Anda di halaman 1dari 19

DIAGNOSIS TENGGELAM, TANTANGAN PALING MENANTANG

DALAM KEDOKTERAN FORENSIK: TINJAUAN PUSTAKA DAN


USULAN ALGORITMA DIAGNOSTIK

Abstrak

Pendahuluan: Diagnosis dari kasus tenggelam adalah salah satu tantangan


utama di bidang kedokteran forensik dan biasanya merupakan "diagnosis eksklusi".
Secara tradisional, diagnosis post-mortem tenggelam didasarkan pada kombinasi
beberapa etiologi dalam satu diagnosis baik perubahan yang disebabkan oleh jenis
asfiksia, dan karena perubahan thanatologis, yang disebabkan oleh durasi mayat di
dalam air. Karena perkembangan teknologi dalam ilmu forensik, hasil pendekatan
ini sebenarnya sudah tidak digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang dan mengusulkan suatu algoritma yang mendiagnosis tenggelam.

Bahan dan metode: Sebuah tinjauan makalah yang diterbitkan dalam


literatur patologi forensik dilakukan dengan menggunakan beberapa kombinasi
istilah pencarian yang digunakan untuk penelitian ilmiah tentang tenggelam di
PubMed.

Kesimpulan: Metodologi yang digunakan selama ini, yang didasarkan pada


temuan eksternal dan internal, tidak terlalu efektif, yang mana pada saat
menyatukan hasil dalam suatu analisis perubahan dalam tubuh mayat kasus
tenggelam tergantung pada jenis asfiksia dan ekspresi thanatologis dari seberapa
lama mayat di air. Evolusi teknologi di bidang medikolegal, oleh karena itu,
mendorong kita untuk menggunakan investigasi yang lebih canggih dengan
menetapkan diagnosis tidak hanya berdasarkan temuan otopsi. Algoritme yang
kami usulkan bertujuan untuk menjamin diagnosis berdasarkan kriteria seragam
yang berkontribusi untuk merumuskan diagnosis tenggelam yang andal dan
koheren, sambil menggunakan alat survei yang tersedia.

Kata kunci : tenggelam, autopsi, patologi forensik, histologi, tes diatom,


algoritma. DOI: 10.19193/0393-6384_2019_2_140

1
Pendahuluan

Diagnosis pada kasus tenggelam adalah salah satu tantangan utama di


bidang kedokteran forensik (1). Dalam kebanyakan kasus, tenggelam adalah
“diagnosis eksklusi.” Sampai saat ini, penulis masih mengandalkan otopsi klasik
untuk mendiagnosis tenggelam serta metode histologis, mikrobiologis, dan
biokimianya (2-15). Studi medikolegal tradisional membedakan temuan eksternal
dan internal yang dapat diamati pada mayat untuk sampai pada kriteria diagnostik
dalam kasus pemulihan mayat dari air. Pendekatan ini, bagaimanapun, tampaknya
tidak terlalu efektif, karena mengharuskan kita menggabungkan dalam satu
diagnosis baik perubahan yang disebabkan oleh jenis asfiksia, dan perubahan
thanatologis, yang disebabkan oleh durasi mayat di dalam air. Pembagian masalah
ini sekarang sudah tidak digunakan karena evolusi teknologi di bidang medikolegal.
Dengan demikian, pendekatan metodologis tampaknya lebih efektif, mulai dari
temuan makroskopik yang diamati pada otopsi diikuti oleh hasil laboratorium dari
pemeriksaan histologis, mikrobiologis, dan biokimia.

Bahan dan Metode

Beberapa kombinasi istilah pencarian digunakan untuk memilih penelitian


ilmiah tentang tenggelam di PubMed (sumber penelitian US National Library of
Medicine - National Institutes of Health, banyak digunakan di seluruh dunia untuk
penelitian bibliografi medis-ilmiah). Istilah dan kombinasi istilah yang digunakan
adalah sebagai berikut: tenggelam, diagnosis dan tenggelam, tenggelam dan otopsi,
tenggelam dan pemeriksaan histologis, tenggelam dan perubahan biokimia,
tenggelam dan pemeriksaan mikrobiologi, diatom, diatom dan diagnosis
tenggelam. Penulis membatasi strategi pencarian pada jurnal patologi forensik
[International Journal of Legal Medicine, Medicine, science, and The law,
Forensic science international, Journal of Forensic and legal medicine, Legal
medicine (Tokyo, Japan), Journal of forensic sciences, Australian Journal of
Forensic Sciences, the American Journal of forensic medicine and pathology].
Tidak ada batas waktu yang ditetapkan. Di antara publikasi yang diidentifikasi
(873), semua makalah ditulis dalam bahasa Inggris. Makalah yang dipilih dianalisis

2
berdasarkan abstrak memastikan bahwa mereka menyoroti metode yang digunakan
untuk mendiagnosis tenggelam, seperti otopsi, pemeriksaan histologis,
pemeriksaan mikrobiologi, dan pemeriksaan biokimia.

Akhirnya penulis memilih 65 makalah. Selama analisis penulis, penulis


meminta 12 makalah lain yang dipilih di antara referensi yang dikutip. Akhirnya,
setelah mempelajari semua literatur ilmiah yang dipilih, algoritma diagnostik
tenggelam dikembangkan.

Hasil

Otopsi

Temuan yang secara tradisional digambarkan pada mayat yang ditemukan


di air adalah buih di sekitar mulut dan lubang hidung, yang terdiri dari campuran
cairan paru dan mukus di saluran pernafasan yang terjadi pada tingkat bronkus dan
trakea. Buih ini muncul di saluran pernapasan setelah tubuh dikeluarkan dari air,
hasil dari fenomena pembusukan gas yaitu terdorongnya diafragma ke atas. Jika
buih tidak terlihat, kadang-kadang cukup untuk memberikan tekanan ringan pada
dada untuk mengeluarkannya. Temuan ini, untuk tujuan diagnosis, merupakan
tanda eksternal yang menunjukkan tenggelam, karena merupakan ekspresi aktivitas
pernapasan. Kehadiran buih di sekitar mulut dan lubang hidung saja,
bagaimanapun, tidak cukup untuk merumuskan diagnosis kematian karena
tenggelam karena mungkin juga diamati setelah kematian asfiksia lainnya. Sebuah
asosiasi dari buih, emfisema paru, dan batasannya yang tumpang tindih telah
diidentifikasi oleh beberapa orang sebagai indikasi diagnostik yang berguna pada
tenggelam (16). Di antara temuan otopsi lainnya, perubahan paru, pengenceran
darah, adanya efusi pleura, dan berat paru-paru sangat signifikan, sedangkan jumlah
cairan yang ada di paru-paru, lambung, dan usus tidak terlalu penting. Temuan
makroskopik pertama yang terlihat dan segera dapat diidentifikasi adalah “acute
aqueous pulmonary emphysema.” Saat membuka dada, orang dapat mengamati
bahwa tepi depan paru-paru menutupi dinding jantung dan terkadang saling
tumpang tindih. Paru-paru, karena peningkatan kandungan udara yang cukup besar,

3
memiliki volume yang meningkat, melekat pada dinding dada, berwarna merah
muda pucat atau abu-abu keputihan, dan konsistensinya seperti kapas dan tidak
elastis. Sebuah karakteristik crackle atau kerak dapat diapresiasi, dan permukaan
bagian mungkin tampak kering (“dry-lung drowning”) atau edema dengan adanya
cairan seperti lendir bercampur buih. Dalam kasus edema paru, “drowning liquid”
dapat menimbulkan hiperhidrosis. Saat memeriksa paru-paru, juga mungkin untuk
mendeteksi petechiae subpleural, atau “Paltauff spots”, yang ditemukan pada
permukaan anterior dan lebih sering pada permukaan interlobar. Jika terdapat
pengenceran darah dapat disebabkan oleh lewatnya drowning liquid dalam
pembuluh darah di tingkat paru. Jadi, darah di ventrikel kiri, yang datang dari paru-
paru, lebih encer daripada di ventrikel kanan. Fenomena ini dengan mudah
ditunjukkan pada otopsi menggunakan “tes kartometrik.” Tes terdiri dari tetesan
darah, diperoleh secara terpisah dari ventrikel kanan dan kiri, pada lembaran kertas
blotting dan mengamati ukuran lingkaran cahaya relatif. Dalam kasus pengenceran
darah ventrikel kiri, tanda halo pada ventrikel kiri harusnya merah pucat dan
memiliki diameter yang relatif lebih besar daripada darah dari ventrikel kanan.
Pengenceran darah dan perubahan konsentrasi garamnya, karena drowning liquid,
juga melibatkan modifikasi delta cryoscopic (penurunan suhu beku) dan
konduktivitas listrik. Titik beku darah diturunkan jika kandungan garamnya tinggi,
sehingga meningkatkan konduktivitas listrik.

Temuan internal makroskopik lainnya yang dapat diselidiki untuk tujuan


diagnostik adalah efusi pleura dan peningkatan berat paru. Efusi pleura memiliki
nilai diagnostik ketika muncul dengan karakteristik serum-hematik transudat.
Fenomena ini ditandai dengan lewatnya drowning liquid dari paru-paru di rongga
pleura dan untuk filtrasi plasma dari dinding pembuluh berkaliber kecil (17) akibat
degradasi fosfolipid dalam surfaktan paru. Masuknya cairan ke dalam rongga
pleura, yang dimulai saat tenggelam, ditambah periode postmortem yang
berkepanjangan. Jumlah Efusi pleura sangat terkait dari seberapa banyak
hiperhidrosis paru dan berapa lama seseorang sudah tenggelam di sebuah cairan
(18). Korelasi antara efusi pleura dan berat paru belum terbukti signifikan secara
diagnostik pada kasus tenggelam. Beberapa penulis, bagaimanapun, telah
mengusulkan bahwa berat paru-paru / cairan pleura dan rasio berat limpa 14,1

4
(Indeks Tenggelam) bisa menjadi nilai diagnostik standar (19,20). Yang lain
menyarankan bahwa hubungan antara berat paru-paru dan berat badan (L / Rasio
B), mengidentifikasi 19,5 g/kg sebagai nilai batas, bisa menjadi alat yang berguna
untuk mendiagnosis kematian akibat tenggelam dengan beberapa akurasi (21).

Pemeriksaan Histologis

Pemeriksaan histologis, melengkapi data makroskopik, dapat membantu


dalam mencapai diagnosis tenggelam. Pemeriksaan histologis mengungkapkan
dilatasi alveoli yang berhubungan dengan penipisan dinding alveolar dan pecahnya
septa interalveolar. Selain itu, serat elastis terfragmentasi, pneumosit membengkak
dan pecah, dan siderosit dapat ditemukan di septa interaleveolar. Perdarahan juga
dapat diamati di situs peribronkial. Pemeriksaan histologis yang dilakukan pada
sampel paru dari korban tenggelam menunjukkan penurunan makrofag alveolar dan
rasio jaringan interstisial yang rendah (22). Tes imunohistokimia telah
menunjukkan peningkatan myelomonocytes pada tingkat kapiler alveolar.

Model tenggelam eksperimental telah mengungkapkan perubahan sitologi


dan histologis karena fenomena osmotik (23). Perubahan histologis yang paling
signifikan ditemukan dalam hubungannya dengan tenggelam dan kematian asfiksia
lainnya adalah emfisema aquous dan perdarahan alveolar (24). Delmonte dan
Capelozzi (25) menentukan aspek histologis paru dalam kasus tenggelam,
menggarisbawahi kekambuhan edema intraalveolar dan dilatasi ruang alveolar
dengan kompresi kapiler septum. Penulis lain telah mencatat pentingnya
pemeriksaan histologis tulang temporal untuk mencari perdarahan di telinga bagian
dalam dan sel mastoid untuk membedakan antara tenggelam dan jenis asfiksia
lainnya (26, 27). Dalam kasus seperti itu, perdarahan timpanomastoid, tanpa adanya
penyebab lain yang dapat dijelaskan, merupakan faktor indikasi kuat kematian
akibat tenggelam (28-30). Analisis aquaporin (juga disebut “water channels”) (31),
yang merupakan protein membran integral yang memfasilitasi aliran molekul air di
dalam atau di luar sel, telah memberikan indikasi yang berguna untuk membedakan
antara tenggelamnya di air asin dan air tawar. Hasil positif imunohistokimia yang

5
tinggi secara signifikan untuk aquaporin 4 dalam astrosit (32) dan aquaporin 2
dalam sel ginjal (33) merupakan indikasi tenggelamnya air tawar, bukan air asin.

Pemeriksaan Mikrobiologis

Temuan yang sangat penting untuk diagnosis tenggelam adalah adanya


plankton di paru-paru dan organ dalam yang berasal dari cairan yang tenggelam.
Yang sangat penting adalah penemuan fitoplankton dengan cangkang yang
mengandung silika, seperti diatom (34-39), yang mudah dikenali dari aspek
morfologinya dan karena tahan terhadap bahan kimia laboratorium biasa. Di antara
banyak metode yang diusulkan untuk mempelajari diatom, yang sangat efektif
didasarkan pada pencernaan enzimatik yang dimediasi oleh proteinase K, seperti
yang diusulkan oleh Ludes et al (40). Efikasinya telah dikonfirmasi oleh orang lain
(41,42) dan karena itu ditingkatkan. Takeichi dan Kitamura (42), misalnya,
memperkenalkan fiksasi formalin dari jaringan yang diperoleh untuk pemeriksaan
guna mengurangi risiko kontaminasi oleh mikroorganisme patogen selama
pencernaan enzimatik, dan inkubasi sampel dengan hidrogen peroksida selama 6
jam untuk meningkatkan kandungan informasional dari gambar diatom. Temuan
plankton di daerah perifer parenkim paru dan jeroan lainnya (misalnya, hati, ginjal)
sangat menyarankan diagnosis tenggelam. Kemampuan diatom untuk melintasi
penghalang alveolus-kapiler, sehingga memasuki aliran darah, telah ditunjukkan
(43).

Kehadiran plankton menunjukkan bahwa ketika cairan yang tenggelam


membanjiri paru-paru, aktivitas kardiosirkulasi efektif, memungkinkan
pengangkutan bahan ini, melalui sirkulasi darah, ke dalam jeroan. Temuan plankton
hanya di paru-paru memiliki nilai diagnostik yang kecil karena air dengan demikian
plankton dapat secara pasif memasuki saluran udara selama mayat terendam. Oleh
karena itu, harus ditekankan bahwa untuk diagnosis pasti kematian karena
tenggelam, jumlah plankton yang ditemukan di organ dan organ perut adalah
relevan (44, 45) karena jumlah minimal mungkin ada pada semua individu,
terutama pada mereka yang hidup atau mati. Bekerja di lingkungan berdebu. Zhao
dkk. Memperkenalkan metode untuk mendeteksi diatom. Disebut microwave

6
digestion-vacuum filtrasi-automated scanning electron microscopy (MD-VF-
ASEM), memungkinkan kita untuk menemukan sejumlah besar diatom yang telah
mencapai paru-paru selama inhalasi paksa yang terjadi selama tenggelam (46).
Analisis perbandingan kuantitatif diatom dalam jaringan paru-paru (L) dan
drowning liquid (D) sebagai indikator tenggelam menunjukkan bahwa rasio L/D
lebih tinggi pada tubuh yang tenggelam daripada yang direndam dalam air setelah
kematian (47). Dalam konteks studi mikrobiologi, penelitian tentang bakteri harus
disertakan. Penyelidikan ini memungkinkan untuk mendeteksi mikroflora akuatik
dalam darah, yang setelah melewati membran alveolus-kapiler memasuki sistem
peredaran darah. Untuk tujuan ini, studi berdasarkan uji bakteriologis untuk
penelitian Pseudomonas putida dan Pseudomonas fluorescens (48) telah diusulkan,
melengkapi analisis komposisi plankton (49, 50) dalam diagnosis tenggelam.
Kakizaki et al.(51) menetapkan bahwa penemuan koloni biru dan/atau
bioluminesen dalam sampel darah dari mayat, direndam dan kemudian
ditumbuhkan pada agar TH dengan larutan NaCl 4%, dapat membantu untuk
mendiagnosis tenggelam dalam air laut. Penulis mendasarkan kesimpulan mereka
pada fakta bahwa analisis 16S rRNA terdeteksi sebagai koloni dominan pada agar
TH yang mengandung 4% spesies NaCl bakteri laut seperti Photobacterium, Vibrio,
Shewanella, dan Psychrobacter

Temuan ini dikonfirmasi dalam penelitian berikutnya, yang juga


menunjukkan bagaimana kapasitas proliferasi spesies bakteri dalam darah manusia
bervariasi sebagai fungsi salinitas air (52). Perkembangan teknologi dan
pengenalan metode biologi molekuler baru memungkinkan kami untuk
mengidentifikasi dan menganalisis komponen lain dari plankton (53). Khususnya,
polymerase chain reaction denaturing gradient gel electrophoresis (PCR-DGGE)
telah digunakan untuk mengevaluasi 16S rDNA dari pikoplankton dan untuk
mengidentifikasi tempat tenggelam (54, 55). PCR juga dikaitkan dengan
elektroforesis kapiler untuk mengamplifikasi gen gyrB dan 16S rRNA dari
Heromonas hydrophila pada sampel paru, hati, dan ginjal. Deteksi simultan gen
gyrB dan 16S rRNA telah disarankan sebagai kriteria yang berguna untuk
mendiagnosis tenggelam di air tawar (56). Studi koloni bakteri telah berguna untuk
tujuan diagnostik bila dikaitkan dengan studi diatom (57). Temuan

7
bakterioplankton dalam darah subjek yang tenggelam tampaknya mencerminkan
jenis air yang dihirup. Hal ini sangat penting karena darah tidak mudah
terkontaminasi oleh bakteri postmortem bahkan dalam tubuh yang membusuk (58)
Adanya mikrobiota akuatik di organ yang bergantung pada sirkulasi sistemik
(misalnya, ginjal, hati), dan peningkatan konsentrasi protein surfaktan A di paru-
paru telah diidentifikasi sebagai penanda diagnostik tenggelam (59). Penelitian lain
telah difokuskan pada keberadaan bakteri tinja, koliform, dan bakteri streptokokus
dalam darah yang diambil dari ventrikel kanan dan kiri dan dari arteri dan vena
femoralis. Bakteri tinja selalu ada (dalam jumlah yang berbeda tergantung pada
lokasi sampel) pada subjek yang tenggelam dibandingkan dengan mereka yang
meninggal karena sebab lain, meskipun ada variabilitas antara mereka yang
tenggelam di air tawar versus mereka yang tenggelam di air laut (60,61 ). Aoyagi
et al (62) percaya bahwa bakteri adalah penanda yang lebih dapat diandalkan
daripada plankton untuk mendiagnosis kematian karena tenggelam. Oleh karena itu
mereka mengusulkan metode diagnostik baru berdasarkan penggunaan PCR untuk
mengidentifikasi DNA Aeromonas sobria, salah satu bakteri air yang paling umum.
Metode mereka memungkinkan kami untuk mengamati fragmen DNA bakteri ini
pada 27 dari 32 subjek yang tenggelam di air tawar. PCR dianggap sangat sensitif
dan spesifik untuk mendeteksi DNA bakteri dan oleh karena itu berguna dalam
kasus kematian karena tenggelam dalam air yang tidak mengandung plankton (63).
Dengan demikian, keberadaan DNA fitoplankton yang dideteksi dengan PCR
memberikan kontribusi data otopsi untuk diagnosis tenggelam bahkan ketika
diatom tidak ditemukan dalam organ yang disuplai oleh sirkulasi sistemik (64).

