Anda di halaman 1dari 9

Kumis Ucing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Orthosiphon aristatus

Orthosiphon aristatus

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

(tanpa takson): Angiospermae

Divisi: Spermatophyta

Subdivisi: Angiospermae

(tanpa takson): Eudikotil

Kelas: Dicotyledon

(tanpa takson): Asteridae

Ordo: Lamiales

Famili: Lamiaceae
Genus: Orthosiphon

Spesies: O. aristatus

Nama binomial

Orthosiphon aristatus

(Blume) Miq.

Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan nama kumis


Ucing termasuk tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae.[1] Tanaman ini merupakan
salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan
yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit.[2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Kumis Ucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah yang
tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants/java
tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur)
dan songot koceng (Madura). Tanaman Kumis Ucing berasal dari wilayah Afrika
tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia.

Nama daerah[sunting | sunting sumber]


Kumis Ucing adalah sebutan dalam bahasa (Melayu hingga Sumatra). Ada
juga, kumis ucing (Sunda), remujung (Jawa), se-salaseyan, atau songkot
koceng (Madura).

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]


Kumis Ucing dalam masa pemekaran bunga

Kumis Ucing termasuk terna tegak, pada bagian bawah berakar di bagian buku-
bukunya dan tingginya mencapai 2 meter.[2] Batang bersegi empat agak beralur
berbulu pendek atau gundul.[2] Helai daun berbentuk bundar atau lonjong, lanset,
bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya,[2] ukuran daun panjang
1 – 10 cm dan lebarnya 7.5mm – 1.5 cm. urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis
atau gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang
jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 – 29 cm. Ciri khas tanaman ada
pada bagian kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan
jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota yang
bersifat terminal yakni berupa tandan yang keluar dari
ujung cabang dengan panjang 7–29 cm, dengan ukuran panjang 13 – 27mm, di
bagian atas ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian menjadi putih,
panjang tabung 10 – 18mm, panjang bibir 4.5 – 10mm, helai bunga tumpul, bundar.
Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga
bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75 – 2mm. 2.3. gagang
berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm.[2]

Distribusi[sunting | sunting sumber]


Distribusi kumis Ucing yaitu di:[3]

• asia-Iklim subtropis

1. Cina: Cina - Fujian, Guangxi, Hainan, Yunnan


2. Asia Timur: Taiwan

• asia-Iklim Tropis

1. Indo-Cina: Kamboja; Laos; Myanmar; Thailand; Vietnam


2. Malesia: Indonesia; Malaysia; Papua Nugini; Filipina

• AUSTRALASIA: Australia: Australia - Queensland

Kegunaan secara empiris[sunting | sunting sumber]


Daun Kumis Ucing basah maupun kering digunakan sebagai menanggulangi
berbagai penyakit, Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat
yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk
mengobati reumatik. Masyarakat menggunakan kumis Ucing sebagai obat
tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit.
Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal,
batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis., reumatik dan
menurunkan kadar glukosa darah.[2] Selain bersifat diuretik, kumis Ucing juga
digunakan sebagai antibakteri.[2]

Metabolomik[sunting | sunting sumber]


