PALU – DONGGALA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perancangan Jalan semester 7
Tahun Ajaran 2019/2020
KELAS 4 – TPJJ
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. 8
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... 11
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 12
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 13
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 13
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................. 13
1.3 Metodologi ............................................................................................................. 14
1.4 Sistematika Penulisan ........................................................................................... 14
BAB II REFERENSI ...................................................................................................... 16
1.1 Konsep Teoretis ............................................................................................... 16
1.2 Konsep Umum ................................................................................................. 20
1.3 Prinsip .............................................................................................................. 22
1.4 Metoda ............................................................................................................. 23
1.5 Teknik .............................................................................................................. 24
BAB III DRAFT PERSYARATAN TEKNIS DAN KRITERIA TEKNIS ................ 26
3.1 Persyaratan Teknis ............................................................................................... 26
3.2 Kriteria Teknis ...................................................................................................... 99
BAB IV METODA ........................................................................................................ 136
4.1 Metoda Perancangan .......................................................................................... 138
4.1.1 Traffic............................................................................................................. 138
4.1.2 Trase............................................................................................................... 141
4.1.3 Geometrik ...................................................................................................... 146
4.1.4 Operasional .................................................................................................... 159
4.1.5 Keselamatan Jalan .......................................................................................... 167
4.1.6 Perkerasan ...................................................................................................... 169
4.1.7 Bangunan Pelengkap Jalan............................................................................. 176
4.1.8 Perlengkapan Jalan......................................................................................... 178
4.2 Metoda spek......................................................................................................... 181
BAB V DATA ................................................................................................................ 183
BAB VI PERANCANGAN........................................................................................... 185
Lampiran II Data
Lampiran IV Gambar
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Besar Perancangan
Jalan sesuai pada waktunya dengan judul “PERANCANGAN JALAN ANTAR
KOTA PALU DAN DONGGALA”. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Perancangan Jalan pada semester 7 (tujuh), Program Studi Sarjana
Terapan Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan, Jurusan Teknik Sipil.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak – pihak yang telah
membantu baik selama proses penulisan laporani ini.
1. Allah Swt. karena atas Berkah dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
2. Kedua Orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang, serta
dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan baik.
3. Bapak Hendry,Dipl.Ing.,MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Bandung.
4. Bapak R.Desutama RBP,ST.,MT dan Bapak Asep Sundara.,BSCE.,MT
selaku Dosen Pengajar mata kuliah Perancangan Jalan
Penulis sangat menyadari bahwasanya laporan ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan dengan segala kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
adanya kritik serta saran dari berbagai pihak sehingga penulisan laporan ini
dapat lebih bermanfaat dan berguna untuk penulisan laporan di masa yang akan
datang.
Penulis
Pelayanan jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan terpenuhi jika
lebar jalan yang cukup dan tikungan-tikungan dibuat berdasarkan persyaratan
teknis geometrik jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal serta
tebal perkerasan itu sendiri, sehingga kendaraan yang melewati jalan tersebut
dengan beban dan kecepatan rencana tertentu dapat melaluinya dengan aman dan
nyaman. Oleh karena itu, pembangunan prasarana jalan bukalah hal yang mudah,
disamping membutuhkan dana yang tidak sedikit, juga diperlukan perencanaan
yang baik.
Salah satu upaya dalam mengatasi hal tersebut yang salah satunya adalah
dengan merancang jalan antar kota Palu – Donggala. Perancangan jalan antar kota
dengan fungsi jalan arteri primer kelas 2 ini diharapkan dapat memperlancar arus
lalu lintas baik manusia maupun barang/jasa sehingga dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat di daerah tersebut.
1.3 Metodologi
Metode yang dilakukan dalam melakukan perancangan jalan ini adalah
sebagai berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, metodologi,
dan sistematika penulisan.
b. BAB II REFERENSI
3. Trase
4. Geometrik Ruas
Menurut Wikipedia, Ruas Jalan adalah bagian atau penggal jalan di antara
dua simpul/persimpangan sebidang atau tidak sebidang baik yang dilengkapi
dengan alat pemberi isyarat lalu lintas ataupun tidak.
A. Alinyemen Horizontal
Menurut Wikipedia, Alinyemen horizontal (horizontal alignment)
adalah proyeksi sumbu jalan untuk jalan tanpa median, atau proyeksi tepi
perkerasan sebelah dalam untuk jalan dengan median. Alinyemen
horizontal sering disebut sebagai "situasi jalan" atau "trase jalan", terdiri
dari garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung.
B. Alinyemen Vertikal
Menurut Wikipedia, Alinyemen vertikal adalah perpotongan
bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu
jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing
perkerasan untuk jalan dengan median. Alinyemen vertikal disebut juga
penampang memanjang atau profil jalan.
5. Geometrik Simpang
Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau
lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk
pergerakan lalu lintas di dalamnya (Khisty. C.J dan Kent L.B, 2003).
6. Perkerasan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan intuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu
pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang
dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat
(https://id.wikipedia.org/wiki/Perkerasan_jalan).
A. Drainase
Menurut Wikipedia, Drainase atau pengatusan adalah pembuangan
masa air secara alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan
dari suatu tempat. Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Irigasi dan drainase
merupakan bagian penting dalam penataan sistem penyediaan air di bidang
pertanian maupun tata ruang.
B. Penerangan Jalan Umum
A. Marka
Menurut Wikipedia, Markah jalan (tidak baku: marka jalan) adalah
suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan
yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur,
garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu
lintas. Markah jalan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
34 tahun 2014.
B. Rambu
3. Trase
Karena kontur permukaan bumi dan tata ruang lingkungan yang beragam,
maka dalam perancangan jalan, sebelum mendesain geometrik diperlukan desain
trase. Trase terpilih ditentukan dari beberapa rencana pilihan trase yang dibuat.
Aspek yang diperhatikan untuk menentukan trase terpilih yang optimal adalah
4. Geometrik Ruas
A. Alinyemen Horizontal
Proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal atau proyeksi
horizontal sumbu jalan tegak lurus bidang horizontal / kertas dirancang
sebagai Alinyemen Horizontal.
B. Alinyemen Vertikal
Adanya perbedaan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli
didesain sebagai alinyemen vertikal. Alinyemen vertikal perlu
direncanakan agar ruas jalan yang dirancang tidak memiliki tanjakan
dan turunan yang curam.
5. Geometrik Simpang
6. Perkerasan
Perkerasan jalan harus memiliki tebal yang cukup untuk menahan beban
diatasnya, mampu mencegah masuknya air, serta memiliki permukaan yang rata
dan tidak licin.
1.3 Prinsip
Prinsip yang akan diaplikasikan dalam pekerjaan perancangan ruas jalan
Palu – Donggala ini adalah Norma, Standar Nasional, Pedoman Teknik, dan
Manual yang berlaku di Indonesia. Yang kemudian disesuaikan dengan kondisi
eksisting lokasi pekerjaan. Perancangan ruas jalan Palu – Donggala dimulai dari
menetapkan persyaratan teknis dan kriteria desain, kemudian perancangan beban
lalu lintas dengan data yang didapat dari hasil pemodelan jaringan jalan,
dilanjutkan dengan perancangan trase jalan, perancangan geometrik ruas dan
simpang, perancangan operasional lalu lintas dan keselamatan jalan, perancangan
1.4 Metoda
Dalam penetapan persyaratan teknis dan kriteria desain digunakan metoda
pendekatan dari kondisi eksisting sekitar lokasi pekerjaan terhadap peraturan-
peraturan perancangan jalan. Dalam perancangan beban lalu lintas, digunakan
data arus lalu lintas yang didapat dari hasil pemodelan jaringan jalan dengan
Matriks Asal Tujuan (MAT) tahun 2016 yang diproyeksikan menjadi Matriks
Asal Tujuan (MAT) tahun 2031 dengan metode furness. Selanjutnya beberapa
alternatif trase jalan dibuat dengan mempertimbangkan aspek topografi, geologi,
geoteknik, hidrologi, dan pengelolaan/mitigasi dampak lingkungan di area
pekerjaan, dari beberapa alternatif akan ditentukan trase terpilih menggukan
Analisis menggunakan Analytic Hierarchy Process (ANP) dan Analytic Network
Process (ANP).
Pengoperasian lalu lintas pada ruas dan simpang jalan ditetapkan sesuai
dengan rancangan pada persyaratan teknis dan kriteria desain, yakni mencakup
tipe jalan atau simpang, fase pada simpang, kecepatan maksimal kendaraan yang
diizinkan, dan jenis kendaraan yang diizinkan pada setiap lajur. Untuk merancang
jalan yang berkeselamatan, dilakukan penelusuran titik-titik berbahaya pada ruas
dan simpang jalan, kemudian diberikan rekomendasi untuk mengurangi bahaya
yang dapat terjadi. Rekomendasi tersebut dapat berupa rambu lalu lintas, APILL,
pagar pengaman, dan penahan tanah yang selanjutnya dirancang sebagai banguan
pelengkap dan perlengkapan jalan. Perkerasan jalan Palu – Donggala dirancang
1.5 Teknik
Pekerjaan meninjau dan menganalisis kondisi eksisting dilakukan melalui
satelit Google Earth pada area perancangan yang telah ditentukan, kemudian
hasilnya sesuaikan kedalam peraturan pesyaratan teknis dan kriteria desain untuk
mendapatkan data rencana komponen-komponen perancangan jalan. Dari Matriks
Asal Tujuan yang telah dibuat, dilakukan analisis lalu lintas ruas dan pesimpangan
yang dirancang, hasilnya dapat digunakan untuk menentukan data komponen
perancangan jalan yang akan disesuaikan pada kriteria desain yang telah
dirancang sebelumnya.
a. Kecepatan Rencana
Merujuk pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997 halaman 3, kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang
aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu jalan raya tersebut jika
kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan
perencanaan jalan.
Merujuk pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997 halaman 11 subbab 11.2.2 ayat 2 menyebutkan bahwa pada suatu
ruas jalan kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang
memungkinkan kendaraan-kendaran bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan
yang tidak berarti. Dan pada subbab 11.2.2. ayat 3 halaman 11, mensyaratkan
untuk kondisi medan yang sulit, kecepatan rencana suatu segmen jalan dapat
diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut lebih dari 20 km/jam.
Merujuk pada PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 13 ayat (1)
mensyaratkan untuk jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepetan paling
rendah 60 km/jam.
Merujuk pada PP nomor 34 tahun 2006 pasal 35 ayat (1), badan jalan
hanya diperuntukan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
Merujuk pada Pdt-18-2004-B poin 5.1 a dijelaskan kriteria jalan arteri
primer pada butir kedua bahwa lebar badan jalan arteri primer paling rendah 11
(sebelas) meter digambarkan pada Gambar 4 Pdt-18-2004-B.
d. Jalan Masuk
Kecepatan Koreksi
Merujuk pada Pedoman Perencanaan Putar Balik tahun 2005 Bagian 5.5
Tabel 9, Persyaratan Bukaan Median berdasarkan Kendaraan Rencana adalah:
a) Kendaraan Kecil,L =5m
b) Kendaraan Sedang, L = 5,5 m
c. Lintas Bawah
Merujuk pada Permen PU No 19/PRT/2011 tentang Persyaratan Teknis
dan Kriteria Teknis Jalan, kriteria teknis untuk jalan lintas bawah sebagai berikut:
d. Jalan Layang
Merujuk pada Permen PU No 19/PRT/2011 tentang Persyaratan Teknis
dan Kriteria Teknis Jalan, kriteria teknis untuk jalan laying sebagai berikut:
Jalan layang harus dilengkapi dengan sistem drainase dan tempat pemasangan
utilitas.
Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan
kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
Di kedua sisi badan jalan pada jalan layang, harus disediakan trotoar untuk
pejalan kaki dalam keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas
pemeliharaan dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
Lebar badan jalan pada jalan layang sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
Tinggi ruang bebas vertikal jalan layang paling rendah 5,1 (lima koma satu)
meter dari permukaan perkerasan jalan.
e. Terowongan
Merujuk pada Permen PU No 19/PRT/2011 tentang Persyaratan Teknis
dan Kriteria Teknis Jalan, kriteria teknis untuk terowongan sebagai berikut:
Terowongan harus dilengkapi dengan:
a) Sistem drainase;
b) Tempat pemasangan utilitas;
c) Sistem aliran udara buatan;
d) Sistem penerangan jalan umum; dan
e) Fasilitas untuk keadaan darurat.
Kelandaian jalur lalu lintas di dalam terowongan maksimum 3% (tiga
persen).
Terowongan dapat dibangun untuk masing-masing arah lalu lintas.
Sistim aliran udara buatan harus diadakan pada terowongan.
b) Pusat Perkantoran
Jumlah Karyawan 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 4000 5000
Kebutuhan Administrasi 235 236 237 238 239 240 241 246 249
(SRP) Pelayanan 288 289 290 291 291 293 295 298 302
Umum
c) Pasar Swalayan
Luas Area Total (100m2) 50 75 100 150 200 300 400 500 1000
Kebutuhan (SRP) 225 250 270 310 350 440 520 600 1050
e) Sekolah/Perguruan Tinggi
Jumlah 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200
Mahasisw 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a (orang)
Kebutuha 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
n (SRP)
f) Tempat Rekreasi
Luas Area Total 50 100 150 200 400 800 1600 3200 6400
(100m2)
Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892
h) Rumah Sakit
Jumlah Tempat 50 75 100 150 200 300 400 500 1000
tidur (buah)
Kebutuhan 97 100 104 111 118 132 146 160 230
(SRP)
g. Perlengkapan Jalan
1. Luminer
Disusun dari 3 bagian yaitu lampu, armature dan catu daya. Lampu
yang dimaksud adalah lampu yang memiliki nilai koefisien iluminasi
paling sedikit 30 mili candela per meter persegi dan paling besar 90 mili
candela per meter persegi. Armature merupakan susunan dari rumah
lampu, komponen optis yang berfungsi sebagai pendistribusi cahaya,
konektor lampu, penambat luminer pada tiang penyangga. Catu daya
merupakan sumber tenaga dari jaringan listrik setempat.
