Anda di halaman 1dari 7

93 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I TENTANG KEDUDUKAN MASLAHAH


MURSALAH SEBAGAI SUMBER HUKUM

Aris

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare


Email: aris_stainpare@yahoo.co.id

Abstract: This paper studies regarding one aspect of the discussion about the science of motion fikhi
beneficiaries mursalah position as a source of law in the view of Imam Shafi'i. The issue is how
thinking about the position of Imam Shafi'i maslahah mursalah as a source of law. In the discussion of
its principles Fiqhi, one of the sources of law that is often disputed among scholars of usul use is
maslahah mursalah. Imam Shafi'i firmly rejected mursalah maslahah use as a source of law to argue
that Islamic law has come with all the laws that realize the benefit of all human beings, either through
the Koran and Hadith or qiyas manner to the existing case law.

Kata Kunci: Maslahah Mursalah, Imam Syafi’i

I. PENDAHULUAN Imam Syafi’i. Imam Syafi’i menganggap


bahwa ketetapan syariat telah cukup, baik
Dalam kajian hukum Islam, sumber-
ketetapan itu berupa nash Alquran dan
sumber yang dapat dijadikan pegangan
Hadis, maupun berupa ketetapan hukum
dalam menetapkan hukum suatu masalah
lainnya seperti ijma’ dan qiyas.
pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
nash dan ra’yu (rasio). Termasuk dalam
maka dalam tulisan ini akan membahas
kategori nash ialah Alquran dan Hadis,
tentang bagaimana pemikiran Imam Syafi’i
sedang yang tergolong dalam kategori ra’yu
tentang kedudukan maslahah mursalah
ialah selain dari keduanya. Adapun jika
sebagai sumber hukum.
ditinjau dari kekuatannya, sumber tersebut
dapat digolongkan atas sumber hukum yang
II. PEMBAHASAN
disepakati dan sumber hukum yang tidak
disepakati oleh ulama. A. Imam Syafi’i
Salah satu sumber hukum yang 1. Kehidupannya
termasuk dalam kategori ra’yu dan tidak
disepakati oleh ulama adalah maslahah Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza,2
mursalah. Maslahah mursalah ialah Palestina pada tahun 150 Hijriah (767
penetapan hukum berdasarkan kepentingan Masehi). Nama lengkap beliau adalah Abu
umum terhadap suatu persoalan yang tidak Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas
ada ketetapan hukumnya dalam syara’, baik bin Usman bin Syafi’i bin Sa’ib bin Ubaid
secara umum maupun secara khusus. bin Abdul Yasid bin Hasyim bin Muthalib
Maksud dari pengambilan maslahah bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Fatimah
tersebut adalah untuk mewujudkan manfaat, binti Abdullah bin al Hasan bin Husein bin
menolak kemudharatan dan menghilangkan Ali bin Abi Thalib.3
kesusahan manusia.1 Dengan riwayat ini, maka teranglah
Di antara ulama yang menolak bahwa silsilah Imam Syafi’i, baik dari
maslahah mursalah sebagai salah satu ayahnya maupun dari ibunya bertalian
sumber dalam menetapkan hukum adalah dengan silsilah Nabi Muhammad saw. Dari
94 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

garis keturunan ayahnya, Imam Syafi’i Madinah menuju Irak untuk untuk berguru
bersatu dengan keturunan Nabi Muhammad pada ulama besar di sana, antara lain Imam
saw. pada Abdul Manaf, kakek Nabi Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin
Muhammad saw. yang ketiga, sedangkan Hasan, keduanya adalah sahabat Imam Abu
dari pihak ibunya, ia adalah cicit dari Ali Hanifah. Setelah dua tahun di Iraq, Imam
bin Abi Thalib. Dengan demikian, kedua Syafi’i melanjutkan perjalanannya ke
orang tuanya berasal dari bangsawan Arab Persia, lalu ke Hirah, Palestina dan
Quraisyh. Ramlah.4 Dari Ramlah ia kembali ke
Kedua orang tuanya meninggalkan Madinah dan tinggal di sana bersama Imam
Mekah menuju Gaza ketika ia masih dalam Malik kurang lebih 4 tahun sampai
kandungan. Tidak berapa lama setelah tiba wafatnya Imam Malik.
di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan meninggal Imam Syafi’i kemudian pindah ke
dunia. Ia dilahirkan beberapa bulan Yaman atas undangan Abdullah bin Hasan,
kemudian dalam keadaan yatim. Setelah wali negeri Yaman. Di sana ia diangkat
Imam Syafi’i berumur dua tahun, ibunya sebagai penasehat khusus dalam urusan
membawanya pulang ke kampung asalnya, hukum, di samping sebagai seorang guru.
Mekah. Di sinilah Imam Syafi’i tumbuh Di Yaman Imam Syafi’i dituduh terlibat
dan dibesarkan. dalam aktivitas Syiah dan atas tuduhan
Pendidikan Imam Syafi’i dimulai dari tersebut dia ditangkap dan di bawa ke
belajar membaca Alquran. Dalam usia 9 Baghdad menghadap Khalifah Harun al
tahun ia sudah menghafal seluruh isi Rasyid. Setelah terbukti tidak bersalah, ia
Alquran dengan lancar. Setelah menghafal dibebaskan, bahkan khalifah merasa kagum
Alquran, ia berangkat ke dusun Badui, terhadapnya. Selama di Baghdad, Imam
Banu Hudail, untuk mempelajari bahasa Syafi’i diminta mengajar dan orang-orang
Arab yang asli dan fasih. Baghdad pun berduyun-duyun datang
Imam Syafi’i kembali ke Mekah dan belajar kepadanya.
belajar ilmu fiqhi, sampai memperoleh Selanjutnya Imam Syafi’i ke Mesir
ijazah berhak mengajar dan memberi fatwa. atas permintaan wali Mesir, Abbas bin
Selain itu, Imam Syafi’i juga mempelajari Musa. Di Mesir Imam Syafi’i menye-
berbagai cabang ilmu agama lainnya seperti lesaikan beberapa buah buku. Pikiran-
ilmu hadis dan ilmu Alquran. pikiran dan hasil ijtihadnya selama tinggal
Di samping cerdas, Imam Syafi’i juga di Mesir inilah yang dikenal sebagai qaul al
sangat tekun dan tidak kenal lelah dalam jadid (pendapat-pendapat Imam Syafi’i
belajar. Pada usia 10 tahun ia sudah yang baru).
membaca seluruh isi kitab al Muwaththa’
2. Pengetahuannya
karangan Imam Malik dan pada usia 15
tahun telah menduduki mufti di Mekah. Imam Syafi’i adalah profil ulama
Setelah menghafal seluruh isi kitab al yang memiliki pengetahuan yang sangat
Muwaththa’, Imam Syafi’i sangat berhasrat luas. Di usia 9 tahun ia sudah menghafal
untuk menemui pengarangnya, sekaligus seluruh isi Alquran dengan lancar.
memperdalam ilmu fiqhi yang amat Kemudian di usia 10 tahun ia sudah
diminatinya. Lalu dengan meminta izin membaca seluruh isi kitab al Muwaththa’
kepada gurunya di Mekah, Imam Syafi’i karangan Imam Malik.
berangkat ke Madinah, tempat Imam Malik. Imam Syafi’i mendalam bahasa Arab,
Imam Syafi’i adalah profil ulama dia mengetahui makna-makna Alquran,
yang tidak pernah puas dalam menuntut rahasia-rahasianya dan maksud-maksudnya.
ilmu. Semakin banyak ia menuntut ilmu Kalau Imam Syafi’i menafsirkan Alquran,
semakin dirasakannya banyak tidak seolah-olah dia hidup di waktu Alquran
diketahuinya. Ia kemudian meninggalkan
95 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

sedang diturunkan dan disaksikannya. menolak kemudharatan dalam rangka


Beliau juga mengetahui nasikh mansukh. memelihara tujuan-tujuan syara’.6
Dalam bidang fiqhi Imam Syafi’i juga Suatu kemaslahatan harus sejalan
mendalaminya, sehingga pada usia 15 tahun dengan tujuan syara’, sekalipun berten-
ia telah menduduki kursi mufti di Mekah. tangan dengan tujuan-tujuan manusia,
Imam Syafi’i adalah ulama mujtahid di karena kemaslahatan manusia tidak
bidang fiqhi dan salah seorang dari empat selamanya didasarkan kepada kehendak
imam mazhab yang terkenal dalam Islam.5 syara’, tetapi sering didasarkan kepada
hawa nafsu. Misalnya, di zaman jahiliyah
3. Dasar-Dasar Istimbath Hukumnya
para wanita tidak mendapatkan bagian harta
Imam Syafi’i dalam bukunya al warisan yang menurut mereka hal tersebut
Risalah menjelaskan bahwa dalam mengandung kemaslahatan, sesuai dengan
mengambil dan menetapkan suatu hukum ia adat istiadat mereka. Akan tetapi, pan-
memakai empat dasar, yaitu Alquran, dangan ini tidak sejalan dengan kehendak
Sunnah, Ijma dan Istidlal. syara’, karenanya tidak dinamakan mas-
Dasar pertama dan utama dalam lahah. Oleh karena itu yang dijadikan
menetapkan hukum adalah Alquran. Imam patokan dalam menentukan kemaslahatan
Syafi’i terlebih dahulu melihat makna lafzi itu adalah kehendak dan tujuan syara’,
Alquran. Kalau suatu masalah tidak bukan kehendak dan tujuan manusia.7
menghendaki makna lafzi barulah ia Dilihat dari segi keberadaannya
mengambil makna majazi. Kalau dalam maslahah menurut syara’, maka para ahli
Alquran tidak ditemukan hukumnya, ia ushul fiqhi membaginya kepada tiga
beralih ke Sunnah Nabi. Dalam hal sunnah, macam, yaitu:
ia juga memakai hadis ahad di samping
yang mutawatir, selama hadis ahad itu 1. Al Maslahah al Mu’tabarah (‫)املعتربة املصلحة‬
mencukupi syarat-syaratnya. Jika di dalam Maslahah golongan ini ialah
Sunnah pun belum dijumpai nashnya, ia maslahah yang sejalan dengan maksud-
mengambil ijma sahabat. Setelah mencari maksud umum dari syara’ dan menjadi
dalam ijma’ sahabat dan tidak juga pedoman adanya perintah dan larangan
ditemukan ketentuan hukumnya barulah ia syara’.8
melakukan qiyas. Apabila ia tidak Maslahah ini memiliki tiga tingkatan
menjumpai dalil dari ijma dan qiyas, ia yaitu:
memilih jalan istidlal, yaitu menetapkan a. Al Maslahah al Dharuriyyah (‫املصلحة‬
hukum berdasarkan kaidah-kaidah umum
agama islam. ‫)الضرورية‬, yaitu kemaslahatan yang
berhubungan dengan kebutuhan
B. Maslahah dan Pembagiannya
pokok manusia di dunia dan akhirat.
Secara etimologi, maslahah sama Kemaslahatan seperti ini ada lima,
dengan manfaat, baik dari segi lafal yaitu memelihara agama, memlihara
maupun makna. Maslahah juga berarti jiwa, memelihara akal dan meme-
manfaat atau suatu pekerjaan yang lihara keturunan dan memelihara
mengandung manfaat. Selanjutnya secara harta benda.
terminologi, terdapat beberapa defenisi b. Al Maslahah al Hajiyah (‫)املصلحة احلاجية‬,
yang dikemukakan ulama ushul fiqhi, tetapi yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan
seluruh defenisi tersebut mengandung dalam menyempurnakan kemaslaha-
esensi yang sama. Imam al Ghazali tan pokok (mendasar) yang sebe-
mengemukakan bahwa pada prinsipnya lumnya yang berbentuk keringanan
maslahah adalah mengambil manfaat dan untuk mempertahankan dan meme-
lihara kebutuhan mendasar manusia.
96 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

c. Al Maslahah al Tahsiniyyah (‫املصلحة‬ ada dukungan dari syara’, baik secara rinci
‫)التحسنية‬, kemaslahatan yang dapat maupun secara umum. Para ulama ushul
fiqhi tidak dapat mengemukakan contoh
melengkapi kemaslahatan sebelum- pastinya. Bahkan Imam al Syatibi menga-
nya.9 takan bahwa kemaslahatan seperti ini tidak
ditemukan dalam praktek, sekalipun ada
2. Al Maslahah al Mulqah (‫)املصلحة امللغاة‬ dalam teori.
Maslahah al Mulqah adalah kemasla- Kedua, al maslahah al mursalah,
hatan yang tidak bisa dipakai atau ditolak yaitu kemaslahatan yang tidak didukung
oleh syara’ sebagai alasan penentuan suatu oleh dalil syara atau nash yang rinci, tetapi
hukum. Hal yang menyebabkan tidak didukung oleh sekumpulan makna nash.11
dipakainya masla-hah tersebut ialah karena C. Kedudukan Maslahah Mursalah
adanya maslahah lain yang lebih kuat. Sebagai Sumber Hukum Menurut
Sebagai contoh ketentuan yang Imam Syafi’i
mempersamakan anak laki-laki dengan
Imam Syafi’i adalah imam mazhab
anak perempuan dalam menerima warisan
yang menolak menggunakan dalil maslahah
dengan alasan keduanya sama dekatnya
mursalah. Untuk memperkuat pendapat
hubungan terhadap orang tuanya.
tersebut, beliau mengemukakan alasan-
Kemaslahatan tersebut tidak bisa dipakai
alasan atas penolakan beliau terhadap
karena bertentangan dengan ketentuan
penggunaan dalil maslahah mursalah
syariat sebagaimana yang terdapat dal
sebagai berikut:
Alquran surah al Nisaa’(4) ayat 11 yang
1. Bahwa syariat telah datang dengan
berbunyi:
segala hukum yang merealisir semua
‫يوصيكم اهلل ىف اوالدكم للذكرمثل حط االنثيني‬ kemaslahatn manusia. Kadang-kadang
dengan nash, dan kadang-kadang dengan
Terjemahnya: cara qiyas terhadap perkara yang sudah
ada hukumnya dalam nash. Oleh karena
“Allah mensyariatkan bagimu tentang itu, tidak ada maslahah mutlaqah (yang
(pembagian pusaka untuk) anak- terlepas) yang tidak dibenarkan Allah.
anakmu. Yaitu bahagian anak lelaki Dan setiap maslahah yang ada pasti
sama dengan bahagian dua orang anak sudah ada dalil yang didatangkan12
perempuan.”10 Pendapat yang tidak demikian berarti
mengingkari akan kesempurnaan dan
3. Al Maslahah al Mursalah (‫)املصلحةاملرسلة‬ kelengkapan syariat Islam yang telah
Maslahah Mursalah adalah kemas- dikuatkan Allah dalam Alquran surah al
lahatan yang tidak ada ketegasan untuk Maidah (5) ayat 3 yang berbunyi:
memakainya atau menolaknya. Oleh karena
itu, maslahah ini juga dinamakan mutlak ‫اليوم اكملت لكم دينكم وامتمت عليكم‬
karena tidak dibatasi dengan dalil
pengakuan atau dalil pembatalan. Contoh ‫نعمىت ورضينت لكم االسالم دينا‬
kemaslahatan ini seperti mensyariatkan Terjemahnya
pengadaan penjara, mencetak mata uang, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan
pengumpulan Alquran dan yang lainnya. bagimu agamamu, dan telah Aku
Kemaslahatan dalam bentuk ini lengkapkan bagimu nikmat-Ku, dan
terbagi dua, yaitu: Aku telah rela Islam sebagai agama-
Pertama, al Maslahah al Garibah mu.”13
(‫)املصلحة الغريبة‬, yaitu kemaslahatan yang asing, Oleh karena itu apabila timbul
atau kemaslahatan yang sama sekali tidak maslahah yang tidak didatangkan oleh
97 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

dalil syariat untuk membenarkannya, 5. Berpegang pada maslahah dalam


maka maslahah tersebut bukanlah pembentukan hukum dapat mengakibat-
maslahah hakiki. Karenanya tidak boleh kan terjadinya perselisihan pendapat dan
dipakai sebagai dasar hukum. perbedaan penyimpulan hukum. Hal
2. Bahwa berpegang kepada maslahah terjadi diakibatkan perbedaan masa dan
mursalah dalam tasryri’, akan mem- tempat yang melatarbelakangi adanya
bukakan pintu bagi pengikut hawa nafsu pandangan maslahah tersebut. Karena-
dan syahwat dari berbagai ahli fiqhi. nya, kadang-kadang suatu masalah
Kemudian mereka memasukkan ke hukumnya halal pada suatu masa, atau
dalam syariat sesuatu yang bukan pada suatu negara, sementara di masa
syariat. Dan mereka akan membentuk yang lain atau di negara lain tergolong
hukum dengan alasan maslahah, padahal haram karena mengandung mafsad.
ia sebenarnya adalah sesuatu yang Demikian ini dapat mengingkari adanya
mengandung kerusakan. Dengan demi- kesatuan syariat, kesatuan hukum.
kian tersia-sialah syariat dan rusaklah Demikian juga mengenai keumuman dan
manusia.14 Dalam kaitannya dengan ini kekekalannya.18
Imam al Ghazali mengatakan bahwa kita Demikianlah alasan-alasan yang
semua tahu dan yakin bahwa seorang dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan
alim tidak akan menetapkan hukum pengikut-pengikutnya sebagai dalil
tanpa memandang indikasi dari beberapa untuk menolak maslahah mursalah
dalil. Istihsan tanpa memperhitungkan sebagai sumber hukum yang berdiri
dalil-dalil syara’ adalah hukum yang sendiri.
didasarkan pada hawa nafsu semata.
III. PENUTUP
Mengenai maslahah mursalah beliau
mengatakan jika tidak ditopang oleh Berdasarkan dari uraian-urain tersebut
adanya dalil syara’ kedudukannya sama di atas, di akhir dari pembahasan tulisan ini
dengan istihsan.15 tentang pemikiran Imam Syafi’i tentang
3. Maslahah andaikata dapat diterima kedudukan maslahah mursalah sebagai
(mu’tabarah), ia termasuk ke dalam sumber hukum maka penulis mengemuka-
kategori qiyas dalam arti luas (umum). kan bahwa Imam Syafi’i sebagai ulama
Andaikata tidak mu’tabarah, maka ia yang menentang pemakaian maslahah
tidak tergolong qiyas. Tidak bisa mursalah pada dasarnya juga memakai
dibenarkan suatu anggapan yang maslahah sebagai sumber hukum selama
mengatakan bahwa pada suatu masalah bukan dilatarbelakangi oleh dorongan hawa
terdapat maslahah mu’tabarah nafsu dan tidak bertentangan dengan
sementara maslahah itu tidak termasuk tujuan-tujuan syariat.
ke dalam nash atau qiyas, sebab Imam Syafi’i sangat memperketat
pandangan semacam itu akan membawa ketentuan maslahah. Imam Syafi’i men-
kepada suatu kesimpulan tentang syaratkan maslahah hendaknya dimasukkan
terbatasnya nash-nash Alquran dan di bawa qiyas, yaitu sekiranya terdapat
hadis dalam menjelaskan syariat.16 hukum ashal yang dapat diqiyaskan
4. Mengambil dalil maslahah tanpa kepadanya dan juga terdapat illat
berpegang pada nash terkadang akan mundhabith (tepat). Oleh karena itu, Imam
mengakibatkan kepada suatu Syafi’i tidak menjadikan maslahah
penyimpangan dari hukum syariat dan mursalah sebagai sumber hukum yang
tindakan kedhaliman terhadap rakyat berdiri sendiri, akan tetapi memasukkannya
dengan dalil maslahah sebagaimana ke dalam pembahasan qiyas.
yang dilakukan oleh raja-raja yang
dhalim.17
98 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

2
KEPUSTAKAAN Menurut Ahmad Asy Surbasi, bahwa
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah
mengenai tempat kelahiran Imam Syafi’i, ada yang
Al Bary, Zakariyah Mashadir al Ahkam al mengatakan ia dilahirkan di Asqalan, ada juga yang
Islamiyyah. t.t.: t.p., 1975.Syihab, mengatakan ia dilahirkan di Yaman, akan tetapi
Umar. Hukum Islam dan pendapat yang termasyhur adalah ia dilahirkan di
Gaza. Hal ini dapat dilihat dalam bukunya Sejarah
Transformasi Pemikiran. Semarang:
dan Biografi Empat Imam Mazhab, diterjemahkan
Dina utama Semarang, t.th. oleh Drs. Sabil Huda dan Drs. H.A. Ahmadi (Cet. II;
Chalil, Moenawar. Biografi Empat Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1993), h. 141-142,
Serangkai Imam Mazhab. Jakarta: 3
Lihat Moenawar Chalil, Biografi Empat
Bulan Bintang, 1994. Serangkai Imam Mazhab (Jakarta: Bulan Bintang,
1994), h. 150.
Departemen Agama RI. al Qur’an dan
4
Terjemahnya. Semarang: Toha Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Putra, 1989. Ensiklopedia Islam, Jilid IV (Cet. III; Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h.327
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam.
5
Ensiklopedia Islam. Jilid IV. Cet. Lihat T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-
Pokok Pegangan Imam (Semarang: PT. Pustaka
III; Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Rizki Putra, 1997), h. 485, dan Moenawar Chalil,
Hoeve, 1994. op.cit., h. 152-153.
Al Ghazali, Abu Hamid. al Mustashfa min 6
Lihat Abu Hamid al Ghazali, al Mustashfa
‘Ilm al Ushul. jilid I. Beirut: Dar al min ‘Ilm al Ushul , jilid I (Beirut: Dar al Kutub al
Kutub al ‘Ilmiyyah, 1983. ‘Ilmiyyah, 1983), h. 286.

Khallaf, Abdul Wahhab. ‘Ilm Ushul al 7


Ibid.
Fiqhi. Cet. XII; Kuwait: al Nasyr, 8
Lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul al
1978. Fiqh (Cairo: Dar al Fikr al ‘Arabiy, t.th.), h. 364-
Muhammad, Abu Zahrah. Ushul al Fiqh 366.
(Cairo: Dar al Fikr al ‘Arabiy, t.th. 9
Lihat Nasrun Haroen, Ushul Fiqhi I (Cet.
Nasrun Haroen. Ushul Fiqhi I. Cet. II; II; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 115-116.

Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. 10


Departemen Agama RI., al Qur’an
Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi. Pokok-Pokok dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra,
Pegangan Imam (Semarang: PT. 1989), h. 116.
Pustaka Rizki Putra, 1997. 11
Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilm
Asy Syurbasi, Ahmad. Sejarah dan Ushul al Fiqhi (Cet. XII; Kuwait: al Nasyr,
Biografi Empat Imam Mazhab. 1978), h. 84
diterjemahkan oleh Drs. Sabil Huda dan
Drs. H.A. Ahmadi. Cet. II; Jakarta: PT. 12
Zakariyah al Bary, Mashadir al
Bumi Aksara, 1993. Ahkam al Islamiyyah (t.t.: t.p., 1975), h.
Catatan Akhir: 132.
1 13
Lihat Umar Syihab, Hukum Islam dan Departemen Agama RI., op.cit., h.
Transformasi Pemikiran (Semarang: Dina utama
157.
Semarang, t.th.), h. 29-30.
99 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 1, Januari 2013, hlm 93 - 99

14 17
Muhammad Abu Zahrah, op.cit., Ibid., h. 283.
h. 282. 18
Zakariyah al Bary, loc.cit
15
Lihat Abu Hamid al Ghazali,
op.cit., h. 194.
16
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai