Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN


SEMESTER IV

STANDAR PELAYANAN MINIMAL DAN AKREDITASI, UNIT KERJA


REKAM MEDIS SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT DAN REKAM
MEDIS ELEKTRONIK, ASPEK ERGONOMI, SERTA KLASIFIKASI
DAN KODEFIKASI PENYAKIT DI RUMAH SAKIT PANTI RINI

Guna melaporkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan semester IV dengan dosen


pembimbing akademik, Harinto Nur Seha,S.ST,M.K.M dan
Disusun Oleh :
1. Dendi Perdana Kanestu (2017.133.010)
2. Destyan Elma Alifah (2017.133.011)
3. Hanansafa Ilsya Agasi (2017.133.017)
4. Multi Indah Saputri (2017.133.032)
5. Novita Nisaul Luthfia (2017.133.036)

PRODI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN PERMATA INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktik Kerja Lapangan Semester IV yang berjudul “STANDAR


PELAYANAN MINIMAL DAN AKREDITASI, UNIT KERJA REKAM
MEDIS SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT DAN REKAM MEDIS
ELEKTRONIK, ASPEK ERGONOMI, SERTA KLASIFIKASI DAN
KODEFIKASI PENYAKIT DI RUMAH SAKIT PANTI RINI” telah
mendapat persetujuan pada tanggal 5 agustus 2019 Untuk dapat diujikan pada
responsi Praktik Kerja Lapangan.

Menyetujui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Ruriana Wulandari, A.Md Harinto Nur Seha,S.ST,M.K.M

i
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
SEMESTER IV

“STANDAR PELAYANAN MINIMAL DAN AKREDITASI, UNIT KERJA


REKAM MEDIS SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT DAN REKAM
MEDIS ELEKTRONIK, ASPEK ERGONOMI, SERTA KLASIFIKASI
DAN KODEFIKASI PENYAKIT DI RUMAH SAKIT PANTI RINI”

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari : Senin
Tanggal : 5 Agustus 2019

Tanda Tangan
Pembimbing Lapangan :
Ruriana Wulandari, A.Md ( )

Pembimbing Akademik :
Harinto Nur Seha,S.ST,M.K.M ( )

Direktur
Politeknik Kesehatan Permata Indonesia

Anas Rahmad Hidayat, S.KM.,M.Kes


NPP. 2014. 120377. 11. 032

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat
dan nikmatnya berupa kesehatan, kesempatan, kekuatan, keinginan, serta
kesabaran, sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dan penyusunan pelaporan ini dengan baik. Laporan PKL ini bersumber
dari semua data yang kami peroleh dalam melaksanakan semua kegiatan PKL
yang mulai dilakukan pada tanggal 5 Agustus 2019 sampai dengan 24 Agustus
2019 di Rumah Sakit Panti Rini. Kami menyadari bahwa hasil laporan PKL yang
kami buat ini masih jauh dari yang diharapkan, sehingga banyak terdapat
kekurangan bahkan kesalahan yang terdapat dalam penulisan laporan PKL ini.
Dalam hal ini kami menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam
menyusun laporan ini sehingga dapat menjadi laporan yang baik dan dapat
digunakan pada masa yang akan datang. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Anas Rahmad Hidayat, S.KM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Permata
Indonesia.
2. Dr. Y. Agus Wijanarka, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit Panti
Rini.
3. Ruriana Wulandari, A.md selaku Kepala Instalasi Rekam Medis dan
Pembimbing Lapangan di Rumah Sakit Panti Rini.
4. Harinto Nur Seha,S.ST,M.K.M selaku Dosen Pembimbing Akademik Praktik
Kerja Lapangan.
5. Seluruh karyawan di unit Rekam Medis Rumah Sakit Panti Rini yang telah
membimbing dan membantu kami selama PKL.
6. Kedua orang tua kami serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan

1
2

pengalaman penulis. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan
tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2019

Tim Penulis
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang-
Undang RI No. 44 Tahun 2009). Rumah Sakit menjalankan fungsi
pelayanan kepada masyarakat perlu dukungan dari semua unsur pelayanan
yang ada di dalamnya, salah satu unsur pelayanan adalah rekam medis.
Rekam medis menurut (PERMENKES No.269/MENKES/PER/ III/2008)
merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Oleh sebab itu sebaiknya untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, rumah sakit harus mempunyai standar pelayanan yang
menjamin peningkatan mutu disemua tingkat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. SPM merupakan spesifikasi teknis
tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan
Umum kepada masyarakat (Kepmenkes No. 129/ Menkes/ SK/ II/ 2008).
Kepuasan pelanggan secara keseluruhan terhadap pelayanan dipengaruhi oleh
mutu, jika mutu pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan
minimal yang ada maka pasien akan puas. Dalam mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit perlu dilakukan akreditasi
dengan tujuan untuk menentukan organisasi tersebut telah memenuhi standar
yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan.
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat ditingkatkan
dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS).
Menurut Ery Rustiyanto, 2011 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit yang Terintegrasi, Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah bagian
dari pengendalian internal suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia,
dokumen teknologi, dan prosedur oleh akutansi manajemen untuk
memecahkan masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau strategi
bisnis. Sistem informasi dibedakan dengan sistem informasi biasa karena
Sistem Informasi Manajemen digunakan untuk menganalisis sistem informasi
lain yang diterapkan pada operasi aktivitas operasional organisasi.
Pelayanan optimal di instalasi rekam medis dapat terwujud dengan
diterapkannya lingkungan kerja yang ergonomis karena berpengaruh terhadap
kenyamanan kerja serta resiko kecelakaan dalam bekerja. Ergonomi adalah
ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara fasilitas (beraktifitas atau istirahat) dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik atau mental sehingga
kualitas hidup menjadi lebih baik, maka diterapkanlah aspek ergonomi (work
flow dan work space, dan kebutuhan rak file) untuk menciptakan kenyamanan
lingkungan yang ada di unit rekam medis maupun pelayanan kesehatan atau
rumah sakit (Nurmianto, 2003).
Selain memahami mengenai Standar Pelayanan Minimal, SIMRS maka
seorang perekam medis mampu melakukan klasifikasi dan kodefikasi
penyakit. Mengklasifikasi dan mengkode penyakit dapat memudahkan dalam
pengelompokan penyakit untuk kepentingan penanganan pelayanan kesehatan
yang lebih efektif dan efisien yang berguna untuk mengklaim asuransi.
Berkaitan dengan hal ini, Praktik Kerja Lapangan ( PKL ) bagi
mahasiswa Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan menjadi
sangat penting dilaksanakan untuk mengkaji dan mempelajari tentang
penerapan standar pelayanan minimal, sistem informasi manajemen rumah
sakit dan aspek ergonomi di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta tahun 2019.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui standar pelayanan minimal dan akreditasi unit kerja rekam
medis, aspek ergonomi serta klasifikasi dan kodefikasi penyakit (coding)
di unit rekam medis.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami manajemen
Rekam Medis dan menerapkan fungsi teknik penyelenggaraan Rekam
Medis di suatu Rumah Sakit atau institusi pelayanan kesehatan, antara
lain:
a. Mengetahui standar pelayanan minimal penyediaan berkas rekam medis
dan akreditasi instalansi kerja rekam medis
b. Mengetahui sistem informasi di rumah sakit
c. Mengetahui penerapan rekam medis kesehatan elektronik di sarana
pelayanan kesehatan
d. Mengetahui dan menerapkan sistem ergonomi di setiap kegiatan Unit
Kerja Rekam Medis di rumah sakit
e. Memahami dan melakukan klasifikasi dan kodefikasi penyakit Sistem
Reproduksi dan Genetika.

