Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SEPSIS”

DOSEN PENGAMPU:
Ismail Fahmi, M. Kep., Ners., Sp. Kep MB

DISUSUN OLEH :
1. Cut Ade Syafitri PO71202220005
2. Daftulangi PO71202220061
3. Desran
4. Erni Susanti PO71202220062
5. Fatliana PO71202220008
6. Hermansyah PO71202220060
7. Melisa Yuliana PO71202220068
8. Poniyem PO71202220007
9. Poppy Sukma Pitaloka PO71202220014
10. Reni Novianti PO71202220067

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AJARAN 2022/2023


A. Definisi Sepsis
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau takikardi; asidosis
metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan
takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau jamur..
B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme
kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus,
Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari
lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.

2
C. Patofisiologi Sepsis

Infasi Kuman

Pelepasan Indotoksin

Disfungsi dan kerusakan endotel dan disfungsi organ multiple

Sepsis

Perubahan fungsi Perubahan


Terhambatnya
miokarium ambilan dan
fungsi
penyerapan
O2

Kontraksi
D. jantung Suplai O2 terganggu Kerja sel menurun

E.
Curah jantung turun Sesak Penurunan sistem imun

F.
Reduksi darah terganggu Gangguan
Resti infeksi
pemenuhan O2

G. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar
fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan
neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan
badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda
kurang baik yang menandakan perburukan sepsis.

3
H. Komplikasi Sepsis
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi
yang mungkin terjadi meliputi:
1) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut
(acute respiratory distress syndrome)
2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
3) Gagal jantung
4) Gangguan fungsi hati
5) Gagal ginjal
6) Sindroma disfungsi multiorgan.
I. Guidelines shock sepsis berdasarkan evidence based nursing practice (EBNP)

Metode PICOT Jurnal


Judul Artikel Efektivitas Mobilisasi Miring Kiri Miring Kanan dalam Upaya
Pencegahan Pressure Injury pada pasien Sepsis di Ruang
Intalasi Pelayanan Intensif

Nama Pengarang Tiurmauli Rotua Simanjuntak, Agus Purnama


Volume/Tahun terbit Vol 6/ 1 Januari 2020
Populasi 30 Responden
Intervensi Melakukan intervensi miring kanan/ kiri 90 derajat
Melakukan intervensi miring kanan/ kiri 30 derajat

Perbandingan intervensi/ Kelompok Untuk mengetahui efektivitas antara posisi 90 derajat dan 30
derajat dilihat dari nilai mean kedua kelompok yaitu 90 derajat
pada kelompok control adalah 14,13 sedangkan nilai mean
mobilisasi miring kiri dan kanan dengan posisi 30 derajat pada
kelompok intervensi adalah 11, 53, berdasarkan hasil mean,
mobilisasi miring kiri niring kanan dengan posisi 90 derajat
pada kelompok control lebih efektif dibandingkan dengan
posisi 30 derajat pada kelompok intervensi dalam pencegahan
pressure injury/ luka tekan.

Hasil/Outcome Hasil penelitian menunjukkan bahwa mobilisasi miring kiri


miring kana nada pengaruh dalam pencegahan pressure injury/
luka tekan pada pasien sepsis baik itu dengan metode 30
derajat dan 90 derajat (p=0,004 < α=0,05)

Waktu / Time Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2019

4
J. ANALISIS KASUS SEPSIS
1. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan kasus 1 Ny P Usia 64 tahun masuk UGD Rumah sakit umum pusat X
tanggal 5 oktober 2019 dengan fistula enterokutan abses intraabdomen dan
hidronefrosis bilateral, kemudian pasien dirawat diruang perawatan untuk
direncakanan operasi laparotomi eksisi fistula dan pemasangan dj stent tanggal 7
oktober 2019. Setelah di lakukan operasi pasien di rawat di ruangn HCU selama 2
hari dan selanjutnya dilakukan perawatan di ruang rawat. Tanggal 13 oktober
2019 pasien perburukan dengan tekanan darah 166/104 frekuensi nadi 137x/menit
RR 40 x/menit saturasi 87% menggunakan oksigen NRM 8liter/menit, diuresis 03
cc/kgBB/jam. Hasil pemeriksaan AGD PH 7,487 PCO2 41,8 PO2 54, HCO3 30,9
pasien didiagnosis gagal nafas pasien kemudian dipindahkan ke ICU

Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 21 oktober 2019. Pasien


didiagnosis Sepsis + ARDS perbaikan + DIC + AKI +VAP post operasi
laparatomi eksisi fistula enterokutan + explorasi rectum + pemasangan Dj sten,
Pasien terintubasi dengan no ETT 8.0, pemeriksaan fisik suara nafas ronci pada
bagian kiri dan kanan paru, adanya sekret pada tube ETT warna putih encer.
pemeriksaan kultur sputum : bacteri candida sp, Pasien menggunakan ventilator
mode ventilator SIMV dengan Preasure support 12 mmHg, RR 10 x/ menit, PEEP
7 Volume tidal 350 cc Fi02 50%, I:E 1:2, Sao2 99%. Pasien tidak mengalami
sianosis dengan hasil rontgen adanya infiltrat di basal paru CTR < 50%. AGD
tanggal 16/10/2019 PH 7,230 PCO2 33,6 PO2 74,4 HCO3 19,3 BE -4,2, Suara
jantung normal tidak ada bising jantung. Tekanan darah 118/67 MAP 86 dengan
Vascon 0,6 mcg/jam, dobutamin 0,5 mcg/jam. CVP 9 cmH20 dengan MPP : 77 ,
adanya edema anasarka dengan edema pada ekstremitas atas +2 dan ektremitas
bawah +2, hasil EKG : disimpulkan sinus takikardia dengan RVH. Hasil
laboratorium : laktat +3, prokalsitoni >32, APTT 39,2 PT 14,1 Fibrinogen 361
mg/dl D dimer 8200 ng/ml, Kesadaran kualitatif mengantuk dengan propopol 20
mg/jam fentanyl 300 mcg/24 jam, GCS E3 M2 V tube, pupil isokor reflek cahaya

5
positif, ukuran +2 ka, +2 ki, pasien risiko tinggi jatuh (morse scale 58),
pemeriksaan CPOT pasien tidak mengalami nyeri, pemeriksaan RASS -2,
pemeriksaan penunjang tanggal 21/10/2019 Na 126 mmol/L, K+ 4,51 mmol/L,
CL- 104 mmol/L Ca+ 0,97 mmol/L ureum 173 Mg/Dl, creatinin 0,8 mg/dl, Pasien
terpasang colostomi di tranversum dan drain di rectum, dari drain keluar cairan
kental berwarna hitam kehijauan dengan volume 150 cc/ 8 jam. Bising usus postif
6 kali/menit di 4 kuadran, BB pasien 60 Kg Tinggi 152 cm IMT : 25,97
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 -10 – 2019, albumin 2,5 grm/dl PT 14,1 HB
12,1 GDS 232 .
Program pengobatan : clinimix 600 cc, meropenem 2 gram, omeprazole 40 mg, ca
glukonas 1 ampul, furosemid 240mg/48 jam, fentanyl 200 micro, tygcil 50 mg ,
heparin 10.000 unit/24 jam, Vascon 0,6 mcg/jam, dobutamin 5 mcg/jam.
Pembahasan dengan uraian sebagai berikut:
a) Identitas klien: Data ini didapatkan dari pasien sendiri dan keluarganya yaitu:
Seorang perempuan Ny. P berusia 64 Tahun, Alamat: Lr. H. Kamil, dengan
status sudah menikah dan memiliki 5 anak
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: masuk UGD Rumah sakit umum tanggal 5 dengan
fistula enterokutan abses intraabdomen dan hidronefrosis bilateral, Setelah
di lakukan operasi pasien di rawat di ruangn HCU selama 2 hari dan
selanjutnya dilakukan perawatan di ruang rawat. Pasien perburukan
dengan tekanan darah 166/104 frekuensi nadi 137x/menit RR 40 x/menit
saturasi 87% menggunakan oksigen NRM 8liter/menit, diuresis 03
cc/kgBB/jam. Hasil pemeriksaan AGD PH 7,487 PCO2 41,8 PO2 54,
HCO3 30,9 pasien didiagnosis gagal nafas pasien kemudian dipindahkan
ke ICU.
2) Riwayat kesehatan sekarang:Pasien didiagnosis Sepsis + ARDS perbaikan
+ DIC + AKI +VAP post operasi laparatomi eksisi fistula enterokutan +
explorasi rectum + pemasangan Dj sten.
c) Pemeriksaan Diagnostik
 Hasil rontgen: adanya infiltrat di basal paru CTR < 50%.

6
 Hasil EKG : disimpulkan sinus takikardia dengan RVH.
 Suara jantung normal tidak ada bising jantung.
 Bising usus postif 6 kali/menit di 4 kuadran
d) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kultur sputum: bacteri candida Sp
 AGD tanggal 16/10/2019 PH 7,230 PCO2 33,6 PO2 74,4 HCO3 19,3 BE
-4,2,
 Hasil laboratorium : laktat +3, prokalsitoni >32, APTT 39,2 PT 14,1
Fibrinogen 361 mg/dl D dimer 8200 ng/ml
 Pemeriksaan penunjang tanggal 21/10/2019 Na 126 mmol/L, K+ 4,51
mmol/L, CL- 104 mmol/L Ca+ 0,97 mmol/L ureum 173 Mg/Dl, creatinin
0,8 mg/dl
 Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 -10 – 2019, albumin 2,5 grm/dl PT
14,1 HB 12,1 GDS 232.
e) Terapi
Clinimix 600 cc, meropenem 2 gram, omeprazole 40 mg, ca glukonas 1
ampul, furosemid 240mg/48 jam, fentanyl 200 micro, tygcil 50 mg , heparin
10.000 unit/24 jam, Vascon 0,6 mcg/jam, dobutamin 5 mcg/jam.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Diagnosa pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan nafas ditandai dengan adanya secret pada tube
ETT warna putih encer RR 10x/Menit
Alasan mengangkat diagnosa ini adalah berdasarkan data yang ditemukan
yaitu ditemukan sekret pada tube ETT , suara nafas Ronchi pada bagian kanan
dan kiri paru, RR 10x/Menit (bradipnea) pemeriksaan kultur sputum: bacteri
candida sp. Pasien terpasang Tube ETT, menggunakan ventilator mode
ventilator SIMV dengan Preassure support 12 mmHg, PEEP 7. Sehingga
berdasarkan data tersebut akan mengganggu jalan nafas yang paten. Adanya
sekret pada jalan nafas akan menyebabkan bunyi nafas menurun, frekuensi
nafas berubah dan pola nafas berubah yang membuat pasien sulit bernafas
dengan normal.

7
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveoulus-kapiler ditandai dengan Pernafasan pasien bradipneua
(10x/menit), pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) PH:7,23, PCO2
33,6 ,PO2 74,4, HCO3 19,3, BE -4,2
Alasan mengangkat diagnosa karena data yang ditemukan pada kasus
yaitu: pernafasan bradipnea (melambat), dengan pemeriksaan AGD PH:7,23,
PCO2 33,6 mmhg, PO2 74, 4 mmhg, HCO3 19,3, BE -4,2. Volume tidal
350cc, FiO2 50%. (Nilai normal pada AGD: PH: 7,35-7,45 PCO2: 35-45
mmHg PO2: 80-100 mmHg HCO3: 22-26 BE: -0,2-2 Volume tidal 500cc dan
FiO2 300/lebih). SaO2 99% TTV: 118/67 mmHg MAP: 86. sehingga
berdasarkan dat tersebut kami menegakkan diagnosa gangguan pertukaran
gas di mana gangguan pertukaran gas adalah suatu kondisi
kelebihan/kekurangan oksigenasi atau pengeluaran karbondioksida pada
membran alveoli-kapiler, Pasien mengalami penurunan kesadaran, kesadaran
kualitatif mengantuk. GCS 5: E3 M2 V tube. Manifestasi klinis pada diagnosa
ini yaitu Pola nafas abnormal, PCO2 Meningkat/ menurun. PO2 menurun.
Pupil isoko, RASS -2 (terbangun <10 detik) dengan kontak mata terhadap
suara.
c) Diagnosa ketiga: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif ditandai dengan Pasien terpasang colostomi di
tranversum dan drain di rectum.
Alasan diagnosa ini ditegakkan adalah hasil laboratorium yang abnormal
(laktat: +3 PCT: >32 APTT: 39, 2 PT: 14, 1 Fibrinogen: 361 mg/dl dimer
8200ng/dl ureum: 173 mg/dl Albumin: 2,5 gr/dl) sedangkan nilai normalnya
(laktat: 0-4-1,3 PCT: 0,5/ <2 mg APTT: 25-35 detik Dimer <500 ng/dl ureum:
7-18 mg/dl Albumin: 3,8-4,1 gr/dl) GDS 232, Adanya edema anasarka +2
kanan dan kiri. Abnormalnya hasil pemeriksaan jaringan tubuh tidak
mendapatkan cukup oksigen yang berarti berisiko mengalami peningkatan
terserang agen patogenik, atau aportunistik. Apabila resiko infeksi tidak
diatasi dapat menyebabkan infeksi yang menyebar ke organ lain.

8
d) Diagnosa keempat: Gangguan penyapihan ventilator berhubungan
dengan hipersekresi jalan nafas ditandai dengan pasien terpasang
ventilator SIMV RR 10x/i Nilai AGD abnormal
Alasan menegakkan diagnosa ini adalah pasien terintubasi dengan no ETT
8.0, menggunakan ventilator SIMV, PEEP 7, Tekanan darah 118/67 MAP 86.
Gangguan penyapihan ventilator adalah suatu kondisi ketidakmampuan
beradaptasi dengan pengurangan bantuan ventilator mekanik yang dapat
menghambat/ memperlama proses penyapihan. Manifestasi klinis dari
diagnosa ini adalah nilai AGD yang abnormal, kesadaran menurun (Sokor)
(GCS 5: E3 M2 V tube)
3. Intervensi Keperawatan
a) Dx 1 rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan dengan tujuan
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan bersihan
jalan nafas paten.
 Manajemen jalan nafas: 1) Monitor pola nafas dengan melihat monitor 2)
monitor bunyi nafas tambahan 3) monitor sputum 4) monitor TTV 5)
lakukan penghidapan lender kurang dari 15 detik 6) Kolaborasi
pemberian bronkodilator , ekspektoran, jika perlu. 7) Auskultasi bunyi
nafas 8) Monitor saturasi oksigen 9) dokumentasi hasil penelitian
b) Dx 2 rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan dengan tujuan
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
pertukaran gas meningkat.
 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas dengan melihat
ke monitor 2) Monitor pola napas 3) monitor adanya sumbatan jalan
nafas 4) auskultasi bunyi nafas 5) monitor nilai AGD 6) monitor saturasi
oksigen 7) dokumentasi dan jelaskan hasil pemantauan 8) monitor
kecepatan aliran oksigen 9) monitor tanda hipoventilasi 10) pertahankan
kepatenan jalan nafas 11) kolaborasi penentuan dosis oksigen
c) Dx 3 rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan dengan tujuan
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan resiko
infeksi menurun

9
 1) Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik 2) batasi jumlah
pengunjung 3) berikan perawatan kulit pada edema 4) cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 5)
pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi 6) jelaskan tanda
dan gejala infeksi 7) ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi 8) kolaborasi pemberian imunisasi, bila perlu.
d) Dx 4 rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan dengan tujuan
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
gangguan penyapihan Ventilator meningkat.
 1) periksa kemampuan untuk disapih 2) monitor prediktor untuk
penyapihan 3) lakukan uji coba penyapihan 4) beri dukungan fisiologis 5)
monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas 6) monitor pola
napas 7) monitor adanya sumbatan jalan nafas 8) monitor saturasi
oksigen 9) atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 10)
dokumentasikan hasil pemantauan 11) jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
4. Implementasi Keperawatan
a. Diagnosa pertama Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan nafas Tindakan keperawatan yang akan dilakukan
yaitu: Manajemen jalan nafas: 1) Memonitor pola nafas dengan melihat
monitor 2) memonitor bunyi nafas tambahan 3) memonitor sputum 4)
memonitor TTV 5) melakukan penghidapan lendir kurang dari 15 detik 6)
Berkolaborasi pemberian bronkodilator , ekspektoran, jika perlu. 7)
Mengauskultasi bunyi nafas 8) Memonitor saturasi oksigen 9)
Mendokumentasi hasil penelitian.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membrane alveoli-
kapiler Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu: 1) Memonitor
frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas dengan melihat ke monitor 2)
Memonitor pola napas 3) memonitor adanya sumbatan jalan nafas 4)
mengauskultasi bunyi nafas 5) memonitor nilai AGD 6) memonitor saturasi
oksigen 7) medokumentasi dan jelaskan hasil pemantauan 8) memonitor

10
kecepatan aliran oksigen 9) memonitor tanda hipoventilasi 10)
mempertahankan kepatenan jalan nafas 11) berkolaborasi penentuan dosis
oksigen.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif,
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu: 1) Memonitor tanda gejala
infeksi lokal dan sistemik 2) Membatasi jumlah pengunjung 3) memberikan
perawatan kulit pada edema 4) mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien 5) mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi 6) menjelaskan tanda dan gejala infeksi 7) mengajarkan
cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 8) berkolaborasi pemberian
imunisasi, bila perlu.
d. Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas Tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu: 1) memeriksa
kemampuan untuk disapih 2) memonitor prediktor untuk penyapihan 3)
melakukan uji coba penyapihan 4) memberi dukungan fisiologis 5) memonitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas 6) memonitor pola napas 7)
memonitor adanya sumbatan jalan nafas 8) memonitor saturasi oksigen
9)mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 10)
mendokumentasikan hasil pemantauann 11) menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Diagnosa pertama bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas. Pada hari pertama masalah belum teratasi masih
terdapat bersihan jalan nafas tidak efektif yang ditandai dengan masih ada
sekret pada tube ETT suara nafas ronchi, RR 10x/menit. Pada hari kedua
masalah belum teratasi intervensi yang dilakukan Berkolaborasi pemberian
bronkodilator , ekspektoran, jika perlu. Mengauskultasi bunyi nafas,
Memonitor saturasi oksigen.
b. Diagnosa kedua gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveoli-kapiler, pada hari pertama masalah belum teratasi masih
terdapat gangguan pertukaran gas yang ditandai dengan pasien masih terlihat

11
bradipnea, Nilai Pemeriksaanyang masih abnormal. Pada hari kedua masalah
belum teratasi intervensi yang dilakukan pada hari kedua mengikuti intervensi
hari pertama. Pada hari ke tiga masalah teratasi sebagian pemeriksaan AGD
(PH 7,38, HCO3 23 dan nilai AGD lainnya masih abnormal dan volume tidal
470cc, GCS 6 (E3 M3 V tube) pemeriksaan dengan alat bantuan alat
ventilator. Intervensi dilanjutkan.
c. Diagnosa ketiga Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur
invasif, pada hari pertama masalah belum teratasi masih terdapat resiko
infeksi ditandai dengan nilai albumin abnormal 2,5 gr dan nilai laktat yang
tinggi. Pada hari kedua masalah belum teratasi, dan masih melanjutkan
intervensi yang sama seperti hari pertama, hari ketiga masalah teratasi
sebagian dengan nilai APTT 35, 2 albumin 3,5 gr/ dl, laktat 3,4 dan nilai
pemeriksaan lainnya masih abnormal dan intervensi masih tetap dilanjutkan.
d. Diagnosa keempat Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas, pada hari pertama masalah belum teratasi masih
belum meningkat , pada ETT masih terdapat sekret, nilai abnormal pada
AGD. Pda hari kedua masalah juga belum teratasi dan tindakan yang
dilakukan mengikuti intervensi hari pertema, hari ketiga masalah teratasi
sebagian Tekanan darah: 113/78 MAP: 88. Nilai AGD (HCO3: 22) Intervensi
dilanjutkan.

12

Anda mungkin juga menyukai