Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea

1. Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang berarti

memotong atau menyayat. Sectio caesarea merupakan tindakan

pembedahan yang dilakukan untuk mengeluarkan bayi dari rahim ibu

melalui cara menyayat dinding perut dan juga dinding uterus ibu dengan

indikasi medis tertentu atau jika dengan persalinan melalui vagina tidak

memungkinkan untuk dilakukan, maka tindakan sectio caesarea dapat

dilakukan. Janin yang dilahirkan harus dalam keadaan yang utuh dan

beratnya diatas 500 gram (Solehati, 2017; Sianipar & Metasari, 2018).

2. Jenis-jenis Sectio Caesarea

Menurut Oxorn & Forte (2012), jenis-jenis Sectio Caesarea yaitu :

a. Segmen bawah : insisi melintang

Tipe sectio caesarea tipe ini memungkinkan abdomen dibuka

dan uterus disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang

terletak dengan sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan

dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan

bersama dengan kandung kemih didorong ke bawah serta ditarik agar

tidak menutupi lapang pandang.


Keuntungan :

1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus

2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah ke samping, cara ini untuk

mengurangi perdarahan

3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta

4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diekstraksi

5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah

dirapatkan kembali dibandingkan segmen atas yang tebal.

Kerugian :

1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti pada kasus bayi besar

2) Prosedur ini tidak dianjurkan jika terdapat abnormalitas pada

segmen bawah

3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik,

pembedahan melintang sukar untuk dikerjakan

4) Kadang-kadang vesika urinaria melekat pada jaringan cicatrix

yang terjadi sebelumnya sehingga vesika urinaria dapat terluka.

b. Segmen bawah : insisi membujur

Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan

gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe

ini yaitu dapat memperlebar insisi ke atas apabila bayinya besar,

pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak

lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang


menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih

banyak karena terpotongnya otot.

c. Sectio Caesarea Klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke

dalam dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah

dengan gunting berujung tumpul.

Indikasi :

1) Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu adanya

pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior, vesika

urinaria yang letaknya tinggi dan melekat dan mioma segmen

bawah

2) Bayi yang terletak lintang

3) Beberapa kasus plasenta previa anterior

4) Malformasi uterus tertentu

Kerugian :

1) Miometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka, dan

perdarahannya banyak

2) Bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan

aspirasi cairan ketuban lebih besar

3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan

memotongnya dan dapat menimbulkan kehilangan darah dari

sikulasi janin yang berbahaya


4) Insiden perlekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih

tinggi

5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi

d. Sectio Caesarea Extraperitoneal

Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya

histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan

mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Teknik

pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk ke dalam

cavum peritoneum dan insiden cedera vesika urinaria meningkat.

e. Histerektomi Caesarea

Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan

dengan pengeluaran uterus.

Indikasi :

1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal

2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus

plasenta previa dan abruptio plasenta tertentu

3) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium

4) Ruptur arteri yang tidak dapat diperbaiki

5) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

Komplikasi :

1) Angka morbiditasnya 20%

2) Kehilangan darah lebih banyak


3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk

pembentukan fistula

4) Trauma psikologis akibat hilangnya rahim

3. Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Hartati dan Maryunani (2015) indikasi persalinan sectio caesarea

dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Persalinan sectio caesarea atas indikasi ibu :

1) Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses

persalinan.

2) Detak jantung janin melambat

3) Komplikasi pre eklamsia

4) Ibu menderita herpes

5) Putusnya tali pusat

6) Resiko luka parah pada rahim

7) Bayi dalam posisi sungsang

8) Bayi besar

9) Plasenta previa

10) Presentasi bokong akibat kehamilan

11) Presentasi bahu

b. Persalinan sectio caesarea atas indikasi bayi yaitu :

1) Gawat janin

2) Tali pusat penumpang

3) Primigravida tua
4) Kehamilan dengan diabetes mellitus

5) Infeksi intra partum

6) Kehamilan kembar

7) Kehamilan dengan kelainan kongenital

8) Anomali janin misalnya hidrosefalus

4. Kontraindikasi Sectio Caesarea

Menurut Maryunani (2014) beberapa kontraindikasi sectio caesarea

adalah sebagai berikut :

a. Infeksi pada peritoneum

b. Janin mati

c. Kurangnya fasilitas atau tenaga yang ahli

5. Komplikasi Post Sectio Caesarea

Menurut Solehati (2017) komplikasi yang sering terjadi pada pasien post

sectio caesarea adalah :

a. Infeksi puerperal

Infeksi ini merupakan infeksi bakteri yang menyerang bagian tubuh

reproduksi setelah post partum, keguguran ataupun post sectio

caesarea, biasanya ditandai dengan kenaikan suhu bersifat berat

seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.

b. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi saat proses pembedahan karena cabang-

cabang arteri terbuka atau karena atomia uteri.


c. Nyeri pada luka operasi menyebabkan ibu tidak leluasa menggendong

dan menyusui bayinya, semakin tinggi nyeri maka semakin lambat

pengeluaran ASI

d. Membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama karena efek

pembiusan, sehingga untuk dapat berjalan dan bangun dari tempat

tidur membutuhkan waktu 1-2 hari. Hal ini dapat mempengaruhi ibu

dalam pemberian ASI.

e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya

parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan selanjutnya bisa

terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak

ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

6. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

Tindakan yang biasa dilakukan oleh perawat untuk menangani pasien post

sectio caesarea dimulai dari keluar ruang operasi yaitu sebagai berikut

(Roberia, 2018) :

a. Analgesik

1) Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg

meperidine (intra muskuler) setiap 3 jam sekali bila diperlukan

untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara

serupa 10 mg morfin

2) Wanita dengan postur tubuh kecil, diberikan dosis 50 mg

meperidine
3) Wanita dengan postur tubuh besar, dosisnya lebih tinggi yaitu 100

mg meperidine

b. Perawatan payudara

Jika ibu memutuskan tidak menyusui maka pemberian ASI dapat

dimulai pada hari post operasi, pemasangan pembalut payudara untuk

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi,

biasa untuk mengurangi rasa sakit.

B. ASI dan Proses Menyusui

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa, dan garam-garam organik yang di sekresi oleh kedua belah

kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Jannah, 2017).

ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI khusus di buat untuk

bayi manusia, kandungan dari ASI sangat sempurna, serta sesuai dengan

kebutuhan tumbuh kembang bayi (Dewi & Sunarsih, 2011)

2. Anatomi Payudara

Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit dan diatas otot dada,

tepatnya pada hemithoraks kanan dan kiri, payudara manusia berbentuk

kerucut tapi seringkali berukuran tidak sama, payudara dewasa beratnya

kira-kira 200 gram, yang umumnya lebih besar daripada yang kanan. Pada

waktu hamil payudara membesar mencapai 600 gram dan pada waktu

menyusui mencapai 800 gram (Anik Puji Rahayu, 2016).


a. Corpus Mammae

Badan payudara seutuhnya, didalamnya berisi jaringan ikat, kelenjar

lemak, saraf, pembuluh darah, kelenjar getah bening, kelenjar

payudara yang berisi sel-sel dan kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.

b. Areola

Area yang gelap yang mengelilingi puting susu, warnanya ini

disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulit.

Perubahan warna pada areola tergantung pada warna kulit dan adanya

kehamilan. Selama kehamilan warna areola akan menjadi lebih gelap

dan menetap. Pada daerah ini didapatkan kelenjar keringat, kelenjar

lemak dari montgomery yang akan membesar selama kehamilan,

kelenjar ini akan mengeluarkan suatu bahan yang dapat melicinkan

areola selama menyusui. Pada areola terdapat duktus laktiferus yang

merupakan tempat penampungan air susu.

c. Papilla Mammae atau Puting Susu

Letaknya bervariasi sesuai ukuran payudara, terdapat lubang-lubang

kecil di puting susu yang merupakan muara dari duktus laktiferus

(tempat penampungan ASI). Pada puting susu juga didapatkan ujung-


ujung saraf dan pembuluh darah. Diantara areola dan puting susu

terdapat serat-serat otot polos yang tersusun melingkar, sehingga

apabila ada kontraksi ketika bayi menghisap, maka duktus laktiferus

akan memadat dan menyebabkan puting susu yang merupakan muara

ASI bekerja, serta serat otot polos yang tersusun sejajar akan menarik

kembali puting susu.

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Payudara

3. Fisiologi Laktasi

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian diantaranya yaitu,

produksi ASI dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio

berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan

terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk

maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang

berfungsi untuk produksi ASI selain hormon lain seperti insulin, tiroksin

dan sebagainya (Maryunani, 2015).

Selama masa kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat, tetapi

ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen

yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen

dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan

dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih

dini, terjadinya perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin dan

hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar (Maryunani, 2015).


a. Terdapat dua refleks penting dalam proses laktasi yaitu refleks

prolaktin dan refleks aliran, yang timbul akibat perangsangan puting

susu oleh hisapan bayi (Maryunani, 2015) :

1) Refleks prolaktin

Puting susu berisi banyak ujung saraf sensoris. Bila saraf tersebut

dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus, yaitu

selanjutnya ke kelenjar hipofisis depan sehingga kelenjar ini

mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon tersebut yang berperan

dalam produksi ASI di tingkat alveoli. Refleks prolaktin muncul

setelah menyusui dan menghasilkan susu untuk proses menyusui

berikutnya. Prolaktin lebih banyak dihasilkan pada malam hari

dan refleks prolaktin menekan ovulasi. Dengan demikian, mudah

dipahami bahwa semakin sering rangsangan penyusuan, semakin

banyak ASI yang dihasilkan.

2) Refleks Aliran ( Let Down Reflex).

Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke

kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian

belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon

oksitosin berfungsi yaitu memacu kontraksi otot polos yang ada

di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa

keluar. Semakin sering menyusui, pengosongan alveolus dan

saluran semakin baik sehingga kemungkinan terjadinya

bendungan ASI semakin kecil, dan menyusui akan semakin


lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya

mengganggu dalam proses menyusui, tetapi juga berakibat

mudah terkena infeksi pada payudara.

b. Tiga refleks penting dalam mekanisme hisapan bayi yaitu refleks

menangkap (Rooting reflex), refleks menghisap dan refleks menelan

yang diuraikan sebagai berikut (Maryunani, 2015) :

1) Refleks menangkap (Rooting Reflex)

Refleks menangkap timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya,

bayi akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang

dengan papilla mammae, maka bayi akan membuka mulut dan

berusaha untuk menangkap puting susu.

2) Refleks menghisap

Refleks menghisap timbul apabila langit-langit mulut bayi

tersentuh, biasanya oleh puting susu. Supaya puting mencapai

bagian belakang palate, maka sebagian besar areola harus

tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus

yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan

palate, sehingga ASI terperas keluar.

3) Refleks menelan

Bila mulut bayi terisi ASI, maka bayi akan menelannya.

4. Jenis-jenis dan Kandungan ASI

a. Jenis-jenis ASI
Menurut Maria Pollard (2015), terdapat 3 (tiga) jenis ASI sebagai

berikut :

1) Kolostrum

Kolostrum diproduksi sejak minggu ke-16 kehamilan dan siap

untuk menyongsong kelahiran. Kolostrum merupakan cairan

berwarna kuning/jingga yang pekat yang menjadikannya

makanan ideal bagi bayi yang baru lahir. Kolostrum juga

mempunyai efek membersihkan yang dapat membantu

membersihkan perut dari mekonium. Kolostrum selain berisi

antibodi serta zat-zat anti infeksi juga kaya akan faktor-faktor

pertumbuhan serta vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.

2) ASI Transisi/Peralihan

ASI ini adalah ASI yang diproduksi dalam 2 minggu awal,

volume ASI secara bertahap bertambah, konsentrasi imunoglobin

menurun dan terjadi penambahan unsur yang menghasilkan

panas, lemak dan laktosa.

3) ASI Matur

Kandungan ASI matur dapat bervariasi di antara waktu menyusui.

Pada awal menyusui, ASI ini kaya akan protein dan laktosa,

namun ketika penyusuan berlanjut, kadar lemak secara bertahap

bertambah sementara volume ASI berkurang.

b. Kandungan ASI

Kandungan ASI menurut Maria Pollard (2015) antara lain :


1) Lemak

Lemak merupakan sumber energi utama dan menghasilkan kira-

kira setangah dari total seluruh kalori susu. ASI terdiri dari asam

lemak tak jenuh rantai panjang yang membantu perkembangan

otak dan mata, serta saraf dan sistem vaskuler.

2) Protein

ASI matur mengandung kira-kira 40% kasein dan 60% protein

dadih yang membentuk dadih lunak di dalam perut dan mudah

dicerna. Protein dadih mengandung protein anti infeksi sementara

kasein penting untuk mengangkut kalsium dan fosfat. Laktoferin

mengikat zat besi, memudahkan absorbsi dan mencegah

pertumbuhan bakteri di dalam usus. Taurin juga dibutuhkan untuk

menggabungkan atau mengkonjungasikan garam-garam empedu

dan menyerap lemak pada hari-hari awal serta membentuk mielin

pada saraf.

3) Prebiotik (Oligosakarida)

Prebiotik berinteraksi dengan sel-sel epitel usus untuk

merangsang sistem kekebalan agar menurunkan pH usus guna

mencegah bakteri-bakteri patogen agar tidak menimbulkan

infeksi dan menambah jumlah bakteri bifido pada mukosa.

4) Karbohidrat

Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI dan dengan

cepat dapat diurai menjadi glukosa. Laktosa penting bagi


pertumbuhan otak dan terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam

susu manusia dibandingkan dengan susu mamalia lainnya.

Jumlah laktosa dalam ASI juga mengatur volume produksi susu

melalui cara osmosis.

5) Zat Besi

Bayi-bayi yang diberi ASI tidak membutuhkan suplemen

sebelum usia 6 bulan karena rendahnya kadar zat besi dalam ASI

yang terikat oleh laktoferin yang menyebabkannya menjadi lebih

terserap dan dengan demikian mencegah pertumbuhan bakteri-

bakteri dalam usus. Susu formula mengandung kira-kira 6x lipat

zat besi bebas yang kurang terserap sehingga memacu

perkembangan bakteri dan risiko infeksi.

6) Vitamin Larut Lemak

Konsentrasi vitamin A dan E cukup bagi bayi, vitamin D dan K

tidak selalu berada dalam jumlah yang diinginkan. Vitamin D

penting untuk pembentukan tulang, tetapi jumlahnya tergantung

pada jumlah pajanan ibu terhadap sinar matahari. Vitamin K

dibutuhkan untuk pembekuan darah. Kolostrum mempunyai

kadar vitamin K rendah dan oleh karena itu vitamin K diberikan

secara rutin pada bayi ketika lahir. Ketika laktasi matur dan usus

bayi terkoloni oleh bakteri, kadar vitamin K meningkat.

7) Elektrolit dan Mineral


Kandungan elektrolit dalam ASI 1/3 lebih rendah dari susu

formula, dan 0,2 % natrium, kalium dan klorida. Kalsium, fosfor

dan magnesium yang terkandung dalam ASI mempunyai

konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dalam plasma.

8) Imunoglobulin

Imunoglobulin yang terkandung dalam ASI diperoleh dalam 3

(tiga) cara dan tidak dapat ditiru susu formula :

a) Antibodi yang berasal dari infeksi yang pernah dialami oleh

Ibu

b) sIgA (Immunoglobulin A sekretori), yang terdapat dalam

saluran pencernaan

c) Jaras entero-mamari dan bronko-mamari {Gut-Associated

Lymphatic Tissue (GALT)} dan Bronchus-Associated

Lymphatic Tissue (BALT). Keduanya mendeteksi infeksi

dalam lambung atau saluran napas ibu dan menghasilkan

antibiotik.

Sel darah putih ada dan bertindak sebagai mekanisme pertahanan

terhadap infeksi, fragmen virus menguji sistem kekebalan bayi

dan molekul-molekul anti-inflamasi diperkirakan melindungi

bayi terhadap radang akut mukosa usus dengan jalan mengurangi

infeksi dalam merespon bakteri-bakteri patogen usus.

C. Menyusui Tidak Efektif pada Post Sectio Caesarea


1. Definisi

Menyusui tidak efektif merupakan kondisi dimana ibu dan bayi mengalami

ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2016). Kegagalan dalam proses menyusui disebabkan karena

timbul beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun masalah pada

bayi. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak

sebelum pesalinan, pada masa pasca persalinan dini, dan masa pasca

persalinan lanjut (Maryunani, 2015).

2. Etiologi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016, p. 75) penyebab menyusui

tidak efektif ada dua yaitu fisiologis dan situasional :

a. Penyebab menyusui tidak efektif dari fisiologis diantaranya :

1) Ketidakadekuatan suplai ASI

2) Anomali payudara ibu ( mis. puting yang masuk ke dalam)

3) Ketidakadekuatan refleks oksitosin

4) Payudara bengkak

5) Riwayat operasi payudara

b. Penyebab menyusui tidak efektif dari situasional diantaranya :

1) Kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan

metode menyusui

2) Faktor budaya

3. Manfaat Pemberian ASI

Menurut Ida Widiartini (2017, p. 37-40)


a. Manfaat asi untuk bayi

1) Memberikan pertumbuhan yang baik

2) Merupakan nutrisi yang ideal untuk bayi

3) Mendapatkan makanan utama dan satu-satunya usia 0-6 bulan

4) Meningkatkan kasih sayang

5) Meningkatkan inteligensia

b. Manfaat asi untuk ibu

1) Mengurangi risiko perdarahan

2) Membantu menurunkan berat badan

3) Meningkatkan kesehatan ibu

4) Memperkecil ukuran rahim

5) Menunda kehamilan

6) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan

4. Masalah-masalah Dalam Menyusui

a. Masalah menyusui pada masa pasca persalinan dini

Pada masa pasca persalinan dini, kelainan yang sering terjadi yaitu

puting susu datar atau terbenam, puting susu lecet, payudara bengkak

(bendungan ASI), saluran susu tersumbat dan mastitis atau abses

(Kumalasari, 2015) :

1) Puting susu lecet

Pada keadaan ini, sering kali seorang ibu menghentikan menyusui

karena putingnya sakit, juga bisa disebabkan karena perlekatan

kurang tepat. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh ibu adalah
mengecek bagaimana perlekatan ibu dan bayi, serta mengecek

apakah terdapat infeksi candida (mulut bayi perlu dilihat).

Biasanya kulit merah, mengkilat, kadang gatal, terasa sakit yang

menetap, dan kulit kering bersisik (flaky). Pada keadaan puting

susu lecet, yang kadang kala retak-retak atau luka, maka dapat

dilakukan cara- cara seperti berikut :

a) Ibu dapat terus memberikan ASI-nya pada keadaan luka

tidak begitu sakit.

b) Olesi puting susu dengan ASI akhir, jangan sekali-sekali

memberikan obat lain, seperti krim, salep, dan lain-lain.

c) Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara

waktu kurang lebih 1x24 jam, dan biasanya akan sembuh

sendiri dalam waktu sekitar 2x24 jam.

d) Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap

dikeluarkan dengan tangan dan tidak dianjurkan dengan alat

pompa karena akan nyeri.

e) Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk

menggunakan sabun

2) Payudara bengkak

Sebelumnya, perlu dibedakan antara payudara penuh

karena berisi ASI (bendungan ASI) dan payudara bengkak. Pada

payudara penuh, gejala yang dirasakan pasien adalah rasa berat

pada payudara, panas dan keras, sedangkan pada payudara


bengkak, akan terlihat payudara edema, pasien merasakan sakit,

puting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, ASI

tidak keluar bila diperiksa atau dihisap, dan badan demam setelah

24 jam. Hal tersebut terjadi disebabkan karena beberapa hal,

diantaranya yaitu produksi ASI meningkat, terlambat menyusui

dini, perlekatan kurang baik, mungkin kurang sering ASI

dikeluarkan, mungkin juga ada pembatasan waktu menyusui.

Untuk mencegah maka diperlukan tindakan seperti menyusui

dini, perlekatan yang baik, dan menyusui “On Demand”, dimana

bayi harus lebih sering disusui. Hal-hal yang perlu dilakukan

untuk mengatasi payudara bengkak antara lain :

a) Apabila terlalu tegang atau bayi tidak dapat menyusui,

sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu agar ketegangan

menurun

b) Untuk merangsang refleks oksitosin maka dilakukan :

(1) Kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit

(2) Ibu harus rileks

(3) Pijat leher dan punggung belakang (sejajar dengan

payudara)

(4) Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-

pelan kearah tengah)


(5) Stimulasi payudara dan puting. Caranya, pegang puting

dengan dua jari pada arah yang berlawanan, kemudian

putar puting dengan lembut searah jarum jam.

c) Selanjutnya kompres dingin pasca menyusui untuk

mengurangi edema

d) Pakailah BH yang sesuai dengan ukuran dan bentuk

payudara yang dapat menyangga payudara dengan baik. Bila

terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik.

3) Mastitis atau abses payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Ada 2 jenis

mastitis yaitu, noninfective mastitis (karena pembendungan

ASI/milk stasis) dan infective mastitis (telah terinfeksi bakteri).

Gejala yang ditemukan adalah payudara menjadi merah, bengkak,

kadang kala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat,

di dalam terasa ada masa padat, dan di luarnya kulit menjadi

merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah

persalinan, diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang

berlanjut karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau

tekanan baju/BH oleh karena pengeluaran ASI yang kurang baik

pada payudara yang besar, terutama pada bagian bawah payudara

yang menggantung.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

mastitis, antara lain :


a) Kompres hangat dan pemijatan

b) Rangsang oksitosin dimulai pada payudara yang tidak sakit,

yaitu stimulasi puting, pijat leher-punggung dan lain-lain

c) Pemberian antibiotik : flucloxacilin atau erythromicin selama

7-10 hari

d) Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk

penghilang rasa nyeri

e) Kalau sudah terjadi abses sebaiknya payudara yang sakit

tidak boleh disusukan karena mungkin memerlukan tindakan

bedah.

b. Masalah dalam menyusu pada bayi menurut Monika (2014)

diantaranya :

1) Bingung Puting

Bingung puting merupakan tantangan menyusui yang umumnya

terjadi karena beberapa sebab. Ketika bayi yang baru belajar

menyusu diberi empeng atau botol dot untuk minum ASI

perah/PASI (susu formula), maka bayi dapat menjadi bingung

puting.

Tanda-tanda bayi mengalami bingung puting :

a) Bayi mendorong lidahnya ke atas selama menghisap

b) Mulut bayi mendorong payudara

c) Bayi tidak membuka bagian bawah mulutnya dengan lebar


d) Bayi hanya menghisap sebagian puting ibu, sehingga

berpotensi menyebabkan nyeri puting.

e) Bayi terlihat sudah melekat, tetapi tidak mau menghisap

f) Bayi menjadi rewel dan tidak sabar karena ASI tidak

mengalir secepat/semudah aliran botol.

g) Bayi tidak melekat dengan baik dan tidak menghisap dengan

efektif untuk mengosongkan payudara ibu.

h) Bayi menolak menyusui pada payudara sama sekali

2) Bayi Menolak Menyusu (Nursing Strike)

Bayi menolak menyusu dapat terjadi kapan saja dengan berbagai

penyebab. Berikut ini bebrapa kategori bayi yang menolak

menyusu, yaitu :

a) Bayi yang menolak payudara

Penyebab bayi menolak payudara yaitu, bayi mencium bau

yang berbeda pada payudara dan bayi yang sedang sakit.

b) Bayi yang tidak dapat melekat

Beberapa kemungkinan penyebab bayi yang tidak dapat

melekat, antara lain proses persalinan traumatis, reaksi atas

obat-obatan yang dikonsumsi ibu, posisi menyusui yang

tidak baik, dan cara menggendong bayi yang tidak nyaman

c) Bayi yang setelah melekat melepaskan diri dari payudara


Beberapa kemungkinan penyebabnya, antara lain bayi tidak

dapat bernapas dengan baik dan bayi tidak dapat mengatasi

derasnya aliran ASI.

d) Bayi yang sudah melekat, tetapi tidak mau menghisap

Beberapa penyebabnya, antara lain bayi lahir

preterm/prematur, bayi sakit, BBLR, dan bayi yang

kebutuhan menghisapnya sudah terpenuhi dengan empeng.

c. Masalah menyusui dalam keadaan khusus

Menurut Taufan, Nurrezki, Desi, Wilis (2014), masalah menyusui

dalam keadaan khusus diantaranya :

1) Ibu melahirkan dengan sectio caesarea

Meskipun seorang ibu menjalani persalinan sesar tetapi ada juga

yang mempunyai keinginan kuat untuk tetap memberikan ASI

pada bayinya. Namun demikian, ada beberapa keadaan yang

dapat mempengaruhi ASI baik langsung maupun tidak langsung

diantaranya yaitu pengaruh pembiusan saat operasi dan psikologi

ibu. Ibu dengan pasca persalinan sesar tetap dapat memberikan

ASI-nya.

2) Ibu sakit

Ibu sakit bukan merupakan alasan untuk berhenti menyusui.

melainkan dengan tetap menyusui, karena ASI dapat melindungi

bayi dari penyakit. Pada saat ibu sakit diperlukan bantuan dari

orang lain untuk merawat bayi dan rumah tangga. Dengan


harapan, ibu tetap mendapatkan istirahat yang cukup. Periksalah

ke tenaga kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan

yang tidak mempengaruhi ASI maupun bayi.

3) Ibu penderita hepatitis dan ibu penderita HIV/AIDS

Perbedaan pandangan mengenai penularan penyakit HIV/AIDS

atau hepatitis melalui ASI dari ibu pederita kepada bayinya. Dari

beberapa pendapat bahwa ibu penderita HIV/AIDS atau hepatitis

tidak diperkenankan untuk menyusui bayinya. Namun demikian,

menurut WHO ibu penderita HIV/AIDS tetap dianjurkan

memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai pertimbangan

diantaranya factor ekonomi atau aspek kesehatan ibu.

4) Ibu penderita TBC paru

Ibu penderita TBC paru tetap dianjurkan untuk menyusui

bayinya, karena kuman TBC tidak ditularkan melalui ASI

melainkan melalui udara. Ibu tetap diberikan pengobatan TBC

paru secara adekuat dan diajarkan cara pencegahan pada bayi

dengan menggunakan masker. Bayi diberikan INH sebagai

profilaksis. Pengobatan yang diberikan pada ibu dilakukan

kurang lebih 3 bulan, kemudian dilakukan uji Mantoux pada bayi.

Bila hasilnya negatif, terapi INH dihentikan dan imunisasi bayi

dengan vaksinasi BCG.

5) Ibu penderita diabetes


Bayi tetap diberikan ASI, namun harus memperhatikan kadar

gula darah ibu atau kadar gula tetap dimonitor

6) Ibu yang memerlukan pengobatan

Ibu menyusui menghentikan pemberian ASI karena ibu

mengonsumsi obat-obatan dengan alasan, obat-obatan yang ibu

minum dapat mengganggu bayi dan kadar ASI. Namun demikian,

ada beberapa jenis obat-obatan tertentu yang sebaiknya tidak

diberikan pada ibu menyusui. Apabila ibu memerlukan obat,

berikan obat yang masa paruh obat pendek dan mempunyai resio

ASI plasma kecil atau dicari obat alternatif yang tidak berakibat

pada bayi maupun ASI.

7) Ibu hamil

Pada saat ibu masih menyusui, kadang hamil lagi. Dalam hal ini

tidak membahayakan bayi ibu maupun bayi, asalkan asupan gizi

pada saat menyusui dan hamil terpenuhi. Namun demikian, perlu

dipertimbangkan adanya hal-hal yang dapat dialami diantaranya

puting susu lecet, keletihan, ASI kurang, rasa ASI berubah dan

dapat terjadi kontraksi uterus dari isapan bayi.

5. Patofisiologi

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan di mana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram.
Operasi Sectio Caesarea dilakukan insisi pada dinding perut dan

dinding rahim, yang mengakibatkan jaringan-jaringan, pembuluh darah

dan saraf-saraf disekitar daerah insisi terputus. Sehingga akan terjadi luka

post operasi yang menimbulkan rasa nyeri, nyeri yang dirasakan akibat

luka post sectio caesarea akan menekan hipofisis anterior dan posterior.

Dari hipofisis anterior akan menstimulus hormon prolaktin yang akan

mempengaruhi produksi ASI dan dari hipofisis posterior akan

menstimulus hormon oksitosin yang akan mempengaruhi produksi ASI.

Setelah dilakukan sectio caesarea ibu akan mengalami adaptasi

postpartum yaitu, adaptasi fisiologi dan adaptasi psikologis.

Adaptasi fisiologi salah satunya adalah pembentukan ASI yang

berawal dari payudara yang dipengaruhi oleh hormon prolaktin, estrogen,

dan progesteron. Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang

disekresi oleh glandulla hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara

dan merangsang produksi susu. Oksitosin disekresi oleh kelenjar hipofisis

posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala

tiga persalinan aksi oksitosin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu

oksitosin bereaksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas

tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang

memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi

oksitosin, dimana keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan

pengeluaran susu. Setelah plasenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen,


progesteron dan hormon laktogen plasenta menurun dengan cepat.

Keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.

Adaptasi psikologis mempengaruhi proses laktasi dimana ibu

dalam fase taking in dan taking hold. Faktor lain yang dapat memengaruhi

proses laktasi diantaranya adalah ibu salah/kurang informasi tentang cara

menyusui yang benar, puting susu yang terbenam, puting lecet, dan

payudara bengkak yang membuat ibu enggan menyusui bayinya (Padila,

2014; Handayani dan Pujiastuti 2016).


6. Pathway

Indikasi Sectio Caesarea

Operasi Sectio Caesarea

Adaptasi Psikologi Adaptasi Fisiologi

Taking In Taking Hold Letting Go


Nyeri insisi dan Pelepasan plasenta
nyeri involusi

Estrogen Progesteron
menurun menurun

Hipofisis anterior Hipofisis posterior

Prolaktin Oksitosin

Produksi ASI Pengeluaran


ASI

Menyusui Tidak Efektif

Gambar 2.3 Pathway Menyusui Tidak Efektif pada Post SC


(Sumber : Padila, 2014; Handayani dan Pujiastuti, 2016)
7. Pemeriksaan Penunjang

Darah : pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan MCH Hb ibu nifas normal

adalah 11 gram %, Ht normal 36,1 %, Leukosit normal 4000-10.000 Sel/Ul

dan MCH nilai normal 27-31 Pg

Golongan darah : Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi

darah apabila terjadi komplikasi

8. Terapi

Terapi cairan RL dalam 24 jam pertama setelah tindakan, terapi analgesik

seperti ketorolac, pronalges, asam mefenamat dan terapi antibiotik seperti

cefotaxim dll.

D. Pengelolaan Menyusui Tidak Efektif pada Post Sectio Caesarea

1. Cara Mengatasi Masalah Menyusu pada Bayi

Menurut Monika (2014) :

a. Bingung puting

1) Hentikan pemakaian empeng dan botol dot

2) Lakukan kontak kulit dengan kulit sesering mungkin dengan bayi

3) Belajarlah menyusui bayi ketika bayi dalam kondisi tenang atau

setengah mengantuk. Bila bayi dalam keadaan rewel dan

menangis, proses belajar menyusu akan sulit dan ibu mungkin

dapat memaksa bayi menyusu sehingga membuat bayi trauma.

Tenangkan dulu bayi dengan digendong atau diayun pelan.


4) Perahlah ASI sebelum menyusui agar refleks pengeluaran ASI

terjadi sehingga bayi tidak perlu menunggu aliran ASI dan

mempermudah bayi belajar mengisap payudara.

5) Teteskan ASI ke mulut bayi sebelum bayi melekat pada payudara

sehingga bayi tertarik untuk mengisap setelah melekat dan

pastikan ibu tenang, konsisten, sabar, tidak lelah, dan frustasi saat

proses mengatasi bingung puting ini berjalan.

b. Bayi menolak menyusu (Nursing Strike)

1) Bayi harus tetap mendapatkan ASI. Oleh karena itu, ibu harus

tetap memerah secara rutin setiap 2-3 jam.

2) Lakukan kontak kulit untuk memacu insting alamiah bayi

menyusu pada payudara ibu.

3) Mencari dan mempertahankan posisi menyusui yang nyaman

bagi ibu dan bayi supaya bayi yang sudah melekat tetap mau

menghisap

2. Perawatan Payudara

Perawatan payudara merupakan suatu tindakan untuk merawat payudara

terutama pada masa nifas untuk memperlancar pengeluaran ASI

(Kumalasari, 2015).

a. Tujuan perawatan payudara pada ibu nifas dengan sectio caesarea

Menurut Maryunani (2015), tujuan perawatan payudara diantaranya :

1) Memperbaiki sirkulasi darah.


2) Menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting susu

agar terhindar dari infeksi.

3) Menguatkan alat payudara, memperbaiki bentuk puting susu

sehingga bayi menyusui dengan baik.

4) Dapat merangsang kelenjar air susu, sehingga produksi ASI

menjadi lancar.

5) Untuk mengetahui secara dini kelainan pada puting susu ibu dan

melakukan usaha untuk mengatasinya.

6) Mempersiapkan psikologis ibu untuk menyusui.

7) Mencegah pembendungan ASI.

b. Akibat yang timbul jika tidak melakukan perawatan payudara

Menurut Kumalasari (2015), akibat yang timbul jika tidak melakukan

perawatan payudara diantaranya :

1) Anak susah menyusu karena payudara yang kotor.

2) Puting susu tenggelam sehingga bayi susah menyusu.

3) ASI akan lama keluar sehingga berdampak pada bayi.

4) Produksi ASI terbatas karena kurang dirangsang melalui

pemijatan dan pengurutan.

5) Terjadinya pembengkakan, peradangan pada payudara dan kulit

payudara terutama pada bagian puting mudah lecet.

c. Langkah-langkah perawatan payudara

Menurut Kumalasari (2015), langkah-langkah perawatan payudara

diantaranya :
1) Persiapan ibu

a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

b) Buka pakaian

2) Persiapan alat

a) Handuk

b) Kapas yang dibentuk bulat

c) Minyak kelapa atau baby oil

d) Waslap atau handuk kecil untuk kompres

e) Baskom dua yang masing-masing berisi air hangat dan air

dingin

3) Pelaksanaan

a) Buka pakaian ibu, lalu letakkan handuk di atas pangkuan ibu

b) Tutuplah payudara dengan handuk

c) Buka handuk pada daerah payudara dan taruh di pundak ibu

d) Kompres puting susu dengan menggunakan kapas minyak

selama 3-5 menit agar epitel yang lepas tidak menumpuk,

lalu bersihkan kerak-kerak pada puting susu.

e) Bersihkan dan tariklah puting susu keluar terutama untuk

puting susu ibu yang datar.

f) Ketuk-ketuk sekeliling puting susu dengan ujung-ujung jari.

4) Teknik Pengurutan Payudara

a) Pengurutan I

(1) Licinkan kedua tangan dengan baby oil


(2) Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan

gerakan kecil dengan dua atau tiga jari tangan, mulai dari

pangkal payudara dengan gerakan memutar berakhir

pada daerah puting (dilakukan 20-30 kali).

b) Pengurutan II

Membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal

payudara dan berakhir pada puting susu , dilakukan 20-30

kali pada kedua payudara.

c) Pengurutan III

Meletakkan kedua tangan di antara payudara, mengurut dari

tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan

lepaskan keduanya perlahan.

d) Pengurutan IV

(1) Mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah

pangkal ke arah puting.

(2) Payudara dikompres dengan air hangat lalu dingin secara

bergantian kira-kira lima menit.

(3) Keringkan dengan handuk dan pakailah BH khusus yang

dapat menopang dan menyangga payudara.

3. Cara Menyusui yang Benar

a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan

disekitar puting, duduk dan berbaring dengan santai.


b. Ibu harus mencari posisi nyaman, biasanya duduk tegak di tempat

tidur/kursi. Ibu harus merasa relaks.

c. Lengan ibu menopang kepala, leher dan seluruh badan bayi (kepala

dan tubuh berda dalam garis lurus). Muka bayi menghadap ke

payudara ibu dan hidung bayi di depan puting susu ibu. Posisi bayi

harus sedemikian rupa sehingga perut bayi menghadap perut ibu. Bayi

seharusnya berbaring miring dengan seluruh tubuhnya menghadap

ibu. Kepalanya harus sejajar dengan tubuhnya, tidak melengkung ke

belakang atau menyamping. Telinga, bahu, dan panggul bayi dalam

satu garis lurus.

d. Ibu mendekatkan bayi ke tubuhnya (muka bayi ke payudara ibu) dan

mengamati bayi yang siap menyusu. Bayi harus berada dekat dengan

payudara ibu. Ibu tidak harus mencondongkan badan dan bayi tidak

merenggangkan lehernya untuk mencapai puting susu ibu.

e. Ibu menyentuhkan puting susunya ke bibir bayi. Selanjutnya,

menunggu hingga mulut bayi terbuka lebar, kemudian mengarahkan

mulut bayi ke puting susu ibu hingga bayi dapat menangkap puting

susu tersebut. Ibu memegang payudara dengan satu tangan dengan

cara meletakkan empat jari di bawah payudara dan ibu jari di atas

payudara. Ibu jari dan telunjuk harus membentuk huruf “C”. Semua

jari tidak boleh terlalu dekat dengan areola.


f. Pastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi.

Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian atas

payudara. Bibir bayi melengkung keluar

g. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh

tubuh bayi. Jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh

bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu sehingga hidung bayi

berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu,

menyentuh bibir bayi keputing susunya, dan menunggu sampai mulut

bayi terbuka lebar.

h. Jika bayi sudah selesai menyusui, ibu mengeluarkan puting dari mulut

bayi dengan cara memasukkan jari kelingking ibu di antara mulut dan

payudara.

i. Menyendewakan bayi dengan menyandarkan bayi di pundak atau

menelungkupkan bayi melintang kemudian menepuk-nepuk

punggung bayi.

(Susilo & Feti, 2016, p.41-44)

4. Cara Menyusui pada Post Sectio Caesarea

Posisi menyusui yang dianjurkan untuk ibu dengan bedah sesar adalah

sebagai berikut :

a. Apabila Ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan

kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan

kakinya ke arah ibu.


b. Apabila ibu dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas

pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di

bawah lengan ibu.

c. Dengan posisi memegang bola (football position) yaitu ibu terlentang

dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu

memegang kepala bayi.

(Handayani & Pujiastuti, 2016, p.54)

E. Asuhan Keperawatan Menyusui Tidak Efeftif pada Post Sectio Caesarea

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal atau pertama dari proses keperawatan

serta proses pengumpulan data yang secara sistematis dari berbagi sumber

untuk mengevaluasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2011).

a. Identitas

Identitas klien berisi tentang : nama, umur, pendidikan, pekerjan,

suku, agama, alamat, no RM, nama suami, umur, pendidikan,

pekerjaan, suku, agama, alamat, tanggal pengkajian

b. Keluhan Utama

Klien biasanya mengeluh payudara bengkak, terasa penuh dan nyeri,

ASI yang keluar hanya sedikit atau bahkan belum keluar, dan bayi

tidak mau menyusu.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang


Alasan yang menyebabkan klien dibawa ke rumah sakit dan untuk

mengetahui tentang indikasi klien melahirkan secara sectio

caesarea.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit jantung, hipertensi, Diabetes Mellitus, TBC. Klien

dengan riwayat penyakit jantung dan hipertensi, ada

kemungkinan kambuh karena kehamilan dan masa post partum.

Hal ini terjadi karena adanya peningkatan beban tubuh karena

kehamilan dan kelelahan fisik karena post partum. Alergi dan

kebiasaan (merokok/kopi/alkohol, dan lain). Mengonsumsi rokok

dan alkohol dapat mengurangi volume ASI karena akan

mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI.

3) Riwayat penyakit keluarga

Untuk mengkaji ada atau tidaknya penyakit menurun seperti

Diabetes Mellitus, hipertensi, jantung, asma dan lain-lain atau

penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS, dll.

d. Riwayat menstruasi

Berapa umur menarche pertama kali, berapa lama haid, jumlah darah

yang keluar, konsistensi, siklus haid dan hari pertama haid terakhir.

e. Riwayat perkawinan

Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan keberapa,

usia pertama kali kawin.

f. Riwayat obstetri
1) Riwayat kehamilan

Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboratorium :

USG, darah, urine, keluhan selama kehamilan temasuk situasi

emosional, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan

yang diperoleh.

2) Riwayat persalinan

a) Riwayat persalinan saat ini : Jenis persalinan yang dilakukan,

setelah melahirkan apakah ASI langsung keluar atau tidak, ada

masalah payudara tidak seperti, puting susu lecet, puting

terbenam, payudara bengkak dan mastitis

b) Riwayat new born : kondisi bayi saat lahir (langsung menangis

atau tidak), apakah membutuhkan resusitasi, nilai APGAR

skor, jenis kelamin bayi, berat badan, panjang badan, kelainan

kongenital, apakah dilakukan boding attatchment secara dini

dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu

formula.

g. Riwayat KB dan perencanaan keluarga

Tanyakan pengetahuan ibu dan pasangannya tentang KB, jenis-jenis

kontrasepsi, kontrasepsi apa yang pernah digunakan, rencana

penambahan anggota keluarga di masa mendatang. Contoh alat

kontrasepsi yang bisa digunakan pada ibu menyusui adalah kondom,

IUD, pil khusus menyusui, atau suntik hormonal per 3 bulan.

h. Pola kebutuhan sehari-hari


1) Pernafasan : pada pasien dengan sectio caesarea tidak terjadi

kesulitan dalam menarik nafas.

2) Sirkulasi : tekanan darah pada ibu post sectio caesarea

seharusnya tidak berubah. Tekanan darah yang rendah

diakibatkan oleh perdarahan dan tekanan darah yang tinggi

merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum.

3) Nutrisi (makan dan minum) : pada pasien post sectio caesarea

tanyakan berapa kali makan sehari dan berapa minum dalam

sehari.

4) Pola eliminasi : adakah inkontinensia, hilangnya kontrol blass,

terjadinya over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena

rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK.

Bagaimana pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB

karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. Biasanya

pasien post sectio caesarea belum melakukan BAB, sedangkan

BAK menggunakan dower kateter yang ditampung di urine bag.

5) Personal hygiene : pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,

penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,

tata rias rambut dan wajah, pada pasien post sectio caesarea

kebersihan diri dibantu oleh perawat/keluarga dikarenakan pasien

belum bisa melakukan secara mandiri.

6) Aktivitas/istirahat : kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah

melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi,


kemampuan bekerja dan menyusui. Istirahat ibu juga terganggu

karena nyeri yang dirasakan hilang timbul akibat luka insisi yang

akan mempengaruhi jumlah produksi ASI maka produksinya

berkurang.

7) Neurosensori : ibu dengan post sectio caesarea akan mengalami

kesulitan membolak-balik posisi tubuh, perubahan cara berjalan,

keterbatasan rentang gerak sendi yang diakibatkan oleh rasa nyeri

pasca pembedahan.

8) Integritas ego : setelah melahirkan perasaan ibu terhadap

kelahiran bayinya dapat saja senang atau malah tidak mau

merawat bayinya dan sedih dengan keadaannya sebagai ibu.

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan

pikiran ibu harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan,

sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI

9) Nyeri/ketidaknyamanan : pada pasien post sectio caesarea akan

mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.

Mengkaji keluhan nyeri pasien dengan pengkajian nyeri :

P (problem) : apa yang mnyebabkan nyeri, apa yang membuat

nyerinya lebih baik, apa yang menyebabkan nyeri lebih buruk?

Q (quality) : menggambarkan rasa nyeri (diiris, tajam, ditekan,

ditusuk, terbakar, kram, kolik, diremas) biarkan pasien

mengatakan dengan kata-katanya sendiri.

R (regio) : apakah nyerinya terlokasi di satu titik atau menyebar?


S (skala) : seberapa parah nyerinya?

• Skala 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak


terganggu)
• Skala 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)
• Skala 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas
secara mandiri)
T (time) : kapan nyeri timbul, apakah onsetnya cepat atau lambat,

berapa lama, terus menerus atau hilang timbul?

10) Seksualitas : terjadi kontraksi fundus uteri untuk kembalinya

uterus ke keadaan sebelum hamil, jumlah dan warna lochea merah

dan berbau amis pada hari 1-3 post partum.

11) Pembelajaran/penyuluhan : kaji tingkat pengetahuan ibu tentang

perawatan post partum terutama untuk ibu dengan sectio

caesarea meliputi perawatan luka, perawatan payudara,

kebersihan vulva, nutrisi, seksual serta hal-hal yang perlu

diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu ditanyakan

tentang perawatan bayi diantaranya memandikan bayi, merawat

tali pusat dan cara menyusui yang benar.

i. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : observasi suhu, tekanan darah, nadi, respirasi,

tingkat kesadaran, tinggi badan dan berat badan.

2) Pemeriksaan kepala dan wajah : konjungtiva dan sklera mata

normal atau tidak

3) Pemeriksaan leher : ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.


4) Pemeriksaan thorax : ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi

jantung.

5) Data fokus pengkajian menyusui tidak efektif pada pemeriksaan

dada : pengkajian payudara pada awal post partum meliputi

penampilan dan integritas puting susu, memar atau iritasi jaringan

payudara, adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu dan

adanya sumbatan duktus, kongesti dan tanda-tanda mastitis

potensial, bentuk payudara simetris atau tidak, kebersihan

payudara, pengeluaran ASI lancar atau tidak (Maryunani, 2015).

Bentuk puting susu : bentuk puting susu ada berbagai macam,

pada bentuk puting terbenam perlu diperhatikan retraksi akibat

keganasan. Namun tidak semua bentuk puting susu terbenam

disebabkan oleh keganasan, dapt juga disebabkan oleh kelainan

bawaan.

6) Pemeriksaan abdomen : pada pemeriksaan abdomen dilihat

apakah luka post sectio caesarea kering atau basah.

7) Genetalia : kebersihan vulva, lokhea, karakteristik dan pada ibu

post sectio caesarea biasanya menggunakan dower kateter.

8) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah : ada tidaknya edema,

ada tidaknya varises, simetris atau tidak dan CRT kurang dari 2

detik atau lebih.


9) Data penunjang : pemeriksaan darah lengkap meliputi

pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (HCT), dan sel darah

putih (WBC).

10) Pengkajian Bayi Baru Lahir :

a) Kepala : pemeriksaan terhadap ukuran, bentuk, sutura

menutup/melebar, adanya caput succedaneum, cepal

hepatoma.

b) Mata : pemeriksaan terhadap perdarahan, subkonjungtiva,

dan tanda-tanda infeksi

c) Hidung dan mulut : pemeriksaan terhadap labioskisis,

labiopalatoskisis dan reflex isap

d) Telinga : pemeriksaan terhadap kelainan daun telinga dan

bentuk telinga.

e) Leher : perumahan terhadap serumen atau simetris.

f) Dada : pemeriksaan terhadap bentuk, pernapasan dan ada

tidaknya retraksi dinding dada

g) Abdomen : pemeriksaan terhadap perut buncit (pembesaran

hati, limpa, tumor).

h) Tali pusat : pemeriksaan terhadap perdarahan, jumlah darah

pada tali pusat, warna dan besar tali pusat, hernia di tali pusat

atau selangkangan.
i) Alat kelamin : untuk laki-laki, apakah testis berada dalam

skrotum, penis berlubang pada ujung, pada wanita vagina

berlubang dan apakah labia mayora menutupi labia minora.

j) Anus : tidak terdapat atresia ani

k) Ekstremitas : tidak terdapat polidaktili dan sindaktili

(Sondakh, 2017)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien

individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (PPNI, 2016).

Menyusui Tidak Efektif (D.0029)

a. Definisi

Kondisi dimana ibu dan bayi mengalami ketidakpuasan atau

kesukaran pada proses menyusui (SDKI, 2016, p.76)

b. Penyebab

Fisiologis

1) Ketidakadekuatan suplai ASI

2) Anomali payudara ibu (mis, puting yang masuk ke dalam)

3) Ketidakadekutan refleks oksitosin

4) Payudara bengkak

5) Riawayat operasi payudara

Situasional
1) Kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan/atau

metode/teknik menyusui

2) Faktor budaya

c. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1) Kelelahan maternal

2) Kecemasan maternal

Objektif

1) Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu

2) ASI tidak menetes/memancar

3) BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam

4) Nyeri dan/atau lecet terus menerus setalah minggu kedua

d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif

1) Intake bayi tidak adekuat

2) Bayi menghisap tidak terus menerus

3. Intervensi Keperawatan

a. NOC

1001 : Keberhasilan Menyusui : Maternal

Definisi : Pembentukan perlekatan yang tepat dari ibu ke bayi untuk

mengisap payudara sebagai makanan selama 3 minggu pertama

menyusui
Indikator

100101 Posisi nyaman selama menyusui 1 2 3 4 5

100102 Menyokong payudara dengan menggunakan penahan

payudara ukuran “C” (cupping) 1 2 3 4 5

100104 Pengeluaran ASI (reflek let down) 1 2 3 4 5

100106 Mengenali bayi menelam 1 2 3 4 5

100118 Puas dengan proses menyusui 1 2 3 4 5

Keterangan :

1 : Tidak adekuat
2 : Sedikit adekuat
3 : Cukup adekuat
4 : Sebagian besar adekuat
5 : Sepenuhnya adekuat
1000 : Status Nutrisi Bayi

Definisi : perlekatan bayi untuk mengisap dari payudara ibu untuk

pemenuhan makan selama 3 minggu pertama menyusui

Indikator

100013 Penempatan lidah yang tepat 1 2 3 4 5

100014 Refleks menghisap 1 2 3 4 5

100005 Terdengar menelan 1 2 3 4 5

100006 Menyusui minimal 5-10 menit per payudara 1 2 3 4 5

100010 Penambahan berat badan sesuai usia 1 2 3 4 5

Keterangan :

1 : Tidak adekuat
2 : Sedikit adekuat
3 : Cukup adekuat
4 : Sebagian besar adekuat
5 : Sepenuhnya adekuat
b. NIC

Konseling Laktasi (5244)

Definisi : Membantu mensukseskan dan menjaga proses menyusui

1) Beri informasi mengenai manfaat (kegiatan) menyusu baik

fisiologis maupun psikologis

2) Berikan materi pendidikan kesehatan, sesuai kebutuhan

3) Koreksi konsepsi yang salah, informasi yang salah, dan

ketidaktepatan menyusui

4) Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara tepat

(misalnya., monitor posisi tubuh bayi dengan cara yang tepat,

[bayi] memegang dada ibu serta [adanya] kompresi dan terdengar

[suara] menelan

5) Diskusikan teknik untuk menghindari atau meminimalkan

pembesaran dan rasa tidak nyaman ( misalnya pijat oksitosin)

6) Instruksikan posisi menyusui yang bervariasi (misalnya,

menggendong bayi dengan posisi kepalanya berada di

siku/crosscradle, menggendong bayi di bawah lengan pada sisi

yang digunakan untuk menyusui (footbal hold, dan miring)

7) Monitor kemampuan bayi untuk menghisap

Peningkatan Keterlibatan keluarga (7110)


1) Bangun hubungan pribadi dengan pasien dan anggota keluarga

yang akan terlibat dalam perawatan

2) Dorong anggota keluarga dan pasien untuk membantu dalam

mengembangkan rencana perawatan, termasuk hasil yang

diharapkan dan pelaksanaan rencana perawatan

3) Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien

4. Impementasi Keperawatan

Jika perencanaan yang dibuat kemudian diaplikasikan kepada klien adalah

contoh dari tahap implementasi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama,

mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.

5. Evaluasi Keperawatan

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-

benar telah terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi

dalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika

memang sesuai dengan masalah dan diagnosis klien, juga benar dalam

pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai