ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kemampuan berbahasa yaitu kemampuan
reseptif dalam hal menyimak dan mengutarakan jawaban serta kemampuan produktif dalam berbicara.
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik simak libat cakap dan catat, serta
menggunakan menggunakan teknik cakap pancing yang merupakan suatu teknik yang diwujudkan dengan
cara pemancingan karena untuk mendapatkan data tersebut peneliti harus memancing informan agar mau
berbicara. Selain itu juga, penulis menggunakan metode padan organ wicara-fonetis artikulatoris yang
menjadi alat ucap, penelitian yang menganilisis pada organ bicara manusia yang mengkaji terkait ujaran-
ujaran fonetis. Hasil analisis menunjukkan bahwa gangguan berbahasa yang ditemukan pada pasien
skizofrenia antara lain ialah: (1) penghilangan fonem awal, tengah, maupun akhir, (2) penambahan dan
pengurangan fonem-fonem tertentu, (3) pengulangan fonem-fonem khususnya pada fonem tengah, (4)
kesalahan peggunaan kategori preposisi dan konjungsi, serta (5) ketidaktepatan kosakata dengan ujaran
informan karena faktor pengaruh bahasa Ibu atau bahasa asing yang dikuasai oleh informan.
KATA KUNCI: skizofrenia; fonologi ; reseptif ; produktif
LANGUAGE ABILITY IN SPEAKING PRACTICES OF SKIZOFRENIANS
ABSTRACT: The purpose of this study was to determine language skills, namely receptive abilities in
terms of listening and expressing answers and productive abilities in speaking. The methods and
techniques used in this study are the technique of observing proficiently and taking notes, and using the
skillful fishing technique, which is a technique that is realized by fishing because to get the data the
researcher has to provoke the informant to want to talk. In addition, the writer also uses the equivalent
method of articulatory speech-phonetic organ which is a tool, a research that analyzes the human speech
organ which studies related phonetic utterances. The results of the analysis show that the language
disorders found in schizophrenic patients include: (1) removal of initial, middle, and final phonemes, (2)
addition and subtraction of certain phonemes, (3) repetition of phonemes, especially in middle phonemes,
(4) misuse of prepositional and conjunction categories, and (5) inaccuracies in vocabulary with the
informants' utterances due to the influence of their mother tongue or foreign language controlled by the
informant.
KEYWORDS: schizophrenia; phonology; receptive; productive
Diterima: Direvisi: Disetujui: Dipublikasi:
2020-12-25 2021-03-02 2021-03-15 2021-03-28
Pustaka : Al-Mubarrok, M., Machdalena, S., & Fachrullah, T. (2021). KEMAMPUAN BERBAHASA
DALAM PRAKTIK BERBICARA PADA PENGIDAP SKIZOFRENIA. Fon : Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 17(1), 73-84.
doi:https://doi.org/10.25134/fjpbsi.v17i1.3842
menulis (writing skill). Setiap komponen (keyakinan yang salah) dan halusinasi
itu erat sekali hubungannya dengan ketiga (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
komponen lain serta memiliki bobot 25% Dalam penelitian kali ini, penulis
dari 100% pada masing-masing akan berfokus pada kemampuan reseptif
komponennya dalam memperoleh dan produktif pengidap skizofrenia,
kemampuan berbahasa Indonesia. karena kedua hal tersebut sangat penting
Begitupun pada pengidap skizofrenia dalam hubungan interaksi antara pengidap
komponen penilaian ini dapat digunakan skizofrenia dengan para anggota keluarga,
dengan isntrumen penelitian yang tepat lingkungan sosial, para dokter, dan para
dan akan dibahas secara rinci dalam perawat dalam menggunakan proses
penelitian ini. berbicara. Abbas (2006: 125)
Psikolinguistik mengenal menyebutkan bahwa untuk menentukan
skizofrenia sebagai gangguan berbahasa kemampuan berbahasa pada seseorang
akibat gangguan berpikir. Seorang haruslah meliputi keempat faktor
pengidap Skizofrenia dapat berbicara kemampuan yang terbagi ke dalam dua
terus-menerus. Ocehannya hanya keterampilan pokok. Pertama,
merupakan ulangan curah verbal semula keterampilan reseptif yaitu merupakan
dengan tambahan sedikit-sedikit atau kegiatan penerimaan kode-kode bahasa
kurang beberapa kalimat. Sebelum yang disampaikan untuk kemudian
diganggu halusinasi (biasanya halusinasi dipahami oleh penerima (decode),
auditronik), bahasa para pengidap termasuk di dalamnya ialah kemampuan
skizofrenia ini tampak terganggu. Pada membaca dan menyimak. Kedua,
tahap awal pengidap skizofrenia ini keterampilan produktif yaitu proses
mengisolasikan pikirannya. Tidak banyak pelahiran kode bahasa atau kemampuan
berkomunikasi dengan dunia luar, tetapi menghasilkan (encode), di dalamnya
banyak berdialog dengan diri sendiri. terdapat kemampuan berbicara dan
Ekspresi verbal terbatas, tetapi kegiatan menulis. Dari Keempat faktor itu, pemulis
dalam dunia bahasa internal (berbahasa membatasi hanya dua faktor yang akan
dalam pikiran diri sendiri sangat ramai). dijadikan acuan untuk menentukan
Oleh karena itu, gangguan ekspresi verbal kemampuan berbicara yaitu kemampuan
skizofrenia tahap awal ini menyerupai menyimak dan berbicara. Adapun pada
mutisme elektif. Skizofrenia merupakan penelitian ini penulis menandai pasien
penyakit mental yang paling umum, dan skizofrenia dengan istilah pengidap bukan
paling serius karena menimpa satu dari penderita seperti yang biasa masyarakat
seratus orang. Penyakit ini dapat menimpa pada umunya utarakan, karena pada
pria dan wanita. Pada pria gejalanya prinsipnya pasien skizofrenia mereka
muncul pada akhir usia remaja dan awal tidak ingin dikategorikan sebagai
usia dua puluhan. Sementara itu pada penderita yang memiliki konotasi negatif
wanita muncul pada usia di awal tiga seolah mereka tersiksa dan menderita
puluhan. Skizofrenia merupakan penyakit dalam penyakit yang mereka miliki, maka
otak yang timbul akibat ketidak sebenarnya pasien skizofrenia lebih
seimbangan pada dopamin, yaitu salah senang dan lebih merasa dihargai ketika
satu sel kimia dalam otak. Ia adalah istilah penderita dihilangkan dan diganti
gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan pengidap yang memiliki makna
dengan ciri hilangnya perasaan afektif lebih halus dibandingkan penderita. Oleh
atau respons emosional dan menarik diri karena itu dalam penelitian ini penulis
dari hubungan antar pribadi normal. menggunakan istilah pengidap skizofrenia
Sering kali diikuti dengan delusi dalam menami pasien tersebut.
Adapun penelitian terkait yang informan agar mau berbicara. Selain itu
relevan dengan penelitian ini di antaranya juga, penulis menggunakan metode padan
ialah: (1) Kemampuan Bahasa Verbal untuk menganalisis data. Menurut
Penderita Skizofrenia: Sebuah Studi Surdayanto (1993) Metode padan adalah
Kasus yang ditulis oleh Rizkhi Nurul metode/cara yang digunakan dalam upaya
Azizah, penelitian tersebut membahas menemukan kaidah dalam tahap analisis
kebahasaan pada pengidap skizofrenia data yang alat penentunya di luar,
melalui kajian pragmatik dengan prinsip terlepas, dan tidak menjadi bagian dari
kerja sama teori Grace, yaitu menentukan bahasa (langue) yang bersangkutan.
maksim kuantitas dan kualitas terhadap Metode padan yang digunakan dalam
ujaran pengidap skizofrenia. (2) Kajian analisis ini ialah padan dengan organ
Psikolinguistik Bahasa Skizofrenik:Studi wicara-fonetis artikulatoris yang menjadi
Kasus pada Rumah Sakit Jiwa Bangli alat ucap, penelitian yang menganilisis
yang ditulis oleh Ni Ketut Alit Ida pada organ bicara manusia yang mengkaji
Setianingsih, I Made Netra, dan I Gst. terkait ujaran-ujaran fonetis. Dalam
Ngurah Parthama, penelitian tersebut penelitian ini organ wicara dari pasien
mengemukakan bahwa produksi-produksi pengidap skizofrenia diuji dengan sistem
ujaran yang dihasilkan oleh pengidap kemampuan reseptif dan produktif yaitu
skizofrenia melalui beberapa tahapan, disediakan beberapa bentuk huruf abjad
dalam penelitian itu dijelaskan gejala- dalam bahasa Indonesia untuk kemudian
gejala Bahasa yang ditimbulkan. (3) peneliti menganalisis cara pengucapan
Defisit Pragmatik Tuturan Penderita dari anak-anak penyandang tunagrahita
Skizofrenia di RS Jiwa Menur Surabaya: tersebut.
Kajian Pragmatik Klinis yang ditulis oleh Adapun metode pendekatan
Yunita Suryani, dalam penelitian tersebut penyajian yang digunakan dalam
menjelaskan defisit tindak tutur yang penelitian ini ialah metode deskriptif yaitu
dihasilkan oleh pengidap skizofrenia. memberikan penjelasan secara rinci
Berbeda dengan ketiga penelitian dengan memberi ulasan mengenai suatu
sebelumnya yang telah disebutkan di atas permasalahan yang menjadi objek
dalam penelitian ini penulis akan penelitian. Dalam penelitian ini, sumber
mengedepankan hasil penelitian pada data yang diperoleh berasal dari seorang
kemampuan berbahasa reseptif dan pasien di salah satu Rumah Sakit Jiwa
produktif dalam praktik berbicara pada (RSJ) di Kota Bandung yang mengidap
pengidap skizofrenia. penyakit skizofrenia sebagai informan.
Penelitian dilakukan dengan rentan waktu
METODE satu bulan terhitung dari tanggal 12
Data pada penelitian ini diperoleh Oktober sampai. 9 November 2020. Data
dengan menggunakan teknik simak libat yang akan digunakan merupakan data
cakap dan catat, yaitu peneliti melakukan hasil uji kemampuan berbahasa Indonesia
penyadapan dengan cara berpartisipasi yang kemudian akan dianalisis lebih
sambil menyimak dalam pembicaraan, dalam menurut kajian fonologi.
serta mencatat data yang diperoleh dan
mengklasifikasikannya, selain teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut peneliti juga menggunakan teknik Kemampuan Reseptif
cakap pancing yang merupakan suatu Kemampuan reseptif ialah
teknik yang diwujudkan dengan cara kemampuan penerimaan dalam penelitian
pemancingan karena untuk mendapatkan ini ialah proses menyimak yang
data tersebut peneliti harus memancing
menghasilkan jawaban berupa beberapa relatr lebih besar dan lebih cerdas pd
ujaran dari informan sebagai berikut. hewan lain, termasuk hewan pemakan
Data I buan, biji-bijian, dsb. (KBBI V dalam
“wulang jauh k humah mau” jaringan)
Pada ujaran di atas terdapat Dari analisis ini bisa kita lihat bahwa
kesalahan fonem yang terjadi pada informan salah mengucapkan fonem pada
beberapa kata seperti kata wulang yang kata kera.
dimaksudkan adalah kata pulang, fonem
/p/ berubah menjadi fonem /w/ sehingga Data III
menghasilkan kata yang tidak memiliki “Saya kerja di Lapindo udah empat
arti dalam bahasa Indonesia. Begitu pun bulan. Lapindo yang di BEC.”
pada kata humah yang hendak diujarkan Pada ujaran di atas terjadi kesalahan
oleh informan ialah kata rumah perubahan fonem yang mengakibatkan salah faham
terjadi dari fonem /r/ menjadi fonem /h/, dalam faktual. Kita ketahui bahwa
kata humah sendiri tak memiliki arti Lapindo itu berada di Sidoarjo Jawa
dalam bahasa Indonesia. Maka Timur, bukan di BEC (Bandung
sesungguhnya yang hendak diujarkan oleh Elektronik Center). Namun Responden
informan ialah pulang jauh ke rumah menuturkan bahwa dia keria di Lapindo
mau, dalam pola kalimat pun tidak yang berada di BEC (Bandung Electronik
beraturan karena yang dimaksudkan Center).
seharusnya ialah mau pulang ke rumah Setelah ditanyakan berulang kali
yang jauh. barulah Responden mengatakan Rafindo
bukan Lapindo setelah menunjukkan bukti
Data II amplop yang ada kop surat Rafindo.
“Itu kura yang kena batunya.” Fonem /r/ berubah menjadi /l/ dan fonem
Dalam ujaran di atas terdapat /f/ menjadi /p/ menjadikan
kesalahan fonem /e/ menjadi /u/ yang kesalahpahaman karena Lapindo dan
terdapat pada kata kura, makna kata yang Rafindo itu sendiri berbeda
dimaksud oleh informan adalah kera. keberadaannya. Jika Lapindo itu tidak ada
Kesalahan fonem ini mengakibatkan maka maksud yang dituju itu Rafindo.
kerancuan dalam makna yang ingin Bentuk ujaran selanjutnya dari informan
disampaikan pada mulanya. Apakah kura- setelah diucapkan berapa kali “Saya kerja
kura, kura atau kera kata yang sebenarnya di Rafindo udah empat bulan. Rafindo
ingin disampaikan, karena masing-masing yang di BEC”
dari kata tersebut memilki makna
tersendiri, seperti di bawah ini: Data IV
a) ku.ra n limpa. “Mandi pake sampo lipeboy”
b) ku.ra-ku.ra n 1 binatang melata Pada ujaran di atas terdapat
berkaki empat, punggungnya berkulit kesalahan fonem, /f/ digantikan oleh /p/.
keras, hidup di air dan di darat; Hal ini mengakibatkan kerancuan dalam
Testudinata; 2 sesuatu yang hal makna awal yang ingin disampaikan
bentuknya seperti (punggung) kura- oleh informan, karena pendengar akan
kura; 3 induk kunci gantung: repuh- sedikit kebingungan dengan kata lipeboy.
repuh (KBBI V dalam jaringan) Sedangkan kata yang sebenarnya adalah
c) ke.ra n binatang menyusui (yang lifebouy yang pengucapannya menjadi
tergolong paling sempurna), laifboy, terpengaruh oleh faktor
bentukinya mirip manusia, berbulu pd kebahasaan daerah informan, yaitu bahasa
seluruh tubuhnya, memiliki otak yang
untuk memperbaiki ujarannya. Informan bergeram sebagai jeda saat proses berfikir.
memperbaiki ujarannya karena setelah Meskipun makna yang dihasilkan sama
kata rumah, kata yang selanjutnya dari TNI menjadi tentara karena TNI
diujarkan mengalami kesalahan sebab kata merupakan kepanjangan dari Tentara
setelahnya tidak sesuai dengan apa yang Nasional Indonesia, namun dalam
ditanyakan. Kata rumah merupakan kelas fonologi secara ujaran pengucapan yang
kata nomina atau kata benda. Bedanya, dilakukan oleh informan mengalami
informan tidak mengulangi kata yang gangguan berbahasa yaitu pengulangan
bersinonim, tetapi mengulang kata yang dan jeda.
sama sebanyak sembilan kali hingga
ujaran tersebut sesuai dengan apa yang Data X
ingin ujarkan, kata yang diulang iyalah “aku marah hhhmmm karena ituh hhhmm
kata rumah pada ujaran (1) rumahnya di karena apah tapi marah”
mana? (2) rumahnya (3) rumah siapa? (4) Pada ujaran di atas informan tidak
rumahnya siapa? (5) rumah kamu siapa? menuturkannya secara lengkap sehingga
(6) rumah si (7) rumah (8) rumah siapa? menjadi sebuah kalimat. Seperti pada
(9) dimana rumahmu. gangguan berbahasa pada kasus
Secara pola kalimat pun, susunan sebelumnya, pada ujaran di atas pun
yang dihasilkan oleh informan tidak informan mengalami jeda cukup lama
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. dengan bunyi /hhhmm/ . Jeda terjadi
Seerti ujaran rumah kamu siapa? cukup lama sebgai proses berfikir
Seharusnya bila ingin menjadikannya informan. Pada jeda tersebut informan
sebagai kalimat pertanyaan ialah rumah lupa dengan alasan yang harus ia berikan
kamu dimana? dan kamu siapa? Bukan sehingga ia membutuhkan waktu untuk
rumah kamu siapa? Sehingga berpikir atau mengarang alasan yang
meninmbulkan keambiguitasan dalam masuk akal. Namun ternyata informan
sebuah pertanyaan. Kemudian dalam mengulang kata karena yang dilanjutkan
setiap ujaran yang berakhiran fonem /a/ dengan kata apa yang mengalami
informan sering sekali menambahkan pemanjangan dan penambahan fonem
bunyi fone /h/ di akhir kata seperti berikut. konsonan /h/ di akhir kata tesebut. Kata
Bunyi di mana menjadi di manah, bunyi apa tersebut digunakan oleh informan
siapa menjadi siapah. sebagai pengisi jeda karena ia masih
belum menemukan alasan yang tepat dan
Data IX karena terlanjur berujar sehingga ia
“cita-cita jadi Tee hhhm Tee Tee en eh Te membutuhkan waktu untuk berpikir.
En em tentara deh” Tetapi, setelah mengulangi kata apa
Pada ujaran di atas informan tersebut, informan tidak mengeluarkan
mengalami kebingungan dalam ujaran yang menyatakan alasan untuk
mengucapkan sesuatu yang ada pada melengkapi ujaran tersebut, akan tetapi
pikirannya, kata yang hendak diucapkan informan justru menambahkan konjungsi
informan ialah TNI (tentara Nasional tapi untuk melanjutkan ujarannya yang
Indonesia) tetap dalam prosesnya belum selesai dan tetap tidak selesai
informan mengalami jeda dan meralat karena ia tidak memberikan intonasi final
yang ingin diucapkan menjadi tentara. mengakhiri sebuah kalimat, maka dengan
Dalam proses perubahan dari TNI ke demikian informan memang tidak
tentara informan melakukan pengulangan menyelesaikan ujarannya dalam kalimat
pada beberapa bunyi /te/ kemudian sempat tersebut.
menambahkan bunyi /hhmm/ atau
Sepuluh uluh Pelafalan sepuluh suku kata Jeruk uuk-uuk Perubahan dan
awal lebur dan terdengar suku penghilangan fonem serta
kata belakang saja yaitu uluh. pengulangan