Ringkasan Kebijakan
Hari Pendidikan Nasional
Edisi 2021
Tim Penyusun
Tim Penyusun
Penulis: Penyunting:
Annisa Dwi Mauly Aditya Ery Wibowo
Bintang Cahya Dani Della Rose Eduardo Harya Satria
Elvina Yulia Putri Siregar Muhammad Akbar Fajrul Iman
Fahmi Nur Rokhmadi Muhammad Aulia Anis
Floribertus Bujana Adi Pradana Muhammad Dzaky
Gantini Azzhara Nur Amalia Fitri
Ityana Farhanah Pandu Wisesa Wisnubroto
Oki Ridwan Gunawan Renova Zidane Aurelio
Ravi Allan Abinawa
Reno Fauzan Makarim
Saniyya Adzra Ahmad
Seruni Salsabilla Putri Basoeki
Sonia Sun Christanti
Vania Adelia
Daftar Isi
Tim Penyusun ...................................................................................................................... ii
I. Pengantar ...................................................................................................................... 3
II. Pembahasan................................................................................................................. 5
I. Pengantar ..................................................................................................................... 19
II. Pembahasan................................................................................................................ 21
Ringkasan Eksekutif
(Executive Summary)
S
udah menjadi suatu kebiasaan, bahwa Hari Pendidikan Nasional merupakan
momentum bagi mahasiswa Universitas Gadjah Mada untuk memberikan saran
kepada pihak pelaksana akademik untuk memperbaiki atau memperbahurui
kebijakan yang ada di kampus. Hari Pendidikan Nasional Tahun 2021 tak terlepas dari
kebiasaan ini, dimana meski ada wabah COVID-19 yang merebak, kemajuan sarana dan
prasarana daring disertai dengan protokol kesehatan yang ada, memungkinkan untuk
tetap dilaksanakannya kebiasaan tersebut. Berdasarkan kebiasaan tersebut, disertai
dengan kebutuhan untuk merangkum suatu saran kebijakan yang bersifat ilmiah dan
berbasis pada data, maka disusun ringkasan kebijakan yang mengakomodir saran-saran
mahasiswa, yang dituangkan dalam ringkasan kebijakan ini.
Ringkasan kebijakan ini merupakan suatu bentuk analisa terhadap kebijakan
Universitas Gadjah Mada yang berdampak negatif kepada mahasiswanya, dan memiliki
komponen yang masih bisa diperbaiki. Dalam hal ini, kami berpendapat bahwa terdapat
dua kebijakan yang patut untuk dianalisa, yaitu Kebijakan Uang Kuliah Tunggal dan
Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkup
Universitas Gadjah Mada.
Pada Kebijakan Uang Kuliah Tunggal, berdasarkan peneletian yang telah kami
lakukan, telah teridentifikasi tiga permasalahan yang harus diselesaikan sebagai berikut:
Pertama, adalah tidak adanya suatu Peraturan, Surat Edaran, atau Keputusan yang
memerintahkan fakultas-fakultas di Universitas Gadjah Mada untuk melibatkan
perwakilan mahasiswa dalam rapat verifikasi, penetapan, dan pemberian keringanan
UKT, yang mana hal ini menyebabkan beragamnnya kebijakan yang terbit di antara
fakultas-fakultas itu sendiri. Kedua, adalah tidak adanya suatu indikator baku yang
menjadi standar dalam pemberian keringanan UKT dengan persentase tertentu, sehingga
terbuka potensi yang cukup besar untuk terjadinya standar ganda di dalam pemberian
Bagian Kesatu
I. Pengantar
Demi meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset utama dalam
pembangunan suatu negara, pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk
ditekankan. Artinya, pendidikan memiliki kontribusi penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia suatu negara. Penelitian empiris membuktikan bahwa
bangsa-bangsa yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi memiliki tingkat
kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi pula. Misalnya negara-negara seperti Jepang,
Taiwan, dan Korea Selatan. Oleh karena itu, Indonesia meletakkan aspek pendidikan ke
dalam prioritas kebijakan. 1 Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan bangsa Indonesia
dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-IV yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang
diwujudkan dengan upaya dari institusi pendidikan dari jenjang pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Akan tetapi, merebaknya kasus infeksi Virus Covid-19 yang masuk ke
Indonesia sejak Maret 2020 2 mengintervensi keberlangsungan seluruh kegiatan dari
segala aspek, termasuk sektor pendidikan pada semua jenjang.
1
Muhardi, “Kontribusi Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Bangsa Indonesia,” Mimbar 20, no. 4 (Desember
2004): 479.
2
Rebecca Ratcliffe, 2020, “First Coronavirus Confirmed in Indonesia amid Nation is Ill-Prepared for Outbreak”,
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/02/first-coronavirus-cases-confirmed-in-indonesia-amid-fears-
nation-is-ill-prepared-for-outbreak, diakses pada 2 Mei 2021.
3
Universitas Gadjah Mada, “Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 2321/UN1.
P/KPT/HUKOR/2020,” 2020.
4
Universitas Gadjah Mada, “Surat Keputusan Rektor UGM Nomor 526/UN1.P/SK/HUKOR/2016”,
2016.
II. Pembahasan
A. Keterlibatan Mahasiswa dalam Rapat Perubahan UKT
Selama Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), tidak sedikit Mahasiswa
UGM yang dihadapkan dengan masalah sosial dan ekonomi. Mulai dari penurunan
penghasilan orang tua hingga kehilangan pekerjaan. Hal ini tentunya memengaruhi
kemampuan mahasiswa untuk membayar UKT. Terkait hal ini, pihak Rektorat melalui
bapak Supriyadi selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sistem
Informasi, telah menyatakan pada Hearing Rektorat pada Jumat, 15 Januari 2021 bahwa
UGM berjanji tidak akan mengeluarkan mahasiswanya karena masalah UKT.6 Maka dari
itu, agar mahasiswa tidak terancam drop out karena masalah UKT, Universitas Gadjah
Mada harus memberikan keringanan UKT. Tentunya agar pemberian keringanan UKT
tepat sasaran, aspek keterbukaan informasi dan transparansi sangatlah penting untuk
dipenuhi. Salah satu implementasi dari kedua aspek ini adalah pelibatan mahasiswa (baik
dalam rapat verifikasi, banding, dan penentuan keringanan dengan persentase tertentu),
terutama dari pihak organisasi kemahasiswaan. Pertama, dalam aspek keterbukaan
informasi tentunya pihak universitas/fakultas perlu mengetahui kondisi riil dari setiap
mahasiswa agar pemberian keringanan UKT tepat sasaran. Untuk mengetahui kondisi
riil dari setiap mahasiswa, elemen organisasi kemahasiswaan perlu dilibatkan. Sebab,
sebagai agen penyalur aspirasi, mahasiswa dapat menceritakan dan melaporkan kondisi
riil-nya kepada organisasi kemahasiswaan. Kedua, dalam aspek transparansi,
universitas/fakultas harus memastikan setiap alur dan proses pemberian keringanan
5
Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Gadjah Mada
6
BEM KM UGM, 2021, “Notulensi Hearing Rektorat”,
https://drive.google.com/drive/folders/10scluFBIm3BfhWDRGYbMd0AWCxkAayR6, diakses pada 2 Mei 2021
transparansi, pada April 2021, Forum Advokasi UGM melakukan rekapitulasi data terkait
proses pemotongan UKT di dua fakultas yaitu Fakultas Biologi dan di salah satu Fakultas
di Klaster Medika (yang mana demi kepentingan mahasiswa tak bisa disebutkan nama
fakultas tersebut, dan selanjutnya disebut sebagai Fakultas Klaster Medika). Fakultas
Biologi dalam proses pemotongan UKT tidak melibatkan mahasiswa maupun organisasi
kemahasiswaan (Advokasi BEM Biologi) sedangkan Fakultas Klaster Medika dalam
prosesnya melibatkan mahasiswa yang diwakilkan oleh Lembaga Eksekutif
Mahasiswanya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Forum Advokasi UGM tentang
kebijakan UKT di UGM, terdapat perbedaan antara indikator yang digunakan dalam
penentuan, penyesuaian, dan pemberian keringanan dengan persentase tertentu di tiap
fakultas/sekolah. Beberapa fakultas/sekolah seperti Fakultas Biologi, Filsafat, dan Ilmu
Budaya hanya menggunakan indikator-indikator dari dokumen yang diunggah oleh
mahasiswa melalui Simaster. Sementara itu, Sekolah Vokasi, misalnya, menggunakan
indikator persentase penurunan pendapatan sebagai persentase keringanan secara
langsung. Adapun, Fakultas Hukum turut mempertimbangkan proksi-proksi lain seperti
tampilan akun media sosial mahasiswa sebagai indikator penentuan besaran dan
pemberian keringanan UKT.
Di sisi lain, terdapat pula perbedaan transparansi dalam hal indikator apa saja
yang digunakan dalam proses verifikasi penentuan, penyesuaian, dan pemberian
keringanan. Beberapa fakultas/sekolah yang ada di Universitas Gadjah Mada, seperti
Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kehutanan, dan Fakultas Hukum memiliki indikator
7
Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara”, 2017, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 255
penentu yang cukup transparan. Sementara itu, di Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Pertanian, pihak dekanat belum memberikan
indikator penentuan secara transparan. Kedua poin tersebut menjadi argumen dasar
bahwa indikator baku yang setara dalam proses penentuan, penyesuaian, dan pemberian
keringanan UKT bagi setiap mahasiswa di setiap fakultas/sekolah di Universitas Gadjah
Mada. Berikut persentase keterbukaan indikator penyesuaian dan keringanan UKT di
seluruh fakultas dan sekolah yang ada di Universitas Gadjah Mada, serta daftar
fakultas/sekolah yang mempunyai indikator yang terbuka dan tertutup.
Diagram 1.1
Fakultas Psikologi
Sekolah Vokasi
Fakultas Hukum
Tabel 1.1
Berdasarkan data yang disajikan pada Diagram 1.1, Tabel 1.1, serta variabel-
variabel yang digunakan oleh fakultas/sekolah dalam menetapkan UKT dan memberikan
persentase keringanan UKT, sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, dapat
diambil suatu konklusi bahwa belum ada kebijakan yang sama antar fakultas/sekolah.
Ketidaksamaan kebijakan antar fakultas/sekolah ini sebenarnya bukan tanpa alasan,
melainkan mengacu pada Pasal 91 huruf e Peraturan Majelis Wali Amanat Nomor
4/SK/MWA/2014 tentang Organisasi dan Tata Kelola (Governance) Universitas Gadjah
Mada. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa, Dekan Fakultas mempunyai kewenangan
untuk mengelola seluruh kekayaan fakultas. Oleh karenanya, dekanat memiliki
kewenangan untuk menentukan porsi keringanan UKT yang diberikan serta indikator
yang digunakan dalam penentuan pemberian keringanan.
kepadanya, serta latar belakang dari pemberian keputusan itu sendiri.8 Dalam hal ini, jika
dihubungan dengan asas tersebut, Universitas Gadjah Mada melalui Rektor, sudah
sepantasnya menerbitkan suatu Peraturan, Surat Edaran, dan/atau Produk Hukum
lainnya yang menerangkan indikator dalam menetapkan dan memberikan keringanan
UKT, sehingga tercipta kepastian hukum di Universitas Gadjah Mada. Selain itu, agar
mahasiswa yang menjadi subjek dari penerbitan keputusan penetapan UKT dan
pemberian keringanan UKT, dapat terpenuhi haknya untuk mengetahui latar belakang
dari keputusan yang dijatuhkan kepadanya. Dalam Asas Kesamaan dalam Mengambil
Keputusan, untuk dua kasus yang sama, sebuah badan pemerintah harus membuat
keputusan yang sama pula. 9 Pada kasus ini, ketika tidak ada suatu indikator dalam
menentukan penetapan dan keringanan UKT, peluang untuk terjadinya keputusan yang
berbeda dalam menghadapi suatu kasus yang mirip cukup besar. Sebab, dalam
menentukan besaran UKT atau keringanan tidak terdapat suatu indikator yang jelas.
Maka dari itu, sudah sepantasnya Rektorat Universitas Gadjah Mada menetapkan suatu
indikator baku dalam penetapan dan pemberian keringanan UKT, yang dituangkan
dalam suatu Peraturan, Surat Edaran dan/atau Produk Hukum lainnya. Dengan
demikian, diharapkan terwujudnya sistem pengelolaan Universitas Gadjah Mada yang
mengikuti AAUPB serta kebijakan antar fakultas/sekolah yang setara.
8
Ibid, hlm. 246
9
Ibid, hlm. 247-248
Tabel 1.2
10
Universitas Gadjah Mada, “Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen Universitas Gadjah Mada 31
Desember 2019”, 2020.
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Dari ketiga aspek yang dijabarkan di atas, secara umum pos penerimaan dan
pengeluaran mengalami penurunan. Adapun, beberapa pos penerimaan-pengeluaran
insidental seperti biaya langsung penanganan serta penerimaan bantuan Covid-19 dari
pemerintah menjadi pengecualian. Jika selisih antara rencana penerimaan dan
pengeluaran (operasional dan modal) dihitung, maka terdapat defisit anggaran sebesar
Rp. 196,2 miliar. Akan tetapi, jika selisih dari penerimaan dan pengeluaran yang
terealisasi pada 2020 dihitung, didapatkan surplus sejumlah Rp. 134,94 miliar. Margin
tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan margin pada RKAT 2020. Maka dari itu,
dana tersebut dapat dioptimalisasi, khususnya bagi kepentingan mahasiswa.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga masalah utama
dari rangkaian kebijakan finansial yang diterapkan oleh rektorat dalam tiga semester
terakhir. Pertama, pelibatan mahasiswa yang belum memiliki dasar hukum yang jelas.
Kedua, indikator penentuan dan pemberian keringanan yang berbeda-beda di setiap
fakultas/sekolah. Ketiga, alokasi penerimaan dan pengeluaran kampus yang masih
dapat dioptimalisasi. Maka dari itu, sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan dalam
proses penyesuaian UKT, kami merekomendasikan hal-hal di bawah ini sebagai jawaban
atas permasalahan di atas sebagai berikut :
Bagian Kedua
I. Pengantar
Kekerasan seksual di lingkungan kampus memang masih menjadi fenomena yang
marak terjadi di institusi pendidikan di Indonesia. Suatu keprihatinan dan ironis ketika
institusi pendidikan yang seharusnya memberikan pendidikan akademik dan moral,
tetapi justru menjadi tempat yang tidak memberikan jaminan keamanan yang
menyeluruh bagi mahasiswanya . Bahkan, menurut data yang tertera dalam Tirto, kasus
kekerasan seksual di kampus telah terjadi pada 79 kampus di 29 kota se-Indonesia11 Hal
ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat diantaranya merupakan kampus-kampus
ternama yang dianggap dapat dipercaya untuk mendidik dan menjaga sivitas
akademikanya.
11
Wan Ulfa Nur Zahra, “Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus, 29 Kota”,
https://tirto.id/testimoni-kekerasan-seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW diakses pada 26 April 2021
Kasus Agni di atas tentunya memberikan trauma tersendiri bagi segenap sivitas
akademika UGM, dan Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat Universitas Gadjah Mada merupakan
jawaban yang tepat atas peristiwa kelam tersebut. Namun demikian, meski UGM telah
memiliki dasar hukum dalam memberikan tindakan bagi pelaku kekerasan seksual,
masih terdapat hal-hal yang dapat diperbaiki dari kebijakan pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual di lingkup UGM. Dalam tulisan ini, akan dibahas dua hal yang masih
dapat diperbaiki, yaitu: Pertama, kurangnya pengetahuan mahasiswa atas Unit Layanan
Terpadu (ULT) Khusus Penanganan Kekerasan Seksual. Kedua, keberadaan dan urgensi
pembentukkan lembaga pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tingkat
fakultas/sekolah.
12
BBC Indonesia, 2019, “Kasus Agni: UGM Dituding Lamban dan Tak Serius Menanganinya.”,
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46837027, diakses pada 2 Mei 2021
13
Wan Ulfa Nur Zahra, Loc.Cit.
II. Pembahasan
A. Kampanye dan Sosialisasi ULT kepada Mahasiswa UGM
Pada tahun 2020, telah dilakukan riset oleh Kementerian Riset dan
Pengembangan BEM KM UGM 2020 mengenai Tingkat Kesadaran Mahasiswa terhadap
Kekerasan Seksual di Kampus UGM. Riset tersebut dilaksanakan pada 28 September
2020 dengan diisi oleh 555 responden dari 19 Fakultas/Sekolah dengan mendapatkan
hasil inti yaitu pihak kampus belum representatif menjalankan Pasal 4 ayat (2) Peraturan
a quo yaitu meningkatkan pengetahuan tentang kekerasan seksual.
Menanggapi data tahun 2020 tersebut, Forum Advokasi UGM bersama BEM KM
UGM, Dema Justicia dan Dema Fisipol, melakukan riset ulang pada awal tahun 2021,
dengan partisipasi 592 responden yang berasal dari 19 Fakultas/Sekolah. Riset pada
tahun 2021 ini salah satunya bertujuan untuk mengidentifikasi apakah telah terjadi
perubahan pengetahuan mahasiswa terkait Unit Pelayanan Khusus (ULT) Penanganan
Kekerasan Seksual, yang mana harapannya, riset tersebut dapat menjadi bahan evaluasi
dalam membuat kebijakan sosialisasi ULT Khusus Penanganan Kekerasan Seksual.
Melalui kuesioner yang disebar selama 4 hari, riset tersebut kemudian menghasilkan
persentase tingkat pengetahuan mahasiswa UGM terhadap ULT Khusus Penanganan
Kekerasan Seksual dan Alur Pelaporan Kekerasan Seksual, yang disajikan pada Diagram
2.1, Diagram 2.2, dan Diagram 2.3.
Diagram 2.1
Diagram 2.2
Diagram 2.3
maraknya kekerasan seksual di kampus, belum bisa memberikan solusi agar terciptanya
ruang aman di kampus kerakyatan, karena bahkan subyek yang seharusnya dilayani oleh
unit ini tidak mengetahui cara memanfaatkan pelayanan yang ada, dan hanya
mengetahui ULT Khusus Penanganan Kekerasan Seksual sebagai sebuah nama, bukan
sebagai suatu tempat pelaporan.
Pada riset yang dilakukan oleh Forum Advokasi UGM bersama BEM KM UGM,
Dema Justicia, dan Dema Fisipol sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, juga telah
dilakukan riset terhadap keinginan mahasiswa untuk terbentuknya suatu
lembaga atau unit pelaporan di tingkat Fakultas/Sekolah untuk menangani kasus
kekerasan seksual. Dari riset tersebut, didapat hasil sebagaimana tercantum pada Tabel
2.1.
Pengandaian di fakultas 64% setuju; 28% sangat setuju; 7% tidak setuju; 1% sangat
terdapat unit pelaporan tidak setuju
Tabel 2.1
Terdapat beberapa poin yang dapat diambil dari Tabel 2.1 di atas. Pertama,
mahasiswa sangat mengharapkan adanya Unit atau PIC PPKS dan menganggap hal
tersebut sebagai sesuatu yang penting. Kedua, mahasiswa menginginkan bahwa
Fakultas/Sekolah memberikan perhatian pada isu kekerasan seksual. Kedua hal ini
tercermin pada fakta yang menyatakan bahwa lebih dari 90% mahasiswa setuju
untuk dibentuknya unit pelaporan kekerasan seksual tingkat
fakultas/sekolah, juga lebih dari 95% dari mahasiswa menyatakan bahwa
penting untuk segera dibentuknya unit pelaporan tingkat fakultas/sekolah.
Kemudian, pada riset ini juga memperoleh hasil dari Fakultas/Sekolah yang
sudah memiliki unit pelaporan kekerasan seksual, yang kemudian digali lebih
jauh mengenai pengetahuan responden dalam mekanisme pelaporan kekerasan seksual,
efektivitas penanganan dari sudut pandang responden, serta rasa aman yang tercipta dari
adanya unit pelaporan tingkat fakultas, dan apakah isu kekerasan seksual telah
diselesaikan dengan baik oleh lembaga tersebut. Riset tersebut menghasilkan data
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2.
Unit pelaporan fakultas 77% setuju; 13% sangat setuju; 9% tidak setuju; 1%
menciptakan rasa aman sangat tidak setuju
Penyelesaian isu di 56% cukup baik; 31% tidak tahu; 8% sangat baik; 5%
fakultas telah dilakukan kurang baik
dengan baik
Tabel 2.2
dan Politik yaitu Fisipol Crisis Center (FCC) yang telah mengimplementasikan melalui
pembentukan tim investigasi.
Berdasarkan komposisinya, FCC tidak hanya melibatkan pihak yang sudah ahli,
tetapi juga melibatkan perwakilan dosen dari Departemen asal (terduga) pelaku dan/atau
penyintas. Selain itu, tim investigasi juga melibatkan perwakilan mahasiswa dalam kasus
kasus tertentu guna menjamin keterwakilan perspektif mahasiswa dalam kasus-kasus
yang melibatkan mahasiswa dan/atau perwakilan profesional yang memiliki keahlian
yang diperlukan selama proses investigasi dan tidak sedang mendampingi penyintas
terkait seperti psikolog, psikiater, konselor, advokat, aktivis LSM perempuan, dsb.
Pembentukan tim yang terdiri dari berbagai pihak seperti perwakilan dosen dan
mahasiswa dapat menimbulkan rasa aman bagi korban. Selain itu, tujuan dari
pembentukan tim investigasi yang melibatkan banyak pihak juga agar kasus dapat dilihat
dari beberapa perspektif.
Dua hal tersebut menjadi penting untuk dicermati lantaran banyak kasus yang
diselesaikan tidak sesuai dengan keinginan dari korban, sehingga kebutuhan dan
harapan dari korban bisa terealisasikan dan tidak menimbulkan sebuah ganjalan dalam
hati korban. Dengan demikian, lembaga FCC ini selain menunjukkan keefektifannya
dalam menangani kasus tersebut, lembaga juga dapat memberikan perhatian terhadap
hak-hak korban. Ketersediaan informasi pun jika dilihat secara daring, FCC menyediakan
platform berupa media sosial yang juga berperan sebagai penyebaran informasi dan
akses terhadap layanan.
Rekonstruksi sosialisasi yang dilakukan ULT idealnya diawali dengan riset terlebih
dahulu untuk mengukur sejauh mana efektivitas dan keterjangkauan sosialisasi yang
telah dilakukan sebelumnya. Riset ini juga penting untuk menentukan strategi kampanye
dan sosialisasi seperti apa yang efektif bagi seluruh civitas akademika, serta mengetahui
faktor-faktor apa saja yang membuat sebagian besar korban masih enggan untuk
melaporkan apa yang dialami kepada ULT. Organisasi mahasiswa telah memelopori riset
untuk meninjau efektivitas sosialisasi dan keberadaan ULT di tingkat Fakultas/Sekolah,
namun dengan jumlah responden yang masih terhitung sedikit diperlukan riset yang
lebih komprehensif dan jangkauan yang lebih luas sehingga didapatkan data yang lebih
valid dan representatif, dalam hal ini universitas dapat melakukannya melalui laman
Simaster maupun broadcast surel resmi UGM.
Selain itu, sosialisasi yang dimaksud juga dapat dilakukan dengan membuat akun
LINE dan Instagram resmi bagi ULT untuk menyebarkan berbagai informasi dan
semakin dekat dengan mahasiswa. Konten dapat berisikan pengetahuan mengenai
kekerasan seksual secara umum maupun hal-hal yang dapat dilakukan dan perlu
dihindari dalam keseharian untuk membangun kultur yang ramah dan aman bagi seluruh
kelompok gender, sehingga pola kebiasaan tersebut menjadi lingkungan yang dapat
mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan seksual.
dan memperbarui baik motivasi para individu maupun pola-pola budaya yang
menciptakan dan mendorong motivasi itu. Pelibatan mahasiswa sebagai agen resmi yang
turut mengampanyekan maupun sebagai pendamping juga perlu diberdayakan untuk
meningkatkan keberanian dan kemauan mahasiswa untuk melapor kepada ULT. Hal ini
diperkuat dengan teori bahwa sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah
- masalahnya dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, pembimbing, atau
guru di sekolah (Carr, 1981). Maka harapan dari mahasiswa kepada ULT Khusus PPKS
yaitu lebih gencar untuk mensosialisasikan dengan basis riset untuk mengetahui sejauh
mana kesadaran atau kebutuhan informasi mengenai kekerasan seksual untuk
masyarakat UGM.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2020 yang berbunyi
“Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh Rektor
dengan Dekan Fakultas/Sekolah, serta pimpinan unit kerja terkait.”, pada pasal
tersebut dapat ditangkap bahwa adanya integrasi antara Rektor dengan Dekan
Fakultas/Sekolah dalam melakukan pencegahan di tiap Fakultas/Sekolah, maka asumsi
yang diperoleh adalah Rektor berwenang untuk melakukan penekanan kepada Dekan
Fakultas/Sekolah untuk melakukan pencegahan. Berkaitan dengan hal tersebut
penekanan yang kami rekomendasikan ialah Rektor menghimbau tiap Fakultas memiliki
Unit atau minimal PIC PPKS di tiap Fakultas/Sekolah, hal ini disebabkan dikarenakan
Fakultas/Sekolah merupakan tempat terdekat dengan mahasiswa, dengan adanya Unit
atau PIC PPKS diharapkan bisa membuat korban untuk berani lapor, tentunya ada
beberapa catatan yang perlu diperhatikan berhubung iklim Fakultas/Sekolah yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu, kami mencoba memberikan model Pembentukan Unit atau
PIC PPKS di tiap Fakultas/Sekolah secara umum :
Mengingat pada Pasal 26 ayat (2) Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2020 tentang biaya
pelaksanaan SPT (Sistem Penanganan Terpadu) pada Fakultas/Sekolah diserahkan pada
rencana kerja dan anggaran tahunan Fakultas/Sekolah, maka kami mengharap jika
Fakultas/Sekolah belum memiliki alokasi dana untuk pembentukan unit pelaporan,
maka setidaknya dengan adanya PIC (Person In Charge) di Fakultas/Sekolah bisa
menjembatani korban untuk segera ditangani di ULT Khusus PPKS tingkat kampus.
Daftar Pustaka
BBC Indonesia. 2019. Kasus Agni: UGM Ditunding Lamban dan Tak Serius
Menanganinya. 11 Januari. Diakses Mei 2021, 2021.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46837027.
Carr, R. A. 1981. Theory And Practice Of Peer Counseling. Ottawa: Canada Employment
And Immigration Commission.
Ratcliffe, Rebecca. 2020. First Coronavirus Confirmed in Indonesia amid Fears Nation
is Ill Prepared for Outbreak. 2 Maret. Diakses Mei 2, 2021.
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/02/first-coronavirus-cases-
confirmed-in-indonesia-amid-fears-nation-is-ill-prepared-for-outbreak.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zahra, Wan Ulfa Nur. 2019. Testimoni Kekerasan Seksual: 174 Penyintas, 79 Kampus,
29 Kota. 23 April. Diakses April 26, 2021. https://tirto.id/testimoni-kekerasan-
seksual-174-penyintas-79-kampus-29-kota-dmTW.