PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani
tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju
Kerja (k3) adalah semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat
kerja[1]
lainnya. Sebagaimana diketahui, tahun 2017 merupakan tahun ke-3 bagi bangsa Indonesia
Dhakiri, Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja mengatur dengan
jelas pelaksanaan K3 di semua tempat kerja dimana terdapat tenaga kerja, hubungan kerja
atau kegiatan usaha dan sumber bahaya baik di darat, didalam tanah, di permukaan air, di
Disamping itu, tujuan K3 tidak hanya untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga
kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja agar terjamin keselamatannya, tetapi juga
untuk mengendalikan resiko terhadap peralatan, aset, dan sumber produksi sehingga dapat
digunakan secara aman dan efisien agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena
mengalami ketidak efisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
Serta perlunya dilakukan tindakan skrining kepada tenaga kerja dalam bentuk
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh tenaga kesehatan (medis) dan tenaga kesehatan
masyarakat, tindakan yang dilakukan juga harus berdasarkan kebijakan yang berlaku atau
B. Rumusan masalah
Bagaimana terjadi nya Pemeriksaan kesehatan (skrining) tenaga kerja serta aspek-aspek
C. Tujuan
serta aspek-aspek penting didalam nya yang berkaitan dengan kesehatan keselamatan kerja
(k3)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek Perundang-undangan
bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai pegawai
paling sedikit 10 orang[2]. Pemeriksaan kesehatan (skrining) tenaga kerja juga terbagi atas 3
oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.
dan penyakit akibat kerja dan memiliki jangkauan berupa terciptanya masyarakat dan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, serta efisien dan produktif.
sebagaimana di maksud dalam tugas pokok diatas, balai besar pengembangan keselamatan
Adapun posisi BBPK3 kesehatan kerja berada pada lingkup pekerja dan lebih
menekankan pada aspek promosi terhadap kesehatan para pekerja sementara posisi
keselamatan berada pada aspek interaksi yang ada dalam system kerjaatau proses kerja dan
mempunyai peran kesehatan dan keselamatan dalam ilmu kesehatan kerja berkontribusi
dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan,
pemantauan dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tubuh dan kebugaran
pekerja.
Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada
dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang
akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan
sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang
2. Kebugaran jasmani
kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja. Pengusaha atau
pengurus perusahaan dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan pekerjaan yang
akan dilakukannya dan pedoman tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
oleh direktur.
Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan dan yang memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. Per10/men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan
oleh direktur Jenderal pembinaan hubungan perburuhan dan perlindungan tenaga kerja, dan
tidak ada keraguan-raguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja[3]
tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-
usaha pencegahan. Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi
Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan
berkala sesuai dengan kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada, adapun jenis-jenis
1. Pemeriksaan fisik,
2. Rontgen
tambahan sesuai dengan area di mana pegawai tersebut bekerja. Untuk pegawai yang bekerja
di area bising, maka akan dilakukan pemeriksaan audiometri, untuk pegawai yang bekerja di
area dengan kadar debu yang tinggi maka akan dilakukan pemeriksaan spirometri. Sedangkan
untuk pegawai yang bekerja di area high care maka akan dilakukan tes salmonella.[5]
dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
1. Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
2. Tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau
atas penilaian pusat bina hyperkes dan keselamatan dan balai-balainya atau atas pendapat
disebabkan akibat pekerjaan khusus ini berlaku ketentuan-ketentuan asuransi sosial tenaga
widyatama.
3. Menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Peraturan menteri tenaga kerja dan
rineka cipata.
5. Sudi, slamet s. 2016. Analisis pelaksanaan medical check up (mcu) pada pegawai
rumah sakit islam jakarta pondok kopi tahun 2016. Jurnal kedokteran dan kesehatan,
vol. 13