Penelitian mengenai tumbuhan kumis Ucing saat ini salah satunya dalah senyawa
inhibitor α-Glukosidase dan antioksidan dari kumis Ucing yang dilakukan dengan
pendekatan metabolomic berbasis FTIR (fourier transform infrared). Senyawa
inhibitor ini dapat mengganggu kerja enzim α-Glukosidase dalam memecah
karbohidrat menjadi glukosa pada saluran pencernaan sehingga dapat mencegah
meningkatnya kadar gula darah yang merupakan penyebab penyakit diabetes.
Selain itu juga tanaman kumis Ucing kaya akan senyawa antioksidan sehingga
tanaman ini berpotensi pula untuk menurunkan risiko komplikasi diabetes akibat
stress oksidatif. Dari sejumlah penelitian teridentifikasi 116 senyawa aktif dari
tanaman kumis Ucing yang berasal dari kelompok monoterpene, diterpene,
trirerpena, saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan asam organik. Berdasarkan hasil
karakterisasi menggunakan FTIR, dan pengujian terhadap kemampuan inhibisi, dan
antioksidan didapatkan cukup banyak senyawa yang dapat berperan hanya sebagai
inhibitor enzim α-Glukosidase, maupun dapat berfungsi sebagai antioksidan. Hasil
dari metode FTIR menangkap adanya senyawa dengan gugus fungsi karbonil,
metoksi, hidroksil, dan C-O yang mengindikasikan keberadaan senyawa dari
kelompok metoksi flavonoid (sinensitin dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-
prenilflavon), diterpene (ortosifol, ortoarisin, neoortotosifol, staminal, dan
staminolakton), dan triterpene (asam ursolat, asam oleanolat, asam betulinat, asam
hidroksibetulinat, asam maslinat). Sementara senyawa yang terbukti sebagai
antioksidan yaitu senyawa fenolik (asam rosmarinate), flavonoid (eupatorine,
sinensetin, 5-hidroksi-6,7,3’,4’-tetranetoksiflavon, salvigenin, 6-hidroksi-5,7,3’-
trimetoksiflavon dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpene
(ortosifol, ortoarisin, neoortosifol, staminal, dan staminalakton), triterpene (asam
ursolat, asam olenolat, asambetulinat, asam hidrolsibetulinat, asam maslinat, dan
amirin).[4]
Agronomi[sunting | sunting sumber]
Dalam skala produksi, kumis Ucing dikemas dalam bentuk kering yang sering
disebut simplisia. Di Indonesia sendiri budidaya kumis Ucing masih dalam skala
ekstensif, sehingga produksinya cukup rendah. Data produktivitas kumis Ucing
tahun 2015 di sukabumi mencatat produksi kumis Ucing di sukabumi tidak lebih dari
0,25 ton ha−1.[5] Untuk itu dapat dilakukan Teknik budidaya yang tepat untuk dapat
menghasilkan produksi simplisia yang tinggi. Produksi simplisia sangat erat
hubungannya dengan pertumbuhan dan pengaturan panen. Pemupukan adalah
salah satu bagian dari Teknik budidaya yang penting untuk mendukung
pertumbuhan dan produksi simplisia kumis Ucing. Salah satunya adalah pengaturan
waktu pemupukan, dan jenis pupuk. Umumnya digunakan pupuk organic, sebab
fungsi dari penumbuhan tanaman untuk obat, namun pupuk organic memiliki
kelemahan karena pelepasan hara yang lamba pada pupuk organik. Pemupukan
umumnya dilakukan saat awald tanam untuk mendukung pertumbuhan awal
tanaman, namun pemupukan selama masa pertumbuhan juga perlu untuk
mendapatkan supply hara yang cukup dalam mendukung pertumbuhan berikutnya,
terutama karena bagian yang dipanen dari kumis Ucing adalah bagian vegetative.
Selain itu juga perlu diperhatikan pengaturan ketinggian panen, agar tanaman dapat
mempertahankan kondisinya sehingga produksi pada panen-panenberikutnya tidak
terganggu. Hermansyah et al. (2009) menyatakan bahwa pemangkasan pada nilam
yang menyisakan sisa cabang satu dan dua pada panen kedua menghasilkan
jumlah daun yang lebih banyak pada perumbuhan berikutnya dibandingkan dengan
pemangkasan yang tidak menyisakan cabang. Contohnya pada pemanenan basil
India (Ocimum basilicum L.) pada 40 dan 60 hari setelah tanam (HST) menghasilkan
total biomassa dua kali panen yang lebih banyak dengan pemangkasan 7,5 cm dan
15 cm dari permukaan tanah dibandingkan pemangkasan 0 cm dari permukaan
tanah.[6] Menurut Rista et al. (2017), produksi simplisia daun kumis Ucing tertinggi
diperoleh dengan memberikan pupuk kadang secara sekaligus sebanyak 10 ton
ha−1 saat pindah tanam dan memangkas kumis Ucing dengan ketinggian pangkas
30 cm dari permukaan tanah. Perlakuan ini dapat meningkatkan produksi hingga
mencapai produksi 3,09 ton ha−1, yang produksinya dilakukan selama 23 minggu
setelah penanaman, dengan enam kali pemanenan (produksi dilakukan tiap 4
minggu sekali).[7]

Produksi[sunting | sunting sumber]


Di Jawa Barat, kumis Ucing masih menjadi komoditas yang kurang diminati oleh
petani untuk bercocok tanam. Hal ini terbukti dengan sangat rendahnya produksi
tanaman ini di Jawa Barat yaitu hanya 55 ton daun per tahunnya. [5]

Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman di Jawa Barat, 2016

Jenis Tanaman Luas Areal (Hektar) Produksi (Ton)