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi
pihak Rumah Sakit Panti Rini terutama dalam hal mutu pelayanan dan
efektifitas serta efisiensi penyelenggaraan Rekam Medis.
2. Bagi Poltekkes Permata Indonesia
Laporan Praktik Kerja Lapangan yang disusun dalam bentuk
laporan ilmiah ini dapat menambah referensi yang bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat mengukur kamampuan taraf pendidikan di instasinya
serta mengetahui kemampuan mahasiswanya di lapangan.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mendapatkan pengalaman di lapangan dengan materi
atau teori yang telah dipelajari.

D. Ruang Lingkup
1. Lingkup waktu
Praktik Kerja Lapangan di laksanakan pada tanggal 5 Agustus - 24
Agustus 2019.
2. Lingkup Tempat
Praktik Kerja Lapangan di laksanakan di Unit Kerja Rekam Medis Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta.
3. Lingkup materi
Dalam lingkup materi Praktik Kerja Lapangan ini meliputi standar
pelayanan minimal dan akreditasi unit kerja rekam medis, sistem informasi
rumah sakit (SIMRS) dan rekam medis elektronik, aspek ergonomi (work
flow dan work space), rancangan loket pendaftaran, rak filling, rancangan
kebutuhan rak filling, meja dan kursi), serta klasifikasi dan kodefikasi
penyakit (coding) di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit


Dasar SPM penyediaan Berkas Rekam Medis yaitu : Kepmenkes
No.129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Penyediaan berkas adalah proses penyediaan berkas rekam medis ke klinik
yang dituju untuk dilakukan pelayanan kesehatan, penyediaan berkas
dilakukan setiap kali ada permintaan dari TPP (Tempat Pendaftaran Pasien),
berdasarkan keinginan pasien menuju klinik yang diinginkan.
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Berkas rekam medis
akan dikeluarkan bila ada yang memerlukan, contohnya seperti pelayanan
kesehatan pasien, gawat darurat, penelitian, dan sebagainya. Penyediaan
rekam medis yang baik adalah penyediaan berkas rekam medis yang cepat,
tepat, dan efisien. Jika waktu dalam penyediaan rekam medis lama, maka
akan menghambat pelayanan kesehatan yang akan diberikan dokter kepada
pasien, karena dokter tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien tanpa adanya berkas rekam medis pasien tersebut.
Departemen Kesehatan RI memberikan standar pelayanan minimal
sebagai alat ukur mutu pelayanan Rumah Sakit. Pada pelayanan Rekam
Medis, DepKes RI memberikan standar untuk waktu penyediaan dokumen
rekam medis pelayanan rawat jalan kurang dari atau sama dengan 10 menit
(<10 menit), sedangkan untuk waktu penyediaan dokumen rekam medis
pelayanan rawat inap kurang dari atau sama dengan 15 menit (<15 menit).
Pendistribusian berkas rekam medis harus dapat mendukung pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang bermutu.
Karena itu diperlukan lokasi penyimpanan dan petugas pendistribusian yang
memadai agar pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik dan lancar
(Kepmenkes, 2008).
B. Akreditasi Rumah Sakit
1. Pengertian
Menurut KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Akreditasi
Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah
pada manajemen Rumah Sakit, karena telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan, sehingga dapat dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang
bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan
dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri. Sesuai
dengan Undang-Undang No.44 Tahun 2009, pasal 40 ayat (1)
menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali.
2. Visi, Misi, dan Tujuan Akreditasi
a. Visi : Instrumen menuju Indonesia Sehat 2010 melalui continuous
quality improvement pelayanan perumahsakitan.
b. Misi :
1) Menjadi landasan untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau.
2) Bermanfaat untuk masyarakat (public good and private good).
c. Tujuan :
1) Tujuan Umum
Agar kualitas diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem
pelayanan di Rumah Sakit
2) Tujuan Khusus
a) Memberikan jaminan mutu, kepuasan, dan perlindungan
kepada masyarakat.
b) Memberikan pengakuan kepada Rumah Sakit yang telah
menerapkan standar yang ditetapkan.
c) Menciptakan lingkungan internal yang kondusif untuk
penyembuhan sesuai standar struktur, proses dan outcomes.
3. Manfaat akreditasi
a. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator).
b. Peningkatan administrasi dan perencanaan.

c. Peningkatan koordinasi asuhan pasien.

d. Peningkatan koordinasi pelayanan.

e. Peningkatan koordinasi antar staf.

f. Minimalisasi risiko.

g. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

h. Penurunan keluhan (pasien dan staf)

i. Meningkatnya kesadaran pegawai akan tanggungjawabnya.

j. Peningkatan kerjasama dari semua bagian organisasi.


4. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

c. SK Menkes Nomor 436/93 menyatakan berlakunya Standar Pelayanan


Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis
d. SK Ditjen Yanmed Nomor YM.02.03.3.5.2626 Tentang Akreditasi
Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya
5. Instrumen Akreditasi
Instrumen akreditasi disusun berdasarkan standar pelayanan
Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan SK
Menkes Nomor 436/93 Tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah
Sakit dan Standar Pelayanan Medis, disana disebutkan bahwa standar
pelayanan rumah sakit terdiri dari 20 pelayanan yaitu :
a. Pelayanan administrasi dan manajemen
b. Pelayanan medis

c. Pelayanan Gawat Darurat

d. Pelayanan Keperawatan

e. Pelayanan Rekam Medis

f. Pelayanan Radiologi

g. Pelayanan Laboratorium

h. Pelayanan Kamar Operasi

i. Pelayanan Farmasi

j. Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3)

k. Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi

l. Pelayanan Anastesi

m. Pengendalian Infeksi

n. Pelayanan Rehabilitasi Medis

o. Pelayanan Gizi

p. Pelayanan Intensif

q. Sterilisasi Sentral

r. Pemeliharaan Sarana

s. Pelayanan lain
t. Pelayanan Perpustakaan
6. Strategi Menghadapi Akreditasi
a. Persiapan
1) Pelatihan
2) Membangun komitmen
3) Membentuk fasilitator
4) Membentuk panitia akreditasi
5) Studi banding
b. Pergerakan
1) Sosialisasi/desiminasi program akreditasi kepada seluruh
karyawan.
2) Membuat/merevisi/menyusun dokumen Akreditasi (SK, kebijakan
protap, manual, dll).
3) Pembangunan atau perbaikan fisik.
4) Evaluasi (Program, kegiatan, dokumen, dll).
5) Self assessment.
6) Bimbingan dari KARS.
c. Persiapan penilaian.
1) Melakukan self assessment terakhir dan memastikan nilai tiap-tiap
pelayanan sesuai kesepakatan (misal : minimal 85%).
2) Mengajukan permohonan survei akreditasi kepada KARS.
d. Saat penilaian
1) Menyiapkan tempat penilaian atau survei
2) Menyiapkan dokumen
3) Karyawan tidak ada yang cuti
4) Dokter diminta tidak praktik sore
5) Menyiapkan tim konsep dan pengetik serta ruangannya
6) Buat suasana nyaman untuk para surveyer
e. Paska penilaian
1) Memenuhi rekomendasi surveyer
2) Menunggu hasil surveyer
f. Survei Akreditasi
Survei akreditasi dilaksanakan berdasarkan permohonan Rumah
Sakit yang bersangkutan, rencana kerja DinKes Provinsi, dan KARS.
Survei dilaksanakan secara bertahap dimulai dari tingkat dasar untuk 5
pelayanan, tingkat lanjut untuk 12 pelayanan dan tingkat lengkap
untuk 16 pelayanan.
Bila Rumah Sakit dinyatakan lulus dengan status akreditasi
maka setiap 3 tahun akan dilakukan survei ulang dan dilakukan 3
bulan sebelum habis masa berlakunya sertifikat akreditasi, sedangkan
aspek penilaian akan ditingkatkan secara bertahap dimulai dari aspek
struktur, aspek proses dan aspek outcomes dan untuk keperluan
penilaian aspek outcomes dikembangkan indikator mutu pelayanan.
Dalam pelaksanaan survei akreditasi, KARS membagi tugas sesuai
dengan pembidangannya dan jadwal waktu pelaksaan kepada para
surveyer.
g. Hasil Keputusan Akreditasi
Penetapan keputusan status akreditasi dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pelayanan Medis atas rekomendasi lembaga independen yang
melaksanakan survei akreditasi rumah sakit (KARS). Ada 4
keputusan akreditasi yaitu :
1) Tidak terakreditasi
2) Akreditasi bersyarat

3) Akreditasi penuh

4) Akreditasi istimewa
C. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Rekam medis merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang – undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan
rekam medis. RME/RKE sebenarnya merupakan salah satu komponen dari
sistem manajemen kesehatan. Subsistem manajemen kesehatan merupakan
salah satu komponen dari sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga
merupakan salah satu sistem dari sistem pemerintahan. Ada berbagai
perundangan sebenarnya memberi warna atau bersentuhan degan keberadaan
RME/RKE. Dasar hukum pelaksanaan rekam medis elektronik disamping
peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai rekam medis,
lebih khusus dari diatur dalam Permenkes No 269 tahun 2008 tentang rekam
medis pasal 2 : (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis lengkap, dan
jelas atau secara elektronik, (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan
peraturan tersendiri.
Sistem informasi manajemen adalah bagian dari pengendalian internal
suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi, dan
prosedur oleh akuntansi manajemen untuk memecahkan masalah bisnis
seperti biaya produk, layanan atau strategi bisnis. Sistem informasi
manajemen dibedakan dengan sistem informasi biasa karena SIM digunakan
untuk menganalisis sitem informasi lain yang diterapkan pada aktivitas
operasional organisasi. Secara akademis, istilah ini umumnya digunakan
untuk merujuk pada kelompok metode manajemen informasi yang berkaitan
dengan otomasi atau dukungan terhadap pengambilan keputusan manusia,
misalnya sistem pendukung keputusan, sistem pakar dan sistem infomasi
eksekutif.
1. Tujuan Umum
a. Menyediakan informasi yang dipergunakan di dalam perhitungan harga
pokok jasa, produk dan tujuan lain yang diinginkan manajemen.
b. Menyediakan informasi yang dipergunakan dalam perencanaan,
pengendalian, pengevaluasian, dan tujuan lain yang diinginkan
manajemen.

c. Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan.


Ketiga tujuan tersebut menunjukkan bahwa manajer dan pengguna
lainnya perlu memiliki akses ke informasi akuntansi manajemen dan
mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Informasi akuntansi
manajemen dapat membantu mereka mengidentifikasi suatu masalah,
menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi kinerja (informasi akuntansi
dibutuhkan dan di pergunakan dalam semua tahap manajemen,
termasuk perncanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan).
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah suatu
sitstem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah Sakit dalam
bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk
memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian
dari Sistem Informasi Kesehatan. Pembentukan sistem informasi
manajemen rumah sakit dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.
2. Manfaat Operasional
a. Kecepatan
Manfaat yang paling terasa ketika SIMRS tersebut selesai
diimplementasikan adalah kecepatan penyelesaian pekerjaan- pekerjaan
administrasi. Ketika dengan sistem manual pengerjaan tagihan kepada
mitra atau pihak ketiga, misalnya memakan waktu sampai 1 bulan sejak
pasien selesai dilayani, dengan SIMRS hanya memakan waktu 1-2 hari
saja. Kecepatan ini tentu saja membuat efektivitas kinerja meningkat.
Pada awal pemasangan SIM, ketika aliran kerja belum lancar,
peningkatan kerja belum terlalu terasa. Namun ketika komitmen
seluruh unit untuk tepat waktu memasukkan data dengan akurat entri
data yang tinggi dipenuhi, maka akan terasa sekali dampak dari SIMRS
terhadap kecepatan kerja.
b. Akurasi
Hal lain yang juga akan terasa berubah adalah akurasi data apabila
dulu dengan sistem manual orang harus mengecek satu persatu
transaksi, namun sekarang dengan SIMRS hal tersebut cukup dilakukan
dengan membandingkan laporan antar unit yang dihasilkan oleh SIM.
SIMRS juga dapat mencegah terjadinya duplikasi data untuk transaksi-
transaksi tertentu. Misalnya pasien yang sama diregistrasi 2 kali pada
hari yang sama, maka SIMRS akan meolaknya. SIMRS juga akan
memberikan peringatan jika tindakan yang sama untuk pasien dicetak 2
kali, hal ini menjaga agar user lebih tentu.
c. Integrasi
Hal ini yang juga akan sangat berpengaruh terhadap budaya kerja
adalah integrasi data disetiap unit. Bila dengan sistem manual data
pasien harus dimasukkan disetiap unit, maka dengan SIMRS data
tersebut cukup sekali dimasukkan di pendaftaran saja. Hal ini jelas
mengurangi beban kerja administrasi dan menjamin konsistensi data.
d. Peningkatan Pelayanan
Pengaruh SIMRS yang dirasakan oleh pasien adalah semakin cepat
dan akuratnya pelayanan. Sekarang pasien tidak perlu menunggu lama
untuk menyelesaikan administrasinya, baik rawat inap maupun rawat
jalan. Hal yang sama juga dirasakan perusahaan pelanggan, dimana
tagihan yang dikirim cukup akurat dan detail sehingga memudahkan
analisa mereka.

e. Peningkatan efisiensi
Bila sebelumnya beban pekerjaan lebih ke arah klerikal, sekarang
beban pekerjaan lebih ke arah analisa. Contohnya jika dulu konsentrasi
bagian penagihan adalah membuat tagihan, sekarang konsentrasinya
lebih ke umur tagihan itu sendiri. Selain itu karena kecepatan dan
akurat data meningkat, maka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan administrasi berkurang jauh, sehingga karyawan
dapat lebih fokus pada pekerjaan utamanya.
f. Kemudahan pelaporan
Pekerjaan pelaporan adalah pekerjaan yang menyita waktu namun
sangat penting. Dengan adanya SIM, proses pelaporan hanya memakan
waktu dalam hitungan menit sehingga kita dapat lebih konsentrasi
untuk menganalisa laporan tersebut (Rustiyanto, 2011).

D. Aspek Ergonomi
1. Definisi ergonomi
Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon yang berarti kerja dan
nomos yang berarti aliran/hukum. Jadi ergonomi merupakan aturan-aturan
yang dicapai untuk kerja. International Ergonomi Association
mendefinisikan ergonomi merupakan suatu studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, enginering, manajemen dan desain perancangan untuk optimasi,
efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan di tempat kerja, di
rumah, dan tempat rekreasi.
Menurut (Nurminanto, 2004) Definisi ergonomi adalah penerapan
ilmu-ilmu geologis tentang manusia, ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk
mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap
pekerjaannya yang manfaat dari padanya di ukur dengan efisiensi dan
kesejahteraan kerja.
Dalam pengelolaan rekam medis perlu memperhatikan ergonomi
karena untuk mempermudah tata kerja dalam mecapai efisiensi dan
efektivitas kerja. Ergonomi juga berpengaruh terhadap kelelahan kerja
yaitu sikap dan cara kerja seseorang. Contohnya posisi duduk saat kerja
didukung dengan peralatan dan tata letak yang dirancang secara ergonomi
maka akan lebih nyaman untuk melakukan suatu pekerjaan dan dapat
meningkatkan produktivitas kerja. Ergonomi juga dapat mengurangi
beban kerja yang berperan untuk memaksimalkan kenyamanan dan
efisiensi kerja.
Tanpa ergonomi maka ketidaknyamanan dalam bekerja tinggi dan
akan mengakibatkan pula rendahnya efisiensi dan daya kerja. Ergonomi
dapat diterapkan dimana saja, baik di lingkungan rumah, perjalanan, sosial
atau tempat kerja. Ergonomi harus dapat diterapkan di lingkungan kerja
atau manapun karena untuk mendapatkan kenyamanan, kesehatan,
keselamatan dan produktivitas kerja yang optimal.
2. Tujuan ergonomi
a. Mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan rasa aman, selamat, efisien, efektif, dan produktif.
b. Timbul rasa nyaman dan terhindar dari bahaya yang mungkin timbul di
tempat kerja.
3. Aspek-aspek ergonomi
a. Faktor manusia
b. Antropometri

c. Sikap tubuh dalam bekerja

d. Manusia dan mesin

e. Pengorganisasian kerja

f. Pengendalian lingkungan kerja

g. Kelelahan kerja

h. CDT (Comulative Trauma Disorder)


i. Kesegaran jasmani dan musik
4. Hubungan antara ergonomi dan rekam medis
Dalam pengelolaan rekam medis perlu memperhatikan ergonomi
karena untuk mempermudah tata kerja dalam mencapai efisiensi dan
efektivitas kerja. Ergonomi juga berpengaruh terhadap kesalahan kerja
yaitu jika sikap dan cara kerja seseorang, diantaranya posisi duduk pada
saat bekerja didukung dengan peralatan dan tata letak yang dirancang
secara ergonomi akan lebih nyaman untuk melakukan suatu pekerjaan
serta dapat meningkatkan produktivitas kerja. Ergonomi juga dapat
mengurangi beban kerja yang berperan untuk memaksimalkan keamanan,
kenyamanan, dan efisien kerja.
5. Penerapan ergonomi
Penerapan ergonomi merupakan aktivitas rancangan bangunan
(desain) ataupun rancangan ulang (re-desain). Hal ini meliputi perangkat
keras seperti :
a. Kursi Kerja
Dalam perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis
pekerjaan, postur yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual
dan kebutuhan akan perlunya mengubah posisi. Kriteria kursi kerja
yang ideal adalah sebagai berikut :
1) Mudah di naik turunkan (adjustable)
Ketinggian kursi kerja hendaknya mudah diatur pada saat kita
duduk, tanpa harus turun dari kursi.
2) Sandaran punggung
Sandaran punggung penting untuk menahan beban punggung ke arah
belakang (lumberspine). Hal ini haruslah dirancang agar dapat pula
diatur fleksibilitas sehingga sesuai dengan bentuk punggung.
3) Fungsional
Bentuk teempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam
alternatif perubahan posisi (postur).
4) Bahan material
Bentuk tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan
material yang cukup lunak.
5) Kedalaman kursi
Kedalaman kursi (depan belakang) haruslah sesuai dengan dimensi
panjang antara lipat lutut (poplited) dan pantat (buttok). Wanita
dengan antropometri 5 percentil haruslah dapat menggunakan dan
merasakan manfaat adanya sandaran punggung (back rest).
6) Lebar kursi
Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 percentil
populasi.
7) Lebar sandaran punggung
Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung
wanita 5 percentil populasi. Jika terlalu lebar akan mempengaruhi
kebebasan gerak siku.
8) Tinggi alas duduk
Di ukur dari lantai sampai pada permukaan atas dan bagian depan
alas duduk. Tinggi alas duduk harus lebih pendek dari jarak antara
lekuk lutut dan telapak kaki.
9) Panjang alas duduk
Di ukur dari pertemuan garis proyeksi permukaan depan sandaran
duduk pada permukaan atas alas duduk. Panjang alas duduk harus
lebih pendek dari jarak antara lekuk lutut dan garis punggung.
10) Lebar alas duduk
Di ukur pada garis tengah alas duduk melintang. Lebar alas duduk
adalah 44-48 cm dan harus lebih besar dari leher pinggul.
11) Sandaran punggung
Bagian atas dari sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung
tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul.
12) Sudut alas duduk
Alas duduk harus sedemikian rupa agar memberikan kemudahan
bagi pekerja untuk melakukan gerakan dan harusnya dibuat
horizontal. Bila keadaan memungkinkan, dianjurkan penyediaan
tempat duduk yang ukuran-ukurannya dapat diatur.

b. Meja Kerja
Dalam perencanaan meja kerja perlu diadakan cukup ruangan bagi
peralatan, perlengkapan kerja dan aneka tempat penyimpanan bahan.
Hal ini dimaksudkan agar gerakan tidak terganggu. Kriteria meja kerja
:
1) Tinggi meja kerja
Tinggi permukaan atas dari meja dibuat setinggi siku dan
disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu kerja. Untuk sikap
duduk, ukuran-ukuran yang dianjurkan diantaranya tinggi meja kerja
untuk sikap duduk dianjurkan 54-58 cm yang di ukur dari
permukaan daun meja sampai ke lantai.
2) Permukaan meja kerja harus rata dan tidak mengikat
3) Lebar meja kerja adalah 80 cm, di usahakan tidak melebihi jarak
jangkauan tangan
4) Tinggi meja kerja harus di sesuaikan dengan sifat pekerjaan.
5) Aplikasi ergonomi di Unit Kerja Rekam Medis, antara lain :
a) Desain loket pembayaran
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain loket
pendaftaran :
(1) Harus terletak dekat pintu utama
(2) Aksesibility, lokasi mudah dijangkau

(3) Harus ada ruang tunggu pasien RI/RJ

(4) Comfortable, memberi rasa nyaman sehingga mengurangi


lelah

(5) Save, bentuk dan rancangan furniture harus aman

(6) Privasi, dapat memberi rasa aman pada pasien


(7) Confidentiality, dapat menjaga kerahasiaan dokumen RM
b) Manajemen ruang (work flow and work space di URM)
(1) Work flow atau alur kerja di URM,
Alur kerja di URM :
(a) Assembling
(b) Coding
(c) Indexing
(d) Analisis dan reporting
(e) Filling

