menggali hukum syari’ah thd berbagai masalah langsung dari sumbernya dengan metodologi tertentu
Orang yang melakukan ijtihad disebut MUJTAHID
Taqlid = mengikuti pendapat (hasil ijtihad) para imam mujtahid dalam masalah keagamaan & kemasyarakatan Orang yang melakukan taqlid disebut MUQALLID Mengapa perlu ijtihad & taqlid ?
Rasulullah Muhammad saw telah mengajarkan
prinsip dasar syari’ah yang bersifat fundamental dan umum secara lengkap & memadai.
Para sahabat melakukan upaya “penerapan /
implementasi” (tathbiq) thd prinsip ajaran tsb, atau mengembangkan cabang & rantingnya (tafri’) Abu Bakar as-Shiddiq dalam memutuskan suatu masalah : Mempelajari Kitabullah (Al-Qur’an) As-Sunnah atau kesaksian sahabat thd keputusan Rasulullah Musyawarah (Ijma’ as-Shahabah) Demikian pula yang dilakukan Umar bin Khattab
Setelah ajaran berkembang luas, melintasi
berbagai lingkungan geografis, budaya, ras, maupun bangsa, maka banyak masalah baru yang dihadapi dg berbagai latar belakang kondisi yg berbeda-beda Diperlukan ijtihad, baik dari angkatan sahabat maupun pada masa tabi’in. Dasar dan metodologi ijtihad : > Al-Qur’an > As-Sunnah > Al-Ijma’ > Qiyas Merup. dalil utama yang disepakati (al-Adillah al-Muttafaq Alaiha) Juga berdasarkan (memperhatikan) : ~ Tradisi masyarakat (al-’Urf) ~ Kemaslahatan umum (al-Maslahah al-mursalah) ~ Pilihan terbaik (al-Istihsan) ~ Syari’at ummat terdahulu (Syar’u man Qablana) * Ada perbedaan dlm penggunaannya Beberapa Imam Mujtahid pada masa Tabi’in & sesudahnya al: Sa’id bin al-Musayyab (Madinah) Atho’ bin Abi Robah (Mekkah) Ibrahim An-Nakho’i (Kufah) Hasan Al-Bashri (Basrah) Imam Makhul (Syam) Imam Thowus (Yaman) Sufyan As-Tsaury Sufyan bin Uyainah Al-Laits bin Sa’ad Ishaq bin Rahawaih Ibnu Jarir Dawud Adz-dzahiri Al-Auza’ie Hasil ijtihadnya tidak terkodifikasi (terdokumentasi) secara lengkap, atau tidak ada pengikut yang meneruskan, shg tidak berkembang menjadi madzhab yg utuh, kecuali hanya bagian-bagian tertentu yg terbatas masih dpt ditemukan. Para Mujtahid yg hasil ijtihadnya terkodifikasi secara sistematik dan lengkap shg menjadi madzhab yg terus diikuti sampai sekarang : Abu Hanifah (Imam Hanafi) Malik bin Anas (Imam Malik) Muhammad bin Idris as-Syafi’i (Imam Syafi’i) Ahmad bin Hambal (Imam Hambali)
Ijtihad fardli (sendiri) Ijtihad Jama’i (kolektif / bersama-sama) Mengikuti madzhab (taqlid) Orang yang tidak memiliki kompetensi untuk berijtihad, akan mengikuti fatwa atau pendapat para mujtahid dalam mengamalkan ajaran agamanya Ada yg membedakan antara Taqlid dg Ittiba’ : Taqlid = mengikuti pendapat mujtahid tanpa mempertanyakan/ mempelajari argumen atas pendapatnya Ittiba’ = mengikuti fatwa (pendapat) mujtahid dengan mempelajari dalil-dalilnya.
Namun pada umumnya ulama tidak membedakan kedua
istilah tersebut. Bagi orang awam, bermadzhab merupakan keniscayaan karena adanya kebutuhan mendesak untuk mengamalkan ajaran agama (Lidlorurat al-Amal)
Ada dua bentuk taqlid, yaitu :
Taqlid qauli Taqlid manhaji
Taqlid qauli : mengikuti pendapat yg sdh final
Taqlid manhaji : mengikuti metodologi yg sdh ada dlm beristimbat MADZHAB DALAM FIQH
Madzhab berarti : jalan, aliran, pendapat,
ajaran atau doktrin. Secara istilah, “madzhab” = metoda dlm memahami ajaran-ajaran Islam.
Bermadzhab = mengikuti ajaran atau pendapat
Imam Mujtahid yg diyakini memiliki kompetensi (kemampuan & kewenangan) berijtihad. Fiqh dikembangkan melalui ijtihad, selain menggunakan dalil naqli juga menggunakan dalil aqli.
Fiqh merupakan pemecahan dan penemuan
hukum yang bersifat rasional, yang berfungsi untuk memberi solusi terhadap kebuntuan hukum (ketika tidak ditemukan nas dalam Al- Qur’an maupun As-Sunnah)
Dengan demikian, Fiqh bersifat kontekstual
(berkait dg realitas lingkungan) Dalam dunia fiqh, fatwa hukum ada dua macam : At-Tasyri’ al-’Aam / At-Tasyri’ al-Abadi (berlaku sepanjang zaman dan mengikat semua orang Islam) At-Tasyri’ Az-Zamani / At-Tasyri’ al-Waqti (berlaku pd masa tertentu karena ada alasan tertentu) .
Masalah Khilafiyah dalam Madzhab
Yaitu adanya perbedaan hukum fiqh dalam masalah ijtihadiyah, dan bukan masalah fundamental (ushuliyah) seperti wajibnya shalat lima waktu dan wajibnya puasa ramadhan. Masalah khilafiyah sudah ada sejak masa-masa awal Islam (bahkan pd masa Rasulullah masih hidup), tetapi sangat sedikit jumlahnya. Rasulullah juga memperkenankan sahabatnya “berijtihad” (meski terbatas), seperti pada sahabat Mu’adz bin Jabal
Perbedaan pendapat dlm masalah ijtihadiyah
semakin meluas setelah Rasululah wafat, karena perbedaan tingkat penguasaan ilmu oleh para sahabat, perbedaan penafsiran thd nas/dalil, perbedaan lingkungan sosial & budaya, dll. Sebab-sebab terjadinya perbedaan dalam Madzhab :
Menurut Az-Zuhaili karena :
Perbedaan arti dari beberapa kata dalam bahasa Arab. Perbedaan riwayat Perbedaan sumber dalil Perbedaan Qaidah-qaidah ushul fiqh Ijtihad berdasar qiyas Kontradiksi dan pengunggulan dalil Menurut Musthafa Al-Khind karena : Perbedaan bacaan Tidak mengetahui adanya Hadits Keraguan thd kebenaran sebuah Hadits Perbedaan penafsiran suatu Nash Kerancuan makna pada suatu kata Kontradiksi beberapa dalil Tidak adanya nash pada suatu masalah