Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS DAN LEGALISTIK

2.1 Landasan Teoritis


2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Aparatur Sipil Negara merupakan suatu aset pemerintah yang

harus dijaga, dikembangkan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga

memiliki produktifitas yang baik guna mencapai tujuan organisasi. Untuk

mendapatkan kinerja ASN yang diinginkan diperlukan suatu pengelolaan

yang baik. Sistem manajemen kepegawaian yang dimaksud menjadikan

ASN sebagai sumber produksi dalam menghasilkan pelayanan bagi

masyarakat. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu

pengelolaan, pengaturan dan pemanfaatan pegawai sehingga dapat

bekerja secara efektif dan efisien.

Menurut Sedarmayanti (2014:13) Manajemen Sumber Daya

Manusia (MSDM) adalah “kebijakan dan praktik menentukan aspek

“manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk

merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian”.

MSDM memiliki ruang lingkup yang luas meliputi seluruh aspek

pengelolaan ASN.

Menurut Hasibuan (2017:10) “MSDM adalah ilmu dan seni

mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

13
14

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”.

Sedangkan Menurut Wirman Syafri dan Alwi (2014:10) Manajemen

Sumber Daya Manusia adalah suatu “Proses kegiatan perencanaan,

perekrutan, seleksi, pengembangan, pemiliharaan dan penggunaan

sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi dengan efektif”.

Berdasarkan pengertian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa

MSDM merupakan suatu proses yang dilakukan berkaitan dengan

pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya manusia

dengan sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif

dan efisien. Sumber daya manusia yang ada merupakan suatu aset

organisasi yang perlu dikelola dengan baik. Sehingga dapat menghasilkan

output yang diharapkan mampu memberikan benefit kepada organisasi

tersebut dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Manulang

dalam Hasibuan (2017:24) adalah sebagai berikut:

1. Precuring
- Membuat anggaran kerja bagi perusahaan.
- Membuat job analysis, job description, dan job specification.
- Menentukan dan menghubungi sumber-sumber tenaga
kerja.
- Mengadakan seleksi.
2. Developing
- Melatih dan mendidik pegawai.
- Mengadakan penilaian kecakapan.
- Mempromosikan dan memindahkan pegawai.
3. Mantenancing
- Mengurus pemberhentian.
- Mengurus pensiun.
- Mengurus kesejahteraan karyawan termasuk pembayaran
upah, pemindahan, dll.
- Motivasi.
15

Menurut Siagian (2018: 27) “MSDM yang baik ditunjukan kepada

peningkatan kontribusi yang dapat diberikan oleh para pekerja dalam

organisasi ke arah tercapainya tujuan organisasi”. Hal ini berarti suatu

pengelolaan pegawai dapat dikatakan berhasil apabila pegawainya dapat

memberikan kinerja yang baik terhadap organisasi dalam pencapaian

tujuan melalui sasaran-sasaran organisasi.

Tujuan MSDM secara umum menurut Sedarmayanti (2014:13)

“adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai

keberhasilan melalui orang”. Lanjutnya tujuan MSDM secara khusus

meliputi:

1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan


karyawan cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi,
seperti yang diperlukan.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada
manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka.
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang
meliputi prosedur perekrutan dan seleksi “yang teliti”, sistem
kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja,
pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang
terkait “kebutuhan bisnis”.
4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi
yang menyadari bahwa karyawan adalah pihak terkait dalam
organisasi bernilai dan membantu mengembangkan iklim kerja
sama dan kepercayaan bersama.
5. Menciptakan iklim, di mana hubungan yang produktif dan
harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara
manajemen dengan karyawan.
6. Mengembangkan lingkungan, di mana kerja sama tim dan
fleksibilitas dapat berkembang.
7. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan
kebutuhan pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil
pemerintah, manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan
masyarakat luas).
16

8. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa


yang mereka lakukan dan mereka capai.
9. Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan
perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan
penempatan, gaya kerja dan aspirasi.
10. Memastikan bahwa kesamaan kesempatan tersedia untuk
semua.
11. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang
didasarkan pada perhatian untuk karyawan, keadilan dan
transportasi.
12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan
mental karyawan.
Tujuan secara umum yang diungkapkan lebih ditujukan kepada

pemanfaatan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi.

Hal ini lebih kepada mempergunakan manusia selayaknya mesin dalam

tujuan produksi. Sedangkan tujuan MSDM secara khusus lebih ditujukan

dalam pengelolaan sumber daya manusia sebagai aset, harus dijaga dan

dipertahankan melalui manajemen yang baik. Sehingga pendekatan yang

digunakan dalam MSDM adalah pendekatan etis yang mana dalam

pengelolaannya lebih mementingkan kesejahteraan pegawai. Pegawai

yang sejahtera dapat berakibat pada peningkatan kinerja yang dihasilkan

dan akan menguntungkan bagi organisasi.

2.1.2 Penempatan Pegawai

Penempatan pegawai adalah suatu aktivitas menempatkan

pegawai pada posisi yang tepat sesuai dengan pekerjaan berdasarkan

kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki sehingga selaras dengan

karakteristik pekerjaannya (Sedarmayanti 2014:39). Jadi, penempatan


17

pegawai merupakan suatu proses penting dalan manajemen pegawai

yang harus diperhatikan. Pegawai yang ditempatkan pada posisi yang

tepat akan lebih efektif dalam bekerja sehingga mampu menciptakan

kinerja organisasi yang lebih baik.

Siagian (2008:169) menjelaskan “penempatan tidak hanya berlaku

bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para pegawai lama

yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan

mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun”. Sedarmayanti

(2014:375) menjelaskan:

1) Promosi
Adalah penempatan pegawai pada jabatan yang lebih tinggi
dengan wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dan
penghasilan yang lebih tinggi pula.
2) Mutasi
Alih tugas di mana seseorang ditempatkan pada tugas baru
dengan wewenang, tanggung jawab dan penghasilan yang
relatif sama dengan jabatan lama atau alih tempat di mana
secara prinsip, sama dengan alih tugas hanya pada hal yang
kedua ini, secara fisik, lokasi tempat kerja berbeda dengan yang
sekarang.
3) Demosi
Berarti bahwa seseorang karena beberapa pertimbangan
mengalami penurunan pangkat atau jabatan dengan tanggung
jawab dan penghasilan yang lebih kecil.

Proses penempatan yang baik akan menghasilkan kinerja yang

baik pula dari pegawai bersangkutan. Oleh sebab itu pelaksanaan

penempatan harus disesuaikan dengan kompetensi dan karekter dari

pegawai itu sendiri sesuai dengan jabatan dan pekerjaan yang akan

dilaksanakannya.
18

Mutasi merupakan ruang ligkup penempatan pegawai yang dalam

pelaksanaannya juga harus memperhatikan dasar pertimbangannya.

Hasibuan (2017:103) mengemukakan dasar pelaksanaan mutasi adalah

sebagai berikut:

1. Merit System
Merit system adalah mutasi karyawan yang didasarkan atas
landasan yang bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi
kerjanya. Merit system atau career system ini merupakan dasar
mutasi yang baik karena:
a. Output dan produktivitas kerja meningkat
b. Semangat kerja meningkat
c. Jumlah kesalahan yang diperbuat menurun
d. Absensi dan disiplin karyawan semakin baik
e. Jumlah kecelakanaan menurun
2. Seniority system
Seniority system adalah mutasi yang didasarkan atas landasan
masa kerja, usia, dan pengalaman kerja dari karyawan
bersangkutan. Sistem mutasi ini tidak objektif karena kecakapan
orang yang dimutsikan berdasarkan senioritas belumtentu
mampu memangku jabatan baru
3. Spoil Sistem
Spoil system adalah mutasi yang didasarkan atas landasan
kekeluargaan. Sistem mutasi ini kurang baik karena didasarkan
atas pertimbangan suka atau tidak suka (like or dislike).

Pemerintah Indonesia sudah menerapkan sistem merit sebagai

dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi dan penempatan pegawai di

Indonesia. Seperti yang tercantum dalam penjelasan diatas, sistem merit

memberikan peluang dan kesempatan kepada seluruh pegawai untuk

berkompetisi dalam menduduki suatu jabatan. Sistem ini bersifat objektif

karena penilaiannya berdasarkan kompetensi yang dimiliki dan tidak

bersifat subjektif, yakni penilaian yang dilakukan berdasarkan senioritas


19

dan bersifat nepotisme sehingga lebih mementingkan rasa suka atau tidak

suka terhadap pegawai tersebut.

2.1.3 Jabatan Struktural

Menurut Sedarmayanti (2014: 375) “jabatan adalah kedudukan

yang menjalankan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang

pegawai negeri dalam rangka susunan suatu satuan organisasi negara”.

Oleh karena jabatan merupakan suatu hak maka setiap pegawai negeri

mempunyai kesempatan yang sama dalam berkompetisi dalam

menduduki jabatan tersebut.

Menurut Simangunsong (2017:553) “Jabatan adalah kedudukan

yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang

Pegawai Negeri Sipil”. Sedarmayanti (2014:376) mengemukakan terdapat

dua jenis jabatan karier, yaitu:

1. Jabatan struktural yaitu jabatan yang secara tegas disebutkan


dalam struktur organisasi.
2. Jabatan fungsional yaitu jabatan yang tidak secara tegas
disebutkan dalam struktur organisasi tetapi dari sudut fungsinya
diperlukan oleh organisasi.
Penulis menarik kesimpulan bahwa jabatan struktual merupakan

suatu tugas, wewenang dan tanggungjawab yang dilaksanakan oleh

seorang pegawai yang menduduki jabatan tersebut yang terdapat dalam

struktur organisasi. Jabatan tersebut merupakan hak yang hanya dapat

diduduki oleh pegawai yang berstatus sebagai PNS. Setiap jabatan


20

tentunya memiliki kualifikasi persyaratannya masing-masing sehingga

pegawai yang ingin menduduki jabatan tersebut harus melalui tahapan

seleksi dimana akan disesuaikan antara kualifikasi pegawai dengan

jabatan.

Simangunsong (2017:554) mengungkapkan dalam pengangkatan

jabatan struktural harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil;


b. Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat di bawah
jemjang pangkat yang ditentukan.
c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan.
d. Semua unsur penilaian prestasi kinerja bernilai baik dalam dua
tahun terakhir.
e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan.
f. Sehat jasmani dan rohani

Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian


perlu memperhatikan faktor:
a. Senioritas dalam kepangkatan
b. Usia
c. Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) Jabatan
d. Pengalaman

2.1.4 Kompetensi

Kompetensi sudah menjadi bagian penting dari proses manajemen

sumber daya manusia. Dalam pelaksanaannya kompetensi merupakan

aspek penting yang sangat diperlukan dalam melaksanakan suatu

kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang dinginkan secara efektif

dan efisien. Kompetensi merujuk pada sikap profesional seorang pegawai

yang ditunjukkan dalam bekerja sehingga mencerminkan kemampuan


21

yang dimiliki dalam melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif (Wibowo

2014:272). Kompetensi adalah komponen utama yang harus dimiliki

seorang pegawai untuk menciptakan capaian kinerja yang terbaik

sehingga kompetensi dapat menentukan seberapa berhasil suatu

organisasi (Sedermayanti 2014:127).

Beberapa definisi Kompetensi juga dijelaskan dalam Sudarmanto

(2009) diantaranya:

1. Menurut Margaret Dale (2003:5), kompetensi menggambarkan


dasar pengetahuan dan standar kinerja yang dipersyaratkan
agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang
suatu jabatan.
2. Badan Kepegawaian Negara (2003) mendefinisikan kompetensi
sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang
Pegawai Negeri Sipil yang berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien.
Kompetensi merupakan syarat penting yang harus dimiliki seorang

pegawai negeri sipil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya

dalam menduduki suatu jabatan tertentu. Kompetensi bukan hanya

berupa kemampuan dan keterampilan akan tetapi juga mencakup aspek

watak dan karakter seorang pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan.

Menurut Spencer (1993) dalam Sudarmanto (2009:53), komponen-

komponen kompetensi mencakup beberapa hal berikut.

1) Motives adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau


dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif
menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap
kegiatan atau tujuan tertentu dan menjauh dari orang lain.
22

2) Traits adalah karakteristik-karakteristik fisik dan respons-respons


konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
3) Self concept adalah sikap, nilai, dan citra diri seseorang.
4) Knowledge adalah pengetahuan atau informasi seseorang dalam
bidang spesifik tertentu.
5) Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik tertentu
atau tugas mental tertentu.
Komponen kompetensi yakni knowledge dan skill bersifat terlihat

serta untuk mengembangkannya dapat dilakukan dengan mudah melalui

kegiatan pelatihan dan pengembangan. Sedangkan motives, traits dan

self concept merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat sehingga

pengembangannya lebih sulit apabila hanya dilakukan dengan kegiatan

pelatihan dan pengembangan (Sudarmanto 2009:53).

Strategi pengembangan kemampuan dan keterampilan pegawai

dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan berbasisis

kompetensi. Kegiatan ini dilakukan guna mengurangi kesenjangan

kompetensi yang dimiliki pegawai dalam suatu organisasi. Pendidikan dan

pelatihan yang diselenggarakan bertujuan dalam meningkatkan kualitas

kemampuan dan keterampilan masing-masing pegawai sehingga dapat

melakukan pekerjaan sesuai standar dan sasaran kinerja yang ditetapkan.

Sistem manajemen PNS berbasis kompetensi ini menghasilkan

pedoman bagi penilaian prestasi kinerja pegawai melalui standar

kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu setiap jabatan memiliki

kualifikasi kompetensi yang berbeda-beda sesuai dengan analisis jabatan

dan analisis beban kerja. Jabatan yang memiliki level lebih tinggi tentunya

disesuaikan dengan kompetensi jabatan tersebut. Artinya kualifikasi


23

kompetensi yang harus dipenuhi juga lebih tinggi dibandingkan dengan

jabatan yang memiliki level dibawahnya. Oleh karena itu perlu untuk

setiap pegawai meningkatkan kompetensinya apabila ingin menduduki

jabatan-jabatan strategis.

Menurut Zwell dalam Sudarmanto (2009) mengungkapkan ada

tujuh faktor yang mempengaruhi atau membentuk kompetensi:

1) Kepercayaan dan nilai


2) Keahlian/keterampilan
3) Pengalaman
4) Karakteritik personal
5) Motivasi
6) Isu-isu emosional
7) Kapasitas intelektual

Faktor tersebut dapat menjadi pendorong dan juga dapat menjadi

penghambat dalam pengembangan kompetensi seorang pegawai. Oleh

karena itu dari beberapa faktor diatas dapat kita jadikan sebagai

komponen dalam upaya memperbaiki kompetensi. Namun dalam

pelaksanaannya, memperbaiki kompetensi bukan suatu perkara yang

mudah. Ada faktor yang dapat diubah dengan mudah dan ada juga faktor

yang sulit diubah.

Menurut Michael Zwell dalam Wibowo (2014) menjelaskan ada

beberapa faktor yang dapat digunakan dalam melakukan upaya perbaikan

kompetensi, diantaranya:

1) Admitting Incompetence (mengalami kekurangan kompetensi)


2) Raising Expectations (meningkatkan harapan)
3) Idetifying Barries (mengidentifikasi hambatan)
24

4) Including Support Mechanism (memasukkan mekanisme


dukungan)
Memperbaiki kompetensi merupakan suatu hal yang dapat

dilakukan oleh setiap pegawai. Pengembangan kompetensi dapat

dilakukan dengan berbagai kegiatan yaitu melalui diklat dan nondiklat.

Bentuk pengembangan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan yang

diselenggarakan pemerintah seperti diklat kepemimpinan yang

dilaksanakan untuk kenaikan pangkat dan eselon. Sedangkan

pengembangan kompetensi melalui kegiatan nondiklat dapat dilakukan

melalui seminar, workshop dan lainnya. Dengan memperhatikan faktor

tersebut setiap pegawai dapat memperbaiki dan mengembangkan

kompetensi yang dimilikinya.

2.2 Landasan Legalistik


2.2.1 Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara

Dalam pasal 51 dijelaskan bahwa pelaksanaan manajemen

aparatur sipil negara didasarkan pada sistem merit. Definisi mengenai

sistem merit tercantum pada pasal 1 ayat (22) yakni:

Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang


berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil
dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan,
umur, atau kondisi kecacatan.
25

Sistem merit diterapkan berdasarkan pada prinsip keadilan, dimana

semua aparatur sipil negara berhak untuk menduduki suatu jabatan

tertentu. Hak tersebut akan diberikan apabila ASN tersebut memenuhi

kualifikasi yang selaras dengan persyaratan jabatan yang akan

didudukinya. Jabatan aparatur sipil negara terdiri dari tiga sebagaimana

tercantum dalam

Pasal 13
Jabatan ASN terdiri atas:
a. Jabatan Administrasi;
b. Jabatan Fungsional; dan
c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Pasal 14
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
a terdiri atas:
a. jabatan administrator;
b. jabatan pengawas; dan
c. jabatan pelaksana.
Pasal 18
ayat (1)
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional
keahlian dan jabatan fungsional keterampilan
Pasal 19
ayat (1)
Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:
a. jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan
c. jabatan pimpinan tinggi pratama.
ASN merupakan unsur penting dalam sebuah organisasi serta

menjadi tolak ukur keberhasilan organisasi tersebut. Dalam menjalankan

profesinya seorang ASN harus bekerja berdasarkan pada prinsip-prinsip


26

yang telah ditentukan seperti yang dijelaskan dalam pasal 3 diantaranya

memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaannya serta

profesional dalam menduduki suatu jabatan tertentu.

Dijelaskan dalam pasal 70 ayat (1) bahwa “Setiap Pegawai ASN

memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi”. Hal ini

berarti bahwa pengembangan kompetensi merupakan hak setiap pegawai

sehingga dapat dikembangkan oleh masing-masing pegawai melalui

proses kegiatan yang telah dirancang sebelumnya. Setiap pegawai

berkesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan maupun

kegiatan lain seperti yang tercantum dalam pasal 70 ayat (2). Kegiatan

tersebut merupakan aktivitas pengembangan kompetensi yang dapat

diikuti oleh setiap pegawai ASN sehingga dapat menghasilkan aparatur

yang berkualitas dalam bekerja.

2.2.2 Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen


Pegawai Negeri Sipil

Lingkup manajemen pegawai negeri sipil meliputi empat belas

komponen pengelolaan pegawai negeri sipil. Pengertian manajemen PNS

tercantum dalam pasal 1 yaitu “Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah

pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil

yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi

politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”.


27

Jabatan PNS juga dijelaskan dalam Pasal 47 bahwa jabatan

pegawai negeri sipil terdiri dari jabatan administrator, jabatan fungsional

dan jabatan pimpinan tinggi. Pengisian dan pengangkatan pada ketiga

jabatan tersebut dilakukan melalui proses seleksi sesuai dengan

persyaratan pada masing-masing jabatan. Uji kompetensi pada proses

seleksi meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi

sosial kultural. Penjelasan kompetensi dalam pengisian jabatan PNS

diatur dalam pasal 1 meliputi:

(13) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan


sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis Jabatan.
(14) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan
untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi.
(15) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap
pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai
dengan peran, fungsi dan Jabatan.

Jenjang jabatan pimpinan tinggi (JPT) berdasarkan pasal 102 terdiri

dari jabatan pimpinan tinggu utama, jabatan pimpinan tinggi madya dan

jabatan pimpinan tinggi pratama. Fungsi JPT dalam pasal 103 yaitu

“memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi

Pemerintah”. Setiap pemegang jabatan harus bertanggung jawab

(akuntabel) terhadap jabatan yang didudukinya. Akuntabilitas jabatan

tersebut diatur dalam pasal 104 ayat (2) yang meliputi:


28

a. JPT utama:
1. tersusunnya kebijakan yang mendukung pelaksanaan
pembangunan;
2. peningkatan kapabilitas organisasi;
3. terwujudnya sinergi antar instansi dalam mencapai tujuan
pembangunan; dan
4. terselesaikannya masalah yang memiliki kompleksitas dan
risiko tinggi yang berdampak politis.

b. JPT madya:
1. terwujudnya perumusan kebijakan yang memberikan solusi;
2. terlaksananya pendayagunaan sumber daya untuk
menjamin produktivitas unit kerja;
3. terlaksananya penerapan kebijakan dengan risiko yang
minimal;
4. tersusunnya program yang dapat menjaminpencapaian
tujuan organisasi;
5. terlaksananya penerapan program organisasi yang
berkesinambungan; dan
6. terwujudnya sinergi antar pimpinan di dalam dan antar
organisasi untuk mencapai tujuan pembangunan yang efektif
dan efisien.

c. JPT pratama:
1. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan
solusi;
2. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan
organisasi;
3. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk
mendukung pencapaian tujuan organisasi; dan
4. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai
outcome organisasi.

2.2.3 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan


atas Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 Tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural

Pengaturan lebih lanjut tentang pengangkatan PNS dalam jabatan

struktural diatur dalam PP No. 13 Tahun 2002. Dalam pasal 7 ayat (1) dan

(2) dijelaskan bahwa untuk diangkat menjadi pejabat struktural setiap PNS
29

harus melalui proses diklat. Oleh karena itu setiap PNS wajib memenuhi

persyaratan yang diberikan sesuai dengan kompetensi jabatan yang akan

didudukinya. PNS yang memenuhi syarat jabatan kemudian diberi

sertifikat kelulusan diklat yang diikutinya.

Profesi PNS memiliki pola karier yang berjenjang berdasarkan

tingkat dan pangkat dari masing-masing PNS. Tingkat eselon dan jenjang

jabatan struktural dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.1
Tingkat Eselon dan Jenjang Jabatan Struktural

Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang


N
Eselon Terendah Tertinggi
o
Pangkat Gol/Ruang Pangkat Gol/Ruang
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Ia Pembina Utama IV/e Pembina Utama IV/e

2 Ib Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama IV/e


3 II a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama IV/d
Madya
4 II b Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama IV/c
Muda
5 III a Pembina IV/a Pembina Tingkat I IV/b
6 III b Pembina Tingkat I III/d Pembina IV/a
7 IV a Penata III/c Penata Tingkat I III/d
8 IV b Penata Muda Tingkat I III/b Penata III/c
9 V Penata Muda III/a Penata Muda III/b
Tingkat I
Sumber: PP No. 13 Tahun 2002
30

2.2.4 PERMENPANRB No. 38 Tahun 2017 Tentang Standar


Kompetensi Jabatan ASN

Kebijakan yang dikeluarkan dari PERMENPAN RB No. 38 Tahun

2017 adalah mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk menyusun

standar kompetensi (SKP) aparatur sipil negara. Standar kompetensi

tersebut meliputi identitas, kompetensi, dan persyaratan jabatan.

Kompetensi jabatan terdiri dari tiga jenis kompetensi yakni kompetensi

teknis, manajerial dan sosial kultural. Persyaratan jabatan meliputi syarat-

syarat yang harus dipenuhi untuk menduduki jabatan tersebut.

Persyaratan jabatan tersebut meliputi pangkat, kualifikasi pendidikan, jenis

pelatihan, ukuran kinerja jabatan dan pengalaman kerja.

Standar kompetensi aparatur sipil negara yang sudah dirancang

oleh setiap instansi pemerintah kemudian ditetapkan oleh menteri.

Standar kompetensi yang sudah disahkan oleh menteri kemudian

dijadikan sebagai pedoman dalam pengelolaan aparatur sipil negara salah

satunya dalam pelaksanaan penempatan ASN.

Pelaksanaan penyusunan standar kompetensi jabatan diperlukan

dalam mendorong serta mendukung penyelenggaraan sistem merit dalam

manajemen ASN. Berdasarkan hal tersebut setiap pelaksanaan tugas

jabatan disesuaikan dengan standar kompetensi yang yang sudah

ditetapkan. Sehingga setiap pelaksanaan manajemen pegawai negeri sipil

dapat lebih terarah dan memiliki acuan dalam pelaksanaan penempatan

dan pengembangan kompetensi.


31

2.2.5 Peraturan Bupati Buru No. 101 Tahun 2017 Tentang Standar
Kompetensi Manajerial Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama,
Jabatan Administrator, dan Jabatan Pengawas di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Buru Tahun 2017

Pelaksanaan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pada

jabatan administrasi berpedoman pada standar kompetensi manajerial

sebagaimana tercantum dalam Bab III tentang Tujuan Penyusunan

Standar Kompetensi Jabatan pasal 3. Jabatan administrasi menurut pasal

1 ayat (8) yaitu:

Jabatan administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi


dan tugas yang berkaitan dengan pelayanan publik serta
Administrasi Pemerintahan dan pembangunan yang tersiri dari
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Jabatan Administrator, dan
Jabatan Pengawas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Buru.
Standar kompetensi Manajerial disusun untuk dipedomani sehingga

proses perekrutan dalam jabatan administrasi dilakukan berdasarkan

kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan standar kompetensi jabatan.

Berdasarkan pasal 4 ayat (2) standar kompetensi manajerial terdiri dari

“integritas, kerjasama, komunikasi, orientasi pada hasil, pelayanan publik,

pengembangan diri dan orang lain, mengelola perubahan dan

pengambilan keputusan”. Standar kompetensi tersebut merupakan syarat-

syarat yang harus dipenuhi dalam menduduki jabatan administrasi

pemerintahan.
32

2.3 Operasionalisasi Fokus Magang

Orientasi fokus magang ditentukan oleh operasionalisasi fokus

magang. Hal ini bertujuan agar peneliti lebih fokus dalam melakukan riset

terkait permasalahan yang diangkat secara rinci dan tepat. Sehingga

pelaksanaan riset lebih terarah dan fokus terhadap dimensi dan indikator

penelitian. operasionalisasi fokus magang merupakan kegiatan yang

sistematis telah tersusun dan terancang sesuai dengan konsep riset yang

dibuat.

Dalam hal ini lokus yang diambil oleh penulis adalah di Badan

Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten

Buru Provinsi Maluku. Penulis menyajikan operasionalisasi fokus magang

dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 2.2
Operasionalisasi Fokus Magang

KONSEP DIMENSI INDIKATOR


(1) (2) (3)
1. Persyaratan 1. Pangkat dan Golongan
administratif 2. Diklat Kepemimpinan
PENEMPATAN
3. Jabatan, Usia, dan Masa kerja
PEJABAT 2. Prestasi 1. Latar belakang Pendidikan
STRUKTURAL Akademis 2. Prestasi yang pernah dicapai
pegawai
3. Pengalaman 1. Pegawai bekerja secara profesional
2. Mampu menyelesaikan pekerjaan
dengan baik
Simangunsong 4. Kesehatan 1. Riwayat kesehatan baik
fisik & mental 2. Tingkat kehadiran tinggi
(2017:554)
3. Jarang absen karena sakit
KOMPETENSI 1. Motives 1. Motif/dorongan dalam bekerja

2. Traits 1. Respon terhadap situasi dan


informasi
3. Self concept 1. Konsistensi
33

2. Kejujuran
3. Bertanggung jawab
4. Loyalitas
5. Percaya diri
4. Knowledge 1. Kompetensi yang dimiliki individu
2. Pengetahuan terhadap tugas dan
Spencer dalam
pekerjaan
Sudarmanto (2009:53) 3. Memperhatikan jabatan yang pernah
diduduki
5. Skills 1. Pendidikan dan pelatihan
2. Penguasaan teknis operasional
Sumber: Spencer (1993) dalam Sudarmanto (2009:53), Simangunsong
(2017:554-556) dan diolah penulis

Anda mungkin juga menyukai