Anda di halaman 1dari 4

DELAYED ANIMATION

A. Asal Usul dan Persoalannya


Delayed Animation atau late animation adalah sebuah pendapat
yang mengatakan bhwa jiwa maasuk ke dalam tubuh manusia bukan pada
waktu selesainya proses pembuahan, tetapi beberapa hari sesudahnya.
Dengan kata lain, ada satu masa dimana ada badan tanpa jiwa dan baru
pada saat tertentu jiwa baru masuk ke dalam badan. Masuknya jiwa ke
dalam badan ini disebut ensoulment. Hal ini ditandai dengan pergerakan
janin dalam rahim perempuan. Karena jiwa adalah unsure penggerak dalam
makluk hidup. Jadi boleh dikatakan bahwa jika ada pergerakan (quickening)
janin baru bisa dikatakan bahwa ada kehidupan.
Kebalikan dari Deleyed Animation ini ialah Immediate Animation
yaitu pandangan bahwa jiwa masuk ke dalam badan segera pada waktu
terjadi pembuahan. Dan karena jiwa sudah ada dalam badan pada waktu
pembuahan maka dilarang untuk melakukan aborsi.
Masalah Deleyed Animation ini perlu dibahas secara khusus sebab
sering menimbulkan dikusi hebat mengenai aborsi. Para superter pro aborsi
berpendapat bahwa aborsi yang dilakukan sebelum ensoulment harus
diperbolehkan karena pada waktu itu janin belum mempunyai jiwa. Aborsi
hanya dilarang sesudah ensoulment yang ditandai dengan quicking.
Untuk melihat kelemahan dan kekuatan pendapat ini dan apa
implikasinya terhadap keputusan etis sehubungan dengan hak dan
kewajiban terhadap janin pada umumnya dan aborsi pada khususnya..

1. Embriologi Aristotelian

Berabad-abad lamanya, diskusi mengenai late animation ini telah terjadi di


berbagai kalangan. Para pendukung aborsi berpendapat bahwa aborsi bisa
dilakukan apabila belum ada ensoulment, karena janin itu belum ada
jiwanya. Dalam gereja Katolik diskusi itu menjadi hangat lantaran banyak
tokoh gereja sependapat mengenai late animation ini, misanya Tertulianus,
St. Anselmus, St. Thomas Aquinas, St. Alphonsus Liguori, dsb.
St. Thomas Aquina berpendapat bahwa jiwa masuk ke dalam badan
pada umur 40 hari untuk laki-laki dan 90 hari untuk perempuan, meskipun
Thomas tidak sependapat bahwa dengan demikian aborsi sebelum
ensoulment itu diperkenankan.
Alam filsafat Yunani pada masa itu memang sangat mempengaruhi
perkembangan Gereja mulai dari Gereja Purba sampai dengan abad
peertengahan, terutama dalam diri St. Thomas Aquinas. Beliau sangat
dipengaruhi pemikiran Aristoteles dalam banyak hal, termasuk topic
tentang late animation. Oleh karena itu untuk dapat merunut pendapat St.
Thomas sebaiknya kita melihat biologi manusia menurut Aristoteles.
Menurut Aristoteles, faktor-faktor ketrurunasn manusia ditirinkan
dari satu generasi ke generasi lain melalui apa yang disebut semen yang
dibentuk dari darah. Yang mempunyai semen hanyalah laki-laki sedangkapn
perempuan tidak. Dan oleh karena itu Aristoteles berpendapat bahwa
darah menstruasi itu mengandung materi keturunan yang akan
menumbuhkembanhkan semen yang ditanam oleh laki-laki pada waktu
hubungan badan.
Ketika pria dan wanita berhubungan badan, pria mengeluarkan
semen yang seperti embrio yang ditanam dalam rahim wanita dalam fase
tumbuh-tumbuhan yang mempunyai nutritive soul. Kemudian dia
berkembang dan mencapai tahap sensitive soul yang menjadikannya
dalam tahap binatang, dan setelah itu akan berkembang menuju rational
soul yang mejadikannya sebaga manusia. Singkatnya, perkembangan hidup
janin dalam rahim melewati 3 tahap yakni : Nutritive soul (tumbuhan),
Sensitive soul (tahap hewan) dan akhirnya tahap manusia ( rational soul).
Semua tahap ini membutuhkan waktu cukup lama. Laki-laki 40 hari dan 90
hari untuk perempuan.
Menurut Aristoteles, badan janin berasal dari ibunya, sedangkan
jiwanya berasal dari ayahnya. Maka dalam perhitungan generasi, yang
dihitung adalah bapaknya bukan ibunya.
Biologi Aristoteles macam ini hidup dan bertahan sangat lama dan
mempengaruhi banyak tokoh dunia, mengingat kekuasaan dan kebudayaan
Yunani saat itu berpengaruh sangat luas.

2. Interpretasi Embriologi Aristotelian


Beberapa tokoh Gereja, misalnya tertulianus, St. Agustinus
khususnbya St. Thomas Aquinas kemudian mengadopsi pemikiran
Aristoteles ini. berdasarkan biologi Aristotelian, Tertulianus berpendapat :
“oleh karena itu, embrio menjadi manusia di dalam rahim sejak selesai
terbentuknya badan. Jadi menurut dia, janin menjadi manusia baru
beberapa waktu setelah sudah berbentuk dan mempunyai jiwa.
St. Thomas Aquinas, bertolak dari paham Aristoteles ini lalu
berpendapat bahwa pria mempunyai semen yang mempunyai daya gerak
yang aktiv (active power of motion), sedangkan wanita tidak mempunyai
semen melainkan ia mempunyai materi manusia dalam bentuk darah
menstruasi yang mempunyai vegetative soul saja, tanpa ada semen, materi
itu tidak akan perna menjadi manusia. oleh karena itu diperlukan kekuatan
formatif yang memungkinkan dimulainya perkembangan menjadi janin.
Kekuatan formatif itulah semen.
Di dalam rahim, kekuatan formatif ini bekerja membentuk badan
manusia, mulai dari yang pertama adalah jantung. Jantunglah yang
berperan penting dalam proses pertumbuhan janin mulai dari fase
tumbuhg-tumbuhan ( nutritive soul) lalu kemudian berkembang ke fase
binatang ( sensitive soul) dan akhirnya berkembvang menjadi fase manusia
dengan hadirnya intellective soul. Karena proses ini maka Thomas Aquinas
berpendapat bahwa jiwa baru masuk ke dalam tubuh manusia sesudah 40
hari untuk janin laki-laki dan 90 hari untuk janin perempuan. Jadi menurut
paaham ini, ada pentahapan kualitas di dalam perkembangan embrio
(tumbuh-tumbuhan – binatang – manusia). masing-masing tahap itu
terpisah secara substansial dari tahap berikutnya. Yang paling tinggi tentu
saja tahap manusia dimana terdapat rational soul yang berasal dari
ketiadaan.
Sama seperti Aristoteles yang menbgatakan bahwa badan manusia
berasal dari ibu sedangkan jiwa berasal dari ayahnya, Thomas juga
berpendapat yang sama. Dalam hal Yesus, badan Yesus dari bunda Maria,
sedangkan jiwanya berasal dari Roh Kudus sebab Maria mengandung bukan
oleh karena seorang laki-laki tetapi oleh karena Roh Kudus.

Makassar, 5 Mei 20019


Penyuluh Agama Katolik

Drs. Dalamasius Wure


NIP. 19651220200003 1 004

Sumber:

Kusmaryanto, CB, Dr : Tolak Aborsi Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Kanisius, Jogya,
2005

Anda mungkin juga menyukai