Kata Ijtihad ( ) اجهت ادberasal dari kata ijtahada
( )اجهت دbersungguh sungguh, berusaha dengan keras. Kemudian dalam istilah dipergunakan dengan pengertian : mengambil kesimpulan pendapat ( istimbath = )استنباطsendiri dari al Quran dan al Hadist. Dengan sederhana dapat disimpulkan bahwa berijtihad adalah beristimbath sendiri. Tindakan ijtihad berkaitan dengan beberapa unsur. 1. Mujtahid ( )مجتهدorang yang melakukan perbuatan ijtihad. 2. Masalah ( ) مسأ لةyang diijtihadi, yang dicari, hukumnya atau pendapat mengenai masalah itu 3. m Metode ( )طَ ِريْقَ ْةpengambilan kesimpulan 4. Landasan ( )ا ل َّدلِي ْْلyaitu alQuran dan as-Sunnah 5. Hasil ( )ا لنَّتِ ْي َج ْةyaitu hukum atau pendapat mengenai sesuatu masalah. Mujtahid mutlaq
Kalau diucapkan mujtahid tanpa predikat lain, maka
menurut istilah Islam, dimakasudkan Mujtahid Mutlaq مطلق ( )مجتهدyaitu Imam ( tokoh agama ) yang mampu berijtihad/beristimbath sendiri dari al Quran dan as- Sunnah dengan menggunakan metode yang ditemukan /dirumuskannya sendiri dan diakui kekuatannya oleh Imam (tokoh agama lainnya. Yang paling terkenal diantara para mujtahidin Mutlaq ini ialah : Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’I, dan Imam Hambali. Macam macam Mujtahid
Dibawah tingkat mujtahid mutlak ada juga
digunakan istilah mujtahid yaitu : a. Mujtahid Mazhab ( ) مجتهد ُ ا ْلمذهبyaitu orang yang mampu mengambil kesimpulan sendiri dari al-Quran dan as-Sunnah tetapi masih menggunakan metode dan kaidah yang ditemukam/diciptakan oleh seorang mjtahid Mutlaq seperti Imam Muzani. b. Mujtahdi Fatawa () yaitu seorang yang mampu menilai mana yang terkuat () diantara pendapat pendapat yang berkembang di dalam suatu madzhab (pendapat pendapat hasil kesimpulan para Mujtahid Madzhab. Dari pendapat pendapat itu dipilih untuk difatwakan (disampaikan kepada orang lain yang membutuhkan). Nahdhatul Ulama mengikuti peristilahan yang umumnya dipergunakan di kalalangan Ulama Ahlussunnah Waljamaah, bahwa yang dinamakan mujtahid sepenuhnya adalah mujtahid Mutlaq (mustaqil) . Di bawah tingkat itu tergolong Muqollid (orang yang bertaqlid = mengikuti) Apakah semua masalah agama memerlukan Ijtihad ?
Tidak semua maslah agama memerlukan
Ijtihad, memerlukan pengerahan daya kemampuan berpikir untuk mengambil kesimpulan pendapat 9istimbath) dari al-Quran dan as-Sunnah. Masalah yang sudah tercantum dalilnya secara sharih ( ّْريْح ِ = )ا لصtegas, jelas dalam al-quran atau as-Sunnah, seperti wajibnya solat lima waktu atau larangan zina dari al-Quran dan as- Sunnah, bukanlah perbuatan Ijtihad. Masalah yang perlu diijtihadi hanyalah masalah yang tidak tercantum dalil sharihnya dalam al- Quran atau as-Sunnah, seperti mengenai jumlah rakaat tarwih, bunga bank sekarang ini apakah termasuk riba yang diharamkan, apakah bir termasuk khamr yang diharamkan, bagaimana hukum bayi tabung dan sebagainya. Itulah masalah masalah ijtihadiyyah ( =)ا ْل َمساِئ ُلا ِإْلجْ تِهَ ا ِدي َّْةmasalah masalah yang sudah masuk ruang lingkup ijtihad. Apakah tiap mujtahid mempunya metode yang sama ?
Tiap mujtahid mustaqil (mujtahid mutlak)
mempunyai metode istimbath yang dirumuskannya sendiri. Dalam satu hal tidak terdapat perbedaan antara semua metode istimbath para mujtahid mustaqil (mutlaq), yaitu bahwa landasan pertama adalah al-Quran kemudian kedua adalah al-Hadist (as-Sunnah) yang shahih ْص ِحيْح َ = benar, diyakini kekuatan sanad, para perawi dan isinya. Sesudah kedua landasan itu , terdapat perbedaan. Ada yang lebih mendahulukan qiyas (اسْ َ = ا ْلقِيanalogi ), ada yang mendahulukan Maslahah Mursalah َ صلَ َح ُة ا ْل ُم ْر (سلَ ِة ْ = ا ْل َمkepentingan umum dan sebagainya. Ilmu tentang metode metode intinbath ini disebut ilmu Ushul fiqh ( = أصولا لفقةPokok Pokok Pengolahan Fiqh ). Dan Qowaidul fiqhiyyah ( = ) ا لقواعد ا لفقهيّةkaidah kaidah fiqh. Ilmu yang harus dikuasai agar mampu beristinbath
Untuk mampu beristinbath , selain penguasaan
teori dan praktek ushul fiqh dan Qowaidul Fiiqhiyyah mutlak diperlukan penguasaan terhadap banyak macam ilmu yang lain, diantaranya : 1. Perbendaharaan pengetahuan ilmu agama yang sangat luas terlebih dahulu. 2. Perbendaharaan pengetahuan ilmu pengetahuan tentang al-Quran dan as-sunnah secara lengkap. 3. Penguasaan bahasa Arab mengenai lughoh, dialek, tata bahasa (nahwu-sharaf), sastra (balaghoh = Badi’,bayan, maa’ni) dan lain sebagainya. 4. Ilmu Tafsir, tata cara penafsiran al-Quran secara benar & dpt dipertanggungjawabkan. 5. Ilmu Hadist, seleksi dan katagori hadist, tatacara penafsiran Hadist dan lain sebagainya. 6. Dan lain lin Ilmu pengetahuan Agama. Jadi, hanya dengan sarana sarana keilmuan yang sangat luas, dan mendalam serta oleh syarat ahklak mental yang luhur, (niat yang murni, keihklasan yang tinggi, semata mata hanya untuk mencari kebenaran dan ridho Allah swt, segala kepentingan pribadi, selera pribadi untuk mendapatkan kemasyhuran, kemenangan berdebat harus dapat disingkirkan sejauh jauhnya), maka istinbath dapat dilakukan. Bagaimana sebuah istinbath diambil Istinbath didasarkan atas landasan dalil dalil al-Quran dan al-sunnah yang tidak cukup hanya satu dua ayat saja. Adakalanya, untuk satu masalah diperlukan banyak sekali ayat al Quran dan banyak sekali matan al Hadist , yang tidak selalu sharih, tidak selalu jels, tegas dan jelas ma’nanya mengenai suatu hal. Contohnya untuk merumskan cara solat yang sah, yang baik, jelas diperlukan banyak sekali ayat ayat al-Quran dan banyak sekali matan al-Hadist. Tidak boleh beristinbath berdasar hanya satu ayat saja, karena mungkin ada ayat lain yang harus dirangkaikan yang tidak boleh diabaikan mengenai masalah yang diijtihadi. Al-Quran dan al-Hadist memang tidak disampaikan oleh Rasulullah saw secara sekaligus komplit mengenai suatu masalah. Kondisi yang melatarbelakangi pada saat disampaikannya sebuah ayat al-Quran atau matan al-Hadist yang disebut dengan Asbabunnuzul =بابا لنُّزول ُ سْ = أsebab sebab diturunkannya sebuah ayat, harus pula diperhitungkan dalam istinbath. Madzhab
Kalau pekerjaan istinbath sudah selesai, maka
َ َ = نhasil ) tercapailah hasil ( natijah = تيجة istinbath atau natijah itu. Serangkaian hasil ijtihad yang sudah meliputi bermacam macam masalah, disebut Madzhab = = مذهبtempat berjalan, jalan yang ditempuh, jalan pikiran, atau rangkaian pendapat pendapat. penting
Pendapat tokoh agama mengenai satu
masalah saja, belum dinamakan mazdhab, karena belum mencerminkan metode istinbath dan metode ijtihadnya, belum membuktikan sikap konsisten = istiqomah = ستِقا َم ْة ْ = إstabilitas metodologis dari tokoh yang punya pendapat itu pada masalah lain. Ketentuan Nahdhaltul Ulama
Disinilah terletak arti penting dari ketentuan yang
dianut oleh Nahdhatul Ulama bahwa bertaqlid (menganut pendapat orang lain) orang lain itu dibatasi kepada pendapat pendapat yang sudah merupakan rangkaian yang lengkap (madzhab) dan pendapat pendapat itu sudah ditadwin = = ت دْو ْينtercatat dan terpelihara secara tertib. Tidak boleh bermadzhab kepada tiap orang yang hanya mempunyai pendapat satu dua masalah secara terpotong potong. Pengertian taqlid
Kata taqlid () berasal dari qollada berarti mengikat
atau mengikut. Kemudian dlam istilah agama dipergunakan dalam arti : Mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai dengan al-Qur’an dan al- Hadist. Bertaqlid tidak selalu identik dengan secara membuta tuli dalam bahasa arab diungkapkan sebagai Taqlid a’ma () = taqlid buta tanpa sama sekali mempertimbangkan apakah pendapat yang diikuti itu benar atau sesat . Memang pada tingkat pertama semua orang pasti mengalami proses mengikut tanpa mengerti kekuatan pendapat yang diikuti. Contoh : pertama kali belajar solat. Tetapi setelah tingkat pertama ini terlampaui, maka harus diusahakan supaya pengetahuaannya meningkat, menurut kemampuan dan kesempatan yang ada. Dia harus berusaha mengetahui dan meyakini kebenaran pelajaran yang diikutinya, di dengan berusaha mengetahui dalil dalilnya. Di pesantren dan madrasah para Ulama berusaha memberikan pelajaran ilmu agama dalam kadar yang memadai, tidak hanya menjadi muqollid a’ma (pentaqlid buta) tetapi untuk memiliki kemampuan lebih tinggi lagi, untuk menjadi muqollid yang lebih baik. Betapun banyaknya ilmu agama yang diterima ulama tetap mengajarkan tahu diri, tawaddu’, tidak menganggap diri sebagai mujtahid. Hakikat sistem bermadzhab
Pada hakekatnya, sistem bermadzhab tidak
mempertentangkan antara sistem ijtihad dan sistem taqlid, tetapi merangkaikan kedua duanya pada satu proporsi yang serasi. Masing masing sistem tersebut adalah sistem yang baik yang seharusnya digunakan oleh kaum Muslimin untuk mendapatkan ajaran islam yang murni. Hanya masing masing harus tepat siapa yang menggunakannya, tidak boleh salah tangan dan salah letak. Tidak semua orang diharuskan menggunakan sistem ijtihad. Sebaliknya, tidak mungkin orang menggunakan sistem taqlid, kalau tidak ada pendapat atau madzhab yang yang diikutinya, yang merupakan hasil penggunaan sistem ijtihad oleh para mujtahidin.