Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

LEMBAGA DANA PENSIUN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Ekonomi Syariah

Disusun oleh :

Rohiman
NPM : 21.6120.4.064

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS SAMAWA
2022
ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih


lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah, rahmat dan salam untuk
Muhammad Rasul pilihan, saya sebagai penyusun makalah telah berhasil dalam
Menyusun makalah dari mata kuliah Ekonomi Syariah tentang materi SAP
mengenai LEMBAGA DANA PENSIUN, yang dapat diselesaikan semata-mata
atas kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang berlimpah-limpah.
Dalam makalah ini juga akan dipelajari atau membahas secara keseluruhan
tentang Hukum Dagang.
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka saya sebagai
penyusun makalah sangat menanti tegur sapa serta kritik dan saran membangun
dari pembaca untuk lebih bisa menyempurnakan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pengumpulan materi ini, karna makalah ini tersusun dari
berbagai sumber,baik berupa buku teks, tulisan, ataupun pendapat dari para ahli.
Akhir kata, saya berharap mudah-mudahan makalah ini dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya,dan bisa menjadi tolak ukur kita terhadap dunia sosial
sebaik mungkin.
Billahit taufiq wal hidayah Wassalaamu`alaikum wr.wb.

Sumbawa Besar, 30 Juni 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Dana Pensiun.................................................................................. 3
B. Teori Dana Pensiun......................................................................... 3
C. Penyelenggara dan Pengatur DPPK................................................ 4
D. Penyelenggara dan Pengatur DPLK............................................... 6
E. Jenis Program Pensiun.................................................................... 6
F. Teoti Portfolio Investasi................................................................. 7
G. Manajemen Portfolio...................................................................... 7
H. Modern Portfolio Theory................................................................ 9
I. Model Penilaian Aset...................................................................... 11
J. Capital Asset Pricing Model (CAPM)............................................ 11
K. Three-Factor Pricing Model (TFPM)............................................. 12
L. Carhart Four-Factor Pricing Model (FFPM).................................. 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 15

A. Kesimpulan..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dana Pensiun merupakan suatu badan hukum yang mengelola dan menjalankan
manfaat pensiun, yang didirikan secara terpisah oleh perusahaan, dengan mencadangkan
dana untuk mengelola Dana Pensiun guna menjamin kesinambungan penghasilan karyawan
setelah purnakarya. Pada prinsipnya Dana Pensiun merupakan suatu alternatif untuk
memberikan manfaat kepada karyawan untuk memperkecil atau mengurangi resiko-resiko
yang bisa dihadapi di masa yang akan datang, seperti resiko kehilangan pekerjaan, lanjut
usia, kecelakaan yang mengakibatkan cacat tubuh atau meninggal dunia. Resiko tersebut
berpengaruh pada kelangsungan hidup mereka, karenanya untuk mengatasi kemungkinan
resiko tersebut diciptakan suatu usaha pencegahan antara lain dengan menyelenggarakan
program pensiun (pension plan), yang bisa dikelola oleh perusahaan swasta atau pemerintah.
Dana yang dikumpulkan oleh Dana Pensiun merupakan kontribusi dari karyawan dan atau
pemberi kerja. Untuk membiayai masa pensiun ini maka program Dana Pensiun yang ada
akan menyisihkan dana selama masa kerja seorang karyawan sebagai pengganti upah yang
diperoleh. Dengan kata lain program Dana Pensiun dapat memberikan kesinambungan
penghasilan kepada karyawan setelah pensiun atau purnakarya.

Tujuan penyelenggaraan program pensiun ditinjau dari kepentingan perusahaan atau


pemberi kerja, terdapat dua aspek yaitu: aspek ekonomi dan aspek sosial. Aspek ekonomis
meliputi loyalitas dan kompetisi pasar tenaga kerja. Dengan diadakannya program Dana
Pensiun karyawan diharapkan mempunyai loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap perusahaan,
serta diharapkan perusahaan mempunyai daya saing dan nilai lebih dalam mendapatkan
karyawan yang berkualitas dan professional di pasaran tenaga kerja. Sedangkan aspek sosial
meliputi kewajiban moral, dimana perusahaan berkewajiban moral untuk memberikan rasa
aman kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun atau purnakarya, artinya perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial tidak hanya pada karyawannya pada saat yang
bersangkutan tidak mampu bekerja, tetapi juga pada keluarganya pada saat karyawan tersebut
meninggal dunia.

Tugas yang harus diemban Dana Pensiun adalah mengelola dan menginvestasikan dana
yang dihimpun dari kontribusi yang dibayarkan oleh karyawan dan atau pemberi kerja. Tugas
selanjutnya adalah membayarkan manfaat pensiun kepada karyawan di masa purnakaryanya.
Dana Pensiun bertanggungjawab kepada pemberi kerja melalui Dewan Pengawas untuk
pengelolaan dana yang dikumpulkan sehingga pada waktunya dapat mencukupi dalam
pembayaran manfaat pensiun kepada para peserta.

Agar mampu menjalankan fungsinya, Dana Pensiun harus mengelola dan


1
mengembangkan dana yang terkumpul dengan cara yang aman dan menguntungkan, salah
satunya dengan melakukan investasi. Investasi yang dilakukan oleh Dana Pensiun harus
sesuai dengan kebijakan investasi dari pendiri Dana Pensiun dan juga sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.010/2008 yang
mengatur tentang Investasi Dana Pensiun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teori-teori tentang dana pensiun sesuai dengan pendapat para tokoh-
tokoh?

2. Apakah penyajiannya sudah sesuai dengan Peraturan Perundangan yang mengatur


tentang laporan keuangan Dana Pensiun, khususnya PSAK No. 18 dan Keputusan
Direktur Jendral Lembaga Keuangan No. Kep-4777/LK/2003?

3. Bagaimana pengelolaan investasi dan kinerja investasi Dana Pensiun apakah sudah
dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan serta ketentuan dari Peraturan
Menteri Keuangan No.199/PMK.010/2008?

C. Tujuan Penulisan

1. Menganalisis laporan keuangan Dana Pensiun sesuai dengan Peraturan


Perundangan yang mengatur tentang laporan keuangan Dana Pensiun, khususnya
PSAK No. 18 dan Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan
No.Kep-4777/LK/2003.

2. Menganalisis investasi dan kinerja investasi yang dilakukan Dana pensiun sesuai
dengan Peraturan Menteri Keunagan No.199/PMK.010/2008.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dana Pensiun
Pensiun merupakan istilah yang digunakan bagi seseorang yang sudah tidak lagi bekerja
karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan, ataupun atas permintaan sendiri
(pensiun muda). Berhentinya seseorang dari pekerjaannya secara otomatis juga berarti
berhentinya penerimaan pendapatan yang merupakan sumber penghasilan selama masa
bekerja. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh dana pensiun kepada
pesertanya setelah peserta tersebut pensiun. Uang yang berasal dari dana pensiun ini dapat
menjadi salah satu sumber penghasilan pasif yang dapat diterima setelah berhenti bekerja
atau pensiun.
Menurut Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Dana Pensiun
merupakan badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan
manfaat pensiun. Dana Pensiun dapat didirikan oleh pemberi kerja, pemerintah, bank atau
asuransi jiwa. Mengacu pada UU tersebut, pengertian Dana Pensiun juga selanjutnya
dijelaskan dalam POJK Nomor 8/POJK.05/2018 pasal 1, Dana Pensiun merupakan badan
hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun,
termasuk Dana Pensiun yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan
prinsip syariah. Dikutip dari Literasi Keuangan OJK mengenai Dana Pensiun tahun 2016,
terdapat 3 fungsi yang harus dijalankan oleh Lembaga Dana Pensiun, yaitu mendata
peserta dan mengumpulkan iuran Dana Pensiun, mengembangkan atau menginvestasikan
uang yang dikelolanya, membayarkan manfaat pensiun sesuai aturan dan hak masing-
masing pesertanya.

B. Teori Dana Pensiun


Teori dasar yang menjadi acuan dalam pengembangan dana pensiun dibangun oleh
Arrow-Debreu (1954) adalah teori state preference yang menyatakan bahwa preferensi
terhadap komoditas dapat dibedakan tidak hanya berdasarkan atribut fisik dan lokasinya
dalam ruang dan waktu, tetapi juga mempertimbangkan aspek kondisional. Artinya,
pengambilan keputusan didasarkan pada pandangan individu terhadap nilai suatu komoditas
dalam kondisi tertentu. Menurut teori tersebut, individu dalam ekonomi akan memilih dasar
klaim berdasarkan waktu yang memaksimalkan masing-masing utilitasnya atau masing-
masing individu akan menyusun perencanaan masa depannya untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan jangka panjangnya, terutama pada masa pensiun.
Teori dasar Arrow-Debreu (1954) tersebut tidak dapat menjangkau jangka waktu yang
dinamis, panjang dan berkelanjutan, kemudian Merton (1989) mencoba mengatasi
kekurangan teori tersebut dengan memberikan jembatan melalui teori keuangan dinamis
berkelanjutan (continuous-time finance) di mana para individu dalam ekonomi dapat
3
memaksimalkan utilitasnya secara dinamis berkelanjutan berdasarkan teori state preference
Arrow-Debreu. Dengan adanya jembatan dari Merton tersebut, individu dapat menentukan
jumlah penyisihan pendapatan saat individu masih dalam masa aktif bekerja untuk nantinya
mendapatkan manfaat pada masa pensiun. Adanya dua teori yang mendasari pembentukan
dana pensiun ini membuat pandangan akan kemakmuran bergeser yang tadinya adalah
akumulasi kekayaan menjadi konsumsi berkelanjutan atas barang dan leisure. Merton
menyediakan pengembangan teori dasar Arrow-Debreu dari statis (satu waktu), menjadi
dinamis (multi-waktu), pembentukan dana pensiun bergeser dari kebutuhan tabungan dan
diversifikasi menjadi kebutuhan untuk tabungan, diversifikasi, lindung nilai dan juga
asuransi (OJK, 2016).
Teori lain yang relevan adalah teori Life-cycle Hypothesis dari Modigliani (1966) yang
menyatakan bahwa individu/ rumah tangga dalam ekonomi akan menunda konsumsi dengan
menabung. Tabungan ini akan diakumulasi sampai pada masa individu/ rumah tangga
mencapai usia pensiun dan akan mulai memanfaatkan tabungannya untuk konsumsi barang
dan leisure.
Dari sisi pengelola dana pensiun, pergeseran peruntukkan dana pensiun dari statis
menjadi dinamis menuntut pengelolaan manajemen portofolio yang dinamis. Tujuannya
adalah agar pengelola dana pensiun dapat memberikan hasil sesuai harapan para peserta dana
pensiun dan di sisi lain agar hasil investasinya dapat juga digunakan untuk membiayai dana
operasional perusahaan dana pensiun. Dalam hal ini, prinsip-prinsip Asset Liability
Management (ALM) menjadi penting dalam pengelolaan dana pensiun yang dinamis.

C. Penyelenggara dan Pengaturan DPPK


Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) merupakan dana pensiun yang dibentuk oleh
perusahaan atau orang yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran
Pasti (PPIP) bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan
menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.
Dasar pendiriannya adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 mengenai Dana
Pensiun dan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 mengenai Dana Pensiun Pemberi
Kerja. Bentuk hukum dana pensiun ini adalah “Dana Pensiun” bukan PT maupun badan
hukum lain.
Pendirinya adalah perorangan atau institusi yang mempekerjakan karyawan dan didirikan
semata untuk karyawannya sendiri atau karyawan mitra pendirinya. Mitra pendiri adalah
pemberi kerja yang ikut serta dalam suatu dana pensiun pemberi kerja pendiri, untuk
kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya. Pemberi kerja yang belum mendirikan dana
pensiun bagi seluruh karyawannya dapat menjadi mitra pendiri dana pensiun yang telah
berdiri. Dana pensiun yang telah berdiri dapat menggabungkan diri dengan dana pensiun
lain, atau memisahkan diri menjadi dua atau lebih dana pensiun.
Iuran Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) berupa iuran pemberi kerja dan peserta; atau
4
iuran pemberi kerja saja. Seluruh iuran pemberi kerja dan peserta serta setiap hasil investasi
yang diperoleh harus disetor kepada dana pensiun. Dalam hal peraturan dana pensiun
menetapkan adanya iuran peserta maka pemberi kerja merupakan wajib pungut iuran peserta
yang dipungut setiap bulan. Pemberi kerja wajib menyetor seluruh iuran peserta yang
dipungutnya serta iurannya sendiri kepada dana pensiun selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya.
Besar iuran peserta dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti
tidak boleh melebihi jumlah yang ditetapkan oleh OJK. Besarnya manfaat pensiun yang
ditetapkan dalam peraturan dana pensiun, iuran dan kekayaan yang diperlukan bagi
pembiayaan program pensiun, tidak boleh melampaui jumlah yang ditetapkan oleh OJK.
Pengaturan mengenai iuran pemberi kerja dalam Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan
(DPBK) ditetapkan oleh OJK.
Dasar pengaturan DPPK diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 dan
Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 76 Tahun 1992 terkait dana pensiun pemberi kerja dapat
mendorong terwujudnya Good Pension Fund Governance dan bagaimana pengelolaan badan
hukum dana pensiun dalam penerapan prinsip Good Pension Fund Governance.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mewajibkan
seluruh lembaga dana pensiun untuk menyusun sekaligus menerapkan Pedoman dan Tata
Kelola Dana Pensiun sejak 1 Januari 2008. Keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan
Ketua Nomor KEP-136/BL/2006 dengan tujuan mendorong penyusunan pedoman tata kelola
yang baik di lingkungan dana pensiun sekaligus memberikan acuan kepada pendiri, pemberi
kerja, pengurus dan pengawas dana pensiun. Peraturan terbaru yang dibuat oleh OJK terkait
tata kelola dana pensiun tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15
/POJK.05/2019.
Pengelolaan dana pensiun harus memenuhi prinsip-prinsip kepatutan pengelolaan dana pensiun yang
baik atau Good Pension Fund Government (GPFG). GPFG merupakan kaidah atau norma
yang harus dilaksanakan secara konsisten dan bertanggungjawab oleh seluruh jajaran dana
pensiun dengan memperhatikan kepentingan stakeholder, peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku serta nilai-nilai etika.
Sesuai dengan undang-undang, OJK juga menetapkan aturan pengelolaan uang atau
investasi dana pensiun agar dana pensiun aman bagi peserta dan pendirinya. Undang-undang
mengharuskan setidaknya 95% kekayaan bersih dana pensiun harus diinvestasikan. Peraturan
Dana Pensiun harus menetapkan aturannya sendiri dengan mengacu kepada peraturan OJK.
Agar pengelolaan investasi pada dana pensiun berjalan dengan baik, pengurus DPPK,
pegawai DPPK yang membidangi investasi, pelaksana tugas pengurus dan pegawai DPLK
yang membidangi investasi wajib memiliki kemampuan yang memadai di bidang investasi
dan/ atau manajemen risiko serta wajib memenuhi syarat keberlanjutan paling sedikit 1 kali
dalam jangka waktu 1 tahun. Pengelolaan investasi DPPK dapat dialihkan kepada lembaga
keuangan resmi yang memiliki keahlian di bidang pengelolaan investasi yang sudah
berpengalaman minimal 3 tahun dan tidak sedang kena sanksi peraturan OJK dan perundang-
undangan.
5
D. Penyelenggara dan Pengaturan DPLK
Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah dana pensiun yang dibentuk oleh Bank atau
perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi
kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
Peserta berhak atas iurannya, termasuk di dalamnya iuran pemberi kerja atas nama
peserta, apabila ada, ditambah dengan hasil pengembangannya, terhitung sejak tanggal
kepesertaannya yang dibukukan atas nama peserta pada DPLK. Dalam hal peserta meninggal
dunia, maka hak peserta menjadi hak ahli warisnya. Pendiri Dana Pensiun Lembaga
Keuangan (DPLK) bertindak sebagai pengurus DPLK dan bertanggung jawab atas
pengelolaan investasi DPLK dengan memenuhi ketentuan tentang investasi yang ditetapkan
oleh OJK.

E. Jenis Program Pensiun


Berdasarkan keterangan OJK mengacu pada Undang-undang nomor 11 tahun 1992
tentang Dana Pensiun, terdapat 3 macam program dana pensiun yaitu program pensiun
manfaat pasti, program pensiun iuran pasti, dan dana pensiun berdasarkan keuntungan.
Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah program pensiun yang manfaatnya
ditetapkan dalam peraturan dana pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan
program pensiun iuran pasti. Besar manfaat pensiunnya sudah dipastikan sesuai yang
dijanjikan dalam rumus manfaat pensiun yang tercantum dalam peraturan dana pensiun
masing-masing dana pensiun.
Pada dana pensiun yang menyelenggarakan PPMP, apabila pembayaran manfaat pensiun
berakhir, dan ternyata jumlah seluruh manfaat pensiun yang telah dibayarkan kurang dari
himpunan iuran peserta beserta hasil pengembangannyasampai dengan saat dimulainya
pembayaran manfaat pensiun, maka pengurus wajib membayarkan selisihnya sekaligus
kepada ahli waris yang sah dari peserta.
Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan
dalam peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan
pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Pendiri dan pekerja hanya
menetapkan besar iuran. Tanggung jawab pendiri hanya sampai membayar iuran. Pendirinya
tidak memberikan jaminan kecukupan dana. Beban Pendiri sudah jelas. Risiko investasi
ditanggung oleh masing- masing Peserta.
Besar manfaat pensiun tergantung dari hasil investasi yang dilakukan oleh dana pensiun.
Selanjutnya, dana pensiun melakukan investasi untuk pengembangan dana pesertanya dan
masing-masing peserta diberi rekening pribadi yang akumulasi iuran dan hasil investasinya
bisa dicek secara berkala.
Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), dengan iuran hanya dari

6
pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.
Iuran dana pensiun ini seperti bagian bonus karyawan. Namun, hingga saat ini belum ada
yang mendirikan dana pensiun berdasarkan keuntungan.

F. Teori Portfolio Investasi


Menurut Bodie et al. (2014) investasi merupakan komitmen terhadap uang atau sumber
daya lain saat ini dengan harapan akan mendapat manfaat di masa yangakan datang.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa poin utama dari segala bentuk investasi yang dilakukan oleh
tiap individu adalah adanya kesediaan untuk mengorbankan sesuatu yang bernilai saat ini
dengan harapan mendapatkan manfaat dari pengorbaan tersebut di masa yang akan datang.
Menurut OJK, Investasi merupakan penanaman modal, biasanya dalam jangka panjang untuk
pengadaan aktiva lengkap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain dengan
tujuan memperoleh keuntungan. Tujuan dalam melakukan investasi menurut Tandelilin
(2010), yaitu mendapat kesejahteraan atau kehidupan yang lebih baik di masa yang akan
datang, membantu mengurangi tekanan inflasi, terciptanya keuntungan dalam investasi yang
berkesinambungan (continuity), penghematan pajak.
Parameter utama dari segala jenis investasi adalah risiko dan pengembalian yang
diharapkan. Prospect Theory yang dikemukakan oleh Tversky dan Kahneman (1979)
menunjukkan bahwa efek dari ketidakpastian menyebabkan individu cenderung menghindari
risiko ketika ada prospek akan keuntungan yang pasti. Sehingga, diasumsikan bahwa secara
umum investor bersifat risk averse. Investor akan berusaha meminimalkan risiko sembari
memaksimalkan pengembalian mereka juga. Dalam hal itu, strategi investasi individu sangat
bergantung pada seberapa besar risiko yang dapat mereka ambil untuk mencapai hasil yang
diharapkan (Kulali, 2016).
Dalam berinvestasi terdapat imbal hasil antara risiko dengan pengembalian yang melekat
pada aset tertentu, pembentukan portofolio terdiversifikasi yang terdiri dari berbagai jenis
aset dapat menjadi pilihan untuk mengurangi risiko yang ditanggung oleh satu aset tertentu.
Portfolio merupakan kumpulan aset investa yang dimiliki oleh investor, sedangkan
diversifikasi berarti proses untuk memiliki beberapa aset dalam satu portofolio guna
membatasi risiko yang melekat pada aset tertentu (Bodie et. al. 2009). Untuk mengatasi
perubahan dinamis dari risiko dan pengembalian pada aset, pengelolaan portofolio
(manajemen portofolio) harus dilakukan secara berkala.

G. Manajemen Portofolio
Manajemen portofolio merupakan suatu proses menggabungkan sekuritas dalam
portofolio yang disesuaikan dengan preferensi risiko dan kebutuhan investor, memantau
portofolio, dan mengevaluasi kinerja portofolio (Bodie et al. 2014). Manajemen portofolio
menurut Kapoor (2014) merupakan proses berkelanjutan dan sistematis yang meliputi
pengawasan kinerja portofolio, identifikasi tujuan, batasan-batasan, serta preferensi investor,
evaluasi kinerja portofolio dengan membandingkan target dengan pencapaian, membuat
7
revisi portofolio, dan implementasi yang disesuaikan dengan tujuan pembentukan portofolio
(rebalancing).
Kapoor (2014) berpendapat bahwa fakta mengenai adanya tingkat risiko yang berbeda
pada tiap sekuritas mendorong sebagian besar investor untuk memiliki lebih dari satu sek
uritas sekaligus, sebagai upaya penyebaran risiko yang sesuai dengan kebijakan “tidak
memasukkan semua telur ke dalam satu keranjang” (Fabozzi, Gupta, & Markowitz, 2002).
Sebagian besar investor berharap ini dapat memberikan perlindungan dari kerugian ekstrem
yang mungkin diterima ketika kondisi dari suatu aset dalam portofolio mengalami kerugian,
maka nilainya dapat diimbangi oleh aset lain yang dimilikinya.
Manajemen Portofolio menurut Kapoor (2014) dikerahkan dalam bentuk diversifikasi
yaitu upaya untuk menyebarkan dan meminimalisir risiko. Schultz Collins Lawson Chambers
(2008) berpendapat bahwa diversifikasi yang efektif memungkinkan adanya pengukuran dan
pengendalian risiko secara keseluruhan dari portofolio. Struktur alokasi aset portofolio
dengan ini berasal dari keputusan tentang seberapa besar risiko portofolio yang bersedia
ditanggung oleh investor.
Dalam mengelola portofolio salah satu tahapan penting yang harus dilakukan secara tepat
dan berhati-hati adalah alokasi aset. Alokasi aset secara strategis merupakan fungsi dari
pengembalian yang diharapkan investor dan toleransi investor terhadap risiko. Kebijakan
alokasi aset dapat membahayakan apabila untuk mencapai tingkat pengembalian yang
diharapkan dari portofolio, alokasi aset yang dilakukan justru menghasilkan lebih banyak
risiko daripada yang diperlukan. Dengan kata lain, kebijakan alokasi aset portofolio yang
baik adalah yang disesuaikan dengan tujuan dalam menghasilkan pengembalian bagi investor
tanpa menimbulkan pilihan untuk mengambil risiko yang lebih besar dari yang diperlukan.
“More money is better than less; however, the pursuit of more money may be dangerous to
your wealth”. Untuk itu, manajemen portofolio yang efektif meliputi pengukuran serta
manajemen risiko (Schultz Collins Lawson Chambers, 2008).
Penjelasan mengenai pendekatan yang akan digunakan dalam menganalisis investasi dan
pemilihan sekuritas dilibatkan dalam proses perencanaan konstruksi portofolio. Perumusan
strategi investasi secara jelas mengatur dan menjelaskan dasar dari keputusan investasi,
serta mengarahkan pembentukan keputusan-keputusan investasi dalam rangka mencapai
tujuan investasi. Maginn, Mcleavy, dan Pinto (2007) menyatakan secara luas, strategi
investasi dikategorikan menjadi strategi pasif, strategi aktif, dan strategi semi-aktif.
Pendekatan investasi secara pasif berarti komposisi portofolio tidak berubah mengikuti
perubahan yang terjadi di pasar. Pendekatan pasif yang biasa digunakan secara umum adalah
indexing dan strategi buy and hold. Kebalikannya, pendekatan investasi secara aktif berarti
komposisi portofolio akan secara aktif berubah mengikuti perubahan yang terjadi di pasar.
Manajemen portofolio yang dilakukan secara aktif berarti bahwa aset yang dimiliki berbeda
dengan tolak ukur portofolio sebagai upaya untuk menghasilkan kelebihan pengembalian
yang disesuaikan dengan risiko atau yang disebut dengan positive alpha, ini menunjukkan
ekspektasi dari manajer portofolio berbeda dengan ekspektasi konsensus. Apabila secara
rata- rata ekspektasi manajer ini ternyata benar, maka pengelolaan investasi yang dilakukan
8
secara aktif dapat menciptakan nilai tambah. Pendekatan yang terakhir yaitu pendekatan
semiaktif, pendekatan ini digunakan untuk menghasilkan positive alpha dengan melakukan
pengawasan secara ketat terhadap risiko relatif dari standar acuan portofolio. Contohnya
dengan menggunakan strategi index-tilt untuk melacak secara teliti risiko dari indeks saham
sambil menambahkan jumlah target penambahan nilai dengan cara memiringkan (tilting)
pembobotan portofolio ke beberapa arah yang diharapkan akan menguntungkan (Maginn et
al., 2007).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Maginn et al. (2007) mengenai pembentukan serta revisi
portofolio yang dilakukan pada tahap eksekusi atau implementasi. Pada tahapan ini,
dilakukan upaya penyesuaian antara strategi investasi dengan ekspektasi terhadap pasar
untuk menghasilkan keputusan seleksi portofolio yang selanjutnya menjadi dasar pembuatan
kebijakan implementasi portofolio. Dalam menentukan keputusan seleksi portofolio dapat
menggunakan teknik optimalisasi portofolio menggunakan metode kuantitatif yang
digunakan dalam upaya penggabungan aset secara efisien untuk mencapai tujuan dari
pengembalian dan risiko. Selanjutnya, portofolio akan direvisi seiring dengan berubahnya
keadaan investor atau ekspektasi pasar. Dengan demikian, tahapan eksekusi ini secara terus-
menerus berinteraksi dengan tahapan selanjutnya, yaitu umpan balik (feedback).
Selanjutnya, terdapat 2 komponen dalam tahapan umpan balik (feedback) yaitu
pengawasan dan penyesuaiaan kembali (monitoring & rebalancing), serta evaluasi kinerja
portofolio. Kegiatan pengawasan (monitoring) dilakukan terhadap faktor-faktor yang
berkaitan dengan investor (keadaan investor dan ekonomi), serta faktor terkait input pasar.
Adanya perubahan tujuan dan kendala yang disebabkan oleh perubahan situasi dan kondisi
investor akan mendorong dilakukannya revisi terhadap portofolio (rebalancing). Revisi
portofolio juga dapat dilakukan tanpa adanya perubahan tujuan maupun harapan investor
yaitu ketika harga aset mengalami perubahan. Selanjutnya, evaluasi kinerja portofolio harus
dilakukan secara berkala agar dapat memantau kemajuan kinerja portofolio dalam mencapai
hasil sesuai dengan yang diharapkan (Maginn et al., 2007).

H. Modern Portfolio Theory


Teori portofolio investasi memberikan panduan cara mengalokasikan uang dan aset
lainnya di dalam portofolio investasi bagi investor individu maupuninstitusional. Omisore,
Yusuf dan Christopher (2012) menyatakan bahwa portofolio investasi memiliki tujuan
jangka panjang terlepas dari fluktuasi harian pasar, untuk itu teori portofolio investasi
bertujuan membantu investor dengan menyediakan alat dalam memperkirakan risiko dan
pengembalian yang diharapkan dalam investasi.
Markowitz (1952) memperkenalkan landasan dari apa yang saat ini dikenal dengan
Modern Portfolio Theory (MPT). Aspek penting dari teori ini adalah deskripsi terkait
dampak diversifikasi sekuritas dalam portofolio dan hubungan kovariannya (Mangram,
2013). Pada dasarnya, MPT merupakan kerangka kerja investasi untuk pemilihan dan
pembentukan portofolio investasi yang didasarkan dengan tujuan maksimalisasi
pengembalian yang diharapkan pada tingkat risiko tertentu. Konsep inti MPT pada
9
kenyataannya adalah diversifikasi, secara langsung mengacu pada kebijakan konvensional
untuk “tidak pernah meletakkan semua telur dalam satu keranjang" (Fabozzi, Gupta, &
Markowitz, 2002).
Bodie et al. (2009) mengartikan diversifikasi sebagai kepemilikan atas beberapa aset
dalam satu portofolio guna membatasi risiko yang melekat pada suatu aset tertentu. Menurut
Markowitz (1952) diversifikasi tidak dapat menghilangkan keseluruhan risiko yang melekat
pada aset. Karena adanya hubungan keterkaitan antar sekuritas atau aset.
Markowitz (1952) sebelumnya menyinggung mengenai hukum yang dicetuskan oleh
Poisson (1837) yaitu The Law of Large Numbers yang mendorong munculnya asumsi bahwa
terdapat portofolio yang dapat menghasilkan tingkat pengembalian maksimal dengan varians
(risiko) minimal, karena berdasarkan hukum tersebut dapat dipastikan bahwa hasil aktual
dari portofolio akan hampir sama dengan hasil yang diharapkan. Namun, Markowitz (1952)
berpendapat hukum tersebut tidak dapat diterapkan pada portofolio sekuritas karena
hubungan pengembalian antar sekuritas saling berkaitan. Portofolio yang menghasilkan
pengembalian maksimum yang diharapkan tidak harus diikuti dengan varians minimum.
Dalam tingkat memperoleh pengembalian yang diharapkan, investor dapat mengambil risiko
pada tingkat tertentu atau mengurangi risiko dengan mengorbankan tingkat pengembalian
yang diharapkan.
Dalam teori portfolio selection milik Markowitz (1952), risiko identik dengan volatilitas.
Volatilitas mengacu pada ketidakpastian terkait dengan ukuran perubahan nilai sekuritas
(Mangram, 2013). Artinya, semakin besar tingkat volatilitas portofolio, semakin besar pula
risikonya. Risiko dapat diukur menggunakan varians dan standar deviasi.
Varians merupakan parameter penyimpangan kuadrat pengembalian saham aktual dari
pengembalian yang diharapkan. Secara singkat, varians menggambarkan antara
pengembalian aktual dan rata-rata pengembalian (Bradford & Miller, 2009; Ross,
Westerfield & Jaffe, 2002). Dalam konteks portofolio, varians digunakan untuk mengukur
volatilitas suatu aset atau kelompok aset. Besaran nilai varians menggambarkan besaran
tingkat volatilitas. Frantz dan Payne (2009) berpendapat ketika beberapa aset dalam jumlah
besar ditempatkan dalam satu portofolio, satu atau beberapa asset yang nilainya mengalami
penurunan akan diimbangi aset lain yang nilainya meningkat dalam portofolio, sehingga
risiko dapat diminimalkan. Itulah mengapa total varians dari portofolio aset selalu lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata tertimbang dari varians aset secara individu.
Inti dari Modern Portfolio Theory yang digunakan untuk menentukan tingkat
pengembalian yang diharapkan adalah dengan membentuk Efficient Frontier yang
merupakan kombinasi terbaik dari sekuritas (yang menghasilkan tingkat pengembalian
maksimal yang diharapkan pada tingkat risiko tertentu) dalam portofolio investasi
(Mangram, 2013). Efficient Frontier menggambarkan hubungan antara pengembalian
portofolio yang diharapkan dengan tingkat risiko atau volatilitas portofolio. Biasanya
digambarkan dalam bentuk grafik sebagai kurva pada grafik yang membandingkan risiko
terhadap pengembalian portofolio yang diharapkan. Portofolio optimal yang digambarkan di
sepanjang kurva ini mewakili pengembalian investasi maksimal yang diharapkan untuk
10
batasan risiko tertentu (McClure, 2019).
Beberapa asumsi terkait pasar dan investor dalam kerangka kerja MPT yang digunakan
oleh Markowitz (1952) dalam membangun portfolio selection adalah pertama, investor
dianggap rasional, artinya mereka akan berusaha untuk memaksimalkan pengembalian dan
meminimalkan risiko secara bersamaan. Kedua, investor hanya akan bersedia menerima
sejumlah risiko yang lebih tinggi jika sebagai gantinya mereka mendapat kompensasi berupa
tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Ketiga, investor secara berkala menerima semua
informasi yang tepat terkait dengan keputusan investasi mereka. Keempat, investor dapat
meminjam atau meminjamkan modal dalam jumlah tidak terbatas pada tingkat bunga bebas
risiko. Kelima, pasar dalam keadaan sangat efisien. Keenam, tidak ada biaya transaksi dan
pajak di pasar. Terakhir, memilih sekuritas yang kinerjanya secara individu tidak tergantung
pada portofolio investasi lainnya adalah hal yang memungkinkan (Mangram, 2013).

I. Model Penilaian Aset


Dalam berinvestasi, investor harus memperhatikan imbal hasil antara risiko dan tingkat
pengembalian yang diharapkan agar investor dapat merasakan manfaat dari investasi yang
dilakukan. Selain itu, diperlukan kemampuan untuk memperkirakan pengembalian sekuritas
untuk banyak keputusan keuangan seperti prediksi biaya ekuitas keputusan investasi,
manajemen portofolio, penganggaran modal, dan evaluasi kinerja. Para peneliti terus
mengembangkan asset pricing model untuk menentukan model terbaik dalam
memperkirakan pengembalian sekuritas yang dapat menjelaskan dengan lebih baik pengaruh
variabel-variabel terhadap pengembalian investasi.

J. Capital Asset Pricing Model (CAPM)


Model penilaian aset yang pertama kali muncul yaitu Capital Asset Pricing Model
(CAPM) diperkenalkan oleh William Sharpe, Jhon Lintner, dan Jan Mossin pada tahun 1964
(Bodie et al. 2011). Menurut model CAPM, pengembalian dari suatu investasi dipengaruhi
oleh satu faktor saja (single factor model) yaitu risiko pasar atau beta, dengan anggapan
risiko yang tidak sistematis tidak relevan karena risiko ini dapat dihilangkan dengan cara
diversifikasi (Fama & French, 1992).
Selanjutnya, pada tahun 1976 pengembangan teori CAPM dilakukan oleh Stephen
Ross menghasilkan multi index model yang disebut Abitrage Pricing Theory (APT). Teori ini
menyatakan bahwa pengembalian dari suatu investasi tidak hanya dipengaruhi oleh satu
faktor saja seperti pada CAPM, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun teori ini juga
masih memiliki kelemahan karena tidak memberikan panduan mengenai apa saja faktor yang
mempengaruhi pengembalian saham tersebut.
Fama dan French (1992) meragukan model CAPM karena berbagai variabel kinerja
saham yang sejak lama digunakan untuk memprediksi pengembalian yang diharapkan seperti
ukuran perusahaan (size) (Banz, 1981), earnings per price (Basu, 1983), book-to-market
(Stattman, 1980), leverage (Bhandari, 1988), dan sebagainya dianggap tidak relevan dalam
11
model CAPM. Hasil penelitian Fama dan French (1992) terhadap CAPM menunjukkan
bahwa model ini masih memiliki banyak kelemahan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
adanya hubungan yang negatif antara ukuran perusahaan dengan beta dan tidak tampak
adanya korelasi antara beta dengan pengembalian.

K. Three-Factor Pricing Model (TFPM)


Fama dan French (1996) kemudian mengembangkan model penilaian aset dengan
menambahkan variabel size premium yang disebut SMB (Small Minus Big) dan value
premium yang disebut HML (High Minus Low). Fama dan French berpendapat bahwa
terdapat faktor lain selain risiko pasar yang berpengaruh sehingga ditambahkan faktor ukuran
perusahaan dan rasio book to market. Hal ini menunjukkan bahwa three factor pricing model
(TFPM) dapat menangkap anomali pasar lebih besar kecuali anomali moment (Fama &
French, 1996; Tandelilin, 2003).
Roger dan Securato (2007) menggunakan sampel penelitian di Brazil juga sepakat bahwa
TFPM lebih baik dalam menjelaskan pengembalian dibanding CAPM, meskipun secara
parsial book to market memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Pandangan lain
dikemukakan oleh Porras (1998) bahwa anomali ukuran perusahan dan rasio book to market
tidak berpengaruh terhadap variasi pengembalian. Sebaliknya, CAPM terbukti memiliki
peranan dalam estimasi pengembalian. (Prabawanti, 2010).

L. Carhart Four-Factor Pricing Model (FFPM)


Carhart (1997) selanjutnya menambahkan faktor momentum (dengan proksi Winers
Minus Losers) pada Three-Factor Pricing Model (TFPM) untuk menjelaskan tingkat
pengembalian rata-rata saham dan mengusulkan Four-Factor Pricing Model (FFPM).
Sebelumnya, penggunaan proksi WML untuk menjelaskan tingkat pengembalian saham telah
dilakukan oleh Jegadeesh dan Titman (1993) yang menunjukkan adanya asosiasi antara
tingkat pengembalian dan kinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksi oleh
risiko pasar, ukuran perusahaan, dan faktor distress-relative.
Pendapat Jegadeesh dan Titman (1993) mengenai bukti-bukti substansial yang
menunjukkan kinerja saham (baik atau buruk) selama tiga hingga satu tahun cenderung tidak
mengalami perubahan yang signifikan (tetap baik atau buruk) untuk periode berikutnya
menjadi dasar pembentukan Four Factor Pricing Model(FFPM) oleh Carhart (1997). Strategi
trading moment yang mengeksploitasi fenomena ini secara konsisten telah memberikan
keuntungan di pasar Amerika Serikat dan di pasar yang sedang berkembang (Pasaribu,
2010).
Untuk membuktikan bahwa pengaruh dari faktor momentum tidak hanya ada di pasar
saham negara maju, Cakici dan Tan (2012) menguji pengaruh nilai dan momentum di 18
pasar saham negara berkembang di benua Asia dimana Indonesia juga termasuk didalamnya,
Amerika Latin, dan Eropa Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan bukti kuat adanya
pengaruh nilai perusahaan dan momentum di semua wilayah kecuali di wilayah Eropa Timur
12
tidak ditemukan pengaruh momentum. Kemudian, Czapkiewicz dan Wójtowicz (2014)
melalui penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan faktor momentum secara signifikan
meningkatkan efisiensi asset pricing model. Studi ini menyiratkan bahwa Four- Factor
Pricing Model menggambarkan variasi dari pengembalian portofolio cross- sectional yang
lebih akurat dibandingkan Three-Factor Pricing Model. Dengan demikian dapat diterapkan
untuk menjelaskan perbedaan antara kelebihan pengembalian dari portfolio saham yang
terdiversifikasi di pasar saham Polandia.
Berdasarkan penelitian Pasaribu (2010) pada pasar saham Indonesia untuk pemilihan
asset pricing model terbaik yang didasarkan pada koefisien determinasi tertinggi, FFPM
ternyata menjadi model terbaik.
Dari hasil penelitian Prabawanti (2010) dan Surono (2018) CAPM, Three Factors
Pricing Model, dan Four Factors Pricing Model dapat menangkap perilaku harga saham
LQ45, meskipun hasilnya menunjukkan Three Factors Pricing Model lebih baik dibanding
CAPM dan Four Factors Pricing Model lebih baik dibanding Three Factors Pricing Model,
ketiganya memiliki kekuatan penjelas yang lemah serta hasil signifikansi uji beda yang tidak
signifikan sehingga manfaat dari model- model tersebut dalam mengestimasi pengembalian
yang diharapkan dari saham di pasar saham Indonesia masih dipertanyakan. Namun,
disimpulkan dari hasil penelitian Cakici dan Tan (2012) terdapat pengaruh dari nilai
perusahaan dan faktor momentum di pasar saham Indonesia dan juga Candika (2017) bahwa
Carhart Four Factor Model secara umum memberikan pengaruh terhadap kelebihan
pengembalian saham dan dapat digunakan untuk menilai harga saham di Bursa Efek
Indonesia. Gunawan (2016) juga menemukan bahwa pengembalian saham di Indonesia
masih banyak dipengaruhi faktor-faktor lain yang belum diserap sepenuhnya oleh ukuran
perusahaan (size), nilai perusahaan (value) dan momentum, namun ketiganya masih relevan
untuk dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi saham di pasar modal Indonesia.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dana Pensiun merupakan badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang
menjanjikan manfaat pensiun. Dana Pensiun dapat didirikan oleh pemberi kerja, pemerintah,
bank atau asuransi jiwa.
Peraturan dana pensiun menetapkan adanya iuran peserta maka pemberi kerja merupakan
wajib pungut iuran peserta yang dipungut setiap bulan. Pemberi kerja wajib menyetor seluruh
iuran peserta yang dipungutnya serta iurannya sendiri kepada dana pensiun selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
Besar iuran peserta dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti
tidak boleh melebihi jumlah yang ditetapkan oleh OJK
Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah dana pensiun yang dibentuk oleh Bank atau
perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi
kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Peserta berhak
atas iurannya, termasuk di dalamnya iuran pemberi kerja atas nama peserta, apabila ada,
ditambah dengan hasil pengembangannya, terhitung sejak tanggal kepesertaannya yang
dibukukan atas nama peserta pada DPLK.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

OJK. (2016). Dana Pensiun Seri Literasi Keuangan Perguruan Tinggi. Jakarta: OJK.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/dana-pensiun/undang-undang/Pages/undang-undang-
nomor-11-tahun-1992-tentang-dana-pensiun.aspx
Arrow, K. J., & Debreu, G. (1954). Existence Of An Equilibrium For A Competitive Economy.
Econometrica 22 (3), 265–290.
Cakici, N., & Tan, S. (2012). Size, Value, and Momentum in Emerging Market Stock Returns.
Fordham University School of Business Research Paper No.2070832.
Candika, Y. I. (2017). Pengujian Kekuatan Model Carhart Empat Faktor Terhadap Excess Return
Saham di Indonesia. The International Journal of Applied Business, 60-74.
Carhart, M. M. (1997). On Persistence in Mutual Fund Performance . The Journal of Finance, 57-82.
Fama, E. F., & French, K. R. (1992). The Cross-Section of Expected Stock Returns. The Journal of
Finance, 427-465.
Gunawan, E. T. (2016). Aplikabilitas Carhart Four Factor Model dalam Memprediksi Stock Return di
Pasar Modal Indonesia. Skripsi. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk.
Econometrica, 263-292.
Merton, R. C. (1989). On the Application of the Continuous-Time Theory of Finance to Financial
Intermediation and Insurance. The Geneva Paper on Risk and Insurance, 14 No.52, 25-26.
Modigliani, F. (1966). The Life Cycle Hypothesis Of Saving, The Demand For Wealth And The
Supply Of Capital. Social Research Vol. 33, No. 2, 160- 217.
Maginn, J. L., Tuttle, D. L., McLeavy, D. W., & Pinto, J. E. (2007). The Portfolio Management
Process and The Investment Policy Statement. Dalam J. L. Maginn, D. L. Tuttle, D. W.
McLeavy, & J. E. Pinto, Managing Investment Portfolios (hal. 5-10). New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc.
Kapoor, N. (2014). Financial Portfolio management: Overview and Decision Making in investment
Process. International Journal of Research Vol 1, 1362-1370
Prabawanti, N. (2010). Analisis Komparasi Kinerja Capital Asset Pricing Model, Three Factor Pricing
Model dan Four Factor Pricing Model (Studi Pada Saham Non-Keuangan Yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Schultz Collins Lawson Chambers Incorporation. (2008). Portfolio Management: Theory and
Practice. San Fransisco: SCLC, Inc. Investment Counsel.
Surono, Y. (2018). ModelL Asset Pricing Yang Berlaku Di Indonesia: Study Kasus Saham Unggulan.
J-MAS (Jurnal Manajemen dan Sains), 3, 146- 159.

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai