Disusun oleh :
Shavia Ainur Kusuma Adji
(20/469861/KG/12225)
PEMBIMBING
drg. Bramasto Purbo Sejati, Sp. BMM.
1. Gingival Enlargement
Pembesaran gingiva atau gingival enlargement merupakan salah satu
penyakit gingiva yang umum terjadi yang ditandai dengan peningkatan ukuran
gingiva. Penatalaksanaan penyakit ini bergantung pada ketepatan diagnosis dan
etiologinya. Pembesaran gingiva diklasifikasikan berdasarkan faktor etiologi dan
perubahan patologis, menurut lokasi dan distribusi serta menurut tingkat
pembesarannya. Berdasarkan etiopatogenesis, pembesaran gingiva dapat berupa
inflamasi, pengaruh obat yang berhubungan dengan kondisi atau penyakit
sistemik, neoplastik atau keganasan. Menurut lokasinya, pembesaran gingiva
dapar berupa marginal, papillary, atau diffuse. Berdasarkan distribusinya,
pembesaran gingiva dapat terlokalisir atau general (Amit, 2015).
Pembesaran gingiva yang terlokalisir dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
isolated, discrete, atau regional. Pembesaran gingiva secara isolated merupakan
pembesaran yang terbatas pada gingiva yang berdekatan dengan satu atau dua
gigi, contohnya yaitu abses gingiva atau abses periodontal. Pembesaran gingiva
dengan jenis discrete yaitu pembesaran dengan lesi terisolasi
sessile/pedunculated, lesi yang berbentuk seperti tumor, contohnya adalah
fibroma atau granuloma piogenik. Pembesaran gingiva secata regional mengacu
pada keterlibatan gingiva di sekitar tiga gigi atau lebih dan terdapat di satu atau
beberapa regio mulut, misalnya yaitu inflamatory enlargement yang berhubungan
dengan pernafasan lewat mulut pada regio rahang atas dan rahang bawah (Amit,
2015).
Pembesaran gingiva secara general yaitu pembesaran yang melibatkan
gingiva yang berdekatan dengan hampir seluruh gigi yang ada, misalnya yaitu
pada kasus pembesaran gigi yang disebabkan oleh obat (Amit, 2015).
2. Calcium Channel Blockers
Calcium channel antagonists atau biasa disebut calcium channel blockers
merupakan kelompok obat yang secara luas digunakan untuk benyak indikasi.
calcium channel blockers diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu non-
dihydropyridines dan dihydropyridines. Indikasi penggunaan obat jenis ini yaitu
pada kondisi kardiovaskular meliputi hipertensi, spasme koroner, angina pektoris,
disritmia supraventrikular, kardiomiopati hipertrofik, dan hipertensi pulmonal.
Selain itu, obat ini juga diresepkan untuk Raynaud’s phenomenon, perdarahan
subarachnoid, dan sakit kepala migrain (Rita dkk, 2022).
Calcium channel blockers dengan jenis non-dihydropyridines antara lain
yaitu verapamil, phenylalkylamine, benzothiazepine, dan diltiazem. Sedangkan
jenis dihydropyridines memiliki banyak macam yang sebagian besar namanya
diakhiri dengan “pine”, contohnya yaitu amlodipine dan nikardipine (Rita dkk,
2022).
Mekanisme aksi calcium channel blockers yaitu dengan menghambat secara
selektif masuknya kalsium melewati slow channel yang terdapat pada membran
sel (sarkolema) otot jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mendilatasi
arteri utama jantung dan meningkatkan pengiriman oksigen ke otot jantung
dengan spasme arteri koroner (Rita dkk, 2022).
3. Obat imunosupresan
Obat imunosupresan merupakan obat penekan sistem imun yang biasanya
digunakan pada kasus pencangkokan organ. Obat ini menekan sistem imun untuk
tidak menolak organ yang ditransplantasikan. Penekanan imun atau imunosupresi
dapat tercapai dengan cara menguras limfosit, memutus perjalanan limfosit, dan
menghambat respon limfosit. Obat imunosupresan memiliki tiga jenis efek yaitu
1) efek terapeutik dengan cara menekan rejeksi atau penolakan, 2) mencegah
terjadinya akibat dari imunodefisiensi misalnya pada kasus infeksi dan kanker, 3)
mengurangi terjadinya toksisitas non imun terhadap jaringan lain.
Klasifikasi terapi imunosupresif yang digunakan pada transplantasi organ
yaitu glukokortikoid dengan dua jenis yaitu small-molecule drugs dan protein
drugs.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Laporan Kasus
Pada jurnal ini dijelaskan dua laporan kasus dengan pembesaran gingiva
yang parah pada rahang atas dan rahang bawah, kedua pasien mengonsumsi obat
calcium channel blockers berupa amlodipine dan salah satu pasien mengonsumsi
dua jenis obat imunosupresan.
Pasien A merupakan seorang pria Afrika-Amerika berusia 52 tahun dengan
riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan transplantasi jantung. Keluhan utama
pasien tersebut berupa “dokter gigi saya memberitahu saya bahwa obat jantung
yang saya konsumsi membuat gusi saya tumbuh terlalu banyak dan sekarang saya
mengalami pertumbuhan gusi yang berlebihan sehingga gusi saya menjadi besar”.
Pasien tersebut pernah melakukan transplantasi jantung 7 tahun yang lalu dan
sejak itu pasien mengonsumsi obat imunosupresan berupa Mycophenolate Mofetil
(2 mg sebanyak 2 kali sehari) dan Tacrolimus (2 mg sebanyak 2 kali sehari),
kedua obat tersebut harus dikonsumsi terus menerus untuk pemeliharaan
transplantasi jantungnya. Obat lain yang dikonsumsi pasien yaitu Amlodipine (10
mg sebanyak 1 kali sehari), Atorvastatin (40 mg sebanyak 1 kali sehari),
Carvedilol (6,25 mg sebanyak 2 kali sehari), Aspirin (81 mg sebanyak 1 kali
sehari), Insulin Aspart (6-10 unit) sebanyak 3 kali sehari), Insulin Glargine (60
unit sebanyak 1 kali sehari), Ferrous Sulfate (325 mg sebanyak 3 kali sehari), dan
Cholecalciferol (2000 IU). Pasien tersebut menyebutkan penyakit periodontal
sudah ada sebelumnya dan telah dipertahankan secara sporadis selama 7 tahun
sejak transplantasi jantung. Pemeriksaan klinis menunjukkan kedalaman poket
saat probing yaitu 1-5 mm dan kehilangan perlekatan klinis berkisar antara 0 – 13
mm, keterlibatan furkasi kelas II – III (Glickman) dari seluruh molar pertama dan
kedua, dan mobilitas umum mulai dari Kelas I – III. Pemeriksaan radiografi
menunjukkan terdapat kehilangan tulang horizontal yang parah secara umum,
dengan gigi 31 telah terekspos seluruhnya dari prosesus alveolar. Deposit kalkulus
subgingiva dan supragingiva yang berat secara umum dan terdapat keterlibatan
furkasi dari semua gigi geraham. Setelah pemeriksaan klinis dan radiografi, pasien
tersebut didiagnosis dengan Generalized Severe Chronic Periodontitis (Stage IV
Grade C) dan pembesaran gingiva yang parah. Seluruh gigi rahang atas dan gigi
31 dianggap sudah tidak dapat dipertahankan. Pasien telah memberikan
persetujuan secara lisan dan tertulis untuk dilakukan pengobatan.
Pasien B merupakan seorang wanita Afrika-Amerika berusia 50 tahun
dengan riwayat hipertensi, anemia, murmur jantung, dan GERD. Keluhan pasien
tersebut yaitu “gusi saya benar-benar meledak selama sebulan terakhir, aku tidak
bisa mengunyah lagi dan rasa sakitnya konstan”. Pasien tersebut mengonsumsi
obat berupa Amlodipine (10 mg sebanyak 1 kali sehari), Omeprazole (40 mg
sebanyak 1 kali sehari), dan Ferrous Sulfate (325 mg sebanyak 1 kali sehari).
Pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat poket dengan kedalaman 3 – 14 mm
dengan kehilangan perlekatan klinis berkisar antara 0 – 8 mm dan mobilitas gigi
secara umum berkisar dari Kelas I – III (Miller). Pemeriksaan gigi lengkap tidak
bisa dilakukan karena rasa sakit yang pasien alami, terdapat pertumbuhan gingiva
yang berlebih, dan giginya mengalami migrasi parah. Radiografi panoramik
pasien menunjukkan kehilangan tulang horizontal yang parah secara umum
dengan gigi 26 dan 31 telah terkelupas seluruhnya dari prosesus alveolar dan
keterlibatan furkasi dari seluruh gigi molar. Setelah pemeriksaan klinis dan
radiografi, pasien tersebut didiagnosis dengan Generalized Severe Chronic
Periodontitis (Stage IV Grade C) dan pembesaran gingiva yang parah. Seluruh
gigi rahang atas dan rahang bawah dianggap sudah tidak dapat dipertahankan.
Pasien telah memberikan persetujuan secara lisan dan tertulis untuk dilakukan
pengobatan.
BAB IV
MANAJEMEN KASUS
A. Rencana Perawatan
Perawatan untuk pasien A yaitu ekstraksi seluruh gigi pada rahang atas
kecuali gigi #3 dan gigi #15 yang digunakan untuk mempertahankan dimensi
vertikal oklusi sementara selama penyembuhan. Gigi-geligi pada rahang bawah
tidak terlalu terpengaruh oleh periodontitis dan gingival enlargement sehingga
dapat dirawat dengan scalling dan root planning bersamaan dengan ekstraksi gigi
#31 dan gingivektomi radikal lokal, diikuti dengan terapi periodontal. Penggunaan
Tacrolimus tidak dapat dihentikan karena sangat penting untuk pemeliharaan
transplantasi jantung pasien.
Rencana perawatan untuk pasien B yaitu ekstraksi keseluruhan gigi dan
gingivektomi radikal. Perawatan dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan
lengkap rahang atas dan overdenture rahang bawah dengan implan untuk
mengembalikan fungsi rongga mulut pasien. Konsultasi medis diajukan dengan
permintaan untuk mengubah obat antihipertensi apabila memungkinkan.
B. Prosedur Operasi
Operasi dilakukan dibawah anastesi lokal, insisi dibuat dengan bevel
reverse secara eksternal untuk menghilangkan gingiva yang berlebihan. Insisi
yang mengelilingi gigi dibuat untuk ekstraksi gigi yang dibuat secara intrasulkular
dan dihubungkan. Flap mukoperiosteal dengan full thickness dibuat memanjang
secara bilateral. Seluruh gigi dicabut secara atraumatik dan alveolar ridge
dikurangi serta dibentuk kembali seperti yang ditunjukkan oleh rencana perawatan
prostetik. Teknik tension-free pada flap bukal dan lingual dilakukan dengan
menggunakan jahitan usus krom.
BAB V
HASIL KLINIS
BAB VI
PEMBAHASAN