Oleh:
Savira Ayu Anggraini
22204101020
Pembimbing:
dr. Yayuk Widaningrum,
Sp.OG
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2
Tujuan penulisan laporan kasus ini agar para dokter muda dapat
mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan pada kehamilan dengan HIV
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan: Menikah 2x. pertama 9 tahun, kedua 2 tahun (2020)
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Dsn. Krajan RT 12 RW 02 Kel. Lojejer Kec.
Wuluhan Kab. Jember, Jawa Timur
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : IRT
No. RM : 537xxx
Tanggal MRS : 23-07-2022
Identitas Suami
Nama : Tn. W
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan: Menikah 1x, usia 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Krajan RT 12 RW 02 Kel. Lojejer Kec.
Wuluhan Kab. Jember, Jawa Timur
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Keluar cairan dari jalan lahir sejak jam 00.00 dan
kenceng-kenceng sejak jam 07.00
Riwayat Penyakit Sekarang
23-04-22
- Pukul 00.00: Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir
2
- Pukul 00.00: Pasien pergi ke bidan
- Pukul 07.00 : Pasien dibawa ke RS ‘Ben Mari’
- Pukul 14.00 : Pasien dirujuk ke RSUD Kanjuruhan
- Pasien mengetahui dirinya menderita HIV sejak hamil 4 tahun yang
lalu, pasien mengkonsusmi ARV sejak 2 tahun dan drop out 2 tahun
selanjutnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Menstruasi
- Menarche : usia 12 tahun
- HPHT : 25-10-2022
- HPL : 02-08-2022
Riwayat ANC
Bidan : 3x
Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan KB suntik selama 8 tahun
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
1. Keadaan Umum: Cukup
Kesadaran: Compos Mentis, GCS 456
2. TTV:
TD 110/70 mmHg
Nadi 90x/menit kuat angkat
RR 20x/menit reguler
SpO2 98% room air
Suhu 36,7°C
a. Kulit: Kuning langsat, tidak pucat, gatal (-), kulit kering (-), turgor baik
b. Kepala: Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak ada luka
maupun benjolan
3
c. Mata: Anemia (-), ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya +/+, mata tidak
cowong
d. Telinga, Hidung dan Tenggorokan: Deformitas (-), sekret (-), obstruksi
(-), pembesaran KGB (-)
e. Leher: JVP tidak meningkat, trakea di tengah, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid maupun KGB, lesi pada kulit (-)
f. Thoraks: Normochest, simetris, pernamapas abdominothoracal, retraksi (-)
Cor
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi: Batas jantung terkesan dalam batas normal
Auskultasi: S1/S2 intensitas normal dan reguler
Pulmo
Inspeksi: Pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi: Fremitus raba kana sama dengan kiri
Perkusi: Sonor | Sonor
Auskultasi: Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
g. Ekstremitas: Pada ekstremitas atas dan bawah didapatkan akral hangat,
tidak ada edema dan luka
2.4 Pemeriksaan Obstetri
Abdomen
TFU 3 jari dibawah proc. Xyphoideus (25cm), Puka, Letkep U, DJJ
158x/menit
Genetalia Eksterna
VT : V/V cairan ketuban, 3cm, eff 25%, ket (+), H1 (+)
4
2.5 Pemeriksaan Penunjang
I. Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 24 Juli 2022
ITEM PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
PT
PT
9,1 Detik 9,4-11,3
INR
0,84 2,0-3,5
APTT
27,4 Detik 24,6-30,6
KIMIA KLINIK
3
Ureum 10 U/L 0-41
II. USG
-
III. NST
-
2.6 Diagnosis
G4P3003Ab000 UK 39 minggu T/H/I dengan PRM dan HIV reaktif
2.7 Penatalaksanaan
1. Planning Diagnosa:
-
2. Planning Terapi:
-
3. Planning Monitoring:
Obs. Keluhan, vital sign, His, DJJ
Laporan Persalinan
Tanggal 24 Juli 2022 pukul 09.10 WIB dilakukan pimpinan persalinan.
Pasien dipimpin untuk mengejan. Pukul 09.15 bayi lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala dan jenis kelamin laki-laki. Diberikan injeksi
oxytocin 1 ampul dan plasenta lahir pukul 09.20 dengan berat 500gr. Kontraksi
uterus pasien baik dengan pendarahan kala I sebanyak 100 cc. Pasien diberikan
injeksi Methergin. Tidak dilakukan episiotomy dan tidak ada rupture jaringan.
Dilakukan pengecekan tanda vital pasien post partum dengan ku cukup,
tensi 110/70 mmhg, dan nadi 88x/menit. Kontraksi uterus baik dengan TFU 2
jari dibawah pusat dan perdarahan sebanyak 5cc.
Laporan Lahir Bayi
4
Tanggal 24 Juli 2022 pukul 09.10 WIB telah lahir bayi laki-laki warna kulit
kemerahan dengan berat lahir 2900gr, PB 50cm, Apgar Score 5-6,
LK/LD/LILA 31/32/10cm. Tidak ada caput, cephal, dan cacat.
5
2.8 Follow Up Pasien
Sabtu, 23 Juli 2022
Jam S O A P
15.20 Perut kenceng KU Cukup, GCS 456 G4P3003Ab000 Uk 39 Planning Terapi
kenceng TD 110/70 mmHg minggu T/H/I dengan -
N 92x/menit PRM dan HIV reaktif Planning Monitoring
S 36,3°C keluhan, tanda vital,
RR 20x/menit kontraksi uterus
SpO2 98%
Pemerksaan Fisik:
- Kepala-leher
a/i/c/d : -/-/-/-
- Thorax
Cor S1/S2 single, regular
- Pulmo
Vesikuler(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Pemeriksaan Obstetri :
- Abdomen
TFU 3 Jari dibawah px (27 cm),
Punggung kiri, DJJ (+) 150x/menit
- VT
V/V Lendir darah + cairan ketuban,
p 3 cm, Ketuban (-), eff 25%,
Kepala H1
7
Minggu, 24 Juli 2022
Jam S O A P
08.00 Perut kenceng-kenceng KU cukup, GCS 456 G4P3003Ab000 Uk 39 Planning Terapi
TD 110/70 minggu T/H/I dengan - Puasa (+)
N 84x/ment PRM dan HIV reaktif - Rencana SC jam 11.00
S 36,5 °C
RR 20x/menit - Inj. Ceftriaxone 2x1
SpO2 98%
Planning Monitoring
Pemeriksaan Fisik: Monitoring keluhan, tanda
- Kepala-leher vital, kontraksi uterus
a/i/c/d : -/-/-/-
- Thorax
Cor S1/S2 single, regular
- Pulmo
Vesikuler(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Pemeriksaan Obstetri :
- Abdomen
TFU 3 Jari dibawah px (27 cm),
Punggung kiri
- GE
09.10 Perut kenceng-kenceng, V/V Lendir darah, p 4 cm, Ketuban (-) G4P3003Ab000 Uk 39
ingin mengejan Planning Terapi
minggu T/H/I dengan
KU cukup, GCS 456 PRM dan HIV reaktif - Dilakukan pimpinan
TD 110/70 persalinan spontan
N 90x/ment karena sudah pembukaan
S 36,5 °C lengkap
RR 20x/menit
- Inj. Oxytocin
SpO2 98%
8
- Inj. Methergin
Pemeriksaan Fisik:
- Kepala-leher Planning Monitoring
a/i/c/d : -/-/-/- Monitoring keluhan, tanda
- Thorax vital, kontraksi uterus
Cor S1/S2 single, regular
- Pulmo
Vesikuler(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Pemeriksaan Obstetri :
- Abdomen
TFU 3 Jari dibawah px (27 cm),
Punggung kiri
- GE
11.00 Pasien lega bayi lahir PP <24 jam dengan HIV
V/V Darah, p 10 cm (lengkap),
reaktif
Ketuban (-) Planning Terapi
- Ciprofloxacin p.o 2x1
Pemeriksaan Obstetri :
- Abdomen - Asam Mefenamat p.o
TFU 2 Jari dibawah pusat 3x1
- GE - Methylergonometrine
V/V Darah p.o 3x1
9
TD 120/80 mmhg reaktif - Diet NS TKTP
N 84x/menit - Mobilisasi (+)
RR 21x/menit - Ciprofloxacin p.o 2x1
S 36,6 °C - Asam Mefenamat p.o
SpO2 98% 3x1
- Methylergonomethrine
Pemerksaan Fisik: 3x1
- Kepala-leher
a/i/c/d : -/-/-/- Hari ini KRS
- Thorax
Cor S1/S2 single, regular Planning Monitoring
- Pulmo Monitoring keluhan, tanda
Vesikuler(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-) vital, kontraksi uterus
Pemeriksaan Obstetri :
- Abdomen
TFU 2 Jari dibawah pusat
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test,
Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Pada pemeriksaan
ELISA, hasil test ini positif bila antibodi dalam serum mengikat antigen virus
murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. Pemeriksaan Western Bolt
merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test ELISA dinyatakan positif. (CDC,
2016)
b. Pemeriksaan Status imunologi
Pada pemeriksaan status imunologi ini yang dilakukan adalah menghitung
kadar CD4 dalam darah untuk menilai derajat beratnya infeksi HIV dan untuk
memprediksi onset terjadinya infeksi oportunistik. Pemeriksaan kadar CD4 ini
harus diulang setiap 3 bulan untuk menilai perkembangan penyakit dan dasar
pertimbangan untuk tindakan profilaksis dan pengobatan. (CDC, 2016)
c. PCR (polymerase chain reaction)
PCR adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam
darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar
virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena
itu, biasanya hanya dilakukan jika diuji antibody tidak memberikan hasil yang
pasti. (CDC, 2016; WHO, 2017)
Seseorang dinyatakan positif jika pemeriksaan dilakukan dengan tes
antibody menggunakan strategi 3 jenis antibody yang berbeda semuanya
menunjukkan hasil reaktif. (CDC, 2016). Sistem imun yang lemah atau rusak
akibat infeksi HIV kronis dapat membuat ibu hamil sangat rentan terhadap infeksi
oportunistik, seperti pneumonia, toksoplasmosis, tuberkulosis (TBC), penyakit
kelamin, hingga kanker. Kumpulan penyakit ini menandakan bahwa HIV telah
berkembang menjadi penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pengidap HIV yang telah memiliki AIDS biasanya dapat bertahan hidup sekitar 3
tahun jika tidak mendapatkan pengobatan. Tanpa penanganan medis yang tepat,
masing-masing dari infeksi tersebut juga berisiko menyebabkan komplikasinya
tersendiri pada kesehatan tubuh serta kehamilan. Contoh toksoplasmosis. Parasit
penyebab penyakit ini dapat menginfeksi bayi lewat plasenta sehingga
menyebabkan keguguran, bayi lahir mati (stillbirth), dan dampak buruk lainnya
bagi ibu dan bayi. (Cunningham et.al, 2014).
12
Bahaya HIV pada ibu hamil dan bayinya tidak cuma itu. Ibu hamil yang
terdiagnosis positif HIV juga dapat menularkan infeksinya pada bayi di dalam
kandungan lewat plasenta. Tanpa pengobatan, seorang ibu hamil yang positif HIV
berisiko sekitar 25-30% untuk menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.
Penularan HIV dari ibu hamil pada anaknya juga dapat terjadi selama proses
persalinan normal, apabila bayi terpapar darah, cairan ketuban yang pecah, cairan
vagina, atau cairan tubuh ibu lainnya. Selain itu, penularan HIV dari ibu kepada
bayinya juga dapat berlangsung selama masa menyusui eksklusif karena HIV
dapat ditularkan melalui ASI. (Peterson, 2017)
Dari berbagai resiko bahaya ibu hamil dengan HIV dapat dilakukan
pencegahan melalui Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT), yang
dapat dicapai apabila: (1) terdeteksi dini, (2) terkendali (ibu melakukan perilaku
hidup sehat, ibu mendapat ARV profilaksis teratur, ANC teratur, dan petugas
kesehatan menerapkan pencegahan infeksi sesuai kewaspadaan standar), (3)
pemilihan rute persalinan yang aman (seksio sesarea), (4) pemberian PASI (susu
formula) yang memenuhi syarat, (5) pemantauan ketat tumbuh-kembang bayi dan
balita dari ibu HIV positif, dan (6) dukungan tulus dan perhatian
berkesinambungan kepada ibu, bayi, dan keluarganya. (WHO, 2017)
Strategi PMTCT (Prevention Mother to-Child Transmission) telah
dikembangkan untuk menekan insidens transmisi, antara lain penggunaan
kondom, skrining kedua pasangan, dan tatalaksana infeksi menular seksual. Selain
strategi tersebut, PrEP (Pre Exposure Prophylaxis) oral menggunakan ARV
merupakan salah satu strategi yang ditetapkan WHO. PrEP juga dianjurkan
sebagai salah satu pendekatan preventif tambahan untuk wanita hamil dan
menyusui jika terpapar risiko HIV. PrEP diketahui efektif menekan angka
transmisi HIV sebanyak 92-96% pada pasangan heteroseksual jika pasangan yang
terkena HIV telah tersupresi virusnya selama 6 bulan (Chilaka, 2021).
Persalinan (inpartu) dimulai saat uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada servix (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu yang belum inpartu jika mengalami kontraksi uterus
tidak mengakibatkan perubahan pada serviks. Fase persalinan terdiri dari
beberapa fase, diawali Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
13
dan pembukaan servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan
kala I berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan
fase aktif. Fase laten persalinan dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan servix secara bertahap, Pembukaan servix kurang dari 4
cm, biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam. Fase aktif persalinan dimana
fase ini terbagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi, dilatasi maximal, dan deselerasi.
Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih, Servix membuka dari 4 ke 10 cm
biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam hingga permbukaan lengkap
(10 cm), terjadi penurunan bagian terendah janin. (Jenny, 2013).
Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam
pada multi. Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban, berlangsung tidak lebih dari 30 menit,
Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Persalinan kala IV
dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu, paling kritis
karena proses perdarahan yang berlangsung, masa 1 jam setelah plasenta lahir,
Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada
jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil, perlu diobservasi lebih
sering. (Jenny, 2013)
Pada pasien ini saat datang di IGD RSUD Kanjuruhan mengeluh perut
kenceng-kenceng dengan disertai keluarnya lender darah dan ketuban merembes.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kontraksi uterus adalah 1-2x dalam 10 menit
dengan intensitas lemah, sedangkan dari VT didapatkan pembukaan cervix 3 cm
dengan penipisan 25%. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut dapat
disimpulkan bahwa saat ini pasien sudah dalam proses persalinan (inpartu) yaitu
masuk pada kala 1 fase laten.
Diagnosa HIV pada pasien ini ditegakkan berdasarakan Riwayat penyakit
pasien yang menderita HIV sejak 4 tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi obat 2
tahun awal dan 2 tahun terakhir pasien tidak lagi mengkonsumsi obat ARV (drop
out). Faktor risiko penularan HIV adalah pengguna napza suntik (penasun),
14
kelompok homoseksual, dan orang yang berganti-ganti pasangan seksual
(Kemenkes,2017).
3.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV dalam kehamilan berdasarkan riwayat penyakit HIV
melalui status klinis, imunologis (jumlah CD4 <400/ml) dan virologis (viral load
tinggi) (Kemenkes, 2017). Pemeriksaan fisik lengkap penting untuk membedakan
proses penyakit HIV dengan perubahan fisik normal pada kehamilan. Highly
active anti-retroviral therapy (HAART) adalah kemoterapi antivirus yang
disarankan oleh WHO untuk ibu hamil sebagai pengobatan utama HIV selama
masa kehamilan dan postpartum. Selain memperbaiki kondisi maternal, HAART
terbukti dapat mencegah transmisi perinatal yaitu dengan mengurangi replikasi
virus dan menurunkan jumlah viral load maternal. (Kourtis et.al, 2016)
Jenis persalinan yang disarankan pada wanita hamil dengan infeksi HIV
dipengaruhi adanya kontraindikasi obstetrik dan viral load pada usia gestasi 38
minggu. Bagi wanita yang telah meminum ARV teratur minimal 6 bulan dengan
viral load < 1000 kopi/mL tanpa kontraindikasi obstetrik, disarankan persalinan
per vaginam. Bagi wanita dengan viral load ≥1000 kopi/mL atau yang viral load
tidak diketahui pada trimester ketiga kehamilan disarankan persalinan dengan
seksio sesarea. Bagi wanita dengan riwayat seksio sesarea dan viral load kurang
dari 50 kopi/mL, dapat dicoba persalinan per vaginam. Saat seksio sesarea yang
disarankan adalah pada usia gestasi 38 hingga 39 minggu. (Cunningham et.al,
2014; Kemenkes, 2017). Amniotomi saat persalinan per vaginam dalam kondisi
ibu mengonsumsi ARV dan tersupresi virusnya, tidak meningkatkan risiko
transmisi perinatal. Bila ibu masih dalam kondisi viremia, tindakan amniotomi,
penggunaan vakum atau forsep, dan episiotomi dihindari karena berpotensi
meningkatkan risiko transmisi. (Peterson, 2017; Kemenkes, 2017).
Pada kasus ini pasien sudah lama drop out ARV selama 2 tahun semenjak 4
tahun menderita HIV. Pada teori, pemberian ARV untuk menurunkan angka
transmisi vertikal paling efektif dimulai sejak awal kehamilan. Pemberian ARV
maternal sebelum trimester ketiga akan menurunkan risiko transmisi hingga
kurang dari 5 dari 1000 kelahiran. (siemienjuk et.al, 2016). Hal ini sesuai dengan
15
protokol pemberian ARV yang sudah di tetapkan dimana untuk ibu hamil yang
diketahui HIV saat pemeriksaan kehamilan, segera diberikan ARV tanpa melihat
umur kehamilan, berapapun stadium klinisnya dan nilai CD4 nya. Selain itu
Pemberian ARV saat persalinan atau beberapa jam setelah melahirkan, dapat
menurunkan transmisi hingga 50%. Perlu ditekankan kepatuhan konsumsi ARV
untuk menekan angka virus dan meminimalkan transmisi perinatal. (Abrams Ej,
et.al, 2018)
Pada kasus ini pasien telah dijadwalkan melakukan persalinan secara section
caesaria (SC) untuk mengurangi resiko transmisi vertikal atau penularan HIV dari
ibu ke janin saat inpartu. SC dipilih karena pasien dalam konsumsi ARV belum
sampai 6 bulan sejak di tegakkan diagnosis HIV. Namun, sebelum dilakukan
tindakan SC pasien sudah ada keinginan untuk mengejan dan setelah dipastikan
pasien mengalami pembukaan lengkap sehingga dilakukan pimpinan persalinan
spontan pervaginam di kamar bersalin. Padahal pada negara berkembang sesuai
dari kemenkes RI rekomendasi persalinan SC dipilih daripada pervaginam, karena
lebih menekankan pada pentingnya pencegahan infeksi melalui kewaspadaan
standar, menghindari pemecahan selaput ketuban, dan tindakan invasif seperti
episiotomi untuk menurunkan kemungkinan transmisi vertikal HIV.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
HIV dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi pada wanita hamil.
HIV pada wanita hamil dapat ditularkan ke janin yang di kandung baik
selama dalam kandungan saat persalinan atau saat menyusui. Untuk itu
pemerintah mencanangkan program PMTCT untuk menekan insidens
transmisi, antara lain penggunaan kondom, skrining kedua pasangan, dan
tatalaksana infeksi menular seksual. Selain strategi tersebut, PrEP
(PreExposure Prophylaxis) oral menggunakan ARV merupakan salah satu
strategi yang ditetapkan WHO (Chilaka, 2021; WHO, 2017).
Standar penegakkan diagnosa HIV pada wanita hamil sama dengan
penegakaan diagnosa pada umumnya yaitu menggunakan tes serologis,
namun pada pasien tidak dilakukan karena pasien mengaku sudah
menderita HIV sejak 4 tahun yang lalu. Inpartu adalah kondisi dimana
kontraksi uterus yang adekuat, keluarnya bloodyshow dengan disertai
dilatasi servix, penipisan servix dan penuruna kepala janin. Pada saat
datang, dari anamnesa pasien mengeluh perut kenceng-kenceng dengan
disertai ketuban merembes dan lendir darah. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kontraksi uterus adalah 1-2x dalam 10 menit dengan intensitas
lemah, sedangkan dari VT didapatkan pembukaan cervix 3 cm dengan
penipisan 25%, sehingga dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnosa
kala 1 fase laten depat ditegakkan.
Penatalaksanaan HIV dalam kehamilan adalah dengan pemberian
ARV dimana untuk menurunkan angka transmisi vertikal paling efektif
dimulai sejak awal kehamilan. Pemberian ARV maternal sebelum
trimester ketiga akan menurunkan risiko transmisi hingga kurang dari 5
dari 1000 kelahiran. Perlu ditekankan kepatuhan konsumsi ARV untuk
menekan angka virus dan meminimalkan transmisi perinatal. Sedangkan
untuk Jenis persalinan yang disarankan pada wanita hamil dengan infeksi
HIV dipengaruhi adanya kontraindikasi obstetrik dan viral load pada usia
17
gestasi 38 minggu. Namun pasien ini sudah lama drop out ARV selama 2
tahun terakhir.
Pada pasien ini dijadwalkan tindakan SC karena pasien dalam drop out ARV 2
tahun semenjak di diagnosis HIV 4 tahun yang lalu. Namun, dilakukan pimpinan
persalinan spontan pervaginam karena pasien sudah ada keinginan mengejan
sebelum Tindakan SC dan setelah dipastikan pasien mengalami pembukaan
lengkap.
18
DAFTAR PUSTAKA
iii
Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan
Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
Kourtis AP, Bulterys M, Nesheim SR, Lee FK. Understanding the timing of HIV
transmission from mother to infant. JAMA. 2001;285(6):709–12.
Kourtis AP, Bulterys M. Mother-to-Child Transmission of HIV: pathogenesis,
mechanisms and pathways. Clin Perinatol. 2010;37:721–37.
Mandelbrot L, Tubiana R, Le Chenadec J, Dollfus C, Faye A, Pannier E. No
perinatal HIV-1 transmission from women with effective antiretroviral
therapy starting before conception. Clin Infect Dis. 2015;61(11):1715–25
Nasrullah, M., Oraka, E., Chavez, P. R., Johnson, C. H., & DiNenno, E.
(2017). Factors Associated With Condom Use Among Sexually Active US
Adults, National Survey of Family Growth, 2006–2010 and 2011–2013.
The Journal of Sexual Medicine, 14(4), 541–
550. doi:10.1016/j.jsxm.2017.02.015
NYSDOH AIDS Institute. Clinical Guidelines Program: HIV testing during
pregnancy and at delivery 2017.
Peterson AT, Ramus RM, Kleeman LC, Talaveraa F. HIV in pregnancy
Medscape. 2017
Sexually Transmitted Infections. In: Williams Obstetrics 25 th Ed. New York: Mc
Graw Hill Education; p. 1247–50.
Siemieniuk RAC, Lytvyn L, Ming JM, Mullen RM, Anam F. Antiretroviral
therapy in pregnant women living with HIV: a clinical practice guideline.
bmj. 358(j3961):1–10.
Tarmidzi SN, Hastuti EB, Damayanti R, Kaptiningsih A, Lukman HL, Basri C.
Pedoman manajemen program pencegahan penularan HIV dan sifilis dari
ibu ke anak. Milwiyandia, editor. Kementerian Kesehatan RI; 2019.
UNAIDS. Overview: Data & Trends: Global Statistics [Internet]. UNAIDS; 2018
WHO Technical Brief: Preventing HIV during pregnancy and breastfeeding in the
context of prep [Internet]. Geneva: WHO 2017.
WHO. 2016. Hiv/Aids Programme - Arv Drugs For Treating Pregnant Women
And Preventing Hiv In Infants In Resource-Limited Settings. World
Health Organization. WHO. 2018. HIV/Aids.
World Health Organization. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral
drugs for treating and preventing HIV infection. WHO. 2016.
World Health Organizations. 2018. Factsheet HIV/AIDS. Geneva SW. 2018.
World Health Organizations. 2019. Key Facts HIV/AIDS.
iv