Anda di halaman 1dari 12

DIAGNOSIS SERTA PENANGANAN ANURIA DAN RETENSI URIN

I. PENDAHULUAN

Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis


karena dapat menyebabkan kematian bagi pasien. Sumbatan dapat terjadi pada
saluran kemih atas dan saluran kemih bawah. Sumbatan pada saluran kemih atas
meliputi organ ginjal dan ureter dapat memberikan manifestasi klinis berupa nyeri
kolik atau anuria. Sedangkan sumbatan saluran kemih bawah pada buli-buli dan
uretra menyebabkan retensi urine.

Anuria secara harfiah berarti tidak ada urin, atau tanpa urin. Dalam istilah
praktis, itu berarti ginjal tidak memproduksi urin (kencing) atau Anda tidak buang
air kecil (anuresis). Anuria adalah bentuk oliguria yang paling parah, yang berarti
ginjal tidak menghasilkan cukup urin. Anuria, kadang-kadang disebut anuresis,
mengacu pada kurangnya produksi urin. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari
kondisi seperti syok, kehilangan darah yang parah, dan gagal jantung atau ginjal.
Bisa juga karena obat atau racun. Anuria adalah keadaan darurat dan dapat
mengancam jiwa. Produksi urin normal adalah lebih dari 500 mililiter (mL) atau
17 ons (oz) per hari. Oliguria didefinisikan sebagai hanya memiliki 100 mL
hingga 400 mL (3,3 hingga 13,5 oz) urin per hari dan anuria (paling ekstrem dari
semua ini) didefinisikan sebagai produksi urin nol hingga 100 mL (0 hingga 3,3
oz) per hari. Anuria sebenarnya bukan penyakit itu sendiri, tetapi merupakan
gejala dari beberapa kondisi lain.

Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai


dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas
maksimal. Salah satu penyebabnya adalah akibat penyempitan pada lumen uretra
karena fibrosis pada dindingnya, disebut dengan striktur uretra. Penanganan
kuratif penyakit ini adalah dengan operasi, namun tidak jarang beberapa teknik
operasi dapat menimbulkan rekurensi penyakit yang tinggi bagi pasien. Maka dari
itu diperlukan penanganan tepat dan adekuat untuk menghindari resiko
kekambuhan penyakit striktur uretra.
II. DEFINISI ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
Anuria secara harfiah berarti tidak ada urin, atau tanpa urin. Dalam
istilah praktis, itu berarti ginjal Anda tidak memproduksi urin (kencing) atau
Anda tidak buang air kecil (anuresis). Anuria adalah bentuk oliguria yang
paling parah, yang berarti ginjal Anda tidak menghasilkan cukup urin
(Cleveland Clinic).
Anuria adalah sebuah kondisi ketika tubuh tidak dapat mengeluarkan
urine. Artinya, organ yang memproduksi urine, yaitu ginjal, berhenti
berfungsi. Kondisi ini biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada ginjal
(Hellosehat.com).
Anuria adalah kondisi di mana tubuh memproduksi terlalu sedikit urin,
dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gagal jantung,
anemia, gangguan trombosit, masalah pencernaan, dan bahkan kematian.
Biasanya, anuria ditandai dengan keluaran urin harian yang kurang dari 100
mililiter, dan itu bisa menjadi gejala gagal ginjal, yang mematikan (Danielle
Haak, 2021).
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera
setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal,
sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan
produksi urin (KDIGO, 2012).

B. RETENSI URIN
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara
sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari
fesika urinaria (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih,
dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut (Brunner &
Suddarth).
Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara
sempurna. (PSIK UNIBRAW).
Retensi urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan
urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli
terlampaui. Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi harmonik antara
otot detrusor bulibuli sebagai penampung dan pemompa urine dengan uretra
yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine. Adanya penyumbatan
pada uretra, kontraksi bulibuli yang tidak adekuat, atau tidak adanya
koordinasi antara buli-buli dan uretra dapat menimbulkan terjadinya retensi
urine (Purnomo, 2003).
Distensi kandung kemih yang berlebihan menyebabkan buruknya
kontraktilitas otot detrusor, sehingga mengganggu urinasi. Klien yang
mengalami retensi urine dapat mengalami berkemih overflow atau
inkontinensia, yaitu mengeluarkan 25-50 mL urine pada interval yang sering.
Kandung kemih keras dan terdistensi saat palpasi dan dapat berpindah ke salah
satu sisi dari garis tengah tubuh (Koizer et al., 2011).
III. EPIDEMIOLOGI ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care
admission patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit
perawatan intensif (ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara
berkembang, terutama pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare,
penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti
gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak
1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini
bahkan lebih tinggi dari insiden stroke.
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara
0,5- 0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
hingga 36- 67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan
5-6% Pasien ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal ( TPG
atau Replacement Renal Therapy (RRT)).
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang
digunakan dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas
dari laporan insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-
83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui AKI terjadi pada 67 % pasien
yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu 12% kelas R,
27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan
maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3%
dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu 5.5%.8 Namun hasil penelitian
Ostermann (2007) menunjukkan Hospital mortality rate yang lebih tinggi yaitu
20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut-turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan
F.

