Anda di halaman 1dari 51

BAB I

TINJAUAN UMUM SENYAWA AKTIF

1.1 Deskripsi Umum


Nama obat : Etinil Estradiol
Zat aktif : Ethinyl Estradiole
Nama kimia : 19-Nor-17α-pregna-1,3,5(10)-trien-20-ina-3,17-diol
[57-63-6]
Rumus molekul : C20H24O2
Bobot molekul : 296,41
Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai putih krem; tidak
berbau.

(FI V, 2014).
1.2 Sifat Fisikokimia
Kelarutan : Tidak larut dalam air; larut dalam etanol, dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak nabati dan
dalam larutan alkali hidroksida tertentu
Titik lebur : 180º - 186º
Kandungan : Etinil Estradiol mengandung tidak kurang dari 97,0%
dan tidak lebih dari 102,0% C20H24O2, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Penyimpanan : Dalam wadah bukan logam, tertutup rapat dan tidak
tembus cahaya
Struktur

:
(FI V, 2014).

1
BAB II
TINJAUAN FARMAKOLOGI

2.1 Golongan obat berdasarkan farmakoterapi


Etinilestradiol digolongkan ke dalam hormon kelamin dan obat yang
mempengaruhi fertilitas (ISO Farmakoterapi, 2012), kontrasepsi oral (MIMS, 2011),
dan obat keras (ISO, 2012).

2.2 Indikasi
Etinilestradiol diindikasikan sebagai kontrasepsi oral dengan efek
antimineralkortikoid dan antiadrogenik, yang bermanfaat untuk wanita yang
mengalami retensi cairan karena pengaruh hormon, dan wanita yang menderita akne
dan seborea (MIMS, 2011, ISO, 2012).

2.3 Mekanisme kerja obat


Kontrasepsi oral mengandung kombinasi esterogen (etinilestradiol) dan
progesterone sintetik atau hanya progestin. Estrogen menekan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan mencegah folikel dominan. Estrogen juga menstabilisasi bagian
dasar endometrium dan memperkuat kerja progestin. Progestin menekan peningkatan
luteinizing hormone (LH) sehingga mencegah ovulasi. Progestin juga menyebabkan
penebalan mucus leher rahim dan atrofi endometrium (ISO Farmakoterapi, 2008).

2.4 Farmakokinetik
Etinil estradiol cepat dan baik diserap dari saluran pencernaan. Kehadiran
kelompok etinil di posisi-17 sangat mengurangi metabolisme first past effect di hati
dibandingkan dengan estradiol, memungkinkan senyawa jauh lebih aktif, tetapi
beberapa estradiol melalui konjugasi awal oleh dinding usus, dan bioavailabilitas
sistemik sekitar 40%. Etinilestradiol sangat terikat protein, tetapi tidak seperti yang
terjadi secara alami pada estrogen terutama terikat hormon seks globulin dan terikat

2
albumin. Etinilestradiol ini dimetabolisme di hati, awalnya pada proses hidroksilasi
aromatik yang dikatalisis oleh sitokrom P450, isoenzim CYP3A4, untuk membentuk
2-hydroxyethinylestradiol dan berbagai metabolit yang terkonjugasi. Kemudian,
diekskresikan dalam urin dan feses. (Back DJ, 1982) (Guengerich FP. 1990) (Van
den Heuvel MW, et al. 2005).

2.5 Dosis dan cara pemberian


Dosis etinilestradiol diberikan 10-150 μg hingga 2 mg per hari (Moffat, 2004).
Mulai pada hari pertama menstruasi, sehari 1 pil selama 21 hari, lalu 7 hari tanpa pil,
dan seterusnya (ISO, 2012).
1 pil per hari selama 21 hari berturut-turut, diikuti dengan interval bebas pil
selama 7 hari. Per oral diberikan bersama atau tanpa makanan (MIMS, 2011).

2.6 Kontraindikasi
Etinil estradiol dikontraindikasikan terhadap tromboemboli vena atau arteri,
pankreatitis atau hipertrigliseridemia, penyakit hati, gagal ginjal akut, tumor hati
(jinak atau ganas), keganasan alat genital atau payudara, pendarahan vagina yang
tidak terdiagnosis, kehamilan, dan hipersensitif (ISO, 2012).

2.7 Efek samping dan toksisitas


Etinilestradiol menimbulkan gangguan siklus menstruasi, pendarahan
intremenstruasi, nyeri payudara, sakit kepala, pusing, depresi, migren, mual, lekore,
kadidiasis vagina (MIMS, 2011).

2.8 Interaksi obat


Fenitoin, barbiturate, primidon, karbamazepin, rifampisin, okskarbazepin,
topiramat, felbamat, griseofulvin, penisilin, tetrasiklin, rifampisin, obat yang
meningkatkan kadar kalium pada serum, produk yang mengandung st. John’s wort,
ritonavir, nevirapin (Martindale, 2009).

3
BAB III
PENGEMBANGAN FORMULA

III.1 Contoh sediaan yang beredar di pasaran


Sediaan yang beredar di Indonesia antara lain Microdiol (PT. Kimia
Farma), Mycrogynon, Yasmin, dan Dianne (PT. Bayer), dan Andalan (PT.
Harsen) (MIMS, 2014).

III.2 Pra-formulasi (analisis pemilihan zat aktif dan eksipien)


3.2.1 Analisis pemilihan zat aktif
Pada sediaan pil ini, dipilih zat aktif etinilestradiol yang dikombinasikan
dengan drosperinon untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) dan
juga menyebabkan perubahan jalur serviks dan uterus, yang dapat membuat sperma
lebih sulit untuk mencapai uterus dan lebih sulit untuk fertilisasi sel telur yang
menempel pada uterus. Oleh sebab itu, maka kombinasi drosperinon dan etinil
estradiol digunakan sebagai kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan dan
disetujui oleh FDA untuk mengobati jerawat dan gangguan premenstruasi (Jerry KL
Tan, 2009).

3.2.2 Analisis pemilihan eksipien/zat tambahan


a. Pengisi
Bahan pengisi adalah zat tambahan yang ditambahkan untuk membuat
bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan. Bahan pengisi yang sesuai
dengan metode pembuatan pil yang akan dipilih adalah :
- Nama Resmi : Laktosa spray dried
- Rumus Molekul : C12H22O11
- Berat Molekul : 342.3
- Pemerian : putih hampir putih, serbuk kristal, tidak berbau dan
agak terasa manis.

4
- Kelarutan :-
- Kegunaan : pengisi pada tablet kempa langsung
- Inkompatibel : Laktosa amorf merupakan bentuk paling reaktif
apabila dicampur dengan laktosa spray-dried, yang
akan berinteraksi lebih bebas daripada ukuran
kristalin konvensional. Bentuk reaksi yang terjadi
adalah reaksi mailard dengan amina primer dan
sekunder.
- Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang
sejuk dan kering.
(Excipient, 376-377)
Selain itu, digunakan Corn Starch
- Nama Resmi : Starch, Sterilizable Maize
- Rumus Molekul : (C6H10O5)n dimana n=300-1.000
- Berat Molekul : 48.600 – 196.000
- Pemerian : serbuk tidak berbau, putih, dan aliran bebas
- Kelarutan : sangat tidak larut dalam kloroform dan etanol
(95%), praktis tidak larut dalam air
- Kegunaan : pengisi
- Inkompatibel :-
- Penyimpanan : harus disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121ᵒC
selama 20 menit, dengan etilen oksida, atau dengan
iradiasi.
(Excipient, 695-696)
- Alasan penggunaan : Lactosa spray dried merupakan salah satu zat
tambahan (pengisi) yang digunakan untuk metode kempa langsung dan
menunjukkan laju alir yang baik (Excipient, 377). Dikombinasikan

5
dengan corn starch karena tidak memiliki inkompatibilitas dengan zat
tambahan lainnya dan baik digunakan sebagai pengisi (Excipient, 695)
b. Pengikat
Pengikat yang digunakan dalam formulasi adalah PVK 25 dan Starch 1500.
- Nama Resmi : Povidone
- Rumus Molekul : (C6H9NO)25
- Berat Molekul : 30.000
- Pemerian : serbuk halus, putih hingga krim-putih, tidak berbau,
atau hampir berbau, dan higroskopis
- Kegunaan : Pengikat
- Konsentrasi : 0.5–5% (yang digunakan)
- Kelarutan : Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol (95%),
keton, metanol, dan air; praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon, dan minyak mineral. Dalam air,
konsentrasi larutan terbatas hanya viskositas larutan
yang dihasilkan.
- Inkompatibel : Povidone kompatibel dengan larutan dengan garam
sejumlah garam anorganik, resin alami dan sintetis,
dan bahan kimia lain.
- Penyimpanan : Povidone menjadi gelap pada beberapa pemanasan
yang lebih lama pada suhu 150ᵒC, dengan reduksi
pada larutan yang mengandung air. Stabil pada siklus
pemanasan yang singkat sekitar 110-130ᵒC;
sterilisasi uap pada larutan yang mengandung air
tidak merubah sifat fisika-kimianya. Povidone dapat
disimpan di bawah kondisi biasa tanpa mengalami
dekomposisi atau degradasi. Apabila serbuk

6
higroskopis, maka harus disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat dalam tempat sejuk dan kering.
(Excipien, 581-582)
Selain itu, juga digunakan starch 1500 yaitu:
-Nama resmi : Starch, Pregelatinized
-Rumus molekul: (C6H10O5)n dimana n=300-1.000
-Berat Molekul : 48.600 – 196.000
- Pemerian : serbuk agak kasar hingga halus, putih hingga gelap,
tidak berbau dan mempunyai rasa yang khas.
- Kegunaan : Pengikat
- Konsentrasi : 5-20% (kempa langsung)
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik. Agak sukar
larut dalam air dingin, tergantung pada derajat
pregelatinasi.
- Inkompatibel :-
- Penyimpanan : Starch 1.500 stabil tetapi merupakan bahan yang
higroskopis, yang disimpan dalam wadah tertutup
baik pada tempat yang sejuk dan kering.
(Excipient, 691-692)
- Alasan penggunaan : Povidone sangat banyak digunakan untuk pengikat
dalam tablet pada formulasi sediaan padat (Excipient, 581) dan
dikombinasikan dengan starch 1.500 karena tidak memiliki
inkompatibilitas dengan zat tambahan lain (Excipient, 692).
c. Pelicin/pelincir (Lubricant)
- Nama resmi : Magnesium stearate
- Rumus Molekul : C36H70MgO4
- Berat Molekul : 591.24
- Pemerian : Bubuk sangat halus, putih, memiliki bau menyerupai
asam stearat dan rasa yang khas.

7
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, etanol (95%), eter
dan air; sedikit larut dalam benzen hangat dan etanol
hangat (95%).
- Kegunaan : pelicin
- Konsentrasi : 0.25% - 5.0%
- Inkompatibel : Inkompatibilitas dengan asam kuat, alkalis, dan
garam besi. Hindari pencampuran dengan bahan
pengoksidasi kuat. Magnesium stearat tidak dapat
digunakan dalam produk yang mengandung aspirin,
beberapa vitamin, dan garam alkaloid.
- Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan
kering
(Excipient, 404; European Pharmacopoeia, 1961)
- Alasan penggunaan :Lubrikan digunakan untuk mengurangi gesekan
selama proses pengempaan tablet dengan mesin cetak tablet berlangsung
dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan.
Magnesium stearat merupakan lubrikan yang paling efektif dan
digunakan secara luas dan memiliki daya lubrikan yang baik. (Agoes,
2008)

d. Larutan Coating
Dibuat campuran untuk larutan coating dengan komponen sebagai berikut:
1. Hidroksipropil metil selulosa
- Nama resmi : Hypromellose
- Rumus Molekul : O-methylated dan O-(2-hidroksipropil) selulosa
- Berat Molekul : 10.000-1.500.000
- Pemerian : Serbuk granul tidak berbau dan tidak berasa atau
mengandung serat putih atau putih kekriman.

8
- Kelarutan : Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloidal
kental; praktis tidak larut dalam air panas, kloroform,
etanol (95%), dan eter, tetapi larut dalam campuran
etanol dan diklorometan, campuran metanol dan
diklorometan, dan campuran air dan alkohol.
Hypromellose dengan ukuran tertentu larut dalam
larutan aseton cair, campuran diklorometan dan
propan-2-ol, dan pelarut organik lain.
- Kegunaan : larutan pembentuk film untuk coating tablet film
- Konsentrasi : 2% - 20.0%
- Inkompatibel : Inkompatibilitas dengan beberapa agen pengoksidasi.
Hypromellose tidak akan membentuk kompleks
dengan garam logam atau ion organik yang dapat
membentuk endapan yang tidak larut
- Penyimpanan : Serbuk hypromellose merupakan bahan yang stabil,
walaupun bersifat higroskopis setelah pengeringan.
(Excipient, 326-327)
Alasan Penggunaan: HPMC pada umumnya digunakan dalam salut film
sebagai pembentuk salut film pada larutan coating
(Excipient, 326)
2. Polietilenglikol 6000
- Nama resmi : polietilenglikol/macrogol 6000
- Rumus Molekul : HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH
- Berat Molekul : 6.000
- Pemerian : polimer etilen oksida dan air yang berbentuk padatan
pada suhu yang sesuai.
- Kelarutan : larut dalam air dan bercampur dalam semua proporsi
dengan polietilenglikol lain (setelah pelelehan
(peleburan, jika diperlukan). Polietilenglikol padat

9
larut dalam aseton, diklorometan, etanol (95%), dan
metanol; agak sukar larut dalam hidrokarbon alifatik
dan eter, tetapi tidak larut dalam lemak, dan minyak
mineral.
- Kegunaan : material polishing hidrofilik (plasticizer).
- Inkompatibel : Semua ukuran polietilenglikol dapat menunjukkan
aktivitas oksidasi dengan adanya pengotor peroksida
dan produk kedua terbentuk dengan autooksidasi,
dan inkompatibel dengan beberapa agen pewarna.
- Penyimpanan : stabil dalam udara dan dalam larutan. Polietilenglikol
padat dan polietilenglikol cair dapat disterilisasi
dengan autoklaf, filtrasi, dan irradiasi gamma.
(Excipient, 517-518 )
Alasan Penggunaan : polietilenglikol sangat banyak digunakan dalam
formulasi dan telah diuji sebagai matriks polimer
yang biodegradabel yang dapat mengontrol sistem
pelepasan obat. Selain itu, polietilenglikol stabil dan
senyawa hidrofilik yang tidak mengiritasi pada
kulit. Polietilenglikol dalam film coating
meningkatkan permeabilitas air dan memberikan
perlindungan terhadap pH rendah. (Excipient, 517-
518)
3. Talk
- Nama resmi : Talk
- Rumus Molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4
- Berat Molekul : 379
- Pemerian : serbuk sangat halus, putih hingga putih keabuan,
tidak berbau, tidak berasa, lembab agak berminyak,
dan berbentuk kristal

10
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan asam dan basa,
pelarut organik, dan air.
- Kegunaan : meminimalkan perlekatan yang terlalu kuat antara
coating tablet
- Inkompatibel :inkompatibel dengan komponen ammonium
kuarterner.
- Penyimpanan : talk merupakan material yang stabil dan dapat
disterilisasi dengan pemanasan 160ᵒC kurang dari 1
jam, juga disterilisasi dengan etilen oksida atau
irradiasi gamma. Talk harus disimpan dalam wadah
yang tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
(Excipient, 728-729)
Alasan Penggunaan : Talk digunakan sebagai lubrikan pada coating untuk
mencegah terjadinya perlekatan yang terlalu kuat
antara larutan coating dengan tablet dan sebagai
adsorben (Excipient, 728).

4. Titanium dioksida
- Nama resmi : Titanium dioksida
- Rumus Molekul : TiO2
- Berat Molekul : 79,88
- Pemerian : serbuk nonhigroskopis berwarna putih, amorf,
tidak berbau, dan tidak berasa.
- Kelarutan : praktis tidak larut dalam larutan asam sulfurat,
asam hidroklorida, asam nitrat, pelarut organik,
dan air. Larut dalam asam hidroflurat dan asam
sulfurat panas.
- Kegunaan : coating agent dan opaficiers

11
- Inkompatibel : titanium dioksida berinteraksi dengan zat aktif
tertentu seperti famotidin.
- Penyimpanan : titanium dioksida stabil secara ekstrim pada suhu
yang tinggi. Titanium dioksida harus disimpan
pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
dalam tempat dingin, dan kering.
(Excipient, 741-742)
Alasan Penggunaan : Titanium dioksida mempunyai indeks refraktif yang
tinggi sehingga mempunyai efek memancarkan
cahaya dengan pigmen putih dan mengkilapkan
suatu larutan sehingga akan membuat salut tampak
lebih cerah (Excipient, 741)

5. Besi Oksida Kuning (Yellow Ferri Oxide)


- Nama Resmi : Besi oksida kuning
- Rumus Molekul : Fe2O3.H2O
- Berat Molekul : 177,70
- Pemerian : Serbuk kuning
- Kelarutan : Larut dalam asam mineral; tidak larut dalam air
- Kegunaan : Pewarna pada larutan coating
- Inkompatibel : Dibatasi penggunaan dengan gelatine
- Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup di tempat
sejuk dan kering
(Excipient, 340)
Alasan penggunaan : Pertama, pewarna dapat digunakan untuk memberi
identitas pada produk sehingga memudahkan
identifikasi produk. Kedua, warna dapat
membantu meminimalkan kemungkinan
kesimpangsiuran selama pembuatan. Ketiga,

12
penambahan pewarna pada tablet untuk nilai
estetik atau nilai pemasarannya. Selain itu, besi
oksida kuning tidak bersifat mengiritasi dan tidak
beracun sehingga aman apabila dikonsumsi
(Excipient, 340).

6. Purified Water
- Nama resmi : Purified Water
- Rumus Molekul : H2O
- Berat Molekul : 18,02
- Pemerian : Bening dan tidak berwarna
- Kelarutan : Larut dengan pelarut polar
- Kegunaan : Pelarut untuk HPMC
- Konsentrasi : sampai 100%
- Inkompatibel : Logam alkali dan oksida seperti kalsium oksida
dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat.
- Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.
(Excipien, 766; European Pharmacopoeia, 2697)
Alasan penggunaan : untuk membantu mengembangkan HPMC dan
melarutkan endapan dari pembentuk coating film
lainnya. Selain itu, purified water sebagai pembawa
dan pelarut untuk produksi produk obat dan sediaan
farmasetik, tidak cocok digunakan untuk sediaan
parenteral (Excipient, 766).

13
III.3 Formulasi, metode dan pembuatan sediaan (perhitungan, penimbangan
sesuai jumlah sediaan yang akan dibuat, alasan pemilihan metode)
III.3.1 Formulasi
Berdasarkan analisis farmakologi dan data zat aktif maka akan dibuat pil
etinilestradiol dengan potensi 90 mg.
Nama Bahan Fungsi
Etinilestradiol Zat aktif
Drospirenone Zat aktif tambahan
Laktosa spray dried Pengisi
Cornstarch Pengisi
Povidon K25 Pengikat
Pengikat &
Starch 1500
disintegran
Magnesium stearat Pelincir (lubrikan)
Pembentuk film
Hidroksipropilmetil selulosa
Larutan coating
Polietilen glikol 6000 Plasticizer
Talk Coating agent
Titanium dioksida Coating agent
Pewarna larutan
Besi oksida kuning
coating
Pelarut untuk
larutan coating
Purified Water
(pengembangan
HPMC)
(HoPMF Vol.1, hal 530)
III.3.2 Metode dan pembuatan sediaan
a. Perhitungan
Diminta membuat 10.000 pil
Bobot per pil 90 mg
Zat aktif Etinilestradiol : 0,03 mg
Drospirenone : 3 mg

14
Formula: Fase Dalam (99,22%) : 99,22% x 90 mg = 89,3 mg
Etinilestradiol : 0,033% x 90 mg = 0,03 mg
Drospirenon : 3,33% x 90 mg = 2,997 mg
Laktosa spray dried : 82,74 % x 90 mg = 74,46 mg
Cornstarch : 5,55 % x 90 mg = 4,995 mg
Povidone K-25 : 2% x 90 mg = 1,8 mg
Starch 1.500 : 5,55% x 90 mg = 4,995 mg
Total Fase dalam = 89,277 mg
89,277 mg
Jumlah pil yang dicetak : x 10.000 pil
89,3 mg
: 9.997,4 pil setara dengan 9.997 pil
Maka fase luar yang ditambahkan (0,78%) :
Magnesium stearat : 0,78 % x 90 mg = 0,7 mg
Jadi, bobot per pil yang diinginkan : 89,3 mg + 0,7 mg = 90 mg
Untuk larutan coating yang ditambahkan, massa pil bertambah hingga 3
% = 90 mg + 3% x 90 mg
= 90 mg + 2,7 mg
= 92,7 mg
Jadi, bobot pil keseluruhan (cetak +coating) = 92,7 mg
Dalam pembuatan larutan coating dilebihkan penimbangan bahan yang
akan digunakan, untuk menghindari terjadinya susut pada saat proses
pengayakan dan coating.
Jumlah total larutan coating per pil = berat (HPMC+ PEG 6.000+ Talkum
+ Titanium dioksida + besi oksida kuning) = (2 mg + 0,4 mg + 0,3 mg +
0,6 mg + 0,2 mg) = 3,5 mg

15
b. Penimbangan
Jumlah
Jumlah
No Nama Bahan per 10.000 Fase
per tablet
tablet
1. Etinilestradiol 0,03 mg 0,3 g
2. Drospirenone 3 mg 30 g
3. Laktosa spray dried 74,46 mg 744,6 g
Dalam
4. Cornstarch 5 mg 50 g
5. Povidone K-25 1,8 mg 18 g
6. Starch 1.500 5 mg 50 g
7. Magnesium stearat 0,7 mg 7g Luar
8. Hidroksipropilmetilselulosa 2 mg 20 g
9. Polietilenglikol 6.000 0,4 mg 4g
10 Talkum 0,3 mg 3g
11. Titanium dioksida 0,6 mg 6g
12. Besi oksida kuning 0,2 mg 2g
11. Purified water - 30 L

c. Alasan pemilihan metode


Metode pembuatan pil (tablet dengan ukuran 65 mg- 300 mg) yang
digunakan adalah kempa langsung. Metode ini dipilih berdasarkan sifat dari
zat aktif dimana etinilestradiol memiliki alirannya baik, kompresibilitasnya
baik, bentuknya serbuk kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan
kohesifitas dalam massa pil. Selain itu, metode kempa langsung dipilih
karena lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit, proses lebih
singkat, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak
tahan lembab, serta waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak
melewati proses granul, tetapi langsung menjadi partikel (Lachman, 1994).

16
Cara / Prosedur pembuatan :
1). Disiapkan semua alat yang akan digunakan, alat dalam keadaan
bersih dan kering.
2). Ditimbang masing-masing bahan sesuai dengan jumlah penimbangan
yang tertera pada tabel diatas menggunakan timbangan yang telah
dikalibrasi.
3). Diayak lactose spray dried dengan ayakan 0,7 mm dan
ditampungkan dalam wadah stainless steel.
4). Diisi setengah dari jumlah lactose spray dried (50% dari bobot) ke
dalam tumbler pencampuran.
5). Diayak etinil estradiol, drosperinone, cornstarch, povidone K-25, dan
starch 1.500 melalui ayakan 0,5 mm dan ditampung dalam wadah
stainless steel dan dicampur.
6). Ditambah 5% (19 g) dari jumlah serbuk lactose spray dried ke dalam
wadah pencampuran langkah 5 dan dicampur.
7). Ditambahkan lagi 10% (38 g) dari jumlah serbuk lactose spray dried
ke dalam wadah pencampuran langkah 5 dan dicampur.
8). Ditambahkan lagi 15% (57 g) dari jumlah serbuk lactose spray dried
ke dalam wadah pencampuran langkah 5 dan dicampur.
9). Dipindahkan campuran dari langkah 8 ke dalam langkah 4 dengan
menggunakan tumbler.
10). Dipindahkan sisa lactose spray dried dalam wadah stainless steel ke
dalam tumbler.
11). Dicampur semua (lactose spray dried, etinilestradiol, drosperinon,
cornstarch, povidone K-25, dan starch 1.500) selama 20 menit di
dalam tumbler.
12). Diayak magnesium stearat dengan ayakan 0,25 mm dan ditambahkan
ke dalam tumbler kemudian dicampur selama 2 menit.

17
13). Dicetak massa pil (tablet) menjadi 90 mg tablet menggunakan punch
dengan ukuran 5,5 mm yang berbentuk bundar.
14). Diisi purified water ke dalam wadah stainless steel. Ditambahkan
hidroksipropil metilselulosa secara perlahan-lahan ke dalam vortex
sambil diaduk hingga larut.
15). Dihomogenkan selama 5 menit dan dijenuhkan atau dikembangkan
HPMC selama 3-4 jam.
16). Ditambahkan PEG 6.000, talk, titanium dioksida, dan besi oksida
kuning satu per satu sambil diaduk. Diaduk selama 10 menit dan
dihomogenkan selama 5 menit.
17). Diayak larutan coating melalui ayakan 180 mm.
18). Diisi pil inti yang telah dicetak ke dalam mesin coating pan dan
disemprotkan larutan coating yang telah dibuat hingga massa pil
bertambah hingga 3%.

III.4 In Process Control (IPC) dan pengawasan mutu obat jadi


III.4.1 In Process Control
Selama proses produksi berlangsung dilakukan pengawasan dalam proses
(In Process Control/IPC). Proses pengawasan untuk pil etinilestradiol dengan
metode kempa langsung dapat dilakukan uji LOD (Loss on drying). Uji LOD ini
dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 0,5 g dengan mengeringkan
granul dalam oven pada suhu 100-105ᵒC selama 3 jam sehingga menghasilkan
kadar air maksimum 1 % ( EP V, 2003).

