OMA
ANA
RO G
Diajukan oleh:
HUMAIRA
1907010005
Diajukan oleh:
HUMAIRA
NPM: 1907010005
Pembimbing I
Pembimbing II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh perdarahan, eklampsia,
Infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran Penyebab tidak langsung
kematian ibu dan bayi adalah kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial
ekonomi dan budaya, (Maysurah, 2016). Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu. Penyebab utama AKB disebabkan oleh BBLR,
Pneumia, Infeksi.
Profil kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2017, AKI di
Indonesia mengalami penurunan dari hasil Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012. Pada tahun 2015 AKI di Indonesia menurun
berjumlah 305/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2017 AKB berjumlah
15/1000 kelahiran hidup. Target Nasional di Indonesia pada tahun 2016
pemeriksaan kehamilan k4 sebesar 85,35%, ibu bersalin sebesar 80,61%, ibu
nifas 84,41%, sedangkan cakupan peserta KB aktif sebesar 74,80% dan capaian
KN1 sebesar 83,67%, sedangkan capaian kunjungan lengkap sebesar 77,31%
sehingga sudah memenuhi target Nasional, (Kepmenkes, 2018).
Salah satu tujuan dari program Survei Development Goals (SDGs) yaitu
mencapai kesehatan yang baik dan menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan target
pertama yaitu AKI hingga di bawah 70/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030
dan mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh
Negara berusaha menurunkan AKN setidaknya 12/1.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Balita 25/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Madolan,
2016).
AKI di Indonesia tercatat sebesar 177 kematian per 100 ribu kelahiran
hidup pada 2017. Rasio itu sudah lebih baik dari belasan tahun sebelumnya yang
lebih dari 200 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kendati, AKI Indonesia
masih ketiga tertinggi di Asia Tenggara. Negara yang punya AKI lebih besar dari
Indonesia adalah Myanmar (250 kematian per 100 ribu kelahiran hidup) dan
Laos (185 kematian per 100 ribu kelahiran hidup). AKI di Kamboja, Timor Leste,
dan Filipina juga masih di atas 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara, lima negara lainnya di Asia Tenggara memiliki AKI yang lebih baik
karena sudah di bawah 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kelima
negara tersebut adalah Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan
Singapura.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang diselenggarakan
oleh Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase berat badan sangat
kurang pada balita usia 0-23 bulan (baduta) di Indonesia adalah 3,8%,
sedangkan persentase berat badan kurang adalah 11,4%. Pada balita usia 0-59
bulan, persentase berat badan sangat kurang adalah 3,9%, sedangkan
persentase berat badan kurang adalah 13,8%. Berdasarkan hasil data surveilans
gizi tahun 2020 pada kegiatan pemantauan pertumbuhan yang di entry kedalam
aplikasi e-PPBGM, baduta dengan pengukuran indeks Berat Badan menurut
Umur yang di entry sebanyak 49% dari sasaran baduta yang ada. Dari sasaran
baduta di entry tersebut didapatkan sebanyak 58.425 (1,3%) baduta dengan
berat badan sangat kurang dan sebanyak 248.407 (5,4%) baduta dengan berat
badan kurang. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang
pada baduta adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan
persentase terendah adalah Provinsi Bali.
Balita dengan pengukuran indeks Berat Badan menurut Umur yang di
entry sebanyak 49,6% dari sasaran balita yang ada. Dari sasaran balita di entry
tersebut didapatkan sebanyak 160.712 (1,4%) balita dengan berat badan sangat
kurang dan sebanyak 779.139 (6,7%) balita dengan berat badan kurang. Provinsi
dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada balita adalah Nusa
Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah
Provinsi Bali.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, saat ini angka kematian ibu dan bayi di
Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut disampaikan Hasto saat membacakan
pidato Menko PMK di acara webinar tentang implikasi hasil sensus penduduk
2020 terhadap kebijakan pembangunan kependudukan, "Di Indonesia, angka
kematian ibu dari data tahun 2015 dari susenas masih cukup tinggi dengan 305
per 100.000 penduduk dan angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24
per 1.000 kelahiran hidup," ujar Hasto. Padahal, kata dia, kesehatan ibu dan
anak sangat penting dan termasuk ke dalam salah satu faktor yang
mempengaruhi Sustainable Development Goals (SDGs). Pada tahun 2030, dunia
mendorong target penurunan angka kematian ibu harus di bawah 70 per 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi dan balita proporsinya
ditargetkan turun hingga 12 per 1000 kelahiran hidup. Pemerintah Indonesia pun
meresposn itu dengan berupaya melakukan perbaikian gizi yang difokuskan
pada pencegahan stunting. "Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi
terutama dalam 1.000 hari kehidupan pertama yaitu mulai dari janin hingga balita
atau baduta," kata dia. Berdasarkan hasil survei status gizi balita Indonesia tahun
2019, angkatan stunting di Tanah Ari masih cukup tinggi yakni sebesar 27,6
persen. Artinya, dari 10 orang balita, tiga di antaranya stunting.
Selain pentingnya mengukur AKI, penting pula mengukur AKN dan Bayi.
Penurunan AKN menjadi suatu pusat perhatian penting karena kematian
neonatal dapat memberikan kontribusi terhadap 59% kematian bayi. Secara
umum (AKB) di enam tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.
Penyebab kematian bayi di diantaranya adalah penyakit asfiksia (25%), BBLR
(21%), gangguan kelainan saluran pernafasan (11%), kelainan cacat kongenital
(10%), gangguan kelainan partus (6%), demam (4%), gangguan kelainan jantung
(4%), gangguan kelainan saluran cerna (3%), aspirasi (3%), diare (2 %),
pneumonia (2%), sepsis (2%), infeksi (1%) serta penyakit lainnya (6%),
(Kemenkes RI, 2016).
Cakupan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia pada tahun 2015,
capaian k1 sebanyak 95,75%, K4 sebanyak 87,48%, kunjungan nifas (KF3)
sebesar 87,06, dan capaian KN1 sebesar 83,67%, capaian KN3 lengkap sebesar
77,31%, (Kemenkes RI,2016).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan
pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan terjadi
komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan
keluarga berencana. Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu
dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG),
dokter umum, dan bidan serta diupayakan dilakukuan Difasilitas kesehatan
(Kemenkes RI, 2016).
AKI pada tahun 2016 yang dilaporkan dari Kabupaten perhitungan AKI di
Aceh sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan pada tahun
2014, terjadi penurunan angka dari 149 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 143
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sama halnya dengan AKI dan AKB di
Aceh juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, diketahui jumlah
kematian bayi di Aceh tahun 2015 sebanyak 1.179 jiwa dan jumlah lahir hidup
sebanyak 100.265 jiwa. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah
ditetapkan untuk kedua indikator tersebut maka AKB di Aceh tahun 2015 sebesar
12/1.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu
15/1.000 kelahiran hidup. Angka terendah terdapat di Kota Banda Aceh sebesar
3/1.000 kelahiran hidup, posisi urutan AKB terendah ini tidak jauh berbeda
dengan tahun 2014. Kemudian diikuti Kabupaten Aceh Tenggara sebesar
4/1.000 kelahiran hidup dan Kota Lhokseumawe sebesar 6/1.000 kelahiran
hidup. Sedangkan AKB tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Barat sebesar
27/1.000 kelahiran hidup diikuti Kabupaten Simeulue sebesar 23/1.000 Kelahiran
Hidup (Dinkes Aceh, 2016).
Data cakupan KIA di Bireuen pada tahun 2018 jumlah kematian ibu
mencapai 13 jiwa dengan jumlah 10.043 jiwa. cakupan asuhan K1 berjumlah
9.483 jiwa (94%), K4 berjumlah 8.332 jiwa (83%) jumlah ibu bersalin mencapai
9.587 jiwa, jumlah pertolongan difasilitas pelayanan kesehatan 8.777 jiwa (92%),
jumlah persalinan di tolong tenaga kesehatan (PN) 8.590 (89%), kunjungan nifas
(KN) berjumlah 8.471 jiwa (88%) jumlah kematian bayi pada tahun 2018
mencapai 12/1000 kelahiran hidup, jumlah kunjungan neonatus pertama
(KN1)8.480 (93%), jumlah kunjungan neonatus lengkap (KN lengkap) 7.929
(87%). (Dinkes Aceh. 2018)
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu kelompok populasi.