B. RETENSI URIN
Retensi urin dapat terjadi akut dan kronis. Retensi akut menimbulkan
nyeri dan diatasi dengan kateterisasi. Retensi kronis tidak nyeri tetapi
berlangsung lama. Tidak diperlukan katerisasi kecuali terjadi deteriorisasi
fungsi ginjal. Setelah penyebabnya diterapi, obat mungkin masih diperlukan
untuk meningkatkan kerja otot detrusor. Penyakit yang mendasarinya
misalnya hiperplasia prostat (BPH) harus ditangani baik melalui operasi atau
terapi obat dengan Alfa-bloker atau menggunakan finasterid anti-androgen
(bagian 6.4.2) pada retensi urin akut atau ringan.
Epidemiologi retensi urin berbeda pada setiap kasus/kejadian seperti:
 Retensio urin pasca persalinan 12% (Soetoyo,RSUD Dr
Soetomo), 11,2% (Fahmialdi,RS M Jamil Padang).
 Pasca SC : 17,1% bila kateter dilepas 6 jam dan 7,1% pada
kateter 24 jam (Kartono H., RSUPN-CM Jakarta).
 Pasca TVH : 15%. TVH + kolporafi : 29%
 Prevalensi retensio urin pasca pelepasam kateter 12 jam dan 24
jam pasca SC, tidak berbeda bermakna (Darmawan P.,
Megadhana W., RSUP Sanglah Denpasar).
Sedangkan epidemiologi inkontinensia urine sering tidak tercatat
dengan jelas karena inkontinensia umumnya merupakan bagian dari penyakit
lain. Inkontinensia stres merupakan jenis inkontinensia yang paling sering
ditemukan. Diperkirakan antara 23-35% wanita dewasa mengalami
inkontinensia urin 1-4. Sulit membedakan antara stres inkontinensia
urindengan urgensi pada penelitian epidemiologis besar. Satu penelitian
menghubungkan jenis inkontinensia urin sesuai kuesioner dengan hasil
diagnosis, menunjukkan hubungan yang tidak adekuat. Diduga ½ mengalami
stres inkontinensia urin, 1/4 dengan urgensi dan 1/4 gabungan. Prevalensi
inkontinensia urin tidak lengkap untuk seluruh populasi. Seperti prolaps organ
panggul, inkontinensia urin banyak mengenai manula. Pada sebuah penelitian
epidemiologi yang besar, prevalensinya sebesar 8-9% pada rentang usia 20-24
tahun, 30% pada rentang 50-54 tahun.
IV. ETIOLOGI ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI,
yakni:
1. Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal, 55%),
2. Penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal/intrinsik, 40%),
3. Penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,
5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat
terjadinya AKI.

B. RETENSI URIN
Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi
(straining), menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran melemah
(weakness), miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah miksi.
Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan
(urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada malam hari (nocturia),
dan nyeri ketika miksi (dysuria). Dilihat dari keluhan utama dan anamnesis
pada pasien ini terjadi suatu pada urine yang disebabkan adanya sumbatan
padretena saluran kemih bagian bawah yang bisa disebabkan oleh gangguan
pada vesika urinaria atau infravesika. Gangguan pada vesika urinaria bisa
berupa batu vesika atau gangguan neurogenic pada vesika. Sedangkan
gangguan infravesika berupa pembesaran prostat dan struktur uretra (Anjar, et
al., 2019).
1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan
medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter
yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
2. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil
dan tumor.
4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi
uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat β adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).
V. PATOFISIOLOGI ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
Tanda paling jelas dari anuria adalah tidak buang air kecil. Gejala dan
tanda lain terkait dengan kondisi yang mungkin menyebabkan masalah.
Misalnya, penyakit ginjal, penyakit hati, dan gagal jantung dapat
menyebabkan kaki dan kaki Anda bengkak. Mereka mungkin juga
menyebabkan kelemahan atau pusing. Diabetes juga dapat merusak ginjal.
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI):
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter

B. RETENSI URIN
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang
hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor
obat dan faktor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan
lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa
kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan
parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan
otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi
otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama
teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher
vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat
dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor
lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya
yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna
tidak dapat relaksasi dengan baik.
VI. DIAGNOSIS KLINIS ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
Mendiagnosis anuria dan penyebab utamanya dimulai dengan
menanyakan riwayat medis pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan ini
diambil hasil dari:
1. Tes darah untuk mengetahui jumlah kadar urea dan kreatinin dalam
darah,
2. Tes urin (urinalisis),
3. USG dan CT-Scan untuk melihat bentuk ginjal, ureter, dan
kandung kemih,
4. Biopsi ginjal untuk menganalisis ginjal lewat jaringan ginjal.

B. RETENSI URIN
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus Retensio
Urine adalah pemeriksaan specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil
dari:
1. Pengambilan: steril, random, midstream.
2. Penagambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,
KEton, Nitrit.
3. Sistoskopy, IVP.
VII. TATA LAKSANA ANURIA DAN RETENSI URIN
A. ANURIA
Pengobatan untuk anuria tergantung pada mengapa memiliki kondisi di
tempat pertama. Anuria harus ditangani oleh profesional kesehatan.
a. Ketika penyebab anuria adalah sesuatu seperti gagal jantung, sepsis, syok
atau gagal napas, prioritas pertama adalah mengobati kondisi yang
menyebabkan masalah kemih.
b. Jika dicurigai adanya penyumbatan pada kandung kemih, pengobatannya
adalah dengan mengalirkan kandung kemih menggunakan jenis kateter
(tabung) yang sesuai.
c. Dalam beberapa kasus, tim kesehatan dapat membantu rehidrasi dengan
menawarkan cairan oral atau intravena (IV).
Pengobatan kondisi ini sebenarnya bergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Dialisis dilakukan untuk mengeluarkan cairan yang sudah tidak
dibutuhkan tubuh dan mengatur cairan yang seharusnya dilakukan oleh ginjal.
Sementara itu, cara lain untuk mengobati susah kencing (anuria) di antaranya:
a. Cairan intravena
Biasanya diberikan pada penderita anuria yang disebabkan oleh dehidrasi
parah dan hipotensi.
b. Penggunaan ureteric stent
Cara ini biasanya diberikan pada orang yang tidak bisa kencing akibat
adanya obstruksi ureter.
c. Prosedur pengangkatan batu ginjal
Hal ini dilakukan untuk memecah batu ginjal hingga menjadi pecahan
kecil agar tidak menyumbat saluran kemih. Cara ini biasanya juga
dilakukan oleh orang yang memiliki tumor dan mengalami kesulitan saat
buang air kecil.

B. RETENSI URIN
a. Katerisasi urethra
Katerisasi uretra dengan ukuran 14–18 French gauge. Bila terjadi
kegagalan atau terdapat kontraindikasi kateterisasi uretra, pasien dapat
menerima kateterisasi suprapubik atau dirujuk ke urolog. Setelah
melakukan dekompresi kandung kemih, klinisi dapat melakukan
investigasi lebih lanjut untuk mencari etiologi dan menata laksana sesuai
etiologi yang ditemukan.
b. Drainage suprapubik
Kulit suprapubic dibersihkan, kemudian dengan tehnik steril cateter
dimasukkan melalui lubang kecil incisi kulit ke kandung kemih. Canula
dipasang, kemudian kateter dimasukkan kedalam kanula tersebut sehingga
membentuk sistem drainase tertutup. Untuk mencegah bocoran, luka incisi
dijarit.
c. Pungsi vesika urinaria
Traktus urinarius bagian bawah terdiri dari kemih (bladder), ostium urethra
internum (OUI), urethra, ostium urethra eksternum (OUE). Vesica urinaria
merupakan organ yang berfungsi untuk menampung urine kurang lebih
230-300 ml. Organ ini dapat mengecil atau membesar sesuai isi urine yang
ada. Hal ini dilakukan dengan menusuk bagian organ vesika urinaria untuk
mengumpulkan sampel.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemaparan diagnosis serta penanganan anuria dan retensi
urin, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Anuria secara harfiah berarti tidak ada urin, atau tanpa urin. Dalam istilah
praktis, itu berarti ginjal tidak memproduksi urin (kencing). Anuria adalah
bentuk oliguria yang paling parah, yang berarti ginjal tidak memproduksi
cukup urin. Produksi urin normal adalah lebih dari 500 mililiter (mL) atau 17
ons (oz) per hari, anuria (paling ekstrem dari semua ini) didefinisikan sebagai
produksi urin 0-100 mL (0 hingga 3,3 oz) per hari. Anuria sebenarnya bukan
penyakit itu sendiri, tetapi merupakan gejala dari beberapa kondisi lain.
Anuria adalah keadaan darurat medis. Ginjal bertanggung jawab untuk
membuang limbah dan cairan ekstra dari tubuh. Ketika limbah dan cairan
menumpuk di dalam tubuh, itu bisa sangat berbahaya. Diagnosis anuria dapat
dilakukan dengan tes darah, tes urin, USG, dan biopsi ginjal.
Penanganan/pengobatan anuria tergantung kepada penyebab yang mendasari
hal tersebut misalnya prosedur pengangkatan batu ginjal, hal ini dilakukan
untuk memecah batu ginjal hingga menjadi pecahan kecil agar tidak
menyumbat saluran kemih. Cara ini biasanya juga dilakukan oleh orang yang
memiliki tumor dan mengalami kesulitan saat buang air kecil.
2. Retensi urin tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli
penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin
miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut
lokasi, faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi
urethra, trauma dan lain sebagainya. Diagnosis retensi urin dapat dilakukan
melalui 3 hasil yaitu pengambilan (steril, random, midstream), pengambilan
umum (pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit), dan Sistoskopy,
IVP. Penanganan retensi urin dapat dilakukan dengan katerisasi uretra,
drainage suprapublik, dan pungsi vesika urinaria.

Anda mungkin juga menyukai