III.4.2 Pengawasan Mutu Obat Jadi


a. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Pil (tablet) harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif
merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili

18
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan
indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif
merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut
dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif
lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet
(Lachman, 1994).
b. Uji kekerasan
Kekerasan pil (tablet) dan ketebalannya berhubungan dengan isi die
dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka
kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang.
Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet.
Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap
sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan.
Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini
diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan
tablet (Lachman, 1994).
c. Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan pil (tablet) ialah dengan
mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan
penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet
digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat
friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet
dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit
atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan
dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan
tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel,
1989).

19
d. Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika pil (tablet) diberikan peroral,
kecuali pil yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan
untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan
pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Pada pengujian waktu hancur, pil dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal
dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan
untuk menghancurkan keenam pil tidak lebih dari 15 menit untuk pil
tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk pil tablet
bersalut (Lachman, 1994).
e. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk
padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek
terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Lachman, 1994).
f. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat
aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang
tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada
masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak
layak untuk dikonsumsi (Lachman, 1994).

20
III.5 Pengemasan dan penyimpanan sediaan akhir (primer/sekunder) dan
alasannya
III.5.1 Pengemasan sediaan akhir
Pil dikemas pada kemasan primer berupa blister dengan setiap blister
dapat menampung 10 pil. Dalam 1 kemasan sekunder yang berupa kotak terdapat
1 blister x 21 pil, sehingga untuk 10.000 pil dikemas dalam 476 blister yang
dikemas dalam 476 kotak. Kemasan primer dipilih berupa blister adalah karena
untuk membedakan antara pil yang berisi etinilestradiol dan placebo yang tidak
mengandung etinilestradiol. Selain itu, kemasan blister juga dapat melindungi
masing-masing pil. Berikut desain kemasan primer :

Gambar 3.1 Blister tampak depan

Gambar 3.2 Blister tampak belakang


Untuk kemasan sekunder, dipilih kotak untuk melindungi kemasan primer
dari pengaruh luar. Berikut desain kemasan sekunder :

21
Gambar 3.3 Kemasan Sekunder

III.5.2 Penyimpanan sediaan akhir


Untuk cara penyimpanan tidak ada persyaratan penyimpanan khusus.
Pada kemasan blister simpan dalam paket asli. Jumlah besar simpan dalam
wadah aslinya. Simpan pada wadah yang tidak mengandung logam, tertutup rapat
dan terlindung dari cahaya (FI V, 2014). Proses penyimpanan ini dimaksudkan
untuk menjamin stabilitas sediaan selama proses penyimpanan hingga obat
tersebut dikonsumsi pasien, sehingga jika stabilitas sediaan sesuai maka efek
terapi tercapai. Namun jika pada proses penyimpanan tidak sesuai,
memungkinkan terjadinya sub terapi.

22
BAB IV
PENGUJIAN MUTU SERTA METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN

4.1 Struktur molekul dan dasar analisis zat aktif


a. Struktur molekul Etinilestradiol
Etinilestradiol merupakan senyawa derivatif dari 17-β estradiol. Gugus
fungsi yang terdapat dalam Etinilestradiol adalah gugus fenol-OH dan gugus
asetilen (CH≡CH). Jenis ikatan kimia yang terjadi adalah ikatan C-C (ikatan
kovalen, C-H (ikatan hidrogen), dan O-H (ikatan hidrogen). Struktur molekul
etinilestradiol yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.1 Struktur molekul etinilestradiol


b. Dasar analisis zat aktif (etinilestradiol)

Gambar 4.2 Spektrum UV etinilestradiol (Moffat, 2004)

23
Berdasarkan gambar spektrum UV di atas, menunjukkan panjang
gelombang maksimum etinilestradiol pada etanol sebesar 281 nm.

Gambar 4.3 Spektrum IR etinilestradiol (Clarke, 2004)


Berdasarkan gambar spektrum IR di atas, menunjukkan peak pada 1252,
1505, 1298, 1285, 1020, dan 1060 cm-1 etinilestradiol pada lempeng KBr (KBr
Disc).
Tabel 4.1 Interpretasi Gugus Fungsi
Gugus Panjang Gelombang (cm-1)
C-O stretch 1252, 1298, 1285
C-C stretch aromatic 1505
C-O stretch 1020 dan 1060

c. Struktur molekul Drospirenion


Drospirenon merupakan senyawa progesterone derivatif dari aldosteron
antagonis. Gugus fungsi yang terdapat dalam drospirenon adalah gugus
keton, dan benzen, . Jenis ikatan kimia yang terjadi adalah ikatan C-C (ikatan
kovalen, C-H (ikatan hidrogen), dan C=O (ikatan kovalen). Struktur molekul
drospirenon yaitu sebagai berikut:

24
Gambar 4.4 Struktur molekul Drospirenon
d. Dasar analisis zat aktif yang ditambahkan (Drospirenon)
Berdasarkan pustaka yang diperoleh dari Moffat et al., 2004,
dicantumkan bahwa panjang gelombang maksimum drospirenon sebesar 265
nm pada metanol.

4.2 Metode analisis yang diusulkan untuk pengujian mutu bahan baku (zat
aktif dan eksipien), bahan ruahan, dan obat jadi serta masalah yang
mungkin terjadi dalam metode analisis
4.2.1 Metode analisis bahan baku (zat aktif dan eksipien)
4.2.1.1 Zat aktif (Etinilestradiol)
a. Spektrofotometri IR
b. Spektrofotometri UV
c. Penetapan Kadar dengan kromatografi cair kinerja tinggi
d. Analisis dengan HPLC (KCKT)
4.2.1.2 Zat aktif tambahan (Drospirenon)
a. Analisis dengan PDA
b. Analisis dengan HPLC
4.2.1.3 Eksipien
a. Identifikasi bahan
4.2.2 Metode analisis bahan ruahan

25
a. Kompresibilitas
b. Kandungan lembab
c. Kecepatan aliran
d. Sudut diam
e. Distribusi ukuran granul
4.2.3 Metode analisis bahan jadi
a. Keseragaman bobot
b. Keseragaman ukuran
c. Kekerasan
d. Keseragaman kadar
e. Kerapuhan
f. Waktu hancur
g. Disolusi
4.2.4 Masalah yang mungkin terjadi selama metode analisis
1. Terjadinya gangguan pada analisis dengan HPLC berupa gangguan
sistem garis dasar dan gangguan bentuk puncak. Gangguan sistem garis
dasar (baseline) yang mungkin timbul antara lain : noise (derau), drift
(melayang), spiking (berpaku), wander (menyimpang) dan shift
(bergeser). Sedangkan gangguan bentuk puncak (peak shape) yang
mungkin timbul yaitu :Puncak lebih kecil dari yang diharapkan, tailing
(puncak), fronting (puncak mengandung), Puncak berubah bentuk (cigar
top, round top, flat top), puncak membelah (split), dan puncak negatif.
2. Mesin untuk analisis zat aktif, bahan ruahan, dan bahan jadi mengalami
kerusakan atau listrik padam menyebabkan proses analisis terhambat.
3. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah keseragaman isi pil
yaitu tidak seragamnya distribusi bahan obat pada pencampuran bubuk
atau granulasi, pemisahan dari campuran bubuk atau selama berbagai
proses pembuatan, dan penyimpangan berat pil (Lachman, dkk., 1994).

26
4.3 Prosedur analisis bahan baku, bahan ruahan, dan obat jadi
4.3.1 Prosedur analisis bahan baku (zat aktif dan eksipien)
1. Zat aktif (Etinilestradiol) (FI V, 2014)
Baku pembanding Etinil Estradiol BPFI; lakukan pengeringan
dalam hampa udara di atas silika gel P selama 4 jam sebelum
digunakan.
a. Identifikasi dengan Spektrum UV
Spektrum serapan ultraviolet larutan dalam etanol P (1 dalam
20.000) menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang
gelombang yang sama seperti pada larutan Etinil Estradiol BPFI; daya
serap masing-masing dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 281 nm
berbeda tidak lebih dari 3,0%.
b. Identifikasi dengan Spektrum IR
Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan
didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukkan maksimum
hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada pada Etinil
Estradiol BPFI.
c. Penetapan Kadar
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang
25 μl) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur
respons puncak utama.Waktu retensi relatif etilparaben dan etinil
estradiol berturut-turut adalah lebih kurang 0,6 dan 1,0. Hitung jumlah
dalam mg etinil estradiol, C20H24O2, dengan rumus:
Ru
125 C ( )
Rs
C adalah kadar Etinil Estradiol BPFI dalam mg per ml Larutan
baku; RU dan RS berturut-turut adalah perbandingan respons puncak
etinil estradiol dan etilparaben dalam Larutan uji dan Larutan baku.

27
d. Analisis dengan HPLC (USP 32, 2008)
a) Prosedur
Fase gerak : asetonitril dan air (1:1)
Larutan internal standar: 0,5 mg/mL etilparaben dalam fase gerak
Larutan standar: pindahkan 10 mg USP Etinilestradiol RS ke
dalam labu volumetrik 50 mL dan tambahkan 10 mL fase gerak.
Tambahkan 5 mL larutan internal standar, dan dilarutkan dengan
fase gerak ke dalam labu.
Larutan sampel: Pindahkan 25 mg Etinilestradiol ke dalam 25 mL
labu volumetric dan tambahkan fase gerak. Pindahkan 10 mL
larutan ini ke dalam 50 mL labu volumetri, tambahkan 5 mL ke
dalam larutan internal standar, dan larutkan dengan fase gerak ke
dalam labu
b) Sistem Kromatografi
Mode: LC
Detektor: UV 280 nm
Kolom: 4,6 mm x 15 cm; kemasan L1
Laju alir: 1 mL/menit
Ukuran injeksi: 25 μL
Kesesuaian sistem
Sampel: Larutan standar
Waktu retensi relatif untuk etilparaben dan etinil estradiol
masing-masing sekitar 0,6-1,0.
Kesesuaian kebutuhan
Resolusi: NLT 4,5 antara peak analit dan internal standar
Standar deviasi relatif: NMT 2,0%
c) Analisis
Sampel: larutan standar dan larutan sampel
Hitung persentase C20H24O2 diperoleh dengan rumus:

28
Hasil = (Ru/Rs) x (Cs/Cu) x 100
Ru = ratio respon peak dari larutan sampel
Rs = ratio respon peak dari larutan standar
Cs = konsentrasi USP etinil estradiol RS dalam larutan standar
Cu = Konsentrasi etinil estradiol dalam larutan sampel
Kriteria penerimaan: 97-102 %
2. Zat aktif tambahan (Drospirenon)
a. Analisis dengan PDA (Photo Diode Array)
Panjang gelombang dibutuhkan untuk menentukan respon
maksimum detektor. Langkah pertama dirunning spektrum UV-
Vis (dari 190-400 nm) menggunakan sistem HPLC yang
dilengkapi dengan PDA. Dari spektrum, terlihat bahwa
drospirenone mengabsorbsi cahaya maksimum antara 220 nm -
260 nm. Dipilih panjang gelombang maksimum 252 nm karena
menghasilkan sedikit noise yang meminimalkan masalah yang
menunjukkan kandungan drosperinon (Ratna et al., 2011)
b. Analisis dengan HPLC (USP 32, 2008)
1) Prosedur
Larutan A: Air
Larutan B: Asetonitril
Diluent : Asetonitril dan air (1:1)
Larutan standar : 2 mg/mL USP Drospirenon RS dalam
diluent
Larutan sampel : 2 mg/mL Drospirenon dalam diluents
Fase Gerak:
Time (min) Larutan A (%) Larutan B (%)
0 64 36
28,5 64 36

29
45 10 90
45,5 0 100
52 0 100
53 64 36
80 64 36
2) Sistem Kromatografi
Mode: LC
Detektor : UV 245 nm
Kolom : 4,0 mm x 25 cm; 5 mikron kemasan L1
Temperatur kolom: 30ᵒ
Laju alir : 1,5 mL/min
Ukuran injeksi : 10μL
3) Kesesuaian sistem
Sampel: Larutan standar dan diluents
4) Kesesuaian kebutuhan
Efisiensi kolom: NLT 7000 theoritical plates, larutan standar
Tailing factor: NMT 2,5, larutan standar
Standar deviasi relatif: NMT 1,0 %, larutan standar
Blanko: tidak ada peak dengan ratio signal to noise lebih
besar dari 10 harus ada di kromatogram diluents antara 5 dan
45 menit.
5) Analisis
Sampel: Larutan standar dan larutan sampel
Hitung persentase C24H30O3 pada bagian Drospirenon dengan
rumus
Hasil = (ru/rs) x (Cs/Cu) x 10
Kriteria penerimaan: NLT 98,0 %-NMT 102,0%

30
3. Eksipien
a) Laktosa anhidrat (FI V, 2014)
Identifikasi
Sampel: Larutan dalam air
- Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan
didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukkan maksimum
hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Laktosa
Anhidrat BPFI.
- Lakukan Uji identifikasi B seperti yang tertera pada Laktosa
Monohidrat, kecuali gunakan Laktosa Anhidrat BPFI untuk
menggantikan Laktosa Monohidrat BPFI dalam Larutan baku A
dan B dan gunakan laktosa anhidrat untuk Larutan uji.
- Lakukan uji Identifikasi C seperti tertera pada Laktosa
Monohidrat.
b) Magnesium Stearat (FI V, 2014)
Identifikasi
- Campur 25 g zat dengan 200 ml air panas, tambahkan 60 ml asam
sulfat 2 N, panaskan sambil sering diaduk hingga asam lemak
terpisah sempurna sebagai suatu lapisan jernih. Pisahkan lapisan
air, dan simpan untuk Identifikasi B. Cuci lapisan asam lemak
dengan air mendidih hingga bebas sulfat, kumpulkan dalam gelas
piala kecil, hangatkan di atas tangas uap hingga air memisah dan
asam lemak menjadi jernih. Biarkan dingin, dan buang lapisan air.
Kemudian lelehkan asam lemak. Saring panas-panas ke dalam
gelas piala kering, dan keringkan pada suhu 100º selama 20 menit,
suhu beku padatan asam lemak tidak kurang dari 54o.
- Lapisan air yang diperoleh dari pemisahan asam lemak pada
Identifikasi A menunjukkan reaksi Magnesium cara A seperti yang
tertera pada Uji Identifikasi Umum.

31
c) Pati/starch (FI V, 2014)
Identifikasi :
- Panaskan sampai mendidih selama 1 menit suspense 1g dalam 50
ml air, dinginkan, terbentuk larutan kanji cair yang encer.
- Campur 1 ml larutan kanji yang di diperoleh pada identifikasi
sebelumnya dengan 0,05ml iodum 0,005 M, terjadi warna biru tua
yang hilang pada pemanasan dan timbul kembali karena
pendinginan.
d) Talk (FI V, 2014)
Identifikasi :
- Campur lebih kurang 200 mg natrium karbonat anhidrat P dengan 2
gram kalium karbonat anhidrat dan lebur dalam krus platina. Setelah
melebur tambahkan 100 mg zat uji dan teruskan pemanasan sampai
melebur sempurna. Dinginkan dan pindahkan campuran tersebut
kedalam gelas piala atau cawan dengan pertolongtan kurang lebih 50
ml air panas. Tambahkan asam klorida P ke dalam larutan hingga tak
terbentuk gas lagi, kemudian tambahkan lagi 10 ml asam dan uapkan
campuran diatas tangas uap sampai kering, dinginkan dan
tambahkan 20 ml air, didihkan dan saring, sisa yang tidak larut
adalah silica, larutkan dengan filtrate lebih kurang 2 g ammonium
klorida P dan 5 ml ammonium hidroksida 6 N. Saring bila perlu,
dan pada filtrate tambahkan natrium fosfat dibasa LP, terbentuk
endapan hablur putih magnesium ammonium fosfat.
e) Polietilen Glikol (FI V, 2014)
Identifikasi :
- Batas etilen glikol dan dietilen glikol tidak lebih dari 0,25 % dari
jumlah etilen glikol dan dietilen glikol.

32
- Larutan baku buat larutan dalam air yang mengandung 500
mikrogram etilen glikol P dan 500 mikrogram dietilen glikol
- Larutan uji timbang seksama lebih kurang 4 g masukan kedalam
labu terukur 10 ml, larutkan dan encerkan dengan air hingga
volume campur.
- Sistem kromatografi lakukan seperti yang tertera pada uji
kromatografi, kromatograf gas di lengkapi dengan kolom baja
nyang tahan karat 1,5 m x 3 mm yang berisi 12 % bahan pengisi
G13 dan S1NS, pertahankan suhu injektor dan kolom masing-
masing pada suhu 260 derajat celcius dan 165 derajat celcius,
gunakan nitrogen P atau gas inert lainnya yang sesuai sebagai gas
pembawa.
- Prosedur suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih
kurang 2 mikrogram) larutan baku ke dalam kromatograf yang
dilengkapi dengan ionisasi nyala, rekam kromatogram, sesuaikan
kondisi percobaan hingga diperoleh puncak dengan tinggi tidak
kurang dari 10 cm, ukur tinggi puncak pertama (etilen glikol) dan
kedua (dietilen glikol). Nyatakan harga sebagai p1 dan p2 suntikan
2 mikroliter larutan kedalam kromatograf, rekam kromatogram
pada kondisi yang sama seperti pada larutan baku,ukur tinggi
puncak pertama dan kedua dan nyatakan harga tersebut sebagai p1
dan p2, hitung presentase etilen glikol dengan rumus :
C1.P1
P1. W
C1 adalah kadar etilen glikol dalam microgram per ml larutan
baku, W adalah berat polietilen glikol yang digunakan dalam mg,
hitung presentase dietilen glikol dengan rumus :

33
C2.P2
P2. W
C2 adalah kadar dietilen glikol dalam microgram per ml
larutan baku

f) Purified water (FI V, 2014)


Identifikasi :
- Klorida : pada 100 ml ditambahakan 5 tetes asam nitrat P dan 1 ml
perak nitrat LP : tidak terjadi opalensi
- Sulfat : pada 100 ml tambahkan 1 ml barium klorida LP tidak
terjadi kekeruhan
- Amonia : tidak lebih dari 0,3 bpj, lakukan penetapan dengan
menambahkan 2 ml kalium raksa (II) iodide alkalis P pada 100 ml
segera terbentuk warna kuning yang tidak lebih gelap dari air
dengan kemurnian tinggi seperti tertera pada pereaksi dalam wadah
yang ditambahkan 30 mikrogram NH3
- Kalsium : pada 100 ml tambahkan 2 ml ammonium oksalat P, tidak
terjadi kekeruhan
- Karbon dioksida : pada 25 ml tambahkan 25 ml kalsium hidroksida
LP, campuran tetap jernih
- Logam Berat pada 40 ml air murni atur pH antara 3 dan 4 dengan
penambahan asam asetat 1 N (gunakan kertas indikator dengan
rentang pH pendek) dan diamkan selama 10 menit : jika diamati
dengan arah tegak lurus dengan dasar putih, warna cairan tidak
lebih tua dari warna campuran 50 ml air murni dengan asam asetat
1N dalam jumlah yang sama.

34
g) Hidroksipropil metilselulosa (EP V, 2003)
Pembuatan larutan
Ketika diaduk, jumlah zat diuji ekuivalen 1 g pada zat kering ke dalam 50
g karbon dioksida bebas air dipanaskan 90ᵒC. Dibiarkan dingin, diatur
massa larutan 100 g dengan karbon dioksida bebas air dan aduk sampai
larut.
Identifikasi:
- Panaskan 10 mL larutan dalam water bath sambil diaduk. Pada suhu di
atas 50ᵒC larutan menjadi keruh atau pengendapan terbentuk. Larutan
menjadi jernih kembali pada pendinginan.
- Untuk 10 mL larutan ditambahkan 0,3 mL larutan asam asetat dan 2,5
mL pada larutan asam tanat 100 g/L. Endapan kuning-putih terbentuk
ketika dilarutkan dalam ammonia pelarut.
h) Titanium dioksida (EP V, 2003)
Pembuatan larutan
Campur 0,5 g dengan 5 g sodium sulfat anhidrat dalam 300 mL labu
leher panjang. Ditambahkan 10 mL air dan campurkan. Tambahkan 10
mL asam sulfurat dan dididihkan hingga larutan jernih diperoleh. Pada
saat dingin, tambahkan secara perlahan campuran dingin 30 mL air dan
10 mL asam sulfurat, dinginkan kembali dan dilarutkan dengan air 100
mL.
Identifikasi:
- Ketika dipanaskan, menjadi kuning pucat, warna muncul pada
pendinginan.
- Untuk 5 mL larutan, tambahkan 0,1 mL larutan hidrogen peroksida
hingga muncul warna jingga-kemerahan.
- Untuk 5 mL larutan dan 0,5 g zinc dalam granul. Setelah 45 menit,
campuran mempunyai warna ungu-kebiruan.

35
i) Povidon (EP V, 2003)
Pembuatan larutan
Dilarutkan 2,5 g dalam karbon dioksida bebas air dan dilarutkan dalam
25 mL dengan pelarut yang sama. Tambahkan zat untuk diuji ke dalam
air dengan porsi yang kecil dengan pengadukan magnetik.
Identifikasi:
- Spektrum IR
Sediaan: keringkan zat aktif sebelumnya pada suhu 105ᵒC selama 6
jam. Direkam spektrum menggunakan 4 mg zat aktif. Data
dibandingkan dengan povidon CRS.
- Untuk 0,4 mL larutan ditambahkan 10 mL air, 5 mL asam
hidroklorida pelarut dan 2 mL larutan kalium dikromat. Endapan
jingga-kuning dibentuk.
- Untuk 1 mL larutan ditambahkan 0,2 mL larutan
dimetilaminobenzaldehid dan 0,1 mL asam sulfurat hingga warna
merah muda terbentuk.
- Untuk 0,1 mL larutan ditambahkan 5 mL air dan 0,2 mL 0,05 M iodin
hingga warna merah terbentuk.

ii. Prosedur analisis bahan ruahan


a. Kompresibilitas
Ditimbang seksama 29,5 g granul dimasukkan ke dalam gelas ukur
dari alat Jolting Volumeter dengan volume awal 50 mL. dihitung 100
ketukan, lakukan berulang dan dicatat volume konstan (tidak bergerak
lagi). Jika pemampatan kurang dari 20% keteraturan fabrikan akan
tercapai (Lachman, 1994).

36
b. Kandungan lembab
Ditimbang granul sebanyak 5 g di atas nampan logam (aluminium).
Dinyalakan alat, cek suhu pada 70ºC. Penetapan kandungan lembab
dapat diatur skalanya pada alat (% hilang). Penetapan dihentikan
setelah dicapai angka kadar air yang diharapkan (2 – 5 %) (Lachman,
1994)
c. Kecepatan aliran
Pengujian menggunakan corong kaca. Untuk 100 g granul waktu
alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik (Lachman, 1994).
d. Sudut diam
Ditimbang bahan 100 gram, masukkan secara perlahan-lahan lewat
lubang bagian atas, sementara bagian bawah ditutup. Dibuka
penutupnya dan biarkan bahan keluar.Diukur tinggi dan diameter
kerucut yang terbentuk.Hitung sudut diam bahan yang dievaluasi
dengan rumus tan α = h/D (jari-jari kerucut) (Lachman,1994).
e. Distribusi ukuran granul
Ditimbang 100 gram granul, diletakkan granul pada pengayak paling
besar (mesh 20) sampai terkecil (mesh 100) Kemudian getarkan mesin
5-30 menit, tergantung dari ketahanan granul pada getaran. Ditimbang
granul yang tertahan pada tiap-tiap pengayak. Hitung % distribusi
granul pada setiap pengayak (Lachman, 1994).

iii. Prosedur analisis bahan jadi


a. Keseragaman bobot
Ditimbang 20 pil (tablet) yang diambil secara acak satu per satu.
Dihitung berat rata-rata tablet. Dibandingkan berat tiap tablet dengan
berat rata-rata ( FI III, hal.7) Tablet memenuhi syarat USP bila tidak
lebih dari 2 tablet yang beratnya di luar batasan persentase, serta tidak
satu pun tablet yang beratnya lebih dari 2 kali batasan persentase yang

37
diizinkan. Toleransi penyimpangan berat untuk tablet yang tidak
disalut berbeda-beda, tergantung pada berat rata-rata tablet.
b. Keseragaman ukuran pil (tablet)
Tablet diukur diameternya dalam keadaan horizontal dengan jangka
sorong.Tablet diukur tebalnya dalam keadaan vertikal dengan jangka
sorong. Persyaratan  : Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak
lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (FI III, hal 6)
c. Kekerasan pil (tablet)
Mengambil 10 pil (tablet) untuk diuji. Pertama, alat/besi penahan
dibersihkan dengan kuas. Kemudian, tablet diletakkan tepat di tengah
besi penahan dan alat dijalankan sehingga besi penahan menekan
tablet. Kekerasan tablet dapat dilihat pada skala yang muncul di
monitor. Persyaratan 4-8 kPa (Pharmaceutical Dosage Form Tablet,
Vol. 2, p. 244)
d. Keseragaman kadar
Dengan menggunakan HPLC (FI V, 2014).
e. Kerapuhan
Diambil 10 pil (tablet), dibersihkan satu per satu dengan bantuan kuas,
kemudian ditimbang semua tablet dan hasil penimbangan (W1) dicatat.
Diputar sekrup pada bagian wadah tablet ke arah kiri dan lepaskan
wadah tablet. Dibuka tutup wadah dan masukkan 10 tablet yang telah
ditimbang, kemudian tutup wadah. Dipasang wadah tablet ke arah
pemutar, pasang sekrup kemudian putar ke arah kanan hingga
kencang. Diputar penunjuk kecepatan ke arah kanan sampai skala
penunjuk menunjukkan skala 4 (alat sudah disetting untuk berputar
dengan kecepatan 25 rpm, sehingga untuk menghasilkan total putaran
100 rpm maka alat diputar selama 4 menit). Ditunggu sampai alat
berhenti berputar, putar sekrup ke arah kiri dan lepaskan wadah dan
alat pemutar. Dibuka tutup wadah tablet kemudian keluarkan tablet

38
dari wadah dan bersihkan tablet dari serpihan dengan bantuan kuas.
Ditimbang 10 tablet tersebut dan catat hasil penimbangan (W2).
W 1−W 2
Kerapuhan tablet =  x 100%, kerapuhan tablet harus < 1% 
W1
(USP 32, 2008)
f. Waktu hancur
Memasukkan 1 pil (tablet) pada masing-masing 6 tabung dari
keranjang. Memasukkan satu cakram pada setiap tabung dan
menjalankan alat. Digunakan air bersuhu 37˚ ± 2˚C sebagai media
dengan volume 900 mL (kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain
dalam masing-masing monografi).Pada akhir batas waktu seperti yang
tertera pada monografi, keranjang diangkat dari media dan tabletnya
diobservasi : semua tablet harus sudah terdisintegrasi sempurna, jika 1
atau 2 tablet tidak terdisintegrasi secara sempurna, pengujian diulangi
dengan menggunakan 12 tablet lainnya : tidak kurang 16 tablet dari 18
tablet yang diuji harus terdisintegrasi sempurna (FI V,2014).
g. Disolusi
Dimasukkan sejumlah volume media disolusi yang tertera pada
masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media
disolusi hingga suhu 370C +/- 0,50C dan angkat thermometer.
Dimasukkan 1 tablet ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari
permukaan sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju
kecepatan seperti yang tertera dalam monografi (FI IV, monografi
1231).

4.4 Pengujian stabilitas obat jadi


Uji stabilitas yang dilakukan pada obat jadi disesuaikan dengan zona iklim dan
persyaratan yang berlaku di masing-masing Negara. Indonesia dan ASEAN termasuk
zona iklim ke IV (panas dan lembab). Adapun tujuan dilakukannya pengujian

39
stabilitas obat adalah untuk menentukan masa edar, yakni waktu penyimpanan dalam
kondisi tertentu dimana produk obat tersebut masih memenuhi spesfikasi yang telah
ditetapkan.
Pengujian stabilitas merupakan suatu rangkaian pengujian untuk memperoleh
kepastian mengenai stabilitas suatu produk obat, yakni kemampuan untuk
mempertahankan spesifikasi apabila dikemas dalam kemasan tertentu serta disimpan
dalam kondisi tertentu selama waktu yang telah ditetapkan.

Tabel 4.3 Tipe Studi Stabilitas (Asean, 2005)

Kondisi Frekuensi Jumlah


Jenis Uji
penyimpanan Pengujian Batch

Jangka 30˚C + 2˚C / 75%RH 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24 Minimal 3


panjang /Real + 5% RH bulan dan setiap
Time tahun untuk
mengetahui shelf-life

Dipercepat 40˚C + 2˚C / 75%RH 0, 3, 6 bulan Minimal 3


+ 5% RH

40
BAB V
REGULASI DAN PERUNDANG-UNDAGAN

5.1 Registrasi Obat Jadi


Registrasi obat jadi dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
a. Obat baru, untuk obat dengan zat berkhasiat baru, indikasi baru dan bentuk
sediaan atau cara pemberian baru
b. Produk biologi
c. Obat copy, yaitu obat yang berkhasiat sama dengan obat yang sudah terdaftar
prosedur pendaftaran obat jadi (registrasi obat) dibagi menjadi dua tahapan,
yaitu:
1. Pra registrasi
Untuk pertimbangan jalur evaluasi dan kelengkapan dokeumen registrasi:
 Obat baru (jalur I: 100 HK, jalur II: 150 HK, jalur III: 300 HK)
 Obat copy (jalur I: 100 HK, jalur II: 80 HK atau 150 HK)
Konsultasi kelengkapan dan persyaratan dokumentasi registrasi.
2. Registrasi
Penyerahan dokumen registrasi dengan persyaratan sebagai berikut:
 Mengisi form permintaan disket sesuai hasil pra registrasi atau surat
permohonan
 Membayar biaya evaluasi
 Mengisi disket
 Menyerahkan berkas lengkap sesuai tujuan registrasi
Pihak yang mengajukan pendaftaran obat jadi diantaranya:
a. Industri farmasi, untuk obat jadi lokal dan kontrak, obat jadi lisensi, dan obat
jadi impor
b. Pedagang Besar farmasi (PBF) untuk obat jadi impor
Data administrasi yang dibutuhkan untuk administrasi pendaftaran obat:
a. Produksi dalam negeri

41
 Fotokopi izin industri farmasi
 Fotokopi sertifikat CPOB
b. Kontrak
 Fotokopi izin industri farmasi pendaftar dan penerima kontrak
 Fotokopi perjanjian kontrak
 Fotokopi sertifikat CPOB penerima kontrak dan pendaftar
c. Lisensi
 Persyaratan sama dengan produksi dalam negeri
 Perjanjian lisensi
d. Impor
 Fotokopi izin industri farmasi atau Pedagang Besar Farmasi
 Surat penunjukkan dari pemilik produk di luar negeri
 Certificate of Pharmaceutical Product atau Free Sale Certificate (asli) dari
negara produsen
 Site master file (untuk produsen yang produknya belum mempunyai izin edar
di Indonesia atau kondisi tertentu)

5.2 Penandaan Sesuai Undang-Undang


a. Berdasarkan SK Menkes RI No. 663/Ph/62/b tanggal 25 juni 1962
Semua obat yang pada bungkus luar oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
b. Berdasarkan SK MenKes RI No. 6171/A/SK/73
Bahan obat serta sediaan-sediaan yang mengandung obat tersebut yang
tercantum dalam daftar di bawah ini sebagai obat keras dalam arti pasal 1
ayat (1) sub I juncto pasal 2 ayat (2) Undang-undang Obat Keras (St.1949
No. 419) sebagai tambahan Daftar Obat Keras No. 1 dan No. 2

42
Daftar obat keras, yang padanya berlaku peraturan tentang obat obat keras dan
juga ketentuan penandaan pada kemasan, serta nomer registrasi :
a. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI nomor 193/kab/VII/71 tanggal 21
Agustus 1971 tentang “ Peraturan Pembungkusan dan Penandaan Obat”
b. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VII/86 tentang “
Tanda Khusus Obat Keras Daftar G”
c. Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal POM nomor 4266/AA/11/86
tentang “ Tanda Khusus Obat Keras Daftar G”
Oleh karena itu pada Pil Etinil Estradiol berlaku penandaan sebagai berikut:

diameter lingkaran luar minimal 1 cm


tebal huruf ‘K’ minimal 1 mm

Latar belakang merah


Tebal garis lingkaran luar minimal 1 mm berwarna hitam

Serta tanda peringatan khusus sesuai dengan KepMenKes No.


197/A/SK/77 pada etiket dan bungkus luar obat, seperti berikut:

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor


HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, informasi
minimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan adalah:
a. Bungkus luar:
- Nama obat
- Bentuk sediaan
- Besar kemasan

43
- Komposisi obat
- Nama dan alamat industri pendaftar
- Nama dan alamat industri atau PBF (importir) dan produsen obat impor
- Nama dan alamat industri pendaftar dan pemberi lisensi
- Nomor izin edar
- Nomor bets
- Tanggal produksi
- Batas kadaluarsa
- Indikasi (dapat merujuk pada brosur)
- Kontraindikasi (dapat merujuk pada brosur)
- Efek samping
- Interaksi obat
- Peringatan atau perhatian khusus
- Cara penyimpanan
- Informasi khusus
- Harus dengan resep dokter
- Lingkaran tanda khusus obat keras

b. Label:
- Nama obat
- Komposisi obat
- Nama industri pendaftar
- Nama industri atau PBF pendaftar (importir) dan produsen obat impor
- Nama obat kontrak)
- Nama industri pendaftar dan pembeli lisensi
- Nomor izin edar
- Nomor bets
- Indikasi
- Kontraindikasi

44
- Aturan pakai
- Batas kadaluarsa
Nomor registrasi
Nomor registrasi sediaan pil etinilestradiol adalah DKL 15 15505616 A1
Keterangan:
D : Obat dengan nama dagang
K : Golongan obat keras
L : Produksi dalam negeri (lokal)
15 : Tahun pendaftaran obat jadi (2015)
155 : Nomor urut pabrik di Indonesia
056 : Nomor urut obat jadi yang disetujui oleh pabrik
16 : Bentuk sediaan obat jadi (pil)
A : Kekuatan obat jadi
1 : Kemasan untuk obat jadi tersebut

Sediaan pil etinilestradiol dibuat oleh pabrik PT. Viri Pharma yang telah
memenuhi persyaratan CPOB dan memiliki nomor bets: 06150306
Keterangan:
06 : Bulan produksi
15 : Tahun produksi
03 : Kode bentuk sediaan oral
06 : Nomor urut pembuatan

5.3 Distribusi Obat Jadi


Keputusan Kepala BPOM No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Distribusi Obat Yang Baik, menyatakan bahwa ada beberapa aspek
yang mempengaruhi cara distribusi obat yang baik, diantaranya:
a. Manajemen Mutu
b. Organisasi, Manajemen, dan Personalia

45
c. Bangunan dan Peralatan
d. Operasional
e. Inspeksi Diri
f. Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan
Kembali
g. Transportasi
h. Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak
i. Dokumentasi
Sarana distribusi obat jadi:
a. Pedagang Besar Farmasi
Permenkes no 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan KepMenKes 1191/MenKes/SK.IX/2002
b. Apotek
PP No 26 tahun 1965 sebagaimana telah diubah dengan PP No 25 tahun 1980
Kemudian diubah menjadi Permenkes No 922/MenKes/Per/X/1993 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek sebagaimana telah diubah
dengan KepMenKes 1332/MenKes/SK/X/2002
Karena pil etinilestradiol adalah sediaan golongan obat keras, maka distribusi
obat sampai ke konsumen hanya dapat melalui apotek dan rumah sakit, tidak
boleh melalui toko obat.

46
BAB VI
PELAYANAN INFORMASI OBAT

6.1 Informasi Obat


Informasi yang dapat diberikan kepada pengguna pil etinilestradiol yaitu:
1. Penggunaan pil akan merubah pola haid terutama 2 atau 3 bulan pertama.
Pada umumnya perubahan pola haid ini hanya bersifat sementara dan tidak
mengganggu kesehatan.
2. Penggunaan pil akan menimbulkan efek samping seperti mual, pusing,
ataupun nyeri payudara.
3. Efektifitas penggunaan pil akan berkurang, bila pasien mengkonsumsi obat-
obatan tuberkulosis ataupun epilepsi.
4. Bila beberapa bulan mengalami haid teratur kemudian terlambat haid,
kemungkinan terjadi kehamilan.
5. Bila mengeluh perdarahan bercak disertai nyeri hebat pada perut,
kemungkinan terjadi kehamilan ektopik.
6. Masalah penglihatan kabur, nyeri kepala hebat, kemungkinan terjadi
hipertensi atau masalah vaskuler.
7. Segera ke pelayanan kesehatan apabila menjumpai masalah-masalah di atas.

47
6.2 Brosur Obat

FRESIA® PIL
Etinil Estradiol 90 mg

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Komposisi:
Setiap 90 mg mengandung Etinil Estradiol 0,03 mg dan Drosprinon 3 mg

Efek farmakologi:
Fresia® mengandung etinil estradiol yang merupakan golongan obat hormon.
Etinil Estradiol adalah turunan estradiol. Terapi obat hormon ini ditujukan
sebagai pencegahan terhadap kehamilan.

Mekanisme kerja:
Kombinasi kontrasepsi oral terutama bekerja melalui mekanisme penekanan
gonadotropin disebabkan karena aktivitas estrogenik dan progestasional dari
komponen yang dikandungnya. Cara kerja yang utama ialah menghambat
ovulasi, tetapi perubahan dari saluran genital, termasuk dalam perubahan
mukosa serviks (yang lebih mempersulit penetrasi sperma), dapat turut ambil
bagian dalam aktivitas kontraseptik.

Indikasi:
Obat kontrasepsi oral sesuai dan tepat untuk wanita yang masih ingin
mempunyai anak, tapi menunda kehamilan selama satu sampai lima tahun.
Selain itu wanita dengan masalah haid, seperti haid tidak teratur atau
kejang-kejang pada waktu haid, sering kali masalahnya teratasi selama dan
sesudah menggunakan obat kontrasepsi oral.

Aturan pakai:
Satu tablet pil sehari untuk 21 hari berturut-turut dalam urutan yang tepat
seperti diuraikan di atas. Tablet-tablet diminum terus menerus tanpa
dihentikan.
Segera setelah satu kemasan habis, mulailah dengan kemasan yang baru dan
diminum seperti diuraikan di atas. Dianjurkan tablet diminum setiap hari pada
waktu yang sama, sebaiknya setelah makan atau pada waktu mau tidur. Bila
pemakai merasa mual, sebaiknya tablet diminum dengan susu.

48
Kontraindikasi:
Kontraseptiva oral tidak boleh digunakan untuk wanita dengan keluhan-
keluhan di bawah ini: 1. Thrombophlebitis atau kelainan thromboembolik. 2.
Penyakit pembuluh darah ceberal atau pembuluh darah koroner. 3. Kelainan
fungsi hati yang nyata. 4. Diketahui atau diduga adanya kanker buah dada atau
alat-alat genital. 5. Diketahui atau diduga adanya neoplasia yang tergantung
pada estrogen. 6. Perdarahan genital abnormal yang tak terdiagnosa. 7.
Diketahui atau diduga adanya kehamilan. 8. Riwayat masa lalu dari kelainan
pembuluh darah dalam thrombophlebitis atau kelainan thromboembolik..

Efek samping:
Efek samping yang ringan termasuk asma, sakit kepala, mual, perubahan berat
badan ringan, melunaknya buah dada, perubahan aliran haid, perubahan
libido, sedikit perdarahan intermenstruasi yang sementara dan jiwa tertekan.
Dalam semua kasus ini pemakai harus melanjutkan penggunaan obat dan ada
kemungkinan efek samping akan hilang. Bila efek samping berlanjut atau
sangat mengganggu, pasien harus menghubungi dokter atau petugas kesehatan
yang ditunjuk.

Interaksi obat:
Penurunan khasiat dan meningkatnya kejadian perdarahan telah dihubungkan
dengan penggunaan serentak dengan rifampisin. Hubungan serupa telah
dianjurkan dengan barbiturat, fenilbutazon, fenitoin natrium dan ampisilin.
Interaksi antara estrogen dan antidepresan trisiklik menghasilkan tanda-tanda
keracunan pada wanita

Simpan pada suhu ruangan (25 sampai 30 derajat Celsius), sejuk dan kering.
Jauhkan dari jangkauan anak-anak..

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


No Reg DKL14 15505616 A1
No Batch 06150306
Diproduksi Juni 2015
Expired Date Juni 2018

PT. VIRI PHARMA, BANDUNG – INDONESIA

49
DAFTAR PUSTAKA

Ansel,U.C.1989. Pengantar Buku Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta: UI Press

Asean secretariat, 2005. ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product.


Jakarta: Indonesia

Back DJ, et al. 1982. The gut wall metabolism of ethinyloestradiol andits
contribution to the pre-systemic metabolism of ethinyloestradiolin humans. Br
J ClinPharmacol13: 325–30

C.Rowe, Raymond, Paul J Sheskey, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients.UK: Pharmaceutical Press

Council of Europe. 2003. European Pharmacopoeia Fifth Edition. Strasbourg Cedex,


France: Directorate for the Quality of Medicines & HealthCare of the Council
of Europe

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1979. Farmakope


Indonesia Edisi III. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1995. Farmakope


Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2014. Farmakope


Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Guengerich FP. 1990. Metabolism of 17 α-ethynylestradiol in humans. Life Sci 47:


1981–8

H. H. Lieberman, L. Lachman, and J. B. Schwartz. Marcel Dekker. 1989.


Pharmaceutical dosage forms: Tablets. Vol. II. New York: Wiley Company

Jerry KL Tan dan Ediriweer, Chemanti. 2009. Efficacy and safety of combined ethinyl
estradiol/drospirenone oral contraceptives in the treatment of acne.
International Journal of Women’s Health,1; 213-221

Lachman,Leon.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi III. Jakarta: UI Press

50
MIMS. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 11 Tahun 2011/2012.
Jakarta: PT Medidata Indonesia

Moffat, et.al, 2011. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons in pharmaceuticals, body
fluids and postmortem material Fourth Edition. London: Pharmaceutical
Press

Niazi, Sarfaraz.K. 2009. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations


Compressed Solid Products Volume 1. USA: Informa Healthcare USA, Inc.

Ratna et al., 2011. Validated RP-HPLC Method for the Estimation of Drespirenone in
Formulation. Ijrpbs Vol 2(2) April-Juni 2011

Redaksi ISO Farmakoterapi. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI

Redaksi ISO Indonesia 2012. ISO Volume 47 Tahun 2012-2013. Jakarta: PT. ISFI

Sweetman SC, ed. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference, 36th edn.
London: Pharmaceutical Press.

The United States Pharmacopeial Conventian. 2008. USP 32. USA: The United
States Pharmacopeial Convention

Van den Heuvel MW, et al. 2005.Comparison of ethinylestradiol pharmacokineticsin


three hormonal contraceptive formulations: thevaginal ring, the transdermal
patch and an oral contraceptive.Contraception72: 168–74

51

Anda mungkin juga menyukai