Anda di halaman 1dari 14

PEDOMAN PELAYANAN

HIV-AIDS

RSUFULL BETHESDA
Jl. Binjai KM. 10,8 / JL. Sama NO. 71 Telp
0618457573, MEDAN
SUNGGAL – DELI SDERDANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya buku
Pedoman Pelayanan Pelayanan HIV/AIDS di Rsu Full Bethesda ini selesai disusun. Buku ini
disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang memberikan pedoman dalam meningkatkan mutu
pelayanan di RSU FULL BETHESDA dan fasilitas pelayanan kesehatan melalui Pedoman
Pelayanan HIV/AIDS di RSU FULL BETHESDA yang dilaksanakan oleh semua unit.

Sunggal, 06 Mei 2022


Direktur RSU Full Bethesda

dr. Indra Riris Delima Siregar, MKM


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. STANDAR KETENAGAAN
BAB III. STANDAR FASILITAS
BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN
BAB VI. KESELAMATAN PASIEN
BAB VII. KESELAMATAN KERJA
BAB VIII. PENGENDALIAN MUTU
BAB IX. PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kajian eksternal pengendalian HIV-AIDS sektor kesehatan yang dilaksanakan pada tahun
2011 menunjukkan kemajuan program dengan bertambahnya jumlah layanan tes HIV dan
layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-AIDS, yang telah terdapat di lebih dari 300
kabupaten/ kota di seluruh provinsi dan secara aktif melaporkan kegiatannya. Namun dari hasil
kajian ini juga menunjukkan bahwa tes HIV masih terlambat dilakukan, sehingga kebanyakan
ODHA yang diketahui statusnya dan masuk dalam perawatan sudah dalam stadium AIDS.
Diperkirakan terdapat sebanyak 591.823 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) pada tahun 2012,
sementara itu sampai dengan bulan Maret 2014 yang ditemukan dan dilaporkan baru sebanyak
134.053 orang. Namun demikian, jumlah orang yang dites HIV dan penemuan kasus HIV dan
AIDS menunjukkan kecenderungan terjadi peningkatan. Pada tahun 2010 sebanyak 300.000
orang dites HIV dan tahun 2013 sebanyak 1.080.000 orang. Kementerian Kesehatan terus
berupaya meningkatkan jumlah layanan Konseling dan Tes HIV (TKHIV) untuk meningkatkan
cakupan tes HIV, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui status HIV nya dan dapat
segera mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang dibutuhkan.
Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan pencegahan, pengobatan,
perawatan dan dukungan harus terus ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Perluasan
jangkauan layanan TKHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di masyarakat. Tes HIV akan
menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan cakupan tes HIV dilakukan dengan
menawarkan tes HIV kepada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB dan Hepatitis B atau C dan
pasangan ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali pada populasi kunci (pengguna
napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta pasangan
seksualnya dan waria).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada layanan selanjutnya yang
dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi ARV. Terapi ARV selain berfungsi sebagai
pengobatan, juga berfungsi sebagai pencegahan (treatment as prevention). Setiap RS Rujukan
ARV di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat menjamin akses layanan bagi ODHA
yang membutuhkan termasuk pengobatan ARV, sementara fasilitas pelayanan kesehatan primer
dapat melakukan deteksi dini HIV dan secara bertahap juga bisa memulai inisiasi terapi ARV.
Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2004, yaitu dengan
pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau yang dikenal dengan Konseling dan
Tes HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan tersebut masih dilakukan bagi klien yang
ingin mengetahui status HIV nya. Sejak tahun 2010 mulai dikembangankan Konseling dan Tes
HIV dengan pendekatan Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan
(TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes HIV ini bertujuan untuk mencapai universal akses,
dengan menghilangkan stigma dan diskriminasi, serta mengurangi missed opportunities
pencegahan penularan infeksi HIV.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan Konseling dan Tes HIV
dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-AIDS untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV-AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan manajemen yang sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing HIV-
AIDS

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Skrining pasien tersangka HIVAIDS. Jika hasil positif dirujuk ke Rumah Sakit yang menangani
HIVAIDS untuk konseling dan pengobatan ARV
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pelayanan RSU Full Bethesda Meliputi :
- Penerimaan klien
- Informed consent
- Testing HIV
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman
Penanggulangan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
3. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling
dan Tes HIV
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen yang paling penting untuk
mendukung dan memberikan pelayanan HIV-AIDS yang berkesinambungan. Pengetahuan dan
sikap SDM dalam hal ini adalah petugas kesehatan akan mempengaruhi keefektifan penyediaan
pelayanan HIV-AIDS. Pelayanan HIV-AIDS membutuhkan tenaga kesehatan yang berdedikasi
dan mempunyai ketrampilan yang memadai.
Adapun petugas pelayanan HIV-AIDS terdiri dari:
1. Direktur RSU Full Bethesda
2. Dokter Spesialis
3. Bidan
4. Petugas Laboratorium
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan Tim HIV-AIDS di RSU RSU Full Bethesda adalah sebagai berikut:

1. Dokter spesialis : 1 orang


2. Bidan : 2 orang
3. Petugas laboratorium: 1 orang

C. PENGATURAN JAGA
Pelayanan RSU Full Bethesda RSU RSU Full Bethesda dilakukan Setiap Hari dengan petugas
sesuai dengan jadwal. Petugas laboratorium berada di Instalasi Laboratorium dan akan dihubungi
oleh petugas jaga di RSU Full Bethesda, apabila ada klien yang melakukan pemeriksaan HIV.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
-
B. STANDAR FASILITAS
NO Nama Alat + Fasilitas Jumlah
1 Hematologi 1
2 Uritest R.50 1
3 Sentry fuge 1
4 Mikroskop 1
5 UPS 1
6 Exhause fan 1
7 Telepon 1
8 Meja 1
9 Lemari 1
10 Ember 1
11 Gayung 1
12 Slide widal 1
13 Hemacytometer 1
14 Kain Lap 1
15 Jam dinding 1
16 Kulkas 1
17 Ac 1
18 Kursi 3
19 Mikro Pipet 2
20 Mangkok stenlis 3
21 Alat Kimia Darah 1
22 Hekter 1
23 Wastafel 1
24 Stempel Lab 1
25 Stempel dr . Novianti Sp. PK 1
26 Bantalan stempel 1
27 Lampu Bunsen 1
28 Ose cincin 1
29 Pipet tetes kecil + besar 4
30 Rak westergin 1
31 Pipet westwrgin 5
32 Rak BTA 1
33 Coun Doum Timer 1
34 Tong Sampah warna 2
35 Cok Sambung 3
36 Bak Merah 1
36 Bak Merah 1
37 Stopwatch 1
38 Lemari Kaca 1
39 Printer 1
40 Computer + CPU 1
41 Alat Pengukur Suhu 1
42 Laci box kecil 2
43 Tas box sample 1
44 Handwash 2
45 Alat elektrolit 1
46 Kursi jepara 1
47 Rak besi 1
48 Tempat Tissue 1
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Skrining pasien tersangka HIVAIDS dilakukan dengan metode Rapid test. Jika hasil positif
dirujuk ke Rumah sakit yang menangani HIV/AIDS untuk konseling dan pengobatan ARV.
BAB V
LOGISTIK

1. Kebutuhan anggaran kegiatan skrining HIV-AIDS dari anggaran RSU RSU Full Bethesda
2. Pasien dengan tersangka HIV/AIDS akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan untuk pelayanan HIV/AIDS
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : asessesmen resiko, identifikasi, dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi dan menimalkan timbulnya risiko.
System tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan

C. Tatalaksana Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang dilakukan melalui
assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan, belajar dan insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko di Rumah Sakit Umum Full Bethesda kegiatan ini dilakukan
melalui monitoring indicator mutu pelayanan tiap unit kerja terutama yang terkait denga pelaksanaan
patient safety, tindakan preventif, tindakan korektif.
Tatalaksana keselamatan pasien adalah :
a) Penggunaan jarum suntik yang sekali pakai
b) Penggunaan barcode nama pada wadah sediaan sebagai identitas pasien
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara


keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan
specimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu
kontak dengan specimen, maka berpotensi terinfeksi kuman pathogen. Potensi infeksi juga dapat
terjadi dari bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami
keamanan laboratorium dan tingkatnya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan
pengamanan sehubungan dengan pekerjaanya sesuai SPO, serta mengontrol bahan / specimen secara
baik menurut praktik laboratorium yang benar dan penggunaan APD yang ssuai dengan standar.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Untuk pengendalian mutu tidak bisa diterapkan karena di Rsu Full Bethesda hanya sebatas
skrining. Dan pasien yang tersangka HIV/AIDS segera dirujuk ke Rumah sakit yang melayani pasien
tersangka HIV/AIDS.
BAB IX
PENUTUP

RSU Full Bethesda masih memerlukan dukungan dari semua pihak. Tim HIV-AIDS sudah
terbentuk, namun dalam melaksanakan kegiatannya masih mengalami banyak kendala dikarenakan
saat terbentuk Tim HIV-AIDS belum ada anggota tim yang telah mendapatkan pelatihan penanganan
kasus HIV-AIDS. Sosialisasi kegiatan Tim HIV-AIDS masih perlu digalakkan baik internal maupun
eksternal rumah sakit. Tim HIV-AIDS RSU RSU Full Bethesda belum memberikan pelayanan terapi
HIV-AIDS menggunakan ARV dikarenakan RSU RSU Full Bethesda bukan rumah sakit yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan pelayanan ARV. Pasien yang membutuhkan
terapi ARV akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan RSU RSU Full Bethesda.

Anda mungkin juga menyukai