(2) Work space atau area kerja di URM


area kerja di URM :
(a) Kantor URM seharusnya dekat dengan unit lain, supaya
dalam mencari dan pendistribusian RM cepat dan tepat
(b) Kantor URM harus memadai (rak berkas RM aktif dan
inaktif)
(c) Kantor URM harus aman (untuk melindungi berkas
RM dari kerusakan, kehilangan atau digunakan oleh
pihak yang tidak bertanggungjawab)
c) Ruang tunggu pasien
Ruang tunggu pasien harus luas, pencahayaan cukup, baik alami
maupun buatan (lampu). Ruang ruang tunggu yang ber-AC juga
mendukung kenyamanan bagi pasien.
(1) Suhu UKRM
Untuk suhu udara diruang penyimpanan atau filling berkisar
antara 18-28oC, kelembapan 40%-60%. Karena negara kita
negara tropis, untuk perawatan berkas rekam medis tidak
begitu merepotkan. Berbeda dengan negara-negara eropa
dimana suhu disana begitu dingin, maka dalam perawatan
dokumen rekam medis juga harus lebih ekstra hati-hati agar
dokumen rekam medis tidak begitu lembap, sehingga akan
mempengaruhi kualitas dari bahan atau formulir rekam
medis yang disimpan akan cepat rusak.
(2) Pencahayaan
Faktor pencahayaan mempunyai 2 kriteria yaitu :
(a) Pencahayaan alami (Natural Lighting)
Prioritas utama dalam memberi pencahayaan kedalam
ruang kerja adalah dengan memberi pengoptimalan pada
pencahayaan alami ke dalam bangunan atau ruang kerja.
Sehingga akan mendapatkan banyak manfaat dari
adanya pencahayaan ini.
(b) Pencahayaan buatan (Artifical Lighting)
Cara yang paling bagus dan sesuai untuk diterapkan ke
dalam sistem pencahayaan ini adalah memberi
pencahayaan tidak langsung ke dalam ruangan.
Pencahayaan ini diberikan dengan menggunakan lampu
atau efek cahaya yang terdiffusi atau terefleksi lebih
dulu sebelum akhirnya menyinari area ruangan yang ada
di sekitarnya. Metode ini sangat bagus karena efek
glare dan silau yang terjadi pada proses pencahayaan di
dalam ruangan bisa di edukasi dengan metode
pencahayaan atau efek diffuse di dalam ruangan.
6) Kebutuhan rak filling
Desain rak filling adalah kegiatan merancang rak penyimpanan
berkas rekam medis (BRM) di pelayanan kesehatan.
a) Faktor yang mempengaruhi di dalam mendesain rak filling
(1) Folder berkas rekam medis
Di dalam mendesain rak filling kita harus melihat dari bentuk
anatomi folder BRM itu sendiri. Bentuk anatomi dari folder
penyimpanan ada 2 macam yaitu vertikal dan horizontal
(2) Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan jelas akan mempengaruhi di dalam
mendesain rak filling, karena kita akan menghitung perkiraan
dari tinggi dan lebar rak filling disesuaikan dengan luar
ruangan yang ada di unit kerja filling
(3) Frekuensi penyimpanan
Frekuensi penyimpanan BRM tergantung dari tebal dan
tipisnya BRM karena hal ini juga akan terkait dengan volum
dari rak filling, kira-kira berapa dokumen yang harus di tata
atau ditempatkan dalam sub-sub rak. Karena hal ini terkait
dengan kebutuhan akan rak itu sendiri, serta lama waktu
penyimpanan BRM.
(4) Personil (petugas filling)
Selain ruang untuk penyimpanan dalam mendesain rak filling
kita juga harus memperhitungkan dari sisi nilai ergonomi,
karena ini berhubungan dengan ilmu antropometri, dimana
ilmu ini membahas tentang proses rancang bangun dengan
tubuh manusia yang akan diterapkan untuk mendesain
fasilitas yang ada di tempat kerja agar petugas filling dapat
bekerja secara nyaman
(5) Perlindungan keamanan
Dalam mendesain rak BRM kita harus melihat faktor
kegunaan atau fungsi dari rak tersebut. Misal rak dibuat
untuk menjaga BRM dari berbagai bencana seperti
kebakaran, banjir, dll
(6) Lama waktu penyimpanan
Memperhatikan bahan yang harus digunakan, misal rak harus
terbuat dari besi atau jika terbuat dari kayu kita juga harus
mempertimbangkan jenis kayu apa yang harus dipakai untuk
penyimpanan BRM dalam waktu yang lama, kurang lebih 10-
20 tahun.
b) Faktor yang mempengaruhi kapasitas penggunaan rak file
(1) Volume rak
Volum rak dapat mempengaruhi kapasitas rak, hal ini
berkaitan dengan jenis rak yang akan digunakan. Dalam
mendesain rak filling kita dapat memprediksikan atau
memperkirakan kapan rak filling BRM dapat terisi semua,
sehingga kita dapat memperdiksi 5 tahun ke depan kita akan
membutuhkan berapa rak untuk penyimpanan BRM.
(2) Rata-rata tebal BRM
Kita sebagai petugas RM yang ada di pelayanan kesehatan
dapat menghitung rata-rata tebal dari BRM yang ada di
pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan rawat inap.
Karena hal ini nantinya akan mempengaruhi di dalam alokasi
penghitungan akan kebutuhan rak filling
(3) Sistem penjajaran yang digunakan
Sistem penjajaran juga dapat mempengaruhi kapasitas akan
kebutuhan rak BRM dimasa yang akan datang. Di beberapa
rumah sakit di Indonesia sudah banyak menggunakan sistem
TDF (Terminal Digit Filling), karena sistem ini dinilai lebih
efektif dan lebih mudah dalam pengambilan BRM yang
dibutuhkan.
(4) Kebutuhan rak file dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
KEBUTUHAN SUB RAK FILLING =
Jumlah BRM X PERIODE (th)
Panjang rak :rata ratatebal berkas

E. Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit Sistem Reproduksi dan Genetika


Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)
bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala,
dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO
mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan
klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD-10, International Classification Of
Diseases and Health Related Problems Revision 10 ). Namun, di Indonesia
sendiri ICD-10 baru ditetapkan untuk menggantikan ICD-9 pada tahun 1998
melalui SK Menkes RI No.50/MENKES/KES/SK/I/1998. Sedangkan untuk
pengkodean tindakan medis dilakukan dengan menggunakan ICD-9 CM.
Pemberian kode didasarkan oleh sistem ICD-10 (International
Classification Of Diseases and Health Related Problems Revision 10 ).
Penetapan diagnosis pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab
dokter. Diagonsa akhir (diagnosis) harus diisi lengkap sesuai dengan aturan
ICD 10 menggunakan kode kombinasi yaitu menggunakan abjad dan angka
(alpha numeric). Khusus Pemberian kode untuk tindakan menggunakan
ICD-9 CM yang berisikan kode berupa angka.
Dalam menghasilkan informasi terpercaya petugas rekam medis harus
menguasai bahasa dan terminologi medis, sehingga dapat memberikan koding
yang tepat. Menurut Hatta, 2009 Pedoman sederhana dalam pengkodean:
1. Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan buku volume 3
alphabetica index (kamus). Pernyataan penyakit, cedera, atau kondisi lain
yang terdapat pada Bab I-XIX Volume 1, lihat section I pada Indeks
Volume 3. Bila pernyataan adalah penyebab luar (exsternal couse) dari
cedera atau kejadian lain yang terdapat pada Bab XX Volume 1, lihat
section II pada indeks Volume 3.
2. Lihat “Lead Term”, lead term merupakan kata (istilah medis) yang
digunakan sebagai panduan untuk mencari istilah diagnosis atau masalah
terkait kesehatan yang di perlukan, di dalam ICD-10 Volume 3 (daftar
alfabetis). Untuk penyakit dan cedera biasanya merupakan kata benda
untuk kondisi patologis, walaupin begitu, beberapa kondisi di ekspreikan
sebagai kata sifat (adjectives) yang terdapat dalam indeks sebagai lead
term.
3. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatatan yang di bawah term
yang akan di pilih pada volume 3.
4. Baca istilah yang terdapat dalam tanda “()” sesudah lead term (kata dalam
tanda kurung = mdifer) tidak mempengaruhi nomor kode. Istilah lainnya
yang dibawah lead term (dengan tanda minus = idem= indent) dapat
mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata diagnostic
diperhitungkan.
5. Ikuti secara hati-hati setiap petunjuk silang (cross-references) dan lihat”
see “ dan “ see also” yang terdapat dalam indeks
6. Lihat tabulasi List (Volume 1) untuk melihat nomor kode yang paling
tepat. Lihat kode tiga karakter di index dengan tanda minus pada posisi
keempat yang berarti bahwa isian untuk kode keempat itu adalah dalam
Volume 1 dan merupakan posisi karakter tambahan yang tidak ada dalam
Volume 3 index.
7. Ikuti pedoman “inclusion” atau “exclusion” pada kode yang di pilih atau
di bagian bawah 1 bab (chapter), blok atau judul kategori.
8. Cantumkan kode yang dipilih.
9. Lakukan analisis kuantitatif data diagnosis yang dikode untuk pemastian
kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang diagnosis utama berbagai
lembar formulir rekam medis pasien, guna menunjang aspek legal rekam
medis yang dikembangkan.
Menurut PERMENKES 337 Tahun 2007, kompetensi perekam
medis adalah menentukan nomor kode diagnosis pasien sesuai petunjuk
dan peraturan pada pedoman buku ICD yang berlaku (ICD 10 volume 2).
Berikut ini adalah klasifikasi dan kodefikasi sistem reproduksi dan
genetika:
1. Klasifikasi dan Kodefikasi Sistem Reproduksi
Klasifikasi dan KodefikasiSistem Menurut Rustianto (2010), dalam
ICD-10, penyakit pada sistem reproduksi terdapat dalam 2 bab yakni Bab
XV dan Bab XVI.
a. Bab XV khusus pembagian kode Kehamilan, Persalinan dan Masa
Nifas. Adapun deskripsi strukturnya seperti pada tabel dibawah:
Tabel 1.1 Struktur kode Bab XV

Struktur / Deskripsi Keterangan

Kehamilan yang berakibat dengan abortus O00-O08


Edema, proteinnurea dan gangguan
hipertensi pada kehamilan, persalinan dan O10-O16
masa nifas
Gangguan maternal lainnya yang terutama
O20-O29
berkaitan dengan kehamilan
Perawatan ibu yang berkaitan dengan O30-O48
janin dan ketuban dan kemungkinan
persalinan
Penyulit persalinan O60-O75
Persalinan O83-O84
Penyulit yang terutama berkaitan dengan
O85-O92
nifas
Gangguan obstetrik lainnya yang tak di
O94-O99
klasifikasikan di tempat lain

Sumber : ICD-10(International Classification Of Diseases and


Health Related Problems Revision 10 )
b. Bab XVI khusus membahas Kondisi Tertentu yang berasal dari
Periode Perinatal. Adapun kodenya dimulai dari P00 – P96,
selanjutnya deskripsi struktur kodenya tercantum dalam tabel dibawah:
Tabel 1.2 Struktur Kode Bab XVI

Struktur / Deskripsi Keterangan

Janin dan bayi baru lahir di pengaruhi oleh


faktor maternal dan komplikasi kehamilan, P00-P04
persalinan dan kelahiran

Gangguan kelainan yang berhubungan dengan


P05-P08
masa kehamilan dan pertumbuhan janin

Trauma lahir P10-P15


Gangguan pernafasan dan gangguan
P20-P29
kardiovascular khusus untuk periode perinatal
Perdarahan dan gangguan hematologis janin dan
P50-P61
bayi baru lahir
Kelainan endokrin dan metabolik sepintas
P70-P74
spesifik pada janin dan bayi baru lahir
Kelainan system cerna pda janin/bayi baru P75-P78
Keadaan yang berhubungan dengan kulit dan
P80-P83
pengaturan suhu pada janin dan bayi baru lahir
Kelainan lain yang bermula pada masa perinatal P90-P96

Sumber : ICD-10(International Classification Of Diseases and


Health Related Problems Revision 10 )

2. KlasifikasiDan Kodefikasi Sistem Genetika


Menurut Rustianto (2010) dalam ICD-10 CM, penyakit atau Gangguan
Genetika terdapat pada babXVII dan kodenya adalah dari Q00-Q99.
Adapun penyakit kode yang terdapat dalam Bab XVII ini meliputi
Malformasi Kongenital, Deformasi dan Kelainan Chromosom.
Adapun struktur kodenya seperti pada tabel dibawah:
Tabel 1.3 Struktur Kode Bab XVII

Struktur / Deskripsi Keterangan

Malformasi kongenital susunan saraf pusat Q00-Q07


Malformasi kongenital mata, telinga, muka
Q10-Q18
dan leher
Malformasi kongenital sistem sirkulasi Q20-Q28
Malformasi kongenital sistem pernafasan Q30-Q34
Bibir sumbing dan langit-langit sumbing Q35-Q37
Malformasi kengenital saluran cerna Q38-Q45
Malformasi kongenital alat kelamin Q50-Q56
Malformasi kongenital saluran kemih Q60-Q64
Malformasi kongenital dan deformasi sistem
Q65-Q79
muskuloskeletal
Kelainan kongenital lainnya Q80-Q89
Abnormalitas kromosom yang tidak di
Q90-Q99
klasifikasikan di tempat lain

Sumber : ICD-10(International Classification Of Diseases and


Health Related Problems Revision 10 )
BAB III

A. Gambaran Rumah Sakit Panti Rini


1. Sejarah Rumah Sakit Panti Rini
Pada awal mula, Rumah Sakit Panti Rini bernama Balai Pengobatan
dan Rumah Bersalin yang dirintis oleh Pastor J. Hovens, SJ dan Dewan
Paroki Kalasan.
Pada tahun 1967 pengelolaan Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin
diserahkan kepada Konggregasi Suster-suster Cinta Kasih Carolus
Borromeus dengan Sr. Alexia, CB dan Sr. Julia, CB bertugas menerima
perutusan mengelola Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin tersebut.
Pada tahun 1968 Konggregasi Suster-suster CB menyerahkan
pengelolaan Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin ini kepada Yayasan
Panti Rapih dengan harapan mempermudah dalam pengurusan perizinan
dan memperlancar pengelolaan operasional dan disetujui oleh Pastor
Widiyono, SJ selaku Pastor Paroki Kalasan. Perkembangan selanjutnya
Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Panti Rini yang semula menempati
Pastoran Marganingsih Kalasan berpindah lokasi di sebelah timur Gereja,
diatas tanah seluas 2.345 m2 dan 1.140 m2 yang dibeli oleh Konggregasi
bersama Yayasan Panti Rapih dari tiga keluarga.
Pada 10 Agustus 1972 Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Panti
Rini yang baru diberkati oleh Kardinal Yustinus Darmoyuwono, Pr dan
resmi dibuka oleh Bapak Camat Kalasan Projosuharto. Berkembangnya
pelayanan dan makin bertambahnya jumlah pasien dari tahun ke tahun,
Yayasan Panti Rapih memandang perlu mengembangkan pelayanan Balai
Pengobatan dan Rumah Bersalin menjadi Rumah Sakit Panti Rini Tipe D.
Pada 10 Juni 1993 Rumah Sakit Panti Rini bertipe D memperoleh
izin operasional dari Departemen Kesehatan yang kemudian Rumah
Sakit Panti Rini diresmikan oleh Bapak Drs. Arifin Ilyas, Bupati Kepala
Daerah Kabupaten Sleman dan diberkati oleh Pastor Djoyosiswoyo, Pr
Vikep Daerah Istimewa Yogayakarta.
Rumah Sakit Panti Rini telah mendapatkan izin Operasional Rumah
Sakit dari Pemerintah Kabupaten Sleman tertanggal 31 Desember 2014
dengan Nomor: 503/7298/496/DKS/2014 yang berlaku dari tanggal 22
Desember 2014 sampai dengan terbitnya Izin Gangguan (HO).
Rumah Sakit Panti Rini juga telah memenuhi standar akreditasi
rumah sakit dan dinyatakan lulus tingkat Paripurna pada November 2018.
Sampai dengan saat ini Pengelolaan Pelayanan Rumah Sakit Panti
Rini senantiasa berupaya memenuhi standar yang ditetapkan, antara lain:
SDM, perlatan medis, perlatan penunjang, fasilitas dan bangunan guna
mengedepankan pelayanan yang bermutu dan berorientasi pada
keselamatan pasien.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Menjadi Rumah Sakit Kelas C pada tahun 2020 dengan Layanan
Unggulan Trauma Center yang memberikan layanan kesehatan secara
holistik dan berdasarkan nilai-nilai Kristiani.
b. Misi
1) Meneruskan karya Allah dalam menyehatkan manusia seutuhnya
serta melaksanakan amanat penyembuhan Kristus kepada sesama
secara menyeluruh (holistik).
2) Meningkatkan mutu pelayanan secara profesional, berorientasi pada
keselamatan pasien dalam semangat kasih Allah yang mambaharui.
3) Mengembangkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai
moral Kristiani.
4) Mengupayakan sejahteraan dan kualitas hidup bagi sesama.

