Anda di halaman 1dari 13

Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021

Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

KEMAMPUAN BERBAHASA DALAM PRAKTIK BERBICARA


PADA PENGIDAP SKIZOFRENIA

Muhammad Ramdlan Al-Mubarrok, Susi Machdalena, Tb. Ace Fachrullah


Magister Linguistik Umum, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran,
Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
muhammad15267@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kemampuan berbahasa yaitu kemampuan
reseptif dalam hal menyimak dan mengutarakan jawaban serta kemampuan produktif dalam berbicara.
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik simak libat cakap dan catat, serta
menggunakan menggunakan teknik cakap pancing yang merupakan suatu teknik yang diwujudkan dengan
cara pemancingan karena untuk mendapatkan data tersebut peneliti harus memancing informan agar mau
berbicara. Selain itu juga, penulis menggunakan metode padan organ wicara-fonetis artikulatoris yang
menjadi alat ucap, penelitian yang menganilisis pada organ bicara manusia yang mengkaji terkait ujaran-
ujaran fonetis. Hasil analisis menunjukkan bahwa gangguan berbahasa yang ditemukan pada pasien
skizofrenia antara lain ialah: (1) penghilangan fonem awal, tengah, maupun akhir, (2) penambahan dan
pengurangan fonem-fonem tertentu, (3) pengulangan fonem-fonem khususnya pada fonem tengah, (4)
kesalahan peggunaan kategori preposisi dan konjungsi, serta (5) ketidaktepatan kosakata dengan ujaran
informan karena faktor pengaruh bahasa Ibu atau bahasa asing yang dikuasai oleh informan.
KATA KUNCI: skizofrenia; fonologi ; reseptif ; produktif
LANGUAGE ABILITY IN SPEAKING PRACTICES OF SKIZOFRENIANS

ABSTRACT: The purpose of this study was to determine language skills, namely receptive abilities in
terms of listening and expressing answers and productive abilities in speaking. The methods and
techniques used in this study are the technique of observing proficiently and taking notes, and using the
skillful fishing technique, which is a technique that is realized by fishing because to get the data the
researcher has to provoke the informant to want to talk. In addition, the writer also uses the equivalent
method of articulatory speech-phonetic organ which is a tool, a research that analyzes the human speech
organ which studies related phonetic utterances. The results of the analysis show that the language
disorders found in schizophrenic patients include: (1) removal of initial, middle, and final phonemes, (2)
addition and subtraction of certain phonemes, (3) repetition of phonemes, especially in middle phonemes,
(4) misuse of prepositional and conjunction categories, and (5) inaccuracies in vocabulary with the
informants' utterances due to the influence of their mother tongue or foreign language controlled by the
informant.
KEYWORDS: schizophrenia; phonology; receptive; productive
Diterima: Direvisi: Disetujui: Dipublikasi:
2020-12-25 2021-03-02 2021-03-15 2021-03-28
Pustaka : Al-Mubarrok, M., Machdalena, S., & Fachrullah, T. (2021). KEMAMPUAN BERBAHASA
DALAM PRAKTIK BERBICARA PADA PENGIDAP SKIZOFRENIA. Fon : Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 17(1), 73-84.
doi:https://doi.org/10.25134/fjpbsi.v17i1.3842

PENDAHULUAN lain, baik secara langsung maupun tidak


Bahasa merupakan alat langsung serta dengan cara lisan atau
komunikasi yang bersifat arbitrer yang tulisan, melalui sebuah tanda simbol atau
digunakan oleh anggota-anggota isyarat. Sebagai sarana komunikasi bahasa
masyarakat untuk saling berhubungan dan haruslah bisa memberikan simpulan dari
berinteraksi. Bahasa ialah perantara untuk pikiran dan perasaan untuk
menyatakan pikiran, perasaan dan menyampaikan makna kepada orang lain.
kemauan dari seseorang kepada orang Sejalan dengan bahasa sebagai alat untuk

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 73


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

berkomunikasi, manusia merupakan berbahasa mereka yang juga terganggu.


makhluk sosial yang setiap aktivitasnya Gangguan berbahasa inilah yang akan
perlu berbicara dengan orang sekitar, menjadi sorotan dalam penelitian ini.
berangkat dari pemikiran itulah bahasa Gangguan berbahasa
amat menjadi penting peranannya dalam sesungguhnya merupakan hal menarik
kehidupan. untuk dikaji secara mendalam. Gangguan
Tak terkecuali manusia pada berbahasa melibatkan berbagai disiplin
umumnya, manusia dengan gangguan ilmu, juga memerlukan perlakuan atau
kesehatan pun khususnya gangguan penanganan tersendiri. Penanganan itu
mental seperti skizofrenia perlu diberikan oleh para ahli di bidangnya,
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. seperti medis, psikolog, dan linguis agar
Walaupun secara logika akan sangat kemampuan berbahasanya berkembang.
kesulitan dalam mengungkapkan perasaan Arifuddin (2013: 288) berpendapat
dan ujaran yang ingin disampaikan. Tetapi gangguan berbahasa itu dapat dibedakan
hakikatnya pengidap skizofrenia perlu atas tiga golongan, yaitu (1) gangguan
untuk berkomunikasi dengan sekitarnya. berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (3) gangguan berpikir. Ketiga gangguan
(Riskesdas) 2018 menunjukkan, itu masih dapat diatasi jika pengidap
prevalensi skizofrenia di Indonesia gangguan itu mempunyai daya dengar
sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. yang normal. Bila pengidap gangguan
Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat berbahasa memiliki daya dengar yang
6,7 rumah tangga yang mempunyai tidak normal tentu penyembuhannya akan
anggota rumah tangga (ART) pengidap menjadi sukar bahkan sangat sukar.
skizofrenia. Penyebaran prevalensi Ganggauan berbahasa akibat gangguan
tertinggi terdapat di Bali dan DI berpikir dialami oleh pengidap
Yogyakarta dengan masing-masing 11,1 skizofrenia. Kajian gangguan bahasa oleh
dan 10,4 per 1.000 rumah tangga yang pengidap skizofrenia berkenaan dengan
mempunyai ART mengidap bidang kedokteran, khususnya
skizofrenia/psikosis. Sementara itu, untuk neurobiologi dan patologi, bidang
daerah Jawa Barat sendiri prevalensi psikologi, serta bidang linguistik
sebenarnya mencapai 0,14% dikali dengan khususnya psikolingustik. Penelitian
jumlah penduduk Jawa Barat 49 juta, itu gangguan berbahasa dari sudut psikologi
sekitar total ada sekitar 69 ribu mengidap dan kedokteran telah sering dilakukan,
gangguan mental termasuk skizofrenia. namun dilihat dari sisi lingusitik
Data ini cukup terbilang banyak dan akan tampaknya masih jarang dilakukan.
bertambah tiap tahunnya, jika dibiarkan Dalam ilmu bahasa, kajian yang
akan berpotensi mengalami lonjakan yang membahas lebih rinci mengenai suatu
lebih banyak lagi. Maka oleh itu, perlulah perkembangan bahasa yaitu kajian
pemahaman akan kondisi seperti apa yang psikolinguistik. Secara etimologi kata
dirasakan oleh para pengidap skizofrenia psikologi berasal dari bahasa Yunani
agar bisa diterapkan dalam proses Kuno psyche dan logos. Kata psyche
penyembuhan dan pengobatan, cara untuk berarti “jiwa, roh, atau sukma”,
mengetahui perasaan dari pengidap sedangkan kata logos berarti “ilmu”.
skizofrenia ialah memahami yang mereka Jadi, psikologi secara harfiah berarti
ucapkan melalui praktik berbicara. Karena “ilmu jiwa”, atau ilmu yang objek
sudah tentu apabila secara mental kajiannya adalah jiwa. Adapun kata
pengidap skizofrenia itu terganggu, hal linguistik lazim diartikan sebagai ilmu
tersebut berpengaruh pada kemampuan bahasa atau ilmu yang mengambil

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 74


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, perkembangan yang dilengkapi oleh


2015, hlm. 2–4). Dari pengertian kedua psikolinguistik terapan.
disiplin ilmu tersebut dapat disimpulkan Dalam psikolinguisik perkembangan
bahwa pengertian psikolinguistik akan dibahas secara mendalam terkait
menurut Levelt (dalam Mar’at, 2015, proses pemeroleh bahasa serta gangguan
hlm. 1) adalah suatu studi mengenai dalam berbahasa ketika bahasa berproses
penggunaan bahasa dan perolehan menjadi ujaran. Adapun gangguan
bahasa oleh manusia. Ada tiga bidang berbahasa yang diderita oleh pengidap
utama dalam kajian ilmu psikolinguistik, skizofrenia ialah gangguan berbahasa
sebagai berikut. akibat gangguan berfikir. Menurut
(1) Psikolinguistik umum ialah Arifuddin (2013, hlm. 289) gangguan
pengamatan atau peresepsi orang dewasa berpikir (thought disorder) hanya
tentang bahasa dan cara memproduksi mengacu kepada gangguan yang terjadi
bahasa. Hal ini juga melandasi dalam pikiran dan menggunakan pikiran
kemampuan perkembangan kognitif untuk memilih, atau lebih tepatnya, cara
untuk menggunakan bahasa. berpikir, sebagaimana yang terefleksi
(2) Psikolinguistik perkembangan dalam ujaran, saling terikat dalam bahasa.
berisi pembahasan mengenai psikologi Gangguan tersebut tidak untuk
pemerolehan sistem bahasa pada anak- menggambarkan gangguan yang berkaitan
anak ataupun orangtua, serta akan dengan isi ujaran. Seseorang dikatakan
dibahas tentang perkembangan bahasa mengalami gangguan berpikir apabila kita
anak juga proses pembelajaran bahasa sebagi pendengar atau lawan tuturnya
anak agar dapat mengurangi interfensi bingung atau tidak memahami wacana
antara dua bahasa. yang disampaikan atau diceritakannya.
(3) Psikolinguistik terapan Ujuran yang mengalami gangguan
merupakan pengaplikasian dari teori- dirincikan oleh kurangnya perencanaan
teori tentang pemerolehan, produksi, dan dan pengecekan kebenaran ujran.
perkembangan bahasa pada anak-anak Kelemahan ini ditengarai sebagai efek
atau orang dewasa. Bidang terapan ini dari adanya gangguan fungsi lobus depan
selanjutnya akan terus bercabang dan otak. Adanya gangguan atau cedera pada
berkembang sesuai kebutuhan. bagian tertentu pada lobus depan dapat
Menurut Arifuddin (2013, hlm. disebabkan perubahan perilaku, dan
114–152), pada umumnya seorang anak kerusakan pada bagian-bagian tersebut
semakin hari akan terus berkembang sering memengaruhi fungsi bagian lain
menjadi lebih dewasa, perkembangan pada otak.
anak akan terus maju sesuai dengan usia Untuk menentukan kemampuan
mereka diiringi kemampuan-kemampuan reseptif dan produktif, diperlukan
lainnya. Begitupun dengan kemampuan assement dan instrument penelitian.
berbahasa, anak-anak akan memperoleh Menurut Tarigan (2015, hlm. 2),
bahasa permulaan mereka baik dari komponen penilaian kemampuan
keluarga maupun lingkungan sekitar, berbahasa Indonesia pada seseorang
selain adanya proses memperoleh mereka haruslah meliputi empat komponen
pun mengalami proses memproduksi keterampilan yang terbagi ke dalam
bahasa. Pada pembahasan sebelumnya kemampuan reseptif dan produktif yaitu
telah dikemukakan bahwa psikolinguistik (1) keterampilan menyimak (listening
dibagi ke dalam tiga bidang utama dan skill), (2) keterampilan berbicara
salah satunya adalah psikolinguistik (speaking skill), (3) keterampilan
membaca (reading skill), (4) keterampilan

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 75


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

menulis (writing skill). Setiap komponen (keyakinan yang salah) dan halusinasi
itu erat sekali hubungannya dengan ketiga (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
komponen lain serta memiliki bobot 25% Dalam penelitian kali ini, penulis
dari 100% pada masing-masing akan berfokus pada kemampuan reseptif
komponennya dalam memperoleh dan produktif pengidap skizofrenia,
kemampuan berbahasa Indonesia. karena kedua hal tersebut sangat penting
Begitupun pada pengidap skizofrenia dalam hubungan interaksi antara pengidap
komponen penilaian ini dapat digunakan skizofrenia dengan para anggota keluarga,
dengan isntrumen penelitian yang tepat lingkungan sosial, para dokter, dan para
dan akan dibahas secara rinci dalam perawat dalam menggunakan proses
penelitian ini. berbicara. Abbas (2006: 125)
Psikolinguistik mengenal menyebutkan bahwa untuk menentukan
skizofrenia sebagai gangguan berbahasa kemampuan berbahasa pada seseorang
akibat gangguan berpikir. Seorang haruslah meliputi keempat faktor
pengidap Skizofrenia dapat berbicara kemampuan yang terbagi ke dalam dua
terus-menerus. Ocehannya hanya keterampilan pokok. Pertama,
merupakan ulangan curah verbal semula keterampilan reseptif yaitu merupakan
dengan tambahan sedikit-sedikit atau kegiatan penerimaan kode-kode bahasa
kurang beberapa kalimat. Sebelum yang disampaikan untuk kemudian
diganggu halusinasi (biasanya halusinasi dipahami oleh penerima (decode),
auditronik), bahasa para pengidap termasuk di dalamnya ialah kemampuan
skizofrenia ini tampak terganggu. Pada membaca dan menyimak. Kedua,
tahap awal pengidap skizofrenia ini keterampilan produktif yaitu proses
mengisolasikan pikirannya. Tidak banyak pelahiran kode bahasa atau kemampuan
berkomunikasi dengan dunia luar, tetapi menghasilkan (encode), di dalamnya
banyak berdialog dengan diri sendiri. terdapat kemampuan berbicara dan
Ekspresi verbal terbatas, tetapi kegiatan menulis. Dari Keempat faktor itu, pemulis
dalam dunia bahasa internal (berbahasa membatasi hanya dua faktor yang akan
dalam pikiran diri sendiri sangat ramai). dijadikan acuan untuk menentukan
Oleh karena itu, gangguan ekspresi verbal kemampuan berbicara yaitu kemampuan
skizofrenia tahap awal ini menyerupai menyimak dan berbicara. Adapun pada
mutisme elektif. Skizofrenia merupakan penelitian ini penulis menandai pasien
penyakit mental yang paling umum, dan skizofrenia dengan istilah pengidap bukan
paling serius karena menimpa satu dari penderita seperti yang biasa masyarakat
seratus orang. Penyakit ini dapat menimpa pada umunya utarakan, karena pada
pria dan wanita. Pada pria gejalanya prinsipnya pasien skizofrenia mereka
muncul pada akhir usia remaja dan awal tidak ingin dikategorikan sebagai
usia dua puluhan. Sementara itu pada penderita yang memiliki konotasi negatif
wanita muncul pada usia di awal tiga seolah mereka tersiksa dan menderita
puluhan. Skizofrenia merupakan penyakit dalam penyakit yang mereka miliki, maka
otak yang timbul akibat ketidak sebenarnya pasien skizofrenia lebih
seimbangan pada dopamin, yaitu salah senang dan lebih merasa dihargai ketika
satu sel kimia dalam otak. Ia adalah istilah penderita dihilangkan dan diganti
gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan pengidap yang memiliki makna
dengan ciri hilangnya perasaan afektif lebih halus dibandingkan penderita. Oleh
atau respons emosional dan menarik diri karena itu dalam penelitian ini penulis
dari hubungan antar pribadi normal. menggunakan istilah pengidap skizofrenia
Sering kali diikuti dengan delusi dalam menami pasien tersebut.

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 76


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

Adapun penelitian terkait yang informan agar mau berbicara. Selain itu
relevan dengan penelitian ini di antaranya juga, penulis menggunakan metode padan
ialah: (1) Kemampuan Bahasa Verbal untuk menganalisis data. Menurut
Penderita Skizofrenia: Sebuah Studi Surdayanto (1993) Metode padan adalah
Kasus yang ditulis oleh Rizkhi Nurul metode/cara yang digunakan dalam upaya
Azizah, penelitian tersebut membahas menemukan kaidah dalam tahap analisis
kebahasaan pada pengidap skizofrenia data yang alat penentunya di luar,
melalui kajian pragmatik dengan prinsip terlepas, dan tidak menjadi bagian dari
kerja sama teori Grace, yaitu menentukan bahasa (langue) yang bersangkutan.
maksim kuantitas dan kualitas terhadap Metode padan yang digunakan dalam
ujaran pengidap skizofrenia. (2) Kajian analisis ini ialah padan dengan organ
Psikolinguistik Bahasa Skizofrenik:Studi wicara-fonetis artikulatoris yang menjadi
Kasus pada Rumah Sakit Jiwa Bangli alat ucap, penelitian yang menganilisis
yang ditulis oleh Ni Ketut Alit Ida pada organ bicara manusia yang mengkaji
Setianingsih, I Made Netra, dan I Gst. terkait ujaran-ujaran fonetis. Dalam
Ngurah Parthama, penelitian tersebut penelitian ini organ wicara dari pasien
mengemukakan bahwa produksi-produksi pengidap skizofrenia diuji dengan sistem
ujaran yang dihasilkan oleh pengidap kemampuan reseptif dan produktif yaitu
skizofrenia melalui beberapa tahapan, disediakan beberapa bentuk huruf abjad
dalam penelitian itu dijelaskan gejala- dalam bahasa Indonesia untuk kemudian
gejala Bahasa yang ditimbulkan. (3) peneliti menganalisis cara pengucapan
Defisit Pragmatik Tuturan Penderita dari anak-anak penyandang tunagrahita
Skizofrenia di RS Jiwa Menur Surabaya: tersebut.
Kajian Pragmatik Klinis yang ditulis oleh Adapun metode pendekatan
Yunita Suryani, dalam penelitian tersebut penyajian yang digunakan dalam
menjelaskan defisit tindak tutur yang penelitian ini ialah metode deskriptif yaitu
dihasilkan oleh pengidap skizofrenia. memberikan penjelasan secara rinci
Berbeda dengan ketiga penelitian dengan memberi ulasan mengenai suatu
sebelumnya yang telah disebutkan di atas permasalahan yang menjadi objek
dalam penelitian ini penulis akan penelitian. Dalam penelitian ini, sumber
mengedepankan hasil penelitian pada data yang diperoleh berasal dari seorang
kemampuan berbahasa reseptif dan pasien di salah satu Rumah Sakit Jiwa
produktif dalam praktik berbicara pada (RSJ) di Kota Bandung yang mengidap
pengidap skizofrenia. penyakit skizofrenia sebagai informan.
Penelitian dilakukan dengan rentan waktu
METODE satu bulan terhitung dari tanggal 12
Data pada penelitian ini diperoleh Oktober sampai. 9 November 2020. Data
dengan menggunakan teknik simak libat yang akan digunakan merupakan data
cakap dan catat, yaitu peneliti melakukan hasil uji kemampuan berbahasa Indonesia
penyadapan dengan cara berpartisipasi yang kemudian akan dianalisis lebih
sambil menyimak dalam pembicaraan, dalam menurut kajian fonologi.
serta mencatat data yang diperoleh dan
mengklasifikasikannya, selain teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut peneliti juga menggunakan teknik Kemampuan Reseptif
cakap pancing yang merupakan suatu Kemampuan reseptif ialah
teknik yang diwujudkan dengan cara kemampuan penerimaan dalam penelitian
pemancingan karena untuk mendapatkan ini ialah proses menyimak yang
data tersebut peneliti harus memancing

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 77


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

menghasilkan jawaban berupa beberapa relatr lebih besar dan lebih cerdas pd
ujaran dari informan sebagai berikut. hewan lain, termasuk hewan pemakan
Data I buan, biji-bijian, dsb. (KBBI V dalam
“wulang jauh k humah mau” jaringan)
Pada ujaran di atas terdapat Dari analisis ini bisa kita lihat bahwa
kesalahan fonem yang terjadi pada informan salah mengucapkan fonem pada
beberapa kata seperti kata wulang yang kata kera.
dimaksudkan adalah kata pulang, fonem
/p/ berubah menjadi fonem /w/ sehingga Data III
menghasilkan kata yang tidak memiliki “Saya kerja di Lapindo udah empat
arti dalam bahasa Indonesia. Begitu pun bulan. Lapindo yang di BEC.”
pada kata humah yang hendak diujarkan Pada ujaran di atas terjadi kesalahan
oleh informan ialah kata rumah perubahan fonem yang mengakibatkan salah faham
terjadi dari fonem /r/ menjadi fonem /h/, dalam faktual. Kita ketahui bahwa
kata humah sendiri tak memiliki arti Lapindo itu berada di Sidoarjo Jawa
dalam bahasa Indonesia. Maka Timur, bukan di BEC (Bandung
sesungguhnya yang hendak diujarkan oleh Elektronik Center). Namun Responden
informan ialah pulang jauh ke rumah menuturkan bahwa dia keria di Lapindo
mau, dalam pola kalimat pun tidak yang berada di BEC (Bandung Electronik
beraturan karena yang dimaksudkan Center).
seharusnya ialah mau pulang ke rumah Setelah ditanyakan berulang kali
yang jauh. barulah Responden mengatakan Rafindo
bukan Lapindo setelah menunjukkan bukti
Data II amplop yang ada kop surat Rafindo.
“Itu kura yang kena batunya.” Fonem /r/ berubah menjadi /l/ dan fonem
Dalam ujaran di atas terdapat /f/ menjadi /p/ menjadikan
kesalahan fonem /e/ menjadi /u/ yang kesalahpahaman karena Lapindo dan
terdapat pada kata kura, makna kata yang Rafindo itu sendiri berbeda
dimaksud oleh informan adalah kera. keberadaannya. Jika Lapindo itu tidak ada
Kesalahan fonem ini mengakibatkan maka maksud yang dituju itu Rafindo.
kerancuan dalam makna yang ingin Bentuk ujaran selanjutnya dari informan
disampaikan pada mulanya. Apakah kura- setelah diucapkan berapa kali “Saya kerja
kura, kura atau kera kata yang sebenarnya di Rafindo udah empat bulan. Rafindo
ingin disampaikan, karena masing-masing yang di BEC”
dari kata tersebut memilki makna
tersendiri, seperti di bawah ini: Data IV
a) ku.ra n limpa. “Mandi pake sampo lipeboy”
b) ku.ra-ku.ra n 1 binatang melata Pada ujaran di atas terdapat
berkaki empat, punggungnya berkulit kesalahan fonem, /f/ digantikan oleh /p/.
keras, hidup di air dan di darat; Hal ini mengakibatkan kerancuan dalam
Testudinata; 2 sesuatu yang hal makna awal yang ingin disampaikan
bentuknya seperti (punggung) kura- oleh informan, karena pendengar akan
kura; 3 induk kunci gantung: repuh- sedikit kebingungan dengan kata lipeboy.
repuh (KBBI V dalam jaringan) Sedangkan kata yang sebenarnya adalah
c) ke.ra n binatang menyusui (yang lifebouy yang pengucapannya menjadi
tergolong paling sempurna), laifboy, terpengaruh oleh faktor
bentukinya mirip manusia, berbulu pd kebahasaan daerah informan, yaitu bahasa
seluruh tubuhnya, memiliki otak yang

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 78


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

Sunda yang memang kesulitan sehingga yang dimaksudkan informan


mengucapkan fonen /f/. ialah gunung tangkuban parahu bukan
gunung merapi, hanya saja informan
Data V memiliki pengetahuan bahwa gunung
“kemarin jatoh di belokan haha baseuh tersebut merupakan gunung berapi juga.
pisan” Ganggunag berbahasa yang
Dalam ujaran di atas terlihat ditimbulkan juga hampir sama dan
kesalahan pengucapan fonem /o/ pada berulang seperti ujaran yang lain yaitu
kata jatoh seharusnya ialah fone /u/ penggunaan bunyi-bunyi bahasa Ibu yang
menjadi kata jatuh. Apabila diamati kata diujarkan oleh informan kata haying yang
belokan dalam bahasa Indonesia berarti memiliki arti dalam bahasa Indonesia mau
sebuah tikungan yang berkelok, berlekuk. atau menginginkan sesuatu serta
Memang secara susunan kalimat sudah konjungsi ka dalam bahasa Sunda yang
betul, hanya saja jika dilihat kata belokan dalam bahasa Indonesia seharusnya
dalam kalimat tersebut yang dimaksudkan menggunakan konjungsi ke.
informan adalah kata selokan karena bisa
dilihat pada pendamping kanan kata Data VII
tersebut ada frasa baseuh pisan dalam “aya musik asik ehh apa loyang bareng-
bahasa Sunda yang dalam bahasa bareng joget”
Indonesia berarti basah sekali, sehingga Dalam ujaran di atas, ada bunyi
secara makna tidak mungkin apabila jatuh fonem dari sebuah kata yang berubah
di belokan akan menimbulkan sesuatu yaitu kata loyang mengalami perubahan
yang basah, tetapi yang jatuh dalam dari goyang loyang dalam bahasa
keadaan basah pasti jatuh ke dalam Indonesia memiliki arti tembaga kuning
selokan, karena kata selokan bermakna (kuningan): gansa atau bermakna alat
parit. Selain itu juga, informan untuk memasak yang biasanya digunakan
menggabungkan kata-kata dalam bahasa untuk membuat kue dan sejenisnya. Hal
Sunda dengan bahasa Indonesia karena tersebut jelas tidak memiliki relevansi
memang faktor bahasa Ibu dari informan dengan pendamping kanan kata tersebut
yang berlatar belakang bahasa Sunda. loyang bareng-bareng joget karena kata
joget memiliki makna menari sebuah
Data VI tarian. Oleh karena itu ujaran yang hendak
“hayang jalan-jalan ka gunung merapi diucapkan oleh informan ialah kata
yang sangkuriang” goyang yang dalam KBBI berarti bergerak
Pada ujaran di atas terjadi gangguan berayun-ayun, dari arti kata tesebut jelas
dalam pengungkapan suatu tempat yang memiliki korelasi dan relevan dengan
dimaksudkan namun tidak berada di posisi makna kata joget. Perubahan fonem
tempat yang seharusnya. Dalam ujaran terjadi dari fonem /g/ menjadi fonem /l/
informan mengatakan ingin jalan-jalan ke yang membuat berubah juga arti dan
gunung merapi letak gunung tersebut makna kata tersebut.
berada di daerah provinsi Jawa Tengah,
tetapi yang dimaksudkan informan bukan Data VIII
gunung tersebut karena apabila dilihat “Rumahnya di manah? rumahnya rumah
ujaran selanjutnya ialah yang siapah? Rumahnya siapah? Rumah kamu
sangkuriang, kata tersebut merupakan siapah? Rumah si-rumah rumah siapah?
sebuah simbol yang identik dengan Di mana rumahmu?”
sebuah gunung yang letaknya ada di Jawa Pada ujaran di atas informan
Barat yaitu Gunung Tangkuban Parahu melakukan pengulangan dengan tujuan

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 79


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

untuk memperbaiki ujarannya. Informan bergeram sebagai jeda saat proses berfikir.
memperbaiki ujarannya karena setelah Meskipun makna yang dihasilkan sama
kata rumah, kata yang selanjutnya dari TNI menjadi tentara karena TNI
diujarkan mengalami kesalahan sebab kata merupakan kepanjangan dari Tentara
setelahnya tidak sesuai dengan apa yang Nasional Indonesia, namun dalam
ditanyakan. Kata rumah merupakan kelas fonologi secara ujaran pengucapan yang
kata nomina atau kata benda. Bedanya, dilakukan oleh informan mengalami
informan tidak mengulangi kata yang gangguan berbahasa yaitu pengulangan
bersinonim, tetapi mengulang kata yang dan jeda.
sama sebanyak sembilan kali hingga
ujaran tersebut sesuai dengan apa yang Data X
ingin ujarkan, kata yang diulang iyalah “aku marah hhhmmm karena ituh hhhmm
kata rumah pada ujaran (1) rumahnya di karena apah tapi marah”
mana? (2) rumahnya (3) rumah siapa? (4) Pada ujaran di atas informan tidak
rumahnya siapa? (5) rumah kamu siapa? menuturkannya secara lengkap sehingga
(6) rumah si (7) rumah (8) rumah siapa? menjadi sebuah kalimat. Seperti pada
(9) dimana rumahmu. gangguan berbahasa pada kasus
Secara pola kalimat pun, susunan sebelumnya, pada ujaran di atas pun
yang dihasilkan oleh informan tidak informan mengalami jeda cukup lama
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. dengan bunyi /hhhmm/ . Jeda terjadi
Seerti ujaran rumah kamu siapa? cukup lama sebgai proses berfikir
Seharusnya bila ingin menjadikannya informan. Pada jeda tersebut informan
sebagai kalimat pertanyaan ialah rumah lupa dengan alasan yang harus ia berikan
kamu dimana? dan kamu siapa? Bukan sehingga ia membutuhkan waktu untuk
rumah kamu siapa? Sehingga berpikir atau mengarang alasan yang
meninmbulkan keambiguitasan dalam masuk akal. Namun ternyata informan
sebuah pertanyaan. Kemudian dalam mengulang kata karena yang dilanjutkan
setiap ujaran yang berakhiran fonem /a/ dengan kata apa yang mengalami
informan sering sekali menambahkan pemanjangan dan penambahan fonem
bunyi fone /h/ di akhir kata seperti berikut. konsonan /h/ di akhir kata tesebut. Kata
Bunyi di mana menjadi di manah, bunyi apa tersebut digunakan oleh informan
siapa menjadi siapah. sebagai pengisi jeda karena ia masih
belum menemukan alasan yang tepat dan
Data IX karena terlanjur berujar sehingga ia
“cita-cita jadi Tee hhhm Tee Tee en eh Te membutuhkan waktu untuk berpikir.
En em tentara deh” Tetapi, setelah mengulangi kata apa
Pada ujaran di atas informan tersebut, informan tidak mengeluarkan
mengalami kebingungan dalam ujaran yang menyatakan alasan untuk
mengucapkan sesuatu yang ada pada melengkapi ujaran tersebut, akan tetapi
pikirannya, kata yang hendak diucapkan informan justru menambahkan konjungsi
informan ialah TNI (tentara Nasional tapi untuk melanjutkan ujarannya yang
Indonesia) tetap dalam prosesnya belum selesai dan tetap tidak selesai
informan mengalami jeda dan meralat karena ia tidak memberikan intonasi final
yang ingin diucapkan menjadi tentara. mengakhiri sebuah kalimat, maka dengan
Dalam proses perubahan dari TNI ke demikian informan memang tidak
tentara informan melakukan pengulangan menyelesaikan ujarannya dalam kalimat
pada beberapa bunyi /te/ kemudian sempat tersebut.
menambahkan bunyi /hhmm/ atau

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 80


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

Kemampuan Produktif yang cukup lama, informan sangat lambat


Kemampuan produktif meliputi dalam menangkap gambar yang
kemampuan berbicara, yaitu kemampuan diperlihatkan kepadanya, dan berfikir
menghasilkan bunyi-bunyi ujaran yang mencoba memperhatikan dengan mulut
ingin disampaikan oleh informa, dalam yang terbuka. Setelah menunggu cukup
prosesnya uji kemampuan berbicara lama, informan perlahan mulai berbicara
menggunakan instrumen berupa gambar dan menyebutkan gambar-gambar yang
untuk memancing informan dalam berada pada instrumen penelitian yang
penyebutan bunyi-bunyi tertentu. Berikut terdiri dari jenis kosakata sehari-hari di
hasil pelafalan dari informan. lingkungan sekitar, meskipun informan
Tabel 1. Kemampuan Pelafalan Informan lama dalam berbicara tetapi pemahaman
No Jenis Kata Dilafalkan dan ketepatan informan pada kosakata
1 satu [au] yang diberikan termasuk baik untuk
2 dua [ua] pengidap gangguan kejiwaan. Penyebutan
3 tiga [giga]
4 empat [impat ]
huruf informan sudah jelas tidak mampu
5 lima [lima] seperti yang telah dibahas pada proses
Bilangan membaca, sedangkan untuk menyebutkan
6 enam [ǝnam]
7 tujuh [jujuh] angka informan mampu berhitung dari
8 delapan [papan] angka 1 sampai dengan 10 dengan
9 sembilan [dilan] perlahan, dan terbata-bata.
10 sepuluh [uluh]
Pelafalan dan kejelasan informan
11 jeruk [uuu-uuu?]
12 alpukat [pu?at] dalam berbicara terbilang sulit dimengerti
Buah- oleh lawan bicara, karena kemampuan
13 apel [apǝl]
buahan
14 melon [meon] pola pikir yang suda tidak seperti orang
15 pisang [nana] normal sehingga membuat informan
16 burung [buuŋ] kesulitan berbicara. Terlihat pada tabel di
17 ikan [ikhan] atas informan mengucapkan kosakata
18 Binatang sapi [moö]
19 ular [uyar]
hanya dengan mengucapkan fonem-fonem
20 kucing [kuciŋ] belakangnya saja, beberapa kesalahan dan
21 bis [tayo] ketidakjelasan informan dalam berbicara
22 motor [mɔtɔr] yaitu menghilangkan fonem-fonem,
23
Transportasi
mobil [mɔbil] seperti:
24 [pipi Tabel 2. Galat Penghilangan Fonem
kereta
tututut] Satu  au Bunyi fonem [εs] dan [te]
25 pesawat [kapal] menjadi hilang dan terdengar
26 mata [mata] hanya fonem vokalnya saja
27 mulut [muwut] yaitu [a] dan [u].
28 Pancaindera telinga [ŋaŋa]
29 hidung [hiduŋ] Dua  ua Bunyi fonem [de] hilang dan
30 tangan [ŋanŋan] yang terdengar hanya fonem
vokal [u] dan [a].
Pada kemampuan berbicara
Delapan  Fonem-fonem di depan kata
informan, seperti digambarkan dalam papan hilang, dan hanya disebutkan
tabel informan tidak dapat berbicara fonem belakangnya saja. Tidak
dengan jelas dan cenderung hanya terdengar kata dela baik fonem
memainkan lidah dan mulut saja. Proses konsonan dan vokal tidak hadir
pada pelafalan tersebut, kata
pemancingan melalui instrumen yang
belakang yang terdengar jelas
diberikan untuk mengetahui kemampuan yaitu pan dan mengalami
berbicara informan memerlukan waktu proses pengulangan menjadi

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 81


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

papan. kata terakahir

Sepuluh  uluh Pelafalan sepuluh suku kata Jeruk  uuk-uuk Perubahan dan
awal lebur dan terdengar suku penghilangan fonem serta
kata belakang saja yaitu uluh. pengulangan

Alpukat  Pelafalan suku kata depan Telinga  ŋa ŋa Pegulangan suku kata


pukat hilang, hanya terdengar suku terakhir
kata belakang pukat.
Tangan  ŋanŋan Pengulangan suku kata
Melon  meon Bunyi fonem yang hilang pada terakhir
kata ini berada pada tengah
kata, yaitu fonem konsonan Sementara itu, pada intonasi dan
[εl], tidak banyak bunyi fonem tekanan suara saat berbicara cukup
yang hilang, bahkan fonem dikatakan stabil meski suara kadang
konsonan dapat sedikit
terdengar jelas pada kata terdengar kecil atau seolah berbisik, lawan
tersebut, tidak beberapa kata bicara tetap bisa mendengar yang
lain yang hanya terdengar dikatakan oleh informan. Adapun
fonem vokalnya saja. ketepatan kosakata terhadap instrumen
Burung  Bunyi fonem yang hilang
yang diberikan, beberapa kata tidak sesuai
buung berada di tengah kata sama dengan bahasa Indonesia yang baik dan
seperti kata melon  meon, benar, misalnya:
hilangnya fonem [εl], dan pada 1. Pisang  nana
kata burung  buung, Banana (bahasa Inggris dari pisang)
hilangnya fonem [εr].

Selain penghilangan fonem yang 2. Sapi  moo


dilakukan informan saat berbicara, Suara dari binatang tersebut yang
kesalahan yang dilakukan informan pun biasanya didengar informan dengan
ialah adanya perubahan fonem dan bunyi mow.
pengulangan fonem pada beberapa kata
saat berbicara. 3. Bis  tayo
Tabel 3. Galat Perubahan dan Sebuah tokoh kartun yang
Pengulangan Fonem diimajinasikan dalam bentuk
Tiga  giga Perubahan fonem [te] kendaraan tersebut, yang biasanya
menjadi fonem [ge] ditonton oleh anak-anak pada salah
satu stasiun televisi.
Empat  impat Perubahan fonem [e]
menjadi fonem [i]
4. Kereta  tut-tut
Sembilan  dilan Penghilangan beberapa Suara dari kendaraan tersebut, yang
fonem dan perubahan bentuknya memanjang dan terdiri
fonem [be] menjadi dari beberapa gerbong.
fonem [de]

Ular  uyar Perubahan terjadi pada 5. Pesawat  kapal


tengah kata dari fonem Kata kapal sering digunakan di
[εl] menjadi fonem [ye] lingkungan sekitarnya untuk
mempermudah penyebutan pesawat,
Mulut  muwut Perubahan terjadi pada
tengah kata dari fonem sehingga informan mengucapkan
[εl] menjadi fonem [we] kapal bukan pesawat.
Tujuh  jujuh Pengulangan pada suku

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 82


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

Informan memang tidak dapat berbicara informan terdapat banyak galat


berbicara secara sempurna dengan yang terjadi seperti: (1) penghilangan
pelafalan yang jelas, tetapi informan fonem awal, tengah, maupun akhir, (2)
memiliki kemampuan komunikasi yang penambahan dan pengurangan fonem-
dapat diterima oleh lawan bicaranya fonem tertentu, (3) pengulangan fonem-
karena memiliki kekuatan interaksi yang fonem khususnya pada fonem tengah,
baik. Informan mampu diajak berbincang serta (4) ketidaktepatan kosakata dengan
dan bercerita ketika lawan bicara bertutur, ujaran informan karena faktor pengaruh
meski memang emosinya tidak stabil dan bahasa Ibu atau bahasa asing yang
butuh bimbingan dan penanganan khusus. dikuasai oleh informan.
Secara keseluruhan memang
KESIMPULAN pengidap skizofrenia tidak mampu
Berdasarkan pemaparan hasil berbicara layaknya manusia pada
analisis penelitian tersebut maka dapat umumnya, karena faktor pengusaan
disimpulkan beberapa hal mengenai kognitif yang sudah tidak berfungsi dan
kemampuan berbahasa dalam praktik berjalan seperti sedia kala, tetapi seiring
berbicara pada pengidap skizofrenia ialah bergulirnya waktu dengan pengobatan dan
sebagai berikut. (1) Dalam proses terapi yang terus dilakukan kesehatan
kemampuan reseptif yaitu menyimak, pada kejiwaan pasien skizofrenia akan
informan menanggapi dengan cukup dapat pulih kembali..
kesulitan karena daya tangkap dan
konsentrasi yang tidak stabil terhadap DAFTAR PUSTAKA
kejiwaan informan. Selain itu juga ujaran- Abbas, S. (2006). Pembelajaran Bahasa
ujaran yang dihasilkan cenderung bersifat Indonesia yang Efektif di Sekolah
manasuka tidak sesuai dengan Dasar. Jakarta: Depdiknas.
sebagaimana ujaran itu hendak Arifudin. (2013). Neuropsikolingustik.
disampaikan, terjadi beberapa gangguan Jakarta: Rajawali Pers.
berbahasa dalam proses praktik berbicara Azizah, R. N. (2014). Kemampuan
pada saat mengutarakan jawaban, seperti: Bahasa Verbal Penderita
(1) kesalahan penggunaan fonem yang Skizofrenia: Sebuah Studi Kasus.
menimbulkan perbedaan arti dan makna Skriptorium, Vol.2 No.2, 97-105.
seperti pada kata goyang yang berubah Chaer, A. (2015). Psikolinguistik Kajian
menjadi loyang. Hal-hal tersebut Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
menimbulkan keambiguan dan Chaer, A. (2014). Linguistik Umum.
kesalahpahaman dalam proses berbicara, Jakarta: Rineka Cipta.
(2) kesalahan penggunaan preposisi dan Dardjowidjojo. (2003). Psikolinguistik
konjungsi, cenderung penempatan dua Pengantar Pemahaman Bahasa
bentuk kategori kata tersebut disimpan Manusia. Jakarta: Yayasan
sembarang oleh informan, (3) penggunaan Pustaka Obor Indonesia.
kata imbuhan yang tidak sesuai, (4) Dardjowidjojo. (2018). Echa Kisah
tuturan yang diujarkan kebanyakan tidak Pemerolehan Bahasa Anak
sesuai dengan pola susunan kalimat yang Indonesia. Jakarta: Universitas
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Katolik Indonesia Atma Jaya.
(2) Dalam proses kemampuan produktif Kridalaksana, H. (2008). Kamus
yaitu berbicara, informan cukup mampu Linguistik Edisi Keempat.
berceloteh sesuai dengan keinginannya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
hanya saja ketika diberikan instrument Utama.
berupa gambar untuk memancing aktifitas

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 83


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |
Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 17 Nomor 1 Tahun 2021
Diterbitkan Oleh : Halaman 73-84
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan

Mahpudin, P. (2016). Asesmen Membaca Mengantisipasi Sejak Dini.


Permulaan. Bandung: Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Simposium. Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka
Mar’at, S. (2015). Psikologi Teknik Analisis Bahasa:
Perkembangan. Bandung: Pengantar Penelitian Wahana
Remaja Rosdakarya. Kebudayaan Secara Linguistik.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Yogyakarta: Duta Wacana.
Keperawatan Jiwa, Teori dan Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan
Andi. D. Bandung: Alfabeta.
Pieter, H. Z., Bethsaida J., dan Marti S. Suryani, Y. (2015). Defisit Pragmatik
(2011). Pengantar Psikopatologi Tuturan Penderita Skizofrenia di
untuk Keperawatan. Jakarta: RS Jiwa Menur Surabaya: Kajian
Kencana Prenada Media. Pragmatik Klinis. Jurnal Pena
Setianingsinh, Ida, N. K. A., Netra, I M.., Indonesia, Vol. 1 No.2, 106-141.
Parthama, I G. N. (2009). Kajian Tarigan, H. G. 2015. Menyimak Sebagai
Psikolinguistik Bahasa Keterampilan Berbahasa.
Skizofrenik:Studi Kasus pada Bandung: Angkasa.
Rumah Sakit Jiwa Bangli. Logat: Tarigan, H. G. (2015). Berbicara Sebagai
Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Keterampilan Berbahasa.
Vol. 5 No.1, 38-44. Bandung: Angkasa.
Subagyo, P. Joko. (2006). Metode Tarigan, H. G. dan Tarigan, D.. (1987).
Penelitian dalam Teori dan Teknik Pengajaran Keterampilan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Subyantoro. (2013). Gangguan Berbahasa
: Mengenali untuk

p-ISSN 2086-0609 https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index | 84


e-ISSN 2614-7718 Journal.fon@uniku.ac.id |

Anda mungkin juga menyukai