Tanaman Menghasilka Tanaman Wujud
Jumlah Jumlah
Muda n Rusak Produksi

Jenis Tanaman

Akar 2,360.0 2,360.0 71.0 Minyak


1. - -
Wangi 0 0 0 Atsiri

4,026.0 8,329.0 1,972.0 14,327.0 22,526.0 Gula


2. Aren
0 0 0 0 0 Aren

8,482.0 18,058.0 6,459.0 32,998.0 6,749.0 Bunga


3. Cengkih
0 0 0 0 0 Kering

Guttaperch
4. - - - - - Gutta
a

Jambu 30.0 76.0 28.0 134.0 18.0 Glondon


5.
Mete 0 0 0 0 0 g

229.0 353.0 512.0 1,095.0 316.0


6. Jarak -
0 0 0 0 0

1,808.0 2,779.0 1,197.0 5,784.0 937.0 Biji


7. Kakao
0 0 0 0 0 Kering

347.0 1,651.0 685.0 2,683.0 331.0


8. Kapok Serat
0 0 0 0 0

8,388.0 5,891.0 1,775.0 16,054.0 4,737.0 Karet


9. Karet
0 0 0 0 0 Kering

10 21.0 74.0 27.0 122.0 21.0 Kulit


Kayumanis
. 0 0 0 0 0 Kering

11 Kelapa 16,904.0 112,222.0 24,220.0 153,345.0 92,413.0


Kopra
. Dalam 0 0 0 0 0
12 Kelapa 3,207.0 2,856.0 6,063.0 3,183.0
- Kopra
. Hibrida 0 0 0 0

Kelapa 124.0 120.0 244.0 1,237.0 Minyak


13 -
Sawit 0 0 0 0 Sawit

14 1,015.0 506.0 321.0 1,841.0 230.0 Biji


Kemiri
. 0 0 0 0 0 Kupas

15 Kemiri 878.0 9.0 106.0 992.0 2.0 Biji


. Sunan 0 0 0 0 0 Kupas

16 21.0 23.0 44.0 10.0 Minyak


Kenanga -
. 0 0 0 0 Atsiri

17 159.0 39.0 44.0 242.0 29.0 Kulit


Kina
. 0 0 0 0 0 Kering

18 9,992.0 20,462.0 3,175.0 33,630.0 17,628.0 Biji


Kopi
. 0 0 0 0 0 Kering

19 Kumis 217.0 217.0 55.0


- - Daun
. Ucing 0 0 0

20 619.0 1,308.0 457.0 2,384.0 808.0 Biji


Lada
. 0 0 0 0 0 Kering

21 301.0 301.0 1,299.0 Daun


Mendong - -
. 0 0 0 Kering

22 803.0 803.0 202.0 Minyak


Nilam - -
. 0 0 0 Nilam

2,963.0 3,268.0 417.0 6,648.0 1,393.0 Biji


23 Pala
0 0 0 0 0 kering
24 76.0 331.0 127.0 535.0 207.0 Daun
Pandan
. 0 0 0 0 0 Kering

25 123.0 538.0 308.0 969.0 179.0


Panili Polong
. 0 0 0 0 0

26 82.0 367.0 45.0 494.0 147.0 Irisan


Pinang
. 0 0 0 0 0 Kering

27 Serehwang 1,575.0 1,575.0 489.0 Minyak


- -
. i 0 0 0 Atsiri

28 6,671.0 6,674.0 31,139.0


Tebu - - Hablur
. 0 0 0

29 3,061.0 27,809.0 14,384.0 45,253.0 40,602.0 Teh


Teh
. 0 0 0 0 0 Kering

30 10,106.0 10,106.0 8,601.0 Rajanga


Tembakau - -
. 0 0 0 n

31 Kelapa 1,093.0 11,485.0 1,708.0 14,286.0 83,913.0 Gula


. Deres 0 0 0 0 0 Merah

60,420.0 240,934.0 60,845.0 362,199.0 319,473.0


Jawa Barat
0 0 0 0 0

60,420.0 240,936.0 60,846.0 362,203.0 319,472.0


0 0 0 0 0

Sumber Data: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat

Hasil ini diperoleh dari hanya 217 hektar kebun di Jawa Barat. Hal ini masih sangat
kecil dibanding luas perkebunan kelapa dalam yang mencapai 112 ribu hektar. Oleh
sebab itu produksi dari tanaman ini dapat ditingkatkan lagi sebab waktu untuk
produksi tanaman ini termasuk lebih cepat daripada waktu yang diperlukan untuk
produksi tanaman lainnya. Di Indonesia, produk utama dari tumbuhan kumis Ucing
adalah daunnya yang dikeringkan yang bermanfaat sebagai bahan dasar
obat.[8] Tetapi belum ada standar mutunya sendiri dari produk daun kering kumis
Ucing di Indonesia, sebab masih belum terlalu umum digunakan secara luas oleh
masyarakat Indonesia sebagai obat. Umumnya daun kumis Ucing ini masih
tergolong sebagai obat-obatan tradisional dan belum diproduksi menjadi suatu
produk dengan skala produksi yang besar.

Anda mungkin juga menyukai