Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gondok adalah kondisi pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) yang
diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas kelenjar tersebut dalam upaya meningkatkan produksi
hormon tiroksin maupun triiodotironin. Secara morfologi penyakit ini dapat dikenali dari adanya
benjolan di leher bagian depan bawah. Kelenjar gondok berupa kelenjar berbentuk kupu-kupu
yang terdapat di leher. Kelenjar ini membentuk hormon tiroksin dan triiodotironin dari bahan
baku iodium.
Iodium merupakan mineral yang terdapat di alam, baik di dalam tanah maupun air.
Mineral ini merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup. Apabila makanan dan air yang dikonsumsi kurang mengandung iodium maka
kelenjar tiroid akan bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hormon tiroksin tubuh sehingga
lama- kelamaan akan terjadi pembesaran kelenjar tersebut, yang kita kenal sebagai penyakit
gondok. Hormon tiroksin berperan penting dalam metabolisme dan pertumbuhan, serta memacu
perkembangan dan pematangan sistem saraf.
Penyakit gondok sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat. Penyakit ini bukan
penyakit menular dan sering dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya karena tidak
mengancam jiwa. Penanganan gondok lebih dikarenakan alasan estetika. Akan tetapi hasil
penelitian medis menunjukkan bahwa penyakit gondok dapat menimbulkan efek yang merugikan
bagi janin (Sulistyowati et a1., 2000; Duarsa, 2013 ), anak-anak (Satriono et a1., 2010), remaja
(Budiman dan Sunnarno, 20A7) maupun orang dewasa. Sehubungan dengan itu, informasi
mengenai gejala, penyebab dan konsekuensi penyakit gondok perlu diberikan kepada masyarakat
agar pencegahan dan penangarumnya dapat dilakukan dengan baik.

GEJALA PENYAKIT DONDOK


Penyakit gondok biasanya dapat dilihat secara kasat mata dengan munculnya
pembengkakan pada leher bagian depan bawah, pada posisi dimana kelenjar tiroid berada Pada
bayi dan anak- anak gejala tambahan yang dapat dilihat adalah gangguan tumbuh kembang dan
kretinisme (kekerdilan). Gejala yang timbul akibat kekurangan iodium seciua terus-menerus
dalam jangka waktu lama disebut sebagai GAKY (Gangguan Akibat Kurang Iodium). Penderita

kurang iodium ringan dapat tidak mentrnjukkan gejala apa-apa sehingga sering tidak disadari.
Disamping itu karena tak terasa sakit, kadang penyakit gondok ini sering diabaikan. Padahal
hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 42 juta penduduk di
Indonesia tinggal di daerah endemis gondok, yaitu daerah yang tanahnya kekurangan iodium.
Perkembangan penyakit gondok dapat dikategorikan dalam lima tahapan yaitu:
1. Grade 0 : Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan
palpasi tidak teraba.
2. Grade IA
Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan
palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
3. Grade IB
Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah
maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.
4. Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba
lebih besar dari Grade IB.
5. Grade III
Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.
PENYEBAB PENYAKIT GONDOK
Penyakit gondok sangat erat kaitannya dengan kekurangan iodium. Hubungan antara
penyakit ini dengan kurangnya konsumsi iodium telah diketahui lebih dari 130 tahun yang lalu.
Iodium merupakan bahan baku dalam pembentukan hormon tiroksin dan triiodotironin. Iodium
berinteraksi dengan protein yang disebut dengan thyroglobulin, dan cincin aromatik dari protein
ter-iodinisasi. Dua dari molekul yang ter-iodinisasi tersebut berinteraksi, membentuk suatu unit
tiroksin sedangkan dua molekul teriodinasi dan satu molekul teriodinasi membentuk
triiodotironin. Unit aromatik ini kemudian lepaskan dan menghasilkan hormon tiroksin ataupun
triiodotironin. Apabila ketersediaan iodium dalam tubuh rendah maka produksi kedua hormon
dalam kelenjar tiroid juga rendah.
Iodium merupakan unsur zal gizi mikro yang sangat dibutuhkan manusia, walaupun
relatif sedikit (normal 100-150 g/hari) untuk mensintesis honnon tiroksin (WHO, 2001).

Hormon tiroksin berfrrngsi mengatur proses kimiawi yang terjadi pada sel-sel organ tubuh;
berperan pada metabolisme umum (metabolisme: energi, lemak, protein, kalsium, vitamin A,
kolesterol); sistem kardiovaskular; sistem pencernaan; sistem otot; susunan saraf pusat dan
hormon pertumbuhan (Granner, 2003)
Asupan iodium dalam makanan sehari-hari kurang dari 50 g/hari dan berlangsung lama,
akan menyebabkan kandungan iodium dalam intratiroid rendah, akibatnya hipotalamus
merangsang pituari anterior mensekresi TSH, sehingga terjadi peningkatan TSH untuk
merangsang kelenjar tiroid mensekresi T 4, akibatnya timbul hipertrofi pada kelenjar tiroid,
kelenjar gondok membesar (gondoken/goiter) dan hipotiroidisme. Dampak dari penurunan fungsi
tiroid, bila terjadi pada ibu hamil maka akan melahirkan anak betin, ditandai dengan gangguan
pertumbuhan fisik, bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir rendah, anak cebol (Hetzel,
1996). Di sisi lain, kekurangan iodium tersebut menyebabkan gangguan fungsi hormon tiroksin
dalam metabolisme zat-zat gizi, menyebabkan pembentukan organ dan fungsi organ-organ
penting terganggu, akibatnya proses tumbuh kembang terganggu, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan fisik dan kretin (Grannspan, 2000). Pada bayi melahirkan BBLR dan PB Lahir
rendah, pada balita anak menjadi cebol, dan pada anak ditandai dengan anak pendek/stunted
pada usia masuk sekolah (Almatsier, 2004).
Manusia memerlukan hormon tiroid untuk pertumbuhan dan perkembangan normal.
Kekurangan hormon tiroid pada saat kandungan berakibat penurunan mental dan daya pikir anak
tersebut. Kekurangan hormon tiroid pada tingkat rendah pada orang dewasa mengakibatkan
hypotiroidism, atau sering kita sebut dengan istilah gondok, dengan gejala-gejala seperti malas
bergerak, kegemukan, dan kulit yang mengering.
Menurut Hetzel (1996), besaran pengaruh GAKY merupakan fenomena gunung es dan
kretin sebagai puncaknya menempati bagian seluas l-10%. Namun terdapat gangguan dalam
jumlah lebih besar seperti gangguan perkembangan otak 5-30% dan hipotiroidisme 30-70%.
Pengaruh kekurangan iodium terlihat sangat nyata pada perkembangan otak, yaitu selama golden
period yaitu pada saat janin, bayi dan balita.
Kretin merupakan dampak terberat pada anak yang timbul jika asupan iodium kurang dan
25 g/hari dan berlangsung lama (asupan normal 100-199 g/hari). Kretin ditandai dengan
keterbelakangan mental disertai satu atau lebih kelainan saraf seperti gangguan pendengaran,

gangguan sikap tubuh serta gangguan sikap tubuh dalam berdiri atau berjalan. Juga terjadinya
gangguan pertumbuhan.
Rendahnya kadar Iodium dalam tubuh disebabkan oleh rendahnya asupan Iodium dalam
makanan ataupun minuman. Iodium yang kita dapatkan dari mengkonsumsi makanan dan
minuman berada dalam bentuk ion iodium, dan besamya bergantung dari kadar iodium dalam
tanah. Tanah dengan kadar iodium rendah mengakibatkan banyak pasien menderita penyakit
gondok dan dapat ditanggulangi dengan mengkomsumsi garam yang ber-iodinisasi NaI (100 mg
iodium per gram garam).
AKIBAT YANG DITIMBULKAN PENYAKIT GONDOK
Menurut WHO (2001), kekurangan iodium terjadi pada saat konsumsi iodium kurang dari
yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon
tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan
kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif.
Keadaan ini sering disebut dengan nama iodium Deficiency Disorder (IDD).
Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit gondok pada orang dewasa antara lain
produktivitas menurun karena tubuh lemas dan cepat lelah, gangguan kosmetik akibat
pembesaran kelenjar tiroid dan penekanan pada jalan nafas sehingga terjadi suara serak sampai
sesak nafas. Sedangkan pada bayi dan anak-anak akibat yang ditimbulkan justru lebih serius,
yakni pertumbuhan terhambat (cretinisme) atau kerdil, penurunan potensi tingkat kecerdasan
(penurunan Intelligence Quotient : IQ), dan gangguan bicara serta tuli. Potensi penurunan IQ
karena GAKY yakni menurun sampai 50 poin yang disertai kerdil dan menurun sampai 10 poin
pada anak dengan penyakit gondok. Sedangkan kekurangan iodium pada ibu hamil dapat
menyebabkan keguguran spontan, bayi lahir mati, bayi meninggal sebelum umur 1 tahun dan
kemungkinan bayi menjadi kerdil saat dewasa. Menurut WHO (2001), dampak yang ditimbulkan
GAKY cukup luas, mulai pada janin sampai dewasa.
1. Pada Fetus
-

Abortus

Steel Birth (lahir mati)

Kelainan Kematian Perinatal

Kretin Neurologi (keterbelakangan mental, bisu, tuli, mata juling, lumpuh spastik pada
kedua tangkai)

Kretin Myxedematosa (keterbelakangan mental, kerdil)

Hambatan Psikomotor

2. Pada Neonatal
-

Hipotiroid

Gondok Neonatal

Penurunan IQ

Rentan terhadap radiasi

3. Pada Anak dan Remaja


-

Juvenile Hipothyroidesm

Gondok Gangguan Fungsi Mental

Gangguan Perkembangan Fisik

Kretin Myxedematosa dan Neurologi

4. Pada Dewasa
-

Gondok dan segala Komplikasinya

Hipotiroid

Gangguan Fungsi Mental

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GONDOK


Istilah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), diperkenalkan sejak tahun l970 -an
untuk menggantikan istilah Gondok Endemik (GE), dan digunakan untuk mencakup semua
akibat kekurangan iodium terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang dapat dicegah dengan
pemulihan kekurangan iodium (Djokomoeljanto, 2002). GAKI adalah sekumpulan gejala klinis
yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan (defisiensi) unsur iodium secara terus menerus
dalam jangka waktu yang cukup lama (WHO, 2001). Penanggulangan masalah GAKI secara
nasional sudah dilakukan sejak tahun 1975. Departemen Kesehatan melaporkan penurunan
endemisitas GAKI secara drastis melalui program penggunaan garam KIO3 di atas 30 ppm.
Melalui program tersebut total goiter prevalence (TGR) menurun dari 27 menjadi 9,8%. Pada
survei evaluasi GAKI oleh Intensified Project-Iodine Deficiency Disorder Control (IP-IDDC),
Departemen Kesehatan secara nasional tahun 2003 menunjukkan TGR 11,1 % dan median
iodium dalam urin dan proporsi ekskresi iodium dalam.

Penyakit gondok tersebut dapat dicegah, salah satu cara pencegahannya adalah dengan
peningkatan konsumsi garam beriodium. Garam beriodium yang digunakan harus memenuhi
Standar Nasional yakni mengandung iodium sebesar 30-80 ppm. Dianjurkan setiap orang
mengkonsumsi garam beriodium sekitar 6 g atau 1 sendok teh setiap hari. Kebutuhan ini dapat
terpenuhi dari makanan sehari-hari yang diolah dengan menggunakan garam sebagai penambah
rasa dalam hidangan. Selain itu setiap orang dianjurkan mengkonsumsi makanan yang kaya akan
iodium.
Kadar iodium dalam bahan makanan bervariasi dan dipengaruhi oleh letak geografis,
musim, dan cara memasaknya. Bahan makanan laut mengandung kadar iodium lebih banyak.
Kadar iodium berbagai bahan makanan misalnya ikan tawil (basah) 30 g/kg bahan, ikan tawar
ftering) 116 g/kg, ikan laut (basah) 812 g/kg, ikan laut (kering) 3.715 g/kg, cumi-cumi
(basah) 798 g/kg, cumi-cumi (kering) 3.866 g/kg, daging Oasah) 50 g/kg, susu 47 g/kg,
telur 93 g/kg, sayur 29 g/kg, cereal 47 g/kg, (Harsono, 1994). Kadar iodium pada
pengelolaan makanan akan berkurang tergantung cara memasaknya. Ikan yang digoreng kadar
iodiumnya berkurang 25%, bila di bakar berkurang 25 % dan bila di rcbus (tanpa ditutupi) akan
berkurang hingga 56. Sebaliknya iodium bisa disenyawakan dengan berbagai zat misalnya
dengan NaCl pada iodisasi garam dapur, dilarutkan dalam air dalam senyawa Kl, ataupun
dilarutkan dalam minyak (lipiodol) (Harsono, 1994). Kandungan rata-r ata iodium dalam bahan
makanan disajikan pada Tabel.l
Tabel 1. Kandungan Iodium dalam berbagai bahan makanan (mg/kg) BalxrrMaksDar $iegar
Kerine Rata-rata {nls} Range {au} Rata-.rata {ms}
Range fsre] Ikandrtawnr 1?-40 116 6g - 194 Ikanlant s3t 16t -31S0 3715 4?81 - 45S1 Mrnl.ak
ikan 308 -130il ll9: -4gs? Dagrng 27^9? 4? ]5-56 Teftrr 9l 6l4? 1'l -l't Btxrh-btrahnn 154 18 1029 6t - 2?? Kacarre-kficftngan tt-36 :3 - ],+5 $alrrran 1i - t01 ?s4- 1636 Srnlr&er ;' F'f'?IO f-OFd
Selain rendahnya kandungan Iodium dalam makanan, kekurangan Iodium dapat pula disebabkan
oleh adanya zat yafig menghambat produksi atau penggunaan hormon tiroid. Zat semacam ini
disebut zat goitrogenik. Pengaruh zat goitogenik akan menjadi nyata jika terjadi kekurangan
iodium (Kartono, 2004). Berdasarkan sumbernya goitrogenik terdiri dari goitrogenik alami dan
goitrogenik non alami. Goitrogenik alami seperti pada singkong, rebung, kot, ubi jalar, buncis
besar, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih. Sedangkan yang non alami seperti
bahan polutan akibat kelebihan pupuk urea, pestisida dan bakteri coli (Thaha 2002). Berdasarkan
mekanisme kerjanya zat goitrogenik alami dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu : 1)
kelompok tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang bekerja menghambat mekanisme transport
aktif iodium ke dalam kelenjar tiroid dan 2) kelompok tiourea yang bekerja menghambat proses
organifikasi iodium dan penggabungan iodotirosin dalam pembentukan hormon tiroid aktif.

Bahan makanan yang kaya sumber tiosianat antara lain ubi kuyo, hasil olah ubi kayu, lobak, kol,
rebung, ubi jalar dan buncis besar. Bahan makanan yang mengandung tiourea contohnya sorgum,
kacang-kacangan, kacang tanatr, bawang mera[ dan bawang putih. Bahan makanan goitrogen
yang populer dan banyak dikonsumsi di banyak negara berkembang adalah singkong. Kadar
sianida dalam singkong bervariasi sekitar 70 mg400 mg/kg. Bila kadar sianida singkong sekitar
400 mglkg, singkong itu disebut singkong pahit, sedang blla 70 mglkg disebut singkong manis.
Menurut FAO/WHO batas aman sianida adalah 10 mg/kg beratkering (Murdiana 2001).
Kadar sianida dalam bahan makanan dapat difurunkan/dikurangi melalui pemasakan. Sebagai
contoh pengolahan pada jenis sayuran dengan cara direbus dan ditumis dapat menurunkan kadar
sianida hingga berkisar 50 %. Umbi-umbian yang telah direbus berkisar sianidanya tinggal 2 - 38
% (Murdiana dan Sukati, 2001; Tabel 2). Selain dimasak penurunan kadar sianida juga bisa
dilalnrkan dengan fermentasi dan perendaman.
* Disampaikan pada kegiatan Pengamdian Kepada Masyarakat di desa Gunungwuled,
Kecamatan rembang Kabupaten Purbalingga Page 6
bio.unsoed.ac.id
Tabel 2Kadar sianida (CN) dalam sayuran dan umbi-umbian dengan berbagai cara Pengolahan
(mg/100 gr bahan)
No N*mr Bah*a Kadar Cianida Mentah Rebu* Thuln 1 Bayarn 2 Brurga kol 3 Sarui hijctr 4
Cabe hij*tt 5 Daun kacang psnjasg 6 Dauu bawnng rn*rsh 7 Dsuu bannng bakrmg I Dstru
urelfurjc 9 Dsun shgkong 1S Dnur pepaye 11 Jappng rnuda ll Klrlit taragkil t3 Kol 14 Ksngkrrng
15 Koro 16 Snwi putih 1? Seledri 1S Buncis 19 Garubas 20 Pare ?1 Slada air ?2 Terong lrugu !3
rtui :4 Singkong 15 Ganyang 26 Gatot 1? Talsr 1"84 5,64 ? \) 3.$S 9.31 54\ 8.47 r:._9? 1.S4 9.18
5.89 lg.5& l:,09 6.85 :.54 4.?5 3"S6 6.4? 5.11 s.r5 18.54 4.09 3.8S ?,8 5.58 { }} 1,87 4,50 0,41
0,6f s.s 1)4 5"40 6"67 0.0 0.0 0,Tl 14"90 3,95 0.0 1,35 1.96 0$ 3,?O 0.CI 0,37 6,T4 1,09 1,04
0":0 1.?5 :,02 CI.65 4"03 :,41 0,55 0,78 8"09 ?"8J 0,$CI 8,69 3,54 14=90 4,:8 s.97 s,67 0.36 t)? *
t- ' !"11 0_0 ?,99 s,58 3,56 :,s0 1",39 2,28 :"5? 1{44^68 0-37 .Sr*n$er .'.Idirndrrrno dcn ,$rifortl
ftCI0,l.t ; PG^L{ Rirdfrr'.Srbrrii{n dei}arn solrlron dan l*m&i+nn&f*rir di d$emft G,C^fi
Bahan makanan lain yang mengandung goitrogenik adalah kol, kedelai mentah Setiadi, 1980).
Salah satu jenis goihogenik ini adalah golongan tiosianat (SCID Goitrogenik tiosianat berasal
dari prekusor tiosianat yaitu sianogenik glikosida sianohidrin dan asam sianida (sianida bebas).
Perubahan sianida menjadi tiosianat terjadi ketika bahan makanan goitrogen dicerna dengan
bantuan enzim glikosidase serta enzim sulfur transferase. Tiosianat merupakan hasil detoksifikasi
sianida makanan di dalam tubuh yang diekskresikan dalam urin. Murdiana et al., (2001)
melakukan penelitian untuk menguftmgi kadar goitrogenik jenis tiosianat di daerah gondok
endemik yaitu Pundong Yogyakarta dan Srumbung Magelang. Rata-rata kadar sianida bahan
makanan mentah bekisar 2 - 18 mgi100 g bahan mentah. Setelah dilalcukan pengolahan pada
jenis sayuam dengan cara rebus dan tumis kadar sianida masih berkisar 50 %. Sedangkan *
Disampaikan pada kegiatan Pengamdian Kepada Masyarakat di desa Gunungwuled Kecamatan
rembang Kabupaten Purbalingga Pa ge 7 bio.unsoed.ac.id

pada umbiumbian setelah direbus berkisar 2 - 38 Yo danbila ditumis masih berkisar 40 - 70 %.


Selain cara di atas penurunan kadar sianida juga bisa dilakukan dengan fermentasi dan
perendaman.
PENUTUP
Penyakit gondok meskipun tidak menular dan tidak mengancam keselamatan jiwa tetapi
memberikan dakpak sangat serius, terutama pada bayi dan anak-anak. Gejala penyakit ini sering
tidak kita sadari, oleh karena itu pendidikan kepada masyarakat perlu senantiasa dilakukan agar
memahami gejalab penyebab dan akibat yang ditimbulkan. Dengan demikian tindakan
pencegahan dapat dilakukan terutama pada ibu hamil dan anak-anak, karena anak-anak adalah
generasi penerus bangsa.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi makanan yang mencukupi
kebutuhan harian Iodium dan memilih serta mengolah makanan dengan benar sehingga
kandungan Iodium dalam makanan tercukupi.

Anda mungkin juga menyukai