2. Tiang Penyangga;
- Tiang lurus
- Tiang lengkung
- Tiang siku
- Tiang gawang
3. Bangunan Konstruksi Pondasi;
- Cast in situ
- Back casting
4. Perangkat Kendali;
- Komponen elektronika aktif dan pasif
- PCB dan elektronika penuh
- Rangka yang mempunyai ketahanan suhu 5 sampai 70 derajat celcius
dengan kelembapan nisbi maksimum 95 per seratus
5. Kabel Instalasi
APILL dapat dipasang bersamaan dengan rambu lalu lintas dan marka
jalan.
APILL dengan lampu tiga warna dalam pasal 30, dipasang pada
persimpangan dan ruas jalan.
APILL dengan lampu tiga warna yang dipasang pada persimpangan
ditempatkan di sebelah kiri jalur lalu lintas kendaraan dan menghadap arah
lalu lintas kendaraan dan dapat ditambahkan disebelah kanan
APILL dengan lampu tiga warna ditempatkan pada jarak paling sedikit 60
sentimeter dari bagian terluar armature ke tepi paling luar bahu jalan dan
memiliki tinggi paling rendah 300 sentimeter dari permukaan jalan.
APILL dengan lampu tiga warna ditempatkan di pemisah jalur atau
median dan menghadap arah lalu lintas kendaraan. APILL ditempatkan
Rambu Peringatan
Merujuk pada Permen Perhubungan No. 13 th 2014 tentang Rambu Lalu
Lintas pasal 7 tentang rambu peringatan disebutkan bahwa rambu peringatan
digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan adanya bahaya di jalan atau
tempat berbahaya pada jalan dan menginformasikan sifat bahaya. Kemungkinan
bahaya disini adalah kondisi keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan dari
pengguna jalan, seperti kondisi prasarana jalan, alam, cuaca, lingkungan, dan
rawan kecelakaan. Melihat kondisi dari kontur dan lingkungan kota Palu dengan
kota.. yang dihubungkan dengan jalan arteri primer, jalan tersebut dilewati
daerah perbukitan dan pegunungan serta memiliki rata-rata kecepatan tinggi. Oleh
karena itu, harus dipasang rambu peringatan yang menyatakan kondisi keadaan
sekitar yang sekiranya dapat membahayakan bagi pengguna jalan. Pada pasal 8
hal 8, rambu peringatan tersebut terdiri dari :
a). Rambu peringatan perubahan alinyemen horizontal
Rambu peringatan perubahan alinyemen horizontal terdiri dari :
1. Peringatan tikungan (kiri dan kanan)
2. Peringatan tikungan tajam (kiri dan kanan)
3. Peringatan tikungan ganda (kiri dan kanan)
4. Peringatan jembatan
Berikut gambar dari rambu-rambu peringatan dan arti rambu seperti yang
dijelaskan pada lampiran Tabel II hal 14 Permen Perhubungan No. 13 Th 2014
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. 6 Rambu-rambu
Sumber : PP No.13 Tahun 2014
No Gambar Rambu Arti Rambu
a1 Peringatan tikungan kiri dan
peringatan tikungan kanan
c2 Peringatan jurang
d1 Peringatan pengaturan
persinyalan
1. APILL
2. Lampu Isyarat
Penyebrangan Orang
d2 Peringatan persimpangan
prioritas
1. Peringatan simpang empat
prioritas (ditempatkan pada
lengan minor)
3. Ukuran rambu peringatan pengarah gerak lalu lintas (i1 dan i2)
3a Larangan berhenti
3b Larangan parkir
5 “DILARANG MENAIKKAN
ATAU MENURUNKAN
PENUMPANG”
Rambu Perintah
Merujuk pada Permen Perhubungan No.13 Th 2014 pasal 15 hal 11
dinyatakan bahwa rambu perintah adalah rambu yang menyatakan perintah yang
wajib dilakukan oleh pengguna jalan. Pengguna jalan harus mengikuti perintah
dari rambu ini agar tidak terjadi atau terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
serta mungkin bisa mengancam keselamatan bagi pengguna jalan. Sebagai
pengguna jalan seharusnya mematuhi terhadap rambu perintah yang ada karena
jalan arteri primer ini dipergunakan untuk umum jadi tidak boleh menggunakan
seenaknya begitu saja. Hal ini juga bertujuan agar terciptanya ketertiban dalam
berkendara sehingga timbul rasa kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan
itu sendiri maupun yang penggna jalan lainnya. Oleh karena itu, harus dipasang
rambu-rambu perintah agar dapat mewujudkan ketertiban saat berkendara. Pada
pasal 15 hal 11, rambu-rambu perintah terdiri dari rambu :
1. Perintah mematuhi arah yang ditunjuk
2. Perintah memilih salah satu arah yang ditunjuk
3. Perintah memasuki bagian jalan tertentu
4. Perintah batas minimum kecepatan
5. Perintah penggunaan rantai ban
6. Perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus
7. Batas akhir perintah tertentu
8. Perintah dengan kata-kata
Akan tetapi, dengan memperhatikan kondisi jalan yang sudah ditetapkan,
tidak semua rambu larangan dipasang di sepanjang jalan tapi hanya rambu-rambu
perintah tertentu yang akan dipasang pada jalan tersebut. Hal ini berdasarkan Pd-
T-18-2004-B Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Kawasan Perkotaan bahwa jalan
arteri primer memiliki ciri-ciri dan kriteria yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan dipasangnya rambu perintah. Berikut rambu perintah yang akan
1b Pendahulu petunjuk
jurusan yang
menunjukkan jurusan
yang dituju
1c Pendahulu petunjuk
jurusan yang
menunjukkan jarak
jurusan yang dituju
2a Petunjuk jurusan
wilayah dan lokasi
tertentu
2b Petunjuk jurusan
khusus lokasi dan
kawasan wisata
2. Petunjuk lokasi
stasiun kereta
api
3. Petunjuk lokasi
bandara
2. Petunjuk lokasi
tempat
pembuangan
2. Petunjuk lokasi
telepon umum
2. Petunjuk lokasi
fasilitas
pangkalan taksi
2. Petunjuk lokasi
fasilitas parkir
penyandang
cacat
3g Petunjuk fasilitas
tanggap bencana :
1. Petunjuk jalur
evakuasi gempa
bumi
2. Petunjuk lokasi
tempat
berkumpul
darurat
2. Petunjuk lokasi
gereja
3. Petunjuk lokasi
wihara
4. Petunjuk lokasi
pura
4b Petunjuk lokasi
pemerintahan dan
pelayanan umum :
1. Petunjuk lokasi
rumah sakit
2. Petunjuk lokasi
balai kesehatan,
puskesmas
4. Petunjuk lokasi
SPBU
4c Petunjuk lokasi
perbelanjaan dan niaga
:
1. Petunjuk lokasi
pusat
perbelanjaan
dan pasar
2. Petunjuk lokasi
rumah makan
3. Petunjuk lokasi
penginapan
2. Petunjuk lokasi
villa
2. Petunjuk lokasi
kolam renang
2. Petunjuk lokasi
perpustakaan
5a Petunjuk pengaturan
lalu lintas : petunjuk
lokasi putar balik
c. Marka Jalan
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di
atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong, serta lambing yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
Marka Tanda
Merujuk pada PM Perhubungan No. 34 Th 2014 pasal 14 hal 7 marka
jalan berupa tanda dibuat dengan menggunakan bahan berupa :
1. Cat
2. Thermoplastic
3. Coldplastic
4. Prefabricated marking
Pada jalan arteri primer yang menghubungkan antara kota Palu dengan
kota Donggala jika dilihat dari segi kondisi jalan dan kecepatan rencana yang
berbeda-beda, maka marka jalan harus terbuat dari bahan yang tidak licin dan
memantulkan cahaya. Pada pasal 15 hal 8, marka jalan harus memiliki ketebalan
paling rendah 2 mm dan paling tinggi 30 mm di atas permukaan jalan.
a) Marka Membujur
Merujuk pada PM Perhubungan No. 34 Th 2014 pasal 16 hal 8 bahwa
marka membujur terdiri atas :
1. Garis utuh
2. Garis putus-putus
3. Garis ganda terdiri dari garus utuh dan garis putus-putus
b) M
a
r
k
a
Melintang
Merujuk pada PM Perhubungan No. 34 Th 2014 pasal 23 hal 10 bahwa
marka melintang terdiri dari marka garis utuh dan marka garis putus-putus. Pasal
24 hal 10 bahwa marka melintang berupa garis utuh menyatakan batas berhneti
kendaraan diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu
berhenti, dan zebra cross. Pada jalan arteri primer ini merupakan jalan yang akan
dilewati beberapa persimpangan, maka dibutuhkan marka melintang garis utuh
untuk alat pemberi isyarat lalu lintas sebagai batas berhentinya kendaraan dan
zebra cross untuk penyebrangan pejalan kaki. Marka melintang garis utuh
memiliki lebar paling sedikit 20 cm dan paling banyak 30 cm. Marka melintang
untuk zebra cross dapat dilihat seperti pada lampiran gambar 16.
Pada pasal 61 hal 20, marka melintang ditempatkan bersama rambu
larangan berjalan terus karena harus wajib berhenti sesaat atau dengan alat
pemberi isyarat lalu lintas pada tempat memungkinkan pengemudi dapat melihat
dengan jelas lalu lintas yang datang dari cabang persimpangan lain.
Alat penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang
dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median
jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar yang
diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan, dan jalan di
bawah tanah.
b. Cermin Tikungan
c. Pita Penggaduh
Persyaratan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh
suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi Standar
Pelayanan Minimal Jalan dalam melayani lalu lintas dan angkutan jalan.
1. Penggunaan Jalan Sesuai dengan Fungsinya.
Merujuk pada Peraturan Menteri PU No. 19 Tahun 2011 Pasal 42 (1)
Penggunaan jalan untuk lalu lintas dan angkutan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf h harus sesuai dengan fungsi jalan. (2)
Penggunaan jalan untuk lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan
kewenangannya.
Merujuk pada Pdt 18-2004B Tabel 1 bagian 4.1 di mana kota Palu
merupakan ibukota dan dinyatakan sebagai PKN adalah pusat kegiatan
wilayahnya, maka ditetapkan fungsi jalan adalah arteri. Merujuk pada gambar 1
bagian 4.1, dapat disimpulkan jalan ini adalah arteri primer (JAP) dengan
ketentuan sebagai berikut. Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri primer harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
b. Kelas Jalan
Karena Palu merupakan Jalan Arteri, maka termasuk kedalam Jalan Kelas
I dengan mengacu pada Permen PU No. 19 Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
c. Bagian-bagian jalan
Tabel 3. 11 Persyaratan teknis untuk ruas jalan dalam jaringan jalan primer untuk
jalan raya
Prasarana Jalan Ukuran Keterangan
Median 2 meter Berupa penghalang
beton
Bahu Jalan (Medan Datar) 2 meter ( Bahu Luar) -
0,5 meter (Bahu
Dalam)
Bahu Jalan (Medan Bukit) 1,5 meter ( Bahu Luar) -
0,5 meter (Bahu
Dalam)
Bahu Jalan (Medan 1 meter ( Bahu Luar) -
Gunung) 0,5 meter (Bahu
Dalam)
Trotoar 1 meter
Tinggi dan kedalaman minimal Ruang bebas untuk jalan arteri dan jalan
kolektor menurut pasal 35 PP NO.34 Tahun 2006 butir 6 dan 7 yaitu paling
rendah 5 (lima) meter untuk tinggi dan 1.5 (satu koma lima) meter untuk
kedalaman dari permukaan jalan, sehingga untuk meminimalisir kebutuhan ruang
bebas diambil nilai minimal dari tinggi dan kedalaman minimal ruang bebas.
Rumaja ditetapkan selebar 29.5 meter yang terdiri dari lebar badan jalan
14 (lima belas) meter yang terdiri dari 4 lajur, masing – masing lajur selebar 3,5
meter , bahu luar selebar 4 (empat) meter yang masing masing selebar 2 meter,
bahu dalam selebar 1 meter yang masing – masing selebar 0.5 meter, median jalan
2 (dua) meter, ditambah 2 jalur tepian yang masing – masing selebar 0.25 meter,
Rumaja ditetapkan selebar 29.5 meter yang terdiri dari lebar jalur 14 (lima
belas) meter yang terdiri dari 4 lajur, masing – masing lajur selebar 3,5 meter ,
bahu luar selebar 4 (empat) meter yang masing masing selebar 2 meter, bahu
dalam selebar 1 meter yang masing – masing selebar 0.5 meter, median jalan 2
(dua) meter ditambah 2 jalur tepian yang masing – masing selebar 0.25 meter,
trotoar 4 (empat) meter yang masing – masing selebar 2 meter ditambah lebar
saluran tepi selebar 2 meter yang masing – masing 1 meter, dan ambang
pengaman selebar 2 meter yang masing – masing 1 meter.
Lebar Badan Jalan meliputi jalur lalu lintas, bahu jalan, median dan
pemisah jalur.
Tabel 3. 15 Persyaratan Teknis Jalan Untuk Ruas Jalan Dalam Sistem Jaringan Jalan
Sekunder
Sumber : Permen PU No 19 Tahun 2011
Lebar pemisah lajur diukur sesuai dengan jarak antara sisi dalam marka
garis tepi. Lebar jalur pemisah paling kecil ditetapkan:
Menurut SNI 2444 tahun 2008 tentang spesifikasi bukaan pemisah jalur:
b. Penggunaan jalan yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan intensitas lalu lintas
guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan.
a. Jalan bebas hambatan, yaitu jalan dengan spesifikasi pengendalian jalan masuk
secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik
jalan, dilengkapi dengan median, serta lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan
sebagaimana tercantum pada Lampiran Permen PU no 19 tahun 2011.
b. Jalan raya, yaitu jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, serta
lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran
Permen PU no 19 tahun 2011.
d. Jalan kecil, yaitu jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, dengan lebar
dan jumlah jalur sesuai ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran Permen
PU no 19 tahun 2011.
a. Jalan kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor, dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan lebar paling besar 2,5 (dua koma lima) meter, panjang paling besar 18
(delapan belas) meter, tinggi paling besar 4,2 (empat koma dua) meter, dan
muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan lebar paling besar 2,5 (dua koma lima) meter,
panjang paling besar 12 (dua belas) meter, tinggi paling besar 4,2(empat koma
dua) meter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan lebar paling besar 2,1 (dua koma satu) meter,
panjang paling besar 9 (sembilan) meter, tinggi paling besar 3,5 (tiga koma lima)
meter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan lebar paling besar 2,5 (dua koma lima) meter, panjang paling besar 18
(delapan belas) meter, tinggi paling besar 4,2 (empat koma dua) meter, dan
muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
Merujuk pada Pd T-18-2004 B butir 5.1 (a) besarnya volume lalu lintas
harian jalan arteri primer pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.
3. Kapasitas Jalan;
Merujuk pada PKJI 2014 butir 5.3 Analisi Kapasitas cara untuk
menghitung kapasitas (skr/jam) adalah sebagai berikut.
Merujuk pada PKJI 2014 butir 5.3.1 Tabel 25. Kapasitas dasar (Co) tipe
jalan 4/2T (Perubahan: Tipe jalan menjadi 4/2 UD) pada tipe alinemen datar
kapasitas dasar adalah 1900 smp/jam/lajur, pada alinemen bukit adalah 1850
smp/jam/lajur dan pada alinemen gunung adalah 1800 smp/jam/lajur.
Merujuk pada PKJI 2014 butir 5.3.5 Penentuan kapasitas pada kondisi
lapangan dapat dihitung dengan rumus seperti dibawah.
2. FCLj = 1,00
= 1919 smp/jalur/jam
= 1869 smp/jalur/jam
Merujuk BM No.038 TBM 1997 tabel II.7 dan II.8 halaman 16 dan 17
penentuan lebar jalur, lajur dan bahu jalan berdasarkan VLHR sebagai berikut :
- Jika Jh > Lt
Alinemen Horizontal
Dibawah ini table ketentuan panjang jari jari dengan kecepatan rencana
Lengkung peralihan
Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk kelandaian
normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max yang
ditetapkan sebagai berikut:
Untuk VR<70 km/jam, re-max=0.035 m/m/detik,
Untuk VR>80km/jam, re-maz=0.025 m/m/detik
LS ditentukan dari 3 rumus di bawah ini dan diambil nilai yang terbesar:
a. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,
Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada
Tabel 11.18, tidak memerlukan lengkung peralihan.
Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana,
a. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:
g. Konstruksi Jalan
5. Persyaratan Teknis Desain Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban lalu
lintas
Tabel 3. 34 Persyaratan Teknis Desain Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu
Lintas
Sumber : SNI 03-1742-1989
Tabel 3. 35 Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Rendah
Sumber : SNI 03-1742-1989
1) Konstruksi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf g harus
diperhitungkan untuk mampu melayani beban lalu lintas rencana
sebagaimana diatur dalam Pasal 52 yang membahas tentang muatan sumbu
k. Ruang Bebas
Ruang bebas diukur mulai dari batas terluang badan jalan sampai dengan
batas luas ruwasja.
Penyelenggara jalan harus mengusahakan tersedianya ruang bebas.
a) Jembatan :
Tinggi ruang bebas vertikal jembatan ke atas paling rendah = 5,1 m
Mulai
Permasalahan
Identifikasi Masalah
Persyaratan Teknis
dan Kriteria Teknis
Jalan
Inventarisasi
Kebutuhan Data
Pengumpulan
Data
Data Sekunder :
- Data matriks asal
tujuan
- Data hidrologi
- Data Topografi
- Kondisi lingkungan
- Tata guna lahan
- Data kependudukan
Studi Literatur/
Referensi:
- Konsep Teoretis
Kecukupan data - Konsep Umum
- Prinsip
- Metoda
- Teknik
Pemilihan trase
optimal
Trase
Terpilih
Perancangan Jalan
Disesuaikan dengan
Persyaratan dan
Kriteria Teknis
Gambar Rencana
Spesifikasi Umum
Selesai
4.1.1 Traffic
Metodologi untuk analisis arus lalu lintas pada ruas jalan dan simpang
disajikan dalam bentuk diagram alir. Diagram Alir (Flow Chart) analisis arus lalu
lintas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4.1.2 Trase
Metodologi untuk analisis trase disajikan dalam bentuk diagram alir.
Diagram Alir (Flow Chart) analisis trase dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Persiapan
Analisis Data
Pembobotan
Kriteria
Skoring
Trase Terpilih
Selesai
5. Pembobotan Kriteria
Penilaian kriteria dan subkriteria dilakukan berdasarkan preferensi responden
yang dinilai memiliki kompetensi (expert) dalam bidang perencanaan jalan
melalui kuesioner.
Dalam studi ini, AHP dan ANP dirancang dalam tiga langkah, yaitu: (i)
pendefinisian hubungan dalam hirarki (gambar 1) dan jaringan (gambar 2); (ii)
membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar
7. Trase Terpilih
Setelah melakukan pembobotan kriteria dan melakukan skoring. Didapatkan
hasil nilai yang paling besar berdasarkan dengan kriteria dan subkriteria yang
telah ditentukan
Perencanaan Trase
Ya Ya
Hitung Pelebaran
Penomoran (Stasioning)
Hitung Lengkung
Vertikal
Superelevasi
Gambar
Penampang
Melintang dan
Memanjang
Selesai
1. Perencanaan Trase
Trase terpilih di dapat dari analisis trase eksisting yang kemudian
menghasilkan beberapa alternatif trase. Trase baru yang terpilih memiliki Arus
kendaraan yang direduksi dari hasil perhitungan arus trase eksisting karena pada
trase terpilih terdapat dua pergerakan yaitu kendaraan yang memasuki trase
eksisting dan kendaraan yang melewati trase terpilih. Dengan pertimbangan
terdapat pemukiman pada trase eksisting maka arus kendaraan dibagi menjadi
75% memasuki trase terpilih dan 25% memasuki trase eksisting yang menuju ke
pemukiman. Berikut volume jam rencana (VJR) yang direncanakan pada trase
terpilih.
2. Penentuan Jumlah dan Lebar Lajur dan Perhitungan Kapasitas Jalan
Rencana
Analisis kapasitas dilakukan dengan menggunakan data survei volume lalu
lintas pada Jalan Palu - Donggala. Analisis kapasitas lalu lintas rencana
menggunakan volume lalu lintas rencana 10 tahun ke depan. Setelah data lalu
lintas eksisting dihitung pertumbuhannya 10 tahun ke depan dapat ditentukan
lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan.
4. Menghitung Pelebaran
Setelah seluruh lengkung horisontal dihitung kemudian menghitung
pelebaran pada tikungan. Pelebaran pada tikungan dilakukan untuk
mempertahankan kendaraan pada tikungan.
6. Superelevasi
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
1. Persiapan
2. Survey pendahuluan
3. Identifikasi masalah
4. Studi pusaka
5. Pengumpulan data
6. Analisis dan pengolahan data
7. Analisa kinerja simpang
8. Perencanaan underpass atau simpang
9. Kesimpulan
Survey pendahuluan
Identifikasi masalah
Pengumpulan data:
Data primer
- Hambatan samping
- Pola pergerakan Lalu-
lintas
Data Sekunder
- LHR
- Data tanah
- Data topografi
Tidak
Data cukup
Ya
Analisa data
A B
Ya Kapasitas simpang
memenuhi
Tidak
Pemilihan alternatif simpang
bersusun/ tak sebidang
Kesimpulan
Selesai
Dari hasil pengamatan atau survei secara virtual pada lokasi pembangunan
underpass terdapat beberapa permasalahan yang dapat ditemui, yaitu sebagai
berikut:
Metode literatur
Metode observasi
Yaitu data yang diperoleh dari hasil survei secara virtual. Dengan survei
ini dapat diketahui kondisi di lapangan sehingga diperoleh suatu gambaran
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan desain underpass.
Data primer
Yaitu data yang didapatkan dari pengukuran maupun pengamatan secara
langsung di lapangan.
Data sekunder
Yaitu data yang didapatkan dari sumber lain misalnya instansi pemerintah,
swasta maupun perorangan yang telah melakukan pengamatan secara
langsung di lapangan.
Setelah didapat hasil dari analisa data dan bilah diperoleh suatu
kesimpulan bahwa pada persimpangan sebidang tersebut diperlukan suatu
underpass, maka selanjutnya dibuat perhitungan desain underpass. Perhitungan
yang dilakukan menggunakan teori dan rumus – rummus yang sudah ditentukan
dalam bab studi pustaka.
Survey pendahuluan
Identifikasi masalah
Pengumpulan data:
Data primer
- Hambatan samping
- Pola pergerakan Lalu-
lintas
Data Sekunder
- LHR
- Data tanah
- Data topografi
Tidak
Data cukup
Ya
Analisa data
A B
Ya Kapasitas simpang
memenuhi
Tidak
Pemilihan alternatif simpang
bersinyal / bundaran
Perencanaan simpang
Penataan simpang
bersinyal
Kesimpulan
Selesai
Dari hasil pengamatan atau survei secara virtual pada lokasi pembangunan
simpang terdapat beberapa permasalahan yang dapat ditemui, yaitu sebagai
berikut:
Metode literatur
Metode observasi
Yaitu data yang diperoleh dari hasil survei secara virtual. Dengan survei
ini dapat diketahui kondisi di lapangan sehingga diperoleh suatu gambaran
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan desain simpang.
Data primer
Yaitu data yang didapatkan dari pengukuran maupun pengamatan secara
langsung di lapangan.
Data sekunder
Yaitu data yang didapatkan dari sumber lain misalnya instansi pemerintah,
swasta maupun perorangan yang telah melakukan pengamatan secara
langsung di lapangan.
Setelah didapat hasil dari analisa data dan bilah diperoleh suatu
kesimpulan bahwa pada persimpangan sebidang tersebut diperlukan suatu
simpang, maka selanjutnya dibuat perhitungan desain simpang. Perhitungan yang
dilakukan menggunakan teori dan rumus – rumus yang sudah ditentukan dalam
bab studi pustaka.
Mulai
Penentuan Kriteria
dan Persyaratan
Teknis
Perhitungan Beban
Lalulintas
Pembuatan dan
Pemilihan Trase
Jalan
Penentuan
Geometrik Simpang
dan Ruas
Penentuan Sistem
Operasi Lalulintas
Selesai
LANGAKH B: KAPASITAS
B-1: Kecepatan arus bebas dasar
B-2: Penyesuaian untuk lebar jalan lalu-lintas
B-3: Faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping
B-4: Faktor penyesuaian akibat fungsi jalan dan guna lahan
B-5: Kecepatan arus bebas pada kondisi lapangan
B-6: Kecepatan arus bebas kelandaian khusus (hanya 2/2 UD)
PERUBAHAN
LANGKAH C: PERILAKU LALU-LINTAS
C-1: Kapasitas dasar
C-2: Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu-lintas
C-3: Faktor penyesuaian untuk pemisahan arah
C-4: Faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping
C-5: Kapasitas pada kondisi lapangan
C-6: Kapasitas pada kelandaian khusus
TIDAK
Akhir analisa
Prinsip : MKJI-1997
DEFINISI
BERSINYAL
SINYAL
TIDAK BERSINYAL
BUNDARAN
UNDERPASS
INTERCHANGE
SEBIDANG
TIDAK SEBIDANG
Selesai
Parameter
perencanaan Pemasangan
Marka dan
rambu
Evaluasi
Diameter
bundaran,
Tipe
Bundaran
Not Ok
Lebar Lajur
Lingkar
(4,3 -4,9 m)
Jarak pandang
Jarak Pandang henti jalur
Jarak Pandang
Henti Lajur penyebrangan
henti Pendekat
Pulau Bundaran Dpulau Lingkar jalan pada jalur
= Dbundaran – (2xLebar kelu ar
Lajur Lingkar)
Jarak Pandang Ke
Jarak Pandang Henti, lengan Bundaran, b=
0,278(Vkonflik)(tc)
Superelevasi
(2 %)
Kebebasan
Lajur
Pandng di
Pendekat
bundaran
Kelandaaian dan
Jalur Masuk (4,3 -4,9 m) Radius Masuk dan Alinyemen Horizontal
Superelevasi lengan
Pulau Pemisah Jalur,
Keluar pendekat, maks 4%
panjang ± 15m
LANGKAH D: KAPASITAS
D-1: Kapasitas
D-2: Keperluan untuk perubahan
Rekomendasi upaya
pencegahan
Permen Hub
Penempatan Rambu
No. 13
Selesai
4.1.6 Perkerasan
1. Data CBR
2. Daya dukung tanah (DDT)
3. Data LHR lalu lintas pada awal umur rencana
4. Koefisien distribusi kendaraan (C)
5. Angka ekivalen kendaraan (E)
6. LEP, LET, dan LEA
Berikut bagan alir tahapan mencari tebal perkerasan lentur dengan Metode
b. CBR
CBR untuk perkerasan lentur menggunakan harga CBR lapangan atau CBR
laboratorium. Nilai CBR akan digunakan untuk mencari nilai Daya Dukung
Tanah (DDT) dengan mengkorelasikannya dengan grafik antara CBR dan
DDT. Hasil dari nilai CBR yang sudah korelasikan akan menghasilkan nilai
DDT secara langsung.
Penialian CBR
Tanah Dasar
Perkiraan Distribusi
Sumbu Kendaraan Niaga Pilih Jenis Sambungan
dan Jenis Beban Sumbu
Tentukan Tegangan
Tentukan Faktor Korosi
Ekivalen Setiap Jenis
Setiap Jenis Sumbu
Sumbu
YA
Tentukan Jumlah Repetisi
Tentukan Faktor Rasio
Ijin untuk Setiap Beban YA
Tegangan (FRT)
Sumbu
Apakah Apakah
Kerusakan Erosi TIDAK TIDAK Kerusakan Fatik
> 100 % ? > 100 % ?
TEBAL RENCANA
SELESAI
Kajian Lokasi
Perencanaan Oprasional
dan Keselamatan
List kebutuhan
bangunan pelengkap
Tinjauan
lokasi lanjutan
- Koordinat lokasi
Bangunan Pelengkap
- Jumlah tiap jenis
Bangunan Pelengkap
Spesifikasi Bangunan
Pelengkap Jalan
Tidak
Ya
Penyusunan petunjuk
pelaksanaan
Pelaksanaan konstruksi
bangunan pelengkap jalan
Selesai
Setelah didapat lokasi dan tipe dari tiap jenis bangunan pelengkap, selanjutnya
dilakukan penyusunan Spesifikasi bangunan pelengkap jalan berdasarkan legal
aspek yang berlaku. Keseuaian dengan kriteria desaian dan kebutuhan oprasional
dan keselamatan jalan jalan menjadi penentu apakah spesifikasi dapat diterima
atau diperbaiki.
Setelah didapat lokasi dan tipe dari tiap jenis bangunan perlengkapan,
selanjutnya dilakukan penyusunan Spesifikasi bangunan perlengkapan jalan
berdasarkan legal aspek yang berlaku. Keseuaian dengan kriteria desaian dan
kebutuhan oprasional dan keselamatan jalan jalan menjadi penentu apakah
spesifikasi dapat diterima atau diperbaiki.
START
Studi Literatur :
Spek Umum Bina Marga
2010 Rev 3
Data :
- Perancangan Jalan
Tidak
Cek
Kelengkapan
data
Ya
Analisis Data
Perancangan
Penyusunan Spek
Umum Jalan Palu
Donggala
Div 1 : Umum
Div 2 : Drainase
Div 3 : Pek. Tanah
Div 4 : Pelebaran Perkerasan dan
Bahu Jalan
Div 5 : Perkerasan berbutir dan
perkerasan beton semen
Div 6 : Perkerasan Aspal
Div 7 : Struktur
Div 8 : Pengembalian kondisi dan
pekerjaan minor
Div 9 : Pek. Harian
Div 10 : Pek. Pemeliharaan Rutin
Dokumen
Spesifikasi Umum
Jalan Palu
Donggala
Finish
6.1 Traffic
Pembebanan perjalanan atau disebut juga pembebanan lalu lintas adalah
tahapan terakir dari perencanaan transportasi empat tahap yang merupakan pilihan
rute yang dipilih dalam melakukan perjalanan dari satu zona ke zona lainnya.
Beban Lalu Lintas yang didapat dari hasil pengulangan data MAT dengan metode
furness untuk mendapat arus lalu lintas di ruas dan simpang, dan kapasitas pada
simpang.
6.1.1 Model
Pemodelan dilakukan dengan data dan informasi yang telah diberikan
berupa Matrik Asal-Tujuan Tahun 2016 di wilayah perancangan dengan
pertumbuhan perjalanan pada tahun 2031 seperti pada Tabel 6.1
Tabel 6. 3 MAT pada masa mendatang dengan metode Furness (hasil pengulangan ke-6).
Sumber Penulis
2016 A B C D E F oi Oi Ei
Ed 1 1 1 1 1 1 1.00
6.1.2 Arus
Beban Lalu Lintas yang didapat dari dari hasil pengulangan MAT
menggunakan metode Furness kemudian di olah untuk menghasilkan arus
kendaraan yang melewati trase tersebut. Arus kendaraan yang melewati trase
tersebut dibagi menjadi dua yaitu arus kendaraan di ruas dan simpang.
Volume Lalu Lintas renacana adalah perkiraan volume lalu lintas harian
pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. Sedangkan untuk
Volume Jam Rencana (VJR) adalah perkiraan volume lalu lintas pada jam sibuk
tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam. VJR digunakan untuk
menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainya yang diperlukan.
Keterangan :
Lebar Jalur dan Bahu jalan di dapat berdasarkan dengan VLHR (Volume
Lalu Lintas Harian Rata-rata). Merujuk pada Tabel II.7 peraturan Jalan No.
038/TBM/1997 tentang Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota.
Karena jumlah VLHR pada trase jalan tersebut sebanyak 58.162 smp/hari
dan termasuk ke jalan arteri maka lebar jalur ditetapkan dalam kondisi ideal
adalah 14 meter dengan jumlah 1 jalur memiliki 2 lajur, sedangkan lebar bahu
adalah 2,5 meter. Dapat dilihat ada Lampiran untuk lebih lengkap.
Tabel 6. 6 Kecepatan Rencana, Vr sesuai Klasifikasi Fungsi dan Klasifikasi Medan Jalan
Sumber : Peraturan Jalan No.38/TBM/1997
4. Kelas Jalan
- Kelas 1 : Jalan arteri dan kolektor saja dilalui kendaraan bermotor lebar
maksimum 2,5 m; panjang 18m; tinggi 4,2 m; dengan maksimum sumbu 8T
- Kelas 2 : Jalan arteri, kolektor, lokal saja dilalui kendaraan bermotor lebar
maksimum 2,5 m; panjang 18m; tinggi 4,2 m; dengan maksimum sumbu 8T
Merujuk pada tabel II.3 dan tabel II.8 peraturan jalan No. 038/TBM/1997
tentang Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Lebar Lajur Ideal
Merujuk pada tabel Tipe Jalan Standar dan Potongan Melintang MKJI 1997
halaman 6 – 26 Tipe jalan yang digunakan 4/2 UD. Sesuai dengan apa yang sudah
Donggala -
VJR 2073,464 smp/jam 47,53325 %
Palu
Palu -
2288,669 smp/jam 52,46675 %
Donggala
Jumlah 4362,133
Tabel 6. 10 Nilai EMP
Sumber : Penulis
LV :1
MHV : 1,3
LB : 1,5
LT :2
Berikut Lampiran hasil perhitungan komposisi lalu lintas dalam format excel:
LV MHV LB LT MC
57 23 7 4 9
2486 1003 305 174 393 smp/jam
1 1.3 1.5 2 0.5 (emp)
2486 772 204 87 785 kend/jam 4334 kend/jam
Keterangan :
j = jenis kendaraan
Diketahui :
1. Koefisien distribusi kendaraan ringan = 0,5
2. Koefisien distribusi kendaraan berat = 0,5
Berikut ini adalah hasil perhitungan LEP, untuk detail perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran.
Tabel 6. 13 Perhitungan LEP
Sumber : Penulis
Konfigurasi
LHR rata-rata Sumbu E LEP LEA
LV (kendaraan ringan) 2 ton 1+1 0.0004 0.548255 1.594854
MHV (truk 2 as) 10 ton 4+6 0.35 148.9018 433.1504
Keadaan awal
Trase eksisting (100%) : 4362,13 smp/jam
VJR pada keadaan awal didapat dari sheet calculation VLHR dengan
perhitungan sebagai berikut.
= 4362,13 smp/jam
Keadaan akhir
= 3271,6 smp/jam
= 1090,53 smp/jam
VJR x Komposisi LL
1865 752 229 131 294
(smp/jam)
emp 1 1.3 1.5 2 0.5
VJR x Komposisi LL
1865 579 153 65 589
(kend/jam)
dimana:
LEA : Lintas Ekivalen Akhir (LEA) yang terjadi pada akhir umur rencana.
Selain komponen diatas, LER berkaitan dengan indeks permukaan. Indeks permukaan
adalah nilai kerataan/ kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Nilai Indeks permukaan beserta artinya adalah
sebagai berikut :
a. IP = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
menganggu lalu lintas kendaraan.
b. IP = 1,5 menyatakan tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin ( jalan tidak
terputua )
c. IP = 2 menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih cukup.
d. IP = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan IP pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor – faktor
klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana ( LER ) seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 6. 16 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989
LEP untuk jalan 2 jalur 2 arah maka distribusi kendaraan untuk kendaraan berat dan
ringan 0,5
Koefisien Distribusi
0.5
Kendaraan Ringan
Koefisien Distribusi
0.5
Kendaraan Berat
Konfigurasi
LHR rata-rata E LEP LEA
Sumbu
LV (kendaraan ringan) 2 ton 1+1 0.0004 0.411191 1.196141
MHV (truk 2 as) 10 ton 4+6 0.35 111.6764 324.8628
LB (Bus) 8 ton 3+5 0.1593 5.745853 39.00048
LT (Truk 2 as) 13 ton 5+8 1.0648 38.40668 16.71449
MC
TOTAL 156.2401 381.7739
LET 269.007
Karena LER = 500, antara 100 - 1000 dengan klasifikasi jalan arteri, maka
diperoleh Ip terminal 2,0 - 2,5 menurut syarat yang tercantum pada Tabel 2. Hal
tersebut menyatakan bahwa permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dari nilai LHRT dapat diperoleh nilai Arus Jam Rencana (Qdh) yaitu arus
lalu lintas yang digunakan untuk perancangan (planning). Diperoleh dengan cara
mengalikan nilai LHRT dengan faktor LHRT (k). Untuk menentukan nilai faktor
LHRT (k) digunakan tabel A-2.1 dari MKJI 1997 berikut.
Jadi besarnya Arus Lalu Lintas Jam Rencana (Qdh) adalah 5474,05 kendaraan/hari.
Arus Lalu lintas pada setiap lengan simpang yang tidak diketahui rasionya
dapat ditentukan berdasarkan faktor rasio keadaan normal yang diperoleh dari
Tabel A-2.3 MKJI 1997 berikut.
Dari tabel diatas diperoleh faktor rasio yang akan digunakan adalah :
Maka dapat dihitung Arus Lalu Lintas pada simpang adalah sebagai berikut :
2) Tipe Simpang
Diketahui penduduk Kota Palu sebesar 0,3 juta jiwa maka komposisi kendaraan
pada simpang adalah sebagai berikut :
Arus Lalu lintas di lengan minor = %komposisi jenis kend x Arus jalan minor
Arus Lalu lintas di lengan mayor = %komposisi jenis kend x Arus jalan mayor x
0,5
Setiap lengan pada simpang memiliki rasio berbelok yang berbeda – beda
disesuaikan dengan bangkitan dan tarikan di daerah tersebut. Tetapi setiap rasio
belok tersebut memiliki niali batasan yang dapat dilihat pada tabel tersebut. Pada
trase eksisting jalan yang menghubungkan Donggala dan Palu ini memiliki rasio
G. Simpang 7
Jenis : Simpang 3 Lengan
Keadaan : Bengkel, Mesjid, dan Pertokoan
Rasio Belok Kanan : Minor : 50%
C. Lengan Mayor D
a. Lurus, ST
- Kendaraan Ringan, LV = 85% x komposisi LV di lengan
mayor D
= 85% x 1465,68 = 1245,83 smp/jam
- Kendaraan Berat, HV = 85% x komposisi HV di lengan
mayor D
= 85% x 58,16 = 49,44 smp/jam
- Sepeda Motor, MC = 85% x komposisi MC di lengan
mayor D
1) Tipe Simpang
Nama Tipe
Simpang Simpang Tata Guna Lahan
1 324 Pemukiman
2 324 Pemukiman
Pada trase terpilih jalan yang menghubungkan Donggala dan Palu ini
memiliki rasio berbelok yang dipengaruhi oleh bangkitan dan tarikan di sekitar
simpang. Berikut ini adalah rasio belok yang digunakan di setiap simpang pada
setiap lengan yang sudah di sesuaikan dengan keadaan di simpang eksisting:
A. Simpang 1
KAPASITAS
(2) Kapasitas
Nilai kapasitas dasar diambil dari Tabel B-2:1 dan dimasukkan dalam Kolom
20 pada Formulir USIG-II. Variabel masukan adalah tipe simpang IT.
DS = QTOT/C
dimana:
QTOT :Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10.
C : Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28.
3.1.2 Simpang 2
(1) Lebar Pendekat dan Tipe Simpang
Simpang 2 memiliki tipe simpang dan ukura geometrik yang sama dengan
simpang 1, maka nilai pendekat rata-rata sebesar 9,33 dan memiliki tipe simpang
324 sesuai dengan perhitungan pada Lampiran.
6.2 Trase
Trase jalan adalah salah satu persyaratan yang diperlukan dalam
perencanaan geometrik jalan , karena dengan menetapkan satu lokasi trase jalan
dari beberapa alternatif trase jalan yang di survey, akan diperoleh trase jalan
yang memenuhi persyaratan teknis dan menguntungkan bagi pengguna jalan
serta masyarakat disekitar trase jalan yang akan direncanakan .