3. Motto
Pendamping Setia Anda Dikala Sehat dan Sakit.

B. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Panti Rini


SPM penyediaan berkas RM di Rumah Sakit Panti Rini ditetapkan
sesuai dengan teori yang ada. Untuk rawat jalan sudah tidak menggunakan
berkas rekam medis berbentuk kertas, karena sudah menggunakan system
rekam medis elektronik yaitu secara komputerisasi, dan waktu penyediaan
dokumen rekam medis pelayanan rawat inap (<15 menit).
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di Rumah Sakit Panti Rini
petugas rekam medis cepat dalam melayani pasien rawat jalan dan rawat inap,
karena untuk pasien rawat jalan sudah menggunakan system rekam medis
elektronik, dan untuk pasien rawat inap dalam menyediakan berkas rekam
medis yaitu rata – rata waktu adalah <5menit. Jika digabungkan dengan
pendaftaran pasien dan pendistribusian berkas maka waktu yang diperlukan
<10 menit, yaitu pendaftaran selama 2,5 menit, penyediaan berkas 1-2 menit
dan pendistribusian 1 – 2 menit.

C. Akreditasi Rumah Sakit Panti Rini


Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar
yang ditetapkan. Akreditasi Rumah Sakit Panti Rini mengikuti akreditasi
versi 2012, dimana Rumah Sakit Panti Rini lulus akreditasi dengan tingkat
madya, dengan grup Mayor ≥ 80 dan grup Minor ≥ 20%.
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 terdapat 15 bab atau kelompok kerja
(pokja), 323 standar dan 1218 elemen penilaian (EP). Untuk Rumah Sakit
Panti Rini bagian subseksi Rekam Medis mengikuti akreditasi 2012mPokja
MKI (Manajemen Komunikasi dan Informasi), PP (Pelayanan Pasien), APK
(Aksi Pasien Kontinuitas), AP (Assesment Pasien), PAB (Pelayanan Anastesi
dan Bedah).
Untuk MKI hal-hal yang dinilai antara lain formulir. Formulir
diperbaharui bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan lengkap.
Contohnya yaitu formulir UGD dilengkapi dengan kolom untuk
mencantumkan jam kedatangan pasien, kesimpulan ketika pengobatan
diakhiri, kondisi pasien ketika dipulangkan, serta intruksitindak lanjut
pelayanan. Untuk formulir Rawat Inap formulir intruksi dokter diganti
menjadi CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi). Untuk penilaian
lainnya yaitu penilaian ruang filling masih belum sesuai kriteria yaitu ruang
filling harus tertutup dan tidak mudah di akses oleh orang lain, tetapi di
Rumah Sakit Panti Rini ruang filling masih mudah diakses oleh orang lain.

D. SIM-RS Rumah Sakit Panti Rini


Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Panti Rini menggunakan system
komputerisasi berbasis LAN (Local Area Network) dengan mengaplikasikan
Billing System. Sistem Informasi di Rumah Sakit Panti Rini sudah terintegrasi
ke unit kassa, farmasi, Radiologi, Laboratorium, UGD, dan Pendaftaran.
Pengembangan SIM-RS di Rumah Sakit Panti Rini dimulai pada tahun 2004
yaitu dengan komputerisasi pendaftaran rawat jalan. Kemudian pada tahun
2007 komputerisasi untuk tracer dibagian rawat jalan, selanjutnya tahun 2008
sudah menggunakan program pengolahan data rawat jalan dan rawat inap.,
lalu tahun 2011 program pendaftaran rawat jalan dan rawat inap dengan
program FastRSPR. Tahun 2014 sudah menyelenggarakan rekam medis
dengan system Rekam Medis Elektronik (RKE).
SIM-RS dibangun untuk menjamin integrasi data mulai dari
pendaftaran pasien, layanan (beserta rekam medisnya), apotek (inventory),
sampai dengan proses di keuangan (kasir hingga ke laporan keuangan hutang
dan piutang ) serta laporan jasa medis yang dapat dilihat secara online dan
realtime.
E. Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit dan Tindakan (coding)
Kegiatan dan tindakan serta diagnose yang ada di dalam rekam medis
harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar mempermudahkan pelayanan
pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen,
dan riset bidang kesehatan.
Penerapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban hak dan
tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah oleh
karenanya diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diisi dengan lengkap
dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD 10.
1. Cara pengkodean di Rumah Sakit Panti Rini sudah mengikuti aturan yang
ada yaitu :
a. Petugas menentukan lead-term (nama diagnose penyakit)
b. Petugas mencari kode yang cocok di indeks daftar alphabet (ICD 10
volume 3)
c. Petugas memastikan kode yang cocok pada daftar tabulasi (ICD 10
volume 1)
2. Cara pengkodean untuk tindakan menggunakan ICD -9 CM yaitu:
a. Petugas menentukan lead-term (nama diagnose penyakit)
b. Petugas mencari kode yang cocok di indeks daftar procedur (ICD-9
CM)
c. Petugas mengocok kode tindakan yang digunakan pada daftar
klasifikasi tindakan
3. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit untuk kasus penyakit
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Panti Rini


Penyediaan berkas rekam medis yang baik adalah penyediaan berkas
rekam medis yang cepat, tepat dan efisien. Departemen Kesehatan RI
memberikan standar pelayanan minimal sebagai alat ukur mutu pelayanan
rumah sakit. Pada pelayanan Rekam Medis, DepKes RI memberikan standar
untuk pelayanan rawat jalan mengunakan system rekam medis elektronik dan
penyediaan berkas untuk pasien rawat inap memerlukan waktu kurang dari 15
menit.
SPM penyediaan berkas rekam medis di Rumah Sakit Panti Rini
ditetapkan sesuai dengan teori yang ada, yaitu untuk rawat jalan
menggunakan system rekam medis elektronik dan <15 menit untuk
penyediaan rekam medis pasien rawat inap.
Petugas rekam medis Rumah Sakit Panti Rini cepat dalam penyediaan
berkas yaitu rata – rata < 5 menit. Sehinga pengoperasian standar yang ada
sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. Akreditasi Rumah Sakit Panti Rini
Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar
yang ditetapkan. Sesuai dengan Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40
ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
C. SIM-RS Rumah Sakit Panti Rini

D. Aspek Ergonomi di Rumah Sakit Panti Rini


Penerapan aspek ergonomi di unit rekam medis Rumah Sakit panti Rini
digambarkan sebagai berikut :
1. Tempat Pendaftaran Pasien
Tempat pendaftaran di rumah sakit harus terletak didekat pintu
utama, Accessibilitylokasi mudah dijangkau oleh semua petugas rumah
sakit dan pasien, haus ada ruang tunggu pasien RI/RJ, Comfortable dapat
memberikan rasa nyaman sehingga mengurangi rasa lelah, save bentuk
dan rancangan mebel/furniturenya harus aman (tidak ada sudut/tepi tajam,
baik pada kayu, logam kaca, privacy dapat memberikan rasa aman pada
pasien dan confindentialy dapat menjaga kerahasiaan dokumen RM.
Di Rumah Sakit Panti Rini tempat pendaftaran pasien baik rawat
jalan, rawat inap, maupun UGD tidak digabung menjadi satu . meja
pendaftaran berbentuk leter L dengan panjang meja pendaftaran 87 cm,
tinggi 41 cm, lebar loket pendaftaran 60 cm. bentuk kursi dipendaftaran
adalah kursi besi dengan alas busa.
Ruang tunggu di Rumah Sakit Panti Rini sangat nyaman dengan
adanya fasilitas yang ada diruang tunggu seperti televisi, pengeras suara,
dan kursi tunggu pasien. Suhu diruangan tunggu pasien adalah suhu alami
dengan menggunakan pencahayaan alami. Tempat pendaftaran pasien
terletak di depan tepat setelah memasuki pintu utama sehingga mudah
dijangkau pasien, di depan tempat pendaftaran pasien juga terdapat ruang
tunggu pasien. Ukuran tempat pendaftaran pasien yaitu 2.5 x 4 m2.
Desain tempat pendaftaran pun dirancang se-ergonomis mungkin
sehingga baik petugas maupun pasien merasa nyaman dan aman.
Berikut ini adalah desain dan ukuran meja, kursi dan ruang tunggu
pasien:
a. Desain Meja Pendaftaran dan Meja Kerja
Meja pendaftran berbentuk leter L dengan ukuran sebagai berikut :
1) Panjang meja pendaftaran 200 cm
2) Lebar meja pendaftaran 60 cm
3) Tinggi meja pendaftaran 98 cm
Berikut adalah gambar meja pendaftaran Rumah Sakit Panti Rini
Gambar 1.2 Tempat Pendaftaran Pasien
b. Desain Kursi Kerja di Tempat Pendaftaran
Kursi yang digunakan adalah kursi dengan menggunakan roda
dibawahnya sehingga mudah digunakan, tetapi tidak memiliki
sandaran punggung, dengan ukuran sebagai berikut :
1) Tinggi kursi 45 cm
2) Lebar kursi dalam kursi 38 cm
3) Panjang kursi 40 cm
4) Lebar alas duduk 38 cm
5) Panjang alas duduk 40 cm
6) Ketebalan alas duduk 6 cm

Gambar 1.4 Kursi Pendaftaran


c. Kursi Pasien
Kursi ini digunakan saat pasien ingin mendaftar untuk berobat, kursi
yang digunakan adalah kursi besi dengan sandaran dan alas busa yang
tebal dengan ukuran sebagai berikut :
1) Tinggi kursi 90 cm
2) Lebar kursi 43 cm
3) Tinggi sandaran 40 cm
4) Lebar sandaran 35 cm
5) Ketebalan sandaran 12 cm
6) Lebar alas duduk 40 cm
7) Panjang alas duduk 35 cm
8) Ketebalan alas duduk 12 cm
d. Ruang Tunggu Pasien
Fasilitas yang ada diruang tunggu pasien adalah Televisi, Dispenser,
pengeras suara, kipas dan kursi tunggu pasien. Suhu di ruangan
tunggu pasien suhu alami dengan menggunakan pencahayaan alami,
tetapi pada bagian ruang tunggu tidak terdapat ventilasi udara yang
cukup. Pencahayan terdapat secara alami dan buatan/lampu.
Gambar 1.5 Ruang Tunggu Pasien
2. Ruang Kerja Subseksi Rekam Medis di Rumah Sakit Panti Rini
a. Kantor unit rekam medis harus dekat dengan unit yang lain, agar
dalam mencari dan pendistribusian berkas rekam medis cepat dan
tepat.
b. Kantor unit rekam medis harus memadai (nyaman, tenang, dll) bagi
staff rekam medis dalam menjalankan tugasnya.
c. Ruang penyimpanan harus memadai (baik untuk rak berkas rekam
medis aktif maupun inaktif).
d. Kantor unit rekam medis harus aman (untuk melindungi dokumen dari
kerusakan, kehilangan/digunakan oleh pihak yang tidak berwenang).
Area kerja di unit rekam medis di Panti Rini memiliki dua tempat
yaitu tempat 1 (TPP RJ, RI, BPJS dan pelayanan SKM) dengan ukuran
luas 1.56 x 1.22 m2 dan tempat 2 (assembling, coding, indeksing,
pelaporan, filling) dengan memiliki ukuran luas 5.80 x 3 m2. Ruang
penyimpanan berkas rekam medis di ruang filing dibagi 2 yaitu ruang
penyimpanan rekam medis aktif dengan ukuran luas ruang 15 x 3.5 m2
dan ruang penyimpanan rekam medis inaktif dengan ukuran 8.5 x 3 m2
dengan jumlah 18 rak besi kayu, yaitu 11 rak di ruang penyimpanan
rekam medis aktif dan 7 rak diruang penyimpanan rekam medis inaktif.
Alur kerja subseksi rekam medis di Rumah Sakit Panti Rini dari segi
ergonomic mulai dari tempat pendaftaran pasien, assembling, coding dan
indexing, pelaporan/reporting, filing sudah berurutan dari segi ergonomi.
Setelah berkas rekam medis diolah jika terdapat ketidaklengkapan maka
berkas akan disimpan terpisah sesuai dengan dokter dokter yang
merawat. Jika berkas sudah lengkap dan dianalisis kelengkapannya
dikembalikan ke rak penyimpanan sesuai dengan nomor berkas rekam
medis.
3. Kebutuhan Rak Filing
Di ruang penyimpanan terdapat 18 rak filing yaitu 11 rak di ruang
penyimpanan rekam medis aktif dan 7 di ruang penyimpanan rekam
medis in aktif yang mempunyai karakteristik sama dengan memiliki 5
tingkat dengan ukuran panjang rak 118 cm, lebar 20 cm, tinggi 78 cm,
dan 1 rak filing memiliki 15 sub rak dengan ukuran sub rak panjang 100
cm, tinggi sub rak 35 cm dan lebar sub rak 50 cm. kapasitas penyimpanan
persub rak adalah 500 berkas.

BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Kepmenkes RI Nomor 129 tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal


Rekam Medis

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.S Standar


Akreditasi Rumah Sakit.--Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Tahun
2011

Nurmianto, E. 2004. Konsep Dasar dan Aplikasinya edisi II. Surabaya : Guna
Widya

Permenkes 337 tahun 2007 Tentang Kompetensi Perekam Medis

Permenkes RI Nomor 269 MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis

Rustiyanto, Ery. 2011. Manajemen Filing Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
edisi pertama. Yogyakarta: Penerbit Politeknik Kesehatan Permata
Indonesia

Rustiyanto, Ery. 2010. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang


Terintegrasi. Yogyakarta: Gosyen Publishing

WHO. 2010. International Statictical Classification of Disease and Related


Health Problem Tenth Revision

Anda mungkin juga menyukai