Anda di halaman 1dari 9

PAPER ETIKA LINGKUNGAN

“Rangkuman Buku Etika Lingkungan Bagian 3”


Dari Ilmu Pengetahuan Kembali Ke Kearifan Tradisional

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Lingkungan


Oleh :

1. Abdul Muhtar (21251440) 6. Dodik Oktarian (21251442)


2. Hendri W. Saputro (21251577) 7. Indhira Vimmy (20251389)
3. Andi Nugroho (21251573) 8. Septi Andriyani (20251310)
4. Husni Ramadani P (21251547) 9. Debora Sonya (21251438)
5. Siti Roin Juniarti (21251443) 10 Viena Sukmawati (21251589)

DOSEN PEMBIMBING:
Drs. LAAK PASKALIS, M.Si.

KELAS ALIH JALUR


PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2021/2022

i
Rangkuman dan Kritikan
Buku : Etika Lingkungan
Penulis : A. Sonny Keraf
Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara
Tahun Terbit : 2010
Jmlah Halaman : xvi + 408 halaman
ISBN : 978-979-709-526-0

Buku ini ditulis oleh A. Sonny Keraf. Dr. Alexander Sonny Keraf (lahir di Lembata, Flores
Timur, 1 Juni 1958) Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Persatuan Nasional.
Ia meraih gelar sarjana pada tahun 1988 dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan gelar
doktor dari Universitas Katolik Leuven, Belgia pada tahun 1995. Sebelum diangkat
sebagai menteri, ia adalah dosen filsafat di Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Tinjauan kearifan atau pengetahuan masyarakat adat diberbagai belahan dunia tentang
manusia, alam, dan hubungan manusia dengan alam. Tinjauan ini akan dipusatkan pada
tiga hal.
1. Cara pandang masyarakat adat tentang dirinya, alam, dan hubungan antara manusia
dan alam
2. Kekhasan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat adat, pola hidup dan
perilaku masyarajat adat terhadap alam
3. Hak – hak masyarakat adat yang perlu dilindungi.

PEMBAHASAN

A. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Lingkungan Hidup

Pada bagian ketiga kita akan melihat bagaimana kesalahan cara pandang manusia tentang
dirinya, alam dan relasinya dengan alam, sebagaimana dibahas dalam bagian sebelumnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern cenderung memperkuat bias ekonomi dengan
mengorbankan etika dan lingkungan hidup. Dalam perspektif itu, penggalian kembali
kearifan tradisional atau etika dan moralitas masyarakat lokal di seluruh dunia mempunyai
relevansi yang sangat kuat. Kearifan atau etika tradisional tersebut bisa menjadi alternative
di tengah dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang cenderung mengabaikan
etika dan lingkungan hidup.
1. Pendekatan Mekanistis-Reduksionistis
Cara pandang ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini pada dasarnya secular,
mekanistis, dan reduksionistis.

2
 Sekular, karena ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada prinsip apriori yang
diterima benar dengan sendirinya, tetapi didasarkaan pada pengamatan panca indra
dan metode induksi.
 Mekanistis, karena seluruh alam semesta dan juga manusia, terutama dilihat secara
mekanistis sebagai semacam mesin yang berfungsi secara mekanistis, dan bisa
dianalisis dan diprediksikan secara terpisah lepas dari keseluruhan yang
membentuknya.
 Reduksionitas, karena realitas di alam semesta, termasuk manusia, dilihat secara
reduksionitas dari satu aspek semata-mata tanpa melihat keterkaitan yang lebih
komprehensif dan holistik diantara berbagai aspek.
Pembedaan ini wajar dan baik, yang menjadi masalah adalah logika dominan
(mengunggulkan yang satu sambil meremehkan yang lain). Logika dominasi lebih
mengutamakan jiwa daripada tubuh, pikiran dan rasionalitas lebih diutamakan daripada
perasaan dan emosi, fakta lebih penting daripada nilai, kemampuan intelektual lebih
penting daripada kemampuan intuisi, analisis lebih penting dari sintesis, nilai
instrumental lebih penting daripada nilai intrinsik, kuantitas lebih penting daripada
kualitas, subyek lebih penting daripada obyek.
2. Pendekatan Holistik
Dalam kaitan dengan lingkungan hidup, bisa disebut juga sebagai paradigma atau
pendekatan ekologis. Menurut Nicholas Maxwell, bisa dibedakan antara context of
discovery dan context of justification.
 Context of discovery = fakta yang ada diamati, dikumpulkan, ditafsirkan
berdasarkan subyektivitas ilmuwan.
 Context of justification = demi menjamin objektifitas ilmiah semaksimal mugkin
walaupun selalu relatif semua unsur subyektivitas, termasuk nilai-nilai, harus
ditinggalkan.
Paradigma Holistik. Suatu paradigma ekologis yang memandang keseluruhan
kenyataan secara terkait satu sama lain, termasuk antara subjek dan objek, antara fakta
dan nilai. Paradigma holistik ini yang sekarang sangat kuat berpengaruh dalam biologi
modern. Dalam pendekatan holistik ini, dunia tidak dilihat sebagai suatu dunia yang
mekanistis, melainkan suatu dunia yang dicirikan oleh relasi yang organis, dinamis, dan
kompeks.
3. Kontradiksi Ilmu Pengetahuan Modern
Otonomi ilmu pengetahuan adalah alat pengaman untuk menjamin obyektivitas ilmu
pengetahuan, agar kebenaran yang dikejar oleh ilmu pengetahuan benar-benar obyektif.
Di pihak lain, kita melihat bahwa otonomi ilmiah telah dipakai secara ekstrem dengan
menanggalkan tanggung jawab moral yang melekat pada ilmuwan sebagai anggota
masyarakat moral.
Kontradiksi yang mau ditunjukkan disini :
Pertama, bahawa otonomi ilmu pengetahuan tanpa tanggung jawab moral melahirkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghancurkan diri sendiri. Kedua, otonomi

3
dimaksudkan untuk menjamin obyektivitas kebenaran ilmiah. Ketiga, ilmu pengetahuan
mengklaim otonomi dan karena itu bebas nilai.
Akan tetapi, perkembangan ilmu pengetahuan modern memperlihatkan kenyataan yang
sangat kontradiktif. Jadi, ilmu pengetahuan modern menuntut otonomi dari agama dan
etika, tetapi tunduk dan “dijajah” ekonomi dan politik.

4. AMDAL dalam Perspektik Holistik


Dengan latar belakang kedua paradigma ilmu pengetahuan tersebut, kita perlu
mencermati secara khusus apakah studi AMDAL yang dilakukan sampai sekarang,
khusunya seluruh kerangka studi yang ada, lebih menggunakan paradigma holistik-
ekologis atau paradigma mekanistis-reduksionistis. Demi kepentingan lingkungan
hidup, posisi yang ditawarkan disini adalah kita harus lebih memilih paradigma
holistik-ekologis dan bukan paradigma Cartesian yang mekanistis-reduksionistis.
Dengan menggunakan paradigma holistik-ekologis, studi AMDAL tersebut harus
bersifat lengkap dan komprehensif.

B. Kembali ke Alam: Belajar dari Etika Masyarakat Adat

Biosentrisme dan ekosentrisme sesungguhnya sudah sejak awal di praktikan oleh


masyarakat adat atau masyarakat tradisional di berbagai belahan dunia. Masyarakat adat
dan tradisional ada yang masih bertahan dari pengaruh cara pandang dan perilaku ilmu
pengetahuan dan teknologi modern yang certesian, namun sebagian ada yang mengalami
krisis dan sebagian lagi sudah terkikis.
Proyek besar etika lingkungan hidup adalah menghimbau dan mengajak manusia modern
untuk Kembali ke etika masyarakat adat. Yaitu untuk Kembali ke alam, untuk Kembali ke
jatidirinya sebagai manusia ekologis. Atas dasar itu, kita perlu meninjau sekilas
pengetahuan masyarakat adat di berbagai belahan dunia. Tinjauan akan dipusatkan pada 3
hal, yaitu:
1. Manusia dan Alam
Menurut UN Economic and Social Council, masyarakat adat atau tradisional adalah
suku-suku dan bangsa yang mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum
masuknya penjajah di wilayahnya, menganggap dirinya berbeda dari kelompok
masyarakat lain yang hidup di wilayah mereka. ILO mengkategorikan masyarakat
sebagai :
a. Suku-suku asli yang mempunyai kondisi sosial-budaya dan ekonomi yang berbeda
dari kelompok masyarakat lain di sebuah negara, dan statusnya sebagian atau
seluruhnya diatur oleh adat kebiasaan atau tradisi atau oleh hukum dan aturan
mereka sendiri yang khusus.
b. Suku-suku yang menganggap dirinya atau dianggap oleh orang lain sebagai suku asli
karena mereka merupakan keturunan dari penduduk asli yang mendiami negeri
tersebut sejak dulu kala sebelum masuknya bangsa penjajah atau sebelum adat
pengaturan batas-batas wilayah administratif seperti yang berlaku sekarang, dan

4
yang mempertahankan atau berusaha mempertahankan, terlepas dari apapun status
hukum mereka, sebagian atau semua ciri dan lembaga sosial, ekonomi, budaya dan
politik yang mereka miliki.
Perbedaan Masyarakat adat dengan kelompok masyarakat lain:
a. Mendiami tanah-tanah milik nenek moyang, baik keseluruhan atau sebagian.
b. Mempunyai garis keturunan yang sama, berasal dari penduduk asli.
c. Mempunyai budaya yang khas menyangkut agama, sistem suku, pakaian, tarian,
cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk nafkah.
d. Mempunyai bahasa sendiri.
e. Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan menolak atau
bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.
Menurut The World Conservation Union (1997) dari sekitar 6.000 kebudayaan di dunia,
Masyarakat adat merupakan 70-80 persen dari semua masyarakat budaya di dunia.
Jumlah yang cukup besar dan tidak boleh dipandang remeh, kendati dalam kerangka
dominasi ekonomi, dan kemajuan ilmu pengetahuan-teknologi modern mereka selalu
dipinggirkan dan diabaikan.
Hal yang paling fundamental dari persepektif etika lingkungan hidup adalah kesamaan
pemahaman dari semua masyarakat adat di seluruh dunia yang memandang dirinya,
alam dan relasi di antara keduanya dalam persepektif religious dan spiritual. Spiritual
merupakan kesadaran yang paling tinggi dan menjiwai seluruh relasi dari semua ciptaan
di semesta. Agama dipahami dan dihayati oleh masyarakat adat sebagai sebuah cara
hidup, dengan tujuan untuk menata seluruh hidup manusia yang harmonis dengan alam.
Moralitas adalah tuntunan inheren setiap masyarakat adat. Moralitas tidak hanya
menyangkut perilaku manusia dengan manusia, tapi juga manusia dengan dirinya dan
juga dengan alam. Jika sikap batin dan perilaku yang salah, yang merusak hubungan
dengan alam, maka akan mendatangkan malapetaka, baik bagi diri sendiri maupun bagi
komunitas. Bahwa semua bencana alam, banjir, kekeringan, gagal panen dianggap
sebagai bersumber dari kesalahan sikap dan batin perilaku manusia. Perlu adanya
rekonsiliasi dalam bentuk upacara adat religius. Perlu ada pemulihan kembali relasi
yang rusak.
Masyarakat adat memandang dirinya sebagai bagian integral dari komunitas ekologis
dan komunitas alam. Cara berfikir, berprilaku dan seluruh ekspresi serta penghayatan
budaya masyarakat adat sangat diwarnai dan dipengaruhi oleh relasi dengan alam. Etika
dan moralitas adalah sesuatu yang berlaku untuk seluruh komunitas ekologis. Secara
khusus, hampir semua masyarakat adat di dunia mempunyai peranan sangat penting dan
mempunyai nilai sakral yang tinggi. Tanah baginya merupakan sumber kehidupan.
“Tanah bukan sekedar Rahim bagi reproduksi kehidupan biologis, melainkan juga
reproduksi kehidupan budaya dan spiritual” (Vancdana Shiva).
Binatang dan semua mahluk hidup lain merupakan bagian dari kehidupan komsis, relasi
dan kewajiban manusia terhadap semua mahluk hidup (kerabat alam). Bagi masyarakat
adat sikap hormat kepada kehidupan, baik pada manusia atau mahluk lain merupakan

5
sebuah hukum moral. Dari sikap hormat akan muncul harmoni, keadilan, hokum dan
komunitas.
2. Kearifan Tradisional
Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau
wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia didalam
kehidupan komunitas Ekologis.
Kearifan tradisional bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman
masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia.
Melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang
manusia, alam, relasi diantara semua penghuni komuniatas.
Seluruh kearifan tradisional dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk pola perilaku manusia sehari-hari,
baik itu terhadap manusia maupun terhadap alam dan yang Gaib.
a. Kearifan lokal adalah milik komunitas
Tidak ada pengetahuan atau kearifan tradisional yang bersifat individual. Kearifan
tradisional ada dalam bentuk shared, collective, and communal wisdom. Kearifan
tersebut dimiliki dan disebarluaskan secara kolektif bagi semua anggota komunitas,
terbuka untuk diketahui, dimiliki, dan dihayati semua anggota komunitas.
b. Kearifan tradisional berarti pengetahuan tradisional
Pengetahuan dan kearifan masyarakat adat adalah pengetahuan tentang bagaimana
hidup secara baik dalam komuniatas ekologis, berhubungan secara baik dengan
semua isi alam. Pengetahuan ini juga mencakup bagaimana memperlakukan setiap
bagian dan kehidupan dalam alam sedemikian rupa, baik untuk mempertahankan
kehidupan masing-masing sepesies maupun untuk mempertahankan seluruh
kehidupan di alam itu sendiri.
c. Kearifan tradisional bersifat holistic
Alam adalah “jaring kehidupan” yang lebih luas dari sekadar jumlah keseluruhan
bagian yang terpisah satu sama lain. Selain itu alam adalah rangkaian relasi yang
terkait satu sama lain, sehingga pemahaman dan pengetahuan tentang alam harus
merupakan suatu pengetahuan menyeluruh.
d. Masyarakat adat memahami semua aktivitasnya sebagai aktivitas moral
Kegiatan bertani, berburu dan menangkap ikan adalah aktivitas moral yang dituntun
dan didasarkan pada prinsip atau tabu-tabu moral yang bersumber dari kearifan
tradisional. Contohnya pada saat berburu ikan paus masyarakat adat di desa
lamalera Lembata NTT harus didahului dengan doa, tidak boleh berkata kasar,
menggunakan kata-kata jorok, dan tidak boleh ada dendam dan permusuhan di dalam
masyrakat.
e. Kearifan Tradisional bersifat lokal, terkait partikular dan konkret.
Kearifan dan pengetahuan tradisional selalu menyangkut pribadi manusia yang
partikular (komunitas masyarakat adat itu sendiri), alam (disekitar tempat tinggalnya,
bahkan tentang pohon, gua, gunung, danau, laut yang partikular) dan relasinya
dengan alam itu.

6
Kearifan Tradisional yang dikenal diseluruh dunia mengalami erosi, karena :
a. Proses deklarasi alam oleh invansi dan dominasi ilmu pengetahuan dan terknologi
moder
b. Alam tidak bernilai sakral tetapi bernilai ekonomis sangat tinggi
c. Dominasi filsafat dan etika barat yang bersumber dari Aristoteles dan diperkuat
oleh Paradigma ilmu pengetahuan yang Cartesian telah menguburkan dalam etika
masyarakat adat
d. Hilangnya keanekaragaman hayati. Sebagai akibat dari modernisasi dengan
“pembangunan” sebagai agama masyarakat modern.
e. Hilangnya hak-hak masyarakat adat, termasuk hak untuk hidup dan bertahan
sesuai dengan identitas dan keunikan tradisi budayanya serta hak untuk
menentukan diri sendiri.

C. Kembali ke Alam: Belajar dari Etika Masyarakat Adat

1. Hak-hak Masyarakat Adat


Masyarakat adat menjadi korban dari proyek konservasi dan perlindungan lingkungan
hidup, serta penelitian ilmiah dan penelitian komersial. Penyebabkan hal itu terjadi
diantaranya karena :
a. Ideologi developmentalisme tidak memasukkan lingkungan hidup dan pelestarian
kekayaan sosial-budaya sebagai bagian integral dari seluruh program pembangunan.
b. Arogansi dan kesalahan persepsi masyarakat modern yang menganggap masyarakat
adat sebagai perusak lingkungan hidup yang harus disingkirkan atau direlokasi demi
menyelamatkan lingkungan hidup.
c. Alam hanya dilihat dari segi ekonomisnya, sehingga dilepaskan dari seluruh nilai
sosial, budaya, spiritual dan moral yang terkait dengan kehidupan masyarakat adat di
sekitarnya.
d. Modernisasi dan kemajuan peradaban dilihat dan diukur terutama berdasarkan
kualitas fisik-ekonomis.
Cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan kearifan tradisional dan untuk
kembali ke etika masyarakat adat diantaranya dengan mengakui hak-hak masyarakat
adat dan dijamin oleh semua masyarakat dunia. Harus ada komitmen politik di tingkat
global dan internasional untuk melindungi hak-hak masyarakat adat beserta seluruh
kearifan tradisionalnya.
Darrell Addison Posey, mengatakan “Banyak negara bahkan tidak mengakui hak-hak
dasar suku-suku asli untuk hidup-apalagi menjamin bagi mereka hak untuk menentukan
nasib sendiri, hak milik atas tanah, atau hak untuk menguasai sumber-sumber daya
tradisionalnya.” Ketika masyarakat adat dinilai dalam perspektif hukum positif
masyarakat dan negara modern, seluruh hak dan kekayaan yang dimiliki masyarakat
adat tidak akan pernah diakui, karena hak-hak masyarakat itu tidak ada dalam hukum
positif.

7
Untuk melindungi keberadaan masyarakat adat, perlu diakui, dijamin, dan dilindungi
beberapa hak masyarakat adat, diantaranya :
1. Hak untuk menentukan diri sendiri
2. Hak atas teritori dan tanah
3. Hak asasi kolektif
4. Hak budaya
5. Hak untuk menganut sistem kepercayaan serta nilai-nilai religius dan moral mereka
sendiri
6. Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
7. Hak untuk ikut berpartisipasi secara penuh dalam proses politik yang menyangkut
kepentingan bersama semua kelompok masyarakat
8. Hak untuk memperoleh ganti rugi atas setiap kegiatan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi lingkungan hidup dan nilai-nilai sosial, budaya, spiritual, dan moral
masyarakat adat
PBB juga mempunyai rancangan deklarasi hak suku-suku asli yang menegaskan tujuh
hak masyarakat adat, baik secara individual maupun secara kelompok, yang merupakan
standar minimal bagi kelangsungan hidup serta penghargaan terhadap martabat
masyarakat adat, dan hak ini harus diakomodasi dan dijamin dalam ketentuan
perundang-undangan setiap negara. Secara khusus, masyarakat Etnobiologi
Internasional telah menetapkan Prinsip-prinsip “Kemitraan Setara” dalam rangka
kegiatan penelitian mereka yang melibatkan masyarakat adat.
Prinsip yang dirumuskan oleh Masyarakat Etnobiologi, adalah adanya perlindungan
terhadap kekayaan budaya dan juga kekayaan kearifan tradisional masyarakat adat.
Termasuk pengetahuan yang dimilikinya secara turun menurun. Tetapi ada hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam keseriusan, kejujuran dan konsekuensi para peneliti asing dari
manfaat yang diperoleh melalui karya ilmiahnya karena persoalan kolonialisme dan
imperialisme dunia kehidupan dan budaya masing tetap berlangsung sekarang ini
seperti pencurian dan perampasan kekayaan budaya dan intelektual masyarakat adat
oleh para peneliti dari negara-negara maju yang kemudian diklaim dan dipatenkan
sebagai hasil temuannya sendiri.

KRITIK……………………………………………………………………………….......
1. Bahasa yang digunakan dalam Buku Etika Lingkungan ini mudah dipahami dan
bahasanya tidak berbelit-belit.
2. Isi Buku memiliki kaitan erat dengan yang terjadi di lingkungan hidup kita, sehingga
lebih mudah untuk dimengerti pembahasannya.
3. Pada bagian ketiga mengajarkan bagaimana cara beretika dengan baik berdasarkan etika
yang dilakukan oleh masyarakat adat. Serta dapat menyadarkan manusia betapa
pentingnya moral dan etika dalam menjaga lingkungan hidup.  
4. Pemikiran pada bagian ketiga terkait proyek besar Etika Lingkungan, Dari Ilmu
Pengetahuan Kembali ke Kaearifan Lokal ini merupakan Pemikiran yang
dilatarbelakngi oleh kejenuhan dan keterpurukan para ahli lingkungan yang sudah tidak

8
bisa mengatasi dan menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup sehingga paradigma
tersebut digiring untuk berpikir ke masa lampau yang tentunya kondisi saat ini dengan
terdahulu sangat berbeda. Pertumbuhan dan perubahan hidup dan iklim diakibatkan
pada moral manusia yang serakah karena untuk kepentingan pribadi maupun golongan
mereka.

Anda mungkin juga menyukai