Anda di halaman 1dari 39

Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Metode Suku

Kata Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Kelas 2 di SD Bakti Parittiga


oleh :

HARDITA
NIM : 856336324
ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh kesulitan guru dalam mengajarkan


pelajaran tematik. Pengalaman dan kemampuan guru dalam penggunaan metode
masih kurang, yang menjadi kendala dalam keberhasilan peserta didik dalam
proses pembelajaran membaca permulaan. Dilihat dari nilai ketuntasan individu
diperoleh hasil dari 5 peserta didik hanya 2 peserta didik (30%) yang mencapai
KKM untuk nilai pengetahuan dan 3 peserta didik (65%) yang mencapai KKM
untuk nilai keterampilan. Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah dengan
menerapkan metode suku kata dalam peningkatan kemampuan membaca
permulaan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di kelas Inklusi.

Hasil penelitian dapat dilihat dari persentasi rata-rata aktivitas peserta


didik pada siklus I adalah 81 kategori untuk nilai pengetahuan dan 83 kategori
untuk nilai keterampilan dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 94
kategori untuk nilai pengetahuan dan 89 untuk kategori nilai keterampilan.
Ketuntasan hasil belajar peserta didik pada siklus I adalah 3 peserta didik (50%)
untuk nilai pengetahuan dan keterampilan serta mengalami peningkatan pada
siklus II menjadi 5 peserta didik (100%).

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode


suku kata dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar peserta didik pada
pelajaran membaca permulaan bagi anak berkebutuhan khusus di kelas II SD
Bakti Parittiga Tahun Pelajaran 2021/2022.

Kaca Kunci : Pemahaman dan Hasil Belajar, Metode Suku Kata


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan khusus ini telah disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga tetap dapat memperoleh
haknya akan pendidikan. Keterbatasan kemampuan mental pada anak tunagrahita
ini dapat mempengaruhi sistem belajar terutama proses belajar membaca,
membaca merupakan kemampuan yang penting dalam berkomunikasi.
Kebanyakan dari masyarakat awam, mereka hanya mengenal pendidikan
untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah di Sekolah Luar
Biasa (SLB) atau Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). Padahal Pemerintah
telah menetapkan bahwa sekolah tersebut bukan satu-satunya pilihan bagi anak
yang berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus ini juga bisa diterima
disekolah anak-anak biasa yang dikenal dengan sekolah Inklusi. Di sekolah
inklusi ini anak-anak berkebutuhan khusus ini sudah dapat dipastikan akan haknya
mengecam pendidikan wajib 9 tahun. Peraturan ini telah ditetapkan pada
Permendikbud No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa. Hal
ini juga tertuang dalam pasal 2 bahwa tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi peserta didik yang memiliki
kelainan kondisi fisik, emosional, mental, sosial, potensi kecerdasan, dan bakat
istimewa, serta menyelenggarakan pendidikan yang menghargai keanekaragaman
serta tidak diskriminatif.
Permasalahan yang dihadapi guru saat ini adalah kurangnya minat
peserta dalam menerima pelajaran terutama minat dalam membaca, penyebabnya,
yaitu kurangnya interaksi antara peserta didik dan guru, sehingga materi pelajaran
yang diajarkan terlihat membosankan, hal inilah yang menyebabkan penilaian
terhadap peserta didik tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), rata-
rata ketuntasan tersebut hanya mencapai 40% saja, sedangkan 60% dari hasil
penelitian belum mencapai kriteria yang telah ditetapkan oleh guru. Oleh karena

1
itu guru telah menetapkan pembelajaran yang khusus bagi peserta didik
tunagrahita dengan menggunakan metode pembelajaran suku kata sebagai
penerapan pembelajaran awal. Diharapakan dengan metode tersebut dapat
menumbuhkan minat membaca pada peserta didik berkebutuhan khusus ini.
Dalam telaah permasalahan tersebut proses penilaian tindakan kelas
dapat dilakukan secara individu agar perkembangan kognitif peserta didik dapat
berjalan dengan maksimal.
Pembahasan setiap karakter peserta didik berkebutuhan khusus ini, maka
dalam proses tindakan kelas harus menyesuaikan dengan kemampuan terutama
bakat, motivasi, kemampuan berfikir, tingkah laku peserta didik, bukan untuk
membeda-bedakan tetapi lebih kepada kompetensi, kemampuan, dan karakter
setiap peserta didik berkebutuhan khusus.

1. Identifikasi Masalah
Dari hasil pengamatan terhadap situasi tersebut penulis dapat
mengidentifikasi masalah yang dihadapi sebagai berikut :
a. Pelajaran lebih terasa monoton dan tidak terlihat stimulus maupun respon
dari peserta didik.
b. Peserta didik kurang memahami materi pelajaran yang diajarkan
c. Minat peserta didik dalam membaca kurang aktif, tidak ada timbal balik
dan kurang pedulinya peserta didik dalam membaca karena lebih terpusat
kepada guru.
2. Analisis Masalah
Dengan mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran Tematik, penulis
dapat mengenalisa permasalahan yang terjadi, sebagai berikut :
a. Dalam kegiatan belajar mengajar guru dan peserta didik hanya
menggunakan metode ceramah.
b. Guru kurang memberikan respon terhadap peserta didik secara individu.
c. Guru tidak melibatkan peserta didik dalam membaca suku kata sesuai
dengan materinya.

2
3. Alternatif dalam Pemecahan Masalah
Dari hasil analisa masalah yang ditemukan maka penulis mencari solusi
yang dilaksanakan dalam beberapa siklus perbaikan pembelajaran. Alternatif
yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
karena penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus harus dilakukan
secara maksimal dan terkhusus.
b. Guru lebih memfokuskan dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk waktu yang cukup.
c. Menggunakan media yang mudah dipahami peserta didik sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan menyerap pelajaran.

Dari pemecahan masalah tersebut dalam penggunaan metode yang sesuai


dengan karakter peserta didik dengan materi pelajaran. Dari telaah pemecahan
masalah ini, maka guru telah menentukan metode yang tepat untuk diajarkan
kepada peserta didik berkebutuhan khusus ini, yaitu menggunakan metode
suku kata. Belajar membaca dengan menggunakan metode suku kata dapat
membuat peserta didik mudah memahami dan mencermati materi yang
disajikan guru, sehingga peserta didik dapat dengan mudah mengingat materi
yang diajarkan oleh guru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang terjadi, yakni belum
tercapainya nilai maksimal dalam membaca suku kata, dengan ini penulis dapat
merumuskan masalah, yaitu :
1. Apakah metode suku kata dapat meningkatkan kemampuan membaca bagi
anak berkebutuhan khusus di kelas II SD Bakti Parittiga ?
2. Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan
metode suku kata bagi anak berkebutuhan khusus kelas II di SD Bakti
Parittiga ?

3
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
membaca permulaan dengan menggunakan metode suku kata bagi anak
berkebutuhan khusus Kelas II di SD Parittiga.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Manfaat bagi guru, yaitu :
a. Meningkatkan kreativitas guru.
b. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar.
c. Sebagai bahan dalam peningkatan kualitas dan profesionalitas guru
dalam mengemban tugas sebagai pendidik.
d. Menambah pengetahuan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus
dimasa yang akan datang.
2. Manfaat bagi peserta didik, yaitu :
a. Peserta didik lebih termotivasi dan merasa nyaman dalam mengikuti
pelajaran.
b. Meningkatkan hasil belajar peserta didik.
c. Meningkatkan pemahaman peserta didik akan pentingnya membaca
terhadap materi pelajaran.
3. Manfaat bagi sekolah, yaitu :
a. Membantu dalam ketercapaian visi dan misi sekolah inklusi.
b. Meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah berbasis
inklusi.

4
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Inklusi Anak Berkebutuhan Khusus


Pendidikan Inklusi adalah sistem dari penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan pada peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan istimewa. Menurut MIF. Baihaqi dan M. Sugirman, dalam
buku yang berjudul : Memahami dan membantu anak ADHD (Attention deficit
hyperactivity disorder) : Pendidikan Inklusi adalah mengenai hak peserta didik
atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mencapai potensinya dan pendidikan ini harus dirancang
dengan memperhitungkan perbedaan yang ada pada peserta didik. Bagi peserta
didik yang memiliki ketidakmampuan khusus dan memiliki kebutuhan belajar
yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi
dan tepat.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami
berbagai gangguan pada komunikasi, interaksi, dan prilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Gejala anak berkebutuhan khusus ini mulai terlihat pada umur 2-3
tahun, sehingga perlu penanganan khusus dalam usaha pengembangan kompetensi
diri terhadap anak-anak tersebut. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu : Low Incidence (angka kejadian yang
rendah) yang sering ditemui di sekolah diantaranya : Tunanetra, Tunarungu,
Tunagrahita, Tunadaksa dan Autis. Sedangkan High Incidence (angka kejadian
yang tinggi) diantaranya : Kesulitan belajar khusus, Lambat dalam belajar,
Gangguan komunikasi dan bahasa, dan gangguan emosi dan tingkah laku.
Pemerintah telah menetapkan hak atas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
yang diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Sisdiknas yang menjelaskan bahwa:
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan serta bakat istimewa.

5
Berkaitan dengan permasalahan yang saat ini dihadapi oleh guru salah
satunya adalah keterbatasan dalam kecerdasan intelektual dan kemampuan dalam
berprilaku yang benar terutama anak berkebutuhan khusus (ABK). Keterbatasan
dalam kecerdasan tidak dibandingkan dengan anak seusianya. Menurut Jati
Rinakri Atmaja, M.Pd 2018, Anak berkebutuhan khusus adalah suatu kondisi
anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
intelegensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial, anak berkebutuhan
khusus ini juga sering dikenal dengan istilah keterbelakangan mental karena
keterbatasan kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus ini sukar untuk
mengikuti pendidikan biasa di sekolah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar
setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki perbedaan kemampuan
disetiap individunya dalam melakukan aktivitas karena daya serap berpikir
memiliki keterbatasan, daya ingat kurang, dan sulit untuk berkonsentrasi,
sehingga dengan penerapan pendidikan sekolah inklusi ini dapat membuktikan
bahwa setiap perbedaan tidak akan menjadi hambatan dalam perkembangan
peserta didik walaupun berada di sekolah inklusi dengan tetap didampingi oleh
guru yang berkompeten dan profesional.

Penerapan Metode Pembelajaran Sekolah Inklusi

Metode pembelajaran yang dilakukan di sekolah inklusi biasanya sangat


bervariasi dan kolaboratif. Karena setiap langkah yang dilakukan harus
disesuaikan dengan karakter dan bakat yang dimiliki setiap anak yang terpusat
pada potensi serta bakat setiap anak. Dengan memperhatikan berbagai aspek,
yaitu :
a. Kurikulum yang menekankan pada perencanaan, pengembangan,
pelaksanaan, dan modifikasi PPI.
b. Tenaga Pendidik yang harus paham cara menangani anak
berkebutuhan khusus (ABK), meliputi kompetensi dan kolaboratif.

6
c. Manajemen dengan prinsip kebiasaan berbicara berdasarkan fakta,
sikap menghargai, melakukan perbaikan, dan melaksanakan fungsi
sesuai dengan tugas.
d. Dana yang menunjang kegiatan belajar mengajar agar lebih optimal
e. Sarana dan Prasarana dengan perlengkapan disesuaikan untuk anak
normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK).
f. Lingkungan yang kondusif dengan konsep inklusi dan pengenalan
kepada masyarakat awam tentang sekolah inklusi.
g. Peserta didik terdiri dari anak-anak biasa pada umumnya dan anak
berkebutuhan khusus (ABK).
h. Proses belajar mengajar dengan menngunakan metode pengajaran
langsung, terkoordinir, dengan kelompok, intervensi.

Pada dasarnya bukan hanya dari aspek-aspek itu sendiri yang


menentukan keberhasilan dalam belajar, tetapi keberhasilan penggunaan metode
pembelajaran dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar, itu
semua tergantung pada isi, cara menjelaskan, dan karakteristik peserta didik.
Metode pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Tujuan Metode Pembelajaran Sekolah Inklusi


Secara garis besar tujuan dari metode pembelajaran sekolah inklusi
adalah untuk menggali informasi apakah peserta didik mengalami kelainan
atau penyimpangan.
Dalam proses pengembangan tujuan metode pembelajaran sekolah
inklusi ini juga dilakukan dengan cara menyatukan standar kompetensi dalam
kurikulum dengan tim PPI dari hasil asesmen yang dilakukan oleh sekolah. Hasil
tersebut kemudian ditempatkan dalam kompetensi yang terdapat dalam
kurikulum. Hal ini juga dipengaruhi pada kondisi kemampuan anak. Tujuan dalam
IEP pembelajaran dibagi menjadi dua, yaitu tujuan jangka panjang yang terfokus

7
dalam instruksional umum dan tujuan jangka pendek yang terfokus dalam
instruksional khusus.
B. Membaca Permulaan
1. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan menurut Sabarti Akhadiah, dkk. (1993 : 11),
menjelaskan bahwa dalam mengajarkan kemampuan membaca ditahap permulaan
menekankan pada pengembangan kemampuan membaca tingkat dasar, antara lain
kemampuan untuk dapat membaca huruf, suku kata, dan kemudian kalimat yang
ditampilkan dalam bentuk tulisan ke bentuk lisan.
Membaca menjadi sesuatu yang harus dilakukan sendiri maupun dibaca
dengan nyaring. Hal ini dapat mempengaruhi yang mendengarnya, membaca juga
dapat membangun konsentrasi. Kegiatan membaca juga membutuhkan
keseimbangan mulai dari gerakan mata dan pemantapan pikiran untuk menerima
informasi dan menelaah informasi tersebut. Menurut Harris dan Sipay (1980 : 8)
membaca sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat
terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.
Secara teoritik proses membaca permulaan dilakukan melalui tiga
tahapan. Tahap pertama disebut Visual Memory. Tahap ini huruf, suku kata, kata,
dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis. Tapan kedua disebut dengan
Phonological Memory. Pada tahap ini terjadi proses pembunyian lambang grafis
yang sudah terekam. Tahap ketiga disebut Semantic Memory. Pada tahap ini
terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Kesimpulan pada tahapan
dalam proses membaca permulaan dapat diartikan sebagai aktivitas visual yang
merupakan proses menerjemahkan simbol tulis kedalam bunyi.
Menurut Haris dan Sipay, (1980 : 8) membaca sebagai suatu kegiatan
yang memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang
tercetak atau tertulis. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi
antara persepsi terhadap simbol grafis dan keterampilan berbahasa serta
pengetahuan membaca. Dalam interaksinya, guru berusaha menciptakan kembali
makna sebagaimana makna yang ingin disampaikan dan mencoba untuk
mengkreasikan apa yang dimaksud.

8
Peserta didik tidak hanya dikenalkan dengan metode membaca
permulaan saja, akan tetapi ada berbagai macam metode belajar yang dapat
diajarkan kepada peserta didik yang ada di sekolah terumata kelas satu dan kelas
dua atau pada peserta didik yang berkebutuhan khusus (ABK), adapun macam-
macam metode pembelajarannya, yaitu :
a. Metode Abjad (Alphabet)
b. Metode Eja (Spelling Method)
c. Metode Kata (Whole Word Method)
d. Metode Kalimat (Syntaxis Method)
e. Metode 4 Tahap Steinberg (Four Steps Steinberg Method)
f. Metode Menulis Permulaan

2. Tujuan Membaca Permulaan


Tujuan membaca permulaan adalah agar peserta didik dapat mengenal
huruf, serta membaca kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat.
Menurut Herusantosa dalam Saleh Abbas, 2006 : 103 adalah tujuan
pembelajaran membaca menulis permulaan adalah sebagai berikut :
a. Pembinaan dasar-dasar mekanisme membaca.
b. Mampu memahami dan menyuarakan kalimat sederhana yang ditulis
dengan intonasi yang wajar.
c. Peserta didik dapat membaca dan menulis kata-kata dan kalimat
sederhana dengan lancar dan tepat dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu tujuan membaca permulaan di sekolah inklusi dapat dilakukan


melalui dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan
menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan
cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku,
misalnya kartu gambar, kartu huruf, dan kartu kalimat. Pembelajaran
membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan
buku sebagai acuan bahan ajar.

9
C. Pengertian Metode Suku Kata
Metode suku kata menurut Depdikbud (1992:12) adalah suatu metode
yang mulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang
telah dirangkai menjadi suku kata, kemudian suku kata itu dirangkai menjadi kata
menjadi kalimat.
Menurut Supriyadi (2002 : 12), Metode suku kata adalah suatu metode
yang memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang
lebih bermakna. Artinya membaca merupakan satu kesatuan kegiatan seperti suatu
pendekatan dengan cerita disertai dengan gambar yang didalamnya berguna untuk
mengenali huruf dan kata-kata. Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa metode suku kata ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi,
bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, ma, mi, mu, me, mo, ka, ki, ku, ke,
ko, dan seterusnya. Kemudian suku kata tersebut dapat dirangkai menjadi kata-
kata yang mempunyai makna, sebagai contoh dari daftar suku kata tersebut guru
dapat membuat bverbagai variasu suku kata menjadi kata-kata yang bermakna,
misalnya :
Bi-bi cu-ci da-da ma-ma ka-ki Ba-
bu cu-cu du-du ma-mi ku-ku.
Kemudian dengan suku kata diatas dapat dirangkai menjadi kalimat
sederhana yang dimaksud dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat
sederhana, misalnya :
Da-da ci-ci
Bi-bi ca-ca
Cu-cu ma-ma
Kemudian dengan proses penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi
satuan bahasa terkecil dibawahnya, yakni dari kalimat kedalam kata dan kata
kedalam suku-suku kata.
Dalam metode suku kata ini terdapat beberapa langkah kecil dalam
penerapan dan persiapan yang perlu dicermati agar dapat dilakukan dengan tepat,
yaitu. (1) Membaca kata yang sudah dikenal oleh peserta didik. (2) Menguraikan
huruf menjadi suku kata, (3) Menguraikan huruf mrnjadi suku kata, (4)

10
menggabungkan huruf menjadi suku kata, (5) menggabungkan suku kata menjadi
kata.
Adapaun kekurangan dan kelebihan metode suku kata ini adalah sebagai
berikut :
Kelebihan dari metode suku kata, yaitu :
1. Dalam membaca tidak ada mengeja huruf demi huruf sehingga mempercepat,
proses penguasan kemampuan membaca permulaan,
2. Dapat belajar mengenal huruf dengan dengan menguraikan suku kata yang
dipergunakan dalam unsur-unsur hurufnya,
3. Penyajiannya tidak memakan waktu yang lama,
4. Dapat secara mudah mengetahui berbagai macam kata.

Selain terdapat kelebihan dalam metode suku kata ini, ada juga beberapa
kelemahannya, yaitu :
1. Bagi peserta didik yang kesulitan belajar yang kurang mengenal huruf,
akan mengalami kesulitan merangkaikan huruf menjadi suku.
2. Peserta didik akan sulit disuruh membaca kata-kata lain, karena hanya
mengingat kata-kata yang diajarkan saja.

11
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2021 bertempat di SD
Bakti Parittiga, yang beralamat di jalan kantor Pos Parittiga. Pelaksanaan
penelitian dijelaskan pada table dibawah ini :

Tabel 3.1 Pelaksanaan Penelitian


Siklus Hari/Tanggal Waktu Supervisor 2
Kamis,
Siklus I 07.00-08.30 Fikki Indriyani, S.Pd.Ek
2 November 2021
Rabu,
Siklus II 08.00-09.30 Fikki Indriyani, S.Pd.Ek
10 November 2021
B. Subjek dan Karakteristik
Subjek penelitian adalah peserta didik berkebutuhan khusus (ABK) kelas
II SD Bakti Parittiga Tahun Pelajaran 2021/2022. Jumlah subjek penelitian
sebanyak 5 orang, yang terdiri dari 5 laki-laki. Deskripsi mengenai subjek yaitu,
sebagai berikut :

1. Nama : Muhammad Bintang


Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis Ketunaan : Tunagrahita
Karakteristik :
- Peserta didik sudah mampu mengikuti perintah dua tahap dari guru
- Mampu mengidentifikasi benda yang tidak terlihat
- Peserta didik sudah mengenal huruf A sampai dengan Z
- Kondisi emosi belum stabil
- Belum mampu meniru ungkapan tiga kata serta mengungkapkan

12
2. Nama : Antoni
Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis Ketunaan : Tunagrahita
Karakteristik :
- Kemampuan berbahasa reseptif dan terlihat kaku
- Peserta didik sudah mampu mengikuti perintah dua tahap dari guru
- Belum mampu mengidentifikasi benda yang tidak terlihat
- Peserta didik sudah mengenal huruf A sampai dengan Z

3. Nama : Renaldo Lim


Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis Ketunaan : Tunagrahita
Karakteristik :
- Kemampuan berbahasa reseptif
- Peserta didik sudah mampu mengikuti perintah dua tahap dari guru
- Mampu mengidentifikasi benda yang tidak terlihat
- Peserta didik sudah mengenal huruf A sampai dengan Z
- Kondisi emosi sudah stabil
- Sudah mampu meniru ungkapan tiga kata serta mengungkapkan

4. Nama : Daniel Alexander


Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis Ketunaan : Tunagrahita
Karakteristik :
- Kemampuan berbahasa reseptif
- Peserta didik belum mampu mengikuti perintah dua tahap dari guru
- Peserta didik sudah mengenal huruf A sampai dengan Z
- Kondisi emosi belum stabil
- Belum mampu meniru ungkapan tiga kata serta mengungkapkan

13
5. Nama : Bagas
Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis Ketunaan : Tunagrahita
Karakteristik :
- Kemampuan berbahasa reseptif
- Peserta didik sudah mampu mengikuti perintah dua tahap dari guru
- Mampu mengidentifikasi benda yang tidak terlihat
- Peserta didik sudah mengenal huruf A sampai dengan Z
- Kondisi emosi belum stabil
- Belum mampu meniru ungkapan tiga kata serta mengungkapkan
- Mampu mengidentifikasi orang-orang terdekat

C. Desain Perbaikan
Prosedur perbaikan pembelajaran ini terdiri dari empat komponen pokok
yang dilakukan secara berulang-ulang, yaitu :
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Pengamatan
4. Refleksi

14
Gambar 3.1 Desan Siklus PTK (Arikunto 2005:42)

Jenis penelitian ini menggunakan model desain siklus PTK Arikunto


dengan prosedur perbaikan pembelajaran kualitatif dengan penelitian Tindakan
kelas. Guru dapat melakukan penelitian sendiri terhadap praktek pembelajaran
yang guru lakukan di kelas, nelalui Tindakan-tindakan yang direncanakan,
dilaksanakan, dan evaluasi.

Tujuan dilakukannya penelitian perbaikan kelas adalah sebagai berikut :


1. Peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang dilakukan oleh
guru.
2. Perbaikan dan peningkatan layanan professional guru dalam menangani
proses belajar mengajar.

15
3. Terwujudnya proses Latihan dalam jabatan selama proses penelitian
berlangsung.
Penelitian Tindakan kelas ini merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran
di kelas.

D. Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Sebelum pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I, peneliti harus
mengumpulkan data awal pada pelajaran kelas II di kelas inklusi SD Bakti
Parittiga. Dengan melakukan observasi dan refleksi tentang pembelajaran
membaca permulaan suku kata menggunakan metode ceramah, yang
dilaksanakan pada hari kamis, 28 Oktober 2021.
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini guru cenderung melakukan kegiatan
belajar mengajar hanya memfokuskan pada diri sendiri yang menyebabkan
tidak adanya stimulus maupun respon dari peserta didik, sehingga hamper dari
semua peserta didik ini merasa kesulitan dalam menerima pelajaran yang
diajarkan. Rata-rata peserta didik yang hanya menuntaskan pembelajaran yang
hanya memenuhi kriteria ketuntasan minimal dengan nilai tertinggi hanya dua
saja dari lima peserta didik.

1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
1) Menetapkan materi pelajaran sesuai dengan ketentuan kurikulum
sekolah.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP) dengan
menggunakan metode suku kata.
3) Menyiapkan soal pre test dan post test terkait materi pelajaran tentang
membaca permulaan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik.
4) Menyusun lembar kerja siswa (LKS) dan lembar jawaban yang akan
dipelajari.

16
5) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktifitas peserta didik
dan guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
6) Menyiapkan kamera atau handphone sebagai bahan/alat dokumentasi

b. Tahap Pelaksanaan
1) Kegiatan Awal
a) Menyajikan tulisan atau huruf persuku kata sesuai dengan materi
pelajaran
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi
pada peserta didik dengan contoh.
2) Kegiatan Inti
a) Melaksanakan kegiatan dari lembar yang dibagikan kepada peserta
didik berupa huruf-huruf per suku kata
b) Memperlihatkan kemampuan membaca peserta didik secara
mandiri
c) Menunjukkan tulisan dari hasil kerja peserta didik kepada guru
d) Pemeriksanaan dan penilaian hasil test
3) Kegiatan Akhir
a) Menyimpulkan pemahaman konsep setelah pembelajaran
b) Mengevaluasi tingkat keberhasilan peserta didik dalam kegiatan
belajar mengajar
c) Memberikan penguatan serta apresiasi kepada peserta didik
c. Tahap Observasi
Tahap ini dilakukan secara bersamaan pada waktu proses
pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi penelitian Tindakan
kelas dilakukan oleh peneliti dibantu oleh supervisor II dengan
menggunakan lembar observasi untuk mengetahui aktifitas peserta didik
dan guru dalam pembelajaran di kelas inklusi. Sedangkan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik yaitu dengan mencatat nilai
hasil belajar yang diperoleh dari evaluasi hasil belajar setelah siklus
Tindakan dilaksanakan.

17
d. Refleksi
Data dari hasil observasi dan hasil belajar peserta didik dalam
proses pembelajaran yang dianailsis data sebagai bahan untuk melakukan
refleksi, sehingga dapat diketahui perkembangan yang diperoleh dari
penggunaan metode suku kata. Setelah dilaksanakan siklus I akan menjadi
acuan perbaikan pada siklus II.

3. Siklus II
Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh semua tim peneliti untuk
merumuskan proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai acuan dalam
pelaksanaan siklus II. Adapaun pelaksanaan pada siklus II secara rinci meliputi
Langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
1) Mendata masalah dan kendala yang dihadapi selama proses
pembelajaran yang dilakukan pada siklus I.
2) Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran pada siklus II
berdasarkan refleksi siklus I.
3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan
materi yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode suku kata.
4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) dan lembar jawaban yang akan
dipelajari
5) Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses
pembelajaran.
6) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktifitas peserta didik
dan guru selama pembelajaran berlangsung.
7) Menyiapkan jenis data yang akan dikumpulkan baik data kualitatif
maupun kuantitatif.
8) Menyiapkan kuisioner dalam penjaringan data tentang pendapat peserta
didik dan guru mengenai penerapan metode suku kata.

18
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1) Kegiatan Awal
a) Menyajikan sebuah gambar huruf per kata yang berhubungan
dengan materi pelajaran.
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi pada
peserta didik dengan contoh pembacaan bacaan permulaan.
2) Kegiatan Inti
a) Melaksanakan kegiatan dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah
dipersiapkan.
b) Mempresentasikan hasil kerja didepan kelas dibimbing oleh guru.
c) Memeriksa hasil kerja dengan menilai hasil kerja setiap peserta
didik serta memperbaikinya jika masih terdapat kesalahan-
kesalahan.
d) Peserta didik mengerjakan soal tes secara individu dalam
pengawasan dan bimbingan dari guru.
e) Memeriksa hasil test setiap peserta didik dan memberikan
penghargaan.
3) Kegiatan Akhir
a) Menyimpulkan pemahaman konsep setelah pembelajaran.
b) Mengevaluasi tinkat keberhasilan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran.
c) Memberikan motivasi kepada peserta didik.
d) Memberikan kuisioner kepada guru dan peserta didik untuk
mengetahui pendapat peserta didik dengan arahan dari guru tentang
penerapan metode suku kata.
Selama proses pembelajaran akan dilakukan observasi oleh supervisor II
pada akhir pembelajaran siklus II dan diperoleh data observasi serta hasil belajar
peserta didik, maka dapat diketahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran
siklus II tersebut, sehingga hasil refleksinya akan dibandingkan dengan data
observasi dan hasil belajar peserta didik pada siklus I.

19
e. Tahap Operasional dan Evaluasi
Pada tahap observasi ini dilakukan secara bersamaan pada proses
pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi penelitian Tindakan kelas
dilakukan oleh peneliti dibantu supervisor II dengan menggunakan lembar
observasi untuk mengetahui aktifitas peserta didik yang sedang belajar dan guru
yang sedang mengajar. Sedangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
diperoleh evaluasi hasil belajar kelas inklusi.

f. Refleksi
Data dari hasil observasi dan hasil belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran membaca permulaan selanjutnta akan dilakukan analisis data
sebagai kajian untuk dilakukan refleksi, sehingga dapat diketahui perkembangan
yang diperoleh dari penerapan metode suku kata pada siklus II, setelah
dilakukan refleksi akan dibandingkan dengan data observasi serta hasil kerja
belajar peserta didik pada siklus I.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Teknik pengumpulan dan analisis data ini digunakan sebagai berikut :
1. Tes
Tes merupakan bentuk pertanyaan yang digunakan untuk mengkuru
pengetahuan ,keterampilan, dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Tes
tersebut berupa pre tes dan post tes dilakukan untuk mengetahui pengetahuan
awal mengenai pelajaran yang akan diajarkan. Sedangkan post tes dilakukan
untuk mengetahui pengetahuan dari hasil belajar peserta didik pada kelas II
anak berkebutuhan khusus di SD Bakti Parittiga.

2. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur
sikap dari responden namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai
fenomena yang terjadi. Teknik ini digunakan untuk mempelajari prilaku

20
manusia, proses kerja, gejala alam, dan dilakukan pada peserta didik yang tidak
terlalu besar.
Observasi bertujuan untuk pemusatan perhatian terhadap suatu objek
dengan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tinddakan yang
dilakukan oleh peneliti.
Data observasi dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran terlihat pada
pra siklus, guru belum memenuhi kriteria dalam pelaksanaan pembelajaran
yang sesuai, pelaksanaan tidak runtut, dan kurangnya keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran karena guru lebih mendominasi. Pada siklus I dalam
penggunaan metode yang tepat mulai terlihat peningkatan tetapi masih
didominasi oleh guru sehingga keterlibatan peserta didik masih dirasa kurang.
Pada siklus II guru telah memenuhi syarat dalam pelaksanaan perbaikan
Tindakan kelas karena penggunaan metode yang sudah tepat.

21
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Perbaikan Pembelajaran


Hasil penilaian dari pembelajaran Tindakan kelas akan diuraikan peneliti
sebagai berikut :
1. Deskripsi Siklus I
Berdasarkan hasil penelitiaan perbaikan pembelajaran siklus I data yang
didapat ditampilkan pada tabal dan grafik dibawah ini.
Data hasil evaluasi siklus I sebagai berikut
Tabel 4.1
Nilai Pengetahuan dan Keterampilan pada Siklus I
No Nama KKM Pengetahuan Keterampilan Ket
Nilai Pre Nilai Pre
1 M. Bintang 65 65 C 70 C
2 Antoni 65 75 C 75 C
3 Daniel Alexander 65 80 B 90 A
4 Renaldo Lim 65 90 A 90 A
5 Bagas 65 95 A 95 A
Jumlah 405 415
Rata-rata 81 83
Nilai Terbesar 95 95
Nilai Terkecil 65 70

22
2. Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada table dibawah ini :
Tabel 4.2
Persentase Nilai Pengetahuan dan Keterampilan Peserta Didik
No Nilai Fre Persentase %
Kurang Cukup Baik Amat Baik
1 60 0 - - - - - - - -
2 65 1 - - 25% - - - - -
3 70 0 - - - 25% - - - -
4 75 1 - - 25% 25% - - - -
5 80 1 - - - - 25% - - -
6 85 0 - - - - - - - -
7 90 1 - - - - - - 25% 50%
8 95 1 - - - - - - 25% 25%
9 100 0 - - - - - - - -
Jumlah - - 50% 50% 25% 25% 50% 75%

23
3. Perbandingan persentase jumlah peserta didik yang mencapai KKM pada
siklus I, dengan melihat diagram batang dibawah ini.

Gambar 4.1
Diagram Batang persentase jumlah peserta didik
yang mencapai KKM pada siklus I

80%
70%
60%
50% Amat Baik
40%
30% Baik
20% Cukup Kurang
10%
0%
NilaiNilai
PengetahuanKeterampilan

KurangCukupBaikAmat Baik

B. Refleksi
Dari tabel dan grafik diatas ditampilkan adanya perubahan peningkatan
yang signifikan. Dapat dilihat. Nilai rata-rata pengetahuan kriteria ketuntasan
minimal membaca permulaan sebesar 81 dan untuk rata-rata nilai Keterampilan
kriteria ketuntasan minimal membaca permulaan sebesar 83. Peserta didik yang
mendapat nilai pengetahuan diatas kriteria ketuntasan minimal sebanyak 2 (50%)
peserta didik dengan predikat amat baik, dan untuk nilai keterampilan diatas
kriteria ketuntasan minimal sebanyak 2 (50%) peserta didik dengan predikat amat
baik. yang mendapat nilai pengetahuan dengan kriteria ketuntasan minimal
sebanyak 1 (25%) peserta didik dengan predikat baik, dan nilai keterampilan
dengan kriteria ketuntasan minimal sebanyak 1 (25%) peserta didik dengan
predikat baik, serta peserta didik yang mendapat nilai pengetahuan dengan kriteria

24
ketuntasan minimal sebanyak 2 (50%) peserta didik yang mendapat nilai predikat
cukup, dan nilai keterampilan dengan kriteria ketuntasan minimal sebanyak 2
(50%) peserta didik, dengan nilai keterampilan predikat cukup Pada pelajaran
membaca permulaan yang ditetapkan sekolah.
Berdasarkan data yang diperoleh, membuktikan bahwa keterampilan
dalam mengikuti pelajaran kelas II inklusi sudah mulai baik, dan masih perlu
diadakan tindakan untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan
metode suku kata.

1. Deskripsi Siklus II
Berdasarkan hasil penelitiaan perbaikan pembelajaran siklus II data yang
didapat ditampilkan pada tabal dan grafik dibawah ini.
Data hasil evaluasi siklus II sebagai berikut :

Tabel 4.3
Nilai Pengetahuan dan Keterampilan pada Siklus II
No Nama KKM Pengetahuan Keterampilan Ket
Nilai Pre Nilai Pre
1 M. Bintang 65 85 B 90 A
2 Antoni 65 90 A 85 B
3 Daniel Alexander 65 95 A 90 A
4 Renaldo Lim 65 100 A 90 A
5 Bagas 65 100 A 95 A
Jumlah 470 445
Rata-rata 94 89
Nilai Terbesar 100 95
Nilai Terkecil 80 85

25
2. Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada table dibawah ini :

Tabel 4.4
Persentase Nilai Pengetahuan dan Keterampilan Peserta Didik
No Nilai Fre Persentase %
Kurang Cukup Baik Amat Baik
3 70 0 - - - - - - - -
4 75 0 - - - - - - - -
5 80 0 - - - - - - - -
6 85 1 - - - - 25% 25% - -
7 90 1 - - - - - - 25% 75%
8 95 1 - - - - - - 25% 25%
9 100 2 - - - - - - 50% -
Jumlah - - - - 25% 25% 100% 100%

26
1. Perbandingan persentase jumlah peserta didik yang mencapai KKM
pada siklus II, dengan melihat diagram batang dibawah ini.

Gambar 4.2
Diagram Batang persentase jumlah peserta didik
yang mencapai KKM pada siklus II

100%
80%
60% Amat Baik
40% Baik

20% Cukup Kurang

0%
Nilai Nilai
PengetahuanKeterampilan

KurangCukupBaikAmat Baik

C. Refleksi
Dari tabel dan grafik diatas ditampilkan adanya perubahan peningkatan
yang signifikan. Dapat dilihat. Nilai rata-rata pengetahuan kriteria ketuntasan
minimal membaca permulaan sebesar 94 dan untuk rata-rata nilai Keterampilan
kriteria ketuntasan minimal membaca permulaan sebesar 89. Peserta didik yang
mendapat nilai pengetahuan diatas kriteria ketuntasan minimal sebanyak 4 (100%)
peserta didik dengan predikat amat baik, dan untuk nilai keterampilan diatas
kriteria ketuntasan minimal sebanyak 4 (100%) peserta didik dengan predikat
amat baik. yang mendapat nilai pengetahuan dengan kriteria ketuntasan minimal
sebanyak 1 (25%) peserta didik dengan predikat baik, dan nilai keterampilan
dengan kriteria ketuntasan minimal sebanyak 1 (25%) peserta didik dengan
predikat baik, Pada pelajaran membaca permulaan yang ditetapkan sekolah.

27
Berdasarkan data yang diperoleh, membuktikan bahwa nilai pengetahuan
dan keterampilan dalam mengikuti pelajaran kelas II inklusi materi membaca
permulaan sudah sangat baik, dan tidak perlu lagi diadakan tindakan kelas
untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan metode suku
kata.

D. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Peningkatan dari hasil keseluruhan belajar peserta didik dari mulai siklus
I sampai dengan siklus II dapat dilihat dalam bentuk tabel dan grafik dibawah ini.

Tabel 4.5
Nilai Pengetahuan dan Keterampilan pada Siklus I, dan Siklus II
No Nama KKM Pengetahuan Keterampilan Ket
Siklus Pre Siklus Pre Siklus Pre Siklus Pre
I II I II
M. Bintang 65 65 C 85 B 70 C 90 A
Antoni 65 75 C 90 A 75 C 85 B
Daniel 65 80 B 95 A 90 A 90 A
Alexander
Renaldo Lim 65 90 A 100 A 90 A 90 A
Bagas 65 95 A 100 A 95 A 95 A
Jumlah 405 470 415 450
Rata-rata 81 95 83 90
Nilai Terbesar 95 100 95 95
Nilai Terkecil 65 85 70 85

28
Tebal 4.6
Persentase Nilai Pengetahuan Peserta didik Pada Siklus I, dan Siklus II

No Nilai Fre Fre Persentase % Ket


Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II K = Kurang
K C B AB K C B AB C = Cukup
1 60 0 0 - - - - - - - - B = Baik
2 65 1 0 - 25% - - - - - - AB = Amat
3 70 0 0 - - - - - - - - Baik
4 75 1 0 - 25% - - - - - -
5 80 1 0 - - 25% - - - - -
6 85 0 1 - - - - - - 25% -
7 90 1 1 - - - 25% - - - 25%
8 95 1 1 - - - 25% - - - 25%
9 100 0 2 - - - - - - - 50%
Jumlah - 50% 25% 50% - - 25% 100%

29
Tebal 4.6
Persentase Nilai Keterampilan Peserta didik Pada Siklus I, dan Siklus II

No Nilai Fre Fre Persentase % Ket


Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II K = Kurang
K C B AB K C B AB C = Cukup
1 60 0 0 - - - - - - - - B = Baik
2 65 0 0 - - - - - - - - AB = Amat
3 70 1 0 - 25% - - - - - - Baik
4 75 1 0 - 25% - - - - - -
5 80 0 0 - - - - - - - -
6 85 0 1 - - - - - - 25% -
7 90 2 3 - - - 50% - - - 75%
8 95 1 1 - - - 25% - - - 25%
9 100 0 0 - - - - - - - -
Jumlah - 50% - 75% - - 25% 100%

30
Gambar 4.3
Diagram Persentase Jumlah Nilai yang Mnecapai KKM pada Siklus I, dan Siklus II

100%

80%
Amat Baik
60%
40% Baik
Cukup Kurang
20%
0%
NilaiNilaiNilaiNilai
PengetahuanKeterampilanPengetahuanKeterampilan Siklus ISiklus
ISiklus IISiklus II

31
Berdasarkan dari tabel dan grafik diatas analisis nilai pengetahuan dari
hasil evaluasi siklus 1 diperoleh data 2 peserta didik (50%) mendapat nilai cukup
sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal, 1 peserta didik (25%) mendapat nilai
baik , dan 2 peserta didik (50%) mendapat nilai amat baik diatas kirteria
ketuntasan minimal. Dari data tersebut bahwa tujuan pembelajaran sudah terjadi
peningkatan nilai dari hasil evaluasi ulangan harian ke siklus I sebesar (75%).
Berdasarkan dari tebal dan grafik diatas analisis nilai evaluasi siklus II
diperoleh data persentase nilai (0%) peserta didik yang mendapatkan nilai cukup,
peserta didik (25%) mendapatkan nilai baik, dan 4 peserta didik (100%) mendapat
nilai amat baik diatas kriteria ketuntasan minimal. Data tersebut dapat diartikan
peningkatan yang signifikan dalam pembelajaran di kelas II inklusi, mulai dari
evaluasi ulangan harian sampai dengan siklus II.
Sedangkan untuk penilaian keterampilan berdasarkan dari tabel dan
grafik diatas hasil evaluasi siklus I diperoleh 2 peserta didik (50%) mendapat nilai
cukup, 3 peserta didik (75%) mencapat nilai amat baik diatas kriteria ketuntasan
minimal. Sedangkan hasil evaluasi siklus II diperoleh 1 peserta didik (25%)
mendapat nilai baik, 4 peserta didik (100%) mendapat nilai amat baik diatas
kriteria ketuntasan minimal. Dari data tersebut peningkatan pembelajaran di kelas
II inklusi meningkat secara signifikan mulai dari evaluasi hasil ulangan harian
sampai dengan siklus II.
Nilai Rata-rata pengetahuan pada siklus I adalah 81, dan nilai rata-rata
keterampilan adalah 83, kemudian meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata
pengetahuan adalah 95, dan nilai rata-rata keterampilan adalah 90. Hal ini dapat
dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas pada pembelajaran yang peneliti
lakukan dengan menggunakan metode suku kata dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas II inklusi SD
Bakti Parittiga.
Penilaian perbaikan tindakan kelas pada pembelajaran evaluasi hasil
ulangan harian sampai dengan siklus II mengalami peningkatan yang signifikan,
hal ini dikarenakan adanya perubahan penggunaan metode pembelajaran dalam
penyampaian materi pelajaran. Pada evaluasi hasil ulangan harian peneliti hanya

32
menggunakan metode ceramah, sehingga peserta didik merasa cepat bosan, tidak
fokus, dan hanya bermaian saja. Pada siklus I dan siklus II peningkatan minat
belajar peserta didik mulai terlihat karena adanya perubahan metode yang tepat
yaitu metode suku kata, dengan adanya umpan balik antara peserta didik dan guru.
Hal ini menyebabkan perubahan tingkah laku, respon, keaktifan, ketertarikan, dan
minat peserta didik meningkat karena penggunaan metode yang tepat tersebut.

33
BAB V
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT

A. Kesimpulan
Perbaikan pembelajaran penelitian tindakan kelas pada siklus I dan siklus
II yang dilaksanakan pada bulan November 2021 dengan judul meningkatkan
kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan metode suku kata bagi
anak berkebutuhan khusus kelas II di SD Bakti Parittiga tahun pelajaran
2021/2022, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan
pemahaman peserta didik dalam pembelajaran membaca permulaan pada kelas II
inklusi ini. Hal ini terbukti dengan data Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
dalam perbaikan penelitian tindakan kelas menggunakan metode suku kata materi
membaca permulaan. Peserta didik dibimbing untuk lebih antusias, aktif, dan
kreatif dalam pembelajaran di kelas inklusi. Pada tahap oreintasi peneliti
menyiapkan dan menjelaskan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik,
kemudian pada tahap persentasi peneliti mempraktekkan tentang materi pelajaran
menggunakan huruf perkata yang ditulis dipapan tulis. Dilanjutkan pada tahap
latihan yang diberikan secara terstruktur yang dibimbing oleh guru untuk
membaca perhuruf secara berulang-ulang supaya peserta didik dengan mudah
untuk mengingat dan menghafal. Pada tahap terbimbing guru membimbing
peserta didik mengenal huruf dan kata yang telah disiapkan oleh guru yang ada
didalam kelas. Hal ini dilakukan bertujuan agar peserta didik paham dengan
konsep dasar membaca permulaan yang diberikan guru, dengan adanya latihan
secara mandiri membuat peserta didik menyenangi apa yang diajarkan oleh guru
serta menilai sejauh mana pemahaman peserta didik dalam mengenal huruf yang
telah dikuasai oleh peserta didik
Adapun hasil dari pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi ini, ternyata
peserta mampu :
1. Meningkatkan hasil dan pemahaman peserta didik tentang
pembelajaran tentang membaca permulaan dengan menggunakan

34
metode suku kata bagi anak berkebutuhan khusus kelas II di SD Bakti
Parittiga.
2. Memperbaiki pembelajaran yang dilakukan oleh guru baik secara terus
menerus maupun melalui tahapan pada pelajaran yang diajarkan.
Sebelum dilaksanakan siklus I peningkatan peserta didik dalam
pembelajaran membaca permulaan hanya 1 peserta didik saja yang memenuhi
kriteria ketuntasan minimal dari 5 peserta didik dalam belajar. Hal ini disebabkan
karena materi yang dijelaskan oleh guru dengan menggunakan metode ceramah,
guru kurang dalam memberikan motivasi kepada peserta didik, sehingga respon
peserta didik dirasa kurang dan lebih banyak bermain daripada memperhatikan
penjelasan guru. Dengan penggunaan metode ceramah ini guru lebih banyak
mendominasi daripada peserta didiknya, sehingga kinerja guru harus ditingkatkan
juga.
Ketidakberhasilan dalam pembelajaran di kelas inklusi ini, maka guru
harus mengembangkan lagi pelajaran yang diajarkan dengan memalui perbaikan
tindakan kelas yang dilaksanakan pada siklus I. Melalui perbaikan pembelajaran
pada siklus I sudah terlihat ada peningkatan, dimana peserta didik sudah mulai
baik memahami materi pelajaran yang dijelaskan guru sehingga peserta didik
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Namun hal ini masih perlu
bimbingan lagi karena dari hasil tes yang diberikan guru masih perlu adanya
peningkatan dalam memenuhi kriteria ketuntasan minimal secara optimal.
Pada siklus II materi pembelajaran yang diajarkan guru sudah memenuhi
kriteria ketuntasan minimal karena sudah dapat dibuktikan dari hasil penguasaan
peserta didik dalam materi membaca permulaan dan dapat dibandinng dengan
evaluasi hasil ulangan harian serta siklus I. Secara umum dalam segala aspek
sudah memenuhi apa yang menjadi permasalahan yang peneliti hadapi. Mulai dari
kegiatan sampai evaluasi, media, strategi, metode, dan tahapan pembelajaran
diberikan oleh guru sudah sangat baik.
Dengan demikian hasil nilai yang ditunjukkan dengan pencapaian kriteria
ketuntasan minimal melebihi standar yang ditetapkan sekolah dan dengan adanya
peningkatan serta kemajuan sehingga dengan penggunaan tahapan metode suku

35
kata ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus
dalam pelajaran membaca permulaan di kelas II inklusi SD Bakti Parittiga.

B. Saran
Dalam peningkatan kemampuan pembelajaran membaca permulaan bagi
peserta didik berkebutuhan khusus dengan memperhatikan beberapa hal dan
membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, dengan ini perlu diperhatikan saran-
saran berikut :
1. Bagi Guru
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa dengan penggunaan
metode suku kata, peserta didik dengan mudah memahami pembelajaran
membaca permulaan. Untuk guru disarankan untuk meneliti dengan
menggunakan metode suku kata dalam pembelajaran membaca permulaan.
Dengan peningkatan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran
membaca permulaan guru dapat mengembangkan alat assesmen sendiri, yaitu
cara membuat beberapa soal yang menggambarkan kemampuan peserta didik
yang disesuaikan dengan kualitas belajar peserta didik
2. Pihak Sekolah
Saran bagi sekolah adalah agar pihak sekolah senantiasa menyediakan alat
atau sumber pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta didik berkebutuhan
khusus. Untuk penyediaan alat atau sumber pembelajaran yang ada di sekolah
dengan menggunakan dana sekolah yang telah disesuaikan untuk kebutuhan
peserta didik berkebutuhan khusus ini, dan juga dengan pengajuan proposal
kepada instansi terkait, atau lembaga-lembaga masyarakat lainnya. Sekolah
juga dapat melakukan kerjasama antara orang tua peserta didik untuk
pengadaan alat atau sumber belajar.
3. Orang Tua
Orang tua di rumah dapat membantu guru dengan mengulang kembali
pelajaran yang telah diajarkan peserta didik di sekolah dengan cara menjalin
komunikasi antara orang tua dan guru mengenai perkembangan anaknya agar
sejalan dengan cara belajar dirumah.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Saleh. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Efektif Di Sekolah


Dasar.Jakarta: departemen pendidikan nasional direktorat jendral
pendidikan tinggi direktorat ketenagaan.
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1993. Pembinaan Kemampuan menulis Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Atmaja, J. R (2018). Pendidikan dan BImbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: Rosda diakses pada 2 November 2021
Baihaqi, M & Sugiarmin. M (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD.
Bandung : PT. Refika Aditama.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Haris, A. J & Sipay, E. R (1980). How to increase reading ability, a guide
todevelopment and remedial method. New York: Longman.
Permendikbud No. 70 tsahun 2009. tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa dalam kelembagaan.ristekdikti.go.id diakses pada 2 November
2021.
Supriyadi. Dkk. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.

37
38

Anda mungkin juga menyukai