Anda di halaman 1dari 75

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU D DI PRAKTIK

MANDIRI BIDAN ROSDIANA KECAMATAN JEUNIEB


KABUPATEN BIREUEN

OMA

ANA
RO G

Diajukan oleh:

HUMAIRA

1907010005

PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN


UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN – 2022
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU D DI PRAKTIK


MANDIRI BIDAN ROSDIANA KECAMATAN JEUNIEB
KABUPATEN BIREUEN

Diajukan oleh:

HUMAIRA
NPM: 1907010005

Telah disetujui Oleh

Pembimbing I

Anna Malia, SST., M.Keb Tanggal……………..


NIDN. 1313029001

Pembimbing II

Zulfa Hanum, SST., M.Keb Tanggal……………..


NIDN. 1309128901
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh perdarahan, eklampsia,
Infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran Penyebab tidak langsung
kematian ibu dan bayi adalah kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial
ekonomi dan budaya, (Maysurah, 2016). Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu. Penyebab utama AKB disebabkan oleh BBLR,
Pneumia, Infeksi.
Profil kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2017, AKI di
Indonesia mengalami penurunan dari hasil Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012. Pada tahun 2015 AKI di Indonesia menurun
berjumlah 305/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2017 AKB berjumlah
15/1000 kelahiran hidup. Target Nasional di Indonesia pada tahun 2016
pemeriksaan kehamilan k4 sebesar 85,35%, ibu bersalin sebesar 80,61%, ibu
nifas 84,41%, sedangkan cakupan peserta KB aktif sebesar 74,80% dan capaian
KN1 sebesar 83,67%, sedangkan capaian kunjungan lengkap sebesar 77,31%
sehingga sudah memenuhi target Nasional, (Kepmenkes, 2018).
Salah satu tujuan dari program Survei Development Goals (SDGs) yaitu
mencapai kesehatan yang baik dan menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan target
pertama yaitu AKI hingga di bawah 70/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030
dan mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh
Negara berusaha menurunkan AKN setidaknya 12/1.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Balita 25/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Madolan,
2016).
AKI di Indonesia tercatat sebesar 177 kematian per 100 ribu kelahiran
hidup pada 2017. Rasio itu sudah lebih baik dari belasan tahun sebelumnya yang
lebih dari 200 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kendati, AKI Indonesia
masih ketiga tertinggi di Asia Tenggara. Negara yang punya AKI lebih besar dari
Indonesia adalah Myanmar (250 kematian per 100 ribu kelahiran hidup) dan
Laos (185 kematian per 100 ribu kelahiran hidup). AKI di Kamboja, Timor Leste,
dan Filipina juga masih di atas 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara, lima negara lainnya di Asia Tenggara memiliki AKI yang lebih baik
karena sudah di bawah 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kelima
negara tersebut adalah Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan
Singapura.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang diselenggarakan
oleh Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase berat badan sangat
kurang pada balita usia 0-23 bulan (baduta) di Indonesia adalah 3,8%,
sedangkan persentase berat badan kurang adalah 11,4%. Pada balita usia 0-59
bulan, persentase berat badan sangat kurang adalah 3,9%, sedangkan
persentase berat badan kurang adalah 13,8%. Berdasarkan hasil data surveilans
gizi tahun 2020 pada kegiatan pemantauan pertumbuhan yang di entry kedalam
aplikasi e-PPBGM, baduta dengan pengukuran indeks Berat Badan menurut
Umur yang di entry sebanyak 49% dari sasaran baduta yang ada. Dari sasaran
baduta di entry tersebut didapatkan sebanyak 58.425 (1,3%) baduta dengan
berat badan sangat kurang dan sebanyak 248.407 (5,4%) baduta dengan berat
badan kurang. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang
pada baduta adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan
persentase terendah adalah Provinsi Bali.
Balita dengan pengukuran indeks Berat Badan menurut Umur yang di
entry sebanyak 49,6% dari sasaran balita yang ada. Dari sasaran balita di entry
tersebut didapatkan sebanyak 160.712 (1,4%) balita dengan berat badan sangat
kurang dan sebanyak 779.139 (6,7%) balita dengan berat badan kurang. Provinsi
dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada balita adalah Nusa
Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah
Provinsi Bali.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, saat ini angka kematian ibu dan bayi di
Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut disampaikan Hasto saat membacakan
pidato Menko PMK di acara webinar tentang implikasi hasil sensus penduduk
2020 terhadap kebijakan pembangunan kependudukan, "Di Indonesia, angka
kematian ibu dari data tahun 2015 dari susenas masih cukup tinggi dengan 305
per 100.000 penduduk dan angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24
per 1.000 kelahiran hidup," ujar Hasto. Padahal, kata dia, kesehatan ibu dan
anak sangat penting dan termasuk ke dalam salah satu faktor yang
mempengaruhi Sustainable Development Goals (SDGs). Pada tahun 2030, dunia
mendorong target penurunan angka kematian ibu harus di bawah 70 per 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi dan balita proporsinya
ditargetkan turun hingga 12 per 1000 kelahiran hidup. Pemerintah Indonesia pun
meresposn itu dengan berupaya melakukan perbaikian gizi yang difokuskan
pada pencegahan stunting. "Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi
terutama dalam 1.000 hari kehidupan pertama yaitu mulai dari janin hingga balita
atau baduta," kata dia. Berdasarkan hasil survei status gizi balita Indonesia tahun
2019, angkatan stunting di Tanah Ari masih cukup tinggi yakni sebesar 27,6
persen. Artinya, dari 10 orang balita, tiga di antaranya stunting.
Selain pentingnya mengukur AKI, penting pula mengukur AKN dan Bayi.
Penurunan AKN menjadi suatu pusat perhatian penting karena kematian
neonatal dapat memberikan kontribusi terhadap 59% kematian bayi. Secara
umum (AKB) di enam tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.
Penyebab kematian bayi di diantaranya adalah penyakit asfiksia (25%), BBLR
(21%), gangguan kelainan saluran pernafasan (11%), kelainan cacat kongenital
(10%), gangguan kelainan partus (6%), demam (4%), gangguan kelainan jantung
(4%), gangguan kelainan saluran cerna (3%), aspirasi (3%), diare (2 %),
pneumonia (2%), sepsis (2%), infeksi (1%) serta penyakit lainnya (6%),
(Kemenkes RI, 2016).
Cakupan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia pada tahun 2015,
capaian k1 sebanyak 95,75%, K4 sebanyak 87,48%, kunjungan nifas (KF3)
sebesar 87,06, dan capaian KN1 sebesar 83,67%, capaian KN3 lengkap sebesar
77,31%, (Kemenkes RI,2016).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan
pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan terjadi
komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan
keluarga berencana. Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu
dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG),
dokter umum, dan bidan serta diupayakan dilakukuan Difasilitas kesehatan
(Kemenkes RI, 2016).
AKI pada tahun 2016 yang dilaporkan dari Kabupaten perhitungan AKI di
Aceh sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan pada tahun
2014, terjadi penurunan angka dari 149 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 143
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sama halnya dengan AKI dan AKB di
Aceh juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, diketahui jumlah
kematian bayi di Aceh tahun 2015 sebanyak 1.179 jiwa dan jumlah lahir hidup
sebanyak 100.265 jiwa. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah
ditetapkan untuk kedua indikator tersebut maka AKB di Aceh tahun 2015 sebesar
12/1.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu
15/1.000 kelahiran hidup. Angka terendah terdapat di Kota Banda Aceh sebesar
3/1.000 kelahiran hidup, posisi urutan AKB terendah ini tidak jauh berbeda
dengan tahun 2014. Kemudian diikuti Kabupaten Aceh Tenggara sebesar
4/1.000 kelahiran hidup dan Kota Lhokseumawe sebesar 6/1.000 kelahiran
hidup. Sedangkan AKB tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Barat sebesar
27/1.000 kelahiran hidup diikuti Kabupaten Simeulue sebesar 23/1.000 Kelahiran
Hidup (Dinkes Aceh, 2016).
Data cakupan KIA di Bireuen pada tahun 2018 jumlah kematian ibu
mencapai 13 jiwa dengan jumlah 10.043 jiwa. cakupan asuhan K1 berjumlah
9.483 jiwa (94%), K4 berjumlah 8.332 jiwa (83%) jumlah ibu bersalin mencapai
9.587 jiwa, jumlah pertolongan difasilitas pelayanan kesehatan 8.777 jiwa (92%),
jumlah persalinan di tolong tenaga kesehatan (PN) 8.590 (89%), kunjungan nifas
(KN) berjumlah 8.471 jiwa (88%) jumlah kematian bayi pada tahun 2018
mencapai 12/1000 kelahiran hidup, jumlah kunjungan neonatus pertama
(KN1)8.480 (93%), jumlah kunjungan neonatus lengkap (KN lengkap) 7.929
(87%). (Dinkes Aceh. 2018)
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu kelompok populasi.
Mortalitas dapat mengekspresikan jumlah satuan kematian per 1.000 individu
dalam periode waktu tertentu. Berbeda dengan morbiditas yang merujuk angka
kesakitan individu dalam periode waktu tertentu. Pada bab ini kita dapat melihat
bagaimana gambaran kejadian kematian di Aceh periode tahun 2013. Salah satu
tujuan MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 adalah menurunkan
jumlah kematian Anak dengan menghitung Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Balita (AKABA) di suatu Negara. Upaya percepatan penurunan
AKB dan AKABA menjadi prioritas Kementrian Kesehatan RI dan secara
konsisten menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) seluruh Provinsi dan
kabupaten/kota. Upaya ini dilakukan dengan kegiatan program yang fokus,
terintegrasi secara sektoral dan berkesinambungan sehingga berdampak ungkit
besar terhadap penurunan AKB, AKABA di Aceh.
Dalam profil ini juga akan disampaikan angka kejadian lahir mati, oleh
karena banyak terjadi kematian pada janin dalam kandungan sebelum dilahirkan.
untuk perhitungan indikator ini digunakan definisi operasional yang standar
dengan kategori masing-masing yaitu Angka Lahir Mati (ALM), AKB dan AKABA.
Pengertian Lahir Hidup adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana bayi menunjukkan
tanda - tanda kehidupan, misalnya : bernafas, ada denyut jantung atau gerakan
otot. Sementara yang dimaksud dengan Lahir Mati adalah suatu kelahiran
seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa
menunjukkan tanda - tanda kehidupan.
Menurut data yang didapatkan dinas kesehatan kabupaten biruen tahun
2021 jumlah AKI 135/100.000 KH kelahiran Ibu estimasi 10/1.000 KH. Angka
kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup ( lahir hidup real ) jumlah 129/100.00
KH. AKB sedangkan AKB per 1.000 (kelahiran hidup 0-11 Bulan) lahir hidup
sasaran / estimasi jumlah 14/1.000 KH. Angka AKB per 1.000 kelahiran hidup 0-
11 Bulan lahir hidup real jumlah 11/1.00 KH, cakupan kunjungan Ibu hamil K1
ditahun 2021 ditemukan jumlah 9.570. atau 107%, cakupan ibu hamil K4 8.337
atau 93%. Cakupan persalinan normal yang ditolong Nakes 8.547 atau 100%
cakupan pelayanan nifas KF1 8.539 atau 100% cakupan neonatal (KN1) 8.527
atau 105%. Cakupan KB aktif 47.905 atau 59%. Cakupan KB pascasalin 2.362
atau 28%.
Data yang diperoleh di Puskesmas Jeunieb Kabupaten Bireuen pada
tahun 2021 tidak terdapat kematian Ibu dan jumlah AKB 8 Jiwa dan cakupan
pemeriksaan kehamilan keseluruhan berjumlah 205 jiwa, Jumlah persalinan 105
jiwa, Ibu nifas berjumlah 105 jiwa, neonatus 105 jiwa dan didapatkan
penggunaan KB aktif 3.275 jiwa.
Menurut data yang diperoleh di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen tahun 2021 didapatkan data cakupan pemeriksaan
kehamilan yaitu K1 berjumlah 140, K4 berjumlah 532, jumlah ibu bersalin, 356
ibu nifas berjumlah, 356 neonatus, 356 dan didapatkan penggunaan KB aktif
2.643 Jiwa).
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah dengan judul Asuhan Kebidanan Komprehensif pada ibu D
di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan komprehensif pada ibu D
di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten
Bireuen secara efektif sehingga dapat memberikan hasil yang optimal
bagi klien.
2. Tujuan khusus
a. Mampu memberikan asuhan kebidanan kehamilan dari pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi pada ibu D di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan persalinan dari pengkajian.
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
c. Mampu memberikan asuhan kebidanan bayi baru lahir dan pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada bayi Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
d. Mampu memberikan asuhan kebidanan nifas dari pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dokumentasi dan
evaluasi pada Ibu D di Praktik Mandiri Bidan Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
e. Mampu memberikan asuhan kebidanan Keluarga Berencana dari
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
dokumentasi dan evaluasi pada Ibu D di PMB Rosdiana Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.

C. Manfaat
1. Bagi Lahan Praktik
Dapat meningkatkan hubungan kerjasama dan menciptakan hubungan
yang baik antara bidan dengan mahasiswi kebidanan dalam memberikan
asuhan yang komprehensif.
2. Bagi Pasien
Klien mendapatkan asuhan komprehensif yang bermutu sesuai standar
operasional prosedur serta klien mendapatkan ilmu pengetahuan yang
baru tentang asuhan kebidanan yang diberikan oleh mahasiswa.
3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menjadi sumber bacaan serta referensi
tentang asuhan komprehensif, yang dapat dipergunakan untuk sarana
belajar mengajar bagi mahasiswi lainnya.

D. Ruang Lingkup
Asuhan kebidanan komprehensif yang diberikan pada ibu D mulai
kehamilan trimester ketiga, persalinan, Bayi Baru Lahir, Nifas dan Keluarga
Berencana di PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan Proposal ini terdiri dari tiga bab, adapun sistematika
dalam penulisan dari masing-masing sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistematika


penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Berisi konsep dasar teori tentang kehamilan, persalinan, bayi baru lahir,
masa nifas dan Keluarga Berencana, standar asuhan kebidanan dan
kewenangan bidan.

BAB III METODE STUDI KASUS


Berisi jenis studi kasus, lokasi dan waktu, subjek studi kasus, instrument
yang digunakan, teknik pengumpulan data, alat dan bahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar teori


1. Kehamilan
a. Pengertian kehamilan
Kehamilan didefenisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah bertemunya sel
telur dan sperma didalam atau diluar rahim dan berakhir dengan
keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir (Fatimah, 2017)
b. Fisiologi kehamilan
Proses kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan
dan terdiri dari ovulasi pelepasan ovum. Proses pelepasan ovum
dipengaruhi oleh sistem hormonal yang kompleks, terjadi migrasi
spermatozoa dan ovum. Pada setiap hubungan seks ditumpahkan
3cc sperma yang mengandung 40-60 juta spermatozoa tiap ml.
Terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, konsepsi terjadi pada
tuba, tempat yang paling luas dindingnya penuh jonjot dan tertutup
sel yang mempunyai Silvia. Ovum siap dibuahi setelag 12 jam dan
hidup selama 24 jam. Spermatozoa dilimpahkan, masuk melalui
kanalis servikalis dengan kekuatan sendiri. Dalam kavun uteri
terjadi proses kapasitasi yaitu pelepasan sebagian dari lipoprotein
sehingga mampu mengadakan fertilisasi. Spermatozoa masuk ke
dalam ovum, ekornya terlepas dan tertinggal diluar. Kedua inti
ovu. Dan inti spermatozoa bertemu sehingga membentuk zigot
yang kemudian terjadi implantasi pada uterus dan pembentuka.
Plasenta, tumbuh kembali hasil konsepsi sampai aterm
(rismalinda, 2015)
c. Tanda dan gejala hamil
Tanda Pasti Kehamilan (positive sign)
a) Teraba bagian−bagian janin
Umumnya pada kehamilan 22 minggu janin dapat diraba
pada wanita kurus dan otot perut relaksasi. Kehamilan 28
minggu jelas bagian janin dapat diraba demikian pula
gerakan janin dapat dirasakan oleh ibu.
b) Gerakan Janin
Pada kehamilan 20 minggu gerakan janin dapat dirasakan
oleh pemeriksa.
c) Terdengar Denyut Jantung Janin
Dengan menggunakan ultrasound denyut jantung janin
dapat terdengar pada usia 6 sampai 7 minggu. Jika
menggunakan dopler pada usia 12 minggu sedangkan jika
menggunakan stetoskop leannec 18 minggu. Frekuensi
deyut jantung janin antara 120 sampai dengan 160 kali
permenit yang akan jelas terdengar bila ibu tidur terlentang
atau miring dengan punggung bayi di depan.
d) Pemeriksaan Rontge nt
Gambaran tulang mulai terlihat degan sinar X pada usia
kehamilan 6 minggu namun masih belum dapat dipastikan
bahawa itu adalah gambaran janin. Pada kehamilan 12
sampai 14 minggu baru dapat dipastikan gambaran tulang
janin.
e) Ultrasonografi
USG dapat digunakan umur kehamilan 4 sampai 5 minggu
untuk memastikan kehamilan dengan melihat adanya
kantong gestasi, gerakan janin dan deyut jantung janin
f) Electrocardiography
ECG jantung janin mulai terihat pada kehamilan 12
minggu.
d. Kasifikasi Usia Kehamilan Menurut Widatiningsih dan Dewi
(2017), kehamilan dibagi menjadi :
1) Kehamilan Trimester I (1-12 minggu)
2) Kehamilan Trimester II (13−27 minggu)
3) Kehamilan Trimester III (28−40 minggu)
e. Perubahan dan adaptasi psikologis kehamilan Menurut Ayu., dkk.
(2016).
Terdapat pemahaman dan reaksi emosi ibu terhadap kehamilan
meliputi trimester III yaitu:
a) Kelelahan, terasa berat, frekuensi kencing meningkat
kembali,merasa kurang tidur, dan bila tidur merasa
janggal.
b) Perubahan harga diri.
c) Perasaan janggal dan kaku.
d) Kekhawatiran terhadap kesehatan diri selama melahirkan.
e) Kekhawatiran terhadap kesehatan janinnya.
f) Perenungan terhadap penerimaan peran sebagai ibu.
g) Khayalan terhadap situasi sebagai orang tua.
h) Masa puncak stabil (terlindung dimana peran sudah
terlatih).
i) Gangguan pikiran tentang persalinan
f. Tanda bahaya kehamilan
Menurut teori Kemenkes RI (2017) tanda bahaya kehamilan yaitu:
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai
sebelum bayi dilahirkan.
2) Sakit kepala yang hebat
Sakit kepala yang bisa terjadi selama kehamilan, dan sering
kali merupakan ketidaknyamanan yang normal dalam
kehamilan. Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah
serius dalam kehamilan adalah sakit kepala yang hebat, dan
tidak hilang dengan beristirahat. Terkadang sakit kepala yang
hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa
penglihatannya kabur atau terbayang. Hal ini merupakan gejala
dari pre-eklamsia dan jika tidak diatasi dapat menyebabkan
kejang maternal, stroke, koagulopati dan kematian.
Penatalaksanaanya dengan cara menanyakan kepada ibu
apakah ibu mengalami pembengkakan pada wajah/tangan atau
terjadi masalah penglihatan. Periksa tekanan darah, protein
urine, refleks danoedema.
3) Gangguan penglihatan
Penglihatan menjadi kabur atau berbayang dapat disebabkan
oleh sakit kepala yang hebat, sehingga terjadi oedema pada
otak dan meningkatkan resistensi otak yang mempengaruhi
sistem saraf pusat, yang dapat menimbulkan kelainan selebrar
(nyeri kepala, kejang), dan gangguan penglihatan.perubahan
penglihatan atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda pre-
eklamsia. Masalah visual yang mengidentifikasikan keadaan
yang mengancam jiwa adalah perubahan visual yang
mendadak, misalnya penglihatan kabur atau berbayang,
melihat bintik-bintik (spot), berkunang-kunang.
4) Nyeri abdomen yang hebat
Nyeri abdomen yang hebat yang tidak berhubungan dengan
persalinan normal adalah tidak normal. Nyeri abdomen yang
mungkin menunjukkan masalah yang mengancam setelah
beristirahat. Hal iniberarti bisa apendisitis, kehamilan ektopik,
aborsi, penyakit radang pelviks, preterm, gastritis, penyakit
kantong empedu, iritasi uterus, abrupsi plasenta (plasenta
lepas sebelum waktunya), infeksi saluran kemih. Penanganan
yang dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, dan periksa urin
untuk mengetahui kadar proteinnya.
5) Bengkak pada wajah, tangan dan kaki
Oedema yaitu penimbunan cairan yang berlebih dalam jaringan
tubuh, dan dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Oedema pretibial
yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga
tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsia.
Hampir separuh dari ibu-ibu akan mengalami bengkak yang
normal pada kakI yang biasanya hilang setelah beristirahat atau
meningginkan kaki,noedema yang mengkhawatirkan ialah
oedema yang muncul mendadak dan cenderung meluas.
Oedema biasa menjadi menunjukkan adanya masalah serius
dengan tanda-tanda antara lain jika muncul pada muka dan
tangan, bengkak tidak hilang setelah beristirahat, bengkak
disertai dengan keluhan fisik lainnya, seperti: sakit kepala yang
hebat, pandangan kabur dan lain-lain. Hal ini dapat merupakan
pertanda anemia, gagal jantung atau pre-eklamsia.
Penanganan yang dilakukan, tanyakan kepada ibu apakah ia
mengalami sakit kepala dan gangguan penglihatan, lalu dilihat
konjungtivanya pucat atau tidak, kemudian lakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb).
6) Gerakan janin tidak seperti biasanya
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya pada bulan ke-5 atau ke-
6, beberapa ibu merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika
bayi tidur gerakannya akan melemah. Bayi haus bergerak
sedikitnya 3 kali dalam periode 3 jam, gerakan akan lebih
terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan
atau minum dengan baik. Tapi jika bayi tidak bergerak sama
sekali, hal ini merupakan tanda bahaya pada janin.
g. Standar pelayanan ante natal care
Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi, dan penangganan medic pada ibu hamil,
untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan
persalinan yang aman dan memuaskan (Walyani, 2016).
AnteNatal Care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim dan bunya. Pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) adalah
pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental
dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan
reproduksi secara wajar (Manuaba, 2016).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2018), pelayanan ANC
merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
standar pelayanan kebidanan yaitu standar 10T antara lain, yaitu:
1) Timbang berat badan dan Tinggi Badan
Ukur berat badan dalam kg tiap kali kunjungan. Kenaikan berat
badan normal pada waktu hamil 1 kg perbulan mulai trimester
kedua, kenaikan BB 9 Kg dan TB 80 Cm
2) Ukur tekanan darah
Tekanan darah yang normal 120/80-140/90 mmHg, bila
melebihi dari 140/90 mmHg perlu diwaspadai adanya pre-
eklamsia.
3) Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus berguna untuk melihat pertumbuhan
janin apakah sesuai dengan usia kehamilan 4 Bulan .
4) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
Dilakukan secara rutin untuk mengetahui letak janin dan untuk
mengetahui apakah janin dalam keadaan sehat dengan cara
mendengar DJJ janin.
5) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
Bila <23,5 cm menunjukkan ibu hamil kurang energi Kronis (ibu
hamil KEK) dan resiko melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR).
6) Pemberian tablet fe
Tablet fe diberikan sebanyak 90 tablet selama kehamilan,
diminum pada malam hari untuk mengurangi rasa mual.
7) Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid)
Menurut Yanuari (2017), imunisasi TT diberikan segera setelah
dinyatakan hamil tujuannya untuk memberikan kekebalan pada
ibu hamil dan mencegah terjadinya neonaturum pada bayi yang
akan dilahirkan. Imunisasi TT dapat dilakukan sebanyak 5 kali
dengan selang waktu yang berbeda-beda, Imunisasi tetanus
toksoid (TT) yaitu:
TT1 Pada saat kunjungan pertama (sedini
mungkin pada saat kehamilan)
TT2 4 minggu setelah TT1
TT3 6 bulan setelah TT2
TT4 1 tahun setelah TT3
TT5 1 tahun setelah TT 4

8) Pemeriksaan laboratorium

a) Apgar
Tes apgar ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada satu
menit pertama dan lima menit pertama setelah bayi lahir.
Tes ini merupakan serangkaian pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai kemampuan bayi baru lahir dalam
beradaptasi terhadap kehidupan di luar rahim.
Apgar merupakan singkatan dari kelima tes yang
dilakukan, yaitu appearance (warna kulit), pulse (frekuensi
denyut jantung), grimance (pernapasan), activity (aktif atau
tidaknya tonus otot), dan reflex (reaksi terhadap
rangsangan).
b) Tes pendengaran
Tes ini biasanya akan berlangsung selama 10 menit dan
terdiri atas dua jenistes, yaitu Otoacoustic Emissions
(OAEs) dan Auditory Brainstem Response (ABR).
c) Penyakit kuning
Tes ini dilakukan untuk mengetahui berapa kadar bilirubin
pada bayi, melalui tes darah atau menggunakan light meter
yang bisa mendeteksi tingkat billirubin melalui kulit.
d) Hipotiroid congenital
Skrining ini dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipotiroid congenital dimana penderitanya mengalami
gangguan pertumbuhan atau keterbelakangan mental.
e) Skrining ini paling baik dilakukan saat bayi berumur 48-72
jam.
Dr. Budihardja, DTM&H, MPH, mengatakan bahwa kondisi
hipotiroid kongenital baru dapat dikenali setelah timbul
gejala khas dan sudah terjadi dampak permanen yang baru
akan terlihat setelah anak berumur kurang lebih 1 tahun.
f) Oximetri pulse
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar oksigen dalam
darah bayi. Jika kadar oksigen dalam darah rendah atau
fluktuatif, kemungkinan hal tersebut merupakan tanda
adanya Critical Congenital Heart Defect (CCHD) atau
penyakit jantung bawaan kritis.
9) Tatalaksana kasus
10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan
dan pencegahan komplikasi (p4k) serta KB paska persalinan.

2. Persalinan
a. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran janin pada kehamilan
cukup bulan yaitu sekitar 37-42 minggu dan lahir secara spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18-
24 jam tanpa komplikasi. Persalinan adalah perlakuan oleh rahim
ketika bayi akan dikeluarkan. Bahwa selama persalinan, rahim
akan berkontraksi dan mendorong bayi sampai ke leher rahim.
Sehingga dorongan ini menyebabkan leher rahim mencapai
pembukaan lengkap, kontraksi dan dorongan ibu akan
menggerakan bayi ke bawah (Nurasih, Nurkholifah, 2016).
b. Jenis-Jenis Persalinan
Jenis-jenis persalinan menurut Walyani & Purwoastuti (2016)
yaitu:
1) Persalinan Spontan Persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2) Persalinan Buatan Persalinan dengan tenaga dari luar misalnya
ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi sectio caesarea.
3) Persalinan Anjuran Persalinan tidak mulai dengan sendirinya
tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian
oksitisin atau prostaglandin
c. Fisiologis persalinan
Menjelang proses persalinan otot polos uterus mulai menunjukkan
aktifitas kontraksi secara terkoordinasi diselingi dengan periode
relaksasi dan mencapai puncaknya menjelang persalinan serta
secara berangsur-angsur menghilang pada periode postpartum
(Prawirohardjo, 2017).
d. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal
Menurut Gavi (2015) Ada lima aspek dasar, atau lima benang
merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan
normal yang bersih dan aman, termasuk Inisiasi Menyusu Dini dan
beberapa hal yang wajib dilaksanakan bidan yaitu:
1) Aspek Pengambilan Keputusan Klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah
yang digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan
bayi baru lahir. Hal ini merupakan proses sistematik dalam
mengumpulkan data, mengidentifkasi masalah, membuat
diagnosis kerja atau membuat rencana tindakan yang sesuai
dengan diagnosis, melaksanakan rencana tindakan dan
akhirnya mengevaluasi hasil asuhan atau tindakan yang telah
diberikan kepada ibu dan/atau bayi baru lahir.
2) Asuhan Sayang Ibu dan Bayi
Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dengan prinsip
saling menghargai budaya, kepercayaan, dan keinginan sang
ibu. Tujuan asuhan sayang ibu dan bayi adalah memberikan
rasa nyaman pada ibu dalam proses persalinan dan pada masa
pasca persalinan. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah mengikutsertakan suami dan keluarga untuk memberi
dukungan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Asuhan tersebut bisa mengurangi jumlah persalinan dengan
tindakan
3) Pencegahan Infeksi
Pencegahan Infeksi mutlak dilakukan pada setiap
melaksanakan pertolongan persalinan, hal ini tidak hanya
bertujuan melindungi ibu dan bayi dari infeksi atau sepsis
namun juga melindungi penolong persalinan dan orang sekitar
ataupun yang terlibat dari terkenanya infeksi yang tidak
sengaja. Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari
komponen-komponen lain dalam asuhan sebelum persalinan,
selama dan setelah persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini
harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi
ibu, bayi barulahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan dari infeksi bakteri, virus dan jamur
Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko penularan
penyakitpenyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
pengobatannya seperti Hepatitis dan HIV.
a) Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi
(1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan)
harus dianggap dapat menularkan karena penyakit yang
disebabkan infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
(2) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
(3) Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-
benda lainnya yang akan dan telah bersentuhan dengan
permukaan kulit yang tidak utuh, lecet selaput lainnya
yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan
kulit yang tidak utuh, lecet selaput mukosa atau darah
harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan
harus diproses secara benar. Jika tidak diketahui apakah
permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
dengan benar maka semua itu harus dianggap masih
terkontaminasi.
(4) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tapi
dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan
menerapkan tindakan-tindakan pencegahan Infeksi
secara benar dan konsisten.
b) Pencegahan Infeksi pada Asuhan Persalinan Normal
Pendokumentasian adalah bagian penting dari proses
membuat keputusan klinik dalam memberikan asuhan yang
diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi
Pendokumentasian SOAP dalam persalinan:
Hal-hal yang harus dilaksanakan dalam pertolongan
persalinan adalah pedoman pencegahan infeksi yang terdiri
dari Cuci Tangan, Memakai Sarung Tangan, Perlindungan
Diri, Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan, Pemrosesan
Alat, penanganan peralatan tajam, pembuangan sampah,
kebersihan lingkungan
4) Pencatatan SOAP dan Partograf
Pendokumentasian adalah bagian penting dari proses
membuat keputusan klinik klinik dalam memberikan asuhan
yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Pendokumentasian SOAP dalam persalinan:
a) Pencatatan selama fase laten kala I persalinan.
b) Dicatat dalam SOAP pertama dilanjutkan dilembar
berikutnya.
c) Observasi denyut jantung janin, his, nadi setiap 30 menit.
d) Observasi pembukaan, penurunan bagian terendah, tekanan
darah, suhu setiap 4 jam kecuali ada indikasi.
5) Rujukan
Sistem Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbale balik atas masalah
yang timbul baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih kompeten Rujukan ada 2 jenis
yaitu rujukan medic dan rujukan kesehatan. Rujukan medic
antara lain transfer of patien (konsultasi penderita untuk
keperluan diagnostic, pengobatan dan tindakan operatif),
transfer of specimen (pengiriman specimen untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap), transfer of knowledge
(pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meingkatkan mutu pelayanan setempat). Rujukan kesehatan
adalah hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan ke
fasilitasyang lebih mapu dan lengkap.

e. Tanda-tanda Persalinan
a) Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat yaitu pinggang terasa sakit,
yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, intervalnya makin
pendek dan kekuatannya makin besar, kontraksi uterus
mengakibatkan perubahan uterus, makin beraktifitas (jalan)
dan kekuatan makin bertambah
b) Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui
vagina) Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada
serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan; lendir
yang terdapat pada kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh
darah pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit.
c) Pengeluaran cairan Keluar banyak cairan dari jalan lahir, ini
terjadi akiat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek.
Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada
pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban diharapkan
persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam. Menurut
Prawirohardjo (2017), tanda mulai persalinan adalah:
1) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering
dan teratur.
2) Keluar lendir bercampur darah (blood show) yang lebih
banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
3) Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4) Pada pemeriksaan dalam yaitu serviks mendatar dan
pembukaan telah ada.

f. Tahapan persalinan
Menurut Asrinah (2018) menjelaskan tahapan dalam
persalinan yaitu:
1) Kala I (kala pembukaan)
a) Pembukaan persalinan pada primigravida
Kala I disebut juga kala pembukaan karena pada kala ini
terjadi pembukaan serviks dari 1 s/d 10 cm (pembukaan
lengkap), pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12
jam, pembukaan primigravida 1 cm per jam. Secara klinis
kala I dimulai dari timbulnya his yang semakin lama teratur
disertai keluarnya lender pada multi 8 jam yang bercampur
darah (bloody show).
b) Pembukaan persalinan pada multigravida
Kala pembukaan pada multigravida berlangsung selama 8
jam. Pembukaan pada multigravida berlangsung 2 cm per
jam. Lendir yang bercampur darah ini berasal dari kanalis
servikalis karena mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.
Proses pembukaan serviks dari 0 sampai dengan 10
cm dibagi kedalam 2 fase:
(1) Fase laten: pembukaan yang sangat lambat yaitu
berawal dari awal kontraksi yang menyebabkan
penipisan serviks hingga pembukaan 1 sampai 3 cm
dan berlangsung selama 8 jam.
(2) Fase aktif: berlangsung sekitar 8 jam, pembukaan
serviks dari 4 sampai dengan 10 cm, terbagi kedalam 3
fase:
(a) Fase akselarasi lamanya 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm
(b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
menjadi 9 cm.
(c) Fase deselarasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi lambat sekali. Dalam waktu pembukaan dari 9 cm
menjadi 10 cm. Mekanisme membukanya serviks sangat
berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada
primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu,
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Pada
multigravida pembukaan ostium internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang
sama.
2) Kala II (kala pengeluaran)
Kala pengeluaran yaitu kala atau fase yang dimulai dari
pembukaan lengkap (10cm) sampai dengan pengeluaran janin.
Setelah serviks membuka lengkap janin akan segara keluar.
His 2-3 x/menit amanya 40-50 detik. Kala II pada primigravida
berlangsung sekitar 1,5 - 2 jam dan multigravida sekitar 1 jam.
3) Kala III (kala uri)
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
sejajar di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus akan
berkontraksi kembali untuk mengeluarkan plasenta. Biasanya
plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
4) Kala IV (kala pengawasan)
Kala IV dimulai dari lahirnya lasenta sampai dengan 2 jam
postpartum. Kala IV disebut juga kala pengawasan karena
pada kala ini ibu postpartum perlu di awasi tekanan darahnya,
kandung kemih, suhu dan jumlah pendarahan yang keluar
melalui vagina, Kontraksi uterus terjadi 3 – 4 kali dalam 10
menit selama 40 – 60 menit dengan interval 2 – 3 menit.

g. Faktor yang mempengaruhi persalinan


Menurut teori Fitriana dan Nurwiandani (2018) faktor yang
mempengaruhi persalinan adalah sebagai berikut:
1) Passage ( jalan lahir)
Passage adalah faktor jalan lahir atau bisa disebut dengan
panggul ibu, passange memiliki 2 bagian yaitu:
a) bagian keras yang terdiri dari tulang- tulang panggul ( rangka
panggul)
b) bagian lunak terdiri dari otot, jaringan, dan ligament. Jalan
lahir lunak berperan adalah serviks, uteri, dan vagina
2) Power (tenaga atau kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan ialah: his, kontrasi
otot dinding perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligamen,
dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
3) Passenger
Faktor yang berpengaruh terhadap persalinan selain faktor
janin meliputi, sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian
terbawah janin, serta posisi janin, juga ada plasenta dan air
ketuban
4) Psikis (psikologis)
Faktor psikologis ketakutan dan kecemasan sering menjadi
penyebab lamanya persalinan, his menjadi kurang baik,
pembukaan menjadi kurang lancar.
5) Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan
janin, dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan
penolong dalam menghadapi proses persalinan.

h. Perubahan fisiologis persalinan


Perubahan Fisiologis dan Psikologis Kehamilan Meurut Walyani
(2017) Perubahan fisiologis yang dialami wanita selama hamil
yaitu :
a) Perubahan pada sistem reproduksi dan mamae
(1) Uterus
Pembesaran uterus awal kehamilan disebabkan oleh
peningkatan vaskularisasi, vasodilatasi, hiperplasia dan
hipertropi pada miometrium dan perkembangan
endometrium yang menjadi decidua disebabkan karena
efek estrogen dan progesteron yang dihasikan oleh corpus
luteum. Berat Uterus naik secara luar biasa dari 30−50
gram menjadi ±1000 gram pada akhir kehamilan. Pada
akhir kehamilan uterus akan terus membesar dalam rongga
pelvis, dan seiring perkembangannya uterus akan
menyentuh dinding abdomen mendorong usus kesamping
dan keatas, terus tumbuh hingga menyentuh hati.
(2) Serviks Uteri dan Vagina
Progesteron meyebabkan sel−sel endoserviks mensekresi
mukus yang kental, menutupi serviks yang dikenal dengan
mucus plug. Serviks bertambah vaskularisasinya dan
menjadi lunak pada perabaan dan disebut tanda goodell.
Dinding vagina mengalami perubahan pada trimester III
untuk mempersipkan persalinan yaitu dengan
mengendornya jaringan ikat, hipertropi sel otot polos.
Perubahan ini menyebabkan bertambah panjangnya
dinding vagina.
(3) Fungsi Hormon dan ovarium
Setelah implantasi, villi chorionic akan mengeluarkan
hormon HCG guna mempertahankan produksi esterogen
dan progesteron corpus luteum sampai pasenta terbentuk
sempurna yaitu 16 minggu. Selanjutnya pasenta akan
menggantikan fungsi corpus luteum memproduksi estrogen
dan progesteron. Tingginya esterogen dan progesteron
selam hamilakan menekan produksi FSH dan LH sehingga
tidak terjadi maturasi folikel dan ovulasi berhenti. Hormon
relaksin pada akhir kehamilan akan merelaksasikan
jaringan ikat terutama sendi sakroiliaka dan pelunakan
serviks pada saat persalinan.
(4) Perubahan pada mamae
Perubahan ada ibu hamil yaitu payudara menjadi lebih
besar, dan aerola mamae semakin hitam karena
hiperpigmentasi. Gandula montgomery makin tampak
menonjol di permukaan aerola mamae dan pada kehamian
12 minggu ke atas dari putting susu keluar colostrum.
b) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Cardiac output (COP) meningkat 30%-50% selama kehamilan
dan tetap tinggi sampai persalinan. Bila ibu berbaring terlentang
maka dapat menyebabkan supine hypotension syndrome
karena pembesaran uterus menekan vena kava inferior
mengurangi venous return ke jantung. Selama awal kehamilan
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 5 sampai 10 mmHg,
diastolik 10 sampai 15 mmHg dan setalah usia kehamilan 24
minggu akan berangsur naik dan kembali normal.
Volume pasma mulai meningkat pada usia kehamiaan 10
minggu dan mencapai batas maksimum pada usia 30 sampai
dengan 34 minggu. Rata-rata kenaikan berkisar 20 sampai
dengan 100% dan eritrosit juga meningkat mencapai 18 sampai
dengan 30%. Ketidakseimbangan peningkatan antara plasma
dan eritrosit mengakibatkan hemodilusi yang berdampak pada
penurunan hematokrit selama kehamilan normal dan
menyebabkan anemia fisiologis.
c) Sistem Respirasi
Kecepatan pernapasan menjadi sedikit lebih cepat untuk
memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat selama
kehamilan (15 sampai dengan 20%). Pada kehamilan lanjut ibu
cenderung menggunakan pernafasan dada daripada
pernafasan perut, hal ini disebabkan oeh tekanan ke arah
diafragma akibat pembesaran rahim.
d) Sistem Pencernaan
Pada bulan pertama kehamilan sebagian ibu mengalami
morning sickness yang muncul pada awal kehamian dan
berakhir setelah 12 minggu. Terkadang ibu mengalami
perubahan selera makan (ngidam). Gusi menjadi hiperemik dan
terkadang bengkak sehingga cenderung berdarah. Peningkatan
progesteron menyebabkan tonus otot traktus digestivus
menurun sehingga motilitas lambung berkurang. Makanan lebih
lama berada di dalam lambung sehingga menyebabkan rasa
panas pada ulu hati (heartburn). Selain itu peningkatan
progesteron menyebabkan absorbsi air meningkat di kolon
sehingga menyebabkan konstipasi.
e) Sistem Perkemihan
Aliran plasma renal meningkat 30% dan laju fitrasi glomerulus
meningkat (30 sampai dengan 50%) pada awal kehamilan
mengakibatkan poliuri. Usia kehamian 12 minggu pembesaran
uterus menyebabkan penekanan pada vesika urinaria
menyebabkan peningkatan frekuensi miksi yang fisiologis.
Kehamilan trimester II kandung kencing tertarik ke atas pelvik
dan uretra memanjang. Kehamilan trimester III kandung
kencing menjadi organ abdomen dan tertekan oleh
pembesaran uterus serta penurunan kepala sehingga
menyebabkan peningkatan frekuensi buang air kecil.
f) Sistem Integumen
Peningkatan esterogen meningkatkan deposit lemak sehingga
kulit dan lemak subkutan menjadi tebal. Hiperpigmentasi pada
puting dan aerola aksila dan garis tengah perut serta pada pipi,
hidung, dan dahi disebabkan oleh peningkatan Melanophore
Stimulating Hormone. Keringat berlebihan selama hami karena
peningkatan laju metabolisme basal dan suplai darah ke kulit.
g) Metabolisme
Basal metabolisme rate (BMR) umumnya meningkat 15 sampai
dengan 20% terutama pada trimester III. Peningkatan BMR
menunjukkan peningkatan pemakaian oksigen karena beban
kerja jantung yang meningkat. Vasodilatasi perifer dan
peningkatan aktivitas kalenjer keringat membantu
mengeluarkan kelebihan panas akibat peningkatan BMR
selama hamil. Ibu hamil normal menyerap 20% zat besi yang
masuk. Teh, kopi, tembakau dapat mengurangi penyerapan zat
besi, sedangkan sayuran dan vitamin C meningkatkan
penyerapan zat besi.
h) Berat Badan dan Indeks Masa Tubuh
Penambahan berat badan yang diharapkan selama kehamilan
bervariasi antara satu ibu dengan lainnya. Faktor utama yang
menjadi pertimbangan untuk rekomendasikan kenaikan berat
badan adalah body mass index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh
(IMT) yaitu kesesuain berat badan sebelum hamil terhadap
tinggi badan, yaitu apakah ibu tergolong kurus, normal atau
gemuk. Untuk itu sangatlah penting mengetahui berat badan
ibu selama hamil.
i) Sistem Endokrin
Sejak trimester I terjadi peningkatan normal dari hormon
tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3) yang mempunyai efek nyata
pada kecepatan metabolisme untuk mendukung pertumbuhan
kehamilan. Pada kondisi hiertiroid ringan, kalenjer tiroid
bertambah ukuran dan dapat diraba akibat laju metabolisme
basal meningkat, intoleransi panas dan labilitas emosional.
Produksi insulin semakin meningkat karena sel-sel penghasil
insulin bertambah ukuran dan jumlahnya. Oleh karena itu, ibu
akan lebih cepat mengalami starvation (kelaparan) bila dalam
kondisi tidak makan yang cukup lama mengakibatkan glukosa
darah menurun cepat (hipoglikemi).
j) Sistem Muskuloskeletal
Bertambahnya beban dan perubahan struktur dalam kehamilan
merubah dimensi tubuh dan pusat gravitasi menyebabkan
kondisi lordosis (peningkatan kurvatura lumbosakral) disertai
dengan mekanisme kompensasi area vertebra servikalis
(kepala cenderung fleksi ke arah anterior) untuk
mempertahankan keseimbangan. Lordosis bila tidak dikoreksi
akan menyebabkan ketegangan ligamen dan struktur otot yang
menimbulkan ketidaknyamana selama hamil atau setelahnya
pada ibu yang sudah berusia lebih tua atau ibu dengan
masalah tulang belakang.
k) Sistem Neurologik
Kompresi saraf pelvik atau stasis vaskuler akibat pombesaran
uterus dalam berakibat perubahan sensori pada tungkai.
Lordosis dapat menyebabkan nyeri karena tarikan atau
penekanan pada syaraf. Edema pada trimester akhir yang
menekan saraf mediana dibawah ligamen charpal pergelangan
tangan menimbulakan carpal tunnel syndrome ynang ditandai
dengan kesemutan dan nyeri pada tangan yang menyebar ke
siku. Acroesthesia (bebal dan kesemutan pada tangan) yang
disebabkan oleh postur ibu membungkuk yang menyebabkan
tarikan pada pleksus brachialis, pusing, rasa seperti hendak
pingsan akibat instabiitas vasomotor, postura hipotensi, atau
hipoglikemi juga dapat dialami.

i. Kebutuhan Ibu Masa Persalinan


Menurut JNPK-RK (2017), kebutuhan ibu masa
persalinan adalah dukungan emosional, mobilisasi, pemberian
cairan dan nutrisi serta personal hygiene.
1) Dukungan Emosional
Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang
lain untuk mendampingi ibu selama persalinan dan proses
kelahiran bayinya. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam
mendukung dan mengenali berbagai upaya yang mungkin
sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk
menghadirkan teman atau saudara yang secara khusus diminta
untuik menemaninya
2) Mobilisasi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman
selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan suami
dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi.
Ibu boleh berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring
atau merangkak, posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau
jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali
memperpendek waktu persalinan. Memberitahukan pada ibu
untuk tidak berbaring terlentang lebih dari 10 menit
3) Pemberian Cairan dan Nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan
minum air)selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan
tetapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya ingin
mengkonsumsi cairan saja. Anjurkan agar anggota keluarga
sesering mungkin menawarkan minum dan makanan ringan
selama proses persalinan (JNPK-KR, 2017).
4) Personal Hygiene
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya
secara rutin selama persalinan, ibu harus berkemih sedikitnya
setiap 2 jam, atau lebih sering jika ibu merasa ingin berkemih
atau jika kandung kemih terasa penuh. Periksa kandung kemih
sebelum memeriksa denyut jantung janin(JNPK-KR, 2017).
Anjurkan ibu berkemih dikamar mandi atau lakukan
katerisasi. WHO dan Asosiasi Rumah Sakit Internasional
menganjurkan untuk tidak menyatukan ruang bersalin dengan
kamar mandi atau toilet karena tingginya frekuensi
penggunaan, lalu lintas antar ruang, potensi pencemaran
mikroorganisme, percikan air atau lantai yang basah akan
meningkatkan resiko infeksi nosokomial terhadap ibu, bayi baru
lahir dan penolong sendiri (JNPK-KR, 2017).

j. Asuhan persalinan normal


Menurut Modul Midwifery Update, (2016) asuhan persalinan
normal dirumuskan 60 langkah :
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala II :
a) Ibu mempunyai dorongan kuat untuk meneran
b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada
rectum dan vagina
c) Perineum tampak menonjol
d) Vulva dan sfingter ani membuka
2) Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana
komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia; tempat datar
dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot
60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
a) Menggela r kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta
ganjal bahu bayi, menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat
suntik steril sekali pakai didalam partus set.
b) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang
bersih.
3) Memakai celemek plastik
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,
cuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tisu atau handuk pribadi yang kering
dan bersih
5) Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan
digunakan untuk periksa dalam
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT dan steril) pastikan tidak
terjadi kontaminasi pada alat suntik
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-
hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau
kasa yang dibasahi air DTT
a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi
tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan
kebelakang.
b) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia
c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi,
lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5%)
8) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap, apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan
sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan
terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi atau
saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam
batas normal (120-160 x/menit)
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ
dan semua hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf.
11) Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janinbbaik dan bantu ibu dalam menemukan posisi
yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti
pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada.
b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana
peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat
pada ibu untuk meneran secara benar.
12) Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran,
(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat,
bantu ibu keposisi setengah duduk atau posisi lain yang
diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13) Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran :
a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan
efektif.
b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan
perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam
waktu yang lama).
d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat
untuk ibu.
f) Berikan cukup asupan cairan per oral (minum)
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera ahir
setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1 jam) meneran (multigravida)
i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada
dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-
6 cm.
16) Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah
bokong ibu
17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapaalat dan bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan
yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran
perlahan atau bernafas cepat dan dangkal
20) Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan
proses kelahiran bayi:
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat didua
tempat dan potong diantara dua klem tersebut.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luarbsecara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan
kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjutb kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jarinya).
25) Melakukan penilaian sepintas :
a) Apakah bayi cukup bulan ?
b) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa
kesulitan.
c) Apakah bayi bergerak aktif, jika bayi tidak menangis,
tidak bernafas atau megap-megap lakukan langkah
resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi
baru lahir).
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuhlainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan
verniks. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang
kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi
bayi dalam uterus (hamil tunggal).
28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi dengan baik.
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10
unit secara IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem
kirakira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah
distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama.
31) Memotong dan mengikat tali pusat.
a) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali
pusat diantara 2 klem tersebut.
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c) Lepaskan klem dan memasukkan dalam wadah yang
telah disediakan.
32) Meletakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel didada atau perut ibu. Usahakan
kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu.
33) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm
dari vulva.
34) Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali
pusat.
35) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati kearah dorsocranial. Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur
diatas, jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami
atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
36) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga
plasenta telepas, minta ibu meneran sambil ponolong menarik
tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah
atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorsokranial):
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan
tali pusat:
(1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
(2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih
penuh
(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
(4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
(5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan
manual plasenta
37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang disediakan, jika selaput ketuban
robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal.
38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras), lakukan tindakan
yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
masase.
39) Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibum maupun bayi
dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan
plasenta ke dalam kantong plastik atau tempat khusus.
40) Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan
aktif, segera lakukan penjahitan.
41) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
42) Mencelupkan tangan yang masih menggunakan sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5% dan membilasnya dengan
air DTT kemudian keringkan dengan tissue atau handuk
pribadi yang bersih dan kering.
43) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik serta kandung
kemih kosong.
44) Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus
dan menilai kontraksi.
45) Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
46) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
47) Memantau keadaan bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60 x/menit). Jika bayi sulit bernafas,
merintih, atau retraksi, diresusitasi dan segera merujuk ke
rumah sakit. Jika bayi napas terlalu cepat, segera dirujuk. Jika
kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan bayi
kulit kekulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan
satu selimut.
48) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah di dekontaminasi.
49) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat
sampah yang sesuai.
50) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu
ibu untuk memakai pakaian bersih dan kering.
51) Memastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minum dan makanan
yang diinginkannya.
52) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
53) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5%, balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
54) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
55) Memakai sarung tangan bersih atau DTT untuk
penatalaksanaan bayi baru lahir.
56) Dalam waktu 1 jam, beri antibiotika salep mata pencegahan,
dan vitamin K 1 mg IM di paha kiri anterolateral. Setelah itu
lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pantau setiap 15
menit untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,50C-37,50C).
57) Setelah 1 jam pemberian Vitamin K berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan anterolateral. Letakkan bayi di
dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
58) Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik di dalam
larutan klorin 0,5%.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk
pribadi yang kering dan bersih.
60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa
tanda vital dan asuhan kala IV.

k. Daftar penapisan persalinan


Menurut PP IBI (2016), daftar penapisan pada ibu bersalin ialah:
1) Bayi besar
2) Perdarahan pervaginam
3) Kehamilan kurang bulan
4) Ketuban pecah dengan meconium kental
5) Ketuban pecah lama (> 12 jam)
6) Ketuban pecah dengan kehamilan kurang bulan
7) Ikterus
8) Anemia berat
9) Preeklamsia berat/Eklamsia
10) Tinggi fundus uteri > 40 cm dan < 25 cm
11) Demam > 380C
12) Gawat janin
13) Presentase bukan belakang kepala
14) Tali pusat menumbung
15) Gemeli
16) Presentase majemuk
17) Primipara fase aktif palpasi 5/5
18) Shock
19) Hipertensi
20) Kehamilan dengan penyulit sistemik (asma, DM, Jantung,
Kelainan Darah)
21) Tinggi badan < 140 cm
22) Kehamilan diluar kandungan
23) Posterm pregnancy
24) Partus tak maju (Kala I lama, Kala II lama, Kala II tak maju)
25) Kehamilan dengan mioma uteri
26) Kehamilan dengan riwayat penyakit tertentu ( Hepatitis, HIV)

l. Partograf
Partograf merupakan alat untuk memantau kemajuan persalinan
yang dimulai sejak fase aktif (Mutmainah, Johan & Llyod, 2017).
Menurut PP IBI (2016), patograf membantu penolong persalinan
dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik
baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit.
Pencatatan pada patograf dimulai pada saat proses persalinan
masuk dalam “fase aktif”. Untuk menyatakan ibu sudah masuk
dalam fase aktif harus ditandai dengan:
1) Kontraksi yang teratur minimal 3x selama 10 menit
2) Lama kontraksi minimal >40 detik
3) Pembukaan 4cm disertai penipisan
4) Bagian terendah sudah masuk pintu atas panggul Bila
pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi
masih kurang 3x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40
detik, pikirkan diagnosa inersia uteri.
1) Kegunaan patograf
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan
memeriksa pembukaan serviks berdasarkan pemeriksaan
dalam
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal, dengan demikian dapat secara dini kemungkinan
terjadinya partuslama. Hal ini merupakan bagian terpenting
dari proses pengambilan keputusan klinik kala I.
2) Bagian partograf
a) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Turunnya bagian terendah dan kepala janin
(3) Kontraksi uterus.
b) Kondisi janin
(1) Denyut jantung janin
(2) Warna dan volume air ketuban
(3) Moulase kepala janin
c) Kondisi ibu
(1) Tekanan darah, nadi dan suhu badan.
(2) Volume urine
(3) Obat dan cairan
3) Cara mencatat temuan pada partograf
Observasi dimulai sejak ibu datang, apabila ibu datang masih
dalam fase laten, maka hasil observasi ditulis di lembar
observasi bukan pada partograf. Karena partograf dipakai
setelah ibu masuk fase aktif yang meliputi:
a) Identifikasi ibu
Lengkapi bagian awal atau bagian atas lembar partograf
secara teliti pada saat mulai asuhan persalinan yang meliputi
nama, umur, gravida, para, abortus, nomor rekam
medis/nomor klinik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu
pecahnya selaput ketuban.
b) Kondisi janin
Kolom lajur dan skala angka pada partograf bagian atas
adalah untuk pencatatan.
(1) Denyut jantung janin
DJJ dinilai setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-
tandagawat janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada
partograf diantara garis tebal angka 180 dan 100, nilai
normal sekitar 120 dan diatas 160, maka penolong harus
waspada.
(2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam dengan menggunakan lambang sebagai berikut:
U : Jika ketuban utuh belum pecah.
J : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
M : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
dengan mekonium.
D : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
dengan darah.
K : Jika ketuban sudah pecah dan air ketuban kering.
(3) Penyusupan/molase kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan
kepala janin dengan menggunakan lambang sebagai
berikut:
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat diraba.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih,
tetapi masih dapat dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
c) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
Pada kolom dan lajur kedua dari partograf adalah untuk
pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera
pada tepi kolom kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Kotak diatasnya menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Pada pertama kali menulis pembesaran
dilatasi serviks harus ditulis tepat padangaris waspada.
Cara pencatatannya dengan memberi tanda silang (X)
pada garis waspada sesuai hasil periksa dalam (VT).
Hasil pemeriksaan dalam (VT) selanjutnya dituliskan
sesuai dengan garis lurus dengan hasil sebelumnya.
Apabila dilatasi serviks melewati garis waspada, perlu
diperhatikan apa penyebabnya dan penolong harus
menyiapkan ibu untuk dirujuk.
(2) Penurunan bagian terendah janin
Skala 0 s/d 5 pada garis tepi sebelah kiri ke atas, juga
menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin ke
dalam panggul. Di bawah lajur kotak dilatasi serviks dan
penurunan kepala menunjukkan waktu/jam dimulainya
fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu
aktual saat pemeriksaan fase aktif dimulai, setiap kotak
menunjukkan 30 menit.
(3) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(a) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin
yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
(b) Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan
dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya
(4) Kondisi ibu
Bagian akhir pada lembar partograf berkaitan dengan
kondisi ibu yang meliputi:
(a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan
dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat
nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan
(lebih seringjika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda
titik pada kolom waktu yang sesuai (•). Nilai dan catat
tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya
penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai. Nilai dan catat temperatur
tubuh ibu (lebih lebih jika meningkat, atau dianggap
adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh dalam kotak yang sesuai.
(b) Volume urin, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya
setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika
memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan
keputusan klinik di sisi luar kolom partografatau buat
catatan terpisah tentang kemajuan persalinan.
(5) Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan
dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan
sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi
baru lahir).
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan
persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan
pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan
kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan
klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk
membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan
kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pasca
persalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah
diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan
untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman.

3. Bayi baru lahir


a. Pengertian bayi baru lahir
Bayi Baru Lahir adalah bayi yang lahir dengan presentasi kepala
melalui vagina tanpa menggunakan alat, pada usia kehamilan
genap 37 minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan 2500-
4000 gram, nilai Apgar Score lebih dari 7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah., dkk, 2016).
Neonatus adalah janin yang lahir melalui proses persalinan dan
telah mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan lahir
2500 gram sampai 4000 gram (Nikita, 2017).

b. Asuhan Bayi Baru Lahir


Menurut Prawiroharjo (2012) asuhan bayi baru lahir meliputi:
(1) Satu jam pertama
a) Mengatur dan mempertahankan suhu tubuh bayi
b) Inisiasi menyusu dini (IMD)
c) Pengikatan dan pemotongan tali pusat
d) Pencegahan infeksi
e) Perawatan tali pusat
f) Propilaksis mata
g) Pemberian vit K
(2) Dua jam kedua
a) Pemberian injeksi HB0
b) Pengukuran berat badan dan panjang bayi
(3) Enam jam selanjutnya
Memandikan bayi tidak boleh dilakukan segera setelah bayi
lahir karena dapat mengakibatkan hipotermia. Apabila bayi
masih mengalami beberapa kondisi seperti bayi kurang
sehat, bayi belum lepas dari tali pusat, atau dalam perjalanan
tidak perlu dipaksakan untuk mandi berendam tetapi bayi
cukup di seka dengan sabun dan air hangat untuk
memastikan bayi tetap segar dan bersih.

c. Perubahan fisiologis bayi baru lahir


Menurut Manuaba (2016) perubahan fisiologi bayi baru lahir
terhadap kehidupan diluar uterus meliputi:
1) Sistem pernapasan
a) Perkembangan paru-paru : paru-paru berasal dari titik yang
muncul dari faring kemudian bentuk bronkus sampai umur 8
tahun, sampai jumlah bronchioles untuk alveolus
berkembang awal adanya napas kerena terjadi hipoksia
pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar
rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak, tekanan
rongga dada menimbulkan kompresi paru-paru selama
persalinan menyebabkan udara mauk paru-paru secara
mekanis.
b) Awal adanya nifas
Ada dua factor yang berperan pada rangsangan nafas
pertama bayi, yaitu:
(1) Hipoksia pada akhir persalinan dan ransangan fisik
lingkungan luar Rahim yang merangsang pusat
pernafasan di otak
(2) Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi kerena
kompresi paru-paru selama persalinan, yang
merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru
secara mekanis.
c) Fungsi sistem pernapasan dalam kaitannya dengan fungsi
kardiovaskuler
Oksigenasi yang memadai merupakan factor yang sangat
penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran
udara. Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru
akan mengalami vasokonstriksi. Pengerutan pembuluh ini
berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna
menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga
mnyebabkan penurunan oksigenasi jaringan, yang akan
memperburuk hipoksia.
2) Perubahan sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh
guna mengantarkan oksigen ke jaringan.
3) Suhu tubuh
Empat kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan
bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya yaitu sebagai
berikut:
a) Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke badan sekitarnya yang
kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari
tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung). Sebagai
contoh, konduksi bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa
alas timbangan, memegang bayi saat tangan dingin, dan
menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL.
b) Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang
sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung
pada kecepatan dan suhu udara).Sebagai contoh, konveksi
dapat terjadi ketika membiarkan atau menempatkan BBL
dekat jendela, atau membiarkan BBL di ruangan yang
terpasang kipas angin.
c) Radiasi
Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan
yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang
mempunyai suhu berbeda). Sebagai contoh, membiarkan
BBL dalam keadaan rauangan AC tanpa diberikan pemanas
(radiant warmer), membiarkan BBL dalam keadaan
telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan
ruangan yang dingin (dekat tembok).
d) Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung
pada kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas
dengan cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini
dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat
kelembapan udara, dan aliran udara yang melewati. Apabila
BBL dibiarkan dalam suhu kamar 250C, maka bayi akan
kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi
yang besarnya 200 kg/BB, sedangkan yang dibentuk hanya
sepersepuluhnya saja.
4) Metabolisme
Pada jam-jam pertama kehidupan, energy didapatkan dari
perubahan karbohidrat.Pada hari kedua, energy berasal dari
pembakaran lemak. Setelah mendapaatkan susu, sekitar di hari
keenam energy diperoleh dari lemak dan karbohidrat yang
masing-masing sebesar 60 dan 40%.
5) Kekebalan tubuh
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga
menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan
alergi. Sistem imunitas yang matang akan memberikan
kekebalan yang alami maupun yang di dapat. Kekebalan alami
terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang encegah atau
meminimalkan infeksi.
d. Adaptasi bayi baru lahir
Menurut Wagiyo dkk. (2016) adaptasi bayi baru lahir terhadap
kehidupan luar uterus meliputi:
1) Penyesuaian Sitem Pernafasan
Penyesuaian yang sangat kritis dan segera terjadi adalah
sistem pernafasan karena udara harus diganti oleh cairan yang
mengisi saluran pernafasan sampai alveoli.
2) Penyesuaian Sitem Kardiovaskuler
Pada saat bayi lahir sistem kardiovaskuler akan mengalami
perubahan yang mencolok, dimana foramel ovale, ductus
arteriosus, dan ductus venosus menutup. Nafas pertama yang
dilakukan bayi baru lahir membuat paru-paru menjadi
berkembang dan menurun resistensi vascular pulmoner,
sehingga darah mengalir
3) Pesuaian suhu tubuh.
Segera pada saat bayi lahor , bayi akan berada di tempat yang
suhu lingkungan nya lebih rendah dari lingkungan yang berada
di dalam Rahim. Suhu tubuh normal bayi sekitar 36,5 ºC
sampai 37 ºC.
4) Penyesuaian Gastro Intestinal.
Pada saat bayi lahir dalam saluran cernah nya tidak terdapat
bakter, dan ketika lahir orifsum oral dan orifisum anak
memungkinkan untuk bakteri dan udara sehingga bising usus
dapat kita dengarkan satu jam setelah lahir. Kapasitas lambung
bayi pada saat lahir bervariasi dari 30-90 ml tergantung pada
ukuran bayi.
5) Penyesuaian Sistem Kekebalan Tubuh .
Pada saat bayi lahir, sel-sel yang menyuplai imunitas sudah
mulai berkembang. Namun sel-sel ini belum aktif selama
beberapa bulan. Bayi baru lahir akan dilindingi oleh kekbalan
pasif yang diterima dari ibunya. Namun bayi akan sangat rentan
terhadap mikroorganisme, oleh karena itu bayi rentan terkana
infeksi.
5) Adaptasi ginjal
Adaptasi ginjal pada bayi baru lahir menurut (Marmi., dkk,
2016), yaitu laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir
disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler
glomerulus, meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi
baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi
untuk berespons terhadap stresor. Penurunan kemampuan
untuk mengekskresikan obat-obatan dan kehilangan cairan
yang berlebihan mengakibatkan asidosis dan
ketidakseimbangan cairan. Sebagian besar bayi baru lahir
berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali
sehari pada 1-2 hari pertama setelah itu, mereka berkemih 5-20
kali dalam 24 jam. Urin dapat keruh karena lendir dan garam
asam urat noda kemerahan (debu batu bata) dapat diamati
pada popok karena kristal asam urat.
6) Adaptasi imun
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga
menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan
alergi. sistem imunitas yang matang akan memberikan
kekebalan alami maupun yang didapat. Kekebalan alami terdiri
dari struktur pertahanan tubuh yang berfungsi mencegah atau
meminimalkan infeksi.
7) Adaptasi neurologis
Setelah bayi lahir, pertumbuhan otak memerlukan persediaan
oksigen dan glukosa yang tetap dan memadai. Otak yang
masih muda rentan terhadap hipoksia, ketidakseimbangan
biokimia, infeksi, dan perdarahan. Sistem neurologis bayi
secara anatomik atau fisiologis belum berkembang sempurna.
Bayi baru lahir menunjukkangerakangerakan tidak
terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang
buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh,
perilaku yang lebih 15 kompleks (misalnya: kontrol kepala,
tersenyum, dan meraih dengan tujuan) akan berkembang.
e. Tanda-tanda bahaya bayi baru lahir
1) Tidak mau menyusu atau memuntahkan semua yang
diminum, ini tandanya bayi terkena infeksi berat
2) Bayi kejang
Kejang pada bayi baru lahir kadang sulit dibedakan dengan
gerakan normal. Jika melihat gejala/gerakan yang tidak biasa
dan terjadi secara berulang-ulang (menguap, mengunyah,
menghisap, mata berkedip-kedip, mata mendelik, bola mata
berputar-putar, kaki seperti mengayuh sepeda) yang tidak
berhenti jika bayi disentuh atau dielus-elus, kemungkinan bayi
kejang
3) Bayi lemah, bergerak hanya dipegang, ini tandanya bayi sakit
berat
4) Sesak nafas (frekuensi pernafasan 60 kali/menit atau lebih)
5) Bayi merintih yang menandakan ia sedang mengalami sakit
berat
6) Pusar kemerahan sampai dinding perut, kondisi ini
menandakan bahwa bayi mengalami infeksi berat
7) Demam (suhu tubuh lebih dari 37,5oC) atau tubuh teraba
dingin (suhu tubuh bayi kurang dari 36,5oC)
8) Mata bayi bernanah banyak, ini dapat menyebabkan bayi
menjadi buta
9) Bayi diare, mata cekung, tidak sadar, jika kulit perut dicubit
akan kembali lambat. Ini menandakan bayi kekurangan cairan
yang berat, bisa menyebabkan kematian
10) Kulit bayi terlihat kuning, kuning pada bayi berbahaya jika
muncul pada:
Hari pertama (kurang dari 24 jam) setelah lahir
Ditemukan pada umur lebih dari 14 hari
Kuning sampai telapak tangan atau kaki
f. Kebutuhan Bayi Baru Lahir
Menurut JNPK-KR (2017), Asuhan kebidanan BBL meliputi
pencegahan infeksi, penilaian awal BBL, mencegah kehilangan
panas, merawat tali pusat, pemberian ASI, profilaksis perdarahan
BBL, dan pemberian imunisasi hepatitis B.
1) Pencegahan Infeksi
BBL sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme atau
terkontaminasi selama proses persalinan berlangsung maupun
beberapa saat setelah lahir. Untuk tidak menambah resiko
infeksi maka sebelum menangani BBL pastikan penolong
persalinan dan pemberian asuhan BBL telah melakukan upaya
pencegahan infeksi (JNPK-KR, 2017).
2) Penilaian awal BBL
Untuk bayi segera setelah lahir, letakkan bayi diatas kain bersih
dan kering yang disiapkan pada perut bawah ibu segera
lakukan penilaian awal dengan menjawab pertanyaan awal.
a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa
kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?
Jika bayi tidak benafas atau bernafas mengap-megap atau
lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi (JNP-KR,
2017).
3) Mencegah kehilangan panas
a) Keringkan bayi dengan seksama
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih hangat
c) Selimuti bagian kepala bayi
d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru
lahir.
4) Merawat tali pusat BBL
a) Jangan membungkus ujung tali pusat atau perut bayi atau
mengoleskan cairan atau bahan apapun ke ujung tali pusat.
b) Mengoleskan alkohol dan betadin masih diperbolehkan tetapi
tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat
basah/lembab (JNPK-KR, 2017)
5) Pemberian ASI
Prinsip pemberian ASI adalah sedini mungkin dan eksklusif
(JNPK-KR, 2017)
6) Pencegahan infeksi pada mata
Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salap mata
tetraksiklin 1%. Salap antibiotika tersebut harus diberikan
dalam waktu satu jam setelah kelahiran (JNPK-KR, 2017).
7) Profilaksis perdarahan bayi baru lahir
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg
intramuskuler dipaha kiri sesgera mungkin untuk pencegahan
perdarahan bayi baru lahir akibat difisiensi vitamin K yang
dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (JNPK-KR, 2017).
8) Pemberian imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah
infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penulan ibu
bayi (JNPK-KR, 2017).

g. Penatalaksanaan bayi baru lahir


Menurut Prawiroharjo (2017) asuhan bayi baru lahir meliputi:
1) Satu jam pertama
a) Mengatur dan mempertahankan suhu tubuh bayi
b) Inisiasi menyusu dini (IMD)
c) Pengikatan dan pemotongan tali pusat
d) Pencegahan infeksi
e) Perawatan tali pusat
f) Propilaksis mata
g) Pemberian vit K
2) Dua jam kedua
a) Pemberian injeksi HB0
b) Pengukuran berat badan dan panjang bayi
3) Enam jam selanjutnya
Memandikan bayi tidak boleh dilakukan segera setelah bayi
lahir karena dapat mengakibatkan hipotermia. Apabila bayi
masih mengalami beberapa kondisi seperti bayi kurang sehat,
bayi belum lepas dari tali pusat, atau dalam perjalanan tidak
perlu dipaksakan untuk mandi berendam tetapi bayi cukup di
seka dengan sabun dan air hangat untuk memastikan bayi
tetap segar dan bersih.

h. Kunjungan pada Bayi Baru Lahir


Kunjungan Neonatal Menurut Kemenkes RI (2021) dalam Buku
Kesehatan Ibu dan Anak Kunjungan Neonatal dibagi menjadi 3
yaitu:
1) Kunjungan pertama : 6 – 48 jam setelah lahir
Kunjungan neonatus ke-1 (KN 1) dilakukan 6-48 jam setelah
lahir, dilakukan pemeriksaan pernafasan, warna kulit, gerakan
aktif atau tidak, ditimbang, ukur panjang badan, lingkar lengan,
lingkar dada, pemberian salep mata, vitamin K1, hepatitis B,
perawatan tali pusat dan pencegahan kehilangan panas bayi.
2) Kunjungan kedua : 3 – 7 hari setelah lahir
Kunjungan neonatus ke-2 (KN 2) dilakukan pada hari ke-3
sampai hari ke-7 setelah lahir, pemeriksaan fisik, melakukan
perawatan tali pusat, pemberian ASI Eksklusif, personal
hygiene, pola istirahat, keamanan dan tanda-tanda bahaya.
3) Kunjungan ketiga : 8 – 28 hari setelah lahir
Kunjungan neonatus ke-3 (KN 3) dilakukan pada hari ke-8
sampai hari ke-28 setelah lahir, dilakukan pemeriksaan
pertumbuhan dengan berat badan, tinggi badan dan nutrisinya.
4. Nifas
a. Pengertian nifas
Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut
involusi (Maritalia, 2017).

b. Perubahan Fisiologi masa nifas


1) Perubahan Sistem Reproduksi Pada Uterus, Vagina, Dan
Perineum
a) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi)
sehingga akhirnya kembali sebelum hamil. Involusi terjadi
karena masing-masing sel menjadi lebih kecil, karena
cytoplasma nyayang berlebihan dibuang (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
Involusi disebabkan oleh proses autolysis, pada mana zat
protein dinding rahim pecah, di absorbsi dan kemudian
dibuang dengan air kencing (Walyani & Purwoastuti, 2017).
Sebagai bukti dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen air
kencing sangat tinggi (Walyani & Purwoastuti, 2017).
(1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus
1000 gr.
(2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba dua jari
bahwa pusat dengan berat uterus 750 gr.
(3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba
pertengahan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gr.
(4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba di
atas simpisis dengan berat uterus 350 gr.
(5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil
dengan berat uterus 50 gr (Walyani & Purwoastuti,
2017).
b) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri
dan vagina dalam masa nifas. Lochea tidak lain dari pada
sekret luka, yang berasal dari luka dalam rahim terutama
luka plasenta. Macammacam lochea:
(1) Lochea rubra: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
mekonium, selama 2 hari postpartum.
(2)Lochea sanguinolenta: berwarna kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 postpartum.
(3)Lochea serosa: berwarna kuning tidak berdarah lagi,
pada hari ke 7-14 postpartum.
(4) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
(5)Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
(6)Lochea statis: lochea tidak lancar keluarnya (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
c) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah
persalinan, ostium eksternal dapat dimasuki oleh 2 hingga 3
jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup
(Walyani & Purwoastuti, 2017).
d) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-
angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol (Walyani & Purwoastuti, 2017).
e) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi lebih kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan
(Walyani & Purwoastuti, 2017).
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal
ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang makan, hemoroid, laserasi jalan lahir
supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau
makanan yang mengandung serat dan memberikan cairan
yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3
hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin
spuid atau diberikan obat laksanan yang lain (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.
Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan oedema leher buli-
buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah
yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon
estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu (Walyani & Purwoastuti, 2017).
4) Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulia 4-8 jam post partum.
Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi
dan mempercepat proses involusi (Walyani & Purwoastuti,
2017).
5) Perubahan Endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam
postpartum. Progesteron turun pada hari ke 3 postpartum.
Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang (Walyani
& Purwoastuti, 2017).
6) Perubahan Tanda-Tanda Vital
a) Suhu badan
Dua puluh empat jam postpartum suhu badan akan naik
sedikit (37,50C-38,50C) sebagai akibat kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila
keadaan normal suhu badan akan naik lagi karena ada
pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna
merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis,
praktus, urogenitalis atau sistem lain. Kita anggap nifas
terganggu kalau ada demam lebih dari 300C pada 2 hari
berturutturut pada 10 hari yang pertama post partum, kecuali
hari pertama dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4x
sehari (Walyani & Purwoastuti, 2017).
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih
cepat. Setiap denyut nadi yang akan melebihi 100 adalah
abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau
perdarahan post partum yang tertunda (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia). Hal ini terjadi
segera setelah kelahiran dan biasa berlanjut sampai
beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita macam ini
biasa memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak
per menit. Sudah banyak alasanalasan yang diberikan
sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satupun yang
sudah terbukti. Bradycardia semacam itu bukanlah satu
alamat atau indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai
satu tanda keadaan kesehatan (Walyani & Purwoastuti,
2017).
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan
terjadinya preeklamsi post partum (Walyani & Purwoastuti,
2017).
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhbungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak
normal pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada
gangguan khusus pada saluran pernafasan (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
7) Perubahan Sistem Kardiovaskular
Persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400cc.
Bila kelahiran melalui sectio caesaria kehilangan darah dapat
2x lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi. Apabila pada persalinan pervaginam
hemokonsentrasi akan naik dan pada sektion caesaria
hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah
4-6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2017).
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relatif akan bertambah keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan
dekompensasi kondisi pada penderita vitium cordia. Untuk
keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sedia kala. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke
3 sampai hari ke 5 post partum (Walyani & Purwoastuti, 2017).
8) Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen
dan plasma serta faktor-faktor pembukaan darah meningkat
pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah
sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan
tetapi tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa post
partum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi
sampai 25.000 atau 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
hemoglobin, hematokrit dan eritrosyt akan sangat bervariasi
pada awal-awal masa post partum sebagai akibat dari volume
darah, volume plasenta, dan tingkatan volume darah yang
berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh
status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama
kelahiran dan masa post partum terjadi kehilangan darah
sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel
darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan
hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3 – 7 post partum
dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu post partum
(Walyani & Purwoastuti, 2017).

c. Tahapan Pada Masa Nifas


1) Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini
ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8
minggu.
3) Remote puerperium Remote puerperium merupakan masa yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
tergantung ini berat ringannya komplikasi yang dialami ibu
selama hamil dan
d. Perubahan psikologis masa nifas
Menurut yang diterangkan oleh Maritalia (2018) dalam bukunya,
asuhan kebidanan nifas dibedakan kedalam beberapa fase berikut
ini, yaitu :
1) Fase taking in
Merupakan periode ketergantungan yang berlangsung pada
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Fokus
perhatian ibu terutama pada dirisendiri.Pengalaman selama
proses persalinan berulang kali diceritakan. Ibu cenderung pasif
terhadap lingkungannya.
2) Fase taking hold
Merupakan periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu
sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta
kepercayaan dirinya sudah meningkat.

e. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Selama ibu berada dalam masa nifas, paling sedikit 4 kali bidan
harus melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu
dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi Kebijakan mengenai
pelayanan nifas (puerperium) yaitu paling sedikit ada 4 kali
kunjungan pada masa nifas dengan tujuan untuk:
1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan- kemungkinan
adanya gangguan-gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi
pada masa nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan
mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
Berikut ini merupakan aturan waktu dan bentuk asuhan yang wajib
diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas :
a) Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan).
Tujuannya adalah :
1) Pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan
yang disebabkan atonia uteri.
2) Pemberian ASI awal.
3) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu
dengan BBL.
4) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermia.
5) Observasi 2 jam setelah kelahiran jika bidan yang
menolong persalinan (Walyani & Purwoastuti, 2017).
b) Kunjungan 2 (hari ke 6 setelah persalinan).
Tujuannya adalah :
1) Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus
berkontraksi dengan baik, TFU di bawah pusat, tidak ada
perdarahan abnormal
2) Menilai adanya tanda-tanda infeksi, demam dan
perdarahan.
3) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan
cairan serta istirahat yang cukup.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta
tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
5) Memberikan konseling tentang asuhan BBL, perawatan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan lain-lain
c) Kunjungan 3 (hari ke 14 setelah persalinan).
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan 6 hari post partum (Walyani &
Purwoastuti, 2017).
d) Kunjungan 4 (6 minggu setelah persalinan)
Tujuannya adalah :
1) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama
masa nifas.
2) Memberikan konseling KB secara dini (Walyani &
Purwoastuti, 2017).

f. Penatalaksanaan nifas
Menurut Heryani (2016) tujuan asuhan masa nifas yitu:
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun
psikologis
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, deteksi dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayi.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan dini, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui,
pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana

A. Standar Asuhan Kebidanan


1. Pengertian
Standar asuhan kebidanan adalah acuan proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pencatatan asuhan kebidanan.
Mulai dari pengkajian, perumusan diagnose dan atau masalah kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pencatatan asuhan kebidanan
(Kepmenkes RI, 2007).
a. Standar I: Pengkajian
1) Pernyataan standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan, dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondidi klien.
2) Kriteria pengkajian
a) Data tepat, akurat dan lengkap
b) Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa; biodata,keluhan
utama, riwayat obstetrik, riwayat kesehatan dan latar belakang
sosial budaya).
c) Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologi dan pemeriksaan
penunjang).
b. Standar II: Perumusan Diagnosa dan Masalah Kebidanan.
1) Pernyataan standar.
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikan secara akurat dan logis untuk menegakkan
diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.
2) Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan.
a) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
b) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
c) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
c. Standar III: Perencanaan
1) Pernyataan standar.
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditegakan.
2) Kriteria perencanaan
a) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi
klien, tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara
komperehensif.
b) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
c) Mempertimbangan kondisi psikologi sosial budaya klien/keluarga
d) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan
yang diberikan bermanfaat untuk klien.
e) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku,
sumber daya serta fasilitas yang ada.
d. Standar IV: Implementasi
1) Pernyataan standar.
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara
komperehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif
kuratif dan rehabilitataif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
2) Kriteria
a) Memperhatikan kenaikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-
spiritual-kultural
b) Setiap tindakan asuhan mendapatkan persetujuan dari klien dan
atau keluarganya (inform consent).
c) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
d) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e) Menjaga privacy klien/pasien.
f) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
g) Mengikuti perkembangan kondisi pasien secara
berkesenambungan.
h) Mengunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan
sesuai.
i) Melakukan tindakan sesuai standar.
j) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
e. Standar V: Evaluasi
1) Pernyataan standar
Bidan melakukan sevaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melibatkan keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi
pasien.
2) Kriteria evaluasi.
a) Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai
kondisi klien.
b) Hasil evaluasi segera di catat dan dikomunikasikan kepada klien/
keluarga
c) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
d) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
f. Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan.
1) Pernyataan standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat singkat dan
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan.
2) Kriteria pencatatan asuhan kebidanan.
a) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan
pada formuilir yang tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/
buku KIA).
b) Ditulis dalam bentuk catatan pengembangan SOAP.
c) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.
d) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.
e) A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah
kebidanan.
f) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
pelaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komperehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi, follow up dan rujukan.

B. Kewenangan Bidan
Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin danPenyelenggaraan
Praktik Bidan diatur dalam Pasal 9, 10, 11, 12, 13 dan 14.

Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan
Pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana
Pasal 10

1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a


diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi :
a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c) Pelayanan persalinan normal
d) Pelayanan ibu nifas normal
e) Pelayanan ibu menyusui
f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
berwenang untuk :
a) Episiotomi
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c) Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e) Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas
f) Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif
g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
h) Penyuluhan dan konseling
i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j) Pemberian surat keterangan kematian
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pasal 11

1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b


diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1,
perawatan bayi baru lahir   pada masa neonatal (0-28 hr) dan
perawatan tali pusat
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e) Pemantauan   tubuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah
f) Pemberian konseling dan penyuluhan
g) Pemberian surat keterangan kelahiran
h) Pemberian surat keterangan kematian

Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan


dan Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c
berwenang untuk :

1) Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan


dan Keluarga Berencana
2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Pasal 13

1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12,
bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi :
a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim,
dan alat kontrasepsi bawah kulit.
b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus   penyakit
kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter.
c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan.
d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan
ibu dan anak, anak   usia sekolah dan   remaja, dan penyehatan
lingkungan.
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah,
dan anak sekolah.
f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.
g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya.
h) Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi.
i) Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
2) Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,
merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh
bidan yang telah dilatih untuk itu.

Pasal 14

1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki


dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat
dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku.
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Jenis Studi Kasus


Menurut Susilo Rahardjo dan Gudnanto (2015) mengatakan bahwa studi
kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara
integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam
tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan
masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.

Metode ini dilakukan untuk memahami individu secara komprehensif agar


memperoleh pemahaman terhadap individu dengan tujuan masalah dapat
terselesaikan yaitu memahami masalah kebidanan pada ibu F yang dimulai dari
kehamilan, persalinan, BBL, nifas dan Keluarga Berencana sehingga
masalahnya dapat diatasi dengan baik.

B. Lokasi dan Waktu


1. Lokasi
Lokasi studi kasus adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data
selama kasus berlangsung. Pengambilan studi kasus telah dilaksanakan di
PMB Rosdiana Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
2. Waktu
Waktu studi kasus adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk
memperoleh data studi kasus yang dilaksanakan (Arikunto, 2010). Asuhan
kasus ini dilaksanakan sejak tanggal 17 Februari 2022 sampai dengan
tanggal Mei 2022.

C. Subjek Studi Kasus


Subjek studi kasus adalah sesuatu yang dijadikan kasus sebagai
bahan studi yang dapat diambil datanya. Subjek dari studi kasus ini adalah Ibu
D usia 29 tahun, HPHT 26 Juni 2021, TTP 28 Maret 2022.
D. Instrumen yang Digunakan
Merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis dalam
mengumpulkan data lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat,
dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah. Dalam kasus ini instrument yang
digunakan adalah format pengkajian asuhan kebidanan kehamilan, persalinan,
bayi baru lahir, asuhan kebidanan nifas dan asuhan kebidanan Keluarga
Berencana.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada studi kasus ini adalah dengan cara
pengambilan data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2016). Sumber data primer didapatkan
melalui kegiatan wawancara dengan subjek penelitian dan dengan
observasi atau pengamatan langsung di lapangan.
Cara mendapatkan data primer dalam pengumpulan data dapat
dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua
pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong,
2014). Pada kasus ibu D, penulis melakukan wawancara untuk
mengetahui identitas pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat nifas, pola kebiasaan, riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta
untuk mengetahui status perkawinan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fisik pasien
yang dilakukan secara sistematis dengan cara:
1) Inspeksi
Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan dengan
cara melihat fisik pasien. Pada kasus ibu D, pemeriksaan fisik
dilakukan secara head to toe yaitu dari kepala, leher, dada,
payudara, abdomen, punggung, ektremitas, dan genetalia.
2) Palpasi
Palpasi merupakan perabaan yang dilakukan dengan menggunakan
tangan dan jari-jari untuk mengetahui keadaan pasien. Pada kasus
ibu D, dilakukan palpasi abdomen untuk mengetahui Leopold I,
Leopold II, Leopold III dan Leopold IV pada masa kehamilan dan
menentukan Tinggi Fundus Uteri (TFU) pada masa nifas.
3) Perkusi
Perkusi merupakan teknik pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
mengetuk bagian tubuh klien untuk membandingkan hasil yang
didapatkan dari bagian ektremitas kiri dan ektremitas kanan. Pada
kasus ibu D dilakukan pemeriksaan reflek patella pada ektremitas
kiri dan ektremitas kanan untuk mengetahui hasilnya apakah positif
maupun negatif.
4) Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan
menggunakan metode stetoskop dan Doppler. Pada kasus ibu D
dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi Denyut Janjung Janin
(DJJ).
c.Observasi
Observasi adalah prosedur yang dilakukan untuk melihat,
mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Pada kasus ibu D
dilakukan observasi keadaan umum (KU), Denyut Jantung Janin
(DJJ), kontraksi dan kemajuan persalinan.
2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung dari objek
studi kasus.

a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan untuk mendukung permasalahan yang
diungkapkan dalam studi kasus, diperlukan studi kepustakaan yang
kuat. Studi kasus ibu D penulis menggunakan bahan referensi dari
tahun 2010-2018.
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah semua bentuk sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen. Pada kasus ibu D diambil dari data
observasi, data perkembangan dan dokumentasi yang menjadikan
informasi tentang berbagai hal yang diperoleh di PMB Rosdiana
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.

F. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah
menggunakan peralatan-peralatan sesuai dengan kebutuhan saat melakukan
asuhan pada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan Keluarga
Berencana:

1. Kehamilan
Alat dan bahan pada pemeriksaan kehamilan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik yaitu:
tensimeter, doppler, timbangan berat badan.
b. Pemeriksaan Lab
1) Pemeriksaan HB
Alat dan bahaan yang digunakan dalam pemeriksaan HB yaitu:
standar Haemoglobin 1 set, aquadest, lanset steril.
2) Pemeriksaan Protein Urine
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan protein urine
yaitu: urine, asam asetat 5%, lampu spiritus, tabung reaksi.
3) Pemeriksaan Glukosa urine
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan glukosa urine
yaitu:perekasi benedit, korek api, pipet, spuit 5 cc, handscoon,
bengkok dan larutan klorin 0,5%.
2. Persalinan
a. Saf I, berisi: Partus set (berisi: arteri klem 2, gunting tali pusat, benang
tali pusat ), komn obat (berisi: oksitosin 6 ampul, lidocain 1% 3 ampul
dan ergometrin 3 ampul), spuit 3/5 cc, jarum dan catgut/kromik, kom
kapas kering (DTT), handstanitazer, bengkok 2, lampu sorot, bak DTT
(berisi: kassa DTT, kateter DTT dan sarung tangan DTT), Saf II,
berisi: heacting set (berisi: handscoon 1 pasang, pinset anatomis,
pinset sirugis), penghisap lendir, tempat plasenta, tempat larutan
klorin 0,5%, tempat spuit bekas, tempat ampul bekas, stetoskop dan
thermometer.
b. Saf III, berisi: cairan RL 3 buah, abocath no 16-18, infus set, waslap 2,
sarung tangan steril 2, plastik merah, plastik kuning, plastik putih,
handuk, duk, kain bedong, baju, popok, pakaian dan selimuti ibu,
masker, sepatu boot dan resusitasi set.
3. Bayi baru lahir
Alat dan bahan pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut: Timbangan
bayi, pita ukur, thermometer, salap mata, Vit k dan imunisasi hepatitis B
(HB0). Pada kasus asfiksia alat dan bahan yang digunakan yaitu tiga
helai kain, jam dengan jarum detik, penghisap lendir, balon dan sungkup,
sarung tangan dan oksigen.
4. Nifas
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan nifas yaitu:
tensimeter, stetoskop, handscoon, kom berisi kapas sublimat dan air DTT,
bengkok dan larutan klorin 0,5%.
5. KB
Alat dan bahan pada KB suntik 3 bulan adalah sebagai berikut :

KB suntik: spuit 3-5cc, kapas dan obat suntik 3 bulan (depo progestin).
6. Rujukan
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan yang
disingkat dengan “BAKSOKUDA” yang artinya sebagai berikut: bidan
mendampingi pasien pada saat merujuk, perlengkapan alat harus dibawa
di antaranya, infus set, tensimeter dan stetoskop. Beritahu keluarga
tentang keadaan yang sedang dialami pasien dan alasan merujuk,
anggota keluarga harus bersedia mendampingi pasien. Beri surat ke
tempat rujukan yang berisi identitas, diagnosa, alasan rujukan, uraian
hasil rujukan, asuhan atau obat-obat yang telah diterima. Ingatkan
keluarga untuk menyediakan biaya yang cukup untuk membeli obat dan
bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan. Sediakan darah
untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila mengalami
pendarahan.

Anda mungkin juga menyukai