Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA

OBJEK I

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN


ZAT

NAMA : APRIANA SRIBERTI MOOM

NIM : 1711019004

HARI/TANGGAL : SENIN, 04 OKTOBER 2021

KELOMPOK/ SHIFT : 1/1

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

- AMANDA ZULFIKA PUTRI (2011012046)

- FAIZUL FAWAIDI MAHFUZ (2011013014)

- DINDA FAJRIAH UMMAH (2011012005)

- PUTRI RANIAH RIDUAN (2011017004)

- CHYNTIA DHIYA ULHAQ (2011011011)

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
OBJEK I

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN

TERHADAP KELARUTAN ZAT

I. PENDAHULUAN

I.1 Tujuan

Setelah mengikuti kegiatan pada percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat


menentukan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.

I.2 Dasar Teori

Dalam mempelajari Ilmu Farmasi kita dapat mengetahui bahwa ilmu ini
sangat erat kaitannya dengan ilmu fisika dimana kita dapat mengatahui bahwa
senyawa obat memiliki sifat fisika yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, dan sifat-sifat fisika ini akan sangat memengaruhi cara pembuatan dan
cara formulasi sediaan obat, yang pada akhirnya akan memengaruhi efek
pengobatan dari obat serta kestabilan dari sebuah sediaan obat. [1]

Sifat-sifat fisika dari suatu senyawa obat itu dapat mencakup massa jenis,
momen dipol, konstanta dielektrikum, indeks bias, rotasi optik, kelarutan, titik
lebur, titik didih, pH, dan lain-lain. Sifat-sifat ini lah yang merupakan dasar dalam
formulasi sediaan farmasi. Sifat-sifat fisika ini akan menentukan kemurnian dari
suatu zat yang akan dijadikan obat. Dengan mengukur sifat-sifat fisika dari
senyawa obat tersebut maka kita dapat mengethui murni atau palsunya suatu zat
tersebut. [1]

Selain itu, sifat-sifat fisika seperti di atas, dapat mengiring seorang farmasis
dalam memformulasi suatu zat baik yang dapat maupun tidak dapat dibuat
menjadi sebuah sediaan, yang akhirnya akan menghasilkan suatu sediaan farmasi
yang bermutu dan berefek. [1]

Farmasi Fisika mempelajari sifat-sifat zat aktif dan excipient (bahan


pembantu) agar dapat dikombinasikan sehingga menjadi suatu sediaan farmasi
yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. [1]

Suatu sifat fisika kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang
diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutannya.
Kelarutan dari suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk
jumlah yang lebih kecil, serta bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. [2]

Solubilisasi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu zat yang benar-


benar dapat dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut.Untuk meningkatkan
kelarutan suatu zat dalam air dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
dengan pembentukan garam, pembentukan kompleks, peningkatan suhu,
mengurangi ukuran partikel atau menambahkan surfaktan.[2]

Kecepatan disolusi dan kelarutan merupakan parameter yang perlu


ditentukandalam mendesain suatu sediaan farmasi khususnya obat peroral. Obat
oral yang memiliki kecepatan disolusi yang rendah sering membutuhkan dosis
yang tinggi untuk memperbaiki absorbsi dan efektivitas obat yang rendah agar
mencapai konsentrasi terapeutik. Pengatasan dengan peningkatan dosis obat
merupakan alternatif solusi yang kurang aman sehingga peneliti telah banyak
melakukan modifikasi fisika, kimia, dan teknik lainnya untuk meningkatkan
kecepatan disolusi. [3]

Metode peningkatan kecepatan disolusi seperti pembentukan garam,


pembentukan prodrug, penurunan ukuran partikel (mikro-kristalisasi) CoGrinding,
modifikasi kristal, solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks, dispersi padat,
self emulsifying. Pada review tulisan ilmiah ini akan fokus terhadap modifikasi
fisik dan kimia yang akan dibandingkan dengan modifikasi fisik dan kimia
dikombinasi dengan penambahan surfaktan. Penambahan surfaktan mampu
mengatasi kekurangan masing –masing modifikasi dengan mekanisme penurunan
tegangan permukaan, pembentukan misel, pengurangan sudut kontak, dan
peningkatan pembasahan. [3]

Surfaktan adalah zat-zat yang mengabsorbsi pada permukaan atau antar


muka untuk mengurangi tegangan permukaan atau mengurangi tegangan antar
muka suatu cairan. Sifat dari surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan,
surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasahatau wetting agent, bahan
pengemulsi atau emulsifying agent dan bahan pelarut atau solubilizing agent. [2]

Solubilisasi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu zat yang benar-


benar dapat dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut.Untuk meningkatkan
kelarutan suatu zat dalam air dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
dengan pembentukan garam, pembentukan kompleks, peningkatan suhu,
mengurangi ukuran partikel atau menambahkan surfaktan.[4]

Kelarutan merupakan keadaan suatu senyawa baik padat, cair, ataupun gas
yang terlarut dalam padatan, cairan, atau gas yang akan membentuk larutan
homogen. Kelarutan tersebut bergantung pada pelarut yang digunakan serta suhu
dan tekanan.[5]
Surfaktan dapat meningkatkan kelarutan zat dengan mengubah
hidrofobisitas, muatan permukaan, dan tegangan permukaan. Karena keunggulan
ini, surfaktan sering digunakan dalam bidang farmasi, khususnya untuk
meningkatkan kelarutan . [6]

Kecepatan disolusi dan kelarutan merupakan parameter yang perlu


ditentukandalam mendesain suatu sediaan farmasi khususnya obat peroral. Obat
oral yang memiliki kecepatan disolusi yang rendah sering membutuhkan dosis
yang tinggi untuk memperbaiki absorbsi dan efektivitas obat yang rendah agar
mencapai konsentrasi terapeutik. [7]

Pengatasan dengan peningkatan dosis obat merupakan alternatif solusi yang


kurang aman sehingga peneliti telah banyak melakukan modifikasi fisika, kimia,
dan teknik lainnya untuk meningkatkan kecepatan disolusi. Metode peningkatan
kecepatan disolusi seperti pembentukan garam, pembentukan prodrug, penurunan
ukuran partikel (mikro-kristalisasi) CoGrinding, modifikasi kristal, solubilisasi
miselar dan pembentukan kompleks, dispersi padat, self emulsifying. [7]

Molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka dinamakan zat aktif
permukaan (surfaktan) atau amfifil. Misalnya seperti jenis alkohol-alkohol rantai
lurus, amina-amina dan asam- asam. [1]

Surfaktan adalah salah satu bahan tambahn yang digunakan dalam membuat
emulsi, yang berfungsi untuk menstabilkan zat atau bahan aktif terlarut dalam air
atau minyak yang diemulsikan.Bahan aktif permukaan terdiri dari bagian lifofilik
(rantai alkil) dan bagian hidrofilik (grup karboksil dan karboksilat).[1]

Penambahan surfaktan mampu mengatasi kekurangan masing –masing


modifikasi dengan mekanisme penurunan tegangan permukaan, pembentukan
misel, pengurangan sudut kontak, dan peningkatan pembasahan. Oleh karena itu,
penambahan surfaktan dalam memodifikasi sediaan obat dapat meningkatan
disolusi obat agar tercapat efek terapetik yang diinginkan.[7]

Surfaktan merupakan molekul amfifilik yang mengandung kedua porsi


hidrofilik dan hidrofobik di dalam strukturnya. Surfaktan memiliki aktivitas di
area permukaan atau antarmuka dua fasa dan akibat dari aktivitas ini surfaktan
mampu memperbaiki kelarutan senyawa sukar larut. Senyawa seperti surfaktan
tetapi dengan aktivitas permukaan lebih rendah dapat meningkatkan kelarutan
dengan mekanisme yang disebut efek hidrotropi. Surfaktan istilah serapan dari
bahasa Inggris surfactan adalah senyawa dengan struktur amfipatik, terdiri dari
gugus polar yang bersifat hidrofilik dan gugus non polar untuk bagian hidrofobik .
[2]

Struktur surfaktan yang menyebabkan adanya afinitas tertentu baik terhadap


zat polar maupun nonpolar, dominan hidrofilik, dominan lipofilik, atau berada
tepat diantara keduanya. Hal ini menyebabkan zat ini diadsorpsi pada antarmuka
cair/gas, cair/cair, dan cair/padat yang akan mengurangi tegangan permukaan atau
tegangan antarmuka.[7]

Jenis surfaktan dibagi berdasarkan muatannya yaitu surfaktan anionik,


surfaktan kationik, surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan dengan
alkil yang tidak bermuatan. Jenis surfaktan ini yang banyak digunakan dalam
bidang farmasi contohnya polisorbat 80 dengan mekanisme penurunan tegangan
antarmuka antara obat dan medium sekaligus membentuk misel yang membawa
molekul obat agar larut dalam medium. Oleh karena itu, jenis surfaktan ini banyak
digunakan karena dapat dapat mempercepat waktu hancur dan disolusi tablet.[7]

II. PROSEDUR KERJA

II.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

- Buret 10 mL

- Pipet gondok 10 mL

- Erlenmeyer Kertas saring

2.1.2 Bahan

- Larutan Twen 80 berbagai konsentrasi

- Larutan NaOH 0,1 N

- Serbuk asam salisilat

- Indikator pp

- Larutan Asam Oksalat 0,1


II.2 Cara Kerja

1. Pembakuan larutan NaOH

MULAI

Asam Oksalat 0,1 N 10 mL

-Masukkan dengan pipet gondok ke


dalam Erlenmeyer

Indikator PP

-Tambahkan satu tetes

NaOH

-Titrasi hingga terjadi perubahan


warna

-Catat hasil titrasi

Hasil ( Warna Merah Muda)


2. Penentuan kadar asam salisilat dalam larutan surfaktan

MULAI

Larutan Surfaktan

0,5 % , 1% dan 2%

Buat dalam aquades

Asam Salisilat

Timbang 200 mg

Larutkan dalam :

50 mL larutan
campurran dari 40 mLAquades
10 mL surfaktan

- Kocok selama 15 menit


dalam erlenmeyer 125 mL
- Saring ke Erlemnmeyer 50 mL

Tentukan Kadar Asam


Salisilat

Filtrat

- Pipet 10 mL

- Masukkan ke dalam erlenmeyer

- Titrasi dengan NaOH 3x


- Lakukan Percobaan Blangko

- Buat Grafik % Surfaktan dan % Asam


salisilat yang terlarut

Hasil
III. HASIL

Data Pembakuan Larutan NaOH

Pembakuan NaOH 0,1 N


Titrasi ke: vol. NaOH (mL)
1 10,3
2 10,2
3 10,05
vol. rata2 10,18333333

N as . oksalat x V . oksalat x valensi


N NaOH=
V x valensi

0.1 N x 10 mL x 1
N NaOH=
10.183 mL x 1

N NaOH = 0,098N

Data Titrasi

Penetuan kadar As. salisilat dalam lar.


Surfaktan
Kelompok 1
Vol. NaOH 0,1 N terpakai pada konsentrasi
Titrasi ke- tween 80:
0,50% 1% 1,50% 2%
1 1,4 1,6 1,9 2,3
2 1,4 1,65 1,85 2,4
3 1,5 1,7 2 2,25

Vol. rata-rata
NaOH ... N 1,43 1,65 1,92 2,32

Perhitungan:

Diketahui BE Asam Salisilat = 138,12


Kadar asamsalisilat (%) didapatdari :
mg asam salisilat
Kadar %= ×100 %
200 mg
 Kadar asamsalisilat dalam tween 80 0,5%

1,43 X 0,098 X 138,12 X 5


Kadar %= ×100 % = 48,60196399%
200 mg

 Kadar asamsalisilat dalam tween 80 1%

1,65 X 0,098 X 138,12 X 5


Kadar %= ×100 % = 55,83501%
200 mg

 Kadar asamsalisilat dalam tween 80 1,5%

1,92 X 0,098 X 138,12 X 5


Kadar %= × 100 % = 64,85885%
200 mg

 Kadar asamsalisilat dalam tween 80 2 %

2,32 X 0,098 X 138,12 X 5


Kadar %= × 100 % =78,39461%
200 mg

Vol. rata2 Kadar


Konsentrasi
No NaoH terpakai as. Salilisat
tween 80 (%)
(mL) terlarut (%)

1 0,5 1,43 48,60196399


2 1 1,65 55,83501
3 1,5 1,92 64,85885
4 2 2,32 78,39461

mol NaOH = mol as.salisilat


V1N1 = V2N2
N2 = 0,014 N

N= mol/vol
mol as.salisilat = 0,140752864 mmol
mol= gr/BE
massa as.salisilat= 19,4407856 mg (dalam 10 ml)
massa as.salisilat= 97,20392799 mg (dalam 50 ml)
% as.salisilat
terlarut= 48,60196399 %
Grafik% surfaktan (x)terhadap% asamsalisilat (y)

Kel.1
90
80
asam salisilat terlarut (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
0.5 1 1.5 2
konsentrasi tween 80 (%)
IV. PEMBAHASAN

Pada Praktikum kita akan melakukan percobaan tentang pengaruh surfaktan


terhadap kelarutan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
bagaimana kelarutan asam salisilat setelah ditambahkan tween 80 sebagai
surfaktan dalam berbagai konsentrasi, yaitu 0.5%, 1%, 1.5%, 2%.

Surfaktan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tween 80 dengan
berbagai konsentrasi dan zat yang dilarutkan adalah asam salisilat 200mg. Tween
adalah cairan kental, berat jenisnya besar dari 1. Cara membuat tween 80 1%
adalah timbang 1 gram tween lalu campur dengan aquades sampai 100 mL, karena
bukan merupakan larutan baku wadah pembuatannya yang bukan kuantitatif,
seperti erlenmeyer. Begitu juga dengan pembuatan tween yang lain, jika tween 80
1.5% maka ditimbang tween 1.5 gram, langkah selanjutnya tetap sama.

Sebelum dilakukan percobaan ini NaOH 0.1 N harus dibakukan terlebih


dahulu dengan asam oksalat, tujuan dari pembakuan ini untuk mengetahui
normalitas dari NaOH karena NaOH merupakan larutan baku sekunder.

Larutan baku sekunder adalah larutan yang normalitasnya berubah-ubah. Hal


ini dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhinya sehingga larutan ini
tidak stabil. Syarat suatu bahan kimia yang dapat digunakan sebagai standar
sekunder, yaitu memiliki kemurnian lebih rendah dari standar primer, memiliki
kestabilan lebih rendah dari standar primer (lebih reaktif daripada standar primer),
larutannya tetap stabil dalam waktu lama, dititrasi dengan menggunakan standar
primer.

Membuat pembakuan larutan NaOH dilakukan dengan alatkualitatif,


misalnya erlenmeyer, beaker glass. NaOH dimasukkan ke erlenmeyer lalu
tambahkan aquades sampai 100 mL. Larutkan, lalu lakukan pembakuan.
Sedangkan asam oksalat merupakan baku primer, sehingga pembuatannya harus
dengan alat kuantitatif, biasanya menggunakan labu ukur. Masukkan 10 ml asam
oksalat ke dalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan aquades sampai batas pada
labu ukur.

Dari 3 kali pembakuan didapat rata-rata volume NaOH 10,183 ml.


Pembakuan NaOH in dilakukan karena NaOH merupakan larutan baku sekunder.
Maka, harus dibakukan terlebih dahulu dengan larutan baku primer. Dalam
percobaan ini kita menggunakan asam oksalat sebagai larutan baku primer dan
titrasi yang dilakukan ini termasuk ke dalam titrasi asidemetri karena
menggunakan asam sebagai larutan primernya. Sesuai yang dinyatakan pada
literatur, Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri
dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar
asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah
HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan
kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa
untuk menentukan asam. Dan titrasi pada pembakuan NaOH ini menggunaakan
indikator Fenoftalein (PP).

Indikator fenolptalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu


berkisar 8,0 - 10,0. Indikator fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau
mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah
titik dimana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah
muda. Sehingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang
tidak larut dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan kertas saring
untuk memisahkan endapan dan pengotor.

Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan
indikator pp hingga diperoleh titik ekuivalen. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan
asam salisilat di dalam air. Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul
ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka air,polar) dan gugus lipofilik (suka
minyak, nonpolar), sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar
(air) ataupun nonpolar (minyak).

Dari volume NaOH rata-rata, didapat normalit dari NaOH 0,098 N. Setelah
melakukan pembakuan terhadap NaOH maka selanjutnya kita akan melakukan
penentuan Kadar asam salisilat terhadap larutan tween, maka didapatkan Persen
kadar asam salilisat yang didapat yaitu 48,6%, 55,8%, 64,85%, 78,39%.

Data ini menyatakan bahwa surfaktan berperan dalam peningkatan kelarutan


dari zat-zat yang sukar larut dalam aquades tersebut. Peningkatan ini juga dapat
kita amati dari dari kurva penambahan surfaktan terhadap kelarutan asam salisilat
yang naik seirin peningkatan konsentrasi surfaktan. Pada literatur menyatakan
bahwa setelah titik CMC tegangan permukaan masih akan turun sedikit, kemudian
naik dan selanjutnya akan berjalan sejajar dengan sumbu x (konsentrasi
surfaktan).dalam hal ini dapat diterangkan bahwa proses pembentukan misel
berjalan sangat cepat, sehingga pada awalnya tidak hanya molekul-molekul
surfaktan saja didalam sistem yang beragregasi tetapi juga molekul-molekul
surfaktan pada permukaan sistem, sehingga untuk sementara ada daerah yang
tidak ditempati oleh molekul surfaktan yang menyebabkan tegangan permukaan
kembali naik, setelah posisi ini tidak ditempati lagi tidak ada lagi pen urunan
tegangan permukaan.
Berdasarkan grafik hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar asam salisilat
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Grafik
setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya menjadi
konstan. Hal ini menunjukan surfaktan tersebut telah menurunkan tegangan
permukaan pada larutan asam salisilat sampai pada titik Critical Micelle
Concentration (CMC). Pada titik Critical Micelle Concentration (CMC) ini
surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan yang berlebih akan membentuk misel.
Misel sendiri adalah suatu  agregat yang mengandung monomer-monomer
surfaktan. Pada konsentrasi setelah CMC, surfaktan akan meningkatkan kelarutan
zat yang tidak larut air karena zat tersebut dapat tersembunyi di dalam misel.
Misel ini berperan dalam proses solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar adalah
suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut dalam air
melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan larutan sehingga
terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamika.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1Kesimpulan

1. Surfaktan adalah suatu senyawa kimia yang pada konsentrasi tertentu


dapat menurunkan tegangan permukaan dan antar permukaan
2. Surfaktan dapat meningkatkan kelarutan bahan aktif farmasi dengan
mengabsorbsi pada permukaan atau antar muka untuk mengurangi
tegangan permukaan atau mengurangi tegangan antar muka suatu cairan
3. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat terlarut untuk larut dalam
pelarutnya
4. Semakin banyak konsentrasi surfaktan suatu zat maka kelarutan zat
tersebut semakin tinggi
5. Saat larutan mencapai Critical Micelle Concentration (CMC) maka
surfaktan menjadi jenuh dan akan membentuk misel yang dapat menjerat
asam salisilat atau zat lain yang tidak larut air atau pelarut lainnya

5.2 Saran

1. Praktikum seharusnya ditampilkan dengan video yang membuat


pemahaman praktikan semakin baik.
Daftar Pustaka

1. Santi Sinila.2016. Farmasi Fisika Komprehensif.Modul Bahan Ajar Cetak


Farmasi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

2. Wahyuni R, Halim A, Trifarmila R. Metode Misel Kritis. J Farm Higea.


2014;6(1):1–10.

3. Sisodiya DS, Ronak P, Avinas N. Solubility and Dissolution. J Res Rev


Pharm Appl Sci. 2012;2(2):305–41.

4. Willybrordus Y, Rini H. Teknik peningkatan kelarutan obat. Suplemen


Volume 14 Nomor 2, 2015

5. Renung R, Mahreni. Biosurfaktan. Eksergi, Vol XII, No. 2. 2015

6. Tugba G, Yagmur, Nihan, Levent, Selma. Effect of particle size and


surfactant on the solubility, permeability and dissolution characteristics of
deferasirox. J res Pharm. 23(5): 851-859. 2019

7.Setyawan D, Paramita DP. Strategi Peningkatan Kelarutan Bahan Aktif


Farmasi. Surabaya: Airlangga U, editor; 2019.
V. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai