Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok Mata Kuliah Isu Terkini Penyakit Non Menular

"Penyakit Gondok"

Disusun oleh:
Miranti 25010113140270
Karinta Ariani Setiaputri 25010113140272
Luluk Safura Priyandina 25010113130273
Ade Yuny Afriyanty 25010113130275
Fitriana Candra Dewi 25010113130276
Ziyaan Azdzahiy Bebe 25010113140277
Sabrilla Putri Gotama 25010113140278
Fina Khiliyatus Jannah 25010113140279
Ronna Atika Tsani 25010113130280
Bagas Satrio Priambudi 25010113140311

D 2013
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
A. Pengertian Penyakit Gondok

Penyakit gondok adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher


bagian depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar gondok
yang tidak normal. Kebanyakan penyakit gondok disebabkan oleh kekurangan
yodium dalam makanan. (Werner,2010)

Pembesaran kelenjar gondok adalah kondisi tubuh kekurangan yodium di


dalam makanan dalam jangka waktu yang lama. Pada wanita hamil, juga sering
terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, tetapi kondisi tersebut akan pulih
dengan sendirinya sesudah melahirkan. Pembesaran kelenjar gondok ditandai
dengan munculnya benjolan di tengah atas leher depan, di tempat kelenjar
gondok/tiroid berada. Umumnya, penderita pembesaran kelenjar gondok mudah
gugup dan jantung terasa berdebar-debar. (Gin Djing,2006)

B. Riwayat Alamiah Penyakit Gondok

Penyakit gondok banyak jenisnya; hipotiroid dan hipertiroid dimana


perbedaannya telah dijelaskan di atas. Kesemua penyakit tersebut memiliki
riwayat penyakit yang sama karena meski hormon yang diserang berbeda (T 3 dan
T4) namun secara skematis tahapan biosintesisnya sama.

Di bawah ini akan dijelaskan riwayat alamiah penyakit gondok:

1. Periode Patogenesis
a. Agen
i. Iodium
ii. Zat goitrogenik
Zat Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat
pengambilan iodium oleh kelenjar gondok, sehingga
konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah.
Aktivitas
bahan goitrogenik pada prinsipnya bekerja pada tempat
yang berlainan dalam rantai proses pembentukan hormon
tiroid, dapat dibagi atas dua macam yaitu (Soekatri, 2001)
iii. Kurang Mengonsumsi iodium
b. Host
i. Dewasa (wanita hamil dan usia subur)
Kekurangan iodium bila terjadi pada ibu hamil dapat
menyebabkan keguguran spontan, bayi lahir mati, bayi
meninggal sebelum umur 1 tahun dan kemungkinan bayi
menjadi kerdil saat dewasa.
ii. Anak-anak
Dari janin, neonatal, hingga usia remaja.
c. Environment
i. Daerah pegunungan (tingkat iodium dalam tanah dan air
sangat rendah)
ii. Ekonomi rendah
iii. Terdapat banyak sumber makanan mengandung zat
goitrogenik
d. Preventif Primer
i. Penyuluhan, pendidikan kesehatan, khususnya mengenai
menu dengan nutrisi seimbang dan kebutuhan tubuh
terhadap iodium
ii. Nutrisi yang sesuai dengan standar tumbuh kembang
seseorang
iii. Perbaikan standar ekonomi dengan pekerjaan yang sesuai
iv. Pemeriksaan berkala:
1. Kondisi kesehatan: pada pencegahan gondok, dapat
dilakukan pemeriksaan kadar iodium darah, sintesis
TSH dan sintesis hormontiroid
2. Kondisi lingkungan: untuk pencegahan gondok,
dapat dilakukan peninjauan kadar iodium pada air
dan tanah. Selain itu diupayakan distribusi sumber
makanan yang beragam agar masyarakat tidak
selalu mengonsumsi makanan yang mengandung zat
goitrogenik
v. Memberi perlindungan spesifik dengan cara:
1. Pemberian pil iodium dan minyak iodium
2. Penambahan iodium pada air
3. Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung
zat goitrogenik

2. Periode patogenesis
a. Subklinis
i. Iodium darah kurang dari normal (dapat di tes melalui urin)
ii. Peningkatan produksi TSH (jumlah TSH dalam darah
meningkat)
iii. Penurunan sintesis hormon tiroid
b. Klinis
i. Pembesaran kelenjar tiroid
ii. Kretinisme (cebol)
iii. IQ rendah pada anak
iv. Kelelahan kronis
c. Preventif sekunder
Memberi makanan dengan nutrisi-nutrisi seimbang. Pemberian
iodium secara bertahap hingga kadar iodium darah kembali normal
d. Periode konvalesens
i. Sembuh total (kelenjar gondok kembali ke ukuran normal)
ii. Sekuele (cacat mental; biasanya bersifat permanen)
iii. Meninggal (bila tidak segera ditanggulangi)
e. Preventif tertier
Memberi rujukan ke rumah sakit
(Tangin, 2000)
C. Level of Prevention Penyakit Gondok

Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum,


yakni tingkat tingkat dasar (primordial prevention), pertama (primary prevention)
yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, tingkat kedua
(secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat,
dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi.

a. Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention)


Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya
resiko atau mempertahankan keadaan risiko dalam masyarakat terhadap
penyakit secara umum. Pencegahan dapat dilakukan meliputi memelihara
dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada di dalam
masyarakat yang dapat mencegah terjadinya penyakit tidak menular.
Pada penyakit gondok, pencegahan tingkat dasar dapat dilakukan
dengan mengonsumsi makanan yang bergizi, olah raga, meminum air
bersih sesuai baku mutu.
b. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
Merupakan usaha pencegahan suatu penyakit dengan cara
mencegah melalui usaha mengatasi tau mengontrol faktor – faktor risiko
dengan sasaran utamanya orang sehat meliputi usaha peningkatan derajat
kesehatan secara umum serta pencegahan khusus terhadap penyakit
tertentu. Mencegah dari penyakit gondok dapat dilakukan memakan
makanan yang mengandung garam iodium, dampak lainnya kekurangan
iodium dapat menyebabkan keterbelakangan kecerdasan dan fisik.
c. Pencegahan tingkat kedua
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk
menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat
dan tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk
mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses
penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat.
Pada tahap ini dapat dilakukan pemeriksaan dini dan pengobatan
segera pada penderita penyakit gondok.
d. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
Pencegahan tingkat ketiga merupakan pencegahan dengan sasaran
utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah
bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta serta
program rehabilitasi.Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit
lebih lanjut. Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik,
psikologis, sosial seoptimal mungkin .
Pada tahap ini pasien penderita gondok diberikan pengobatan
untuk mencegah bertambah beratnya penyakit gondok yang didertita
pasien dan melakukan rehabilitasi sebagai pemulihan.
(Nur, 2008)

D. Patogenesis Penyakit Gondok

Mekanisme terjadinya gondok disebabkan oleh adanya


defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, gondok juga dapat disebabkan oleh
kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen. Kelenjar tiroid
terletak di bagian depan leher dan berfungsi untuk mengontrol metabolisme
tubuh, mengolah makanan menjadi energi. Metabolisme juga mempengaruhi kerja
jantung, tulang, otot dan kolesterol. Tiroid memproduksi 2 hormon utama, yaitu
tiroksin (T-4) dan triodotironin (T-3), hormon yang mengatur penggunaan lemak
dan karbohidrat, mengatur suhu tubuh, kecepatan jantung dan produksi protein.
Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat
disintesis. Hal ini akan memicu peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating
hormone) ke dalam darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut
menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga
terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik.
Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek
kompensatorik tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada
beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat
mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter
hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi defisiensi
hormon tiroid yang terjadi pada seseorang. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

E. Faktor Risiko Penyakit Gondok

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan penyakit gangguan tiroid adalah:

a. Umur
Usia di atas 60 tahun maka semakin berisiko terjadinya hipotiroid atau
hipertiroid
b. Jenis Kelamin
Perempuan lebih berisiko terjadi gangguan tiroid
c. Genetik
Di antara banyak faktor penyebab autoimunitas terhadap kelenjar tiroid,
genetik dianggap merupakan faktor pencetus utama
d. Merokok
Merokok dapat menyebabkan kekurangan oksigen di otak dan nikotin
dalam rokok dapat memacu peningkatan reaksi inflamasi
e. Stres
Stres juga berkolerasi dengan antibodi terhadap antibodi TSH- reseptor
f. Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan autoimun
Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungan dengan kelainan autoimun
merupakan faktor risiko hipotiroidisme tirioditis autoikun
g. Zat kontras yang mengandung iodium
Hipertirioidisme terjadi setelah mengalami pencitraan menggunakan zat
kontras yang mengandung iodium
h. Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tiroid
Amiodaron, lithium karbonat, aminoglutethimide, interferon alfa,
thalidomide, betaroxine, stavudine
i. Lingkungan
Kadar iodium dalam air kurang
(Kemenkes, 2015)

F. Dampak Penyakit Gondok

Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit gondok pada orang dewasa antara
lain produktivitas menurun karena tubuh lemas dan cepat lelah, gangguan
kosmetik akibat pembesaran kelenjar tiroid dan penekanan jalan nafas sehingga
terjadi suara serak sampai sesak nafas. Sedangkan pada bayi dan anak-anak akibat
yang ditimbulkan justru lebih serius, yakni pertumbuhan terhambat (cretinism)
atau kerdil, penurunan potensi tingkat kecerdasan (penurunan intelligence
Quotient = IQ), dan gangguan bicara serta tuli.

Potensi penurunan IQ karena GAKY yakni menurun sampai 50 poin yang


disertai kerdil dan menurun sampai 10 poin pada anak dengan penyakit gondok.
Sedangkan kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran
spontan, bayi lahir mati, bayi meninggal sebelum umur 1 tahun dan kemungkinan
bayi menjadi kerdil saat dewasa.

Menurut WHO (2001), dampak yang ditimbulkan GAKY cukup luas, mulai pada
janin sampai dewasa. (Rusilanti dan Mutiara Dahlia, 2010)

1. Pada Fetus
 Abortus
 Steel birth (lahir mati)
 Kelainan kematian perinatal
 Kretin neurologi (keterbelakangan mental, bisu, tuli, mata juling,
lumpuh spastic pada kedua tungkai)
 Kretin Myxedematosa (keterbelakangan mental, kerdil)
 Hambatan psikomotor (Rusilanti dan Mutiara Dahlia, 2010)
2. Pada Neonatal
 Hipotiroid
 Gondok neonatal
 Penurunan IQ
 Rentan terhadap radiasi (Rusilanti dan Mutiara Dahlia, 2010)
3. Pada Anak dan Remaja
 Juvenile hypothyroidism
 Gondok gangguan fungsi mental
 Kretin Myxedematosa dan Neurologi (Rusilanti dan Mutiara Dahlia,
2010)
4. Pada Dewasa
 Gondok dan segala komplikasinya
 Hipotiroid
 Gangguan fungsi mental (Rusilanti dan Mutiara Dahlia, 2010)

G. Epidemiologi Penyakit Gondok

Azizi (2009), menyatakan bahwa GAKI merupakan silent pandemic atau


pandemi yang tersembunyi yang jarang terekspos dalam sosialisasi dan kebijakan
kesehatan. Dampak yang ditimbulkan GAKI sudah menjadi semakin besar,
sementara perhatian pada klinisi secara global masih termarginalisasikan pada
tingkat individu. Hal tersebut terbukti pada berbagai negara yang menghadapi
prevalensi GAKI yang tinggi, ketika kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan duniasudah melampaui kebutuhan untuk mengeliminasi gangguan
tersebut. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa GAKI masih belum mendapat
perhatian yang layak. GAKI harus ditatap sebagai diagnosis kelompok, populasi,
atau komunitas jauh melampaui penilaian selama ini yang lebih terbatas pada
tingkat individu. Interpretasi status GAKI seharusnya dilakukan pada tingkat
populasi yang menggunakan data yang diambil dari kelompok masyarakat di
suatu daerah tertentu.
Menurut Yusuf (2008), sekitar 2,5 milyar (38%) penduduk dunia
mengalami kekurangan konsumsi iodium. Stratifikasi berdasarkan usia, sekitar
31,5% atau 264 juta jiwa anak usia sekolah dan 30,6% atau 2 milyar populasi
dewasa terbukti menderita kekurangan iodium.7Wilayah dengan angka
kekurangan iodium yang tertinggi di dunia ternyata adalah Asia Tenggara (504
juta jiwa) dan Eropa (460 juta jiwa). Secara umum, penduduk yang tinggal di
daerah endemis GAKI mengalami penurunan Intelligence Quotient (IQ) 13,5 poin
lebih besar daripada penduduk yang tinggal di daerah non-endemis. Beberapa
negara yang menghadapi permasalahan GAKI adalah India dan Bangladesh.
Menurut Mohapatra (2001), di India terdapat 167 juta jiwa penduduk yang
mengalami risiko kekurangan iodium, sementara 2,2 juta anak di India
diperkirakan menderita kretinisme yang merupakan spektrum GAKI yang
tergolong berat. Menurut Yusuf,8 berdasarkan survei GAKI pada tahun 1993,
Bangladesh tergolong negara dengan permasalahan GAKI yang berat dengan
angka total goiter (47,1%), angka gondok terlihat (visible goiter) (8,8%),
kretinisme (0,5%) dan defisiensi iodium secara biokimiawi (dengan indikator
ekskresi iodium urin/EIU atau urinary iodineexcretion yang rendah (68,9%).
Masalah GAKI juga banyak disumbangkan oleh kondisi geografi yang tidak
menguntungkan.
Menurut Hetzel (1991), 10 penduduk yang tinggal di daerah pegunungan
dengan kandungan tanah beriodium terkikis oleh longsor dan banjir ke daerah
lembah, berisiko tinggi untuk terkena GAKI. Hal yang sama dinyatakan oleh
Djokomoeljanto (2007), pada berbagai penelitiannya di Gunung Merapi, Jawa
Tengah. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan berisiko lebih besar untuk
menderita kekurangan iodium dan yang menciptakan pandemi pada berbagai
daerah di seluruh dunia.
Djokomoelyanto (1998) mengemukakan bahwa dataran tinggi atau
pegunungan biasanya miskin akan yodium karena lapisan paling atas dari tanah
yang mengandung yodium terkikis dari waktu ke waktu. Sebaliknya tanah di
dataran rendah kemungkinan terkikis lebih kecil sehingga diduga kandungan
yodium masih normal. Di daerah rawa diharapkan tidak terjadi pengikisan tanah
sehingga kadar yodium tanah dan air cukup tinggi.
Survey Nasional Pemetaan GAKY di seluruh Indonesia pada tahun 1998
ditemukan 33 % Kecamatan di Indonesia masuk kategori endemik, 21 % endemik
ringan, 5 % endemik sedang dan 7 % endemik berat. Prevalensi GAKY pada anak
sekolah dasar nasional pada tahun 1990 sebesar 27,7 % terjadi penurunan menjadi
9,3 % pada tahun 1998. Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur tercatat
sebagai daerah yang dikategorikan sebagai daerah gondok endemik berat, yaitu
angka prevalensi Total Goiter Rate (TGR) lebih dari 30 %, disusul oleh propinsi
Sumatera Barat dan Propinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah gondok
dengan endemik sedang (TGR 20%-29,9%). Di Sumatera Barat ditemukan
prevalensi pembesaran kelenjar gondok anak sekolah yang masih tinggi yaitu
berkisar dari 12%-44,1% dan ditemukan TGR juga tinggi di daerah pantai.
Propinsi dengan TGR yang terendah tahun 1996/1998 adalah Riau yaitu 1,1 %
sedangkan tahun 2003 Sulawesi Utara yaitu 0,7 %. Propinsi Sumatera Barat
termasuk daerah endemik berat, bahkan tergolong sangat berat pada tahun
1980/1982 dengan TGR 74,7 % dan pada tahun 1987 masih tergolong tinggi
walaupun telah terjadi penurunan yang sangat mengesankan yaitu dengan TGR
33,7 %.
Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak
defisiensi yodium adalah Wanita Usia Subur (WUS), hamil ,anak balita, dan anak
usia sekolah. GAKY biasa menyerang wanita usia subur, yaitu wanita yang sudah
menikah atau belum menikah yang berusia 15 sampai 49 tahun dan termasuk
kelompok yang rawan sehingga harus selalu mendapat perhatian (Depkes RI,
1999). Juga terhadap anak – anak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya
cara ibunya dalam memilih dan menyimpan garam beryodium serta cara
mengolah makanan yang mengandung zat yodium. Serta pada ibu yang sedang
hamil karena kebutuhan tiroid meningkat (struma kompensasi). HCG pada
trimester I dapat keliru dianggap TSH, sehingga ditanggapi oleh kelenjar tiroid
(struma toksik).
Survey secara nasional kejadian GAKY yang dilakukan pada tahun 2003
terhadap anak SD menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan,
13,1% kabupaten endemik sedang dan 8,2% kabupaten endemik berat. Prevalensi
kejadian gondok pada anak sekolah dasar tahun 2003 di Indonesia memiliki angka
Total Goitre Rate (TGR) sebanyak 44,9%. Hasil survey konsumsi garam
beryodium tingkat rumah tangga secara nasional pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa 18,53% rumah tangga mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium >
30 ppm, masih sedikit rumah tangga yang menggunakan garam beryodium sesuai
dengan anjuran kandungan yodium yang baik yang telah ditetapkan oleh dinas
kesehatan. Tahun 2003 sebanyak 73,24% rumah tangga yang mengkonsumsi
garam dengan kandungan yodium >30 ppm.

Prevalensi gondok berdasarkan letak geografis yang diolah berdasarkan


prevalensi gondok pada anak sekolah menunjukkan bahwa prevalensi gondok
tertinggi ditemukan di daerah dataran tinggi sebesar 30.3%, disusul daerah dataran
rendah (8.7%) dan di daerah rawa hanya sebesar 2.8%. Dengan uji proporsi
ditemukan perbedaan yang bermakna antara prevalensi gondok di daerah dataran
tinggi dan rendah serta perbedaan bermakna antara dataran tinggi dan rawa(Fredy,
1999).

Hasil survey pada tahun 2009 menunjukkan persentase desa atau


kelurahan dengan garam beryodium yang baik di Sumatera Barat terdapat di Kab.
Pasaman, Kab. Padang Panjang, Kab. Bukittinggi, Kab. Payakumbuh, dan Kab.
Solok dengan persentase 100 %. Sedangkan, untuk penggunaan garam beryodium
yang kurang baik terdapat di Kota Padang dengan persentase 27,88%.

H. Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Gondok

Berdasarkan Kebijakan Pemerintah pada UU Republik Indonesia nomor


25 Tahun 2009, yaitu:

“Kebijakan memberantas atau mengurangi penyakit gondok yang


dilakukan melalui pemberian yodium pada setiap garam (di luar garam industri)”.

Mengingat masalah gondok ini terutama disebabkan karena lingkungan


yang miskin sumber yodium, maka upaya penanggulangan ditekankan pada
suplementasi yodium baik secara oral, melalui garam beryodium maupun secara
parentral melalui preparat yodium dosis tinggi (Kresnawan, 1993).
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain meliputi :
a. Upaya Jangka Pendek
Pemberian kapsul minyak beryodium kepada penduduk wanita
umur 0-35 tahun, pria 0-20 tahun sesuai dengan dosis yang telah
ditentukan, pemberian ini terutama kepada penduduk di daerah endemik
berat dan sedang.
b. Upaya Jangka Panjang
Iodisasi garam merupakan kegiatan penanggulangan Gaky jangka
panjang. Program untuk meyodisasi garam konsumsi dimulai tahun
1975, dan pelaksanaan program mulai tahun 1980 dikelola oleh
perindustrian. Tujuan dari program ini adalah semua garam yang
dikonsumsi oleh masyarakat baik yang menderita maupun yang tidak
dan garam beryodium tersedia diseluruh wilayah Indonesia.
(Departemen Perindustrian, 1983).
Daftar Pustaka

Azizi F. 2009. Iodine deficiency disorders: silent pandemic. Thyroid


International.
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.

Departemen Kesehatan R.I. 1998. Survei Nasional Pemetaan Gangguan Akibat


Kekurangan Yodium (GAKY). Kerja sama Pusat Penelitian Gizi dan
Makanan dengan Direktorat Gizi. Laporan Akhir.

Departemen Perindustrian. 1983. Program Iodisasi Garam. Direktorat Aneka


Industri, Jakarta.

Djokomoelyanto R. 1998. Gangguan Akibat Defisiensi iodium dan gondok


endemik. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III : S.Noer (Ed). Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.

_________________. 2007. Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan


kelebihan iodium (EKSES). Tiroidologi Klinik. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Fredy M.K. 1999. Analisis Spacial GAKY Pada Anak-anak SD/MI di Indonesia.
Thesis IPB.
Gin Djing, Oei. 2006. Terapi Pijat Telinga. Jakarta: Penebar Plus.

Hetzel BS. 1991. The conquest of iodine deficiency: a special challenge to


Australia from Asia. Proc Nutr Soc Aust.
Kresnawan, 1993. Gondok Endemik Sebagai Salah Satu Gejala Dari Gaky, Dir.
Bina Gizi Masyarakat. Depkes RI.

Mohapatra SSS, et al. 2001. Elimination of Iodine Deficiency Disorders by 2000


and Its Bearing on The People in a District of Orissa. India: a knowledge–
attitude–practices study. Asia Pasific J Clin Nutr.
N, Tangin. 2000. Hubungan antara Gondok dengan Tingkat Kecerdasan Anak
Sekolah Dasar di Daerah Gondok Endemik. Biologi. Makassar: Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta

Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Situasi dan Analisis
Penyakit Tiroid.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 25 tahun 2009 Pasal 5 Ayat 3


huruf c nomer 3. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat Negara.
Jakarta

Rusilanti dan Mutiara Dahlia. 2010. Menu Sehat untuk Kecerdasan Balita.
Jakarta: Agro Media.

Werner, David. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter.
Yogyakarta: ANDI.

WHO. 1996. Trace Element in Human Nutrition and Health. World health
Organization, Geneva.

Yusuf HKM, et al. 2008. Iodine deficiency disorders in Bangladesh, 2004-05: ten
years of iodized salt intervention brings remarkable achievement in
lowering goitre and iodine deficiency among children and women. Asia
Pasific J Clin Nutr.

Anda mungkin juga menyukai