Penentuan trase jalan harus tetap mengacu pada standar geometrik jalan
yang digunakan yitu Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/T/BM/1997.
Kesalahan memilih trase jalan baru akan memberikan dampak yang tidak
kecil karena bukan hanya berkaitan dengan permasalahan pembiayaan
pembangunan jalan saja akan tetapi juga fungsi jaringan jalan, baik dalam skala
lokal, regional, maupun nasional. Oleh karena itu, penetapan trase jalan tersebut
memerlukan standar yang terukur, di samping prosedur dan batasan-batasan yang
digunakan tidak boleh menyimpang dari kriteria teknis yang berlaku untuk
penanganan jalan di Indonesia. Persisnya, untuk dapat menentukan trase jalan
baru, maka perencana tidak cukup hanya melihatnya dari aspek pengukuran
topografi saja akan tetapi aspek lain juga harus dijadikan bahan masukan yaitu
antara lain data geoteknik, hidrologi dan hasil-hasil AMDAL.
Tata Ruang
Kawasan Permukiman
Trase 1 Trase 2 Trase 3
Tidak melewati Tidak melewati
Melewati Permukiman
permukiman permukiman
Ekonomi
Biaya Konstruksi
Trase 1 Trase 2 Trase 3
Jika dilihat dari segi tata Jika dilihat dari segi Jika dilihat dari segi tata
ruang dan teknik, biaya sosial yaitu pembebasan ruang, teknik dan sosial
konstruksi yang lahan maka biaya yang biaya konstruksi yang
diperlukan untuk trase diperlukan untuk diperlukan tidak akan
Nilai Waktu
Trase 1 Trase 2 Trase 3
Dilihat dari asumsi waktu Dilihat dari asusmsi Dilihat dari asusmsi
tempuh sudah dapat waktu tempuh sudah waktu tempuh sudah
Gangguan Sosial
Trase 1 Trase 2 Trase 3
Minim gangguan social Minim gangguan social
yang bersinggungan Lebih rentan terjadi yang bersinggungan
langsung dengan konflik social di langsung dengan
masyarakat. masyarakat. Dikarenakan masyarakat.
Kemungkinan masalah trase rencana tersebut Kemungkinan masalah
yang akan timbul adalah melewati permukiman yang akan timbul adalah
kepemilikan lahan yang warga. kepemilikan lahan yang
belum diketahui. belum diketahui.
Pengaruh dari satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain
dalam suatu sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio
yang diambil dari perbandingan berpasangan. Jaringan pada metode ini memiliki
6.2.2.1 AHP
Pada tahap ini dilakukan pemilihan trase dengan perancangan model
struktur AHP dan ANP. Pada metode AHP pemilihan trase mempertimbangkan 4
faktor utama yang dapat dilihat pada model hirarki berikut
6.2.2.2 ANP
Pada pemilihan trase menggunakan metode ANP digunakan software
untuk menilai alternatif yang ada berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan. Berikut jaringan analisis yang digunakan dalam perhitungan ANP
dapat dilihat pada Gambar
Berikut Matrix Pairwise Comparison antar kriteria dan subkriteria lalu isi
dengan penilaian.
Gambar diatas merupakan gambar dari trase terpilih, yaitu trase 3, dimana
alternatif 3 merupakan alternatif yang paling tinggi bobot prioritasnya, menyusul
alternatif A dan B yang paling memiiki bobot prioritas paling rendah. Namun
demikian terdapat perbedaan nilai bobot prioritas yang dihasilkan dari pendekatan
AHP dan ANP.
Tingkat prioritas elemen dan klaster yang didapatkan dari hasi analisis
AHP dan ANP relatif tidak memiliki perbedaan yang signifikan diantara
ketiganya, namun demikian nilai bobot dari pendekatan ANP lebih realistis
dengan kenyataan yang ada karena modelnya memberikan peluang untuk
membangun koneksi antar kriteria, dan melakukan analisis feedback. Karenanya
6.2 Geometrik
Geometrik jalan adalah suatu bangun jalan raya yang menggambarkan
tentang bentuk/ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang melintang,
memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan.
Perhitungan geometric ruas untuk mencari alinyemen horizontal dan vertical,
kemudian Pada perancangan geometrik, dilakukan perancangan geometrk ruas
dan simpang.
Ls = ( =( ) = 50.00 m ………………………………….…(i)
Ls = 0,022 x (
Ls =
= = 40.00 m ………………….…………….…..(iii)
Lengkung spiral dari tabel, ( Dapat dilihat pada Buku Silvia Sukirman Tabel
4.8 AASHTO HAL = 114 )
Ls = 50.00 m…………………………………………………..(iv)
*Diambil nilai terbesar dari 3 perhitungan Ls diatas atau praktis dari tabel Ls
= 66,67 m (dipakai)
Pengecekan Tipe Tikungan
Syarat Tikungan :
Lc > 20 m
P > 0,25 m
Lc + 2Ls < 2Ts
Tikungan Spiral-Spiral bila,
= 52 cm > 25 cm
g1 = 3.45 %
g2 = -5.19 %
L diambil = 200 m
Ev =
Dicek Lv berdasarkan :
a. Syarat keluwesan
L min = 0.6 * VR = 0.6 * 60 km/jam = 36 m < 200 m (OK)
b. Kenyamanan (minimum)
Dengan melihat jumlah kendaraan dari hasil perhitungan jalan mayor dan minor
dapat menentukan bahwa simpang tersebut sebaiknya dilakukan perencanaan ulang sesuai
dengan arus lalu lintas yang lewat. Merujuk pada Pd-T-20-2004 tentang bundaran, terdapat
grafik pembanding antara volume jalan minor (kend/hari) dan volume jalan mayor
(kend/hari). Dari grafik tersebut nantinya akan didapatkan desain yang cocok untuk
mengatasi kejenuhan dari volume lalu lintas tersebut.
Jika dilihat dari hasil volume mayor dan minor, maka perbandingan keduanya
direkomendasikan perencanaan :
1. Taper
2. Simpang tidak sebidang
3. Pelebaran jalan untuk menambah kapasitas
Dengan pertimbangan dari tingginya derajat kejenuhan dan volume lalu lintas yang
tinggi dan ketersediaan yang minim untuk direncanakan simpang tidak sebidang berupa
partial clover ataupun clover maka pada simpang 2 dirubah menjadi overpass dengan
menggunakan box tunnel.
Dari hasil pertimbangan dipilih simpang tidak sebidang dengan tipe : Box Tunnel,
Bentuk persimpangan tidak sebidang dapat dilihat pada Gambar yang sudah dibuat pada
software Civil 3D berikut dan penjelasannya
SIMPANG 1
Dengan melihat jumlah kendaraan dari hasil perhitungan jalan mayor dan minor
dapat menentukan bahwa simpang tersebut sebaiknya dilakukan perencanaan ulang sesuai
dengan arus lalu lintas yang lewat. Merujuk pada Pd-T-20-2004 tentang bundaran, terdapat
grafik pembanding antara volume jalan minor (kend/hari) dan volume jalan mayor
(kend/hari). Dari grafik tersebut nantinya akan didapatkan desain yang cocok untuk
mengatasi kejenuhan dari volume lalu lintas tersebut.
Dari hasil perhitungan pembebanan lalu lintas menjadi arus lalu lintas sesuai dengan
komposisi kendaraan yang sudah direncanakan pada simpang diperoleh data volume
lalu lintas sebagai berikut :
Volume Minor
Kend/jam = 2926,4
Kend/hari = 2926,4 x 24 = 70233,6
Volume Mayor
Kend/jam = 2737
Kend/hari = 2737 x 24 = 65688
Untuk perhitungan volume lalu lintas dan derajat kejenuhan dapat dilihat pada
LAMPIRAN 3
Jika dilihat dari hasil volume mayor dan minor, maka perbandingan keduanya
direkomendasikan perencanaan:
1. Taper
2. Simpang sebidang
3. Pelebaran jalan untuk menambah kapasitas
Jika dilihat dari derajat kejenuhan dan volume lalu lintas tinggi, seharusnya
direncanakan simpang tidak sebidang. Akan tetapi, melihat kondisi kontur dan terbatasnya
tersedianya lahan di lokasi tersebut sehingga simpang tersebut direncanakan dengan
persimpangan sebidang dengan adanya pelebaran jalan untuk menambah kapasitas.
Pelebaran jalan dilakukan pada jalan mayor dengan memperhatikan radius belokan
terhadap jalan minor. Pelebaran ini diharapkan menambah kapasitas untuk mengurangi
derajat kejenuhan simpang tersebut.
Dengan melihat jumlah kendaraan dari hasil perhitungan jalan mayor dan minor
dapat menentukan bahwa simpang tersebut sebaiknya dilakukan perencanaan ulang sesuai
dengan arus lalu lintas yang lewat. Merujuk pada Pd-T-20-2004 tentang bundaran, terdapat
grafik pembanding antara volume jalan minor (kend/hari) dan volume jalan mayor
(kend/hari). Dari grafik tersebut nantinya akan didapatkan desain yang cocok untuk
mengatasi kejenuhan dari volume lalu lintas tersebut.
Dari hasil perhitungan pembebanan lalu lintas menjadi arus lalu lintas sesuai dengan
komposisi kendaraan yang sudah direncanakan pada simpang diperoleh data volume lalu
lintas sebagai berikut :
Volume Minor
Kend/jam = 2737
Kend/hari = 2737 x 24 = 65688
Volume Mayor
Kend/jam = 2737
Kend/hari = 2737 x 24 = 65688
Jika dilihat dari hasil volume mayor dan minor, maka perbandingan keduanya
direkomendasikan perencanaan :
1. Taper
2. Simpang sebidang
3. Pelebaran jalan untuk menambah kapasitas
Jika dilihat dari derajat kejenuhan dan volume lalu lintas tinggi, seharusnya
direncanakan simpang tidak sebidang. Akan tetapi, melihat kondisi kontur dan terbatasnya
tersedianya lahan di lokasi tersebut sehingga simpang tiga direncanakan dengan
persimpangan sebidang dengan adanya pelebaran jalan untuk menambah kapasitas.
Pelebaran jalan dilakukan pada jalan mayor dengan memperhatikan radius belokan
terhadap jalan minor. Pelebaran ini diharapkan menambah kapasitas untuk mengurangi
derajat kejenuhan simpang tersebut.
KENDARAAN RENCANA
Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Pengelompokkan kendaraan rencana di bagi
menjadi tiga bagian :
(1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
a) Ruas jalan berfungsi sebagai jalan by pass untuk pengguna jalan dari arah
Donggala menuju Palu, maupun sebaiknya.
b) Untuk memenuhi oprasional poin satu, maka jalan di operasikan 2 arah.
c) Masing masing arah menggunakan 2 lajur tanpa median. Median digunakan untuk
pedekat pada simpang.
d) Pengguna jalan menggunakan sitem jalur kiri.
e) Kecepatan maksimal yang diizinkan adalah 60 km/jam,yaitu sesuai dengan
kecepatan rencana.
f) Setiap ada tikungan kecepatan kendaraan diturunkan menjadi <60 km/jam
penurunan kecepatan disesuaikan dengan tipe lengkung
g) Setiap ada naik/turun alinemen vertikal kecepatan kendaraan diturunkan
h) Lajur luar digunakan untuk kendaraan berat dan kendaraan kecepatan rendah.
i) yang akan dibangun adalah 4 lajur tanpa median, dimulai dari STA 0+000 – STA
3+299,14 dibuat 2 arah dengan 2 lajur pada masing-masing arahnya.
Ruas jalan yang akan dibangun di prediksi akan menampung kendaraan sebanyak
70% dari volume arus eksisting. Berdasarkan perhitungan traffic model 6.1.1
diperoleh nilai volume eksiting adalah 30516 kendaraan per hari dari Palu -
Donggala, dan sebanyak 27646 kendaraan per hari dari Donggala – Palu atau
4362,13 smp/jam bila dihitung total lalu di konversikan. Maka 70% dari volume
arus total adalah 3053.49 smp/jam.
Pergerakan dimulai dari semuanya merah, yang mana semua kendaraan pada
semua lengan tidak bergerak.
Fase pertama yaitu pergerakan untuk lalu lintas dari lengan B untuk lurus dan
berbelok kanan. Pada saat kendaraan dari lengan B bergeak, kendaraan pada lengan
lainnya berhenti. (Lihat Lampiran Gambar L5.6.1 Fase 1)
Fase ke-2 yaitu pergerakan dari arah lengan D untuk lurus dan belok kiri, yang
mana, ketika kendaraan dari lengan D bergerak, maka kendaraan dari arah lain nya
berhenti. (Lihat Lampiran Gambar L5.6.1 Fase 2)
Fase ke-3 yaitu pergerakan yang dilakukan dari lengan a yaitu pergerakan belok
kanan dan pergerakan belok kiri, saat kendaraan dari lengan a bergerak, maka
kendaraan ada lengan lainnya berhenti. (Lihat Lampiran Gambar L5.6.1 Fase 3)
Tinggi box dari permukaan jalan adalah 5,2 meter. Kendaraan yang diperbolehkan
melewati box tunnel tersebut memiliki ketinggian maksimum adalah 4,2 meter.
Kecepatan maksimum pada kendaraan ketika melewati box tunnel adalah 20 km/jam.
Pada STA 0+000 - STA 0+500 dengan ketinggian lereng berkisar antara 0 - 8
Meter dengan tinggi rata-rata adalah 7 meter.
Pada STA 0+750 - STA 1+100 dengan ketinggian berkisar antara 1 - 8 meter. Pada
STA 0+775 mencapai 8 meter dan pada STA 1+050 mencapai 7 meter.
Dengan tinggi lereng lebih dari 5 meter, kemungkinan terjadi longsor akan menutupi
badan jalan sebagai berikut.
1. Apabila longsoran menutupi seluruh permukaan badan jalan (4 lajur 2 arah, maka
langkah penanganan akan dilakukan penutupan ruas jalan sepanjang 3,6 km. Yang
mana, lalu lintas akan dialihkan pada jalan Palu-Donggala Lama.
2. Apabila longsoran menutupi sebagian badan jalan, hanya satu jalur (2 lajur pada
salah satu arah). Maka, dengan jarak aman tertentu pada ruas tersebut kendaraan
akan dialihkan pada lajur sebelahnya. Sehingga pada jarak tertentu, jalan dengan 4
lajur 2 arah, menjadi 2 lajur 2 arah.
Selain itu, jalan juga harus dilengkapi dengan lampu penerangan jalan yang
memadai untuk menghindari kecelakaan. Pemasangan lampu penerangan di utamakan
Pada setiap jalan yang menikung di beri penambahan lajur untuk menampung gaya
sentrifugal.
Jalan lurus menanjak dengan kemiringan 3,45 % sepanjang 175 meter. Gambar
Alinyemen ditunjukan pada Gambar
Pada STA 0+000 adalah elevasi terendah dari jalan existing maupun jalan baru,
dengan kondisi tersebut maka ada potensi aliran air dari drainase jalan eksisting maupun
jalan baru akan bertemu atau berkumpul di titik ini. Perlu penangan khusus untuk proses
dewatering air. Simpang pada STA 0+000 perlu diberikan penerangan yang memadai
supaya pengendara dapat mengetahui arah dengan benar.
b. 0+175 – 0+825
Pada STA 0+175 mulai lengkung peralihan dan tikungan ke kiri dimulai pada STA
0+225 sampai STA 0+575 dalam kondisi menanjak dengan kemiringan 3,45 % . Setelah
itu kemudian jalan lurus sejauh 25 meter dengan kondisi jalan cembung, puncaknya berada
di STA 0+580. Setelah STA 0+580 jalan menurun. Kemudian pada STA 0+600 jalan
menikung ke kiri dalam kondisi menurun dan berakhir di STA 0+720 kemudian jalan lurus
sepanjang 40 meter dan tikungan dimulai lagi pada STA 0+750 menikung ke kanan dalam
kondisi menanjak dan berakhir di STA 0+825.
Pada STA 0+175 kondisi desain jalan berbelok ke kiri dengan kondisi pada kiri
jalan tertutup oleh tanah yang dapat menghalangi jarak pandang pengendara.
Jalanan menanjak memanjang sepanjang kurang lebih 400 meter berbelok ke kiri
tepat di puncak elevasi sepanjangn 25 meter dan menurun panjang terus kedepan,
Pengendara kendaraan niaga bermuatan berat relatif akan memperlambat laju kendaraan
sehingga kendaraan akan mengantri dibelakangnya, namun pada tikungan pertama
1. Rambu - Rambu
Guardrail atau pagar pengaman, Dinding Penahan Tanah dan Drainase dipasang
pada STA 0+500 sampai STA 0+850 dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
Sedangkan pada sisi kanan terdapat tebing sehingga perlu di buat dinding penahan
tanah dan drainase.
3. Pada sisi kiri jalan dimulai dari STA 0+775 merupakan lembah dengan
kedalaman 10 meter sehingga perlu pemasangan guard rail.
Sedangkan pada sisi kanan terdapat tebing sehingga perlu di buat dinding penahan
tanah dan drainase.
Pada STA 0+825 - STA 1+025 jalan dalam kondisi lurus dan menanjak dengan
kemiringan 5% sepanjang 300 meter kemudian dimulai dari STA 1+025 jalan mulai
menikung ke kanan dalam kondisi menanjak dengan kemiringan 5% dan berakhir pada
STA 1+200.
Permasalahan yang mungkin timbul pada bagian jalan ini yaitu karena mula-mula
kondisi jalan lurus dan menanjak dengan kemiringan 5% dengan jarak 200m (pada
STA.0+825 - STA.1+025) lalu jalan berbelok menikung ke kanan dan tetap menanjak
d. 1+200 – 1+625
Pada STA 1+200 jalan lurus menanjak sampai STA 1+350. Kemudian dimulai dari
STA 1+350 jalan mulai menurun namun tetap dalam kondisi lurus, kemudian pada STA
1+525 jalan kembali mulai menanjak namun tetap dalam kondisi lurus sampai STA 1+625.
Permasalahan yang mungkin timbul pada bagian ini yaitu meliputi jarak pandang
karena kondisi alinyemen vertikal yang dapat dikatakan bergelombang. Jika dilihat dari
keadaan geometrik jalan tersebut, di khawatirkan membuat ketidak nyamanan pengguna
jalan dengan kondisi jalan yang naik turun dan tidak terkontrolnya kapan pengguna
tersebut menaikkan gas dan menginjak rem. Selain itu, jarak pandang pengemudi juga
harus diperhatikan.
e. 1+625 – 2+800
Pada STA 1+625 sampai STA 1+725 jalan menikung ke kanan dalam kondisi
menanjak kemudian jalan lurus sejauh 67 meter. Pada STA 1+775 jalan mulai menikung
kekiri dengan kondisi menanjak tetapi pada STA 1+800 jalan sudah mulai datar namun
masih menikung ke kiri sampai STA 1+875 . Mulai dari STA 1+875 sampai STA 2+ 050
jalan dalam kondisi datar dan lurus sejauh 187 meter. Kemudian pada STA 2+050 jalan
berbelok ke kiri dengan kondisi jalan cenderung datar sampai STA 2+150 . Lalu di STA
2+150 - 2+175 jalan lurus dan datar. Pada STA 2+175 sampai STA 2+350 jalan berbelok
Dengan melihat kondisi jalan yang terdiri dari beberapa tikungan sehingga
memungkinkan terjadi beberapa kecelakaan seperti:
1. Rambu pengarah tikungan pada STA 1+632 – 1+700 beserta guard rail
2. Rambu untuk mengurangi kecepatan Pada STA 1+550
3. Rambu dilarang menyalip pada STA 1+570
f. 2+800 – 2+975
Pada STA 2+800 jalan dalam kondisi lurus dan menurun , setelah sebelumnya
berada dalam kondisi berbelok atau menikung ke kiri dalam kondisi menurun. Pada
Pada STA 2+975 sampai STA 3+200 jalan dalam kondisi berbelok ke kanan pada
jalan yang menurun dengan kemiringan 1,84% . Kemudian pada STA 3+200 sampai STA
3+300 jalan lurus menurun sejauh 100 mmeter dan berakhir di simpang pada STA 3+300
yang merupakan simpang. Pengemudi harus di beri tahu bahwa mereka akan menuju
simpang dengan cara memberi beberapa rambu peringatan.
Setelah berada pada kondisi jalan yang lurus menurun dengan kemiringan 2,7%
kemudian berbelok ke kanan denngan kondisi jalan turunan. Dimulai dari STA 2+800
kecepatan kendaraan cenderung naik sepanjang 175 meter kemudian kendaraan harus
berbelok ke kiri, hal ini akan jadi berbahaya jika pengendara kehilangan fokus atau
pengendara tidak dapat mengendalikan laju kendaraannya. Tipe-tipe kecelakaan yang
mungkin terjadi adalah :
Kondisi jalan berbelok ke kiri dan menanjak. Hal ini akan mmembuat pengendara
untuk menekan gasnya lebih dalam.
b. 2+975 - 2+800
c. 2+800 - 2+500
Kondisi jalan pasda STA 2+800 mula mula menanjak kemudian menikung ke
kanan lalu pada STA 2+600 menurun namun masih bedara dalam kondisi menikung.
Kemudian jalan lurus menurun sejauh 75 meter dengan kemiringan 2,1 %.
1. Karena kondisi jalan lurus kemudian terdapat dua tikungan, apabila pengemudi tidak
mengetahui kondisi jalan tersebut, bisa saja pengemudi oleng dan menabrak bagian sloof
ataupun terperosok ke jurang dan terjadinya kecelakaan tunggal .
2. Berpotensinya kecelakaan depan - depan, jika pengemudi melaju dengan kecepatan
tinggi dan mendahului kendaraan yang ada didepannya dengan terlalu melambung
memasuki jalur berlawanan.
3. Terjadi kecelakaan samping - samping jika pengemudi tidak mengetahu terdapat
tikungan kembali setelah STA 2+600 dengan menumpuknya kendaraan di area tikungan,
ditambah dengan kendaraan motor yang ingin mendahului.
4. Terjadi kecelakaan tabrak depan - samping, apabila terdapat kendaraan jadi jalur lawan
melakukan putar balik, dan kendaraan mengebut di jalur pendakian dengan kecepatan
tinggi serta lengah akan kendaraan didepannya.
d. 2+500 - 1+625
Pada STA 2+500 jalan berada pada kondisi menurun dan berbelok ke kiri
kemudian jalan lurus sejauh 17 meter dalam kondisi menanjak kemudian pada STA 2+350
jalan mulai berbelok ke kanan dalam kondisi menanjak sampai STA 2+175. Lalu jalan
lurus dan datar pada STA 2+175 – 2+150. Kemudian jalan kembali menikung ke kanan
dngan kondisi jalan cenderung datar. Lalu jalan lurus sepanjang 187 meter. Kemudian
jalan mulai menikung ke kanan pada STA 1+875 dalam kondisi datar sampai STA 1+800
kemudian jalan mulai menurun pada STA 1+800 namun masih dalam kondisi berbelok ke
kanan sampai STA 1+625.
e. 1+625 – 1+200
Mula-mula jalan lurus dan menurun dengan kemiringan 4% dan jarak 100m (STA.
1+525 - STA. 1+625) dan langsung menanjak dengan kemiringan 4% dan jarak 175m
(STA. 1+350- STA. 1+525) kemudian kembali menurun dengan kemiringan 4% dan jarak
150m (STA. 1+200 - STA. 1+350). Jika dilihat dari keadaan geometrik jalan tersebut, di
khawatirkan membuat ketidak nyamanan pengguna jalan dengan kondisi jalan yang naik
turun dan tidak terkontrolnya kapan pengguna tersebut menaikkan gas dan menginjak rem.
f. 1+200 – 0+825
Karena beberapa permasalahan tersebut, diusulkan lah suatu solusi berupa pemberia
rambu seperti gambar berikut .
1. Rambu pengarah tikugan di sisi kanan jalan yaitu pada STA 0+831 –
0+755.
2. Rambu pengarah tikungan pada sisi kiri jalan yaitu pada STA 0+713 –
0+603.
3. Rambu peringatan turunan taja pada STA 0+513.
Jalan dalam kondisi lurus menurun dengan kemiringan 3.445% sejauh 175 meter.
1. Tabrak Depan- Belakang yang di akibatkan oleh kendaraan dari arah jalan
eksisting berputar balik di simpang
2. Kendaraan yang tergelincir kemudian tabrak depan atau tabrak sampik yang
diakibatkan oleh genangan air karena titik terendah ada di simpang
mengakibatkan jalan terendam air hujan melimpas dari drainase.
3. Tabrak Depan- Belakang yang dakibatkan oleh kendaraan yang gagal
mengerem karena melaju terlalu cepat
4. Tabrak Depan- Samping yang diakibatkan oleh kendaraan dari arah jalan baru
melaju terlalu cepat dan tidak dapat mengendalikan kecepatannya sehingga
menabrak pengendara yang berada di simpang
5. Kendaraan tergelincir, terperosok karena kurangnya penerangan lampu di
malam hari
5. Bahu jalan
Untuk bebebrapa kendaraan berat yang mengalami kerusakan mesin agar tidak
meluncur maju dan menabrak mobil yang ada di depannya. Untuk menghindari
jenis kecelakaan Tabrak Depan-Belakang.
6. Marka Lajur untuk kendaraan sumbu berat seperti Truk dan Bus di lajur terluar
Tiang JPU yang dipilih yaitu Tiang berlandasan geser. Tiang ini cocok
digunakan di area kecepatan tinggi yang bebas dari jaringan kabel di atas,
sedikit pejalan kaki dan sedikit tempat parkir. Tiang ini dirancang untuk
terpisah dari landasannya saat ditabrak, sehingga kendaraan penabrak dapat
lolos dengan lewat di atas landasan tiang dan di bawah tiang yang roboh.
Berdasarkan data di banyak negara, 50% lokasi kecelakaan di perkotaan dan 10%-
20% lokasi kecelakaan dipedesaan, terjadi di persimpangan. Perbedaan persentase tersebut
terjadi karena pada area perkotaan lebih banyak terdapat persimpangan, demikian juga
dengan volume lalu lintas yang melaluinya. Volume yang tinggi mengakibatkan paparan
yang lebih tinggi sehingga membawa risiko kecelakaan yang lebih besar pula.
Terdapat beberapa prinsip keselamatan dalam merancang persimpangan baru ataupun
menyelidiki persimpangan yang sudah ada, diantaranya :
- Memberikan jarak pandang yang cukup di persimpangan, dan jarak pandang
memadai untuk kendaraan yang mendekat atau berhenti di persimpangan;
Jalan Palu-Donggala merupakan jalan antar kota yang sering dilalui oleh
masyarakat. Karena suatu hal, di buat jalan bypass dengan lebar jalan yang lebih besar
yaitu 4/2 UD dengan tujuan untuk menghindari pemukiman yang ada di kawasan tersebut.
1. Tabrak Depan- Samping yang di akibatkan oleh kendaraan dari arah jalan
Bypass yang ingin masuk ke jalan eksisting (belok kanan).
2. Tabrak Depan-Belakang karena kendaraan melakukan rem mendadak di
simpang karena suatu hal. Contohnya :
- Kendaraan dari bypass belok kanan dengan kecepatan tinggi
- Kendaraan di jalan eksisting melakukan putar balik di simpang
3. Kendaraan yang tergelincir kemudian tabrak depan atau tabrak samping yang
diakibatkan oleh genangan air karena titik terendah ada di simpang
mengakibatkan jalan terendam air hujan melimpas dari drainase.
4. Kendaraan berat yang ingin ke jalan bypass dari arah Donggala terguling
karena alinyemen vertikal pada STA 0+000 merupakan titik terendah sehingga
kendaraan harus berbelok dalam kondisi menanjak dengan kemiringan 3.445%
STA 0+000 di jalan Bypass merupakan titik terendah dari alinyemen vertikal
rencana Jalan Bypass. Sehingga limpasan air hujan akan mengalir kemudian menggenang
di daerah tersebut, akibatnya akan terjadi genangan air yang membuat jalan licin,
perkerasan rusak, bahkan mungkin terjadi kecelakaan. Untuk mengatasi hal tersebut, harus
diperhitungkan drainase yang baik. Drainase di buat tertutup agar tidak menjadi hazard.
Berikut ini adalah gambar simpang 1.
Gambar 6. 75 Pengaturan Simpang dengan cara membuat Jalur belok kiri langsung
Sumber : Penulis
Simpang pada STA 3+300 ini berbentuk T atau merupakan simpang yang tegak
lurus. Hal yang perlu diperhatikan dalam merancang persimpangan yaitu
memperhitungkan agar pengemudi yang mendekat dapat mengetahui adanya sebuah
persimpangan dan bentuk tata letak persimpangan. Pengemudi perlu cukup waktu untuk
mengenali persimpangan itu agar dapat bereaksi secara benar.
1. Tabrak Depan- Samping yang di akibatkan oleh kendaraan dari arah jalan
Bypass yang ingin masuk ke jalan eksisting (belok kiri).
2. Tabrak Depan-Belakang karena kendaraan melakukan rem mendadak di
simpang karena suatu hal. Contohnya :
- Kendaraan dari bypass belok kanan dengan kecepatan tinggi
- Kendaraan di jalan eksisting melakukan putar balik di simpang
3. Kendaraan yang tergelincir kemudian tabrak depan atau tabrak samping yang
diakibatkan oleh genangan air karena titik terendah ada di simpang
mengakibatkan jalan terendam air hujan melimpas dari drainase.
4. Kendaraan berat yang ingin ke jalan bypass dari arah Palu/Donggala terguling
karena alinyemen vertikal pada STA 2+000 kondisi menurun kemudian datar
pada jalan Palu-Donggala.
STA 3+300 di jalan Bypass merupakan titik yang rendah dari alinyemen vertikal
rencana Jalan Bypass. Sehingga limpasan air hujan akan mengalir kemudian menggenang
di daerah tersebut, akibatnya akan terjadi genangan air yang membuat jalan licin,
perkerasan rusak, bahkan mungkin terjadi kecelakaan. Untuk mengatasi hal tersebut, harus
diperhitungkan drainase yang baik. Drainase di buat tertutup agar tidak menjadi hazard.
Berikut ini adalah gambar simpang 1.
Sama Seperti simpang di STA 0+000, kondisi pada simpang ini juga menanjak jika
dari jalan Palu-Donggala. Dan menurun jika dari Bypass ke Jalan Palu-Donggala. Apabila
kendaraan yang berasal dari PAlu atau dari Donggala ingin masuk ke bypass akan
berbahaya degan kondisi simpang menanjak dengan kemirigan 1.8 %. Berikut ini adalah
gambar alinyemen vertikal pada STA 3+300 – 3+200.
Karena kondisi tersebut, akan lebih aman jika jalan di buat se-level dengan
ketinggian jalan eksisting (Jalan Palu-Donggala) sejauh 25 meter kemudian miring
mengikuti alinyemen vertikal rencana. Solusi ini akan lebih aman untuk kendaraan yang
akan masuk ke simpang dan keluar simpang, terutama kendaraan berat bermuatan.
Sistem Pemeringkatan Jalan Hijau merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan
jalan dengan prinsip-prinsip konstruksi berkelanjutan sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Peraturan Menteri PUPR No.05/PRT/M/2015 tentang
Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Bekelanjutan pada Penyelenggaraan
Infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman.
Otoritas Pemerintah Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina Marga
dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga Nomor: 6/KPTS/ Db/1999 sudah
menetapkan keberadaan pembangunan dinding peredam kebisingan untuk mengatasi
masalah kebisingan tersebut. Bangunan kebisingan tersebut selanjutnya disebut
Bangunan Peredam Bising (BPB). BPB ini dibangun sepanjang jalan dengan jarak 5
meter dari tepi perkerasan dengan meniadakan akses langsung kecuali pada persimpangan.
Dibawah ini adalah contoh bangunan peredam suara yang telah terpasang di jalan.
Jarak d” yang dibentuk oleh jarak dari tepi perkerasan jalan (d) dengan tinggi
relative terhadap titik penerima dan posisi sumber kebisingan efektif (h) didapat dari
rumus :
d = - log 10 (d”/3,5)dB(A)…………………(1)
= [ h2 + ( d +3,5 )2 ] 1/2
ke penerima (m)
Sumber : Pdt-01-2000 B
a) Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya
dukung dari tanah dasar. Istilah dari kekuatan tanah dasar adalah MR (Modulus Resilien)
sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan perkerasan jalan. MR
Berdasarkan Tabel pada subab Traffic, jumlah kendaraan LV adalah sebanyak 2486
pada tahun 2016. Karena jalan akan dibangun dan dioperasikan mulai pada tahun 2018
dengan pertumbuhan lalu lintas 5 % per tahunnya, maka akan terjadi akumulasi jumlah
kendaraan LV dengan perhitungan sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan didapatkan data LHR pada tahun 2027 untuk kendaraan
LV sebanyak 7972,939
Jenis kendaraan LV memiliki konfigurasi sumbu sama 1.1 yaitu sumbu depan (
sumbu tunggal roda tunggal ; beban sumbu 1 ton ) dan sumbu belakang ( sumbu tunggal
roda tunggal ; beban sumbu 1 ton ). Merujuk pada Daftar III Petunjuk Perencanaan
Perkerasan Lentur Bina Marga 1987 disebutkan bahwa kendaraan LV memiliki beban
sumbu masing-masing 1 ton dengan nilai angka ekivalen untuk sumbu tunggal 0,0002,
maka total angka ekivalen yang dimiliki oleh kendaraan LV adalah 0,0004.
Untuk menghitung LEP pada kendaraan LV dibutuhkan data LHR pada tahun 2018
(awal umur rencana), koefisien distribusi kendaraan (C), dan angka ekivalen beban sumbu
kendaraan (E). Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Untuk menghitung LEA pada kendaraan LV, data yang dibutuhkan sama dengan
data untuk mencari LEP, akan tetapi untuk LHR digunakan pada tahun 2027 (akhir umur
rencana). Perhitungannya sebagai berikut :
LEA = LHR2027 x C x E
= 7972,839 x 0,3 x 0,0004
= 0,9568
Lintas ekivalen tengah merupakan perhitungan lalu lintas pada masa pertengahan
umur rencana, maka LET adalah setengah dari jumlah total LEP dan LEA seperti
perhitungan berikut ini :
LET = x (LEP+LEA)
= x (0,3289 + 0,9568)
= 0,6428
LER = LET x FP
= 0,6428 x
= 1,2857
Note : Untuk perhitungan LER jenis kendaraan yang lain menggunakan cara yang sama
seperti di atas
Berat
Konfigurasi Beban Angka Equivalen Total
Jenis Kendaraan Tahun 2016 Tahun 2018 Tahun 2027 Total C LEP LEA LET LER
(Ton) Depan Belakang Lain Depan Belakang Lain E
LV (kendaraan ringan) 2486 2740.815 7972.938784 2 1 1 0.0002 0.0002 0.0004 0.3 0.328898 0.956753 0.642825 1.28565
MHV (Truk 2 As) 772 851.13 2475.908585 10 4 6 0.0577 0.2923 0.35 0.45 134.053 389.9556 262.0043 524.0086
LB (Bus) 204 224.91 654.2556363 8 3 5 0.0183 0.141 0.1593 0.45 16.12267 46.90032 31.51149 63.02299
LT (Truk 2 As Berat) 87 95.9175 279.0207861 13 5 8 0.141 0.9238 1.0648 0.45 45.95983 133.6956 89.82771 179.6554
MC (Sepeda Motor) 785 865.4625 2517.601346
LHR Total 4334 4778.235 13899.72514 Total 196.4644 571.5083 383.9863 767.9726
Dari hasil perhitungan persen kumulatif nilai CBR di atas, kemudian dibuat grafik
CBR , yaitu perbandingan antara nilai CBR tanah dasar dengan persen kumulatif CBR.
Nilai CBR yang mewakili semua segmen didapatkan dari angka persentase 90 %. Grafik
CBR dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut :
DDT = 4.05
Merujuk pada Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Bina Marga 1987, gambar
di atas merupakan table faktor regional dengan seluruh kondisi yang sudah disebutkan
sebelumnya, maka diperoleh nilai faktor regional, yaitu 0,5
Berikut hasil rekapitulasi dari setiap segmen jalan beserta nilai FR ditunjukkan
pada Tabel
STA
Kelandaian (%) Kendaraan Berat (%) Iklim (mm/th) Faktor Regional (FR)
AWAL AKHIR
0+000 0+175 3.45 25 166 0.5
0+175 0+825 3.45 25 166 0.5
0+825 1+025 5 25 166 0.5
1+025 1+200 5 25 166 0.5
1+200 1+350 2.5 25 166 0.5
1+350 1+525 4 25 166 0.5
1+525 1+625 4 25 166 0.5
1+625 1+725 4 25 166 0.5
1+800 1+875 0 25 166 0.5
2+050 2+150 0 25 166 0.5
2+175 2+350 3.013 25 166 0.5
2+472 2+500 2.09 25 166 0.5
2+500 2+575 2.1 25 166 0.5
2+575 2+600 2.7 25 166 0.5
2+800 2+975 2.7 25 166 0.5
2+975 3+200 1.84 25 166 0.5
Berdasarkan data dari kelandaian dari setiap segmen, komposisi kendaraan berat, dan iklim kota Palu diperoleh
faktor regional setiap segmen. Dilihat pada setiap segmen memiliki kelandaian < 6 %, maka didapatkan angka
faktor regional senilai 0.5
Keterangan :
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai koefisien kekuatan relatif setiap lapisan
perkerasan dengan masing-masing bahan yang berbeda. Lapis permukaan senilai 0,4
; lapis pondasi atas senilai 0,14 ; lapis pondasi bawah senilai 0,13
1. Lapisan Permukaan
Dengan hasil ITP 9,5 maka tebal minimum lapis permukaan menjadi 7,5 cm
dengan bahan Laston
Dengan hasil ITP 9,5, maka tebal minimum lapis pondasi bawah menjadi 10 cm
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
Diketahui data :
ITP = 9,5
Alternatif 1
D1 = 7,5 cm (minimum)
D2 = 20 cm (minimum)
D3 = ?
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
D3 = 26,92 cm
Alternatif 2
D1 = 7,5 cm (minimum)
D2 = ?
D3 = 10 cm (minimum)
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
D2 = 35,71 cm
Alternatif 3
D1 = ?
D2 = 20 cm (minimum)
D3 = 10 cm (minimum)
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
D1 = 13 cm
Keteranngan :
Untuk tebal lapisan perkerasan di atas sebaiknya gunakan alternatif ke-1, dimana
tebal lapisan permukaan semakin tipis yang artinya kebutuhan aspal semakin sedikit,
sedangkan lapisan pondasi atas dan pondasi bawah lebih tebal. Hal ini bertujuan agar
pekerjaan perkerasan lentur menjadi lebih efisien dan design perkerasan yang dihasilkan
tetap sesuai dengan rencana. Selain itu, umumnya tebal lapisan perkerasan semakin ke
bawah akan semakin tebal, begitupun sebaliknya.
BBDT merupakan jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan, yang
ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya dibatasi
oleh adanya sambungansambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini
berkisar antara 8-15 meter.
Keterangan:
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.
= 95340336
≈ 9,5 x 107
≈ 4,2 x 107
Beban
Jenis Jumlah Propors Propors Lalu Lintas Repetisi yang
Sumb
Sumbu Sumbu i Beban i Sumbu Rencana terjadi
u (ton)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (4) x (5) x (6)
42903151.2
0 4972 0.58 0.94 23126026.43
0
42903151.2
2 1544 0.18 0.94 7181533.55
0
42903151.2
STRT 4 1544 0.18 0.94 7181533.55
0
42903151.2
3 408 0.05 0.94 1897710.94
0
42903151.2
5 174 0.02 0.94 809317.90
0
Jumlah 8642 1 40196122.36
STRG 5 408 0.70 0.06 42903151.2 1897710.94
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan
beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat
realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 4 Pd T 14-2003.
b) CBR efektif
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK). Untuk menentukan CBR efektif digunakan
Gambar 3 Pd T-14-2003.
3,52%
Didapat tebal slab beton 198 mm = 0,198 m seperti pada gambar berikut.
beton (mm)
Tebal slab
198
mm
7
4,2 x 10
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur
lalu-lintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi
dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan
mengurangi tebal pelat. Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini
adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum
1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat
mencakup saluran dan kereb.
e) Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan,
pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
Memudahkan pelaksanaan.
Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain:
Sambungan memanjang
Sambungan melintang
Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada
sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).
At = 204 x b x h dan
l = (38,3 x φ) + 75
Sumber : Pd-T-14-2003
40 22 1897710.938 6000000 32 TT 0
FE = 1.77
50 27.5 809317.8999 7750000 10 TT 0
FRT = 0.56
80 22 809317.8999 TT 0 TT 0
FE = 2.37
Untuk mencari faktor tegangan dan erosi, digunakan Tabel 9 Pd T-14-2003 dengan tebal
pelat beton 198 mm yang mendekati 200 m, dipakai data sebagai berikut.
TE = 0,87
FE = 1,77
FRT = = = 0,42
STRG
TE = 1,35
FE = 2,37
FRT = = = 0,56
a) Tulangan memanjang
= = 189,38 mm²/mm‟
b) Tulangan melintang
= = 88,38 mm²/mm‟
6.7.1 Drainase
Drainase dirancang sesuai kebutuhan dengan berpedoman pada Pd T 02-2006-B.
Kriteria drainase yang dirancang adalah :
a. Penampang minimum saluran adalah 0.5 m²
b. Debit hasil perhitungan maksimum 80% dari kapasitas gorong-gorong untuk
mengantisipasi benda yang terbawa aliran
c. Tinggi jagaan berupa √ , dima h = kedalaman air yang tergenang
d. Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan untuk saluran yang
panjang dan mempunyai kemiringan 6%
e. Gorong gorong harus dibuat permanen, minimum diameter 80 cm, kedalamam
minimum 1m - 1,5 m dari permukaan jalan
f. Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter. Untuk daerah
pegunungan besarnya bisa dua kali lebih besar.
2. Bench Drain
Setiap terdapat perbedaan elevasi setinggi 5 m terhadap permukaan jalan, maka tanah
dibentuk untuk memiliki kemiringan minimal 60º baik pada tebing maupun lereng. Bentuk
tanah tiap kelipatan 5m dibentuk sengkedan dengan bench drain tiap satu tingkat.
Permukaan dari bench drain adalah pasangan batu alam dengan bentuk saluran segitiga.
Bench drain pada tiap tingkat disambungkan dengan vertical drain yang terdapat pada
salah satu ujung atau kedua ujung. Vertical drain ini bermuara pada road side drain untuk
daerah lereng.
Lokasi dari drainase ini berada pada:
STA 0 + 000 s.d 0 + 400 (kanan)
STA 0 + 500 s.d 1 + 750 (kanan)
STA 2 + 175 s.d 2 + 425 (kanan)
STA 2 + 525 s.d 2 + 575 (kanan)
STA 2 + 600 s.d 2 + 675 (kanan)
STA 2 + 750 s.d 2 + 800 (kanan)
STA 2 + 850 s.d 3 + 025 (kanan)
STA 1 + 100 s.d 1 + 600 (kiri)
STA 1 + 750 s.d 2 + 125 (kiri)
STA 2 + 250 s.d 2 + 325 (kiri)
Tipikal kontur secara umum adalah miring dari kanan ke kiri, kearah pantai. Maka
gorong gorong digunakan untuk melimpaskan debit drainase dari kanan ke kiri. Bentuk
saluran adalah lingkaran yang terbuat dari beton bertulang dengan kapasitas 2 kali lipat
dari drainase yang terhubung padanya. Gorong gorong iti dibangun pada tiap titik paling
rendah dari tiap cekungan yang terdapat pada alinemen vertical jalan. Titik tiik tersebut
adalah sebagai berikut
STA 0 + 777
STA 1 + 515
STA 2 + 394
STA 3 + 299
Trotoar dapat direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih
dari 300 orang per 12 jam (jam 6.00 - jam 18.00) dan volume lalu lintas lebih dan 1000
Jarak antar lampu yang disarankan adalah 45 m ± 1 m mengingat daerah hutan yang
sepi. Panjang ruas jalan adalah 3,299 km dengan satu tikungan yg memiliki radius >305 m
dan 10 tikungan dengan radius <305 m, maka terdapat 182 unit PJU jika sistem yang
dipaki adalah menerus dan berhadapan. Lebih jelasnya jarak antar lampu yang digunakan
adalah sepagai berikut :
Daerah lurus, e = 45 m ± 1 m
Daerah lengkung dengan radius ≥ 305 m, e = 0,75 x 45 m = 33,75 m
Daerah lengkung dengan radius < 305 m,
lengkung dalam e = 0,55 x 45 m = 24,75 m
lengkung luar e = 0,7 x 45 m = 31,5 m
6.7.2.2.3 Pengaman
6.7.2.2.3.1 Guardrail
Perencanaan pagar pengaman atau guardrail mengacu pada Peraturan Mentri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018. Pada pedoman tersebut terdapat
empat jenis guardrail untuk dipilih berdasarkan pertimbangan bebrapa aspek. Hal hal yang
harus dipertimbangkan tersebut adalah sebagai berikut :
Kecepatan rencana
Jarak ruang bebas yang tersedia untuk mengakomodasi defleksi pagar saat terjadi
tabrakan
Kekuatan bahan
Karakteristik jalan
Kondisi geografi
Fungsi jalan
Geometri rumija
Pagar pengaman semi kaku berupa batang baja profil dari besi galvanis yang dipasang
melintang terhadap tiang penopang atau post. Jenis ini dirancang untuk dapat mengalami
deformasi dan menyerap energi atau beban benturan saat tabrakan terjadi, dengan fungsi
sebagai berikut.
Safety roller merupakan Pagar Pengaman yang menyerap energi kejut dengan
gesekan minim sehingga mampu mengarahkan gerak kendaraan akibat dari benturan
yang dipasang hanya pada jalan menikung.
Pagar pengaman jenis apapun haru dilengkapi dengan tanda berbentuk lingkaran
dengan ukuran diameter paling kecil 80 mm dari bahan bersifat reflektif dengan warna
merah pada sisi kiri arah lalu lintas,dan putih pada sisi kanan arah lalu lintas. Ukuran jarak
pemasangan tanda sebagai berikut :
a) 4 (empat) meter untuk jalan menikung dengan radius tikungan kurang dari 50
(lima puluh) meter;
b) 8 (delapan) meter untuk jalan menikung dengan radius tikungan lebih dari 50
(lima puluh) meter; 12 (dua belas) meter untuk jalan lurus dengan kecepatan
antara 60 (enam puluh) kilometer per jam sampai dengan 80 (delapan puluh)
kilometer per jam
Secara umum pagar pengaman dipasang pada lokasi dengan kriteria:
Pemasangan pasangan batu kali dilakukan untuk perkuatan dinding tanah di sekitar
box culvert overpass,serta pada daerah limpasan drainase dari gorong gorong ke saluran di
luar sistem drainase jalan.
6.8.1 Marka
Kepada PM 34 Tahun 2014. Kriteria marka yang dirancang adalah sebagai berikut.
a. Paku jalan berbahan plastic, baja, atau aluminium. Dengan ketebalan 20mm
berbentuk bujur sangkar, persegi panjang, dan bundar.
b. Paku jalan memiliki sisi dengan ukuran panjang 0,15 meter untuk jalan dengan
kecepatan rencana 60 kilometer per jam atau lebih.
c. Alat pengarah lalu lintas berupa kerucut lalu lintas dibuat dari bahan plastic atau
karet. Memiliki tinggi paling rendah 75 sentimeter, lebar alas paling rendah 50
sentimeter, dan berat paling rendah 3,5 kilogram. Kerucut lalu lintas dibuat berwarna
oranye dan dilengkapi pamantul cahaya berwarna putih.
d. Marka membujurdibuat menggunakan bahan cat atau termopastic.
e. Marka membujur terdiri atas garis utuh, garis putus-putus, garis ganda yang terdiri
dari garis utuh dan garis putus-putus, dan garis ganda yag terdiri dari dua garis utuh.
f. Marka membujur berupa garis putus-putus memliki panjang 5 meter untuk jalan
dengan kecepatan rencana 60 kilometer per jam atau lebih, dengan lebar 10 sentimeter.
Marka garis putus-putus memiliki jarak antar marka sepanjang 8 meter.
g. Marka melintang berupa garis utuh memiliki lebar 20-30 sentimeter.
h. Marka meintang berupa garis putus-puuts memiliki panjang 60 sentimeter dan
lebar 20 sentimeter. Jarak antar marka putus-putus sebesar 30 sentimeter.
i. Marka melintang dharuskan berwarna putih.
j. Marka serong memiliki lebar paling sedikit 15 sentimeter.
MARKA MEMBUJUR
No Jenis Marka Gambar
2 Marka Utuh
MARKA LAMBANG
No Jenis Marka Gambar
2 Marka Tulisan
3 Marka Angka
MARKA LAMBANG
No Jenis Marka Gambar
2 Marka Tulisan
3 Marka Angka
a. Rambu yang digunakan berupa rambu peringatan, laragan, perintah, petunjuk, dan
rambu lalu lintas sementara.
b. Rambu peringatan yang digunakan dimaksud untuk memberi peringatan terhadap
kemungkinan ada bahaya atau lokasi rawan kecelakaan.
c. Rambu Peringatan memiliki warna dasar kuning, garis tepi hitamm huruf atau angka
hitam.
d. Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yag dilarang dilakukan oleh
pengguna jalan.
e. Rambu larangan dibuat dengan warna dasar putih, garis tepi merah, lambang hitam,
huruf/angka hitam, dan kata-kata merah.
f. Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan pengguna
jalan.
g. Rambu perintah dibuat dengan warna dasar biru, garis tepi putih, lambang putih,
huruf/angka putih, dan kata-kata putih.
h. Rambu petunjuk digunakan untuk memandu pengguna jalan.
i. Rambu petujuk dibuat dengan warna dasar hijau, garis tepi putih, lambang putih, dan
huruf/angka putih.
j. Rambu lalu lintas sementara digunakan unntuk memberi informasi adanya jalan rusak,
pekerjaan jalan, perubahan lalu-lintas, kecelakaan, bencana alam, dll.
k. Rambu peringatan yang bersifat sementara dibuat dengan warna dasar jingga, garis tepi
hitam, dan warna lambang atau tulisan hitam.
1. Rambu dilarang menyalip berjumlah 6 buah diletakkan di STA 2+500, STA 2+800,
STA 2+975.
2. Rambu dilarang stop berjumlah 5 buah diletakkan di STA 0+825, STA 1+200, 2+500,
STA 2+800, STA 2+975.
RAMBU LARANGAN
No Jenis Rambu Gambar Fungsi
1. Rambu jalan menanjak landai berjumlah 10 buah diletakkan di STA 0+175, STA
0+825, STA 1+625.
2. Rambu tikungan ke kiri berjumlah 3 buah diletakkan di STA 0+175, STA 0+825, STA
1+200.
3. Rambu tikungan ke kanan berjumlah 3 buah diletakkan di STA 0+175, STA 0+825,
STA 1+200.
4. Rambu hati – hati berjumlah 7 buah diletakkan di STA 0+175, STA 1+200, STA
2+500. STA 2+800. STA 2+975.
5. Rambu pengarah tikungan ke kanan berjumlah 12 buah diletakkan di STA 2+500,
STA 2+800, STA 2+975.
6. Rambu pengarah tikungan ke kiri berjumlah 4 buah diletakkan di STA 2+975.
7. Rambu Jalan berbelok berjumlah 1 buah diletakkan di STA 2+975.
8. Rambu Persimpangan tiga berjumlah 3 buah diletakkan pada STA 0+175.
9. Rambu penyeberangan jalan berjumlah 7 buah diletakkan di setiap lengan simpang 1
dan simpang 2.
Memberi peringatan
2 Rambu Tikungan ke Kiri terdapat tikungan ke kiri
Memberi peringatan
3 Rambu Tikungan ke Kanan terdapat dikungan ke kanan
Memberi peringatan
7 Rambu Jalan Berbelok terdapat jalan berkelok
Memberi peringatan
8 Rambu Persimpangan Tiga terdapat persimpangan tiga
Memberi peringatan
terdapat orang yang
9 Rambu Pengebrangan jalan menyeberang jalan
1. Rambu keteragan jalan arteri kelas II berjumlah 2 buah diletakkan di STA 0+000 dan
STA 3+300
RAMBU PETUNJUK
No Jenis Rambu Gambar Fungsi
Larangan Masuk bagi
Kendaraan dengan Ukuran
Lebar Melebihi 2.500 (dua
1 Rambu keterangan Jalan arteri kelas II ribu lima ratus)milimeter,
1. Rambu kurangi kecepatan berjumlah 4 buah diletakkan di STA 2+800 dan STA
2+975.
2. Rambu batas kecepatan maksimmum 60 km/jam berjumlah 3 buah diletakkan di STA
0+175, STA 2+500, dan STA 2+800.
7.1.1 APILL
APILL dirancang dan direncanakan sesuai kebutuhan dengan mengacu kepada PM 49
Tahun 2014. Kriteria APILL yang dirancang adalah sebagai berikut.
a. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas terdiri dari lampu tiga warna yaitu merah, kuning, dan
hijau.
b. APILL tersusun berurutan seara vertikal ataupun horizontal.
c. APILL harus memliki pengaturan waktu siklus yang terkoordinasi.
APILL
No Jenis APILL Gambar Fungsi
1. Galian
2. Timbunan
3. Penyiapan badan jalan
4. Pembersihan, pengupasan, dan pemotongan pohon
5. Geotekstil