Analisis Biokimia

Di antara banyak teknik biokimia yang diusulkan, jumlah strontium dalam


darah yang diperoleh dari ventrikel kanan dan kiri harus disebutkan. Hal ini sangat
penting karena perbedaan konsentrasi elemen ini di dua ventrikel telah ditemukan
pada tenggelam yang tipikal dan atipikal, sehingga memungkinkan untuk
menetapkan nilai batas. Jika perbedaan antara konsentrasi strontium di ventrikel
kanan dan kiri >75 g/L, kemungkinan tenggelamnya adalah “tipikal”. Jika

8
konsentrasinya < 20 g/L, dapat dianggap sebagai “atipikal” (65). Perbedaan
konsentrasi strontium, dalam darah ventrikel kanan dan kiri, diduga terkait dengan
fase-fase yang mencirikan periode penderitaan yang mendahului kematian akibat
tenggelam di air laut (66). Perbedaan konsentrasi strontium juga ditemukan dalam
darah mereka yang tenggelam di air tawar dan air laut (67, 68) dan mereka yang
tenggelam dalam air dingin dan panas (69), sehingga dapat digunakan untuk tujuan
diagnostik diferensial. Studi strontium untuk tujuan diagnostik juga dilakukan pada
gigi. Secara khusus, teknik spektroskopi kerusakan yang diinduksi laser
memungkinkan kita untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif, dengan
mempelajari spektrum optik yang dipancarkan oleh plasma yang dihasilkan oleh
interaksi antara radiasi laser daya tinggi dan sampel padat, gas, atau cair.
Konsentrasi strontium yang lebih tinggi diamati pada dentin mereka yang
tenggelam dalam air laut (70).

Penanda biokimia lain yang digunakan untuk diagnosis tenggelam adalah


kalsium dan magnesium. Tingkat yang lebih tinggi dari kedua elemen ini diamati
dalam darah yang ada di jantung dan darah tepi dari subjek yang tenggelam di air
laut daripada mereka yang tenggelam di air tawar (71). Selanjutnya, rasio Mg/Ca
yang tinggi ditemukan pada cairan perikardial pada kasus tenggelam di air laut (72).
Deliligka et al (73) mengamati tingkat rendah troponin I dalam cairan perikardial
dari mereka yang tenggelam di air laut dan peningkatan kadar kalsium dan
magnesium dalam cairan perikardial dari mereka yang tenggelam di air laut dan
yang memiliki bukti histologis infark miokard akut. Hasil ini menunjukkan bahwa
penentuan postmortem kadar troponin I dalam cairan perikardial berguna untuk
mendiagnosis kerusakan miokard iskemik sebelumnya sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap kematian karena tenggelam dan dalam hubungannya dengan
magnesium dan kalsium, untuk membedakan kematian akibat tenggelam versus
kematian dalam air karena infark miokard.

Perbedaan yang signifikan dalam konsentrasi natrium dan klorin dalam


cairan pleura diamati antara tenggelam di air tawar dan air laut (74). Juga, analisis
penjumlahan konsentrasi natrium, kalium, dan klorin dalam cairan pleura berguna
untuk mendiagnosis kematian akibat tenggelam. Khususnya, satu studi yang
meneliti variasi dalam penjumlahan konsentrasi individu dalam cairan pleura

9
menetapkan bahwa, ketika jumlahnya <195.9 mEq/L sangat disarankan pada kasus
tenggelam di air tawar, dan ketika >282.7 mEq/L itu menyarankan pada kasus
tenggelam di air tawar. Metode ini terbukti dapat diandalkan untuk mayat yang
ditemukan di dalam air setelah 2 hari atau mereka dengan efusi pleura >100 mL.
Dalam kasus tenggelam di bak mandi, penjumlahan konsentrasi elektrolit melebihi
198,8 ± 40,0 mEq/L. Metode ini telah disarankan sebagai berguna bila
dikombinasikan dengan anatomi dan data patologis (75). Konsentrasi tinggi
natrium, kalsium, magnesium, dan klorin terdeteksi dalam darah di rongga kiri
jantung dan dalam cairan perikardial mereka yang tenggelam dalam air asin,
sedangkan kadar natrium dan klorin diukur dalam darah rongga kiri jantung. Lebih
rendah pada mereka yang tenggelam di air tawar (76). Indikator diagnostik lain
yang berguna untuk membedakan antara tenggelam di air asin dan air tawar adalah
perbedaan konsentrasi natrium, klorin, magnesium, dan protein total dalam cairan
yang ada di sinus sphenoid (77). Juga, adanya klorin dan bromin dalam cairan yang
terkandung dalam sinus sphenoid telah diindikasikan sebagai kriteria yang berguna
untuk mendiagnosis tenggelam dalam air asin (78).

Perbedaan yang signifikan dalam konsentrasi natrium dan klorin dalam


cairan pleura yang diamati antara tenggelam di air tawar dan air laut (74). Juga,
analisis penjumlahan konsentrasi natrium, kalium, dan klorin dalam cairan pleura
berguna untuk mendiagnosis kematian akibat tenggelam. Khususnya, satu studi
yang meneliti variasi dalam menggabungkan konsentrasi individu dalam cairan
pleura menetapkan bahwa, ketika jumlah <195.9 mEq/L sangat disarankan di air
tawar, dan ketika >282.7 mEq/L itu disarankan tenggelam di air tawar. Metode ini
terbukti dapat diandalkan setelah mayat yang ditemukan di udara 2 hari atau mereka
dengan efusi pleura >100 mL. Dalam kasus tenggelam di bak mandi, penjumlahan
konsentrasi elektrolit melebihi 198,8 ± 40,0 mEq/L. Metode ini telah berguna bila
dikombinasikan dengan anatomi dan data patologis (75). Konsentrasi tinggi
natrium, kalsium, magnesium, dan klorin terdeteksi dalam darah di rongga kiri
jantung dan dalam cairan perikardial mereka yang tenggelam dalam air asin,
sedangkan kadar natrium dan klorin diukur dalam darah di rongga kiri jantung.
Lebih rendah pada mereka yang tenggelam di air tawar (76). Indikator diagnostik
yang berguna untuk membedakan antara tenggelam di air asin dan air tawar adalah

10
perbedaan konsentrasi natrium, klorin, magnesium, dan protein total dalam cairan
yang ada di sinus sphenoid (77). Juga, adanya klorin dan bromin dalam cairan yang
terkandung dalam sinus sphenoid telah diindikasikan sebagai kriteria yang berguna
untuk mendiagnosis tenggelam dalam air asin (78).

Kesimpulan dan Algoritma Diagnosis

Diagnosis tenggelam, berdasarkan pemeriksaan literatur penulis dan


diamati secara langsung selama pengalaman profesional kami, menghadirkan
banyak teka-teki begitu banyak sehingga sebagian besar waktu kita berbicara
tentang diagnosis tenggelam sebagai “diagnosis eksklusi.” Dalam upaya penulis
untuk menjamin penilaian yang seragam, ketidakpastian diagnostik ini telah
mendorong penulis untuk mengembangkan algoritme yang dapat berkontribusi
untuk merumuskan diagnosis tenggelam yang andal dan koheren menggunakan alat
investigasi yang tersedia. Ini berasal dari studi mendalam tentang literatur dan
pengalaman kolektif pribadi kita sebagai ahli patologi forensik. Algoritma
diagnostik (Gambar 1) pada dasarnya didasarkan pada dua tingkat:

 Pemeriksaan nekroskopi, yang meliputi pemeriksaan luar mayat dan otopsi,


dan pemeriksaan histologis,
 Tes laboratorium

Sedangkan untuk pemeriksaan luar, unsur yang paling penting adalah buih
di sekitar mulut dan lubang hidung. Tentu saja, temuan ini saja tidak
memungkinkan diagnosis tenggelam, tetapi harus dievaluasi sehubungan dengan
data yang muncul dari pemeriksaan otopsi/histologis dan dapat mengasumsikan
nilai diagnostik definitif.

Literatur dan pengalaman profesional kami memberi tahu kami bahwa


adanya emfisema paru dan hiperhidrosis penting untuk diagnosis tenggelam,
terutama jika terkait dengan Paltauff spots, pengenceran darah yang diambil dari
ventrikel kiri, dan efusi pleura serum-hematik. Ketiga temuan ini sendiri atau
bahkan bersama-sama tidak memiliki nilai diagnostik karena terlalu tidak spesifik.
Di antara mereka, temuan diagnostik yang paling signifikan adalah hemodilusi,

11
yang mengasumsikan nilai diagnostik bila dikaitkan dengan adanya emfisema paru
dan/atau hiperhidrosis. Setelah otopsi selesai, tes laboratorium dilakukan. Mereka
berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis yang dibuat berdasarkan temuan otopsi
atau, jika tidak ada, untuk mendiagnosis tenggelam. Di antara tes laboratorium,
pencarian diatom pada organ yang bergantung langsung pada sirkulasi sistemik
(misalnya, hati, ginjal), tes bakteriologis, dan analisis biokimia memainkan peran
penting. Berdasarkan temuan ini, tenggelam dapat didiagnosis jika konsentrasi
diatom tinggi terdapat dalam organ sirkulasi sistemik (hanya konsentrasi kecil yang
dapat ditemukan pada populasi umum) dan/atau jika bakteri ditemukan dalam darah
atau visera. Perubahan konsentrasi elektrolit (misalnya, strontium, bromin, besi)
tidak memiliki nilai diagnostik saja, karena perubahan elektrolit dapat terjadi pada
populasi umum karena penyakit yang menyertai. Perubahan tersebut harus
dievaluasi relatif terhadap hasil semua investigasi lainnya, mungkin memperkuat
penilaian diagnostik. Akhirnya, jika kriteria makroskopik dan laboratorium yang
dipertimbangkan dalam algoritma tidak ada, diagnosis kematian karena tenggelam
harus disingkirkan dan penyelidikan lebih lanjut dilakukan untuk menetapkan
penyebab kematian.

12
Gambar 1. Algoritma Diagnosis dari Tenggelam

Inspeksi Eksternal

Buih di sekitar mulut dan


lubang hidung

Ada Tidak Ada

Tekanan pada dada

Ada Tidak Ada

Otopsi / Pemeriksaan Histologis

Efusi Pleura
Alterasi Emodilusi (Tes
Serum -
Paru Kartometrik)
Hematic

Paltauff Tidak Tidak


Emfisema (1) Hiperhidrosis Ada (4) Ada (5)
Spots Ada Ada

Tidak
Ada (3)
Ada

Hasil Tes Laboratorium lainnya

Pemeriksaan Analisis
Diatom
Mikrobiologis Biokima

Tidak
Terdapat pada organ Positif (7) Negatif Terdapat terdapat
atau bagian isi perut pada alterasi pada alterasi
dari sistem sirkulasi elektrolit elektrolit
(Liver, Ginjal, dll).

13
KETERANGAN BAGAN :
Otopsi / Kriteria Histologis untuk Diagnosis Tenggelam
Kehadiran dari 1 atau 2 + 3 + 4 + 5
Atau
Kehadiran dari 1 atau 2 + 4
Kriteria Laboratorium untuk Diagnosis Tenggelam ketika Otopsi /
Kriteria Histologis tidak ditemukan :
Kehadiran dari 6 dan/ 7 dengan atau tanpa 8.

Pada ketidakhadiran dari kriteria 6 dan 7, diagnosis ekslusi dapat dibuat jika
diagnosis investigasi tidak menunjukkan komorbiditas atau alterasi patologis
yang mampu untuk membenarkan kematian.

14
CRITICAL APPRAISAL

No. Kriteria
1. Judul : Judul jurnal pada telaah ini adalah “Diagnosis
Tenggelam, Tantangan Paling Menantang
Dalam Kedokteran Forensik: Tinjauan Pustaka
Dan Usulan Algoritma Diagnostik” yang telah
dimuat secara singkat dan jelas.
2. Pengarang : Gian Luca Marella1 , Alessandro Feola2 , Luigi
Tonino Marsella2 , Silvestro Mauriello2 ,
Pasquale Giugliano3 , Giovanni Arcudi
3. Waktu publikasi : 2019
4. Dipublikasi oleh : Acta Medica Mediterranea
5. Abstrak / : Abstrak pada jurnal ini telah memuat isi jurnal
Ringkasan yang ditulis secara singkat dan jelas, jumlah kata
tidak lebih dari 250 kata.
6. Desain penelitian : Jurnal ini merupakan jurnal review, dengan desain
sistematik review literature.
7. Tempat : Jurnal bukan merupakan jurnal penelitian
penelitian sehingga tidak tercantum tempat penelitian.
Literature review terfokus pada pedoman di
PubMed (sumber penelitian US National Library
of Medicine - National Institutes of Health) dan
dibatasi pencarian untuk jurnal patologi forensic
pada , [International Journal of Legal Medicine,
Medicine, science, and The law, Forensic science
international, Journal of Forensic and legal
medicine, Legal medicine (Tokyo, Japan), Journal
of forensic sciences, Australian Journal of
Forensic Sciences, the American Journal of
forensic medicine and pathology].

15
8. Sampel : Jurnal tidak memerlukan sampel penelitian,
penelitian karena bukan merupakan jurnal penelitian.
9. Hasil sistematik : Jurnal berisi mengenai hasil review literature yang
review diterbitkan dalam database Pubmed yang dicari
dengan kata kunci yaitu tenggelam, diagnosis dan
tenggelam, tenggelam dan otopsi, tenggelam dan
pemeriksaan histologis, tenggelam dan perubahan
biokimia, tenggelam dan pemeriksaan
mikrobiologi, diatom, diatom dan diagnosis
tenggelam. Hasilnya berupa algoritme yang
penulis usulkan bertujuan untuk menjamin
diagnosis berdasarkan kriteria seragam yang
berkontribusi untuk merumuskan diagnosis
tenggelam yang andal dan koheren, sambil
menggunakan alat survei yang tersedia.
10. Ucapan terima : Jurnal tidak memuat ucapan terimakasih penulis.
kasih

16
TELAAH JURNAL METODE PICO-VIA

PICO

1. Population
Jurnal ini merupakan jurnal review literature yang diterbitkan dalam Bahasa
Inggris dari database PubMed yang dicari dengan kata kunci tenggelam, diagnosis
dan tenggelam, tenggelam dan otopsi, tenggelam dan pemeriksaan histologis,
tenggelam dan perubahan biokimia, tenggelam dan pemeriksaan mikrobiologi,
diatom, diatom dan diagnosis tenggelam. Pencarian dibatasi untuk artikel dalam
bahasa Inggris, dengan batasan patologi forensic pada tenggelam dari jurnal
International Journal of Legal Medicine, Medicine, science, and The law, Forensic
science international, Journal of Forensic and legal medicine, Legal medicine
(Tokyo, Japan), Journal of forensic sciences, Australian Journal of Forensic
Sciences, the American Journal of forensic medicine and pathology. Sehingga
didapatkan 65 jurnal total yang mana dijadikan acuan dalam merancang dan
mengusulkan suatu algoritma yang mendiagnosis tenggelam dalam jurnal ini.
2. Intervention
Tidak terdapat intervensi yang dilakukan pada jurnal, karena jurnal bukan
merupakan jurnal penelitian.
3. Comparison
Penulis tidak melakukan perbandingan antar literature melainkan
merangkum berbagai literature menjadi suatu ulasan yang saling melengkapi
mengenai algoritma yang mendiagnosis tenggelam.
4. Outcome
Algoritma diagnostik pada dasarnya didasarkan pada dua tingkat:
Pemeriksaan nekroskopi, yang meliputi pemeriksaan luar mayat dan otopsi, dan
pemeriksaan histologis, dan Tes laboratorium. Sedangkan untuk pemeriksaan luar,
unsur yang paling penting adalah buih di sekitar mulut dan lubang hidung. Tentu
saja, temuan ini saja tidak memungkinkan diagnosis tenggelam, tetapi harus
dievaluasi sehubungan dengan data yang muncul dari pemeriksaan otopsi/histologis
dan dapat mengasumsikan nilai diagnostik definitif.

17
VIA

1. Validitas
Jurnal ini merupakan review artikel yang valid karena mengulas informasi
mengenai hasil review literature yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris dari
database PubMed yang dicari dengan kata kunci yaitu tenggelam, diagnosis dan
tenggelam, tenggelam dan otopsi, tenggelam dan pemeriksaan histologis,
tenggelam dan perubahan biokimia, tenggelam dan pemeriksaan mikrobiologi,
diatom, diatom dan diagnosis tenggelam. Pencarian dibatasi untuk artikel dalam
bahasa Inggris, tetapi tanpa batasan tanggal publikasi. Artikel ini merangkum
berbagai literature menjadi suatu ulasan yang saling melengkapi mengenai
algoritma yang mendiagnosis tenggelam. Jurnal dipublikasikan oleh badan
publikasi resmi yakni Acta Medica Mediterranea.

2. Importance
Jurnal ini mengulas informasi mengenai terkait algoritma dalam
mendiagnosis tenggelam. Tujuan penelitian dalam jurnalnya juga untuk merancang
dan mengusulkan suatu algoritma yang mendiagnosis tenggelam. Sehingga jurnal
ini penting sebagai panduan dalam mendiagnosis kasus tenggelam dan membantu
menambah referensi terkait hal tersebut. Jurnal ini juga merupakan jurnal terbaru.

3. Aplikabilitas
Jurnal ini dapat menjadi referensi acuan dalam panduan untuk mendiagnosis
tenggelam baik dalam proses pembelajaran maupun dalam aspek klinis.

18
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL

Kelebihan Jurnal

1. Jurnal ini merupakan jurnal review yang baru mengenai algoritma diagnosis
tenggelam.
2. Jurnal menjelaskan proses pencarian literature yang digunakan sebagai
review yang diperoleh melalui studi literature dari situs pencarian jurnal
tervalidasi.
3. Jurnal disajikan dalam bahasa yang mudah untuk dipahami dan membantu
dalam pemahaman isi jurnal.

Kekurangan Jurnal

1. Jurnal ini kurang mencantumkan gambar – gambar terkait kasus dan hasil
pemeriksaan yang dapat dijadikan acuan, melainkan hanya menjelaskan
algoritma saja.
2. Referensi yang digunakan dalam jurnal masih ada yang lebih dari 10 tahun.

19

Anda mungkin juga menyukai