1
I. Pemeriksaan Fisik Jantung
SUBJECTIVE DATA
2. Vena Jugular
Posisikan pasien berbaring dengan sudut 30-45 derajat tanpa
menggunakan bantal untuk melakukan inspeksi pada vena jugularis.
Miringkan kepala pasien menjauhi pemeriksa. Distensi vena jugularis
eksterna dapat dilihat di atas otot sternomastoid dan denyutan vena
jugularis internal di sternal notch (cekungan antara klavikula diatas
manubrium sternum).
Vena jugularis dapat juga digunakan untuk mengukur tekanan vena sentral
atau CVP. Caranya adalah dengan memposisikan pasien berbaring sekitar
30-45 derajat. Miringkan kepala pasien ke arah menjauhi pemeriksa.
Letakkan penggaris secara vertikal di atas sudut Louis, kemudian tarik
garis lurus antara ujung atas dengyutan nadi dengan penggaris.
Normalnya denyutan vena jugularsi berada kurang dari atau sama dengan
2 cm diatas sudut Louis. Untuk membedakan vena jugularis dengan arteri
karotis, pemeriksa dapat melakukan hepatojugular reflux. Caranya adalah
dengan memposisikan pasien supine dengan nyaman. Perintahkan pasien
untuk relaks dan membuka mulutnya. Letakkan tangan kanan di Right
Upper Quadrant dan tangan kiri di bagian pinggang bawah. Dengan
lembut tekan perut, kemudian perhatikan apakah vena membesar atau
tidak. Vena jugularis akan membesar dengan adanya hepatojugular refluk
ini.
B. PREKORDIUM
1. INSPEKSI
Inspeksi dilakukan untuk melihat apical impulse. Denyutan ini dihasilkan
oleh ventrikel kiri yang berdenyut melawan dinding dada selama periode
systole. Anda dapat menggunakan penlight untuk membantu saat
pemeriksaan. Apical impulse dapat terlihat seperti gerakan dada yang
berdenyut kecil. Saat pemeriksaan apical impulse dapat terlihat dapat pula
tidak terlihat. Ketika apical impulse terlihat, normalnya berada di sekitar
intercosta ke 4 atau 5 midklavikula. Sangat mudah dilihat pada anak-anak
atau orang dengan dinding dada yang tipis.
Temuan abnormal:
Ketika terjadi ventrikel hipertrophy, terjadi peningkatan kerja otot jantung
sehingga dorongan ventrikel terhadap dinding dada akan lebih kuat dan besar.
Apical impulse akan terlihat ke arah lebih distal dari posisi normal.
2. PALPASI
Palpasi dilakukan untuk melakukan pemeriksaan Punctum maximum (apical
impulse), disebut apical impulse karena mewakili denyutan apex jantung.
Tentukan lokasi punctum maximum dengan satu jari, perintahkan pasien
untuk mengembuskan napas kemudian tahan (hal ini membantu
pemeriksaan). Pemeriksa juga dapat memiringkan pasien ke arah kiri pasien
dan periksa pergeseran punctum maximum. Punctum maximum teraba pada
sebagian besar orang dewasa dan tidak teraba pada orang yang obesitas atau
dinding dadanya tebal. Pada orang yang yang sedang cemas, demam,
hypertiroid dan anemia, punctum maximumnya akan meningkat pada
amplitudo dan durasinya.
Yang perlu di catat saat pemeriksaan palpasai prekordium adalah:
a. Lokasi: punctum maximum harus teraba hanya di 1 intercosta (ke 4 atau
ke 5), berada di garis midcalvicula.
b. Ukuran: normalnya 1x2 cm
c. Amplitudo: normanya pendek dan ketukannya lembut
d. Durasi: normalnya pendek, terjadi hanya ½ sistole.
3. PERKUSI
Perkusi pada prekordium di lakukan untuk menentukan batas-batas jantung
(ukuran jantung). Namun pemeriksaan ini lebih efektif dilakukan dengan
EKG dan foto rontgen dada. Pemeriksaan ini juga tidak terlalu efektif pada
wanita karena terdapat payudara dan pada orang gemuk dengan dinding dada
yang tebal (berotot).
4. AUSKULTASI
Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi jantung yang dihasilkan
oleh katup-katup jantung. Untuk melakukan auskultasi, terlebih dahulu
pemeriksa menentukan lokasi auskultasi.
Area katup jantung:
Katup aorta : intercosta 2 parasternal kanan
Katup pulmo : intercosta 2 parasternal kiri
Katup trikuspid : intercosta 5 parasternal kiri
Katup mitral : intercosta 5 midclavikula kiri
Gunakan diafragma stetoskop untuk menentukan bunyi jantung. Saat
mendengarkan bunyi jantung, fokuslah pada kecepatan dan ritmenya,
identifikasi bunyi S1 dan s2, kaji jarak S1 dan S2, dengarkan apakah terdapat
bunyi jantung tambahan.
Yang perlu diperhatikan saat auskultasi jantung:
1. Catat kecepatan dan ritmenya.
Kecepatan normal antara 50-90 denyut per menit. Ritmenya harus teratur,
walaupun sinus aritmia normal ditemukan pada dewasa muda dan anak kecil.
Pada sinus aritmia, ritmenya bervariasi tergantung pada ritme pernapsan,
biasanya meningkat saat puncak inspirasi dan menurun saat ekspirasi. Jika
ditemukan irama irreguler, catat apakah irama irreguler tersebut memiliki
pola atau tidak beraturan.
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dievaluasi Tingkat
0 1 2
1 Tahap Preinteraksi
1. Cek catatan perawatan klien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat - alat dan lingkungan
2 Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan tindakan, prosedur, dan lamanya
tindakan pada klien/ keluarga
3 Meminta pasien membuka pakaiannya, memulai dengan cara
yang baik
4 Inpeksi ictus cordis
5 Palpasi punctum maximum
6 Perkusi dada anterior : lakukan secara sistematis untuk
menentukkan batas-batas jantung
7 Lakukan auskultasi jantung secara sistematis (4 lokasi katup, s1
dan s2, identifikasi jika ada bunyi jantung tambahan)
8 Beritahu pasien pemeriksaan sudah selesai dan sampaikan
hasilnya
9 Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak yang akan datang
3. Cuci tangan
10 Dokumentasi
Total nilai
Keterangan :
0. Tidak dilakukan sama sekali Purwokerto,
1. Dilakukan tetapi tidak sempurna Evaluator,
2. Dilakukan dengan sempurna
A. Pengantar
Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang
kontinu serta terbagi menjadi sirkulasi pulmonal dan sistemik. Sirkulasi
pulmonal menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana darah
dioksigenasi dan kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik, atau
sistem vaskular perifer, meliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler,
dimana sistem ini membawa darah dari jantung ke seluruh organ dan jaringan
lain dan kemudian membawa darah kembali ke jantung. Untuk menemukan
masalah pada pemebuluh darah tersebut perlu dilakukan dengan pemeriksaan
fisik vaskular.
2. Arteri Di Tungkai
4. Vena di tungkai
Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki bergabung
membentuk jaringan vena plantaris. Jaringan plantar mengalirkan darah
menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior, tibialis posterior,
poplitea, dan femoralis). Vena safena magna dan safena parva superfisial
mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis menuju vena
poplitea dan femoralis.
Tanda dan gejala gangguan arteri perifer:
1. Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan
reda dengan beristirahat.
2. Baal atau nyeri pada jari‐jari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah
3. Atrofi otot kaki.
4. Suhu permukaan kulit yang dingin.
5. Kuku jari kaki menebal dan mengeras
6. Edema perifer
7. Kelemahan otot kaki atau nyeri yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan
reda dengan beristirahat.
Teknik
A. Langkah I (Inspeksi kulit lengan dan kaki)
Nilai hal-hal berikut:
1. Warna (catat ada/tidaknya sianosis, eritema, atau pucat)
2. Pertumbuhan rambut (catat area yang mengalami penurunan pertumbuhan
rambu yang disebabkan oleh berkurangnya sirkulasi).
3. Atrofi otot
4. Edema (catat/tidaknya adanya pembengkakan atau kulit yang mengkilat
dan kencang
5. Adanya varises
6. Ulserasi (catat ada/tidaknya luka terbuka)
7. Kuku (catat ada/tidaknya kuku yang menebal dan keras)
⮚ 3+ Meningkat
⮚ 2+ Normal
⮚ 1+ Lemah/Menurun
⮚ 0 tidak ada
Kekuatan harus secara bilateral sama besar.
HAL-HAL ABNORMAL
Denyut yang penuh atau meningkat terjadi pada status hiperkinetik (misal saat
olah raga, cemas/ansietas, demam tinggi, anemia, dan hipertiroidisme). Denyut
yang lemah terjadi pada penyakit arteri perifer atau syok.
Gb. Palpasi arteri femoralis Gb. Palpasi arteri poplitea Palpasi arteri dorsalis
pedis
4. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris, jika ulnaris paten dalam waktu 3-5
detik telapak tangan menjadi merah kembali (pucat hilang).
Nama Mahasiswa :
NIM :
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
PRAINTERAKSI
1 Cek dokumentasi klien
2 Cuci tangan
3 Siapkan peralatan
ORIENTASI
1 Beri salam dan panggil pasien dengan nama kesukaannya.
Perkenalkan nama perawat jika merupakan pertemuan
pertama.
2 Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya kegiatan
KERJA
1 Berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
2 Tanyakan keluhan yang dirasakan
3 Dekatkan peralatan
4 Jaga privasi klien
5 Atur posisi supine
Pemeriksaan vaskular ekstremitas atas dan bawah
6 Lakukan inspeksi kulit lengan dan kaki ( bagaimana warna,
pertumbuhan rambut, varises, edema, pucat, atropi otot,
ulserasi)
7 Lakukan palpasi denyut arteri brakhialis dan radialis (catat
laju, irama, tekanan, dan simetrisitas denyut pada kedua
lengan)
8 Lakukan palpasi isian ulang kapiler/capillary refill time
9 Lakukan palpasi kaki (periksa suhu kedua kaki, palpasi
denyut arteri femoralis, poplitea, dorsalis pedis, tibia
posterior: nilai laju denyut, irama, kekuatan, dan
simetrisitas pada setiap kaki
10 Lakukan pemeriksaan edema perifer
Pemeriksaan Allen Test
11 Anjurkan pasien untuk mengepal dan kemudian membuka
kepalanny berulang kali.
12 Anjurkan mengepal lagi dengan erat, kemudian tekan
dengan ibu jari pada arteri radialis dan ulnaris
13 Selanjutnya, minta pasien untuk membuka kepalan, tangan
menjadi rileks, posisi sedikit menekuk, telapak tangan
terlihat pucat
14 Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris, jika ulnaris paten
dalam waktu 3-5 detik telapak tangan menjadi merah
kembali (pucat hilang)
15 Patensi arteri radialis dapat duji dengan mengulang tes
dengan melepaskan tekanan arteri radialis dan tetap
menekan arteri ulnaris.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)
16 Lakukan pemeriksaan sistolik pada lengan
17 Lakukan pemeriksaan sistolik ankle
18 Bandingan nilai sistolik ankle dengan sistolik lengan dan
interpretasikan
TERMINASI
1 Evaluasi perasaan klien
2 Menyimpulkan hasil kegiatan
3 Berikan reinforcement
4 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5 Cuci tangan
DOKUMENTASI
1 Catat kondisi dan respon pasien sebelum, selama, dan
sesudah tindakan
Catatan :
....................................................................................................................................
............
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
Batas Lulus 75% dari total nilai kegiatan
II. ELEKTROKARDIOGRAM
I. PENGERTIAN
EKG adalah suatu gambaran secara grafis mengenai aktivitas elektris dari
serabut otot jantung. Perekaman dengan EKG merupakan suatu metode pemeriksaan
yang sederhana dan tidak invasif.
Einthoven adalah pelopor dengan memperkenalkan galvanometer string pada
tahun 1903. Galvanometer senar ini adalah suatu instrumen yang sangat peka sekali
yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan, yaitu beberapa milivolt.
Perbedaan ini terjadi karena depolarisasi dan repolarisasi dari otot jantung. Perbedaan
tegangan ini disebarkan keseluruh permukaan tubuh yang kemudian melalui elektroda
dan kabel yang dipasang pada permukaan tubuh itu dialirkan ke alat EKG dan
muncullah gelombang EKG sebagai pencerminan aktivitas otot jantung tadi.
Sejak ditemukannya alat EKG ini terjadi kemajuan pesat dan sangat luar biasa
dalam pendiagnosaan dan terapi dalam penyakit jantung. Akan tetapi EKG hanyalah
alat untuk membantu perekaman saja, keadaan klinis dari pasien beserta keluhannya
(anamnesis) tetap merupakan pegangan yang lebih penting, karena itu sebuah hasil
EKG harus selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan dan keadaan klinis
penderita.
Otot jantung terbentuk dari serabut-serabut otot. Tiap serabut dikelilingi oleh
selaput sel, yang tersusun dari zat-zat lemak dan zat-zat putih telur. Selaput sel ini
merupakan suatu perbatasan "elektris", antara bagian dalam dan bagian luar dari sel.
Depolarisasi sel (serabut) otot
Dalam keadaan istirahat, cairan intraseluler sebuah sel, bermuatan negatif
terhadap cairan jaringan di sekitarnya (cairan ekstraseluler). Bagian dalam sel yang
sudah didepolarisasi itu, dalam waktu singkat bermuatan positif terhadap sekitarnya.
Depolarisasi ini dapat terjadi, oleh karena selaput sel menjadi mudah dilalui oleh ion
natrium; perpindahan ion natrium inilah yang menyebabkan terjadinya depolarisasi.
Di antara elektroda-mikro yang dipasang di dalam sel, dan elektroda ekstraseluler,
terdapat perbedaan tegangan sebesar -100 mV : yaitu yang disebut potensial-membran
(potensial-selaputsel)
Sebuah sel otot dalam keadaan istirahat, tetap mempunyai perbedaan tegangan
dari -100 mV. Karena perbedaan tegangan inilah sebuah otot akan mengalami proses
Depolarissasi (Fase aktif) yang kemudian diikuti oleh repolarisasi (Fase istirahat).
Oleh karena beberapa bagian serabut otot (otot jantung), lebih dulu didepolarisasi
daripada bagian-bagian lainnya, terjadilah perbedaan tegangan dalam arah
memanjang dari serabut, dengan akibat terjadinya perpindahan ion. Bila seandainya
semua serabut otot miokard, didepolarisasi secara serentak dan seluruhnya, tentu tidak
akan terjadi perpindahan ion, dengan akibat tidak ada perbedaan tegangan yang dapat
direkam.
Pada saat otot Jantung mengalami depolarisasi maka ketika dilihat dengan alat
pengukur potensial Membran (galvanometer) akan mengakibatkan pergerakan
gelombang kearah atas, yang kemudian diikuti oleh proses repolarisasi digambarkan
dengan penurunan gelombang.
Arus ion terjadi pada bidang pemisah, antara serabut otot yang belum, dan
yang sudah didepolarisasi. Arus ini bekerja sebagai depolarisator pada bagian, di
mana selaput sel masih dalam keadaan istirahat, dan dengan demikian garis depan
depolarisasi terus berpindah. Serabut otot jantung secara bersama-sama (sebagian dari
jantung), disebut sebagai garis depan eksitasi.
III. SISTEM KONDUKSI JANTUNG
Di dalam miokard terdapat dua jenis sel otot jantung. Otot jantung dalam arti
kata yang sebenarnya, dan otot jantung yang sudah didiferensiasi menjadi sel yang
dapat membentuk rangsangan: yaitu sel simpul sinus dan sel penghantar rangsangan.
Yang terakhir ini, adalah sel AV-junction (yaitu simpul AV dengan serabut aferen,
serabut yang menembus, dan berkas His), sel cabang berkas, dan sel serabut Purkinje.
Kesemua sel hantaran ini juga mempunyai kemampuan untuk membentuk rangsangan
secara mandiri. Kemampuan ini antara lain timbul, bila terjadi suatu blok (rintangan),
maupun bila sel hantaran tertentu tidak berfungsi, karena menderita kerusakan.
Makin jauh kita berada dari simpul sinus, maka depolarisasi spontan sel
hantaran ini, akan menjadi makin lebih lambat. Dalam keadaan normal, simpul sinus
memimpin depolarisasi. Depolarisasi ini, bergerak maju sebagai garis depan yang
berupa lingkaran konsentris, melalui kedua atria. Simpul AV kemudian mengambil
alih rangsangan, dan melalui berkas His, serta kedua cabangnya, depolarisasi tersebut
akhirnya sampai pada ventrikel.
Depolarisasi dari dinding ventrikel terjadi dari dalam keluar, jadi dari
endokard ke epikard. Hantaran yang terjadi pada sisi endokard, melalui jaringan
hantaran yang spesifik tersebut, adalah kurang lebih sepuluh kali lebih cepat daripada
gerakan garis depan aktivasi, di dalam otot jantung. Dengan begitu, depolarisasi dari
kedua ventrikel, dapat dibayangkan sebagai sejumlah besar panah dalam satu bidang
frontal yang menunjukkan ke mana arah gerakan maju depolarisasi itu. Jumlah panah
yang banyak itu, dapat dikurangi menjadi tiga buah vektor atau potensial, yang sudah
dipadukan, dengan arah dan besar yang spesifik mereka masing-masing.
Depolarisasi dimulai pada sisi kiri septum ventrikulorum, dan kemudian pada
sisi kanannya. Di samping itu, daerah sisi kiri septum ventrikulorum yang diaktifkan,
adalah lebih besar daripada daerah sisi yang kanan. Secara singkat dapat digambarkan
arah sistem konduksi jantung sebagai berikut:
a. Sel-sel pacemaker sebagai sumber bioelektrik jantung. Pada keadaan normal sel
pacemaker dominan berada di nodus/titik SA.
b. Sel-sel konduksi (jaringan neuromuskuler yang membentuk traktus internodal
atrium, berkas his atau serabut purkinye) sebagai kawat penghantar arus
bioelektrik.
c. Sel-sel miokardium yang berfungsi untuk kontraksi.
IV. DASAR-DASAR EKG
EKG adalah suatu gambaran grafis dari perbedaan potensial antara dua titik
pada permukaan tubuh. Dengan ini terjadi kurva, yang terdiri dari berbagai puncak.
Puncak yang menuju ke atas disebut positif, dan yang menuju ke bawah disebut
negatif .
Puncak P disebabkan karena depolarisasi atrium. Q, R dan S membentuk
bersama-sama kompleks QRS, dan ini adalah hasil dari depolarisasi ventrikel. Setelah
kompleks QRS, menyusul puncak T, yang merupakan ungkapan dari repolarisasi
ventrikel.
Bahwa repolarisasi dari atrium sering tidak jelas terlihat pada EKG adalah
disebabkan karena gelombang repolarisasi ini kira-kira terjadi bersamaan dengan
depolarisasi ventrikel (QRS), sehingga hilang ke dalamnya.
Pemberian nama dari puncak-puncak dalam kompleks QRS, adalah sebagai
berikut. Gelombang pertama, bila negatif, dinamakan Q. Defleksi positif pertama
adalah R. Defleksi positif kedua disebut R' (R aksen). Defleksi negatif pertama
sesudah R disebut S, suatu defleksi negatif sesudah R' disebut S'. Huruf kecil q, r dan
s, dan berturut-turut r' dan s', digunakan bila defleksinya adalah kecil. Lihat gambar di
bawah ini:
V. BENTUK GELOMBANG EKG
⮚ V5 : di antara V 4 dan V 6,
SADAPAN UNIPOLER
Telah dikenal sembilan sadapan unipoler: aVR, aVL, aVF, dan VI s.d V6.
Sadapan VI s.d V6 adalah unipoler, sadapan aVR, aVL dan aVF telah diperkuat
secara artifisial (buatan), dan karena itu sebenarnya tidak lagi unipoler, tetapi
walaupun demikian, mereka dapat dianggap sebagai unipoler. Vektor yang mengarah
pada elektroda yang menjelajah, direkam positif (keatas), dan sebaliknya vektor yang
menjauhi elektroda yang menjelajah, direkam negatif (kebawah).
Sadapan aVR. Sadapan ini memperlihatkan terutama suatu defleksi yang negatif.
Vektor kedua mengarah menjauhi elektroda, vektor ketiga mengarah menuju ke
elektroda. Dengan begitu terjadi pertama-tama suatu defleksi negatif yang besar
(gelombang Q), diikuti oleh gelombang positif yang keci1 (puncak r) : terdapatlah
suatu kompleks Qr.
Sadapan aVL. Vektor pertama direkam negatif, yang kedua dapat terekam positif yang
cukup kuat, apabila sumbu elektrisnya mengarah ke horisontal, atau bahkan bila
mengarah ke kiri atas. Kita melihat suatu kompleks Qr.
Sadapan aVF. Vektor pertama, boleh dikatakan berdiri tegak lurus pada sumbu
vertikal, sehingga dengan demikian vektor tersebut tidak akan mewujudkan dirinya
dalam konfigurasi aVF. Vektor kedua, tergantung dari kedudukan sumbu elektrisnya,
akan menyebabkan puncak R (pada sumbu.vertikal), atau suatu gelombang S (pada
sumbu horisontal). Vektor ketiga, berperan pada pembentukan gelombang S. Suatu
kompleks Rs.
Sadapan V1. Vektor pertarna direkarn positif, yang kedua negatif, yang ketiga
kadang-kadang masih agak positif. Terdapat suatu kompleks rS, kadang-kadang
lompleks rSr'.
Sadapan V6. Vektor pertarna direkarn negatif, kedua positif, ketiga negatif. Terdapat
suatu kompleks qRs.
Dengan menyusuri dinding toraks dari kanan ke kiri, dari V I ke V 6, maka
elektroda yang menjelajah memperoleh vektor-vektor yang Iebih besar, berasal dari
ventrikel kiri. Pada saat rangsangan melewati septum vertrikulorum, yaitu pada
daerah transisi, R menjadi lebih besar daripada S. R pada V5, sering lebih besar
daripada R pada V6. Sebab, elektroda pada V6 terietak lebih jauh dari jantung,
lebih-lebih lagi karena terdapat banyak jaringan paru-paru (merupakan hantaran yang
buruk), yang terletak di antara jantung dan elektroda.
Metoda ini disarankan ketika membaca semua Lead EKG dari 12 lead standar. Seperti
pemeriksaan fisik, sangat dianjurkan mengikuti urutan langkah-langkah untuk
menghindari kelainan jantung yang terlewat ketika membaca EKG, yang mungkin
mempunyai arti klinis penting. Enam bagian utama yang harus dipertimbangkan
adalah:
1. Pengukuran
2. Analisis irama
3. Analisis konduksi jantung
4. Deskripsi bentuk gelombang
5. Interpretasi ekg
6. Pembandingan dengan hasil perekaman EKG terdahulu
1. Pengukuran
Biasanya dibuat pada Lead frontal
o Heart Rate (HR) : (nyatakan atrium dan ventrikel bila keduanya mempunyai
frekuensi yang berbeda)
o Interval PR : dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
o Durasi QRS kompleks : (width of most representative QRS)
o Interval QT : dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T
o Aksis QRS kompleks pada Lead Frontal
First find the isoelectric lead if there is one; i.e., the lead with equal forces in
the positive and negative direction. Often this is the lead with the smallest
QRS.
The QRS axis is perpendicular to that lead's orientation (see above diagram).
Since there are two perpendiculars to each isoelectric lead, chose the
perpendicular that best fits the direction of the other ECG leads.
If there is no isoelectric lead, there are usually two leads that are nearly
isoelectric, and these are always 30o apart. Find the perpendiculars for each
lead and chose an approximate QRS axis within the 30o range.
Occasionally each of the 6 frontal plane leads is small and/or isoelectric. The
axis cannot be determined and is called indeterminate. This is a normal
variant
Contoh axis normal:
Lead aVF is the isoelectric lead.
The two perpendiculars to aVF are 0 o
and 180 o.
Lead I is positive (i.e., oriented to the
left).
Therefore, the axis has to be 0 o.
Kelainan axis:
1. LAD ( Left Axis Deviation)
3. Analisis konduksi
Konduksi normal berarti konduksi SA node, AV node, interventrikular.
o Identifikasi abnormalitas konduksi berikut ini:
▪ SA block: 2nd degree (type I vs. type II)
▪ AV block: 1st, 2nd (type I vs. type II), and 3rd degree
5. Interpretasi EKG
Ini merupakan kesimpulan dari analisis di atas. Interpretasikanlah sebagai
"Normal", or "Abnormal". Biasanya istilah "borderline" digunakan bila ditemukan
kelainan yang tidak signifikan. Cantumkan semua abnormalitas yang ditemukan,
seperti:
o Miocard Infark (MI) inferior, kemungkinan akut
o Old anteroseptal MI
o Left anterior fascicular block (LAFB)
o Left ventricular hypertrophy (LVH)
o Nonspecific ST-T wave abnormalities
o Abnormalitas irama yang lain, seperti:
Left Anterior Fascicular Block (LAFB)-KH
Frank G.Yanowitz, M.D.
HR=72bpm; PR=0.16s; QRS=0.09s; QT=0.36s; QRS
axis = -70o (left axis deviation). Normal sinus rhythm;
normal SA and AV conduction; rS in leads II, III,
aVF.
Interpretation: Abnormal ECG: 1)Left anterior
fascicular block
2. Rhythm/ Irama:
Normal sinus rhythm, Gelombang P di lead I dan II harus upright (positive), jika
irama berasal dari sinus node.
3. Konduksi:
Normal Sino-atrial (SA), Atrio-ventricular (AV), and Intraventricular (IV.
Conduction, bila kedua PR interval dan QRS duration berada dalam range di atas.
4. Diskripsi bentuk gelombang:
EKG normal ditunjukkan di bawah ini, bandingkan dengan diskripsi selanjutnya.
o P Wave
Penting diingat bahwa P wave merupakan representasi aktifitas atrium dekstra
dan sinistra, dan sering terlihat notch atau biphasic P waves
▪ P duration < 0.12 sec
o QRS Complex
Merupakan representasi aktivitas depolarisasi ventrikel dekstra dan sinistra.
▪ QRS duration < 0.10 sec
▪ QRS amplitude berbeda pada tiap lead, pada tiap individu. Dua determinan
dari tegangan QRSadalah:
- Ukuran ventrikel, semakin besar ventrikel, semakin besar tegangan.
- Jarak electrode dari ventrikel, semakin dekat, semakin besar tegangan.
Normal ECG
● Normal ST segment elevation: this occurs in leads with large S waves (e.g.,
V1-3), and the normal configuration is concave upward. ST segment elevation
with concave upward appearance may also be seen in other leads; this is often
called early repolarization, although it's a term with little physiologic meaning
(see example of "early repolarization" in leads V4-6):
● Convex or straight upward ST segment elevation (e.g., leads II, III, aVF) is
abnormal and suggests transmural injury or infarction:
● ST segment depression is always an abnormal finding, although often
nonspecific (see ECG below):
▪ U waves are more prominent at slow heart rates and usually best seen in
the right precordial leads.
▪ Origin of the U wave is thought to be related to afterdepolarizations
which interrupt or follow repolarization.
Irama:
o Irama dasar :
o Irama tambahan bila :
o Asal irama :
Abnormalitas konduksi :
Interpretasi :
Tehnik perekaman EKG merupakan hal yang kecil namun penting dalam membuat
gambaran EKG yang baik. Perlu diketahui bahwa hanya gambaran yang baik yang
dapat memberikan intepretasi yang tepat.
a. Persiapan penderita
Pasien yang akan diperiksa harus berada dalam keadaan santai, diam dan berbaring
terlentang, karena dalam posisi ini keadaan jantung dalam keadaan yang sebenarnya.
Badan yang kotor atau penuh minyak harus dibersihkan terlebih dahulu. Sebaiknya
klien tidak dalam keadaan terlalu lapar atau terlalu kenyang.
c. Instrumen EKG
Mesin EKG harus diletakkan pada meja yang kokoh. Kabel listrik mesin EKG tidak
boleh melewati badan penderita atau dibawah tempat tidur penderita karena hal-hal
tersebut akan menimbulkan Acinterverence.
d. Prosedur perekaman
Pertama-tama mengatur standarisasi 1 mV untuk semua sandapan, dengan demikian
apabila nantinya voltase dirubah karena gelombang yang terekam terlalu besar atau
terlalu kecil, maka voltase EKG yang sebenarnya masih dapat diketahui. Kemudian
mengatur centering agar baseline berada di tengah-tengah kertas EKG. Harus
diperhatikan pula apakah semua elektroda sudah berada tepat pada tempatnya.
Pembubuhan jelly pada semua elektroda harus merata. Apabila ada elektroda yang
terlalu benyak dibubuhi jelly sedangkan yang lain terlalu sedikit, maka perbedaan
resistensi antara elektroda ini akan mengakibatkan konfigurasi EKG yang terekam
berlainan dengan yang sebenarnya. Kabel merah /R pada tangan kanan; kabel kuning
/L pada tangan kiri; kabel hijau/Fpada kaki kiri; kabel hitam / N pada kaki kanan;
kabel merah/C1 pada SIC IV linea sternalis dextra; kabel kuning/C2 pada SIC IV
linea sternalis sinistra; kabel hijau/C3pada SIC V linea mid axillaris sinistra; kabel
coklat /C4 pada pertengahan elektrode C2 dan C3; kabel hitam/C5 pada setinggi C4,
linea axillaris anterior sinistra; kabel violet/C6 pada setinggi C4, linea axillaris lateral
sinistra.
CHECKLIST PENILAIAN EKG
NAMA :…………………………
NIM :…………………………
NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3
Tahap Prainteraksi
1. Lakukan verifikasi order
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat:
a. Mesin EKG lengkap
b. Ground
c. Handskun
d. Jelly EKG
e. Tissue
f. Kapas
g. Alkohol 70%
h. Bengkok
i. Gunting
j. Buku Catatan Perawat
Tahap orientasi
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan nama diri
3. Jelaskan tujuan prosedur
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap kerja
1. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan
2. Menanyakan keluhan saat ini
3. Memulai kegiatan dengan baik, jelaskan pada pasien untuk tetap
tenang selama pemeriksaan.
4. Pasien tidur terlentang
5. Baju/Pakaian atas dibuka
6. Bersihkan tempat yang akan dipasang elektroda dengan kapas
alcohol.
7. Bila tempat yang dipasang elektroda berambut sebaiknya dicukur
dulu.
8. Oleskan Jelly EKG di tempat yang akan dilakukan perekaman.
9. Sambungkan kabel secara benar:
a. Warna kuning pada tangan kiri
b. Warna merah pada tangan kanan
c. Hijau pada kaki kiri
d. Hitam pada kaki kanan
10. Tempatkan elektroda dengan baik dan benar (sadapan ekstremitas
maupun sadapan prekordial)
11. Untuk sadapan dada tempatkan di sela iga (Interkostae)
⮚ VI: sela interkostal keempat kanan, bersebelahan dengan sternum,
⮚ V2: sela interkostal keempat kiri, bersebelahan dengan sternum,
⮚ V5 : di antara V 4 dan V 6,
Tahap Terminasi
1. Menanyakan pada klien tentang apa yang dirasakan.
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang dimengerti
klien.
3. Melakukan kontrak berikutnya
4. Memberikan reinforcement
5. Mengakhiri kegiatan dengan memberi salam
Dokumentasi:
1. Mencatat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Mencatat di kertas EKG nama dan identitas klien serta tanggal
perekaman
Keterangan:
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Dilakukan tetapi tidak sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna
PULMONARY
1. INSPEKSI
a. Bentuk dada
Bagian posterior procesus spinosus harus ada dalam satu bidang lurus, bentuk
dinding dada simetris dan elips, lengkungan costae sekitar 45o dari tulang
spinal, letak skapula simetris di masing-masing hemithorax. Pada bagian
anterior perhatikan bentuk dinding dada dan kesimetrisan jarak intercostae.
Diameter anteroposterior (AP) dibandingkan dengan diameter transversal
normalnya adalah 1:2 atau 5:7.
● Normal : diameter Anterior Posterior – transversal = 1:2
● Pigeont Chest (Pectus Carinatum): sternum menonjol kedepan, diameter
Anterior Posterior > transversal (riketsia, sindrom marfan, kifoskoliosis)
● Barrel Chest / dada tong : Anterior Posterior : transversal = 1:1
(emfisema)
● Funnel Chest (Pectus excavatum) : anterior Posterior mengecil, sternum
menonjol ke dalam (riketsia dan sindrom marfan)
b. Kualitas respirasi
Penggunaan otot intercostae, kedalaman dan frekuensi pernapasan.
3. PERKUSI
a. Lapang Paru
Pemeriksaan perkusi digunakan untuk mengetahui bunyi normal perkusi paru
dan lapang paru. Perkusi dilakukan di intercostae dari sisi ke sisi hemothorax.
Perkusi di mulai dari apeks ke basal. Perkusi tidak dilakukan di skapula dan
costae. Suara perkusi normal adalah resonan.
b. Diaphragmatic Excursion
Untuk menentukan batas basal paru saat inspirasi dan ekspirasi. Normalnya
sekitar 3-5 cm, meskipun terkadang ditemukan 7-8 cm pada orang sehat. Cara
pemeriksaannya, perintahkan pasien “hembuskan napas dan tahan”, kemudian
perkusi dindiing dada dari scapular sampai suara berubah dari resonan ke
pekak/dull, kemudian tandai titik tersebut. Selanjutnya perintahkan pasien
“ambil napas dalam dan tahan”, perkusi dari bagian yang telah ditandai
sampai suara perkusi berubah dari resonan ke dull, kemudian tandai bagian
tersebut. Tidak adanya Diaphragmatic Excursion menandakan efusi pleura
atau atelectasis di bagian bawah paru.
4. AUSKULTASI
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui bunyi napas. Pada pemeriksaan
asukultasi paru posterior, persilahkan pasien untuk duduk santai agak condong ke
depan dan kedua tangan menyilang di pangkuannya. Untuk asukultasi anterior
persilahkan pasien duduk tegak, kedua tangan berada di samping paha.
Perintahkan pasien untuk bernapas lebih dalam dari biasanya, tetapi hentikan jika
pasien merasa pusing. Terdapat 4 jenis suara napas normal yang dapat terdengar
di lapang paru yaitu:
PEMERIKSAAN FISIK PARU
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dievaluasi Tingkat
0 1 2
1 Tahap Preinteraksi
4. Cek catatan perawatan klien
5. Cuci tangan
6. Siapkan alat - alat dan lingkungan
2 Tahap Orientasi
3. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
4. Jelaskan tujuan tindakan, prosedur, dan lamanya tindakan pada
klien/ keluarga
Tahap Keraja
3 Meminta pasien membuka pakaiannya, memulai dengan cara yang baik
4 Pemeriksaan dada posterior : minta klien duduk tegak di atas ranjang
dengan tangan diletakan di dada atau diletakkan menyilang di atas
pangkuan klien
5 Melakukan inspeksi. Mintalah pasien untuk bernafas seperti biasa. Laporan
: postur tubuh, bentuk dada, kualitas respirasi dan kondisi kulit.
6 Palpasi dada posterior: Hangatkan kedua tangan, taruh kedua telapak
tangan pada dada posterior. Laporan : apakah simetris?
7 Mengukur fremitus taktil dengan cara menginstruksikan klien
mengucapkan “tujuh-tujuh”
8 Melakukan pemeriksaan palpasi secara sistematis ; apakah sakit saat
ditekan ? apakah ada massa/krepitasi?
9 Perkusi dada posterior : melakukan perkusi secara sistematis, bandingkan
bagian kiri, kanan, atas dan bawah
10 Melakukan pemeriksaan diafragmatic excursion
11 Auskultasi dada posterior : mintalah pasien bernafas dalam untuk
mengetahui suara nafas. Lakukan secara sistematis
12 Pemeriksaan dada anterior : minta klien duduk tegak di atas ranjang dengan
tangan diletakan disamping tubuh klien
13 Melakukan inspeksi. Mintalah pasien untuk bernafas seperti biasa. Laporan
: postur tubuh, bentuk dada, kualitas respirasi dan kondisi kulit.
14 Palpasi dada anterior : tempatkan kedua telapak tangan pada dinding dada
kanan dan kiri. Minta pasien bernafas dalam. Apakah simetris?
15 Melakukan pemeriksaan palpasi secara sistematis ; apakah sakit saat
ditekan ? apakah ada massa/krepitasi?
16 Perkusi dada anterior : melakukan perkusi secara sistematis, bandingkan
bagian kiri, kanan, atas dan bawah
17 Auskultasi dada anterior : mintalah pasien bernafas dalam untuk
mengetahui suara nafas. Lakukan secara sistematis.
18 Tahap Terminasi
4. Evaluasi hasil kegiatan
5. Lakukan kontrak yang akan datang
6. Cuci tangan
19 Dokumentasi
Total nilai
Keterangan :
0. Tidak dilakukan sama sekali
1. Purwokerto,
2. Dilakukan tetapi tidak sempurna Evaluator,
3. Dilakukan dengan sempurna
A. Pendahuuan
Pengertian
Nebulizer adalah suatu alat untuk memberikan obat kepada pasien dengan
gangguan respirasi dengan cara inhalasi. Obat diberikan dengan cara mengubah
bentuk obat dari cair menjadi aerosol/ kabut kemudian dihirup pasien. Pemberian
obat dengan cara inhalasi seperti ini lebih efektif dibandingkan dengan pemberian
obat secara oral/ diminum.
B. Jenis Nebulizer
1. Ultrasonic nebuliser
Nebulizer ini mampu menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi
dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah
menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak menimbulkan
suara bising dan secara terus menerus dapat mengubah larutan menjadi aerosol
sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan memerlukan biaya perawatan
lebih besar.
2. Jet nebuliser
Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena relatif lebih murah.
Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan
dalam silinder dialirkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan
negatif yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol.
Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui mouth piece atau
sungkup/masker.
C. Indikasi
Indikasi dilakukannya terapi inhalasi menggunakan nebulizer antara lain:
1. Bronchospasms
2. Asma
3. Pneumonia
4. Atelectasis
D. Perhatian
Penggunaan nebulizer sebagai terapi inhalasi harus memperhatikan beberapa
pasien/klien dengan kriteria sebagai berikut:
1. Pasien dengan tekanan darah tidak stabil
2. Pasien yang tidak sadar
3. Pasien dengan nadi tinggi
4. Pasien dengan gangguan jantung
E. Komplikasi
Penggunaan nebulizer untuk terapi inhalasi dapat menimbulkan berbagai macam
komplikasi akibat pemakaiannya, antara lain sebagai berikut:
1. Palpitasi
2. Tremor
3. Sakit kepala
4. Mual
5. Takikadia
G. Prosedur
1. Dekatkan alat nebulizer/kompresor dengan pasien ( jangan diletakkan dilantai
).
2. Tuangkan obat yang akan diberikan dan NaCl 0,9% kedalam masker/sungkup
sesuai dosis yang dianjurkan.
3. Sambungkan/ hubungkan selang dengan sungkup/ masker dan alat nebulizer.
4. Sambungkan kabel alat nebulizer/kompresor ke sumber listrik lalu dihidupkan
untuk mengecek alat berfungsi dengan baik atau tidak. ( tanda alat berfungsi
dengan baik dari sungkup/masker muncul kabut putih pertanda obat telah
berubah dari bentuk cair menjadi aerosol). Lalu matikan.
5. Pasangkan sungkup/ masker ke pasien.
6. Posisikan tubuh pasien semi fowler.
7. Hidupkan alat nebulizer/kompresor.
8. Anjurkan pasien untuk bernafas seperti biasa dan beri tahu kepada petugas
apabila merasa pusing, mual atau merasa tidak nyaman.
9. Lakukan terapi sampai obat habis dengan tanda sudah tidak keluar “kabut”
putih.
10. Dampingi pasien untuk kemungkinan terjadi efek samping dari terapi.
CHECKLIST NEBULIZER
Nama mahasiswa :
Nomor mahasiswa :
NILAI
No KOMPONEN
0 1 2
1 Tahap Pre Interaksi
a. Mengumpulkan data pasien dan membaca rekam medik
klilen
b. Cuci tangan
c. Persiapan Alat :
- Alat nebulizer/ kompresor
- Masker/sungkup
- Selang udara
- Obat sesuai indikasi
- NaCl 0,9%
2 Tahap Orientasi
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya
b. Beri penjelasan mengenai tujuan, prosedur, lama tindakan.
3 Tahap Kerja
a. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
b. Tanyakan keluhan pasien
c. Pertahankan privasi pasien (pasang tirai)
d. Dekatkan alat ke pasien
e. Memulai dengan cara yang baik
● Posisikan pasien pada posisi yang nyaman
● Tuangkan obat yang akan diberikan dan NaCl 0,9%
kedalam masker/sungkup sesuai dosis yang dianjurkan.
● Sambungkan selang udara dengan sungkup/ masker dan alat
nebulizer/kompesor.
● Sambungkan kabel alat nebulizer/kompresor ke sumber
listrik lalu dihidupkan untuk mengecek alat berfungsi
dengan baik atau tidak. ( tanda alat berfungsi dengan baik
dari sungkup/masker muncul kabut putih pertanda obat
telah berubah dari bentuk cair menjadi aerosol). Lalu
matikan alat nebulizer/kompresor.
● Pasangkan sungkup/ masker ke pasien.
● Posisikan tubuh pasien semi fowler.
● Hidupkan alat nebulizer/kompresor.
● Anjurkan pasien untuk bernafas seperti biasa dan beri tahu
kepada petugas apabila merasa pusing, mual atau merasa
tidak nyaman.
● Dampingi pasien untuk kemungkinan terjadi efek samping
dari terapi.
4 Tahap Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Menyimpulkan hasil kegiatan
c. Lakukan kontrak untuk kegiatan sebelumnya (kegiatan,
tempat, waktu)
d. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
a. Rapikan alat setelah dipakai
b. Perawat mencuci tangan
5 Dokumentasi
- Mendokumentasikan tindakan
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
Batas Lulus 75% dari total nilai kegiatan
V. PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu memasang botol WSD :
1. Mahasiswa mampu mengganti botol WSD jika penuh
2. Mahasiswa mampu melakukan penyedotan (suction) cairan pada botol WSD
TINJAUAN PUSTAKA
Penyulit pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi. Oleh
karena itu pada pemasangan WSD harus diperhatikan anatomi pembuluh darah
interkostalis dan harus diperhatikan sterilitas.
Macam-macam WSD :
1. Single Bottle Water Seal System
Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu botol
yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi tidak
mengijinkan udara maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara
fungsional, drainase tergantung pada gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan,
oleh karena itu botol harus diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam
botol meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga
dada, dengan demikian memerlukan suction untuk mengeluarkannya.
Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks sederhana sehingga
hanya membutuhkan gaya gravitasi saja untuk mengeluarkan isi pleura. Water seal
dan penampung drainage digabung pada satu botol dengan menggunakan katup
udara. Katup udara digunakan untuk mencegah penambahan tekanan dalam botol
yang dapat menghambat pengeluaran cairan atau udara dari rongga pleura. Karena
hanya menggunakan satu botol yang perlu diingat adalah penambahan isi cairan
botol dapat mengurangi daya hisap botol sehingga cairan atau udara pada rongga
intrapleura tidak dapat dikeluarkan.
Teknik pemasangan :
1. Bila mungkin penderita dalam posisi duduk. Bila tidak mungkin setengah duduk,
bila tidak mungkin dapat juga penderita tiduran dengan sedikit miring ke sisi
yang sehat.
2. Ditentukan tempat untuk pemasangan WSD. Bila kanan sela iga (s.i) VII atau
VIII, kalau kiri di s.i VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira-kira sama
tinggi dengan sela iga dari angulus inferius skapulae. Bila di dada bagian depan
dipilih s.i II di garis midklavikuler kanan atau kiri.
3. Ditentukan kira-kira tebal dinding toraks.
4. Secara steril diberi tanda pada slang WSD dari lobang terakhir slang WSD tebal
dinding toraks (misalnya dengan ikatan benang).
5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan antiseptik.
6. Tutup dengan duk steril
7. Daerah tempat masuk slang WSD dan sekitarnya dianestesi setempat secara
infiltrate dan "block".
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada ditengah s.i.
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura.
10. Dengan klem arteri lurus lobang diperlebar secara tumpul.
11. Slang WSD diklem dengan arteri klem dan didorong masuk ke rongga pleura
(sedikit dengan tekanan).
12. Fiksasi slang WSD sesuai dengan tanda pada slang WSD.
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf steril agar kedap udara.
14. Slang WSD disambung dengan botol SD steril.
15. Bila mungkin dengan continous suction dengan tekanan -24 sampai -32 cmH20.
Perawatan WSD
A. Perawatan luka WSD
1. Verband diganti 3 hari sekali
2. Diberi zalf steril
B. Perawatan "slang" dan botol WSD
1. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari diukur berapa cail yang keluar
kalau ada dicatat.
2. Cairan di botol WSD adalah cairan antiseptik.
3. Setiap hendak mengganti botol dicatat berapa pertambahan cairan
4. Setiap hendak mengganti dicatat unduiasi ada atau tidak
5. Setiap hendak mengganti dicatat adanya gelembung udara dariWSD.
6. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuh dalam
rongga pleura yaitu meng "klem" slang atau dilipatdandih dengan karet.
7. Setiap penggantian botol atau slang harus memperhatikan sterilils botol dan
slang harus tetap steril.
8. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja dii sendiri, dengan
memakai sarung tangan.
C. Paru
1. Dengan WSD diharapkan paru mengembang
2. Kontrol pengembangan paru dengan pemeriksaan fisik dan radiologik.
3. Latihan nafas ekpirasi dan inspirasi yang dalam.
4. Latihan batuk yang efisien.
5. Pemberian antibiotika
6. Expectorant: cukup obat batuk hitam (OBH).
Mengangkat WSD
1. Disediakan alat-alat untuk mengangkat jahitan kulit yang steril.
2. Kain kasa steril
3. Zalf steril
4. Teknik:
- angkat jahitan
- pasien disuruh nafas dalam
- pada waktu ekspirasi dalam dan menahannya, WSD diangkat dengan
menutup kain kasa steril yang ada zalf steril.
Dikatakan baik dan dapat dipulangkan:
1. Keadaan umum memungkinkan
2. Pada kontrol 1 -2 hari pasca pengangkatan WSD paru tetap mengembang
penuh
3. Tanda-tanda infeksi/empiema tidak ada
(.............................................)
VI. PERAWATAN TRAKEOSTOMI
PENGANTAR
Trakeostomi merupakan tindakan pembuatan lobang pada trakea. Hal ini dilakukan
dengan bebrapa tujuan antara lain: membebaskan jalan nafas atas; melindungi trakea
serta cabang-cabangnya terhadap aspirasi dan tertimbunnya sekresi bronkus;
mengobati keadaan/penyakit tertentu yang menyebabkan insufisiensi respirasi
(obstruksi sleep apneu, PPOK dengan retensi sekret); atau dalam rangka memfasilitasi
proses weaning pada pemasangan ventilator mekanik.
Insisi kulit pada trekeostomi dilakukan secara horisontal atau vertikal. Berdasarkan
letak insisi trakeostomi dibedakan menjadi 3 yaitu: trakeostomi tinggi (stoma diatas
istsmus tiroid); trakeostomi sedang (stoma setinggi istsmus tiroid); dan trakeostomi
rendah (stoma di bawah itsmus tiroid). Stoma biasanya dibuat pada cincin trakea
ke-2,3, atau 4. Stoma tidak pernah dibuat pada cincin trakea ke-1 untuk mencegah
terjadinya perikondritis tulang rawan krikoid , dan tidak boleh dibawah cincin ke-4
karena banyak terdapat pembuluh-pembuluh darah besar.
Perawatan pasca trakeostomi memiliki pengaruh yang besar terhadap berhasil atau
tidaknya tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Bentuk perawatan itu sendiri meliputi
tindakan penghisapan lendir, pemeriksaan periodik kanul dalam, humadifikasi buatan,
perawatan luka operasi di stoma, pencegahan infeksi skunder, serta pemilihan cuff
yang high volume low pressure dengan tekanan 14-20 mmHg.
Terdapat 3 jenis Tracehestomy Tube (TT) yaitu: uncuffed, cuffed, dan fenestrated.
Pemilihan jenis TT tergantung pada kondisi pasien dan intruksi dokter.
● Uncuffed Tube
TT jenis ini dapat terbuat dari plastik atau metal, memungkinkan udara
mengalir bebas melalui larink, sehingga mengurangi kerusakan trakea.
● Cuffed Tube
TT yang terbuat dari bahan plastik ini bersifat disposibel. Antara cuff dan tube
tidak bisa dipisah sebab cuff melekat pada tube.
● Fenestrated Tube
Memungkinkan pasien berbicara melalui saluran nafas atas ketika pembukaan
eksternal ditutup, dan cuff dikempeskan. Jenis ini memungkinkan kanul dalam
dapat dilepas untuk dibersihkan. Akan tetapi jenis ini memungkinkan untuk
mudah membentuk sumbatan.
TUJUAN
● Mempertahankan kepatenan jalan nafas
● Mempertahankan dan mencegah infeksi pada tempat trakeostomi
● Memberikan kesempatan untuk proses penyembuhan dan mencegah kerusakan
pada sekeliling trakeostomi
● Meningkatkan kenymanan klien
PENGKAJIAN
● Status respirasi meliputi kemudahan, kecepatan, irama, kedalaman pernafasan
dan suara paru
● Denyut nadi
● Karakteristik dan jumlah sekresi dari lokasi trakeostomi
● Keberadaan drainase pada pembalut atau tali trakeostomi
● Penampakan pada daerah insisi (catat adanya kemerahan, pembengkakan,
serta bau)
PERALATAN
1. Peralatan disposibel perawatan trakeostomi, meliputi: wadah cairan steril,
sikat pembersih steril/pipa pembersih, kasa steril bentuk kotak.
2. Handuk atau kain penutup untuk menjaga kebersihan linen.
3. Kateter suction steril beserta wadah cairan steril untuk pembilasan
4. Hidrogen peroksida (H2O2) dan Normal Salin (NS)
5. Sarung tangan steril (2 pasang)
6. Sarung tangan bersih (1 pasang)
7. Kantung kedap air
8. Perban tracheostomi (kasa 4-in x 4 in) steril
9. Tali katun trakeostomi tube
10. Gunting bersih
IMPLEMENTASI
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa harus dilakukan,
dan bagaimana ia bisa bekerjasama dalam tindakan tersebut. Gunakan bahasa
isyarat dalam menyatakan kesetujuan dan ketiddaksetujuan (misal: kedipan
mata, mengangkat jari, ketika merasa sakit)
2. Cuci tangan dan perhatikan prosedur pencegahan/pengontrol kontaminasi
3. Jaga / pertahankan privasi klien
4. Persiapkan pasien dan peralatan yang diperlukan
● Posisikan pasien secara semi-fowler’s untuk meningkatkan ekspansi paru
● Buka tracheostomy kit atau baki steril. Siapkan hidrogen peroksida dan
normal salin dalam tempat terpisah.
● Siapkan tempat yang steril
● Buka peralatan dan bahan yang diperlukan untuk tindakan suction dan
verban tracheostomy.
5. Lakukan suction pada TT
● Kenakan sarung tangan bersih pada tangan nondominan dan sarung tangan
steril pada tangan dominan (atau kenakan sarung tangan steril pada kedua
tangan)
● Lakukan suction pada sepanjang TT untuk mengeluarkan sekresi dan
yakinkan kepatenan jalan nafas.
o Berikan hiperoksigenasi sebelum dan sesudah dilakukan suction
selama 30 detik
o Lamanya suction tidak boleh lebih dari 10 detik
● Bilas keteter suction pada larutan steril, sebelum melakukan suction
berikutnya
6. Bersihkan tempat insisi dan sekeliling tube
● Lepaskan/ambil balutan/dressing tracheostomi yang telah kotor dengan
tangan nondominan/tidak steril.
● Gunakan kasa steril atau bahan steril lain (cotton buds) yang dibasahi
dengan normal salin untuk membersihkan daerah insisi. Pegang bahan
steril/kasa dengan tangan dominan. Gunakan hanya satu kali kemudian
dibuang 🡪 hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi terhadap
area steril
● Gunakan hidrogen peroksida (biasanya dicampur dengan normal salin;
gunakan wadah terpisah jika diperlukan) untuk menghilangkan sekresi
yang mengeras. Setelah itu bilas dengan normal salin 🡪 hidrogen
peroksida dapat mengiritasi kulit dan menghambat penyembuhan jika
tidak dihilangkan/dibilas.
● Bersihkan pinggiran TT dengan cara yang sama
8. Ganti
tali
trekeostomi
a. Metode 2 strip
● Buatlah dua potongan pita, yang satu panjangnya 25 cm sedangkan
yang lainnya 50 cm 🡪 pemotongan pita dimana yang satu lebih
panjang dibanding yang lain akan memungkinkan untuk
mempermudah pemasangan dan menghindari penekanan pada
belakang leher
● Buatlah lipatan pada salah satu ujung tiap-tiap pita, seperti akan
membuat tali laso.
● Biarkan pita yang lama, masukan pita yang baru ke dalam mata sayap
TT dari arah bawah. Kemudian masukan ujung pita lain pada lipatan
laso yang telah dibuat, tarik hingga memiliki kekencangan yang cukup
🡪 membiarkan pita yang lama pada tempatnya akan mencegah
keluarnya/copot TT.penggunaan cara ini menghindari penggunaan
simpul yang tidak terikat atau menyebabkan tekanan dan iritasi.
● Jika pita yang lama terlalu kotor atau terdapat kesulitan untuk
memasukan pita yang baru. Maka suruh asisten untuk mengenakan
sarung tangan steril supaya bisa menahan TT pada temaptnya saat
dilakukan penggantianpita.
● Ulangi proses yang sama pada pita/tali yang kedua.
● Minta klien untuk memfleksikan lehernya. Susupkan tali yang lebih
panjang kebawah leher klien, letakan dua jari diantara pita dan leher
klien, kemudian ikat kedua tali tersebut disamping leher klien 🡪 leher
fleksi memperluas lingkara leher sehingga memfasilitasi ketika terjadi
batuk. Meletakan dua jari dibawah pita mencegah ikatan yang terlalu
kuat, yang dapat mengganggu saat batuk, atau menekan vena jugular.
EVALUASI
1. Lakukan tindakan lanjutan seperti menentukan karakteristik dan jumlah sekret,
drainase dari trakeostomi, penampakan daeran insisi trakeostomi, kecepatan
pernafasan dan denyut nadi. Termasuk dalam hal ini keluhan rasa
sakit/ketidaknyamanan pada tempat trakeostomi.
2. Hubungkan hal yang ditemukan dengan data sebelumnya jika ada
3. Laporkan kelainan yang signifikan pada dokter.
CHEKLIST PENILAIAN PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Nama Mahasiswa :
NIM :
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
PRAINTERAKSI
1 Cek dokumentasi klien
2 Cuci tangan
3 Siapkan peralatan
ORIENTASI
1 Beri salam dan panggil pasien dengan nama kesukaannya.
Perkenalkan nama perawat jika merupakan pertemuan pertama.
2 Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya kegiatan
KERJA
1 Berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
2 Tanyakan keluhan yang dirasakan
3 Dekatkan peralatan
4 Jaga privasi klien
5 Pasang perlak dibawah leher pasien dan letakan bengkok
Posisikan pasien semi fowler
Buka peralatan trakeostomi termasuk menyiapkan cairan steril
Lakukan suction
Bersihkan lokasi insisi dan sayap TT
Lakukan dresing steril pada lokasi insisi TT
Ganti tali TT jika perlu
Letakan bantalan pada simpul tali TT
Cek ketegangan tali TT
19 Lepaskan sarung tangan, pasien dirapikan kembali
20 Bereskan alat-alat
TERMINASI
1 Evaluasi perasaan klien
2 Menyimpulkan hasil kegiatan
3 Berikan reinforcment
4 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5 Cuci tangan
DOKUMENTASI
1 Catat kondisi dan respon pasien sebelum, selama, dan sesudah
tindakan
Catatan :
..........................................................................................................................................
......
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
Batas Lulus 75% dari total nilai kegiatan
VIII. SUCTIONING (PENGHISAPAN)
Tujuan:
NTS telah digunakan untuk menjaga kepatenan jalan napas sehingga menjamin
oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dan menghindari intubasi yang secara sendiri
dimaksudkan untuk pembuangan sekret.. NTS mengarah pada insersi kateter
penghisap melalui saluran hidung dan faring ke dalam trakhea tanpa tube atau
trakheostomi (walaupun selang nasofaringeal mungkin digunakan) dengan maksud
untuk mengaspirasi sekresi yang terkumpul atau benda asing
Proses pembersihan dicapai dengan menerapkan tekanan subatmosfer terhadap kateter
yang fleksibel dan berlubang banyak pada waktu penarikan saja.
Tekanan subatmosfer untuk:
● BBL (Neonatus) : 60-80 mm Hg
● Bayi (Infants) : 80-100 mm Hg
● Anak (Children) : 100-120 mm Hg
● Dewasa (Adults) : 100-150 mm Hg .
Tekanan atmosfer negative tidak boleh lebih dari 150 mm Hg karena dapat
menyebabkan trauma, hipoksemia dan atelektasis.
Indikasi penghisapan
● Batuk tidak efektif
● Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran
● Mucus yang banyak dan kental
● Kerusakan fungsi pulmoner
Peralatan
1. Mesin penghisap portable/permanent
2. Kateter penghisap yang sesuai ukuran :
▪ Dewasa :12-18 French
Prosedur 0 1 2
Pra interaksi
Baca status untuk: melihat kondisi awal terutama yang dapat
memperburuk kondisi, usia untuk menentukan tekanan dan
nomor kateternya
Siapkan peralatan:
Suction portable (cek kenormalan fungsinya)
Set oksigenasi (tabung oksigen siap pakai)
Normal saline steril dalam botol
Kom steril untuk normal saline yang sudah dibuka
Kom steril untuk tempat kateter yang sudah dibuka
Kateter Y sesuai ukuran
Stetoskop
Orientasi
Sapa pasien dengan ramah
Cek pemahaman pasien
Jelaskan kembali prosedur tanpa memandang tingkat
kesadaran
Auskultasi buyi paru
Kerja (Pelaksanaan)
Dekatkan alat pada posisi seefektif mungkin
Posisikan pasien semi fowler’s (atau gunakan posisi dorsal
recumbent dengan mengangkat kepala ke atas agar jalan
napas terbuka)
Nyalakan mesin penghisap ***
Buang penutup dari botol larutan
Berikan 100% oksigen selama 1-2 menit sebelum
penghisapan jika pasien tidak mampu bernapas dalam***
Kenakan sarung tangan steril ****
Gunakan tangan non dominant, tuangkan cairan saline steril
ke dalam wadah ****
Gunakan tangan dominant (steril), lumasi kateter steril
dengan cairan normal saline steril ***
Gunakan tangan dominant, masukkan kateter melalui rongga
hidung, langsung awalnya ke atas kemudian ke belakang –
ingat memasukkan NGT – jangan melakukan penghisapan
Lanjutkan memasukkan kateter
Mulai penghisapan dengan menggunakan gerakan rotasi
ketika menarik kateter sambil jempol menutup lubang
kateter Y
Amati perubahan raut muka, frekuensi napas dan irama
jantung selama penghisapan
Batasi penghisapan tidak lebih dari 10 detik ****
Biarkan klien untuk bernapas dalam antara periode
penghisapan dan atau berikan oksigen 100% ***
Buang sarung tangan dan kateter yang sudah dipakai pada
tempat yang telah ditentukan
Terminasi
Tanyakan Respon/dengar dengan stetoskop
Jelaskan hasil dari prosedur dan rencana untuk penghisapan
selanjutnya
Rapikan alat
Dokumentasi
Catat pelaksanaan
Catat hasil dan perkembangannya
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
Batas Lulus 75% dari total nilai kegiatan
IX. FISIOTERAPI DADA
Fisioterapi dada
Tindakan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran sekret dari jalan nafas.
Adapun indikasinya adalah :
1. Pasien yang tidak dapat batuk misalnya pasien koma / reflek batuk yang hilang
2. Pasien dengan akumulasi sekret yang berlebihan
3. Pasien dengan pre dan post operasi dimana terjadi akumulasi sekret
Kontra indikasinya adalah :
1. Pasien dengan riwayat fraktur spontan
2. Pasien dengan operasi jantung terbuka
3. status asmatikus
4. tekanan intra kranial yang tinggi
5. Timbul sianosis / sesak nafas akibat tindakan tersebut
Keterangan
- Setelah dilakukan 3 – 4 kali vibrasi pasien dianjurkan untuk
batuk dengan menggunakan otot abdominal, lendir
ditampung dalam sputum pot
- Perhatikan reaksi pasien
- Mengulangi clapping dan vribasi secara bergantian sesuai
kondisi pasien , biasanya 15 – 20 menit.
- Tindakan clapping dan vibrasi distop bila ada keluhan nyeri
dan sesak nafas, tiba –tiba sakit kepala dan hemaptoe
4 Tahap Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Menyimpulkan hasil kegiatan
c. Lakukan kontrak untuk kegiatan sebelumnya (kegiatan,
tempat, waktu)
d. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
c. Rapikan alat setelah dipakai
d. Perawat mencuci tangan
5 Dokumentasi
- Mendokumentasikan tindakan
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna
Batas Lulus 75% dari total nilai kegiatan
X. TERAPI OKSIGEN
Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pemberian terapi Oksigen dengan benar dan aman sesuai
kebutuhan pasien.
Tinjauan Teori
Terdapat 3 sistem untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi.
Untuk konsentrasi oksigen rendah, kanula hidung dapat memberikan oksigen antara
24% (IL/menit) sampai 36% (4 -5L/menit). Konsentrasi oksigen sedang (40-60%)
dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen, sedangkan konsentrasi hingga 100%
hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka reservoir.
Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit dengan sungkup
muka. Pada penderita kritis berikan 100% oksigen, meskipun secara umum terapi
oksigen memberikan manfaat yang bermakna pada bentuk hipoksik hipoksemia dan
anemi hipoksemia. Efek samping yang sering dikhawatirkan adalah keracunan
oksigen, tetapi hal tersebut terjadi setelah 24-48 jam terapi oksigen dengan fraksi
inspirasi oksigen (Fi02)>60%. Oleh karena itu sedapat mungkin setelah masa kritis,
terapi oksigen diturunkan bertahap sampai Fi02<60% dengan target untuk
mendapatkan minimal saturasi oksigen (Sa02) 90%.
Apabila tekanan oksigen arteri (pa02) tetap rendah (kurang dari 60 mmHg)
meskipun telah diberikan oksigen 50% berarti terdapat shunt yang bermakna dari
kolaps alveoli dan perlu dipertimbangkan pemberian inflasi paru dengan manuver
reekspansi paru atau intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik. Pada kasus PPOM
maka Pa02 dipertahankan sekitar sedikit diatas 60 mmHg saja untuk menghindari
hilangnya rangsang respirasi.
Indikasi klinisnya:
▪ Henti jantung paru
▪ Gagal nafas
▪ Syok
▪ Keracunan co
4 1/mnt 0,35
6 1/mnt 0,50
8 1/mnt 0,55
10 1/mnt 0,60
12 l/mnt 0,64
15 l/mnt 0,70
Tidak ada peralatan yang dapat memberi O2 100 %, walaupun O2 dengan kecepatan
> dari Peak Inspiratory flow rate (PIFR)
PEMANTAUAN TERAPI O2
1. Wamakulit pasien. Pucat/ Pink / merah membara.
2. Analisa Gas Darah (AGD)
3. Oksimetri
4. Keadaan umum
CHEKLIST PEMBERIAN OKSIGEN
Nama :
No. Mhs :
N NILAI
ASPEK YANG DINILAI
O 0 1 2
1 Tahap Pre Interaksi
a. Mengumpulkan data pasien dan membaca rekam medik klilen
b. Cuci tangan
c. Persiapan Alat :
- Kanul Nasal/ Sungkup NRM dan RM
- Set alat oksigenasi
- Isi glass humidifier dengan air irigasi setinggi batas yang tertera
- Menghubungkan flow meter dengan tabung oksigen/ sentral
oksigen
- Cek fungsi flow meter dan humidifeir dengan memutar pengatur
konsentrasi 02,
- Amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass flow meter
2 Tahap Orientasi
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya
b. Beri penjelasan mengenai tujuan, prosedur, lama tindakan.
3 Tahap Kerja :
a. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
b. Tanyakan keluhan pasien
c. Pertahankan privasi pasien (pasang tirai)
d. Dekatkan alat ke pasien
e. Memulai dengan cara yang baik
Kateter Nasal/ Kanul Nasal
- Menghubungkan catheter nasal/ kanul nasal dengan flowmeter
- Alirkan oksigen sesuai indikasi
- Cek aliran kateter nasal/ kanul nasal dengan menggunakan
punggung tangan untuk mengetahui ada tidaknya aliran oksigen
- Olesi ujung kanul nasal dengan jeli sebelum dipakai ke pasien
- Pasang alat Kateter nasal/ kanul nasal pada klien
- Tanyakan pada klien apakah o2 telah mengalir sesuai yang
diinginkan
Simple Face Masks
- Menghubungkan Simple Face Masks dengan flowmeter
- Alirkan oksigen sesuai indikasi
- Cek aliran Simple Face Masks dengan mendengarkan pada telinga
untuk mengetahui ada tidaknya aliran oksigen
- Pasang alat Simple Face Masks pada klien
- Tanyakan pada klien apakah o2 telah mengalir sesuai yang
diinginkan
Sungkup muka kantong non rebreathing (NRM)
- Menghubungkan sungkup muka non rebreathing dengan flowmeter
- Alirkan oksigen ke Sungkup muka non rebreathing 8-12 L/mnt
- Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup sungkup
dengan satu tangan dan amati aliran oksigen yang masuk ke dalam
kantong
- Pasang alat sungkup muka pada klien
- Tanyakan pada pasien apakah o2 telah mengalir sesuai yang
diharapkan
Sungkup muka Partial Rebreathing
- Menghubungkan sungkup muka partial rebreathing dengan flow
meter
- Alirkan oksigen ke sungkup muka partial rebreathing dengan aliran
udara 8-12 L / mnt/ sesuai indikasi
- Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup sungkup
dengan satu tangan dan amati aliran oksigen yang masuk ke dalam
kantong
- Pasang alat sungkup muka partial rebreathing pada klien.
- Tanyakan pada klien apakah oksigen telah mengalir sesuai dengan
yang diinginkan klien
4 Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya (kegiatan, tempat,
waktu) c. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
d. Rapikan alat setelah dipakai
e. Perawat mencuci tangan
5 Dokumentasi : respon pasien
Penilaian :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
Lulus jika memenuhi 75% dari total nilai
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, L. S. & Suddarth, D. S. (No year). The Lippincott manual of nursing
practice. 2nd edition. Pennsylvania. Lippincott.
Cummins, R.O. 1997. Advanced Cardiac Life Support. American Hearth Association.
USA.
Delp, MH. And Manning, RT. 1996. Major Diagnosis Fisik. EGC. Jakarta.
DeGowin, RL. And Brown, DD. 2000. Diagnostic Examination, 7th ed. Mc Graw-Hill
Co. New York.
Muhiman, M. 1989. Penatalaksanaan pasien di Intensive Care Unit. Bagian
Anestesiologi, FKUI. Jakarta. Daftar Pustaka.
Lanros, N. E. & Barber, J. M. (1997). Emergency nursing: With certification
preparation and review. Connecticut. Appleton & Lange.
Walton, R. L., Matory, W. E. & Trunkey, D. D. (1990). Perawatan luka dan penderita
perlukaan ganda. Edisi 2. Jakarta. EGC
XI. PEMASANGAN INFUS
Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan keterampilan pemasangan infus.
Tujuan pemberian terapi intra vena melalui infus yaitu :
1 Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara
adekuat melalui oral.
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan ketika diistirahatkan.
b. Venapunctur central
1. vena femoralis
2. vena jugularis internal
3. vena subklavia.
Faktor tetesan dihitung dengan 60 dibagi jumlah tetesan yang bisa dikeluarkan oleh
infus set untuk mengeluarkan 1 ml. Misalnya, suatu infus set dapat mengeluarkan 1
ml cairan dalam 15 tetesan, berarti faktor tetesan (60:15) = 4. Jadi bila infus set
tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti akan
diberikan cairan sebanyak 25x4 = 100 ml perjam.
Tipe-tipe cairan:
1. Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada didalam
plasma.
Komposisi Cairan
a. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit (Na+, Cl -),
b. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na+, K-, Cl -, Ca++, laktat)
d. Balans isotonik, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( Na+, . K Mg
-
CI-.HCO3 .glukonat).
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5 % plasmanat),
hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari
interstisiall kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).
V (mL)
R (mL/jam) = -----------
T (jam)
V (mL)
R (mL/menit) = ------------------------
T (jam x 60 menit)
C. Flow rate dalam drop atau tetes per menit
V (mL)
R (gtts/menit) = ------------------------ x C
T (jam x 60 menit)
Mikrodrip = 60 drop/mL
Makrodrip = 10, 15, 20 drop/mL.
Contoh 1.
Cairan infus D5W 1 L diberikan dalam waktu 24 jam. Drop faktor 10.
Hitung flow rate per jam, per menit, dan drop per menitnya.
Jawab;
1000 mL
R = ---------- = 41,7 ml/jam = 42 ml/jam
24 jam
1000 mL 1000 mL
R = ----------------------- = --------- = 0,69 ml/menit
24 jam x 60 menit 1440
1000 mL
R = ---------------------- X 10 = 6,94 tts/menit = 7 tts/menit.
24 jam x 60 menit
Contoh 2.
Pada jam 06.00 pagi , 1 L normal saline diberikan melalui infusion pump dengan flow
rate 70 mL/jam. Delapan jam kemudian flow rate dinaikkan menjadi 80 mL/jam. Pada
jam berapa cairan infus habis/harus diganti dengan yang baru?
Jawab;
DAFTAR PUSTAKA