Anda di halaman 1dari 18

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER

DAN METODE STUDI ISLAM


Lathiefah Rabbaniyah, S.E.I., M.E.K.
PENDAHULUAN

■ Dalam pemahaman dan keyakinan umat Islam, sumber ajaran Islam terdiri dari dua sumber besar,
yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
■ Al-Qur’an dipandang sebagai sumber global yang masih bersifat umum, maka diperlukan
penjelasan hadits. Sehingga hadits berfungsi sebagai bayan, tafsir, dan takhsis bagi Al-Qur’an.
Jika terdapat beberapa hal baru sesuai dengan perkembangan zaman yang tidak dijelaskan secara
eksplisit (tersurat) dalam kedua sumber tersebut, maka diperlukan pemikiran yang luar biasa, agar
semua tantangan zaman mampu dijawab secara komprehensif, disinilah peran dan posisi strategis
dari ijtihad.
■ Ajaran Islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadits secara komprehensif, memerlukan
penelaahan dan pengkajian ilmiah (studi) yang sungguh-sungguh serta kontinyu. Oleh karena itu
diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak
ditunjukkan secara tegas oleh nash tersebut. Peran ijtihad menjadi sangat penting dalam
mengatasi persoalan yang timbul tersebut.
PENGERTIAN IJTIHAD

■ Ijtihad secara etimologis berasal dari kata jahada (berusaha keras atau berusaha sekuat
tenaga).
■ Kata ini beserta seluruh derivasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari
biasanya, sulit dilaksanakan, di luar jangkauan kemampuan atau yang tidak disenangi.
Kata ini juga berarti kesanggupan (al-wus’), kekuatan (al-thaqah), dan berat (al-
masyaqqah).
■ Ijtihad yaitu berarti pencurahan segenap kesanggupan untuk mendatangkan sesuatu dari
berbagai urusan atau perbuatan.
■ Secara teknis, ijtihad ditetapkan bagi seorang ahli hukum yang dengan kemampuan
akalnya berusaha keras untuk menentukan pendapat di lapangan hukum mengenai hal
yang pelik dan meragukan.
PERBEDAAN DEFINISI IJTIHAD

■ Para ulama mengartikan ijtihad ke dalam berbagai macam definisi/pengertian. Sehingga terdapat
perbedaan dan persamaan dalam definisi ijtihad.
■ Adapun perbedaan definisi ijtihad yaitu:
1) Terletak pada penggunaan bahasa. Sebagian menggunakan kata istifrag, dan sebagian lain
menggunakan kata badzl.
2) Terletak pada subjek ijtihad. Sebagian ada yang dinisbatkan pada mujtahid yang berkonotasi
bahwa lapangan ijtihad tidak hanya bidang fiqh, tetapi juga menyangkut berbagai persoalan.
3) Terletak pada metode ijtihad. Ada yang menggunakan metode manquli (dari Al-Qur’an dan
hadits), yaitu metode yang mengikuti metode Rasulullah yang selalu menunggu wahyu dalam
menyelesaikan setiap persoalan. Sebagian lain menggunakan metode ma’quli (berdasarkan
ra’yi dan akal), yaitu metode yang berdasarkan asumsi bahwa Rasulullah diperbolehkan
melakukan ijtihad.
PERSAMAAN DEFINISI IJTIHAD

■ Adapun persamaan dari definisi ijtihad para ulama yaitu:


1) Hukum yang bersifat zhanni
2) Objek ijtihad berkisar seputar hukum taklifi, yaitu hukum yang berkenaan dengan amaliah ibadah.
■ Para ulama sepakat bahwa ijtihad hanya boleh dilakukan pada hukum-hukum yang bersifat zhanni
(hukum-hukum atau penalaran yang tidak ditetapkan secara jelas dan qath’i, baik periwayatannya
maupun artinya.
■ Hukum-hukum ini dipahami karena adanya isyarat yang menunjuk ke arah situ (zhanni), sehingga
timbul perbedaan paham, perbedaan perspektif, baik karena hal yang berkaitan dengan periwayatan atau
penunjukan.
■ Hal inilah yang kemudian dijadikan tempat ijtihad para mujtahidin, yaitu tempat penalaran, pemikiran,
pertimbangan, pentarjihan, penelaahan, perkiraan kemaslahatan, kebaikan, serta perubahan keadaan.
KUALIFIKASI MUJTAHID

Syarat-syarat mujtahid menurut Muhammad bin Ali bin Muhammad Al Syaukani adalah:
1) Mengetahui Al-Qur’an dan Hadits yang bertalian dengan masalah-masalah hukum.
2) Mengetahui ijma’, sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma’
ulama.
3) Mengetahui Bahasa Arab, karena Al Qur’an dan hadits disusun dalam Bahasa Arab.
4) Mengetahui ushul fiqh, karena merupakan ilmu terpenting bagi mujtahid karena
membahas dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad.
5) Mengetahui nasikh-mansukh sehingga tidak berfatwa atau berpendapat berdasarkan
dalil yang sudah mansukh.
TINGKATAN MUJTAHID
1) MUJTAHID MUTHLAQ. Yaitu mujtahid yang mampu menggali hukum-hukum agama dari
sumbernya. Serta mampu menerapkan dasar-dasar pokok sebagai landasan ijtihadnya. Terbagi
menjadi dua yaitu:
a) Mujtahid Muthlaq Mutsaqil, yaitu mujtahid yang dalam ijtihadnya menggunakan metode
dan dasar-dasar yang ia susun sendiri, tidak taqlid kepada mujtahid lainm bahkan metode
dan dasar yang ia susun menjadi mazhab tersendiri. Contoh: Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Hanbali, dan Imam Syafi’i.
b) Mujtahid Muthlaq Muntasib, yaitu mujtahid yang telah mencapai derajat muthlaq
mutsaqil tetapi ia tidak menyusun metode tersendiri. Mujtahid kelompok ini tidak taqlid
kepada imamnya tanpa dalil dan keterangan, ia menggunakan keterangan imamnya untuk
meneliti dalil-dalil dan sumber-sumber pengambilannya. Contoh: Al-Muzani dari mazhab
Syafi’i dan Al-Hasan bin Ziyad dari mazhab Hanafi.
2) MUJTAHID MAZHAB. Yaitu mujtahid yang mampu mengeluarkan hukum-hukum agama
yang tidak dan atau belum dikeluarkan oleh mazhabnya, dengan cara menggunakan metode
yang telah disusun oleh mazhabnya tersebut. Contoh: Abu Ja’far Thantaqi dalam mazhab
Hanafi.
IJTIHAD SEBAGAI METODE
STUDI
URGENSI IJTIHAD

■ Tantangan umat Islam saat ini terdapat 2 macam, yaitu taqlid kepada Barat (karena
ketidakmampuan dalam membedakan modernisasi dan cara hidup Barat) dan taqlid kepada
masa lalu (karena ketidakmampuan dalam membedakan antara syariat yang merupakan wahyu
dan pandangan fuqaha masa lalu tentang syariat tersebut).
■ Berdasarkan hal tersebut, maka umat Islam dituntut untuk keluar dari persoalan itu dengan cara
melakukan ijtihad, walaupun tidak semua orang bisa melakukannya.
■ Urgensi melakukan ijtihad yaitu:
– Jarak antara saat ini dengan masa tasyri’ semakin jauh. Jarak yang jauh ini memungkinkan
terlupakannya beberapa nash, khususnya dalam hadits bisa terdapat masuknya hadits palsu
dan terjadi perubahan pemahaman terhadap nash.
– Syariat yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Hadits secara komprehensif memerlukan
penelaahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh.
RUANG LINGKUP IJTIHAD

■ Ruang lingkup atau lapangan ijtihad (majal ijtihad) adalah masalah-masalah yang
diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Istilah teknis dalam ushul fiqh
disebut sebagai al-mujtahid fih. Lapangan ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak
memiliki dalil qath’i.
■ Ijtihad dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
– Ijtihad dalam istinbath hukum dan penjelasannya (istinbathul ahkam wa bayanuh)
– Ijtihad dalam penerapan hukum (tathbiqul ahkam)
KEDUDUKAN HASIL IJTIHAD

a) Hasil ijthad tidak mutlak / relatif bisa berubah. Karena hasil ijtihad merupakan analisis
akal, maka hasilnya juga relatif.
b) Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang, dan waktu. Dalam hal ini
generalisasi terhadap suatu masalah tidak bisa dilakukan. Umat Islam tersebar di
seluruh dunia dengan berbagai situasi dan kondisi alamiah yang berbeda. Ijtihad di
suatu daerah tertentu belum tentu berlaku di daerah lain.
c) Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi, akibat, dan kemaslahatan umat.
d) Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan ibadah mahdhah. Karena masalah
tersebut telah ada ketetapannya dalam Al-Qur’an dan Hadits.
METODE IJTIHAD

Metode Metode Metode


Metode Ijma'
Qiyas Istihsan Maslahah Metode 'Urf
(Konsensus)
(Analogi) (Preference) Mursalah
METODE QIYAS / ANALOGI
(Reasoning by Analogy)

■ Yaitu mengukur atau membandingkan atau menimbang dengan membandingkan


sesuatu.
■ Secara istilah qiyas bermakna menentukan suatu hukum berdasarkan hukum yang sudah
ada karena persamaan ‘illat (motivasi hukum).
■ Contoh: meng-qiyas-kan memukul dan menyakiti orang tua dengan larangan
mengatakan ‘ah/uf’ kepada orangtua. Karena adanya persamaan ‘illat, yakni menyakiti
orang tua.
METODE IJMA’ / KONSENSUS

■ Kata ijma’ berasal dari kata jami’un, yang artinya menghimpun atau mengumpulkan.
■ Ijma’ mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan mengatur suatu hal yang tidak
teratur.
■ Maka, ijma’ berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula
sepakat atau bersatu dalam pendapat.
METODE ISTIHSAN / PREFERENCE

■ Makna asli istihsan adalah menganggap baik suatu barang atau menyukai barang
tersebut.
■ Menurut terminologi para ahli hukum, istihsan berarti menjelaskan keputusan pribadi,
yang tidak didasarkan atas qiyas, melainkan didasarkan atas kepentingan umum atau
kepentingan keadilan.
■ Contoh: peristiwa Umar bin Khattab yang tidak melaksanakan hukum potong tangan
kepada seorang pencuri pada masa paceklik.
METODE MASLAHAH MURSALAH

■ Maslahah mursalah berarti keputusan yang berdasarkan guna dan manfaat sesuai
dengan tujuan hukum syara’.
■ Kepentingan umum yang menjadi dasar pertimbangan maslahah mursalah adalah
menolak mafsadat atau mengambil suatu manfaat dari suatu peristiwa.
■ Misalkan dalam ketentuan nash terdapat suatu hal yang manfaat bagi manusia, tetapi
bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Sehingga dari nash tersebut dapat dilihat
bahwa suatu masalah mengandung maslahat dan mafsadat, maka didahulukan menolah
mafsadat.
■ Untuk hal tersebut terdapat kaidah ushul fiqh yang menyatakan: menolak kerusakan
lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatannya, dan apabila berlawanan antara
mafsadat dan maslahat, maka dahulukan menolak mafsadat.
METODE ‘URF

■ ‘Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh kebanyakan orang dan telah menjadi tradisi,
baik ucapan maupun perbuatan. Dapat juga disebut sebagai adat, sehingga terdapat
kaidah ‘al-’adah muhakamah’ (adat/tradisi dapat menjadi hukum).
■ Contoh: tidak adanya sighat (ucapan) antara penjual dan pembeli ketika terjadi akad jual
beli, karena sudah dianggap biasa dan saling dimengerti.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai