Anda di halaman 1dari 16

JURNAL READING BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

SEVERE DRUG-INDUCED GINGIVAL ENLARGEMENT


AND PERIODONTITIS: A CASE SERIES WITH
CLINICAL PRESENTATION
AND MANAGEMENT

Disusun oleh :
Shavia Ainur Kusuma Adji
(20/469861/KG/12225)

PEMBIMBING
drg. Bramasto Purbo Sejati, Sp. BMM.

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
IDENTITAS JURNAL

Judul : Severe Drug-Induced Gingival Enlargement and Periodontitis: A Case


Series with Clinical Presentation and Management
Penulis: Janina, G. D., Denver, J. L., Daniel, M. L., dan George, R.
Jurnal : Oral and Maxillofacial Surgery Cases
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Dongari (2004), pembesaran gingiva (gingival enlargement)


merupakan suatu kondisi dimana ukuran gingiva meningkat. Kondisi tersebut
disebabkan oleh karena adanya peradangan, penyakit sistemik, atau konsumsi
obat-obatan tertentu. Tiga jenis obat yang diketahui dapat menyebabkan
pembesaran gingiva adalah antikonvulsan, antihipertensi (calcium channel
blocker), dan imunosupresan (Lima dkk, 2008). Pada pasien dengan periodontitis
dan pembesaran gingiva, kedua kondisi tersebut dapat memperburuk dan
mempercepat keparahannya satu sama lain. Apabila penyebab pembesaran
gingiva dari obat-obatan tertentu, terkadang tidak dapat diubah karena obat-obatan
tersebut sangat penting untuk pemeliharaan kesehatan pasien. Pasien tersebut
memerlukan perawatan dan pemeliharaan khusus terkait kondisinya (Reali dkk,
2009).
Amlodipine adalah obat antihipertensi yang termasuk dalam kategori
calcium channel blockers yang mekanisme utamanya melibatkan relaksasi otot
polos pembuluh darah dan meningkatkan diameternya, sehingga dapat
mengurangi tekanan darah. Selain pembesaran gingiva, efek samping dari obat
tersebut yaitu termasuk kelelahan, pruritus, mual, edema perifer, dan edema paru
(Kishen dan Manouchkathe, 2021).
Tacrolimus merupakan obat imunosupresan yang termasuk dalam kategori
inhibitor kalsineurin. Obat ini digunakan untuk profilaksis penolakan organ
setelah transplantasi. Kalsineurin meningkatkan aktivitas gen yang mengode IL-2
dan sitokin terkait. Namun, proses ini diblokir oleh kompleks protein yang dibuat
ketika tacrolimus mengikatnya dan imunofilin. Selain pembesaran gingiva, efek
samping dari tacrolimus yaitu antara lain peningkatan resiko infeksi bakteri,
jamur, dan virus, kerusakan jantung, hipertensi, dan berbagai kondisi kejiwaan
(John dkk, 2021). Adanya plak dan kebersihan rongga mulut yang buruk dapat
meningkatkan insidensi pembesaran gingiva.
Mycophenolate adalah obat imunosupresan yang digunakan untuk
profilaksis penolakan organ setelah transplantasi. Mekanisme karjanya yaitu
dengan memblokir sintesis purin de novo. Sel B- dan Limfosit T bergantung pada
sintesis de novo sedangkan sebagian besar sel lain mengandalkan nukleotida
purin. Pada hal ini, mikofenolat selektif dalam menghambat sel B dan T. Selain
pembesaran gingiva, efek samping lainnya yaitu hipertensi, edema perifer,
hipotensi, ruam kulit, mudah memar, hiperglikemia, dan efek pada fungsi
endokrin lainnya seperti disfungsi hati dan peningkatan resiko infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Gingival Enlargement
Pembesaran gingiva atau gingival enlargement merupakan salah satu
penyakit gingiva yang umum terjadi yang ditandai dengan peningkatan ukuran
gingiva. Penatalaksanaan penyakit ini bergantung pada ketepatan diagnosis dan
etiologinya. Pembesaran gingiva diklasifikasikan berdasarkan faktor etiologi dan
perubahan patologis, menurut lokasi dan distribusi serta menurut tingkat
pembesarannya. Berdasarkan etiopatogenesis, pembesaran gingiva dapat berupa
inflamasi, pengaruh obat yang berhubungan dengan kondisi atau penyakit
sistemik, neoplastik atau keganasan. Menurut lokasinya, pembesaran gingiva
dapar berupa marginal, papillary, atau diffuse. Berdasarkan distribusinya,
pembesaran gingiva dapat terlokalisir atau general (Amit, 2015).
Pembesaran gingiva yang terlokalisir dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
isolated, discrete, atau regional. Pembesaran gingiva secara isolated merupakan
pembesaran yang terbatas pada gingiva yang berdekatan dengan satu atau dua
gigi, contohnya yaitu abses gingiva atau abses periodontal. Pembesaran gingiva
dengan jenis discrete yaitu pembesaran dengan lesi terisolasi
sessile/pedunculated, lesi yang berbentuk seperti tumor, contohnya adalah
fibroma atau granuloma piogenik. Pembesaran gingiva secata regional mengacu
pada keterlibatan gingiva di sekitar tiga gigi atau lebih dan terdapat di satu atau
beberapa regio mulut, misalnya yaitu inflamatory enlargement yang berhubungan
dengan pernafasan lewat mulut pada regio rahang atas dan rahang bawah (Amit,
2015).
Pembesaran gingiva secara general yaitu pembesaran yang melibatkan
gingiva yang berdekatan dengan hampir seluruh gigi yang ada, misalnya yaitu
pada kasus pembesaran gigi yang disebabkan oleh obat (Amit, 2015).
2. Calcium Channel Blockers
Calcium channel antagonists atau biasa disebut calcium channel blockers
merupakan kelompok obat yang secara luas digunakan untuk benyak indikasi.
calcium channel blockers diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu non-
dihydropyridines dan dihydropyridines. Indikasi penggunaan obat jenis ini yaitu
pada kondisi kardiovaskular meliputi hipertensi, spasme koroner, angina pektoris,
disritmia supraventrikular, kardiomiopati hipertrofik, dan hipertensi pulmonal.
Selain itu, obat ini juga diresepkan untuk Raynaud’s phenomenon, perdarahan
subarachnoid, dan sakit kepala migrain (Rita dkk, 2022).
Calcium channel blockers dengan jenis non-dihydropyridines antara lain
yaitu verapamil, phenylalkylamine, benzothiazepine, dan diltiazem. Sedangkan
jenis dihydropyridines memiliki banyak macam yang sebagian besar namanya
diakhiri dengan “pine”, contohnya yaitu amlodipine dan nikardipine (Rita dkk,
2022).
Mekanisme aksi calcium channel blockers yaitu dengan menghambat secara
selektif masuknya kalsium melewati slow channel yang terdapat pada membran
sel (sarkolema) otot jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mendilatasi
arteri utama jantung dan meningkatkan pengiriman oksigen ke otot jantung
dengan spasme arteri koroner (Rita dkk, 2022).

3. Obat imunosupresan
Obat imunosupresan merupakan obat penekan sistem imun yang biasanya
digunakan pada kasus pencangkokan organ. Obat ini menekan sistem imun untuk
tidak menolak organ yang ditransplantasikan. Penekanan imun atau imunosupresi
dapat tercapai dengan cara menguras limfosit, memutus perjalanan limfosit, dan
menghambat respon limfosit. Obat imunosupresan memiliki tiga jenis efek yaitu
1) efek terapeutik dengan cara menekan rejeksi atau penolakan, 2) mencegah
terjadinya akibat dari imunodefisiensi misalnya pada kasus infeksi dan kanker, 3)
mengurangi terjadinya toksisitas non imun terhadap jaringan lain.
Klasifikasi terapi imunosupresif yang digunakan pada transplantasi organ
yaitu glukokortikoid dengan dua jenis yaitu small-molecule drugs dan protein
drugs.

BAB III
LAPORAN KASUS

1. Laporan Kasus
Pada jurnal ini dijelaskan dua laporan kasus dengan pembesaran gingiva
yang parah pada rahang atas dan rahang bawah, kedua pasien mengonsumsi obat
calcium channel blockers berupa amlodipine dan salah satu pasien mengonsumsi
dua jenis obat imunosupresan.
Pasien A merupakan seorang pria Afrika-Amerika berusia 52 tahun dengan
riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan transplantasi jantung. Keluhan utama
pasien tersebut berupa “dokter gigi saya memberitahu saya bahwa obat jantung
yang saya konsumsi membuat gusi saya tumbuh terlalu banyak dan sekarang saya
mengalami pertumbuhan gusi yang berlebihan sehingga gusi saya menjadi besar”.
Pasien tersebut pernah melakukan transplantasi jantung 7 tahun yang lalu dan
sejak itu pasien mengonsumsi obat imunosupresan berupa Mycophenolate Mofetil
(2 mg sebanyak 2 kali sehari) dan Tacrolimus (2 mg sebanyak 2 kali sehari),
kedua obat tersebut harus dikonsumsi terus menerus untuk pemeliharaan
transplantasi jantungnya. Obat lain yang dikonsumsi pasien yaitu Amlodipine (10
mg sebanyak 1 kali sehari), Atorvastatin (40 mg sebanyak 1 kali sehari),
Carvedilol (6,25 mg sebanyak 2 kali sehari), Aspirin (81 mg sebanyak 1 kali
sehari), Insulin Aspart (6-10 unit) sebanyak 3 kali sehari), Insulin Glargine (60
unit sebanyak 1 kali sehari), Ferrous Sulfate (325 mg sebanyak 3 kali sehari), dan
Cholecalciferol (2000 IU). Pasien tersebut menyebutkan penyakit periodontal
sudah ada sebelumnya dan telah dipertahankan secara sporadis selama 7 tahun
sejak transplantasi jantung. Pemeriksaan klinis menunjukkan kedalaman poket
saat probing yaitu 1-5 mm dan kehilangan perlekatan klinis berkisar antara 0 – 13
mm, keterlibatan furkasi kelas II – III (Glickman) dari seluruh molar pertama dan
kedua, dan mobilitas umum mulai dari Kelas I – III. Pemeriksaan radiografi
menunjukkan terdapat kehilangan tulang horizontal yang parah secara umum,
dengan gigi 31 telah terekspos seluruhnya dari prosesus alveolar. Deposit kalkulus
subgingiva dan supragingiva yang berat secara umum dan terdapat keterlibatan
furkasi dari semua gigi geraham. Setelah pemeriksaan klinis dan radiografi, pasien
tersebut didiagnosis dengan Generalized Severe Chronic Periodontitis (Stage IV
Grade C) dan pembesaran gingiva yang parah. Seluruh gigi rahang atas dan gigi
31 dianggap sudah tidak dapat dipertahankan. Pasien telah memberikan
persetujuan secara lisan dan tertulis untuk dilakukan pengobatan.
Pasien B merupakan seorang wanita Afrika-Amerika berusia 50 tahun
dengan riwayat hipertensi, anemia, murmur jantung, dan GERD. Keluhan pasien
tersebut yaitu “gusi saya benar-benar meledak selama sebulan terakhir, aku tidak
bisa mengunyah lagi dan rasa sakitnya konstan”. Pasien tersebut mengonsumsi
obat berupa Amlodipine (10 mg sebanyak 1 kali sehari), Omeprazole (40 mg
sebanyak 1 kali sehari), dan Ferrous Sulfate (325 mg sebanyak 1 kali sehari).
Pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat poket dengan kedalaman 3 – 14 mm
dengan kehilangan perlekatan klinis berkisar antara 0 – 8 mm dan mobilitas gigi
secara umum berkisar dari Kelas I – III (Miller). Pemeriksaan gigi lengkap tidak
bisa dilakukan karena rasa sakit yang pasien alami, terdapat pertumbuhan gingiva
yang berlebih, dan giginya mengalami migrasi parah. Radiografi panoramik
pasien menunjukkan kehilangan tulang horizontal yang parah secara umum
dengan gigi 26 dan 31 telah terkelupas seluruhnya dari prosesus alveolar dan
keterlibatan furkasi dari seluruh gigi molar. Setelah pemeriksaan klinis dan
radiografi, pasien tersebut didiagnosis dengan Generalized Severe Chronic
Periodontitis (Stage IV Grade C) dan pembesaran gingiva yang parah. Seluruh
gigi rahang atas dan rahang bawah dianggap sudah tidak dapat dipertahankan.
Pasien telah memberikan persetujuan secara lisan dan tertulis untuk dilakukan
pengobatan.

BAB IV
MANAJEMEN KASUS

A. Rencana Perawatan
Perawatan untuk pasien A yaitu ekstraksi seluruh gigi pada rahang atas
kecuali gigi #3 dan gigi #15 yang digunakan untuk mempertahankan dimensi
vertikal oklusi sementara selama penyembuhan. Gigi-geligi pada rahang bawah
tidak terlalu terpengaruh oleh periodontitis dan gingival enlargement sehingga
dapat dirawat dengan scalling dan root planning bersamaan dengan ekstraksi gigi
#31 dan gingivektomi radikal lokal, diikuti dengan terapi periodontal. Penggunaan
Tacrolimus tidak dapat dihentikan karena sangat penting untuk pemeliharaan
transplantasi jantung pasien.
Rencana perawatan untuk pasien B yaitu ekstraksi keseluruhan gigi dan
gingivektomi radikal. Perawatan dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan
lengkap rahang atas dan overdenture rahang bawah dengan implan untuk
mengembalikan fungsi rongga mulut pasien. Konsultasi medis diajukan dengan
permintaan untuk mengubah obat antihipertensi apabila memungkinkan.

B. Prosedur Operasi
Operasi dilakukan dibawah anastesi lokal, insisi dibuat dengan bevel
reverse secara eksternal untuk menghilangkan gingiva yang berlebihan. Insisi
yang mengelilingi gigi dibuat untuk ekstraksi gigi yang dibuat secara intrasulkular
dan dihubungkan. Flap mukoperiosteal dengan full thickness dibuat memanjang
secara bilateral. Seluruh gigi dicabut secara atraumatik dan alveolar ridge
dikurangi serta dibentuk kembali seperti yang ditunjukkan oleh rencana perawatan
prostetik. Teknik tension-free pada flap bukal dan lingual dilakukan dengan
menggunakan jahitan usus krom.

BAB V
HASIL KLINIS

Penyembuhan kedua kasus tersebut baik. Pasien A mencapai status


periodontal yang stabil untuk gigi rahang bawah dan puas dengan fungsi dan
estetika protesa rahang atas. Prognosis pasien A membaik dan pembesaran
gingiva tidak terjadi lagi dengan beberapa tindakan yaitu ekstraksi gigi-gigi yang
jaringan periodontalnya rusak, kontrol plak, dan terapi periodontal yang
mendukung. Kondisi pasien B yaitu tidak bergigi dan sedang menjalani perawatan
untuk mengembalikan fungsi dan estetika rahang atas dan rahang bawah. Kedua
pasien akan dipantau secara teratur dan apabila terdapat pembesaran gingiva yang
berulang di sekitar gigi rahang bawah pada pasien A, harus dideteksi dan dirawat
pada tahap awal.

BAB VI
PEMBAHASAN

Obat calcium channel blockers dan imunosupresan merupakan dua obat


utama yang dikonsumsi pasien dan menyebabkan pembesaran gingiva. Kedua
jenis obat tersebut memiliki mekanisme aksi yang sama yaitu menghambat
masuknya ion kalsium intraseluler yang menghasilkan efek samping yang umum
pada jaringan ikat gingiva (Bharti dkk, 2013). Pembesaran gingiva telah
disebabkan oleh ketiga jenis obat calcium channel blockers (Missouris dkk,
2000). Pertumbuhan gingiva yang berlebihan secara signifikan telah diamati pada
6,3% subjek yang mengonsumsi Nifedipin dan tingkat keparahannya ditemukan
terkait dengan jumlah peradangan gingiva (Ellis dkk, 1999). Pembesaran gingiva
yang disebabkan oleh penggunaan Amlodipine lebih jarang, namun pada dosis
1
harian  5 mg hanya menyebabkan pembesaran gingiva ringan (< mahkota
3
klinis) pada 3,3% subjek (Jorgensen, 1997). Kedua pasien diberikan resep
Amlodipine dengan dosis 10 mg setiap hari, keparahan pembesaran gingiva pada
kedua pasien tersebut dapat dikaitkan dengan penggunaan Amlodipine dengan
dosis yang lebih tinggi.
Pasien A mengonsumsi obat dua jenis obat imunosupresan yang diduga
menyebabkan pertumbuhan berlebih pada gingiva. Obat Tacrolimus yang
dikonsumsi pasien digunakan sebagai pengganti Cyclosporin karena tidak
menimbulkan efek samping pembesaran gingiva yang parah (Sekiguchi dkk,
2007). Menurut De La Rosa dkk (2009), prevalensi pembesaran gingiva pada
pasien dengan riwayat transplantasi ginjal yang mengonsumsi Mikofenolat
dilaporkan menurun dibandingkan pasien yang mengonsumsi obat imunosupresan
lainnya. Selain itu, Mikofenolat dianggap dapat mencegah pembesaran gingiva.
Tingkat keparahan pada pasien A menunjukkan adanya efek sinergis atau efek
modifikasi dari obat-obatan yang dikonsumsi.
Pasien B menderita periodontitis dan pembesaran gingiva, kedua kondisi
tersebut memperburuk dan mempercepat keparahan satu sama lain (Reali dkk,
2009). Skor plak tinggi dan inflamasi gingiva merupakan faktor etiologi yang
penting yang dapat membuat pembesaran gingiva menjadi lebih parah diluar dari
induksi obat penyebab, terutama pada pembesaran gingiva yang disebabkan oleh
karena obat. Pasien dengan pembesaran gingiva yang signifikan memiliki skor
plak dan indeks perdarahan papiler yang lebih besar (Cezario dkk, 2008). Kedua
pasien yang dijelaskan pada laporan kasus ini memiliki kondisi rongga mulut
antara lain yaitu deposit kalkulus berat umum, plak yang cukup besar dan
penyakit periodontal yang tidak terkelola. Tingkat keparahan pembesaran gingiva
pada pasien yang mengonsumsi obat calcium channel blockers dan
imunosupresan berhubungan dengan kontrol plak yang buruk dan tingkat
peradangan gingiva yang diinduksi oleh plak. Kontrol plak yang baik dan
pemeliharaan periodontal yang teratur penting dalam perawatan pasien yang
mengonsumsi obat calcium channel blockers dan imunosupresan.
Mobilitas dan migrasi gigi dalam kasus ini terkait dengan kekuatan aktif
yang ditimbulkan dari pembesaran gingiva dan faktor remodelling alveolar yang
belum ditentukan (Fu dkk, 1997). Mekanisme kekuatan aktif yang dapat
menyebabkan mobilitas dan migrasi gigi dapat disebabkan karena adanya
peningkatan produksi kolagen gingiva oleh fibroblas (Mavrogiannis dkk, 2006).
Pada jaringan yang mengalami pembesaran gingiva menunjukkan stroma jaringan
ikat yang menebal disertai dengan peningkatan kolagen, penebalan epitel, dan
perpanjangan retepeg. Analisis berdasarkan pemeriksaan histologis pasien A
menunjukkan karakteristik tersebut. Selain itu, terdapat perubahan jumlah
membran basal yang tinggi, pola serabut kolagen tipe IV yang terputus-putus, dan
terdapat penurunan laminin 5 (Kantarci dkk, 2011).
Pembesaran gingiva yang disebabkan oleh obat pada umumnya memerlukan
intervensi. Perawatan bedah sering menjadi pilihan perawatan utama untuk pasien
dengan pembesaran gingiva yang parah. Dokter dan dokter gigi perlu
memperhatikan pemberian obat-obatan tersebut dan harus dapat mengidentifikasi
perubahan gingiva sedini mungkin setelah pemberian obat. Deteksi dini
perubahan jaringan gingiva pada pasien yang menjalani perawatan rutin oleh
dokter gigi sangat menguntungkan karena sebelum kondisi gingiva menjadi lebih
parah pasien dapat menjalani perawatan non-bedah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya tingkat peradangan gingiva yang disebabkan oleh plak,
mengurangi tingkat kekambuhan dan mengurangi efek samping yang tidak
diinginkan contohnya kehilangan gigi (Mavrogiannis dkk, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Amit, A. A., 2015, Gingival Enlargement: Differential Diagnosis and Review of


Literature, World J Clin Cases, 3(9):779-88.
Dongari-Bagtzoglou, A., 2004, Drug Associated Gingival Enlargement., J
Periodontol., 75(10):1424-31.
Glickman Lewitus, M., 1941, Hyperplasia of The Gingiva Associated with
Dilantin (Sodium Diphenylhydantoinate) Therapy, JADA, 28:199-207.
Lima, R. B., Benini, V., Sens, Y. A. S., 2008, Gingival Overgrowth in Renal
Transplant Recipients: A Study Concerning Prevelence, Severity,
Periodontal, and Predisposing Factors, Transplant Proc, 40(5):1425-
1428.
Reali, L., Zuliani, E., Gabutti, L., Schonholzer, C., Marone, C., 2009, Poor Oral
Hygiene Enhances Gingival Overgrowth Caused by Calcineurin
Inhibitors, J Clin Pharm Therapeut, 34(3):255-60.
John, P., Cunha, D. O., FACOEP., 2021, Cellcept (Mycophenolate Mofetil) Side
Effects Drug Center, RxList.
Papapanou, P. N., Sanz, M., Buduneli, N., Periodontitis: Consensus Report of
Workgroup 2 of The 2017 World Workshop on The Classification of
Periodontal and Peri-Implant Diseases and Conditions, J Clin
Periodontol, 45(20): S162-70.
Bharti, V., Bansal, C., 2013, Drug-Induced Gingival Overgrowth: The Nemesis of
Gingival Unraveled, J Indian Soc Priodontol, 17(2):182-187.
Missouris, G. G., Kalaitzdis, R. G., Cappuccio, F. P., MacGregor, G. A., 2000,
Gingival Hyperplasia Caused by Calcium Channel Blockers, J Hum
Hypertens, 14:155-6.
Ellis, J. S., Seymour, R. A., Steele, J. G., Robertson, P., Butler, T. J., Thomason,
M., 1999, Prevalence of Gingival Overgrowth Induced by Calcium
Channel Blockers: A-Community-Based Study, J Periodontol, 70(1):63-
7.
Jorgensen, M. G., 1997, Prevalence of Amlodipine-Related Gingival Hyperplasia,
J Periodontol, 68:676-8.
Sekiguchi, R. T., Paixao, C. G., Saraiva, L., Romito, G. A., Pannuti, C. M.,
Lotufo, R. F., 2007, Incidence of Tacrolimus-Induced Gingival
Overgrowth in The Absence of Calcium Channel Blockers: A Short-
Term Study, J Clin Periodontol, 34:545-50.
De La Rosa Garcia, E., Mondragon Padilla, A., 2009, The Effect of
Mycophenolate and Azathioprine on Gingival Enlargement Associated
with Cyclosprorine: A Use in Kidney Transplant Patients, Nefrologia,
29(5):474-8.
Cezario, E. S., Cota, L. O. M., Ferreira, S. D., Siqueira, F. M., Soares, R. V.,
2008, Gingival Overgrowth in Renal Transplant Subjects Medicated with
Tacrolimus in The Absence of Calcium Channel Blockers,
Transplantation, 85:232-6.
Fu, E., Nieh, S., Wikesjo, U. E., Fu-Gong, L., Shen, E. C., 1997, Gingival
Overgrowth and Dental Alveolar Alteration: Possible Mechanisms of
Cyclosporin-Induced Tooth Migration: A Experimental Study in The Rat,
J Periodontol, 68:1231-6.
Li, B., Sun, W., Yong, J., 2008, The Effect of Nifedipine on The Expression of
Type I Collagen in Gingival Fibroblasts, J Nanging Univ, 22:92-5.
Kantarci, A., Nseir, Z., Kim, Y. S., Sume, S. S., Trackman, P. C., 2011, Loss of
Basement Membrane Integrity in Human Gingival Overgrowth, J Dent
Res, 90(7):887-93.
Mavrogiannis, M., Ellis, J. S., Thomason, J. M., Seymour, R. A., 2006, The
Management of Drug-Induced Gingival Overgrowth, J Clin Periodontol,
33(6):434-9.

Anda mungkin juga menyukai