berkesinambungan. Kegiatan suatu properti
eksplorasi menadhului properti sumber daya, dilanjutkan dengan properti
 pengembangan, dan menjadi properti produksi , dan sejalan dengan
 pentahapan tersebut semakin banyak informasi teknis yang diperoleh yang
memungkinkan adanya analisa teknis, termasuk di dalamnya melakukan
 pra-studi kelayakan dan studi kelayakan. Dengan demikian akan
mengurangi faktor resiko, dan pada saat yang sama jumlah investasi modal
yang tinggi mengandung resiko meningkat pula.
Pendekatan penilaian untuk beebagai jenis penggolongan Properti Industri
Pertambangan:
Pendekatan Properti Properti Properti Properti
Penilaian Eksplorasi Sumber Pengembangan Produksi
Daya
Pendapatan Tidak Dalam Ya Ya
Beberapa
Kasus
Pasar Ya Ya Ya Ya
Biaya Ya Dalam Tidak Tidak
Beberapa
Kasus

 p) Hasil dari setiap pendekatan dan metode penilaian yang digunakan haruslah
dibobotkan dan direkonsiliasi ke dalam kesimpulan opini nilai. Alasan-
alasan untuk memberikan bobot yang lebih tinggi kepada salah satu
 pendekatan atau metode yang lainnya haruslah dicantumkan.
4.2 Kompetensi dan Ketidak berpihakan
a) Penilaian yang dilakukan berdasarkan PPI ini haruslah mengacu pada
ketentuan dari KEPI.
 b) Untuk mengembangkan penilaian atas suatu aset Industri Pertambangan
atau hak/kepentingannya, penilai haruslah memiliki
kemampuan/kompetensi yang relevan dengan aset atau hak yang dinilai
atau menggunakan jasa tenaga ahli yang memadai.
c) Untuk menghasilkan penilaian yang dapat diandalkan dan akurat, biasanya
 penilai membutuhkan adanya pelatihan khusus atau bantuan dari tenaga ahli
atau yang memiliki akreditasi di bidang geologi, estimasi sumber daya dan
cadangan, keteknikan, aspek ekonomi dan lingkungan hidup yang relevan
dengan jenis SDA serta lokasi geografisnya. Istilah tenaga ahli yang
didefinisikan menyangkut orang yang memiliki kompetensi (“ Competent
Person ”), “Penilai Independen” dan memenuhi per syaratan sesuai
ketentuan yang berlaku, apabila penggunaan dari laporan penilaian
 berkaitan dengan pelaporan keuangan untuk publik/umum atau tujuan
lainnya yang diatur oleh regulasi.
d) Penilai di dalam menggunakan Kajian Teknis, data, atau opini yang
diperoleh, perlu melakukan verifikasi bahwa data-data tersebut dibuat oleh
tenaga ahli yang memiliki kualifikasi dan kredibilitas serta kompetensi.
4.3 Pertimbangan khusus untuk Penilaian Properti Industri Pertambangan
a) Setiap deposit Mineral, akumulasi Minyak Bumi dan Properti Eksplorasi
adalah unik. Oleh sebab itu, perbandingan langsung transaksi properti SDA
Mineral atau Minyak Bumi sering kali sulit atau tidak sesuai.
Bagaimanapun, analisis penjualan merupakan suatu alat penilaian yang
 penting. Penyesuaian penjualan atau analisis rasio sering dapat diterapkan
untuk tujuan perbandingan penjualan secara tidak langsung. Analisis
 penjualan dan analisis pasar lainnya dapat menghasilkan faktor-faktor pasar
seperti tingkat diskonto pasar, faktor resiko atau faktor ketidakpastianyang
 bisa digunakan pada Pendekatan Pendapatan
 b) Dalam suatu laporan penilaian untuk menghasilkan estimasi Nilai Pasar,
analisis penilaian harus berdasarkan pada bukti pasar, ekspektasi dan
 persepsi pasar dari pelaku pasar terhadap properti yang dinilai, dan bukti
 pasar tersebut haruslah diterapkan secara konsisten dalam analisis Penilai.
c) Metode paling umum dipakai dalam bisnis untuk pengambilan keputusan
investasi pada Industri Pertambangan adalah analisis nilai bersih masa kini
(NPV)/analisis arus kas diskonto (DCF). Penilai harus harus berhati-hati
 bahwa metode tersebut dan metode lainnya, seperti metode yang
 berdasarkan teori opsi, akan menghasilkan estimasi nilai yang bukan Nilai
Pasar melainkan Nilai Investasi ( Investment Value) atau Nilai dalam
Penggunaan (Value in Use), kecuali Penilai secara berhati-hati memastikan
diperolehnya estimasi Nilai Pasar. Jika Penilai melaporkan suatu estimasi
 Nilai Pasar yang diperoleh dari suatu analisis, semua masukan dan asumsi
haruslah mencerminkan bukti pasar yang ada, ekspektasi dan persepsi dari
 pelaku pasar, sesuai dengan PPI 09  –   Analisa  Discounted Cash Flow.
Penyimpangan dari persyaratan dan ketentuan analisis pada PPI 09 harus
dijelaskan.
d)  Nilai Pasar dari properti dan bisnis SDA dari suatu Industri Pertambangan,
 biasanya lebih atau kurang dari hasil penjumlahan dari nilai bagian-
 bagiannya atau komponennya. Sebagai contohnya, Nilai Pasar dari suatu
 bidang real estat yang dimiliki berdasarkan hak milik dan mengandung
cadangan Mineral, jarang merupakan penjumlahan dari masing-masing
nilai Mineral, permukaan tanah serta pabrik dan peralatannya. Keadaan
serupa terjadi pada industri Minyak Bumi.
e) Untuk properti SDA Industri Mineral/Bahan Tambang atau Minyak Bumi
yang menghasilkan, mungkin terjadi pemisahan hak kepemilikan atas
 bagian komponen yang digunakan oleh perusahaan, seperti cadangan,
royalti, serta pabrik dan peralatannya. Penting bagi penilai untuk dapat
mengenali hak-hak tersebut dengan benar. Selain itu ada kemungkinan pula
Penilai diminta untuk melakukan penilaian atas hak/kepentingan setiap
kepemilikan secara terpisah.
f) Data penting yang digunakan dalam penilaian seharusnya sedapat mungkin
diverifikasi keakuratannya secara wajar. Hal ini mungkin termasuk kajian
selektif terhadap informasi lubang pengeboran, contoh ( sample), dan data
analitis yang terkait dengan properti SDA yang dinilai, dan konfirmasi dari
informasi yang dipublikasi mengenai transaksi properti yang sejenis.
g) Apabila terdapat lebih dari satu estimasi kuantitas dan kualitas dari sumber
daya dan cadangan atas properti SDA yang dinilai, Penilai harus
menentukan estimasi yang dianggap paling wajar untuk diungkapkan dan
dibahas, dan estimasi yang digunakan sebagai basis pada proses Penilaian,
serta harus dijelaskan alasannya. Pembahasan kritis terhadap estimasi
alternatif dapat disampaikan dalam Laporan Penilaian.
h) Penilai seharusnya mempertimbangkan dan membuat rujukan pada hal-hal
yang berdampak signifikan terhadap penilaian. Bergantung pada jenis
 properti dan hak yang dinilai, hal-hal tersebut meliputi:
1. Status penguasaan, hak dan kepentingan lain;
2. Seluruh deposit Mineral/Bahan Tambang atau Minyak Bumi dalam
 batas-batas pengusaan atau hak;
3. Jalur pemasaran serta kualitas dan kuantitas produk yang dapat dijual;
4. Sarana dan prasarana infrastruktur, ketetapan bea cukai, biaya dan
kewajiban-kewajiban terkait lainnya;
5. Kajian lingkungan dan kewajiban pemulihan;
6. Setiap aspek hak kepemilikan adat setempat;
7. Modal dan biaya operasi;
8. Penjadwalan dan penyelesaian proyek;
9. Perkiraan nilai sisa;
10. Kesepakatan/perjanjian penting dan persyaratan undang-
undang/perijinan yang sah;
11. Perpajakan dan royalti;
12. Keterbukaan kewajiban dan keuangan;
13. Biaya rehabilitasi tapak, reklamasi dan penutupan;
14. Aspek penting lainnya yang berpengaruh signifikan terhadap penilaian
4.4 Pengungkapan dalam Laporan Penilaian Properti Industri Pertambangan
a) Laporan penilaian seharusnya mengidentifikasikan secara memadai jenis
 properti, hak/kepentingan properti properti secara spesifik dan hak-hak
terkait yang dinilai seperti diatur dalam SPI 105.
 b) Laporan penilaian harus mengungkapkan status Penilai termasuk bila
memperoleh bantuan tenaga ahli dalam kaitannya dengan suatu penugasan
(lihat SPI 103 butir 5.3.a).1).
c) Laporan penilaian harus didukung dengan pengungkapan peraturan, standar
atau ketentuan praktek yang relevand an dapat diterapkanpada penilaian
dan Kajian Teknis yang menunjang. Semua estimasi sumber daya atau
cadangan mineral/bahan tambang atau minyak bumi yang dinyatakan pada
laporan penilaian atau Kajian Teknis yang mendukung, harus sesuai dengan
definisi yang diberikan di bagian 3 di atas, dan sistem penggolongan yang
mengacu pada defenisi tersebut, kecuali jika terdapat masalah jurisdiksi
hukum atau alasan wajar lain yang diungkapkan.
d) Apabila sesuai dan memungkinkan, peta, kajian geologi, diagram dan foto
seharusnya dimasukkan dalam laporan penilaian untuk membantu
 pengkomunikasian informasi. Informasi teknis yang relevan mendukung
 penilaian properti SDA, termasuk estimasi sumber daya dan cadangan yang
dinilai, seharusnya diungkapkan dan dibahas dalam suatu Kajian Teknis.
e) Laporan penilaian seharusnya mengungkapkan apakah pemberi tugas, atau
 pemilik aset atau pengelola operasionalnya telak memberikan pernyataan
 bahwa semua data dan informasi yang tersedia dan relevan dengan
 penilaian, yang diminta oleh Penilai, telah diberikan kepada Penilai.

5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku


5.1 Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 06  –   Penilaian Properti Industri
Pertambangan.
5.2 PPI ini merupakan SPI 305 yang statusnya berubah menjadi pedoman Penilaian
Indonesia 06 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal
1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.
Pedoman Penilaian Indonesia 07
(PPI 07)
Penilaian Personal Properti

1.0 Pendahuluan
1.1 Tujuan PPI 07 ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi dari
 penilaian Personal Properti denii kepentingan pengguna jasa penilaian Personal
Properti.
1.2 Penilaian Personal Properti pada umumnya diperoleh dan dilakukan dengan
 Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai, dengan menerapkan SPI 101. Apabila
digunakan Dasar Nilai Selain Nilai Pasar, diterapkan SPI 102, dengan
 pengungkapan dan penjelasan yang sesuai.
1.3 Dalam beberapa terminologi tertentu mungkin mempunyai definisi yang
 berbeda, dan metode yang dipergunakan dapat berbeda, namun dalam hal teori,
konsep, dan proses yang diterapkan dalam penilaian Personal Properti pada
dasarnya sama dengan jenis penilaian yang lain. Bila terminologi yang
mempunyai arti berbeda digunakan, maka perbedaan tersebut harus
diiungkapkan. Dalam pedoman ini diterapkan definisi penting yang digunakan
dalam Penilaian Personal Properti.
1.4 Para Penilai dan Pengguna Jasa penilaian harus memiliki pemahoman mengenai
komponen pasar yang sesuai dengan Nilai Pasar Personal Properti.
Salah satu contoh dari perbedaan tersebut adalah Nilai Pasar properti yang dijual
melalui lelang akan berbeda dengan properti yang dijual atau diperoleh secara
 pribadi dimana harga yang dinegosiasikon tidak diungkapkan. Contoh lain
adalah Nilai Pasar Personal Properti yang dijual secara grosir berbeda dengan
 Nilai Pasar dad properti yang sama tetapi dijual secara eceran.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 PPI 07 ini disusun untuk rnembantu dalam memahami atau menggunakan suatu
 proses penilaian Personal Properti.
2.2 Untuk memenuhi persyaratan identifikasi objek penilaian sesuai dengan SPI
103-Lingkup Penugasan butir 5.3.a).4, harus dipertirnbangkan jumlah dan jenis
 personal properti yang akan dinilai;
2.3 Personal Properti dapat berupa aset berwujud seperti barony bergerak atau
takberwujud seperti hutang atau hak paten (Lihat KPUP-Jenis Properti butir
3.2.d)). Personal Properti yang diatur dalam pedoman ini adalah kelompok aset
 berwujud, sedangkan kelompok aset tidak berwujud diatur tersendiri didalam
SPI 320.
2.4 Mesin dan Peralatan termasuk dalam kategori Personal Properti, tetapi penilaian
Mesin dan Peralatan disusun tersendiri didalam SPI 310.
2.5 Alat Transportasi, Alat Berat, Persediaan clan jenis properti lain yang umumnya
dapat dipindahkan termasuk dalam kategori Personal Properti
3.0 Definisi
3.1 Benda-benda Koleksi. Benda Koleksi secara umum dapat dideskripsikan
sebagai benda yang dikoleksi/dikumpulkan karena suatu minat yang disebabkan
unsur kelangkaan, sesuatu yang baru, atau keunikan. Istilah tersebut dapat
diartikan sebagai karya seni, barang antik, barang perhiasan atau permata,
instrumen musik, barang koleksi berupa mata uang dan perangko, buku-buku
langka dan bahan-bahan arsip.
3.2 Harta Benda dan Barang Bergerak Personal (Goods and Chattels Personal).
Harta Benda dan Barang Bergerak Personal merupakan istilah yang
dipergunakan untuk menyatakan benda berwujud yang dapat diidentifikasikan
dan dipindahkan, yang umumnya diklasifikasikan sebagai Personal Properti.
Lihat juga Personal Properti.
3.3 Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud selain dari "realty", dimana;
a) Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
 barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif; dan
 b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode.
3.4  Nilai lntrinsik (Intrinsic Value).   Nilai Intrinsik merupakan istilah yang
digunakan untuk menyatakan jumlah uang berdasarkan evaluasi atas fakta yang
ada, untuk menjadi nilai (worth) yang sesungguhnya dari suatu properti. Hal ini
merupakan Konsep Nilai Non Pasar dalam jangka panjang yang mengabaikan
fluktuasi harga jangka pendek.
3.5  Nilai Pasar (Market Value). Lihat definisi SPI 101- 3.1
3.6 Pendekatan Biaya (Cost Approach). Lihat definisi SPI 106  —  9.1
3.7 Pendekatan Biaya untuk Menilai Karya Seni (Cost Approach for Valuing Fine
 Art).

Pendekatan berdasarkan perbandingan terhadap nilai karya seni yang dianggap


sebagai pengganti untuk pembelian karya seni tertentu, dapat merupakan karya
seni yang setara untuk menggantikan karya seni yang asli.
Estimasi Penilai berdasarkan biaya reproduksi/pengganti atas objek karya seni
dan dasar penggantian, apakah merupakan penggantian baru atas karya lama
(new for old) , basis ganti rugi (indemnity basis) , barang tiruan (a replica), atau
 barang reproduksi (a facsimile).
a) Penggantian Baru atau Karya Lama (new for old)
Penggantian Baru atas Karya Lama merupakan estimasi biaya pembelian
 barang yang sama atau jika tidak memungkinkan, suatu barang seni yang
serupa/setara dalam kondisi baru di pasaran retail.
 b) Basis Gantt Rugi (indemnity basis,)
Basis Ganti Rugi merupakan estirnasi biaya pengganti barang dengan
 barang lain yang serupa/setara dalarn kondisi yang sama, dalam pasar
 barang-barang antik dan barang seni yang bukan baru.
c) Barang Tiruan (a replica)
Barang Tiruan adalah barang yang dibuat serupa seperti barang aslinya,
dengan sifat, kualitas dan usia material yang serupa, tetapi dibuat dengan
metoda konstruksi modern.
d) Barang Reproduksi (a facsimile)
Barang Reproduksi adalah barang yang dibuat sama seperti barang aslinya,
dengan sifat, kualitas dan usia material yang sama, dan dibuat dengan
metoda konstruksi seperti periode aslinya.
3.8 Pendekatan Pasar. Lihat definisi SPI 106  —  6.1
3.9 Pendekatan Pendapatan. Lihat definisi SPI 106  —  7.0
3.10 Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa (Leasehold
 Improvements or Tenant's Improvernents).

Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa merupakan


 pengembangan atau penarnbahan alas tanah atau bangunan yang dilakukan dan
dibiayai oleh penyewa untuk memenuhi keperluannya, pada umumnya diambil
kembali/ dibawa oleh penyewa pada saat berakhirnya masa sewa dengan tidak
merusak real estat semula. Lihat juga Personal Properti, Perlengkapan Dagang
atau Perlengkapan Penyewa.
3.11 Penjualan Secara Pribadi (Private Treaty Sale) . Penjualan Secara Pribadi
merupakan penjualan yang dinegosiasikan dan ditransaksikan di antara satu
 pihak dengan pihak lainnya di luar jual beli rnelalui lelang terbuka atau metode
lainnya. Harga transaksi yang terjadi dalam penjualan secara pribadi pada
urnumnya tidak diketahui pihak lain kecuali oleh pihak-pihak yang bertransaksi.
Lihat juga Harga Lelang, Harga Palu.
3.12 Perabotan dan Peralatan Lain (Furniture, Fixtures and Equipment).
Perabotan dan Peralatan Lain merupakan istilah yang umum digunakan untuk
menyatakan Personal Properti berwujud termasuk perlengkapan dagang dan
 pengembangan oleh penyewa. Lihat juga Personal Properti.
3.13 Peralatan dan Perlengkapan Bangunan (Fixtures and Fittings).
Peralatan don Perlengkapan Bangunan merupokan bagian yang terikat kepada
 properti (Real Properti), yang dinilai secara keseluruhan. Lihat Perlengkapan
Dagang atau Perlengkapan Penyewa.
1.5 Tujuan dari PPI ini adalah untuk menjelaskan KPUP, pedoman praktek yang
terbaik dan ukuran uji tuntas (due diligence) yang perlu diikuti Penilai dalam
 penggunaan analisis DCF untuk penilaian pasar dan non pasar, selain itu juga
untuk membedakan aplikasi analisis DCF dalam dua tipe penugasan penilaian
yang berbeda antara Dasar Nilai pasar dan non pasar.

2.0 Ruang Lingkup


2.1 PPI ini diterapkan untuk penilaian pasar dan non pasar yang dilakukan dengan
menggunakan analisis DCF dan juga menjelaskan struktur dan komponen
model DCF seta persyaratan laporan penilaian atas dasar analisis DCF.
Analisis DCF dapat diterapkan pada beragam jenis aset/properti, dimana
dalam PPI ini hanya akan memberikan pedoman analisis DCF dalam penilaian
real properti dalam bisnis. Adapun Dasar Nilai yang dapat diterapkan dengan
analisis DCF antaa lain Nilai Pasar dan Nilai Investasi.
2.2 Ruang lingkup PPI ini meliputi kewajaran dan dukungan dari asumsi yang
digunakan dalam analisis DCF. Asumsi penilaian akan tergantung kepada
tujuan penilaian, apakah penilaian menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar
 Nilai atau Dasar Nilai selain Nilai Pasar. Asumsi yang dibuat dalam penilaian
akan mempengaruhi kesimpulan nilai. Dalam kaitannya dengan KEPI, semua
asumsi yang mendasari penilaian harus wajar, mungkin serta dapat
dipertahankan.

3.0 Definisi
3.1 Analisis  Discounted Cash Flow  (DCF) merupakan suatu teknik pembuatan
model keuangan yang didasarkan pada asumsi prospek arus kas suatu
 properti/aset. Sebagai metode yang dapat diterima dalam pendekatan
Pendapatan, analisis DCF melibatkan proyeksi arus kas untuk suatu periode
 baik untuk menilai properti operasional, properti dalam pengembangan atau
 bisnis. Proyeksi arus kas tesebut memerlukan parameter tingkat diskonto yang
 berlaku saat ini untuk mendapatkan indikasi nilai kini dari arus kas dalam
kaitannya dengan properti atau bisnis. Dalam hal penilaian properti
operasional, arus kas secara berkala pada umumnya diestimasikan sebagai
 pendapatan kotor dikurangi kekosongan dan piutang tak tertagih, serta biaya
operasional. Pendapatan operasional bersih dalam suatu periode bersama
dengan estimasi nilai akhir (terminal value/exit value) pada akhir periode
 proyeksi, yang kemudian didiskontokan. Dalam hal penilaian properti dalam
 pengembangan, estimasi modal, biaya pengembangan dan pendapatan
 penjualan diestimasikan untuk mencapai sejumlah pendapatan bersih yang
kemudian didiskonto selama periode pengembangan dan periode pemasaran.
Dalam hal penilaian bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari
 bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari bisnis pada akhir
 periode proyeksi, didiskontokan. Aplikasi analisis DCF yang paling sering
digunakan adalah Nilai Kini ( Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present
Value) dan Tingkat Pengembalian Internal ( Internal Rate of Return ) dari arus
kas.
3.2 Analisis Investasi adalah suatu kajian yang dilakukan untuk pengembangan
dan investasi, evaluasi kinerja investasi atau analisis transaksi yang melibatkan
suatu bisnis atau properti investasi. Analisis investasi sering disebut sebagai
Studi Kelayakan, analisis pasar atau analisis marketabilitas atau studi proyeksi
keuangan.
3.3 Informasi Keuangan Prospektif (IKP). Proyeksi data finansial yang digunakan
untuk mengestimasi arus kas dalam DCF model.
3.4 Model keuangan. Merupakan sebuah proyeksi pendapatan arus kas berkala
atas suatu bisnis atau properti sebagai dasar ukuran perhitungan pengembalian
keuangan. Proyeksi pendapatan atau Proyeksi arus kas disajikan melalui model
keuangan yang mempertimbangkan hubungan historis antara pendapatan,
 biaya, dan pengeluaran modal serta proyeksi dari variabel tersebut. Model
keuangan juga digunakan sebagai perangkat manajemen untuk menguji
ekspektasi kinerja properti, untuk mengukur integritas dan stabilitas model
DCF atau sebagai metode untuk membuat replika langkah-langkah yang
diambil investor dalam membuat keputusan yang melibatkan penjualan ,
 pembelian atau masa kepemilikan dari suatu properti atau bisnis.
3.5  Nilai Kini Bersih ( Net Present Value-NPV) adalah ukuran selisih antara
 pendapatan atau arus kas masuk dengan biaya atau arus kas keluar yang telah
didiskonto dengan tingkat diskonto yang sesuai, dalam analisis DCF. Jika
 penilaian dilakukan untuk memperoleh Nilai Pasar, maka penerimaan,
 pengeluaran dan tingkat diskonto diperoleh dari data pasar yang berlaku saat
ini. NPV yang dihasilkan harus menjadi indikasi Nilai Pasar bagi Pendekatan
Pendapatan.
3.6 Tingkat Diskonto adalah tingkat pengembalian yang digunakan untuk
mengkonversikan jumlah arus kas yang harus dikeluarkan atau diterima di
masa yang akan datang menjadi nilai kini. Secara teori, tingkat diskonto harus
merefleksikan ‘opportunity cost ’ dari  modal, yaitu tingkat pengembalian
modal yang dapat diperoleh atau dihasilkan apabila ditempatkan untuk
 penggunaan lain dengan resiko yang sama.
3.7 Tingkat Pengembalian Awal ( Intial Yield ). Pendapatan awal dari suatu
investasi dibagi dengan harga yang dibayarkan untuk investasi yang
dinyatakan dalam bentuk prosentase.
3.8 Tingkat Pengembalian Internal ( Internal Rate of Return-IRR) merupakan
tingkat diskonto dimana nilai kini dari arus suatu proyek adalah sama dengan
nilai kini dari investasi modal ( capital investment ). Tingkat pengembalian
tersebut adalah tingkat dimana Nilai Kini Bersih (Net Present Value) sama
dengan nol. IRR mencerminkan baik pengembalian modal yang diinvestasikan
maupun pengembalian investasi awal, sebagai dasar pertimbangan bagi
investor potensial. Oleh karena itu, penentuan IRR dari analisis transaksi pasar
terhadap properti/bisnis yang sejenis yang memiliki pola pendapatan yang
sebanding merupakan suatu metode yang sesuai dalam menentukan tingkat
diskonto pasar dalam penilaian untuk mendapatkan Nilai Pasar.

4.0 Pedoman Penilaian


4.1 Kapan menggunakan metode DCF
Metode DCF dapat digunakan untuk menilai aset yang menghasilkan arus kas.
Metode ini dapat memberikan suatu indikasi nilai yang lebih baik
dibandingkan metode lainnya dimana :
a) Aset atau bisnis yang sedang mengalami pertumbuhan signifikan atau
 belum mencapai level operasi yang stabil, misalnya bisnis baru atau
 properti investasi yang sedang dibangun,
 b) Arus kas yang cenderung berfluktuasi dari suatu periode ke periode lain
dalam jangka pendek, misalnya fluktuasi pendapatan sewa yang
dihasilkan dari suatu properti investasi karena jangka waktu dan
 persyaratan sewa guna usaha atau pendapatan bisnis karena perubahan
siklus permintaan produk, atau
c) Aset memiliki umur terbatas, misalnya aset dan bisnis di sekitar energi
dan sumber daya alam
4.2 Input utama metode DCF
Berikut adalah input utama yang dibutuhkan untuk metode DCF :
a) Penentuan periode eksplisit di mana arus kas akan diproyeksikan,
 b) Proyeksi arus kas pada periode tersebut,
c)  Nilai aset atau bisnis pada akhir periode proyeksi spesifik yaitu nilai
terminal, dan
d) Tingkat diskonto yang sesuai untuk diaplikasikan terhadap proyeksi arus
kas di masa depan, termasuk nilai terminal.
4.3 Periode Proyeksi Eksplisit dan Frekuensi Penerimaan dan Pengeluaran
a) Model  Discounted Cash Flow (DCF) disusun untuk jangka waktu atau
 periode tertentu. Dalam analisis real properti, meskipun hal-hal seperti
evaluasi sewa, pembaharuan sewa, pembangunan kembali, atau perbaikan
dapat mempengaruhi jangka waktu analisis, namun jangka waktu itu
umumnya dipengaruhi oleh perilaku pasar sebagai karakteristik tipe
 properti dan sektor pasarnya. Sebagai contoh, jangka waktu analisis
investasi properti biasanya antara 5 dan 10 tahun. Bagaimanapun, Penilai
seharusnya sepenuhnya memahami implikasi dari jangka waktu proyeksi
(holding periode) yang berbeda, misalnya jangka waktu yang pendek
membuat kesimpulan penilaian lebih tergantung kepada estimasi Nolai
Akhir (Terminal Value).
 b) Frekuensi penerimaan dan pengeluaran (bulanan, kuartalan, tahunan)
harus ditentukan sesuai dengan definisi nilai yang digunakan.
Sebagaimana metode lainnya yang dapat diterima, arus kas penerimaan
dan pengeluaran harus wajar dan didukung secara memadai.
c) jangka waktu periode proyeksi eksplisit membutuhkan petimbangan yang
seksama dan secara umum ditentukan oleh satu atau lebih dari kriteria
 berikut:
1. Ketika arus kas cenderung berfluktuasi dan jangka waktu dimana
 perubahan arus kas dapat diprediksikan secara layak.
2. Lamanya waktu bagi bisnis atau riset untuk mencapai tingkat
 pendapatan yang stabil,
3. Umur dari aset; atau
4. Rencana periode kepemilikan (holding periode) aset.
d) Kriteria penentuan periode proyeksi akan bergantung pada tujuan dari
 penilaian, sifat dari aset, informasi yang tersedia dan dasar nilai yang
diperlukan. Untuk aset dengan masa manfaat yang pendek lebih
memungkinkan dan relevan untuk memproyeksikan arus kas sepanjang
masa manfaat aset tersebut. Untuk beberapa aset mungkin terdapat norma
yang dapat diterima oleh pelaku pasar mengenai jangka waktu periode
 proyeksi dan ini harus dipertimbangkan jika dasar nilai yang digunakan
adalah nilai pasar. Jangka waktu dari rencana kepemilikan aset adalah
faktor yang paling tepat dalam menentukan periode proyeksi eksplidit jika
tujuan penilaian adalah untuk menentukan nilai investasi dari aset
tersebut.
4.4 Proyeksi Arus Kas dan Informasi Keuangan Prospektif

a) Arus kas untuk periode proyeksi eksplisit disusun berdasarkan


Prospective Financial Information   (PFI)  –   Informasi Keuangan
Prospektif (IKP), yaitu proyeksi pendapatan (arus kas masuk) dan
 pengeluaran (arus kas keluar). Arus kas dibagi menjadi interval periodik
yang sesuai, seperti bulanan, kuartalan atau tahunan, dengan pilihan
interval yang bergantung pada pola dari arus kas, data yang tersedia dan
 jangka waktu periode proyesi. Model arus kas harus dibangun seperti itu
agar dapat memasukan kejadian-kejadian di masa depan yang telah
terjadwal seperti penghentian kontrak, peninjauan kontrak di saat jatuh
tempo, atau kejadian di masa depan yang diharapkan dapat membawa
 perubahan pada arus kas masuk dan keluar pada tanggal ketika kejadian
tersebut diharapkan terjadi.
 b) IKP dapat digunakan untuk memproyeksikan arus kas yang sudah terikat
kontrak atau yang kemungkinan besar akan direalisasikan di masa depan.
Contohnya, suatu proyeksi arus kas dapat berasal dari kontrak (seperti
aliran dari pembayaran sewa tetap), atau yang paling mungkin
direalisasikan (dimana masih terdapat potensi penurunan atau kenaikan
yang tidak tercermin dalam proyeksi tersebut), atau dapat juga
mencerminkan arus kas yang tergantung kepada suatu kejadian tertentu
(seperti suksesnya peluncuran suatu lini produk baru). Sebagai alternatif,
IKP dapat digunakan untuk memproyeksikan sejumlah arus kas dengan
mengaplikasikan probabilitas tertimbang yang secara teori
mempresentasikan rata-rata dari seluruh arus kas yang mungkin terjadi
(dalam praktek, mengembangkan sejumlah skenario tertentu sebagai
 proksi dari semua arus kas yang mungkin terjadi adakah sebuah
 pendekatan yang dapat diterima). Jelas bahwa dua tipe arus kas yang telah
disebutkan di atas akan memiliki tingkat rasio yang berbeda dan akan
memiliki dampak terhadap penentuan tingkat diskonto. Jenis dari model
arus kas yang digunakan akan tergantung pada praktik pasar jenis aset atau
sifat dari IKP yang tersedia.
c) Estimasi perkiraan arus kas perlu didasarkan oleh asumsi yang tepat.
Kesesuaian dari asumsi ini tergantung pada tujuan dari penilaian dan dasar
nilai yang digunakan. Sebagai contoh, untuk nilai pasar, arus kas harus
mencerminkan arus kas yang akan diantispasi oleh pelaku pasar;
sebaliknya untuk nilai investasi dapat diukur dengan menggunakan arus
kas yang berdasarkan pada proyeksi yang wajar dari sebuah entitas dari
sudut pandang investor tertentu.
d) Untuk penilaian bisnis, arus kas yang digunakan dalam metode DCF dapat
diukur berdasarkan Free Cash Flows to the Firm  (FCFF), serta Free Cash
Flows to Equity (FCFE) , lihat SPI 330.

e) Perkiraan arus kas dapat berupa nilai nominal, yaitu arus kas yang
mencerminkan dampak dari perubahan harga yang diharapkan karena
faktor inflasi dari waktu ke waktu, atau dapat berupa nilai riil, yaitu
dengan penyesuaian yang dibuat untuk menghilangkan efek dari
 perubahan harga tersebut. Arus kas juga dapat arus kas sebelum pajak atau
setelah pajak. Pilihannya akan tergantung pada tujuan penelitian, data
yang tersedia, dn praktik pasar untuk jenis aset atau bisnis yang sedang
dinilai.
f) Karena IKP untuk bisnis didasarkan pada data akuntansi, penyesuaian
mungkin diperlukan untuk merekonsiliasi laba menjadi arus kas. Beban
non kas, seperti depresiasi dan amortisasi ditambahkan kembali dan arus
kas keluar yang berkaitan dengan pembelanjaan modal atau perubahan
 pada modal kerja dikeluarkan untuk merubah laba menjadi arus kas.
4.5 Tingkat Diskonto

a) Tingkat diskonto yang sesuai harus diterapkan pada arus kas. Apabila
frekuensi titik waktu yang dipilih adalah kuartalan, maka tingkat diskonto
harus merupakan angka kuartalan efektif dan bukan angka nominal.
Karenasetiap periode waktu dalam arus kas pada kenyataannya dimulai
dari titik waktu, Penilai harus berusaha menempatkan arus kas pada titik
waktu yang tepat dalam proyeksi arus kas. Seringkali frekuensi arus kas
ditentukan oelh titik waktu dimana sewa diperoleh. Apabila kejadian yang
lain terjadi dengan frekuensi yang lebih sering, Penilai harus memutuskan
apakah akan dimasukan pada titik waktu sebelum atau setelah kejadian
tersebut sebenarnya terjadi. Pengeluaran/biaya mungkin ditempatkan
 pada titik waktu akuntansi dan bukan pada saat kejadian tersebut terjadi.
Solusi yang paling tepat adalah memiliki frekuensi arus kas yang sesuai
dengan waktu terjadinya aspek yang peling sering terjadi dari arus kas
 periodik.
 b) Periode awal (interval waktu) dari arus kas bisnis atau real properti disebut
sebagai periode 0 dan periode ini tidak didiskontokan. Seluruh arus kas
masuk dan keluar diharapkan terjadi dalam periode waktu ini seharusnya
dimasukkan dalam periode 0. Pendapatan bersih atau biaya dapat
ditempatkan dalam periode 0 dan seharusnya dimasukkan dalam periode
ini jika penerimaan atau pengeluaran tunai terjadi dalam periodeini.
Sebagai contoh, banyak properti investasi menerima pendapatan secara
 bulanan. Karenanya, apabila digunakan interval tahunan, pendapatan
 bersih yang diterima d ditahun awal harus ditempatkan dalam periode 0,
mengabaikan apakah periode kalkulasi yang diambil berada di awal atau
akhir.
c) Tingkat diskonto harus mencerminkan tidak hanya nilai waktu dari uang,
namun juga risiko yang terkait dengan operasional aset dan bisnis di masa
depan.
d) Tingkat diskonto yang digunakan tergantung dari dasar nilai yang
diperlukan. Jika tujuan dari penilaian adalah untuk mengestimasi nilai
 pasar, tingkat diskonto harus mencerminkan risiko dari sisi pelaku pasar.
Jika tujuannya adalah untuk mengestimasi nilai investasi, tingkat diskonto
tersebut harus mencerminkan target tingkat pengembalian dari suatu
investor tertentu dengan memperhatikan risiko yang melekat pada aset.
e) Tingkat diskonto yang digunakan harus mencerminkan sifat dari arus kas.
Sebagai contoh, tingkat diskonto yang mencerminkan ekspektasi
kegagalan pencapaian di masa depan adalah tepat jika menggunakan arus
kontraktual atau arus kas dengan asumsi paling mungkin untuk dicapai
(most likely). Tingkat diskonto tersebut dapat dibandingkan dengan
tingkat pengembalian untuk aset atau kewajiban pembanding yang
diperdagangkan di pasar, dimana arus kas yang diproyeksikan akan
dinyatakan atas dasar yang sama dengan aset/kewajiban pembanding.
Tingkat diskonto yang sama tidak dapat diterapkan jika menggunakan
arus kas model probabilitas tertimbang karena model arus kas probabilitas
tertimbang telah mencerminkan asumsi-asumsi mengenai risiko
kegagalan pencapaian di masa depan; untuk arus kas model tersebut,
tingkat diskonto yang sepadan dengan risiko yang melekat pada arus kas
yang lebih tepat untuk digunakan. Tingkat diskonto ini dapat diturunkan
dari model asset-pricing yang menghasilkan tingkat pengembalian yang
diharapkan, yang mencerminkan berbagai hasil kemungkinan.
f) Entitas Bisnis
1. Untuk entitas bisnis, arus kas biasanya didiskontokan baik dengan
menggunakan biaya rata-rata modal tertimbang (WACC) atau biaya
ekuitas. FCFF didiskontokan dengan menggunakan WACC untuk
sampai pada nilai perusahaan untuk bisnis. WACC mencerminkan
struktur kapital yang optimal dan bukan struktur pembelanjaan yang
aktual, mungkin diperlukan penyesuaian dari angka yang aktual
untuk mendapatkan struktur kapital yang optimal. Sebagai alternatif,
 biaya ekuitas untuk bisnis. Nilai ekuitas mencerminkan nial yang
menjadi hak pemegang saham. Sebagai alternatif, untuk
menghasilkan nilai ekuitatas, utang bersih harus dikurangkan dari
nilai perusahaan.
2. WACC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pelaku
 pasar yang ingin berinvestasi dengan menginvestasikan dalam bentuk
utang dan ekuitas, yaitu:
WACC = Ke *(E/(D+E)) + Kd * (1-T) * (D/(D+E)
Di mana:
 Ke = biaya ekuitas;
 E = nilai pasar dan ekuitas;
 Kd = biaya utang;
 D = nilai pasar dari utang; dan
 T = tarif pajak perusahaan
3. Biaya ekuitas merepresetasikan tingkat pengembalian ekuitas yang
diharapkan oleh investor. Biaya ekuitas tidak mudah diamati di pasar.
Terdapat beberapa model untuk mengestimasikan biaya ekuitas
dengan metode yang paling umum yaitu menggunakan satu atau lebih
variasi dari Capital Asset Pricing Model  (CAPM). berdasarkan
CAMP, biaya ekuitas dihitung sebagai berikut:
Ke = Rf + β* ( Rm –  Rf) + α
Di mana :
 Rf = tingkat balikan bebas resiko  –  tingkat pengembalian saat ini
untuk aset bebas resiko;
 Rm = tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pasar;
 (Rm-Rf) = premi risiko di atas ringkat balikan bebas risiko yang
diperoleh dari por tofolio yang terdiri dari seluruh aset di ‘pasar’;
 β = faktor beta, menjadi ukuran risiko sistematik (atau tidak
terdiversifikasi) dari aset tertentu relatif terhadap risiko potofolio
yang terdiri dari aset yang berisiko; dan
 α = faktor alpha, menjadi risiko spesifik perusahaan (yaitu) yang
mungkin mencerminkan jenis properti, perusahaan dan premi
resiko lainnya)
4. Lihat SPI 330 mengenai ketentuan penetapan tingkat diskonto untuk
 penilaian bisnis
5. Untuk menentukan tingkat diskonto dan kapitalisasi akhir, Penilai
menggunkan beberapa sumber data dan informasi real estat dan pasar
modal. Sebagai tambahan untuk data pendapatan dan penjualan dari
 properti atau bisnis pembanding, survey mengenai opino investor dan
tingkat pengembalian berguna dalam pemilihan tingkat diskonto
dengan asumsi pasar untuk properti yang dinilai konsisten dengan
 pasar dari properti yang dibeli oleh investor yang menjadi data
survey.
g) Entitas Real Properti
1. Sebuah kepentingan pada real properti dapat, dan lebih sering
ditransfer secara independen oleh entitas pemiliknya. Pada pasar aktif
 biasanya terdapat data yang memadai, baik dari analisis transaksi atau
data survei untuk mengetahui tingkat diskonto yang dibutuhkan oleh
 pemain pasar setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti kualitas
 bangunan, kualitas penyewa dan lama waktu dan ketentuan sewa
lainnya, dimana terdapat data yang cukup terpercaya untuk
menentukan sebuiah tingkat diskonto. Tingkat diskonto dapat
diperkirakan dengan menggunakan metode “ build-up”.
2. Metode build-up melibatkan penentuan tingkat balikan bebas resiko
yang tepat, biasannya didasarkan pada obligasi pemerintah dengan
 jangka waktu yang panjang untuk dianggap sebagai risiko spesifik
aset. Premi risiko untuk mencerminbkan risiko pasar dan risiko
spesifik aset. Premi risiko untuk real properti tersebut akan
mencerminkan faktor-faktor seperti risiko investasi yang
 berhubungan dangan pasar real properti dibandingkan dengan suatu
investasi bebas risiko dan risiko spesifik untuk suatu properti atau
kepemilikan properti tertentu. Yang terakhir, biasanya akan
mencakup perkembangan atas tingkat kepastian dari jadwal
 perubahan arus kas di masa depan. Faktor-faktor seperti kualitas
 bangunan dan lokasinya, kualitas penyewa dan ketentuan sewa-
menyewa yang berdampak terhadap premi.
4.6 Nilai Terminal
a) Pemilihan metode kalkulasi Nilai Akhir/Terminal Value/ Exit Value
tergantung kepada praktek dari pasar properti/ bisnis yang dinilai,
(termination date ). Penilai harus merefleksikan praktek pasar ini dan
mengungkapkan secara menyeluruh metode yang dipilih dan
 penerapannya. Nilai pasar dipahami sebagai nilai kini dari manfaat
kepemilikan di masa depan. Sehingga, untuk properti investasi, hal ini
 berarti arus kas/nilai pada titik waktu dari penilaian pada saat penjualan
(atau tergantung dari metode yang diambil, setelah tanggal nilai akhir
/terminal value) seharusnya digunakan dan bukan angka pada periode
sebelumnya . Nilai Akhir/ Terminal Value/ Exit Value  dapat didasarkan
kepada proyeksi dari pendapatan bersih untuk tahun setelah tahun
 berakhir dalam analisis DCF.
 b) Sebagaimana komponen lainnya dalam analisis DCF, tingkat diskonto
seharusnya merefleksikan data pasar, yaitu tingkat diskonto yang
ditentukan berdasarkan pasar. Tingkat diskonto seharusnya dipilih dari
 properti atau bisnis pembanding di pasar. Agar sebanding, maka
 pendapatan, biaya, resiko, inflasi, tingkat pengembalian riil dan proyeksi
 pendapatan dari properti / bisnis pembanding harus sama dengan properti
/bisnis yang dinilai.
c) Untuk aset atau bisnis yang diperkirakan akan terus berjalan melampaui
 periode proyeksi eksplisit, perlu untuk menentukan nilai berkelanjutan
dari asset atau bisnis pada akhir periode proyeksi eksplisit. Dalam
menghitung nilai terminal ini, harus diperhatikan potensi asset atau bisnis
di akhir periode proyeksi eksplisit. Jika metode DCF yang digunakan
untuk memperkirakan Nilai Pasar, nilai kekal dapat disamakan dengan
harga yang akan diperoleh dalam penjualan hipotesis asset atau bisnis di
akhir periode proyeksi. Untuk mengestimasi nilai invetasi, nilai kekas
akan mencerminkan nilai bagi entitas untuk terus memiliki asset setelah
akhir periode proyeksi. Dalam beberapa keadaan, nilai terminal dapat
merupakan suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkan seperti misalnya
suatu penerimaan yang telah ditetapkan kontrak.
d)  Nilai terminal dapat dihitung dengan menggunakan teknik seperti
menerapkan faktor kapitalisai terhadap arus kas di masa segera setelah
akhir periode eksplisit atau dengan menggunakan model pertumbuhan
konstan. Teknik pertama biasanya digunakan untuk menilai investasi
 properti, yang kedua untuk menilai bisnis. Nilai terminal juga dapat
diperoleh dengan pendekatan penilaian lain, seperti Pendekatan Pasar
menggunakan exit multiple (angka ini bukan merupakan valuation
multiple saat ini yang diperoleh dari data pasar pada tanggal penilaian,
tetapi valuation multiple untuk di masa depan  –   forward valuation
multiple , yang telah disesuaikan jika diperlukan).
e) Metode faktor kapitalisasi yang digunakan untuk memperoleh nilai
terminal untuk real properti biasanya diterapkan sebagai berikiut:
 Nilai Terminal = (NRn) x faktor kapitalisasi
Dimana :
 NRn = jumlah pendapatan sewa bersih pada tahun terakhir periode
 proyeksi eksplisit
f) Metode pertumbuhan konstan yang digunakan untuk memperoleh nilai
terminal bisnis mengasumsikan bahwa bisnis tumbuh dengan tingkat yang
konstan selamanya. Dihitung dari arus kas yang telah dinormalisasi, yaitu
arus kas bersih dari perusahaan yang telah mencapai tahap pertumbuhan
stabil. Rumus yang digunakan adalah:
 Nilai Terminal = (FCFn * (1 + g)) / (r-g)
dimana:
FCFn = arus kas bebas tahun akhir periode proyeksi eksplisit
g = tingkat pertumbuhan periode kekal
r = tingkat diskonto (WACC atau biaya ekuitas  –  Ke)
g) Perlu perimbangan bahwa nilai terminal untuk beberapa aset mungkin
memiliki sedikit atau tidak ada hubungan dengan arus kas periode-periode
sebelumnya, sebagai contoh adalah suatu aset yang memiliki jumlah atau
masa manfaat terbatas seperti suatu tambang atau sumur minyak.
h)  Nilai terminal yang ditentukan pada akhir periode proyeksi eksplisit
kemudian didiskontokan kembali ke tanggal penilaian menggunakan
tingkat diskonto yang sama dengan yang diterapkan kepeda proyeksi arus
kas, kecuali jika risikonya dianggap berbeda dengan risiko untuk periode
 proyeksi eksplisit.
i) Jika periode proyeksi adalah pendek, maka perhitungan nilai kekal
menjadi lebih menentukan karena akan mewakili proporsi yang lebih
tinggi dari nilai saat ini. Untuk kasus ini diperlukan tambahan kehati-
hatian untuk memastikan bahwa asumsi-asumsi yang dibuat dalam
menyusun arus kas yang digunakan untuk menghitung nilai terminal
sudah sesuai dan bahwa tidak ada kemungkinan perubahan yang terjadi
yang akan tercermin lebih baik dengan memperpanbjang periode proyeksi
untuk memungkinkan perubahan tercermin secara eksplisit.
4.7 Dasar Nilai Yang Digunakan

a) Metode DCF dapat digunakan untuk menentukan dasar nilai yang


 berbeda, misalnya Nilai Pasar dan Nilai Investasi sebagaimana
didefinisikan dalam SPI 101 dan 102, atau Nilai Wajar untuk digunakan
dalam pelaporan keuangan. Sifat input yang digunakan akan bervariasi
tergantung pada dasar nilai yang diperlukan.
 b) Apabila DCF digunakan untuk mengembangkan estimasi Nilai Pasar,
 penilaian harus memenuhi seluruh kriteria untuk estimasi Nilai Pasar yang
ditetapkan pada SPI 101.
c) Jika Pemberi Tugas memberikan kepada Penilai persyaratan tertentu yang
tidak berhubungan dengan persyaratan untuk estimasi Nilai Pasar. Seperti
 jangka waktu, persyaratan pembiayaan, pajak atau tingkat diskonto,
estimasi nilai yang dihasilkan harus dipertimbangkan sebagai bukan Nilai
Pasar. Hasilnya adalah estimasi Nilai Investasi yang spesifik berdasarkan
asumsi yang digunakan dan bukan estimasi Nilai Pasar.
d) Analisis DCF mungkin juga digunakan untuk menguji validitas
 pandangan konvensional dengan analisis terhadap asumsi yang beragam.
Hasil dari analisis sensifitas ini adalah Nilai Investasi. Jika DCF
digunakan dengan cara ini, hasilnya seharusnya didefinisikan sebagai
selain Nilai Pasar dan penilaian seharusnya memenuhi seluruh kriteria
untuk penilaian bukan pasar seperti yang ditetapkan dalam SPI 102.
e) Pengguanaan metode DCF untuk menentukan Nilai Pasar atau dasar yang
sama harus menggunakan bukti yang tersedia di pasar. Sejauh mungkin
semua input harus didasarkan pada data yang berasal dari pasar. Jika ada
data pasar yang tidak cukup input harus mencerminkan proses
 pertimbangan, ekspektasi, dan persepsi investor dan pelaku pasar lainnya
sejauh yang dapat dipahami.
f) Sebagai suatu teknik, metode DCF tidak boleh dinilai berdasarkan apakah
 pendapatan masa depan yang diharapkan terbukti benar terealisasikan atau
tidak setelah timbulnya kejadian, akan tetapi lebih kepada tingkat
dukungan pasar atas proyeksi yang dilakukan pada saat tanggal penilaian.
g) Jika proyeksi arus kas yang disediakan oleh penilik tertentu atau calon
 pemilik adalah untuk digunakan dalam memperkirakan Nilai Pasar,
 proyeksi tersebut harus diuji dan dibandingkan dengan bukti dan
ekspektasi pasar. Asumsi-asumsi pertumbuhan atau penurunan
 pendapatan biasanya akan didasarkan pada analisis ekonomi dan kondisi
 pasar dan diskusi dengan manajemen tentang ekspektasi atas kinerja aset
atau bisnis. Perubahan dalam biaya operasi harus mencerminkan semua
tren biaya dan tren spesifik untuk item biaya yang signifikan. Jika
Lelang Eksekusi Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan PPI 05
 putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen Butir 2.11
lain dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1
 butir 4)

Lelang Noneksekusi Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang PPI 05
Sukarela milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha Butir 2.13
yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 butir 6).

Lelang Noneksekusi Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk PPI 05


Wajib melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan Butir 2.12
 perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang
(Pasal 1 butir 5).

Level Penilaian Level Penilaian ( Assesment Level) adalah total rasio PPI 13
( Assesment Level) antara hasil penilaian dengan indikasi nilai pasar properti. Butir 3.6

Lingkup Penugasan Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan PPI 04


kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman Butir 3.3
investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI
103).

Lingkup Penugasan Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan PPI 05


kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman Butir 2.3
investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI
103).

 Loan Risk Agreement  Loan Risk Agreement adalah Pemberian pinjaman PPI 06
kepada Pertamina untuk membiayai kegiatan mencari Butir 3.12
dan memproduksi minyak di wilayah tertentu. Pertamina
akan nanti membayar pokok plus bunga dalam bentuk
minyak.

Mean (rata-rata Mean (rata-rata hitung) adalah total nilai dari seluruh PPI 13
hitung) observasi dibagi dengan jumlah observasi. Butir 3.7

Median (nilai tengah) Median (nilai tengah) adalah nilai tengah dari sebuah PPI 13
distribusi frekuensi. Nilai ini berhubungan dengan posisi Butir 3.8
sentral yang dimilikinya dalam sebuah distribusi.

Mesin dan Peralatan Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud selain dari PPI 07
"realty ", dimana; Butir 3.3
a) Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam
 produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif; dan
b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1
 periode.
Mineral Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di PPI 06
alam yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta Butir 3.19
susunan kristal teratur atau gabungannya yang
memberntuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

Minyak Bumi Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa PPI 06
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur Butir 3.21
atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin
mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari
 proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau
endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang
diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Model Model adalah representasi persamaan yang menjelaskan PPI 13


hubungan antara nilai atau estimasi harga jual dan Butir 3.9
variabel faktor penawaran dan permintaan yang
mewakili.

Model Keuangan Model Keuangan. Merupakan sebuah proyeksi PPI 09


 pendapatan arus kas berkala atas suatu bisnis atau Butir 3.4
 properti sebagai dasar ukuran perhitungan pengembalian
keuangan. Proyeksi pendapatan atau proyeksi arus kas
disajikan melalui model keuangan yang
mempertimbangkan hubungan historis antara
 pendapatan, biaya, dan pengeluaran modal serta proyeksi
dari variabel tersebut. Model keuangan juga digunakan
sebagai perangkat manajemen untuk menguji ekspektasi
kinerja properti, untuk mengukur integritas dan stabilitas
model DCF atau sebagai metode untuk membuat replika
langkah-langkah yang diambil investor dalam membuat
keputusan yang melibatkan penjualan, pembelian atau
masa kepemilikan dari suatu properti atau bisnis.

Model Penilaian Model Penilaian adalah sebuah representasi dari sebuah PPI 13
 persamaan yang menjelaskan hubungan antara nilai atau Butir 3.10
estimasi harga jual dan variabel-variabel yang
menggambarkan bekerjanya kekuatan penawaran dan
 permintaan pada pasar real estat.

 Nilai Intrinsik  Nilai Intrinsik ( Intrinsic Value). Nilai Intrinsik PPI 07


( Intrinsic Value) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan Butir 3.4
 jumlah uang berdasarkan evaluasi atas fakta yang ada,
untuk menjadi nilai ( worth) yang sesungguhnya dari
suatu properti. Hal ini merupakan Konsep Nilai Non
Pasar dalam jangka panjang yang mengabaikan fluktuasi
harga jangka pendek.
 Nilai Khusus Nilai Khusus; adalah sejumlah uang yang mencerminkan PPI 04
atribut tertentu dari aset yang hanya berlaku bagi pembeli Butir 3.6
khusus dan bukan pasar secara keseluruhan (SPI 102-3.4)

 Nilai Kini Bersih  Nilai Kini Bersih ( Net Present Value-NPV ) adalah PPI 09
( Net Present Value- ukuran selisih antara pendapatan atau arus kas masuk Butir 3.5
 NPV ) dengan biaya atau arus kas keluar yang telah didiskonto
denggn tingkat diskonto yang sesuai, dalam analisis
DCF. Jika penilaian dilakukan untuk memperoleh Nilai
Pasar, maka penerimaan, pengeluaran dan tingkat
diskonto diperoleh dari data pasar yang berlaku saat ini.
 NPV yang dihasilkan harus menjadi indikasi Nilai Pasar
 bagi pendekatan pendapatan.

 Nilai Likuidasi Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin PPI 05
diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu Butir 2.4
yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu
 pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa
situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang
tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli
dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan
 penjual (SPI 102-3.5).

Aset yang dimaksud dalam definisi di atas adalah aset


atau kumpulan aset ( as group) yang dijual dapat dalam
keadaan terpisah-pisah (a piecemeal) tanpa
mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dari aset
sebagai suatu bisnis yang berjalan ( as going concern ).

 Nilai Limit Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan PPI 05
dilelang dan ditetapkan oleh Penjual (Pasal 1 butir 28) Butir 2.14

 Nilai Pasar Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang PPI 04
yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau Butir 3.5
liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang
 berminat membeli dengan penjual yang berminat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang
 pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua
 pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman
yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI
101 3.1)

 Nilai Pasar Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang PPI 05
yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau Butir 2.5
liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang
 berminat membeli dengan penjual yang berminat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang
 pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua
 pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman
yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI
101 3.1)

 Nilai Penggabungan Nilai Penggabungan. Nilai lebih yang dihasilkan karena PPI 02
adanya penggabungan dua atau lebih kepentingan pada Butir 3.8
 properti, melebihi penjumlahan nilai dari kedua
kepentingan tersebut.

 Nilai Penggantian  Nilai Penggantian Wajar; adalah nilai untuk kepentingan PPI 04
Wajar  pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Butir 3.4
Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur
luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan
adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud (SPI
102-3.10).

 Nilai Penggantian Wajar (NPW) diartikan sama dengan


 Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU
 No. 2 tahun 2012.

 NPW dapat dihasilkan dari kombinasi kerugian fisik dan


kerugian non fisik atas suatu objek penilaian. Kombinasi
ini dapat digambarkan sebagai penjumlahan indikasi
 Nilai Pasar atas kerugian fisik ditambah indikasi nilai atas
kerugian non fisik (lihat lampiran 1).

Operasi Produksi Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha PPI 06


 pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, Butir 3.3
 pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan
 penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan
sesuai dengan hasil studi kelayakan.

Opini Kewajaran Opini Kewajaran ( fairness opinion) adalah suatu PPI 11


( fairness opinion)  pernyataan yang diberikan oleh Penilai yang menyatakan Butir 3
 bahwa suatu transaksi adalah wajar atau tidak wajar yang
diperlukan dalam suatu aksi korporasi, yang terkait antara
lain dengan:
a) Transaksi material,
b) Transaksi afiliasi,
c) Perubahan, penambahan dan pelepasan bisnis
utama,
d) Persyaratan perjanjian dari pinjaman atau
instrumen keuangan lainnya ( indentures ),
e) Aset atau saham yang dipakai sebagai agunan.
Optimisasi Optimisasi. Proses dimana opsi pengganti biaya terendah PPI 08
ditentukan untuk potensi layanan tersisa dari suatu aset. Butir 3.4
Merupakan suatu proses penyesuaian yang mengurangi
 biaya pengganti dan merefleksikan bahwa suatu aset
mungkin mengalami keusangan teknis/fungsi atau
dibangun berlebihan ( over-engineered ), atau aset yang
mungkin mempunyai kapasitas lebih besar dari yang
dibutuhkan.

Karena itu optimisasi lebih meminimalkan daripada


memaksimalkan, dimana hasil penilaian menghasilkan
alternatif opsi pengganti biaya yang terendah.

Dalam menentukan Biaya Pengganti Terdepresiasi


(DRC), optimisasi diterapkan untuk keusangan dan
kelebihan kapasitas yang relevan.

Pakar Teknis pada Pakar Teknis pada Industri Pertambangan (dalam PPI ini PPI 06
Industri selanjutnya disebut Pakar Teknis). Seseorang yang Butir 3.24
Pertambangan (dalam  bertanggungjawab atas seluruh atau sebagian dari Kajian
PPI ini selanjutnya Teknis yang mendukung suatu Penilaian atas Industri
disebut Pakar Teknis) Pertambangan. Seorang Pakar Teknis harus mempunyai
 pengalaman yang memadai sesuai dengan bidangnya dan
apabila diperlukan oleh undang-undang atau peraturan,
harus menjadi anggota atau mempunyai ijin dari suatu
lembaga profesional yang diakui dan berwenang
memberikan sanksi atau ijin kepada anggotanya. Seorang
spesialis terakreditasi tidak boleh mengambil alih
tanggungjawab untuk seluruh atau sebagian dari satu
Kajian Teknis apabila bukan Pakar Teknis.

Panas Bumi Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung PPI 06
di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral Butir 3.23
ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi
dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses
 penambangan.

Pemanfatan tertinggi Pemanfatan tertinggi dan terbaik ( Higest and Best Use) PPI 04
dan terbaik ( Higest yang selanjutnya disebut HBU, didefinisikan sebagai Butir 3.7
and Best Use) yang  penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu
selanjutnya disebut aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah
HBU dipertimbangkan secara memadai, secara hukum
diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai
tertinggi dari aser tersebut. (KPUP -12.1).

Pendekatan Biaya Pendekatan Biaya; menetapkan nilai properti dengan PPI 05


mengestimasi biaya perolehan tanah dan biaya pengganti Butir 2.8
 pengembangan baru (sesuatu yang dibangun) di atasnya
dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi
 properti lama dengan penggunaan yang sama, tanpa
mempertimbangkan antara lain biaya akibat penundaan
waktu pengembangan dan biaya lembur. Untuk properti
yang lebih tua, pendekatan biaya memperhitungkan
estimasi depresiasi termasuk penyusutan fisik dan
keusangan lainnya (fungsional dan eksternal). Biaya
konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh
hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi
sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam
 praktek penilaian.

Pendekatan Biaya Pendekatan Biaya untuk Menilai Karya Seni ( Cost PPI 07
untuk Menilai Karya  Approach for Valuing Fine Art ). Pendekatan berdasarkan Butir 3.7
Seni (Cost Approach  perbandingan terhadap nilai karya seni yang dianggap
 for Valuing Fine Art ) sebagai pengganti untuk pembelian karya seni tertentu,
dapat merupakan karya seni yang setara untuk
menggantikan karya seni yang asli.

Estimasi Penilai berdasarkan biaya reproduksi/pengganti


atas objek karya seni dan dasar penggantian, apakah
merupakan penggantian baru atas karya lama ( new for
old ), basis ganti rugi (indemnity basis ), barang tiruan ( a
replica ), atau barang reproduksi ( a facsimile).

Pendekatan Pasar Pendekatan Pasar; pendekatan ini mempertimbangkan PPI 05


 penjualan dari properti sejenis atau pengganti dan data Butir 2.6
 pasar yang terkait, serta menghasilkan estimasi nilai
melalui proses perbandingan. Pada umumnya, properti
yang dinilai (obyek penilaian) dibandingkan dengan
transaksi properti yang sebanding, baik yang telah terjadi
maupun properti yang masih dalam tahap penawaran
 penjualan dari suatu proses jual beli.

Pendekatan Pendekatan Pendapatan; pendekatan ini PPI 05


Pendapatan mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang Butir 2.7
 berhubungan dengan properti yang dinilai dan
mengestimasikan nilai melalui proses kapitalisasi.
Kapitalisasi menghubungkan pendapatan (umumnya
 pendapatan bersih) dengan suatu definisi jenis nilai
melalui konversi pendapatan menjadi estimasi nilai.
Proses ini dapat menggunakan metode kapitalisasi
langsung atau metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted
Cash Flow/DCF), atau keduanya.

Pengadaan tanah Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah PPI 04


dengan cara memberi ganti kergian yang layak dan adil Butir 3.8
kepada pihak yang berhak (UU No. 2/2012, Pasal 1 Butir
2).
Pengelola yang Konsep berdasarkan pasar dimana pembeli potensial dan PPI 03
kompeten secara rata- Penilai, memperkirakan tingkat usaha yang dapat Butir 3.4
rata atau yang efisien dipertahankan dan profitabilitas masa depan yang dapat
secara wajar dicapai oleh pengelola yang kompeten secara rata-rata
atau efisien secara wajar atas bisnis yang dijalankan pada
PBK.

Konsep ini lebih melibatkan tingkat usaha potensial dan


 bukan tingkat usaha sebenarnya dari kepemilikan yang
ada sehingga mengabaikan  personal goodwill.

Pengembangan Pengembangan. Bangunan, struktur atau modifikasi PPI 08


terhadap tanah yang bersifat permanen, melibatkan biaya Butir 3.5
tenaga kerja dan modal, dan yang diharapkan mampu
meningkatkan nilai atau manfaat dari properti.
Pengembangan memiliki pola penggunaan dan usia
ekonomis yang berbeda.

Pengembangan Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh PPI 07


Properti Sewa atau Penyewa merupakan pengembangan atau penambahan Butir 3.10
Pengembangan oleh atas tanah atau bangunan, yang dilakukan dan dibiayai
Penyewa ( Leasehold oleh penyewa untuk memenuhi keperluannya, pada
 Improvements or umumnya diambil kembali/ dibawa oleh penyewa pada
Tenant's saat berakhirnya masa sewa dengan tidak merusak real
 Improvements) estat semula. Lihat juga Personal Properti, Perlengkapan
Dagang atau Perlengkapan Penyewa.

Penggantian Baru Penggantian Baru atas Karya Lama merupakan estimasi PPI 07
atas Karya Lama  biaya pembelian barang yang sama atau jika tidak Butir 3.7
(new for old ) memungkinkan, suatu barang seni yang serupa/setara Poin a
dalam kondisi baru di pasaran retail.

Penilaian Massal Penilaian Massal adalah sistem penilaian yang sistematis PPI 03
 pada sekelompok properti/aset individual berdasarkan Butir 3.11
data yang ada menggunakan prosedur-prosedur standar
serta diuji secara statistik.

Penilaian Massal Penilaian Massal Dengan Bantuan Komputer ( Computer- PPI 13


Dengan Bantuan  Assisted Mass Appraisal/CAMA ) adalah sebuah sistem Butir 3.12
Komputer  penilaian properti, biasanya hanya beberapa jenis
(Computer-Assisted Properti berwujud, yang menggabungkan-komputer
 Mass didukung analisis statistik seperti analisis regresi
 Appraisal/CAMA)  berganda dan prosedur estimasi adaptif untuk membantu
 penilai dalam mengestimasi nilai.

Penilaian untuk Penilaian untuk keperluan Penilaian untuk keperluan PPI 04


keperluan Penilaian ganti kerugian meliputi: Butir 3.9
untuk keperluan ganti a) Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau
kerugian  bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-
 benda lain yang berkaitan dengan tanah.
b) Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari
 penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari
 pemilik tanah yang akan diberikan dalam bentuk
uang (premium), serta kerugian lainnya yang
dapat dihitung meliputi biaya transaksi, bunga
(kompensasi masa tunggu), kerugian sisa tanah,
dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan dan
disepakati oleh pemberi tugas dalam Lingkup
Penugasan.

Objek Pengadaan Tanah yang dimaksud diatas diartikan


sama dengan istilah Properti atau Properti Pertanahan
sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 204
tahun 2018.

Penjualan Secara Penjualan Secara Pribadi merupakan penjualan yang PPI 07


Pribadi (Private dinegosiasikan dan ditransaksikan di antara safu pihak Butir 3.10
Treaty Sale) dengan pihak lainnya di luar jual beli melalui lelang
terbuka atau metode lainnya. Harga transaksi yang terjadi
dalam penjualan secara pribadi pada umumnya tidak
diketahui pihak lain kecuali oleh pihak-pihak yang
 bertransaksi. Lihat Juga Harga Lelang, Harga Palu.

Perabotan dan Perabotan dan Peralatan Lain merupakan istilah yang PPI 07
Peralatan Lain umum digunakan untuk menyatakan Personal Properti Butir 3.12
(Furniture, Fixtures  berwujud termasuk perlengkapan dagang dan
and Equipment)  pengembangan oleh penyewa. Lihat juga Personal
Properti.

Peralatan dan Peralatan Perlengkapan Bangunan dan merupakan bagian PPI 07


Perlengkapan yang terikat kepada properti ( Real Properti), yang dinilai Butir 3.13
Bangunan (Fixtures secara keseluruhan. Lihat Perlengkapan Dagang atau
and Fittings) Perlengkapan Penyewa.

Perbedaan Harga Perbedaan Harga Terkait ( Price Related PPI 13


Terkait (Price  Differential/PRD) adalah alat statistik untuk mengukur Butir 3.13
 Related tingkat regresivitas atau progresivitas penilaian, caranya
 Differential/PRD) dengan membagi mean (rata-rata hitung) dengan
weighted mean (nilai rata-rata tertimbang).

Perlengkapan Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa PPI 07


Dagang atau merupakan barang/peralatan di luar real-properti yang Butir 3.14
Perlengkapan dipasang pada properti tertentu oleh penyewanya dan
Penyewa (Trade digunakan dalam kegiatan bisnis atau perdagangan. Lihat
Fixtures or Tenant's  juga Pengembangan Properti Sewa Pengembangan oleh
Fixtures) Penyewa, Personal Properti.

Personal Properti Personal Properti merupakan konsep hukum yang PPI 07


(Personal Property ) merujuk pada semua hak, kepentingan, dan manfaat yang Butir 3.15
terkait dengan kepemilikan dari suatu properti selain real
estat. Personal Properti secara hukum dinyatakan sebagai
 personalti ( personalty) yang berbeda dengan real estat
(realty ). Personal Properti yang berwujud biasanya tidak
secara permanen melekat pada real estat, dan biasanya
dicirikan oleh karakternya yang dapat dipindahkan,
misalnya Mesin dan Peralatan, Alat Transportasi, Alat
Berat dan Persediaan. Lihat juga Benda-benda Koleksi;
Peralatan dan Perlengkapan Bangunan; Perabotan dan
Peralatan Lain; Barang dan Peralatan Pribadi;
Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh
Penyewa; Mesin dan Peralatannya; Perlengkapan
Dagang Perlengkapan Penyewa.

Personalti Personalti merupakan istilah hukum yang digunakan PPI 07


(Personalty ) untuk menyatakan Personal Properti dalam hubungannya Butir 3.16
dengan real properti atau real estat. Personalti meliputi
 juga properti berwujud maupun takberwujud yang bukan
real estat. Lihat Personal Properti.

Pertambangan Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan PPI 06


 batubara karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen Butir 3.16
 padat, gambut dan batuan aspal.

Pertambangan Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan PPI 06


mineral mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi Butir 3.15
minyak dan gas bumi serta air tanah.

Peta Kadaster Peta Kadaster adalah peta yang menampilkan batas-batas PPI 13
kepemilikan properti dan menampilkan ukuran masing- Butir 3.14
masing bidang berikut informasi terkait, termasuk batas
wilayah administrasi.

Peta tematik (khusus) Peta tematik (khusus), adalah peta dengan subyek-subyek PPI 13
tertentu yang dibuat secara khusus dengan tema tertentu. Butir 3.15

Potensi Keuntungan Potensi Keuntungan yang Memadai. Apabila aset dinilai PPI 08
yang Memadai  berdasarkan Biaya Pengganti Terdepresiasi, pengujian Butir 3.6
 potensi keuntungan yang memadai suatu entitas dapat
memastikan tercapainya kesimpulan dari Biaya
Pengganti Terdepresiasi.

Potensi Layanan Potensi Layanan. Kapasitas untuk menghasilkan barang PPI 08


dan lasa sesuai dengan tujuan entitas, baik untuk tujuan Butir 3.7
mendapatkan pemasukan kas bersih atau penyediaan
 barang dan jasa yang mencakup volume dan kuantitas
tertentu untuk pemakai. Di sektor publik, konsep dari
 potensi fasilitas/layanan publik menggantikan pengujian
 potensi keuntungan yang memadai pada sektor swasta.
Pra-Studi Kelayakan Pra-Studi Kelayakan Industri Pertambangan. Studi dari PPI 06
Industri suatu kandungan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Butir 3.25
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mempertimbangkan secara
cukup rinci semua faktor geologi, rancang-bangun,
 pengoperasian, ekonomi, lingkungan dan faktor lain yang
terkait, dipergunakan sebagai landasan yang layak dalam
 pengambilan keputusan untuk dilanjutkan sampai Studi
Kelayakan.

Properti dengan Kategori real properti tertentu, yang dirancang untuk PPI 03
Bisnis Khusus (PBK)  jenis bisnis khusus, yang biasanya diperjualbelikan di Butir 3.5
 pasar sesuai dengan potensi usahanya.

Properti Eksplorasi Properti Eksplorasi atau Area Eksplorasi. Suatu PPl 06


atau Area Eksplorasi hak/kepentingan atas real properti Minyak Bumi, Gas Butir 3.26
Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara yang secara
aktif sedang dieksplorasi kandungannya, hanya saja
secara ekonomi belum layak.

Properti Khusus Properti Khusus. Properti yang jarang terjadi kalaupun PPI 08
 pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai penjualan Butir 3.8
usaha atau sebagai bagian dari entitas. Keunikan muncul
dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi
atau kombinasinya.

Rasio Penilaian Rasio Penilalan ( Assesment Ratio) adalah rasio dari nilai PPI 13
( Assesment Ratio) yang ditetapkan yang dapat menjadi indikator nilai pasar, Butir 3.16
atau dalam arti lebih luas adalah estimasi hubungan
fraksional antara suatu penilaian dengan indikasi nilai
 pasar dari sekelompok properti.

Rata-Rata Rata-Rata Tertimbang (Weighted Mean ) adalah rata-rata PPI 13


Tertimbang hitung dari seluruh observasi, dalam hal ini adalah nilai Butir 3.17
(Weighted Mean ) yang ditetapkan dari hasil penilaian massal, dibagi
dengan total nilai pasar seluruh sampel objek observasi.

Royalti atau Hak atas Royalti atau Hak atas Royalti (" Royalty Interest ") di PPI 06
Royalti (" Royalty Industri Pertambangan. Bagian untuk pemilik  Butir 3.27
 Interest ") di Industri tanah atau pemberi sewa (pihak yang menyewakan) dari
Pertambangan suatu produksi, dalam bentuk uang atau produk, tanpa
 pembebanan biaya produksi. " Overriding Royalty"
adalah suatu bagian dari bahan tambang atau minyak
 bumi yang diproduksi, tanpa pembebanan biaya
 produksi, dibayarkan ke pihak selain dari pemberi sewa
yang melebihi dan di afas royalti bagi pemberi sewa.
Usaha pertambangan sesuai peraturan perundangan dapat
dilakukan oleh badan usaha atau perorangan, setelah
memperoleh izin yang dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
b) IUP Operasi Produksi
c) Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
d) IUPK Operasi Produksi, dan
e) IUPK Pengangkutan dan Penjualan

Rugi Penurunan Nilai Rugi Penurunan Nilai ( Impairment Loss). Selisih dari PPI 08
( Impairment Loss)  jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang dapat Butir 3.9
diperoleh kembali dari aset tersebut (PSAK 16 butir 6).

Sewa Sewa. Perjanjian kontraktual dimana hak untuk PPI 02


menggunakan dan memiliki diberikan oleh pemilik Butir 3.9
 properti ( Landlord atau lessor ) dan sebagai imbalannya
didapatkan janji dari penyewa untuk membayar sewa
sebagaimana dinyatakan di dalam perjanjian sewa.
Dalam praktek, hak dan kewajiban dari kedua belah
 pihak dapat menjadi kompleks dan tergantung kepada
 persyaratan lebih spesifik di dalam kontrak.

Sewa Induk Sewa Induk ( Headlease, Master Lease). Sewa kepada PPI 02
( Headlease, Master entitas tunggal yang dimaksudkan sebagai penyewa Butir 3.10
 Lease) utama yang kemudian akan menyewakan kembali kepada
 pihak lainnya.

Sewa Kontraktual Sewa Kontraktual (Passing Rent atau Contract Rent ). PPI 02
(Passing Rent atau Sewa yang didasarkan kepada perjanjian sewa yang ada; Butir 3.6
Contract Rent) meskipun sewa kontraktual mungkin sama dengan Sewa Poin a
Pasar, dalam prakteknya dapat berbeda secara
substansial, terutama untuk sewa yang sudah lama
dengan harga sewa yang tetap.

Sewa kontraktual adalah sewa yang dibayarkan


 berdasarkan persyaratan kontak yang sebenarnya. Sewa
ini dapat berupa angka tetap atau variabel dalam durasi
sewa. Frekuensi dan dasar dari penghitungan variasi sewa
akan ditentukan dalam kontrak sewa dan harus
diidentifikasikan dan dipahami untuk menentukan
keuntungan total yang didapatkan pemilik dan kewajiban
 penyewa.

Sewa Partisipasi Sewa Partisipasi (Turnover Rent atau Participation PPI 02


(Turnover Rent atau  Rent ). Suatu bentuk perjanjian sewa dimana pihak yang Butir 3.6
Participation Rent ) menyewakan menerima sewa dalam bentuk yang Poin b
dikaitkan dengan pendapatan yang diterima penyewa.
Salah satu contoh sewa partisipas adalah percentage rent.

Sewa Pasar Sewa Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat PPI 02
diperoleh dari hasil transaksi sewa atas hak kepemilikan Butir 3.6
real properti pada tanggal penilaian antara pemilik yang Poin c
 berkeinginan menyewakan dan penyewa yang
 berkeinginan menyewa pada persyaratan sewa menyewa
yang wajar dan merupakan transaksi bebas ikatan, setelah
 pemasaran secara layak sesuai dan dimana kedua pihak
masing-masing bertindak dasar atas pemahaman yang
dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.

Penjelasan yang diberikan pada Nilai Pasar pada KPUP


dapat diterapkan untuk membantu interpretasi dari Sewa
Pasar. Secara khusus, estimasi akan mengecualikan sewa
yang dinaikkan atau diturunkan karena adanya
 persyaratan, pertimbangan atau konsesi khusus.
Persyaratan sewa menyewa yang wajar adalah istilah
yang akan secara umum diterima/disetujui di pasar untuk
 jenis properti tersebut pada tanggal penilaian di antara
 pelaku pasar. Penilaian dari sewa pasar seharusnya hanya
diberikan bersama dengan indikasi persyaratan sewa
induk yang diasumsikan.

Sewa yang terjadi di pasar dengan didasarkan kepada


 Nilai Sewa Pasar (lihat SPI 101- 3.6)

Kapanpun opini Nilai Sewa Pasar diberikan, persyaratan


sewa yang lazim yang mendasari opini tersebut
seharusnya dinyatakan.

Sewa Tanah (Ground Sewa Tanah (Ground Lease). Pada umumnya sewa tanah PPI 02
 Lease)  jangka panjang dengan penyewa diijinkan untuk Butir 3.11
membangun di atas tanah dan menikmati manfaat selama
waktu sewa.

Sistem Informasi Sistem Informasi Geografis (Geographic Information PPI 13


Geografis System/GIS ) adalah sebuah sistem manajemen database Butir 3.18
(Geographic yang digunakan untuk menyimpan, mengambil,
 Information memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan
System/GIS ) informasi spasial. Termasuk salah satu jenis sistem
 pemetaan komputerisasi yang mampu mengintegrasikan
data spasial (informasi pertanahan) dan data atribut di
antara lapisan yang berbeda pada peta dasar.

Sistem Penilaian Sistem Penilaian Dengan Bantuan Komputer ( Computer- PPI 13


Dengan Bantuan  Assisted Assessment System ) adalah sebuah sistem untuk Butin 3.19
Komputer menilai real properti dan personal properti dengan
(Computer-Assisted  bantuan komputer. Sebuah komputer, dapat digunakan,
 Assessment System) misalnya, dalam proses penilaian, dalam melacak
kepemilikan dan status pembebasan, dalam mencetak,
dalam mengkoordinasikan beban kerja penilai real
 properti sehubungan dengan penilaian komersial dan
 properti industri, di sejumlah lokasi atau daerah lain.
Studi Kelayakan Studi Kelayakan Industri Pertambangan. Suatu studi PPI 06
Industri menyeluruh terhadap suatu deposit Mineral atau Butir 3.28
Pertambangan akumulasi Minyak Bumi, dengan mempertimbangkan
semua faktor geologi, rancang-bangun, operasional,
ekonomi, pemasaran, lingkungan, peraturan dan faktor
lain yang terkait secara cukup rinci. Studi ini cukup
memadai untuk dipergunakan sebagai landasan
 pengambilan keputusan akhir oleh pemilik lembaga
keuangan untuk memulai/melanjutkan pekerjaan, atau
membiayai, pengembangan properti yang prospektif
untuk produksi Mineral atau Miny ak Bumi. Lihat juga
Prastudi kelayakan.

Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha


 pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci
seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan
kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta
 perencanaan pascatambang. (UU Minerba)

Sumber Daya Sumber Daya Mineral. Sebagaimana didefinisikan oleh PPI 06


Mineral. CRIRSCO:, "suatu konsentrasi hak/kepentingan Butir 3.29
ekonomi intrinsik di dalam atau pada kerak bumi (suatu
kandungan) dengan bentuk dan kuantitas yang layak
untuk dilakukan penambangan secara ekonomis. Lokasi,
kuantitas, tingkatan, karakteristik geologi dan
kesinambungan dari suatu cadangan Sumber Daya
Mineral diketahui, diestimasi atau ditafsirkan dari
kejadian geologi khusus dan pengetahuan. Sumber Daya
Mineral dibagi sesuai dengan peningkatan bukti geologis,
menjadi kategori terkira, terunjuk dan terukur. Bagian
kandungan yang tidak mempunyai prospek yang
memadai untuk dilakukan penambangan secara
ekonomis, tidak termasuk dalam Sumber Daya Mineral".

The United Nations Framework Classification (UNFC)


dengan cara yang sama mendefinisikan suatu Sumber
Daya Mineral dan anak cabang/sub-divisinya,
menerapkan sistem kode UNFC. Untuk kepentingan PPI
ini, bahan pertambangan/mineralisasi yang digolongkan
ke dalam kategori UNFC"s G4 (" Reconnaissance Study
atau survey tinjau"), tidak termasuk Sumber Daya
Mineral. Pilihan untuk mengadopsi UNFC atau definisi
lain dari Sumber Daya Mineral guna pelaporan keuangan
 publik atau penggunaan laporan sesuai dengan undang-
undang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke
kategori Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari
CRIRSCO untuk tujuan
 penilaian.
Sumber Daya Sumber Daya Minyak Bumi. Untuk maksud PPI ini, PPI 06
Minyak Bumi sumber daya minyak bumi hanya meliputi Butir 3.30
Cadangan Minyak Bumi dan potensi sumber daya.
Potensi Sumber Daya sebagaimana didefinisikan oleh
Masyarakat Insinyur Perminyakan ( Society of Petroleum
 Engineers/SPE ) / Kongres Perminyakan Dunia ( World
Petroleum Congress/WPC ), yang tergabung dalam
Asosiasi Ahli Geologi Perminyakan Amerika (T he
 American Association of Petroleum Geologist/AAPG ),
adalah “Kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk
secara potensial dipulihkan dari akumulasi yang telah
diketahui, tetapi bukan untuk waktu sekarang
dipertimbangkan untuk dapat dipulihkan kembali secara
komersial.

The United Nations Framework Classification (UNFC)


dengan cara yang sama mendefinisikan cadangan
Minyak Bumi dan subdivisinya, menerapkan sistem kode
UNFC. Untuk maksud PPI ini, akumulasi minyak bumi
yang diklasifikasikan dalam kategori UNFC G4"s
("Potential Geological Conditions ") tidak termasuk
sebagai Cadangan Minyak Bumi.

Technical Assistance Technical Assistance Contract adalah kegiatan untuk PPI 06


Contract  meningkatkan sumur-sumur produksi yg sudah tua. Butir 3.10
Produksi yg dibagi adalah hanya dari penambahan
 produksi setelah secondary recovery tersebut.

Tingkat Diskonto Tingkat Diskonto adalah tingkat pengembalian yang PPI 09


digunakan untuk mengkonversikan jumlah arus kas yang Butir 3.6
dikeluarkan atau diterima di masa yang akan datang
menjadi nilai kini. Secara teori, tingkat diskonto harus
merefleksikan 'opportunity cost’ dari modal, yaitu tingkat
 pengembalian modal yang dapat diperoleh atau
dihasilkan apabila ditempatkan untuk penggunaan lain
dengan resiko yang sama.

Tingkat Tingkat Pengembalian Awal ( Intial Yield ).Pendapatan PPI 09


Pengembalian Awal awal dari suatu investasi dibagi dengan harga yang Butir 3.7
( Intial Yield ) dibayarkan untuk investasi yang dinyatakan dalam
 bentuk presentase.

Tingkat Tingkat Pengembalian Internal ( Internal Rate of Return- PPI 09


Pengembalian  IRR) merupakan tingkat diskonto dimana nilai kini dari Butir 3.8
Internal ( Internal arus kas suatu proyek adalah sama dengan nilai kini dari
 Rate of Return-IRR) investasi modal (capital investment ). Tingkat
 pengembalian tersebut adalah tingkat dimana Nilai Kini
Bersih ( Net Present Value) sama dengan nol. IRR
mencerminkan baik pengembalian modal yang
diinvestasikan maupun pengembalian investasi awal,
sebagai dasar pertimbangan bagi investor potensial. Oleh
karena itu, penentuan IRR dari analisis transaksi pasar
terhadap properti/bisnis yang sejenis yang memiliki pola
 pendapatan yang sebanding merupakan suatu metode
yang sesuai dalam menentukan tingkat diskonto dalam
 pasar penilaian untuk mendapatkan Nilai Pasar.

Usaha pertambangan Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka PPI 06


 pengusahaan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Butir 3.1
Mineral dan Batubara yang meliputi tahapan kegiatan
 penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
 pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.

Usaha pertambangan Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka PPI 06


 pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi Butir 3.17
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
 pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
 pascatambang.

Anda mungkin juga menyukai