Anda di halaman 1dari 6

MAWAH

A. Definisi Mawah

Bagi hasil : Sistem bagi hasil (profit-loss sharing) adalah sistem


pembagian hasil usaha (keuntungan maupun kerugian) yang dibagi berdasarkan
rasio/nisbah yang berbentuk persentase (A 50% : B 50%) dan disepakati bersama
di awal akad. Sistem bagi hasil mengacu pada akad kemitraan (partnership) pada
akad musyarakah, mudharabah, muzara’ah, mugharasah, mukhabarah. Sistem
bagi hasil terdiri dari dua jenis, yaitu bagi untung (Profit Sharing), dan bagi
pendapatan (Revenue Sharing).
bagi hasil : Sistem yang diterapkan dalam ekonomi syariah yang menekankan
pada pembagian hasil usaha yang besarannya sesuai dengan kesepakatan pihak-
pihak terkait.

B. Jenis Mawah

Jika orang mempunyai ternak, baik itu ternak warisan orang tuanya maupun
ternak dari hasil pembelian sendiri, tetapi berhubung  pemilik ternak tersebut tidak
dapat memelihara atau tidak pandai berternak, kemudian ternaknya diserahkan
kepada orang lain yang sanggup memeliharanya. Mengenai tempat kandang
pemeliharaan dan pemberian makanan diserahkan kepada orang yang memelihara.
Berdasarkan perjanjian si pemelihara akan mendapat bagian dari ternak yang
dipeliharanya setelah ternak tersebut berkembang biak dan bagiannya
dilaksanakan nanti jika ternak yang telah berkembang biak tersebut dijual.
Cara  pembagian hasil semacam ini disebut mawaih. Biasanya ternak yang di
perjanjikan dalam bentuk mawaih ini adalah sapi atau kerbau.
Jika ternak yang akan dipelihara tersebut berjenis kelamin betina, nanti
setelah beranak dan berkembang biak menjadi banyak yang akan dibagi adalah
anak-anak hewan dari induk ternak yang diperjanjikan dalam bentuk mawaih.
Pada perjanjian pemeliharaan kerbau betina atau lembu betina diterapkan sistem
mawah. Dengan pendekatan ini anak yang dilahirkan oleh kerbau atau lembu
betina dibagi dua, yakni satu bagian untuk pemilik dan satu bagian untuk
peternak, atau dalam bahasa setempat disebutkan ureung poe meuteumee dua
gateh, ureung peulara meuteumee dua gateh. Dalam kasus kerbau atau lembu
betina yang diperjajikan berada dalam keadaan mengandung (ulue), pola bagi
hasilnya anak yang dilahirkan adalah lhee gateh keu ureung poe, saboh gateh keu
ureung peulara, yakni tiga bagian untuk pemilik ternak, dan satu bagian untuk
peternak.
Disamping itu ditemukan juga kasus perjajian bagi hasil kerbau atau lembu
betina yang memiliki anak dalam keadaan menyusui, disebut aneuk seutot nang.
Dalam kasus anak kerbau atau anak lembu yang sedang menyusui tersebut juga
diperjanjikan bagi hasil saat anak lembu/kerbau disapih (jilhah) dimana peternak
mendapat saboh gukee pha likot, yakni setengah harga paha belakang.
Pola bagi hasil untuk merjanjian mawah lembu/kerbau yang sedang
bunting, polanya adalah 1/3 : 2/3, yakni pemeliharanya mendapatkan satu kaki
(sepertiga) dan pemilik mendapat tiga kaki (duapertiga) dari anak lembu/kerbau
yang dilahirkan. Sementara untuk anak-anak lembu/kerbau yang lahir berikutnya
dalam pemeliharaan si pemelihara, pola pembagiannya adalah dibagi dua yang
sama.

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan dengan mewawancarai beberapa


orang di desa paya kulbi, aceh tamiang. berikut hasil wawancara nya Menurut
orang pertama :
 Bagaimana bentuk pelaksanaan mawah/ngawah di desa ini?
“misalnya si A punya lembu, terus dia suruh si B untuk memeliharanya.
Kalau dia punya lembu betina ditaksir harga 7jt, kemudian lembu tersebut
hamil maka ditaksir harga kembali 10jt. Berarti ada keuntungan 3jt dan
itu dibagi dua untuk si A (pemilik) dan si B (pemelihara) jadi 1,5 jt per-
orang kalau lahir anak nya dibagi dua.”
“missal nya beranak 1 harganya 10jt berarti dibagi dua, satu orang dapat
5jt”
 Bagaimana resiko dan pertanggungjawaban dari para pihak?
“jika peliharaan itu mati dilapangan, memakan padi orang, itu tanggung jawab si
pemelihara. Tapi Jika sakit, itu masih tanggung jawab si pemilik.”
“perjanjian nya hanya secara lisan, bukan perjanjian tertulis”
(wawancara bapak saparudin, tanggal 08 november 2021)

Wawancara menurut orang kedua :


 Bagaimana bentuk pelaksanaan mawah/ngawah di desa ini?
“misalnya lembu gadis yang sudah pernah beranak, kalau tidak ditaksir anak
lembu itu dapat 1 kaki untuk pemilik, 3 kaki untuk penjaganya. Jika induk lembu
itu udah pernah beranak, maka bagian nya, induknya tetap untuk pemilik, anak
nya bagi setengah per orang”

 Bagaimana resiko dan pertanggungjawaban dari para pihak?


“jika lembu nya sakit maka kita lapor ke pemilik nya dan biaya ditanggung si
pemilik. Jika mati karna kelalaian penjaga nya seperti masuk ke sumur, makan
racun, makan padi orang, maka penjaga harus membayar nya.”
“kalau dicuri tengah malam itu bukan tanggung jawab si penjaga nya, karna gak
mungkin saya tidur dikandang nya. Tapi kalau dicuri nya siang hari itu jadi
tanggung jawab si penjaga nya, begitu..”
“tidak ada perjanjian secara tertulis untuk ngawah ini”
(wawancara ibu juleha, tanggal 08 november 2021)
a. Meudua Laba       
Sistem meudua laba diterapkan pada perjanjian bagi hasil dalam usaha
peternakan lembu atau kerbau jantan. Pola bagi hasil untuk lembu/kerbau jantan
adalah bagi dua (1/2 : 1/2), yakni setengah untuk pemilik dan setengah untuk
pemelihara. Lazim dalam perjanjian pemeliharaan (mawah) lembu/kerbau jantan,
pada saat perjanjian harga lembu/kerbau dihitung dulu besaran harganya secara
kasar, dan perhitungan harga tersebut dimasukkan sebagai modal dari pemilik
binatang ternak. Pada saat lembu/kerbau dijual setelah beberapa lama, misalnya
setahun dalam pemeliharaan pihak pemelihara, maka modal (pangkai) sebesar
harga taksiran awal, dikurangi dahulu, baru kemudian keuntungan bersih dari
penjualan lembu/kerbau itu dibagi untuk pemilik dan pemelihara. (Adat Aceh,
Moehammad Husin, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah
Istimewa Aceh, 1970, hal. 108). Ternak yang diperjanjikan dalam bentuk meudua
laba biasanya berupa ternak lembu, kerbau dan kambing.

C. Akad Mawah

Mawah adalah suatu akad kerjasama dalam usaha di Aceh, dimana


seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan
pembagian hasilnya sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian yang ditetapkan
bersama (jika nantinya sudah menghasilkan maka akan dibagi menurut perjanjian
lisan mereka). Didalam prakteknya Mawah mempunyai kesamaan arti dengan
Mudharabah.
Ada beberapa macam akad diantaranya, al- muzara’ah, al-musaqah, al-
musyarakah, ba’i al murabah, ba’I as-salam, ba’I al-istishna, al-hijarah, al-
wakalah, al-kafalah, al-hawalah, ar-rahn.
D. Sistem Bagi Hasil Pada Mawah

Jadi, bagi hasil dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai bentuk


konsekuensi dari kerja sama berupa keuntungan yang diperoleh dari kerja sama
antara dua orang dibagi sesuai dengan kesepakatan. Istilah mawah merupakan
khas dari bahasa Aceh. Mawah adalah suatu praktik ekonomi yang sangat
populer dalam masyarakat Aceh yang berdasarkan
kepada azas bagi hasil antara pemilik modal dengan pengelola. Mawah juga
berarti sebagai suatu mekanisme di mana seorang pemilik aset menyerahkan hak
pengelolaan aset tersebut kepada orang lain dengan hasil yang disepakati.
Dalam makna lain, mawah adalah sistem dimana seseorang menyerahkan
asetnya
(tanah, binatang ternak dan lain-lain) kepada orang lain untuk dikelola dimana
kemudian keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak sesuai dengan
kesepakatan.
Dengan demikian, istilah mawah dalam penelitian ini diartikan sebagai
salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola di mana
hasil dari kerja sama tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan antara
kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai