Anda di halaman 1dari 13

Farmaka 56

Volume 18 Nomor 2

REVIEW JURNAL : UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN OBAT

Khoirunnisa Apsari, Anis Yohana Chaerunisa

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran


Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor 45363
kapsari@yahoo.com
Diserahkan 10/06/2020, diterima 10/08/2020

ABSTRAK
Kelarutan merupakan salah satu faktor penting pada sifat fisikokimia suatu obat. Obat akan
menghasilkan efek terapeutik jika dalam bentuk terlarut, sehingga dapat berdisolusi dan
menembus membrane. Kelarutan akan berkorelasi pada fase farmakokinetik obat dalam
tubuh, yakni absropsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Namun beberapa obat
memiliki kelarutan yang rendah. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan
kelarutan obat agar mencapai efek terapeutik. Tujuan dari karya tulis ini yaitu untuk
menjelaskan teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan berdasar kajian
pustaka. Secara umum upaya peningkatan kelarutan dapat dilakukan secara fisika, kimia,
dan tingkat pembentukan misel. Contoh dari modifikasi secara fisika adalah pengecilan
ukuran partikel, modifikasi bentuk kristal, dan penggunaan matriks pada fase disperse.
Contoh dari modifikasi secara kimia antara lain modifikasi pH, penggunaan buffer,
pembentukan garam, kompleksasi dan derivatisasi. Sedangkan contoh dari modifikasi
pembentukan misel yakni penggunaan proses superkritik pada larutan, penggunaan
eksipien seperti surfaktan, kosolven, larutan penstabil, dan lain-lain.
Kata kunci : kelarutan, obat, teknik peningkatan kelarutan.

ABSTRACT

Solubility is one important factor in the physicochemical nature of a drug. The drug will
produce a therapeutic effect if it is in a dissolved form, so that it can dissolve and penetrate
the membrane. Solubility will correlate with the pharmacokinetic phase of the drug in the
body, which is absorption, distribution, metabolism and excretion. However, some drugs
have low solubility. So an effort is needed to increase the solubility of the drug in order to
achieve a therapeutic effect. The purpose of this paper is to explain techniques that can be
used to improve solubility based on literature review. In general, efforts to increase
solubility can be done physically, chemically, and the level of micelle formation. Examples
of physical modifications are particle size reduction, crystal shape modification, and the
use of matrices in the disperse phase. Examples of chemical modifications include pH
modification, buffering, salt formation, complexation and derivatization. While examples
of the modification of micelle formation are the use of supercritical processes in solutions,
the use of excipients such as surfactants, cosolvenes, stabilizing solutions, and others.
Keyword : Solubility, drug, techniques increase solubility.
Farmaka 57
Volume 18 Nomor 2

PENDAHULUAN metabolisme oleh hati. Sebaliknya, obat


Kelarutan adalah sifat dimana zat dengan kelarutan tinggi (hifrofilik) akan
padat, cair atau gas dapat melarut pada terdistribusi secara terbatas dan di
pelarutnya dan membentuk larutan yang metabolisme oleh ginjal (Alavijeh, et al.,
homogen (Lachman, et al., 1986). 2005). Sehingga dapat disimpulkan
Tingkat kelarutan didefinisikan dengan bahwa kelarutan berperan penting dalam
seberapa banyak zat terlarut yang terlarut fase farmakokinetik.
hingga keadaan jenuh atau saturated Obat dapat dikatakan memiliki
(Clugston and Fleming, 2000). kelarutan yang tinggi apabila dapat larut
Kesetimbangan larutan terjadi pada saat pada 250mL media air dan pH 1-6,8.
jenuh, karena kecepatan reaksi telah Obat yang memiliki kelarutan yang
konstan. Satuan dari kelarutan dapat rendah masuk dalam BCS
berupa konsentrasi, molalitas, fraksi mol, (Biopharmaceutic Classification System)
rasio mol dan unit lainya (Aulton, 2002). kelas II dan IV. Perbedaan dari keduanya

Bagian solvent terletak pada tingkat permeabilitas,


Deskripsi yang dibutuhkan dimana BCS kelas II memiliki tingkat
per bagian solute
Sangat larut Kurang dari 1 permeabilitas yang tinggi. Maka dari itu
Mudah larut 1 sampai 10 obat yang termasuk pada BCS kelas II
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100 hanya perlu di modifikasi kelarutanya
Sukar larut 100 sampai 1000 untuk mencapai efek terapi yang di
Sangat sukar 1000 sampai
larut 10.000 inginkan (U.S. Food and Drug
Praktis tidak Administration 2015).
Lebih dari 10.000
larut
Tabel 1. Kriteria kelarutan menurut USP
dan BP
Kelarutan merupakan salah satu
masalah umum yang sering dijumpai
dalam bidang farmasi (Mooter, 2011).
Kelarutan obat akan berkoorelasi dengan
laju penyerapan obat agar di absorpsi dan
menghasilkan efek terapeutik (Al-
Hamidi, et al., 2010). Selain itu kelarutan Gambar 1. Teknik peningkatan kelarutan
menurut BCS.
juga menentukan disposisi obat dalam
Bagan tersebut merupakan
tubuh. Obat dengan kelarutan rendah
beberapa upaya yang dilakukan agar zat
(lipofilik) akan terikat dengan protein
aktif obat dapat memiliki kelarutan dan
plasma, terdistribusi cepat dan di
permeabilitas yang tinggi. Pada BCS
Farmaka 58
Volume 18 Nomor 2

kelas II dapat dilakukan pembentukan upaya yang dilakukan dalam


nanopartikel, derivatisasi menjadi bentuk meningkatkan kelarutan suatu obat.
garam, pembentukan dispersi padat,
penambahan surfaktan, pembentukan METODE
emulsi atau kapsul lunak. Pada BCS Digunakan sumber data primer
kelas III dapat dilakukan penambahan yakni internet dengan menggunakan
eksipien seperti mukoadhesif dan mesin pencari atau search engine seperti
peningkatan absorpsi. Serta pada BCS Google Schoolar, NCBI, Springer,
kelas IV dapat dilakukan penambahan Science direct. Penelusuran lebih lanjut
eksipien peningkat absorpsi dan proses dilakukan secara manual berdasarkan
formulasi menjadi kapsul lunak pada daftar pustaka yang relevan
(Brahmankar and Jaiswal, 1995). sehingga didapatkan sumber pencarian
Faktor-faktor yang dapat lain seperti menggunakan e-book
mempengaruhi kelarutan antara lain ataupun e-journal terpercaya atau yang
suhu, konstanta dielektrik, pH, pelarut, telah terakreditasi secara nasional
ukuran partikel, polimorfisme, bentuk maupun internasional.
garam, tekanan, serta stearic factor
(Babu, et al., 2009). Maka dari itu,
beberapa tahun terakhir dikembangkan
HASIL
teknik atau metode peningkatan
Menurut Savjani (2012), secara
kelarutan berdasarkan faktor diatas.
umum teknik peningkatan kelarutan
Dalam review ini akan dijabarkan
dilakukan dengan metode sebagai berikut
beberapa penelitian tentang berbagai
Tabel 3.1 Teknik peningkatan kelarutan secara fisika, kimia dan pembentukan misel
Teknik Contoh
Modifikasi secara fisika Pengecilan ukuran partikel, modifikasi
bentuk kristal, penggunaan pembawa pada
system disperse
Modifikasi secara kimia Perubahan pH, penggunaan buffer,
pembentukan garam, kompleksasi dan
derivatisasi
Metode pembentukan misel Proses superkritik pada larutan,
penggunaan eksipien seperti surfaktan,
kosolven, larutan penstabil, dan lain-lain.

Berikut merupakan hasil pencarian mengenai teknik atau metode peningkatan


larutan obat

Tabel 3.2 Berbagai teknik yang digunakan dalam upaya peningkatan kelarutan dan
pengaruhnya
Farmaka 59
Volume 18 Nomor 2

Metode Hasil kelarutan Referensi


Pembentukan Dispersi Meningkat (Gupta, et al., 2016)
Padat dan Molekul
Kompleks Menggunakan
-siklodekstrin Sebagai
Pembawa
Pembentukan Kokristal Meningkat (Gozali, et al., 2012)
Antara Kalsium
Atorvastatin Dengan
Isonikotinamid Dan
Karakterisasinya
Peningkatan Kelarutan Meningkat (Indra, et al., 2018)
Ketokonazole Dengan
Pembentukan Kokristal
Formulasi dan Evaluasi In Meningkat (Yadav et al., 2012)
Vitro Basis Eudagrit
Nanosupensi
Preparasi bentuk Garam Meningkat (Neilsen, et al., 2013)
Amorf Na-furosemide
Untuk Meningkatkan
Kelarutan dan Laju
Disolusi
Penentuan Kecepatan Meningkat (Law et al., 2003).
Kelarutan pada Campuran
Eutektik Poly Eethylene
Glycol (PEG) dan
Fenofibrate
Pengaruh Bioavailabilitas Meningkat (Anwar et al., 2011).
Obat Konjugasi Kitosan-
Artovastatin Sediaan Oral
Preparasi dan Optimasi Meningkat (Lee et al., 2014).
Bentuk Sediaan Self-
Microemulsifying Drug
dDlivery System
(SMEDDS yang
Mengandung Fenofibrate

PEMBAHASAN ikatan dengan bagian dalam pembawa,

Kompleksasi seperti siklodekstrin sehingga obat akan


melarut bersamaan dengan melarutnya
Kompleksasi atau yang biasa
pembawa. Ikatan yang terbentuk sangat
disebut kompleks inklusi merupakan
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk
metode peningkat kelarutan untuk obat
senyawa obat. Metode kompleksasi
yang hidrofob dengan membentuk ikatan
merupakan salah satu
kompleks dengan pembawa atau carrier.
pengklasifikasian dari 59erivate
Kompleksasi terjadi karena adanya dua
padat (Bekkers, dkk, 1991).
gabungan senyawa, yakni senyawa obat
dan pembawa. Obat akan membentuk
Farmaka 60
Volume 18 Nomor 2

Siklodekstrin merupakan salah Molekul beta siklodekstrin


satu contoh zat pengkompleks yang biasa memiliki kelarutan yang terbatas dalam
digunakan. Penelitian Hiremanth (2006) air. Hal ini diakibatkan oleh molekul
menjelaskan bahwa semakin banyak berbentuk kristal, yang memiliki
jumlah beta siklodekstrin yang kelarutan lebih rendah dari bentuk amorf
digunakan akan mempengaruhi tingkat (Salustio, dkk, 2009). Adapn hal-hal
kelarutan dalam air menjadi semakin yang dapat mempengaruhi pembentukan
meningkat. Peningkatan kelarutan kompleks inklusi dari siklodekstrin,
tersebut disebabkan oleh pembentukan diantaranya ukuran dari rongga
struktur obat dengan siklodekstrin yang siklodekstrin dan interaksi
membentuk rongga hidrofilik, sehingga termodinamika antara siklodekstrin, zat
air dapat menempati rongga tersebut, aktif obat dan pelarut. Zat aktif oba harus
+ -
pecah menjadi partikel H dan OH dan memiliki ukuran dan bentuk partikel
melarutkan zat aktif obat. Berikut yang sesuai dengan rongga siklodekstrin.
merupakan gambaran mengenai ikatan Maka dari itu stereokimia dan polaritas
obat dengan siklodekstrin. dari zat aktif obat menentukan
pembentukan kompleks inklusi atau
kompleksasi molekul terjadi atau tidak
(Tong, 2000).

Dispersi Padat

Dispersi padat merupakan


keadaan terdistribusinya suatu molekul
obat (baik dalam bentuk amorf, kristal,
atau molekul), dimana molekul tersbeut
dikelilingi oleh suatu senyawa yang inert.
Gambar 2. Tipe-tipe kompleks inkulsi
antara zat aktif obat dengan Senyawa ini bertindak sebagai pembawa
siklodekstrin.
sehingga bersifat hidrofil. Terdapat
Ikatan antara siklodekstrin dan
beberapa tipe disperse padat, diantaranya
zat aktif obat juga dapat dihubungkan
campuran eutektik sederhana, larutan dan
dengan suatu polimer larut air. Polimer
60erivate gelas, larutan padat,
akan berikatan pada rantai samping obat
kompleksasi, pembentukan endapan
sehingga meningkatkan volume rongga
amorf dengan pembawa kristal, serta
matriks dalam siklodekstrin (Valero,
gabungan dari tipe yang telah disebutkan
Tejedor, Rodrıguez., 2007).
sebelumnya (Kumar dan Singh, 2011).
Keuntungan dari disperse padat ini ialah
Farmaka 61
Volume 18 Nomor 2

dapat mengurangi ukuran partikel obat, Sedangkan metode peleburan dilakukan


membentuk obat menjadi bentuk amorf dengan menggunakan titik lebur dari zat
sehingga lebih larut, daya obat terbasahi aktif dan pembawa. Jika telah melebur,
tinggi, dan meningkatkan porositas campuran keduanya di dinginkan secara
(Pankaj dan Prakash, 2013). Sedangkan cepat dengan pengadukan. Padatan yang
kerugian dari disperse padat yakni tidak terbentuk kemudian digerus dan diayak.
stabil, mudah menyerap air sehingga Untuk metode pelarutan-peleburan,
mudah lembab, serta proses merupakan gabungan dari metode
pembentukan amorf sangat bergantung sebelumnya, yaitu zat aktif dan zat
pada suhu dan kelembapan. Jika pembawa dilarutkan dalam pelarut
lingkungan tidak terkontrol selama organic, dileburkan dan pelarut diuapkan,
proses pembuatan dan penyimpanan, didinginkan secara cepat, di lanjutkan
sangat mungkin terjadi kristalisasi dari dengan penggerusan dan pengayakan
molekul obat sehingga kelarutanya akan terhadap fase padat yang didapatkan
menurun (Sridhar dkk., 2013). (Fadholi, 2013).
Senyawa yang dapat menjadi Karakterisasi dari disperse padat
pendispresi antara lain SSG (Sodium dapat dilakukan dengan Differential
Starch Glycolat), PEG 6000, laktosa, Scanning Calorimetry (DSC), difraksi
polimer poloxamer 407, eudragit E 100, sinar-x, Scanning Electron Microscope
dan lain-lain. Pemilihan senyawa (SEM) (Martin, 1990). Dikarenakan
pendispersi bergantung kepada sifat system disperse padat dapat merubah
fisiko kimia zat aktif. Hal terpenting ialah bentuk kristal obat menjadi bentuk amorf
senyawa pendispersi harus bersifat inert atau parsial kristalin dengan membentuk
terhadap zat aktif obat. eutektik atau monotektik, maka
Terdapat tiga metode yang pengkarakterisasian hasil dispersi padat
digunakan untuk membentuk disperse menggunakan instrument tersebut
padat, diantaranya metode pelarutan, mungkin dilakukan (Craig, 2002).
metode peleburan, dan gabungan Kokristalisasi
keduanya atau metode pelarutan Teknik kokristalisasi merupakan
peleburan. Metode pelarutan dilakukan salah satu jenis modifikasi dalam
dengan melarutkan zat aktif dan modifikasi dari crystal habit. Stabilitas,
pembawa atau pendispersi terhadap sifat fisikokimia atau biologis suatu
pelarut organik, kemudian pelarut molekul dapat ditentukan oleh crystal
diuapkan dan fase padat digerus serta habit. Maka dari itu kelarutan erat
diayak agar terdispersi merata. hubunganya dengan crystal habit. Jenis
Farmaka 62
Volume 18 Nomor 2

lain dari modifikasi crystal habit ialah


pembentukan molekul amorf. Amorf
memiliki kelarutan yang lebih tinggi
daripada kristal dikarenakan
ketidakstabilan bentuk secara fisik, yang
memungkinkan terjadinya perubahan
bentuk ketika terpapar oleh energi tinggi
(Alonzo, et al., 2010).
Gambar 3. Ikatan kokristalisasi
Teknik kokristalisasi adalah
antovastatin dengan isonikotinamid
salah satu pendekatan alternatif dalam
Koformer yang biasa digunakan
desain bentuk padat obat, karena
dalam proses kokristalisasi adalah
berpotensi meningkatkan sifat
isonikotinamid dan sakarin. Gambar
fisikokimia seperti kelarutan, kecepatan
diatas menunjukan ikatan yang terjadi
disolusi, bioavailabilitas dan stabilitas
pada pembentukan kokristalisasi antara
fisika kimia dari suatu zat aktif obat,
antrovastatin dengan isonikotinamid
tanpa mempengaruhi aktivitas
(Gozali, et al., 2012).
farmakologinya (Alonzo, et al., 2010).
Ko-kristal dapat dibentuk
Kristal ialah salah satu bentuk
dengan menggunakan beberapa metode
polimorfisme dari zat aktif. Kristal lebih
atau teknik seperti solvent evaporation,
stabil daripada amorf. Akan tetapi
slurry conversion, grinding method,
sebesar 80% zat aktif yang berbentuk
antisolvent addition, hot melt extrusion,
kristal memiliki kelarutan yang buruk.
dan supercritical fluid technology.
Maka dari itu kristal dapat dibentuk
Namun metode yang sering digunakan
menjadi kokristal untuk meningkatkan
ialah solvent evaporation atau penguapan
kelarutan. Kokristal merupakan bahan
pelarut dan grinding atau penggerusan.
kristal yang terdiri dari dua atau lebih
Solvent evaporation merupakan
molekul dalam kisi kristal yang sama.
teknik pembentukan ko-kristal dengan
Dalam pembentukan kokristal
prinsip mencapurkan zat aktif dengan
dibutuhkan koformer, contohnya asam
koformer pada suatu pelarut yang
askorbat. Koformer akan membentuk
kemudian diuapkan. Slurry conversion
ikatan dengan zat aktif berupa ikatan
dilakukan melalui penambahan koformer
hydrogen sehingga dapat meningkatkan
padat pada larutan zat aktif. Proses
kelarutan.
penambahan koformer dilakukan dengan
pengadukan hingga terbentuk bubur
untuk memicu pembentukan kokristal.
Farmaka 63
Volume 18 Nomor 2

Bubur yang terbentuk di diamkan selama Semakin kecil ukuran partikel, maka
48 jam kemudian pelarut diuapkan. semakin besar luas permukaan sehingga
Terdapat dua acara yang dapat kemungkinan partikel tersolvasi semakin
dilakukan pada metode grinding, yaitu besar pula. Penurunan ukuran partikel
neat grinding (penggilingan kering) dan menjadi kurang dari 1m dipercaya dapat
liquid assisted grinding (penggilingan lebih meningkatkan tekanan solvasi dan
basah). Perbedaanya hanya terletak pada menimbulkan gangguan interaksi pada
penggunaan pelarut atau tidak ketika zat terlarut yang memudahkan proses
proses penggerusan. Pada metode kelarutan (Junghanns, et al., 2008). Pada
antisolvent addition terjadi presipitasi saat ini sudah dikembangkan teknologi
atau rekristalisasi dengan menambahkan nanosuspensi. Nanosuspensi merupakan
antisolvent pada larutan zat aktif dan suatu teknologi peningkatan kelarutan
koformer pada suhu ruang yang disertai obat dengan cara menstabilkan partikel
agitasi. Metode hot melt extruction mikron kristal pada media air yang diberi
melibatkan pengaturan suhu dalam tekanan. Selanjutnya partikel kristal
penggunaanya. Metode ini dapat mengalami proses presipitasi,
dilakukan pada lebih dari satu zat aktif. penggilingan (milling) dan homogenisasi
Dan metode terakhir yaitu supercritical bertekanan tinggi. Sediaan dengan
fluid technology lebih memfokuskan bentuk nanosuspensi terbukti dapat
pada sifat-sifat superkritik, antisolvent, meningkatan kelarutan, penyerapan,
pelarut, dan proses peningkatan bioavailabilitas, AUC (Area Under
atomisasi sehingga ukuran dan morfologi Curve) dan waktu tercapainya
kokristal yang terbentuk melalui metode konsentrasi maksimum obat dalam tubuh
ini dapat di atur (Liu, et al., 2012). (Yadav et al., 2012).
Sama hal nya dengan Campuran Eutektik
pembentukan disperse padat, hasil dari Teknik ini digunakan pada dua
proses kokristalisasi ialah molekul molekul untuk menurunkan titik leleh
kristal. Maka identifikasi atau campuran molekul tersebut daripada titik
karakterisasi hasil kokristalisasi dapat leleh masing-masing molekul. Molekul
menggunakan menggunakan instrument yang dipilih merupakan molekul yang
DSC, FTIR, difraksi sinar-x dan PXRD tidak berinteraksi dan membentuk
(Lin, et al., 2013). senyawa kimia baru, akan tetapi pada
Penurunan Ukuran Partikel rasio tertentu dapat menghambat proses
Kelarutan sangat erat kristalisasi satu sama lain sehingga
hubunganya dengan ukuran partikel. menurunkan titik leleh. Peningkatan
Farmaka 64
Volume 18 Nomor 2

kelarutan obat sebanding dengan Tujuan dari pembentukan konjugat


menurunya titik leleh (Stott, 1998). prodrug ini ialah untuk meningkatkan
Campuran eutektik merupakan kelarutan obat baik dalam administrasi
salah satu langkah dalam pembentukan atau proses penyerapan dalam tubuh
dispersi padat atau krsitalisasi. Pada yang berakibat pada kemampuan
pembentukan disperse padat, molekul bioavailabilitas (Anwar et al., 2011).
obat diubah menjadi kristalin parsial atau Contoh dari penggunaan
amorf. Hal ini berbeda dengan campuran derivatisasi ialah pada senyawa
eutektik, dimana pada proses ini tidak artesunate. Artesunate merupakan
terjadi perubahan molekul kristalin. derivate semisintesis dari artemisinin
Proses yang dilakukan dalam yang digunakan sebagai obat anti
pembentukan campuran eutektik sama malaria. Derivatisasi artesunate
dengan proses peleburan pada merupakan bentuk ester hemisuksinat.
pembentukan disperse padat, yaitu Artesunate terbukti memiliki kelarutan
dengan peleburan antara dua senyawa dalam air yang lebih baik jika
dan pemadatan cepat. Untuk dibandingkan dengan derivate
pengkarakterisasian hasil campuran artemisinin lain sehingga bentuk derivate
eutektik dapat diguanakn DSC, difraksi ini banyak dipasarkan sebagai obat
sinar-x dan SEM. Pola pada dirfraksi antimalaria pada pasien yang resisten
sinar-x akan menunjukan gabungan pola terhadap antimalaria standar di Asia
kristalin dari kedua senyawa (Kumah dan Tenggara (Gaudin, et al., 2007).
Singh, 2013). Self-emulsifying Drug Delivery
Derivatisasi Systems (SEDDS)

Kelarutan dapat di tingkatkan Terdapat 2 jenis dalam metode


melalui modifikasi atau perubahan pada pembentukan SEEDS, yakni self-micro-
gugus fungsional suatu molekul, emulsifying drug delivery system
menghasilkan molekul turunan atau (SMEDDS) dan self- nanoemulsifying
derivate. Teknik ini digunakan pada obat drug delivery system (SNEDDS). Kedua
berbentuk prodrug, dimana ketika obat jenis tersebut hanya berbeda pada
mencapai tubuh mengalami perubahan ukuran, yaitu mikroemulsi dan
atau modifikasi gugus fungsional dan nanoemulsi. Teknik ini bertujuan
menjadikan obat tersebut aktif. Dapat meningkatkan kelarutan molekul obat
pula dilakukan proses sintesis konjugasi yang berbentuk minyak. Molekul minyak
pada bentuk prodrug, seperti asetilasi, dibentuk droplet berukuran nano ataupun
sulfatase, glukoronidasi, dan metilasi. mikro, yang kemudian dilapisi oleh
Farmaka 65
Volume 18 Nomor 2

surfaktan atau ko-surfaktan sehingga Terdapat beberapa metode atau


meningkatkan kelarutan pada fase air teknik yang digunakan untuk
namun dapat pula meningkatkan dan meningkatkan kelarutan obat. Secara
memudahkan penyerapan pada garis besar metode peningkatan kelarutan
membrane lipid (seperti pada usus) terbagi menjadi fisika, kimia, dan
karena ukuran molekulnya. Teknik ini pembentukan misel. Setiap metode
terbukti memiliki kelarutan yang tinggi memiliki kelebihan dan kekurangan serta
(berkisar 87% selama 30 menit) daripada penggunaanya bergantung pada sifat
bentuk sediaan serbuk (Lee et al., 2014). molekul obat. Peningkatan kelarutan
Kelemahan dari teknik SEDDS menjadi sangat penting karena akan
ini yaitu memiliki stabilitas dan berdampak pada aspek farmakokinetik
inkompatibilitas obat yang rendah, dan farmakodinamik obat dalam tubuh.
pilihan bentuk sediaan yang minim, serta
dapat menimbulkan presipitas yang akan DAFTAR PUSTAKA
menjadi masalah selama proses Alavijeh, M.S., Chishty, M., Qaiser,
penyimpanan. Maka dari itu diharapkan M.Z. 2005. Drug Metabolism
And Pharmacokinetics, The
adanya pengembangan bentuk sediaan
Blood–Brain Barrier, And The
SEDDS padat berupa serbuk sehingga Central Nervous System Drug
dapat menangani kelemahan dari SEEDS Discovery. NeuroRx. Vol 2:554–
571.
cair. Metode yang dapat digunakan Al-Hamidi, H., Edwards, A.,
dalam pembentukan SEDDS padat ialah Mohammad, A., Nokhodchi, A.
2010. To Enhance Dissolution
dengan fenomena adsorbs, dimana
Rate Of Poorly Water-Soluble
digunakan pembawa atau carrier padat Drugs: Glucosamine
yang dapat mengadsorbsi zat aktif obat. Hydrochloride As A Potential
Carrier In Solid Dispersion
Aplikasi dari teknik SEDDS ini telah Formulations. Colloids and
diterapkan pada senyawa glibenklamid Surfaces B: Biointerfaces. Vol
menggunakan asam oleat sebagai basis 76(1):170-178.
Alonzo, D.E, Zhang, G.G, Zhou, D.
lemak serta senyawa spironolakton 2010. Understanding The
menggunakan metode SEDDS padat. Behavior Of Amorphous
Pharmaceutical Systems During
Dari kedua contoh tersebut telah terbukti
Dissolution. Pharm Res. Vol
bahwa kelarutan meningkat dari senyawa 27(4):608–618.
murni tanpa teknik SEDDS (Kumar, Anwar, M., Warsi, M.H., Mallick, N.
2011. Enhanced Bioavailability
2012) Of Nano-Sized Chitosan-
Atorvastatin Conjugate After
Oral Administration To Rats.
SIMPULAN
Farmaka 66
Volume 18 Nomor 2

Eur J Pharm Sci. Vol 44:241– Dissolution Of Nebivolol By


249. Solid Dispersion Technique.
Brahmankar D.M., and Jaiswal S.B. Internasional Journal of
1995. Absorption of Drugs Pharmacy and Pharmaceutical
Biopharmaceutics and Sciences. Vol 6(7):566-571.
Pharmacokinetics – A treatise. Junghanns, J.U.A., Müller, R.H. 2008.
Delhi:Vallabh Prakashan. Nanocrystal Technology, Drug
Bekers, O., Uijtendaal, E.V., Beijnen, Delivery And Clinical
J.H., Bult, A., and Undenberg, Applications. Int J Nanomed.
W.J.M. 1991. Cyclodextrin in Vol 3:295–310.
Pharmaceutical Field. Drug Dev. Kumar. 2012. Approaches To
Ind. Pharm. Vol 7(11):1503- Development Of Solid-Self
1549. Micron Emulsifying Drug
Craig, D.Q.M. 2002. The Mechanisms of Delivery System: Formulation
Drug Release From Solid Techniques And Dosage Forms-
Dispersion in Water-Soluble A Review. Asian Journal of
Polymers. Int. J. Pharm. Vol Pharmachy and Life Science.
2(31):131-144. Vol.2(2):2231-2243.
Fadholi, A. 2013. Disolusi dan Kumar, P., and Singh, C. 2013. A Study
Pelepasan Obat in Vitro. on Solubility Enhancement
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Methods for Poorly Water
Gaudin, K., Marie, H.L., Anne, B., Soluble Drugs. American
Chantal, B.,Pascal, M., Fawaz., Journal of Pharmacological
Jean, P.D. 2007. Stability of Sciences. Vol 1(4): 67-73.
Artesunate in pharmaceutical Law, D., Wang, W., Schmitt, E.A. 2003.
solvents. Journal of Properties Of Rapidly
Pharmaceutical and Biomedical Dissolving Eutectic Mixtures Of
Analysis. Vol. 43:1019-1024. Poly(Ethylene Glycol) And
Gozali, D., Husein, H. B., Sundani, N. S., Fenofibrate: The Eutectic
dan Marline, A. 2012. Microstructure. J Pharm Sci. Vol
Pembentukan Kokristal Antara 92:505–515.
Kalsium Atorvastatin Dengan Lee, D.W., Marasini, N., Poudel, B.K.
Isonikotinamid Dan 2014. Application Of Box-
Karakterisasinya . Jurnal Sains Behnken Design In The
Materi Indonesia. Vol Preparation And Optimization
15(2):103-110. Of Fenofibrate-Loaded Self
Gupta, S., S. Sawarkar., and P. Microemulsifying Drug
Ravikumar. 2016. Solubility Delivery System (SMEDDS). J
Enhancement Of Poorly Water Microencapsul. Vol 31:31-40.
Soluble Protease Inhibitor. Liu, X. M. Lu, Z. Guo, L. Huang, X.
IJPSR. Vol. 7(1): 252-258. Feng, C. Wu. 2012. Improving
.
Indra , Fitri, M. J., Ratih, A. 2018. The Chemical Stability Of
Enhancing the Solubility of Amorphous Solid Dispersion
Ketoconazole via With Cocrystal Technique By
Pharmaceutical Cocrystal. Hot Melt Extrusion. Pharm Res.
Journal of Physics. Vol Vol 29(3):806-817.
11(79):1-5. Lin, H.L., P. C. Hsu, S. Y. Lin. 2013.
Isha, S., Shailendra, B., Alpesh, Y. 2014. Theophylline–Citric Acid Co-
Enhancement Of Solubility And Crystals Easily Induced By
Farmaka 67
Volume 18 Nomor 2

DSC–FTIR Microspectroscopy Savjani., Ketan, T., Savjani, A. K.,


Or Different Storage Conditions. Gajjar., and Jignasa, K. S. 2012.
Asian Journal of Pharmaceutical Review Article Drug Solubility:
Sciences. Vol 8(1):19–27. Importance and Enhancement
L. Lachman, H., Lieberman, and J. L. Techniques. ISRN
Kanig. 1986. The Theory And Pharmaceutics.
Practise of Industrial Pharmacy. Sridhar I., Doshi A., Joshi B.,
Philadelphia : Lea & Febiger. Wankhede., and Doshi J. 2013.
Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, Solid Dispersions: an Approach
A.1990. Farmasi Fisik Dasar to Enhance Solubility of Poorly
dan Kimia Fisik. Water Soluble Drug, Journal of
Jakarta:Universitas Indonesia Scientific and Innovative
Press. Research. Vol 2(3): 685-694.
M. Aulton. 2002. Pharmaceutics: The Stott, P.W., Williams, A.C., Barry, B.W.
Science of Dosage form Design. 1998. Transdermal Delivery
Churchill : Livingstone. From Eutectic Systems:
Enhanced Permeation Of A
M. Clugston., and R. Fleming. 2000. Model Drug, Ibuprofen. J
Advanced Chemistry. Control Release. Vol 50:297–
UK:Oxford Publishing. 308.
Mooter, G.V. 2011. The Use Of Tong, W. Q. 2000. Applications of
Amorphous Solid Dispersions: A Complexation in Formulation of
Formulation Strategy To Insoluble Compound, in Water
Overcome Poor Solubility And Insoluble Drug Formation.
Dissolution Rate. Drug Englewood:Interpharm Press.
Discovery Today: Technologies. U.S. Food and Drug Administration.
Vol9(2):79-85. 2015. Waiver Of In Vivo Bio-
Nielsen, L.H., Gordon, S., Holm, R. Availability And Bioequivalence
2013. Preparation Of An Studies For Immediate Release
Amorphous Sodium Furosemide Solid Oral Dosage Forms Based
Salt Improves Solubility And On A Biopharmaceutics Classifi-
Dissolution Rate And Leads To Cation System. Diakses secara
A Faster Tmax After Oral online di
Dosing To Rats. Eur J Pharm http://www.fda.gov/AboutFDA/
Biopharm. Vol 85:942–951. CentersOffices/OfficeofMedical
Pankaj, S., dan Prakash, J. 2013. Solid ProductsandTobacco/CDER/
Dispersion: An Overview. ucm128219.html (Diakses pada
Internasional Journal of tanggal 7 Mei 2020).
Pharmaceutical Research and Valero, M., Tejedor, J., Rodrıguez, L.J.
Bio- Science. Vol 2(3): 114-43. 2007. Encapsulation Of
Salustio, P. J., Feio, G., Figueirinhans, J. Nabumetone By Means Of –
L., Pinto, J. F. and Marques, C. Drug : (B-Cyclodextrin)
H. 2009. The Influence of The :Polyvinylpyrrolidone Ternary
Preparation Method on The Complex Formation. Journal of
Inclusion of Model Drugs in a β- Luminescence. Vol
Cyclodextrin Cavity. Europe 126(2007):297–302.
Journal of Pharmacy and V. Rajesh, B., S.H.Areefulla.,
Biopharmaceutics. Vol 71:377- V.Mallikarjun. 2009. Solubility
386. and Dissolution Enhancement:
Farmaka 68
Volume 18 Nomor 2

An Overview. Journal of
Pharmacy Research. Vol
3(1):141-145.
Yadav, S.K, Mishra, S., Mishra, B. 2012.
Eudragit-Based Nanosuspen-
Sion Of Poorly Water-Soluble
Drug: Formulation And In Vitro-
In Vivo Evaluation. AAPS
Pharm Sci Tech. Vol 13:1031–
1044

Anda mungkin juga menyukai