Mortalitas dapat mengekspresikan jumlah satuan kematian per 1.000 individu
dalam periode waktu tertentu. Berbeda dengan morbiditas yang merujuk angka
kesakitan individu dalam periode waktu tertentu. Pada bab ini kita dapat melihat
bagaimana gambaran kejadian kematian di Aceh periode tahun 2013. Salah satu
tujuan MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 adalah menurunkan
jumlah kematian Anak dengan menghitung Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Balita (AKABA) di suatu Negara. Upaya percepatan penurunan
AKB dan AKABA menjadi prioritas Kementrian Kesehatan RI dan secara
konsisten menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) seluruh Provinsi dan
kabupaten/kota. Upaya ini dilakukan dengan kegiatan program yang fokus,
terintegrasi secara sektoral dan berkesinambungan sehingga berdampak ungkit
besar terhadap penurunan AKB, AKABA di Aceh.
Dalam profil ini juga akan disampaikan angka kejadian lahir mati, oleh
karena banyak terjadi kematian pada janin dalam kandungan sebelum dilahirkan.
untuk perhitungan indikator ini digunakan definisi operasional yang standar
dengan kategori masing-masing yaitu Angka Lahir Mati (ALM), AKB dan AKABA.
Pengertian Lahir Hidup adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana bayi menunjukkan
tanda - tanda kehidupan, misalnya : bernafas, ada denyut jantung atau gerakan
otot. Sementara yang dimaksud dengan Lahir Mati adalah suatu kelahiran
seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa
menunjukkan tanda - tanda kehidupan.
Menurut data yang didapatkan dinas kesehatan kabupaten biruen tahun
2021 jumlah AKI 135/100.000 KH kelahiran Ibu estimasi 10/1.000 KH. Angka
kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup ( lahir hidup real ) jumlah 129/100.00
KH. AKB sedangkan AKB per 1.000 (kelahiran hidup 0-11 Bulan) lahir hidup
sasaran / estimasi jumlah 14/1.000 KH. Angka AKB per 1.000 kelahiran hidup 0-
11 Bulan lahir hidup real jumlah 11/1.00 KH, cakupan kunjungan Ibu hamil K1
ditahun 2021 ditemukan jumlah 9.570. atau 107%, cakupan ibu hamil K4 8.337
atau 93%. Cakupan persalinan normal yang ditolong Nakes 8.547 atau 100%
cakupan pelayanan nifas KF1 8.539 atau 100% cakupan neonatal (KN1) 8.527
atau 105%. Cakupan KB aktif 47.905 atau 59%. Cakupan KB pascasalin 2.362
atau 28%.
Data yang diperoleh di Puskesmas Jeunieb Kabupaten Bireuen pada
tahun 2021 tidak terdapat kematian Ibu dan jumlah AKB 8 Jiwa dan cakupan
pemeriksaan kehamilan keseluruhan berjumlah 205 jiwa, Jumlah persalinan 105
jiwa, Ibu nifas berjumlah 105 jiwa, neonatus 105 jiwa dan didapatkan
penggunaan KB aktif 3.275 jiwa.
Menurut data yang diperoleh di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen tahun 2021 didapatkan data cakupan pemeriksaan
kehamilan yaitu K1 berjumlah 140, K4 berjumlah 532, jumlah ibu bersalin, 356
ibu nifas berjumlah, 356 neonatus, 356 dan didapatkan penggunaan KB aktif
2.643 Jiwa).
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah dengan judul Asuhan Kebidanan Komprehensif pada ibu D
di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan komprehensif pada ibu D
di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten
Bireuen secara efektif sehingga dapat memberikan hasil yang optimal
bagi klien.
2. Tujuan khusus
a. Mampu memberikan asuhan kebidanan kehamilan dari pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi pada ibu D di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan persalinan dari pengkajian.
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
c. Mampu memberikan asuhan kebidanan bayi baru lahir dan pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada bayi Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
d. Mampu memberikan asuhan kebidanan nifas dari pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
e. Mampu memberikan asuhan kebidanan Keluarga Berencana dari
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
dokumentasi dan evaluasi pada Ibu D di PMB Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
C. Manfaat
1. Bagi Lahan Praktik
Dapat meningkatkan hubungan kerjasama dan menciptakan hubungan
yang baik antara bidan dengan mahasiswi kebidanan dalam memberikan
asuhan yang komprehensif.
2. Bagi Pasien
Klien mendapatkan asuhan komprehensif yang bermutu sesuai standar
operasional prosedur serta klien mendapatkan ilmu pengetahuan yang
baru tentang asuhan kebidanan yang diberikan oleh mahasiswa.
3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menjadi sumber bacaan serta referensi
tentang asuhan komprehensif, yang dapat dipergunakan untuk sarana
belajar mengajar bagi mahasiswi lainnya.
D. Ruang Lingkup
Asuhan kebidanan komprehensif yang diberikan pada ibu D mulai
kehamilan trimester ketiga, persalinan, Bayi Baru Lahir, Nifas dan Keluarga
Berencana di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan Proposal ini terdiri dari tiga bab, adapun sistematika
dalam penulisan dari masing-masing sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
8) Pemeriksaan laboratorium
a) Apgar
Tes apgar ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada satu
menit pertama dan lima menit pertama setelah bayi lahir.
Tes ini merupakan serangkaian pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai kemampuan bayi baru lahir dalam
beradaptasi terhadap kehidupan di luar rahim.
Apgar merupakan singkatan dari kelima tes yang
dilakukan, yaitu appearance (warna kulit), pulse (frekuensi
denyut jantung), grimance (pernapasan), activity (aktif atau
tidaknya tonus otot), dan reflex (reaksi terhadap
rangsangan).
b) Tes pendengaran
Tes ini biasanya akan berlangsung selama 10 menit dan
terdiri atas dua jenistes, yaitu Otoacoustic Emissions
(OAEs) dan Auditory Brainstem Response (ABR).
c) Penyakit kuning
Tes ini dilakukan untuk mengetahui berapa kadar bilirubin
pada bayi, melalui tes darah atau menggunakan light meter
yang bisa mendeteksi tingkat billirubin melalui kulit.
d) Hipotiroid congenital
Skrining ini dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipotiroid congenital dimana penderitanya mengalami
gangguan pertumbuhan atau keterbelakangan mental.
e) Skrining ini paling baik dilakukan saat bayi berumur 48-72
jam.
Dr. Budihardja, DTM&H, MPH, mengatakan bahwa kondisi
hipotiroid kongenital baru dapat dikenali setelah timbul
gejala khas dan sudah terjadi dampak permanen yang baru
akan terlihat setelah anak berumur kurang lebih 1 tahun.
f) Oximetri pulse
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar oksigen dalam
darah bayi. Jika kadar oksigen dalam darah rendah atau
fluktuatif, kemungkinan hal tersebut merupakan tanda
adanya Critical Congenital Heart Defect (CCHD) atau
penyakit jantung bawaan kritis.
9) Tatalaksana kasus
10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan
dan pencegahan komplikasi (p4k) serta KB paska persalinan.
2. Persalinan
a. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran janin pada kehamilan
cukup bulan yaitu sekitar 37-42 minggu dan lahir secara spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18-
24 jam tanpa komplikasi. Persalinan adalah perlakuan oleh rahim
ketika bayi akan dikeluarkan. Bahwa selama persalinan, rahim
akan berkontraksi dan mendorong bayi sampai ke leher rahim.
Sehingga dorongan ini menyebabkan leher rahim mencapai
pembukaan lengkap, kontraksi dan dorongan ibu akan
menggerakan bayi ke bawah (Nurasih, Nurkholifah, 2016).
b. Jenis-Jenis Persalinan
Jenis-jenis persalinan menurut Walyani & Purwoastuti (2016)
yaitu:
1) Persalinan Spontan Persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2) Persalinan Buatan Persalinan dengan tenaga dari luar misalnya
ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi sectio caesarea.
3) Persalinan Anjuran Persalinan tidak mulai dengan sendirinya
tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian
oksitisin atau prostaglandin
c. Fisiologis persalinan
Menjelang proses persalinan otot polos uterus mulai menunjukkan
aktifitas kontraksi secara terkoordinasi diselingi dengan periode
relaksasi dan mencapai puncaknya menjelang persalinan serta
secara berangsur-angsur menghilang pada periode postpartum
(Prawirohardjo, 2017).
d. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal
Menurut Gavi (2015) Ada lima aspek dasar, atau lima benang
merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan
normal yang bersih dan aman, termasuk Inisiasi Menyusu Dini dan
beberapa hal yang wajib dilaksanakan bidan yaitu:
1) Aspek Pengambilan Keputusan Klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah
yang digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan
bayi baru lahir. Hal ini merupakan proses sistematik dalam
mengumpulkan data, mengidentifkasi masalah, membuat
diagnosis kerja atau membuat rencana tindakan yang sesuai
dengan diagnosis, melaksanakan rencana tindakan dan
akhirnya mengevaluasi hasil asuhan atau tindakan yang telah
diberikan kepada ibu dan/atau bayi baru lahir.
2) Asuhan Sayang Ibu dan Bayi
Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dengan prinsip
saling menghargai budaya, kepercayaan, dan keinginan sang
ibu. Tujuan asuhan sayang ibu dan bayi adalah memberikan
rasa nyaman pada ibu dalam proses persalinan dan pada masa
pasca persalinan. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah mengikutsertakan suami dan keluarga untuk memberi
dukungan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Asuhan tersebut bisa mengurangi jumlah persalinan dengan
tindakan
3) Pencegahan Infeksi
Pencegahan Infeksi mutlak dilakukan pada setiap
melaksanakan pertolongan persalinan, hal ini tidak hanya
bertujuan melindungi ibu dan bayi dari infeksi atau sepsis
namun juga melindungi penolong persalinan dan orang sekitar
ataupun yang terlibat dari terkenanya infeksi yang tidak
sengaja. Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari
komponen-komponen lain dalam asuhan sebelum persalinan,
selama dan setelah persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini
harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi
ibu, bayi barulahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan dari infeksi bakteri, virus dan jamur
Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko penularan
penyakitpenyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
pengobatannya seperti Hepatitis dan HIV.
a) Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi
(1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan)
harus dianggap dapat menularkan karena penyakit yang
disebabkan infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
(2) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
(3) Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-
benda lainnya yang akan dan telah bersentuhan dengan
permukaan kulit yang tidak utuh, lecet selaput lainnya
yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan
kulit yang tidak utuh, lecet selaput mukosa atau darah
harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan
harus diproses secara benar. Jika tidak diketahui apakah
permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
dengan benar maka semua itu harus dianggap masih
terkontaminasi.
(4) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tapi
dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan
menerapkan tindakan-tindakan pencegahan Infeksi
secara benar dan konsisten.
b) Pencegahan Infeksi pada Asuhan Persalinan Normal
Pendokumentasian adalah bagian penting dari proses
membuat keputusan klinik dalam memberikan asuhan yang
diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi
Pendokumentasian SOAP dalam persalinan:
Hal-hal yang harus dilaksanakan dalam pertolongan
persalinan adalah pedoman pencegahan infeksi yang terdiri
dari Cuci Tangan, Memakai Sarung Tangan, Perlindungan
Diri, Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan, Pemrosesan
Alat, penanganan peralatan tajam, pembuangan sampah,
kebersihan lingkungan
4) Pencatatan SOAP dan Partograf
Pendokumentasian adalah bagian penting dari proses
membuat keputusan klinik klinik dalam memberikan asuhan
yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Pendokumentasian SOAP dalam persalinan:
a) Pencatatan selama fase laten kala I persalinan.
b) Dicatat dalam SOAP pertama dilanjutkan dilembar
berikutnya.
c) Observasi denyut jantung janin, his, nadi setiap 30 menit.
d) Observasi pembukaan, penurunan bagian terendah, tekanan
darah, suhu setiap 4 jam kecuali ada indikasi.
5) Rujukan
Sistem Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbale balik atas masalah
yang timbul baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih kompeten Rujukan ada 2 jenis
yaitu rujukan medic dan rujukan kesehatan. Rujukan medic
antara lain transfer of patien (konsultasi penderita untuk
keperluan diagnostic, pengobatan dan tindakan operatif),
transfer of specimen (pengiriman specimen untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap), transfer of knowledge
(pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meingkatkan mutu pelayanan setempat). Rujukan kesehatan
adalah hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan ke
fasilitasyang lebih mapu dan lengkap.
e. Tanda-tanda Persalinan
a) Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat yaitu pinggang terasa sakit,
yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, intervalnya makin
pendek dan kekuatannya makin besar, kontraksi uterus
mengakibatkan perubahan uterus, makin beraktifitas (jalan)
dan kekuatan makin bertambah
b) Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui
vagina) Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada
serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan; lendir
yang terdapat pada kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh
darah pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit.
c) Pengeluaran cairan Keluar banyak cairan dari jalan lahir, ini
terjadi akiat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek.
Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada
pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban diharapkan
persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam. Menurut
Prawirohardjo (2017), tanda mulai persalinan adalah:
1) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering
dan teratur.
2) Keluar lendir bercampur darah (blood show) yang lebih
banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
3) Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4) Pada pemeriksaan dalam yaitu serviks mendatar dan
pembukaan telah ada.
f. Tahapan persalinan
Menurut Asrinah (2018) menjelaskan tahapan dalam
persalinan yaitu:
1) Kala I (kala pembukaan)
a) Pembukaan persalinan pada primigravida
Kala I disebut juga kala pembukaan karena pada kala ini
terjadi pembukaan serviks dari 1 s/d 10 cm (pembukaan
lengkap), pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12
jam, pembukaan primigravida 1 cm per jam. Secara klinis
kala I dimulai dari timbulnya his yang semakin lama teratur
disertai keluarnya lender pada multi 8 jam yang bercampur
darah (bloody show).
b) Pembukaan persalinan pada multigravida
Kala pembukaan pada multigravida berlangsung selama 8
jam. Pembukaan pada multigravida berlangsung 2 cm per
jam. Lendir yang bercampur darah ini berasal dari kanalis
servikalis karena mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.
Proses pembukaan serviks dari 0 sampai dengan 10
cm dibagi kedalam 2 fase:
(1) Fase laten: pembukaan yang sangat lambat yaitu
berawal dari awal kontraksi yang menyebabkan
penipisan serviks hingga pembukaan 1 sampai 3 cm
dan berlangsung selama 8 jam.
(2) Fase aktif: berlangsung sekitar 8 jam, pembukaan
serviks dari 4 sampai dengan 10 cm, terbagi kedalam 3
fase:
(a) Fase akselarasi lamanya 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm
(b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
menjadi 9 cm.
(c) Fase deselarasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi lambat sekali. Dalam waktu pembukaan dari 9 cm
menjadi 10 cm. Mekanisme membukanya serviks sangat
berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada
primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu,
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Pada
multigravida pembukaan ostium internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang
sama.
2) Kala II (kala pengeluaran)
Kala pengeluaran yaitu kala atau fase yang dimulai dari
pembukaan lengkap (10cm) sampai dengan pengeluaran janin.
Setelah serviks membuka lengkap janin akan segara keluar.
His 2-3 x/menit amanya 40-50 detik. Kala II pada primigravida
berlangsung sekitar 1,5 - 2 jam dan multigravida sekitar 1 jam.
3) Kala III (kala uri)
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
sejajar di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus akan
berkontraksi kembali untuk mengeluarkan plasenta. Biasanya
plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
4) Kala IV (kala pengawasan)
Kala IV dimulai dari lahirnya lasenta sampai dengan 2 jam
postpartum. Kala IV disebut juga kala pengawasan karena
pada kala ini ibu postpartum perlu di awasi tekanan darahnya,
kandung kemih, suhu dan jumlah pendarahan yang keluar
melalui vagina, Kontraksi uterus terjadi 3 – 4 kali dalam 10
menit selama 40 – 60 menit dengan interval 2 – 3 menit.
l. Partograf
Partograf merupakan alat untuk memantau kemajuan persalinan
yang dimulai sejak fase aktif (Mutmainah, Johan & Llyod, 2017).
Menurut PP IBI (2016), patograf membantu penolong persalinan
dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik
baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit.
Pencatatan pada patograf dimulai pada saat proses persalinan
masuk dalam “fase aktif”. Untuk menyatakan ibu sudah masuk
dalam fase aktif harus ditandai dengan:
1) Kontraksi yang teratur minimal 3x selama 10 menit
2) Lama kontraksi minimal >40 detik
3) Pembukaan 4cm disertai penipisan
4) Bagian terendah sudah masuk pintu atas panggul Bila
pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi
masih kurang 3x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40
detik, pikirkan diagnosa inersia uteri.
1) Kegunaan patograf
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan
memeriksa pembukaan serviks berdasarkan pemeriksaan
dalam
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal, dengan demikian dapat secara dini kemungkinan
terjadinya partuslama. Hal ini merupakan bagian terpenting
dari proses pengambilan keputusan klinik kala I.
2) Bagian partograf
a) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Turunnya bagian terendah dan kepala janin
(3) Kontraksi uterus.
b) Kondisi janin
(1) Denyut jantung janin
(2) Warna dan volume air ketuban
(3) Moulase kepala janin
c) Kondisi ibu
(1) Tekanan darah, nadi dan suhu badan.
(2) Volume urine
(3) Obat dan cairan
3) Cara mencatat temuan pada partograf
Observasi dimulai sejak ibu datang, apabila ibu datang masih
dalam fase laten, maka hasil observasi ditulis di lembar
observasi bukan pada partograf. Karena partograf dipakai
setelah ibu masuk fase aktif yang meliputi:
a) Identifikasi ibu
Lengkapi bagian awal atau bagian atas lembar partograf
secara teliti pada saat mulai asuhan persalinan yang meliputi
nama, umur, gravida, para, abortus, nomor rekam
medis/nomor klinik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu
pecahnya selaput ketuban.
b) Kondisi janin
Kolom lajur dan skala angka pada partograf bagian atas
adalah untuk pencatatan.
(1) Denyut jantung janin
DJJ dinilai setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-
tandagawat janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada
partograf diantara garis tebal angka 180 dan 100, nilai
normal sekitar 120 dan diatas 160, maka penolong harus
waspada.
(2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam dengan menggunakan lambang sebagai berikut:
U : Jika ketuban utuh belum pecah.
J : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
M : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
dengan mekonium.
D : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
dengan darah.
K : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban kering.
(3) Penyusupan/molase kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan
kepala janin dengan menggunakan lambang sebagai
berikut:
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat diraba.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih,
tetapi masih dapat dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
c) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
Pada kolom dan lajur kedua dari partograf adalah untuk
pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera
pada tepi kolom kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Kotak diatasnya menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Pada pertama kali menulis pembesaran
dilatasi serviks harus ditulis tepat padangaris waspada.
Cara pencatatannya dengan memberi tanda silang (X)
pada garis waspada sesuai hasil periksa dalam (VT).
Hasil pemeriksaan dalam (VT) selanjutnya dituliskan
sesuai dengan garis lurus dengan hasil sebelumnya.
Apabila dilatasi serviks melewati garis waspada, perlu
diperhatikan apa penyebabnya dan penolong harus
menyiapkan ibu untuk dirujuk.
(2) Penurunan bagian terendah janin
Skala 0 s/d 5 pada garis tepi sebelah kiri ke atas, juga
menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin ke
dalam panggul. Di bawah lajur kotak dilatasi serviks dan
penurunan kepala menunjukkan waktu/jam dimulainya
fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu
aktual saat pemeriksaan fase aktif dimulai, setiap kotak
menunjukkan 30 menit.
(3) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(a) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin
yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
(b) Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan
dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya
(4) Kondisi ibu
Bagian akhir pada lembar partograf berkaitan dengan
kondisi ibu yang meliputi:
(a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan
dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat
nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan
(lebih seringjika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda
titik pada kolom waktu yang sesuai (•). Nilai dan catat
tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya
penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai. Nilai dan catat temperatur
tubuh ibu (lebih lebih jika meningkat, atau dianggap
adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh dalam kotak yang sesuai.
(b) Volume urin, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya
setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika
memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan
keputusan klinik di sisi luar kolom partografatau buat
catatan terpisah tentang kemajuan persalinan.
(5) Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan
dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan
sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi
baru lahir).
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan
persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan
pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan
kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan
klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk
membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan
kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pasca
persalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah
diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan
untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman.
f. Penatalaksanaan nifas
Menurut Heryani (2016) tujuan asuhan masa nifas yitu:
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun
psikologis
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, deteksi dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayi.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan dini, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui,
pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana
B. Kewenangan Bidan
Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin danPenyelenggaraan
Praktik Bidan diatur dalam Pasal 9, 10, 11, 12, 13 dan 14.
Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan
Pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12,
bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi :
a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim,
dan alat kontrasepsi bawah kulit.
b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter.
c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan.
d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan
ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan.
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah,
dan anak sekolah.
f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.
g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya.
h) Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi.
i) Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
2) Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,
merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh
bidan yang telah dilatih untuk itu.
Pasal 14
Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung dari objek
studi kasus.
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan untuk mendukung permasalahan yang
diungkapkan dalam studi kasus, diperlukan studi kepustakaan yang
kuat. Studi kasus ibu D penulis menggunakan bahan referensi dari
tahun 2010-2018.
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah semua bentuk sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen. Pada kasus ibu D diambil dari data
observasi, data perkembangan dan dokumentasi yang menjadikan
informasi tentang berbagai hal yang diperoleh di PMB Rosdiana
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
1. Kehamilan
Alat dan bahan pada pemeriksaan kehamilan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik yaitu:
tensimeter, doppler, timbangan berat badan.
b. Pemeriksaan Lab
1) Pemeriksaan HB
Alat dan bahaan yang digunakan dalam pemeriksaan HB yaitu:
standar Haemoglobin 1 set, aquadest, lanset steril.
2) Pemeriksaan Protein Urine
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan protein urine
yaitu: urine, asam asetat 5%, lampu spiritus, tabung reaksi.
3) Pemeriksaan Glukosa urine
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan glukosa urine
yaitu:perekasi benedit, korek api, pipet, spuit 5 cc, handscoon,
bengkok dan larutan klorin 0,5%.
2. Persalinan
a. Saf I, berisi: Partus set (berisi: arteri klem 2, gunting tali pusat, benang
tali pusat ), komn obat (berisi: oksitosin 6 ampul, lidocain 1% 3 ampul
dan ergometrin 3 ampul), spuit 3/5 cc, jarum dan catgut/kromik, kom
kapas kering (DTT), handstanitazer, bengkok 2, lampu sorot, bak DTT
(berisi: kassa DTT, kateter DTT dan sarung tangan DTT), Saf II,
berisi: heacting set (berisi: handscoon 1 pasang, pinset anatomis,
pinset sirugis), penghisap lendir, tempat plasenta, tempat larutan
klorin 0,5%, tempat spuit bekas, tempat ampul bekas, stetoskop dan
thermometer.
b. Saf III, berisi: cairan RL 3 buah, abocath no 16-18, infus set, waslap 2,
sarung tangan steril 2, plastik merah, plastik kuning, plastik putih,
handuk, duk, kain bedong, baju, popok, pakaian dan selimuti ibu,
masker, sepatu boot dan resusitasi set.
3. Bayi baru lahir
Alat dan bahan pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut: Timbangan
bayi, pita ukur, thermometer, salap mata, Vit k dan imunisasi hepatitis B
(HB0). Pada kasus asfiksia alat dan bahan yang digunakan yaitu tiga
helai kain, jam dengan jarum detik, penghisap lendir, balon dan sungkup,
sarung tangan dan oksigen.
4. Nifas
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan nifas yaitu:
tensimeter, stetoskop, handscoon, kom berisi kapas sublimat dan air DTT,
bengkok dan larutan klorin 0,5%.
5. KB
Alat dan bahan pada KB suntik 3 bulan adalah sebagai berikut :
KB suntik: spuit 3-5cc, kapas dan obat suntik 3 bulan (depo progestin).
6. Rujukan
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yang
disingkat dengan “BAKSOKUDA” yang artinya sebagai berikut: bidan
mendampingi pasien pada saat merujuk, perlengkapan alat harus dibawa
di antaranya, infus set, tensimeter dan stetoskop. Beritahu keluarga
tentang keadaan yang sedang dialami pasien dan alasan merujuk,
anggota keluarga harus bersedia mendampingi pasien. Beri surat ke
tempat rujukan yang berisi identitas, diagnosa, alasan rujukan, uraian
hasil rujukan, asuhan atau obat-obat yang telah diterima. Ingatkan
keluarga untuk menyediakan biaya yang cukup untuk membeli obat dan
bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan. Sediakan darah
untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila mengalami
pendarahan.