Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh:

Annabella Naida Tanusetiawan

202106010145

Pembimbing:

dr. Rosita Magdalena Halim, Sp.KJ(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN


PERILAKU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA

JAKARTA

RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 30 MEI 2022 - 02 JULI 2022


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS Maret-April 2022


September 2021 Oktober-Desember 2021PSIKIATRI Februari 2022

Skizofreniapasien
• Keluarga Paranoid • Orangtua pasien • Pasien merasa
• Pasien pernah
membawanya pulang mengurus keluhannya
menyukai seorang
dari Jember ke Bekasi. perpanjangan masa membaik
teman perempuan di
kuliah sehingga
kampusnya, tetapi • Keluarga pasien
pasien yang memutuskan
perempuanDiajukan untuk memenuhi
itu sudah syarat mengikuti
membawanya ke RS untuk Kepaniteraan Klinik di bagian untuk berhent
akan menikah dengan diperiksa terkait adanya sedang
menyelesaikan minum obat
laki-laki lain. Departemen
patahIlmu Kedokteran
tulang Jiwa dan Perilaku
dan
skripsi di dan konsultas
• Pasien mendengar kerusakan organ atau tidak ke psikiater
akibat Soebroto
aksi Jakarta Jember.
suara teriakan laki-laki RSPAD Gatot (Maret).
yang mengancam akan melompatnya. • Keluarga pasien
membawanya ke • Pasien tiba-
membunuhnya. • Pasien dibawa keluarga ke
RS Hermina tiba meras
• Pasien mendengar ada seorang ustadz untuk murung, tida
diruqiyah. Bekasi karena
suara laki-laki suku Telah disetujui tanggal: Juni 2022 keluhan bersemangat,
pasien
Dayak yang menyuruh • Setiap tidur pasien tidak nafs
memburuk.
pasien untuk melihat sesosok makan, da
bersyukur. perempuan menggunakan • Pasien mengurung
gaun diresepkan obat diri di kama
• Pasien mendengar
Disusun
hijau yang mengajaknyaoleh: dan rutin pada saa
suara minta tolong dari
untuk bertemu di laut. meminumnya awal puasa
seorang anak kecil yang
Annabella Naida Tanusetiawan setelah dirawat (April).
tidak ia kenali. • Pasien mendengar suara jalan.
• Pasien melompat dari seorang perempuan
yang 202106010145
mengatakan
lantai 2 kosnya di
Jember. “memang” (Desember
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2021).

Universitas Katolik Atma Jaya

Jakarta,

Penguji

dr. Rosita Magdalena Halim, Sp.KJ(K)


STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.ALP

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 15 Desember 1997

Usia : 24 tahun

Pendidikan : Diploma 4

Agama : Islam

Alamat : Kelurahan Pekayon Jaya, RT01/RW04


: 23 Mei 2022(IGD), 24 Mei
Masuk RS tanggal
2022(Pav.Amino)
Datang sendiri/dikirim : Datang dengan keluarga (berdasarkan
dari RS Hermina) rujukan

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Data dikumpulkan melalui:
a. Autoanamnesis pasien selama perawatan di Paviliun Amino RSPAD
Gatot Soebroto pada tanggal 8-9 Juni 2022.
b. Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Juni 2022 dengan ibu pasien
di Paviliun Amino RSPAD Gatot Soebroto.
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sering murung, sering
mendengar suara-suara, takut melihat orang lain karena curiga akan
dibunuh, dan bicara sendiri sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien mengetahui bahwa ia dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto
oleh ayah dan ibunya, tetapi ia tidak mengetahui penyebabnya dan
merasa dirinya tidak sakit. Keluhan pasien sering murung dan bicara
sendiri sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga sempat
marah-marah sendiri. Pasien mengatakan bahwa ia mendengar suara-
suara, terkadang suara laki-laki dan kadang perempuan. Suara tersebut
awalnya muncul setiap saat dan mengajak pasien mengobrol tentang

4
hal-hal baik dan seru, seperti ada yang menyuruh pasien untuk
bersyukur. Setiap malam pasien mengaku melihat seorang laki-laki
besar dan berbaju hitam, perempuan berbaju putih, serta mendengar
dan melihat seorang anak kecil yang bernyanyi lagu bahasa Sunda
sambil bersembunyi di kamar rawat Paviliun Amino. Pasien takut
karena merasa diikuti oleh seorang laki-laki yang mengancam untuk
membunuhnya. Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien sudah pernah
berobat di RS Hermina Bekasi karena keluhan yang sama, kemudian
berhenti kontrol dan minum obat setelah 1 bulan karena merasa
kondisinya sudah baik.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sudah memiliki gangguan psikiatri sejak 7 bulan
yang lalu. Menurut ibu pasien, perilaku pasien mulai
berubah sejak September 2021, di mana pasien sempat
dekat dengan seorang teman perempuan di kampusnya
tetapi ternyata perempuan tersebut hanya menganggapnya
sebatas teman dan sudah memiliki calon suami. Sejak saat
itu, pasien merasa selalu dikejar oleh seorang laki-laki yang
berteriak mengancam akan membunuhnya. Pasien juga
mengatakan selalu mendengar suara laki-laki dalam Bahasa
Dayak yang menunjukkan kekuatannya dan menyuruhnya
untuk bersyukur, serta suara anak kecil minta tolong.
Suara- suara tersebut mengikuti pasien setiap saat sampai
akhirnya pasien memutuskan untuk melompat dari lantai 2
kosnya di Jember.
Orang tua pasien membawa pasien kembali ke rumah
mereka di Bekasi pada bulan Oktober 2021. Kemudian,
orang tua pasien membawanya ke RS untuk diperiksa
terkait ada atau tidaknya patah tulang dan kerusakan organ
pada pasien akibat melompat dari lantai 2. Ternyata kondisi
fisik pasien baik-baik saja dan tidak terdapat trauma kepala.
Keluhan pasien mengenai suara-suara dan keyakinan
bahwa ada orang yang ingin membunuhnya masih terus

5
muncul. Pasien cenderung diam, murung, sering berbicara
sendiri, dan menarik diri dari lingkungannya. Pada bulan
November 2021, pasien sempat dibawa ke ustadz oleh
orang tua pasien untuk diruqyah, tetapi pasien tidak
menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan. Setiap
pasien tidur, ia melihat sesosok perempuan bergaun hijau
yang mengajaknya bertemu di laut. Pada bulan Desember
2021, pasien juga mendengar suara perempuan yang selalu
mengatakan “memang”.
Pada bulan Februari 2022, orang tua pasien mengurus
perpanjangan masa kuliah pasien di Jember agar pasien
dapat menyelesaikan skripsinya yang tertunda. Namun,
sebelum pasien Kembali berkuliah, keluhan pasien
memburuk. Akhirnya, orang tua pasien memutuskan untuk
membawanya ke psikiater di RS Hermina Bekasi. Pasien
berobat rawat jalan dan diresepkan obat yang rutin
diminumnya. Akan tetapi, setelah 1 bulan menjalani
pengobatan (Maret 2021), pasien merasa keluhannya sudah
membaik dan sudah sehat, sehingga pasien berhenti
mengonsumsi obat dan kontrol ke dokter.
Menurut ibu pasien, keluhan pasien kembali muncul
sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada awal bulan
puasa (April 2022), pasien mendadak merasa murung, tidak
bersemangat, tidak nafsu makan, dan mengurung diri di
kamar. Pada saat lebaran, pasien kembali ke kosnya di
Jember, tetapi kemudian marah-marah dan meminta pulang
kembali ke Bekasi. Pasien cenderung lebih sering
mengurung diri di kamar dan tidak percaya diri saat
bersosialisasi dengan keluarga besarnya. Akhirnya, ibu dan
kakak pasien membawanya ke RS Hermina Bekasi untuk
kontrol ke psikiater pasca lepas obat selama 1 bulan. Pada
tanggal 23 Mei 2022, pasien dirujuk ke RSPAD Gatot
Soebroto untuk dirawat inap. Kemudian, pasien masuk ke
Paviliun Amino pada tanggal 24 Mei 2022.

6
b. Riwayat Medis Umum
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah
menderita penyakit berat, trauma kepala, kejang, atau
menjalani operasi.
c. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Sebelum masuk ke Pav.Amino, pasien merokok (rokok
kretek) ^ bungkus (10 batang) per hari dan terkadang
mengonsumsi alkohol saat bersama teman-temannya, dan
tidak menggunakan zat psikoaktif lainnya.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pasien lahir normal, cukup bulan (9 bulan) dengan dibantu oleh
bidan di Jakarta Pusat. Ibu pasien tidak pernah mengalami
penyakit saat mengandung pasien.
b. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan
anak seusianya. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah
bisa berjalan dan berbicara sejak usia 11 bulan. Pasien
mendapatkan ASI eksklusif. Pasien dirawat oleh ibunya sedari
bayi. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap. Pasien tidak
pernah mengalami penyakit apapun seperti trauma kepala atau
kejang.
c. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai
dengan anak seusianya. Pasien dekat dengan kedua orang
tuanya, namun lebih dekat dengan ibu. Pasien menjalani
pendidikan sekolah dasar (SD) di salah satu SD di Bekasi.
Pasien memiliki seorang teman dekat sejak SD yang masih
saling menghubungi sampai sekarang. Menurut Ibu pasien,
pasien merupakan anak yang cukup aktif. Pasien mengikuti
ekstrakulikuler karate (sabuk coklat) dan pernah mengikuti
lomba ping-pong selama SD. Pasien dapat mengikuti kegiatan
akademis dengan baik dan tidak pernah tinggal kelas.

7
d. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Setelah lulus dari SD, pasien melanjutkan pendidikan
ke sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah
atas (SMA) di Bekasi. Pasien juga masih memiliki hobi
olahraga dan mengikuti ekstrakulikuler pencak silat saat SMP
dan futsal saat SMA. Pasien paling menyukai pelajaran
matematika dan tidak memiliki masalah akademik saat sekolah.
Pasien tidak pernah mengikuti organisasi apapun di sekolah.
E. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam, cukup taat beragama, dan pemahaman
agama pasien baik. Pasien masih hafal surat Al-quran dan cukup rajin
melakukan shalat wajib.
F. Riwayat Kehidupan Seksual
Orientasi seksual heteroseksual, pasien suka dengan seorang
teman perempuan tetapi perempuan hanya menganggapnya sebagai
teman. Pasien belum pernah berhubungan seksual.
G. Aktivitas Sosial
Sebelum sakit, pasien sering bersosialisasi dengan teman
kuliahnya dan memiliki tiga orang sahabat di kampus.
H. Kondisi Kehidupan Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama keluarga di rumah di Bekasi.
Kesibukan pasien sehari-hari terkadang membantu Ibu pasien menjaga
warung.
I. Persepsi Keluarga tentang Pasien
Menurut ibu pasien, pasien merupakan anak yang pendiam dan
jarang bergaul dengan teman-temannya, tetapi pasien memiliki tiga
orang teman dekat. Sebelumnya, pasien sering bercerita kepada
keluarganya tentang kehidupan sehari-harinya, terutama pada ibu dan
kakaknya. Namun, semenjak kuliah pasien mulai jarang bercerita
tentang kehidupannya. Menurut ibu pasien, perilaku pasien mulai
berubah sejak pasien melompat dari lantai 2 kosnya. Pasien lebih
cenderung menyendiri, murung, sering berbicara sendiri, dan tidak
mau bersosialisasi dengan keluarga besarnya di acara-acara keluarga.

8
Keluarga mengetahui dan menerima bahwa pasien sakit. Keluarga
mendukung pasien untuk sembuh dan siap membantu pasien dalam
proses pengobatan.
J. Mimpi, Fantasi, dan Nilai-Nilai
Pasien berkeinginan segera lulus kuliah agar tidak membebani
keluarganya. Pasien bercita-cita menjadi mahasiswa kedokteran karena
ingin menolong orang yang membutuhkan.
K. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien
memiliki seorang kakak perempuan yang bekerja sebagai seorang guru
SMA dan seorang adik laki-laki yang masih bersekolah di bangku
SMP. Ayah pasien (Bapak B) bekerja di salah satu hotel di Jakarta
Pusat, sedang ibu pasien (Ibu D) merupakan seorang ibu rumah
tangga. Pasien sedari kecil lebih dekat dengan ibu dan kakak
perempuannya. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat gangguan jiwa
ataupun riwayat gangguan serupa pada keluarga, baik dari pihak ayah
dan ibu.
Genogram

Keterangan :
= Laki-laki = Pasien

= Satu rumah
= Perempuan

9
III. STATUS MENTAL (Tanggal 8-9 Juni 2022)
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berpenampilan sesuai dengan gender (seorang laki-
laki), nampak sesuai dengan usianya (24 tahun), perawakan kurus,
tinggi badan rata-rata, berambut pendek sedikit botak, dan kulit sawo
matang. Pasien mengenakan kemeja lengan pendek dan celana pendek
dalam setiap wawancara. Perawatan diri baik pada kedua sesi
wawancara.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pasien duduk dengan tenang saat wawancara dengan postur
tubuh sedikit membungkuk. Tidak terdapat gerakan- gerakan aneh,
tremor, maupun kegelisahan. Pasien cenderung diam dan ketika
ditanya pasien cenderung berpikir agak lama (10 detik) sebelum
menjawab. Pasien berdiri dan berjalan dengan sedikit membungkuk.
Bahasa tubuh (gesture) pasien terbuka. Aktivitas psikomotor pasien
normoaktif.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien bersikap kooperatif pada setiap wawancara. Pasien
menjawab seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Kontak mata adekuat,
rapport adekuat.
B. Mood dan Afek
1 Mood :
2. Afek :Hipotim
.3 Terbatas
Keserasian : Serasi
.
C. Pembicaraan
Kuantitas sedikit, kualitas kurang spontan, volume suara kecil,
intonasi cukup baik, dan artikulasi cukup jelas.
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi auditorik dan visual
2. Ilusi : -
3. Depersonalisasi : -
4. Derealisasi : -

1
0
E. Pikiran

1. Proses dan Bentuk Pikir


a. Produktivitas : Proses pikir koheren dan relevan
b. Kontinuitas : Normal, dalam setiap wawancara menjawab
pertanyaan dengan relevan dan dapat menyampaikan tujuan
pembicaraan.
2. Isi Pikir
a. Waham kejar (ada seorang laki-laki yang pasien yakini
mengejar dirinya dan mengancam untuk membunuhnya)
b. Miskin isi pikir (pasien tidak memiliki inisiatif untuk
memulai pembicaraan dan hanya menjawab seperlunya saat
ditanya)
F. Sensorium dan Kognisi
1. Kesadaran
Kesadaran neurologi atau sensorium :
Compos mentis, Glasgow Coma Scale E = 4, V = 5, M = 6 (15)
2. Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien dapat membedakan waktu
pagi, siang, malam (pasien dapat menyebutkan waktu
wawancara, yaitu siang hari).
b. Tempat : Baik, pasien dapat menyebutkan bahwa
pasien sedang berada di RSPAD Gatot Soebroto.
c. Orang : Baik, pasien dapat mengingat nama
pasien lainnya, nama ibu dan ayah, dan mengetahui nama
psikiater yang menangani pasien.
3. Daya Ingat
a. Jangka Panjang : Baik, pasien dapat mengingat tanggal lahir,
nama lengkap sendiri dan orang tuanya, dan pengalaman
bersekolah dari sekolah dasar sampai kuliah.
b. Jangka Sedang : Baik, pasien dapat mengingat
kronologi ia diantar ke RSPAD Gatot Soebroto, kegiatan
sehari-hari yang dilakukan sebelum masuk ke RS, dan nama
beberapa perawat di Paviliun Amino.

1
1
c. Jangka Pendek : Baik, pasien dapat mengingat
menu makanan di pagi dan siang hari.
d. Jangka Segera : Baik, pasien dapat
menyebutkan kembali nama-nama pemeriksa setelah
beberapa menit.
4. Konsentrasi dan Perhatian
Konsentrasi baik, pasien fokus selama proses wawancara dan
dapat menghitung 100-7-7-7-7-7 walaupun agak lama untuk menjawab
dan mengeja kata DUNIA secara terbalik.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Kemampuan membaca pasien baik. Pasien dapat membaca
label nama pemeriksa. Kemampuan menulis pasien baik. Pasien dapat
menulis nama dan alamat lengkap.

-M

6. Kemampuan Visuospasial
Kemampuan visuospasial pasien cukup baik. Pasien dapat
menggambar jam sesuai arahan waktu yang diminta pemeriksa tetapi
dengan angka yang kurang lengkap. Pasien juga dapat menggambar
dua segi lima bersinggungan sesuai contoh.

7. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan persamaan antara apel dan jeruk,
yaitu sama-sama bulat. Pasien juga mengetahui arti peribahasa
“berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian” yaitu “bersakit-sakit
dahulu, besenang-senang kemudian”.
8. Intelegensia dan Kemampuan Informasi
Intelegensia dan kemampuan informasi sesuai tingkat
pendidikan pasien. Pasien mengetahui nama Gubernur Jawa
Barat (Ridwan Kamil) dan berita terkini tenggelamnya anak
Gubernur Jawa Barat (Eril) tersebut.

1
2
G. Pengendalian Impuls
Pasien dapat mengendalikan impuls dengan baik selama
wawancara psikiatri. Pasien tidak bertindak agresif, tidak menyakiti
diri sendiri ataupun orang lain, dan tidak terdapat gerakan involunter
pada pasien.
H. Daya Nilai dan Tilikan
1. Uji Daya Nilai
Baik. Ketika ditanya apa yang akan pasien lakukan jika
menemukan dompet di jalan, pasien mengatakan akan
membawanya ke kantor polisi.
a. Daya nilai hukum : baik, pasien memahami bahwa
menerobos lampu merah merupakan perbuatan
melanggar hukum.
b. Daya nilai agama : baik, pasien memahami bahwa
tidak melakukan shalat merupakan hal berdosa dalam
agamanya.
c. Daya nilai sosial : baik, pasien tampil sopan setiap
wawancara.
2. Reality Testing Ability
Pasien memiliki gangguan dalam menilai realita, karena
pasien sering berbicara sendiri dan merasa takut balik ke kos
karena meyakini ada orang yang ingin membunuhnya.
3. Tilikan
Tilikan derajat satu karena pasien tidak merasa sakit,
tetapi pasien tidak menolak untuk minum obat karena menuruti
anjuran dokter.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Pasien dapat dipercaya, karena jawaban pasien selalu konsisten
dari waktu ke waktu. Cerita pasien mengenai kehidupan masa kecil
dan pengalaman masa lalu juga dikonfirmasi benar melalui
alloanamnesis dengan ibu pasien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Interna
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis, Glasgow Coma Scale
1
3
E4V5M6 = 15
3. Status Gizi
BB : 61 kg

TB : 165 cm

BMI : 22,4 kg/mA2 (normal)

4. Status Generalis
Tekanan Darah : 118/89 mmHg

Nadi : 68 x / menit

Laju Nafas : 16 x / menit, reguler, pengembangan


dada adekuat.

Suhu : 370 C.

Kepala : Normocephal, rambut hitam dan persebaran


normal.

Mata : Palpebra tidak edema, sklera tidak ikterik,


konjungtiva tidak anemis, tidak ada lesi, pupil isokhor.

Telinga : Normal, tidak ada lesi, tidak ada sekret.

Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, mukosa


hidung tidak hiperemis, tidak edema.

Mulut : Bibir tidak edema, mukosa mulut tidak


hiperemis, tidak ada lesi.

Leher : Simetris, tidak ada pembesaran KGB dan tiroid,


tidak ada lesi.

Thorax : Bentuk dada normal, simetris saat gerakan


statis dan dinamis.

1
4
Auskultasi paru : Suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-).

Auskultasi jantung : Bunyi jantung I dan II normal, reguler,


gallop (-), murmur (-).

Abdomen : Inspeksi : Datar.

Auskultasi : Bising usus normal.

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak


ada nyeri tekan.

Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas,


tidak ikterik, CRT < 2 detik.

B. Status Neurologis
1. GCS
: 15 (E4M6V5).
2. Tanda Rangsang : Kaku kuduk (-), tanda Brudzinski (-) :
Meningeal
Tidak ada kesan paresis.
3. Saraf Kranial
4. Refleks Fisiologis : Normal, tidak ada refleks patologis.
5. Tanda Efek
Ekstrapiramidal
Tremor .-

Akatisia .-

Bradikinesia .-

Cara berjalan : normal

Rigiditas .-

6. Motorik : 5 5
5 5

7. Sensorik : Dalam batas normal


C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tidak menunjukkan kelainan yang
bermakna.
2. Pemeriksaan Rontgen
Hasil pemeriksaan rontgen thorax dan thoracolumbal pasien dalam

1
5
batas normal.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


• Pada awal kuliah pasien mudah marah karena sulit mengikuti
pelajaran kuliah.
• Tanggungan tugas skripsi pasien masih belum diselesaikan sejak
tahun 2019.
• Pasien menyukai seorang teman perempuannya yang ternyata
sudah memiliki calon suami.
• Pasien pernah berobat ke RS Hermina Bekasi dan tidak
melanjutkan meminum obat karena keluhan membaik.
• Pasien melompat dari lantai dua kosnya karena merasa dikejar dan
akan dibunuh orang seorang laki-laki.
• Pasien sering mendengar suara-suara laki-laki maupun perempuan
(halusinasi auditorik) yang tidak dikenalnya, tetapi suara-suara
tersebut menyuruh pasien melakukan hal yang baik seperti
“bersyukur”.
• Pasien memiliki halusinasi visual berupa sesosok laki-laki,
perempuan, dan anak kecil yang muncul setiap malam.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pasien mengalami gangguan klinis yang signifikan pada isi dan proses
berpikir, perilaku, dan pengaturan emosi yang menimbulkan hendaya dan
distress dalam aktivitas sehari-hari. Simpulan dari hasil autoanamnesis,
alloanamnesis, pemeriksaan fisik umum, maupun status mental
menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan
Klasifikasi Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia (PPDGJ) III.
a. Aksis I
Berdasarkan hasil autoanamnesis pada pasien, alloanamnesis
pada ibu pasien, riwayat rekam medis, pemeriksaan status mental,
pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan penunjang, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kondisi medis yang memengaruhi
sistem saraf pusat yang berhubungan dengan gangguan jiwa pasien.

1
6
Oleh karena itu, Gangguan Mental Organik (F00-F09) dapat
disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki riwayat penggunaan zat
psikoaktif dan hanya mengonsumsi alkohol saat berkumpul dengan
teman-temannya (rekreasional), sehingga Gangguan Mental dan
Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (F10-F19) dapat
diekslusi.
Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan
status mental pasien pada tanggal 8-9 Juni 2022, pada pasien
ditemukan beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis yaitu
pasien mengalami gejala psikotik yang cukup menonjol, yaitu
halusinasi auditorik dan visual, waham kejar, murung, kurang
percaya diri, dan menarik diri dari lingkungan. Gejala-gejala
tersebut terjadi dalam satu episode yang sama dan telah menetap
selama 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga memiliki
riwayat keluhan serupa berupa halusinasi auditorik dan visual, serta
waham kejar pada bulan Februari 2022, di mana pasien sempat
kontrol dan minum obat. Namun, pasien putus kontrol dan minum
obat sejak Maret 2022. Hal-hal tersebut memenuhi kriteria PPDGJ-
III untuk digolongkan ke dalam F20.0 Skizofrenia Paranoid.
b. Aksis II
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pasien tidak
memiliki Riwayat gangguan kepribadian dan retardasi mental.

c. Aksis III
Pada pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan adanya
kelainan. Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen
dalam batas normal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit akut
ataupun kronis.

d. Aksis IV
Pasien memiliki masalah dengan perkuliahan (skripsi) dan
lingkungan sosial (teman kuliah perempuan).
e. Aksis V
Menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF)
menurut PPDGJ-III. GAF awal beberapa hari setelah pasien
masuk ke bangsal adalah 70-61 (61), karena terdapat beberapa

1
7
disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
serta disabilitas berat dalam beberapa fungsi yang berhubungan
dengan aktivitas sehari-hari dan akademis. GAF ketika pulang
adalah 70-61 (70), karena masih ada beberapa gejala ringan
yang menetap, tetapi secara umum sudah bisa berfungsi dengan
baik. GAF pulang sudah mencapai GAF highest level of the
past year (HLPY) pasien 70-61 (70), karena dalam setahun
terakhir, dalam kondisi terbaiknya pasien hanya mengalami
disabilitas ringan dengan gejala sementara yang hilang timbul.
Diagnosis banding dari pasien adalah gangguan psikotik
polimorfik akut dengan gejala skizofrenia (F23.1), gangguan
depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan epilepsi dan
psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan.

VII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


A. Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid.
B. Aksis II : Belum diketahui
C. Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III.
D. Aksis IV : Masalah lingkungan sosial (teman)dan perkuliahan.
E. Aksis V : GAF awal 61 (31 Mei 2022),GAF pulang 70, GAF
HLPY 70.

VIII. DAFTAR MASALAH


A. Organobiologik
Pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan medis organik
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik maupun penunjang. Pasien
tidak memiliki riwayat kejang ataupun trauma kepala sebelumnya.
Tidak ada faktor genetik.

B. Psikologis (9 Juni 2022)


1. Mood : Hipotim.
2. Afek : Terbatas.

3. Proses pikir : Koheren.


4. Isi pikir : Waham kejar,miskinisi pikir.
5. GangguanPersepsi : Halusinasi auditorikdanvisual.

1
8
6. RTA : Terganggu.
7. Tilikan : Derajat I.
C. Sosiokultural
Masalah perkuliahan (skripsi) dan teman dekat perempuan.
D. Masalah yang Membuat Pasien Mencari Bantuan
Orang tua pasien ingin mengobati perilaku tidak wajar dan
suka berbicara sendiri, kondisi pasien saat ini sangat mengganggu
aktivitas sosial dan perkuliahannya.

IX. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Ad bonam.
Quo Ad functionam : Dubia ad bonam.
Quo Ad sanationam : Dubia ad bonam.

X. RENCANA PENATALAKSANAAN
a. Psikofarmaka
• Olanzapine 1 x 10 mg pada pagi hari
• Trifluoperazine 2 x 5 mg pada pagi dan malam hari
• Trihexyphenidyl 2 x 2 mg pada pagi dan malam hari
b. Non Farmakologi
Kepada pasien dan keluarga:

• Psikoedukasi kepada orang tua mengenai diagnosis, rangkaian


terapi tatalaksana, episode perjalanan penyakit, terutama terkait
kepatuhan minum obat. Perlu memberikan pemahaman dan
penekanan bahwa meskipun keluhan atau gejala pasien sudah
membaik, orang tua tetap harus membawa pasien untuk kontrol
dan konsumsi obat secara rutin, karena kekambuhan yang dapat
terjadi pada pasien.
• Psikoterapi suportif kepada pasien dengan memberikan
dukungan, mengusahakan pasien merasa nyaman, dan
membangun strategi koping yang adaptif. Memberikan dukungan
pada keluarga pasien sebagai caregiver.

XI. DISKUSI
Berdasarkan hasil wawancara psikiatri, pemeriksaan status mental, dan

1
9
pemeriksaan fisik umum, didapatkan diagnosis aksis I pada pasien adalah
F20.0 Skizofrenia Paranoid. Diagnosis ini dapat ditegakkan setelah
mengeksklusi diagnosis lain di atasnya secara hierarkis berdasarkan PPDGJ-
III. Pasien memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia secara umum, yaitu
adanya halusinasi auditorik yang sangat jelas dan menetap, disertai halusinasi
visual yang menetap, gejala-gejala negatif seperti bicara yang jarang, respons
emosional menumpul, yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial, di mana seluruh gejala tersebut telah berlangsung selama lebih dari satu
bulan.1
Terkhususnya, pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk F20.0
Skizofrenia Paranoid, yaitu1:
• Kriteria umum diagnosis skizofrenia,
• Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling}, mendengung (humming}, atau bunyi tawa
(laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tapi
jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan, dipengaruhi, atau “passivity”, dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
- Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/menonjol.
Pasien mengalami gejala halusinasi yang menonjol (auditorik dan visual) dan
pasien mengatakan ia takut karena merasa dikejar-kejar oleh laki-laki yang
mengancam ingin membunuhnya (waham kejar).
Diagnosis banding gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala
skizofrenia dapat disangkal karena gejala skizofrenia pasien seperti halusinasi
auditorik dan visual yang menetap, waham kejar, dan gejala-gejala negatif pada
pasien menetap selama lebih dari 1 bulan. Diagnosis banding episode depresi
berat dengan gejala psikotik juga dapat dieksklusi karena gejala psikotik seperti

2
0
halusinasi dan waham lebih dominan atau menonjol dan menetap dibandingkan
gejala utama dan tambahan pada diagnosis depresif (afek depresif, berkurangnya
energi, dan kepercayaan diri berkurang), serta terdapat afek tidak wajar.
Kemudian, diagnosis banding epilepsi dan psikosis yang diinduksi obat- obatan
dapat disangkal karena pada pemeriksaan fisik pasien tidak terdapat riwayat
gangguan saraf dan tidak terdapat riwayat mengonsumsi obat-obatan (NAPZA)
yang berlebihan.
Psikofarmaka antipsikotik diberikan kepada pasien untuk mengatasi gejala
psikosis, yaitu waham dan halusinasi yang menonjol pada pasien. Saat fase
akut, terapi diberikan untuk mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain,
mengendalikan perilaku merusak, dan mengurangi beratnya gejala.
Antipsikotik yang diberikan adalah olanzapine (antipsikotik atipikal) yang
bekerja sebagai antagonis monoaminergik selektif yang memiliki afinitas
tinggi terhadap reseptor serotonin 5-HT2A, 5-HT2C, dan reseptor DI, D2, D3, D4,
di otak sehingga efektif untuk mengobati gejala positif dan negatif. Olanzapine
diberikan pada pagi hari karena memiliki efek samping sedasi yang ringan.
Antipsikotik tipikal (trifluoperazine) juga diberikan untuk mengobati gejala
negatif pada pasien dengan cara kerja memblokade reseptor dopamine (D2) di
otak. Namun, trifluoperazine memiliki efek samping ekstrapiramidal selain
sedasi. Oleh karena itu, setelah pemberian antipsikotik, penting untuk
diperhatikan ada atau tidaknya gejala ekstrapiramidal sehingga diberikan juga
anti-kolinergik seperti trihexyphenidyl untuk mengurangi gejala.
Trihexyphenidyl adalah anti-kolinergik yang memiliki efek sentral lebih kuat
dari perifer. Trihexyphenidyl bekerja melalui neuron dopaminergik dengan
meningkatkan pelepasan dopamin dari vesikel prasinapti, penghambatan
pengambilan kembali dopamin ke dalam terminal saraf prasinaptik atau
menimbulkan efek agonis di reseptor dopamin pasca-sinaptik.4
Psikoterapi juga penting untuk diberikan pada pasien agar dapat
menentukan strategi coping yang sesuai dalam menghadapi masalah
kehidupan sehari-harinya. Dikarenakan pasien kadang kurang kooperatif
dalam proses pemeriksaan dan memiliki riwayat ketidakpatuhan dalam berobat
sehingga perlu dilakukan pembinaan hubungan interpersonal yang baik antara
dokter dengan pasien. Dalam memberikan dukungan secara mental pada
pasien perlu pembinaan yang komunikasi yang baik dan empati sehingga dapat

2
1
menciptakan kenyamanan bagi pasien dan diharapankan terjadi perbaikan pada
diri pasien. Selain itu, pemberian psikoedukasi juga perlu dilakukan untuk
mengurangi stimulus yang berlebihan dan stresor dari lingkungan. Edukasi
kepada orang tua dan anggota keluarga pasien yang lain juga perlu dilakukan,
terutama terkait perjalanan penyakit yang dapat memakan waktu yang
panjang, kepatuhan berobat dan kontrol ke dokter, dan peran caregiver secara
menyeluruh pada pasien skizofrenia.3
Dikarenakan onset usia pasien tidak dimulai sejak anak-anak atau remaja,
tidak terdapatnya faktor genetik, adanya dukungan keluarga yang adekuat,
status ekonomi menengah, dan saat ini patuh dalam minum obat, sehingga
prognosis quo ad vitam dan quo adfungsionam adalah bonam. Oleh karena itu,
berdasarkan analisis tersebut prognosis pasien merupakan dubia ad bonam.

2
2
SKEMA PERJALANAN PERNYAKIT

Pasien pernah menyukai Keluarga pasien Orangtua pasien Pasien merasa Saat lebaran, pasien
seorang perempuan teman membawanya pulang dari mengurus keluhannya kembali ke Jember tetapi
kampusnya, perempuan di Jember ke Bekasi. perpanjangan masa membaik kemudian marah-marah
tetapi pasien sedangkuliah sehingga meminta pulang kembali
Keluarga pasien
itu sudah yang memutuskan ke Bekasi.
membawanya ke RS untuk
dengan
akan menikah laki-laki diperiksa terkait adanya untuk berhenti Pasien cenderung sering
lain. patah tulang dan kerusakan menyelesaikan minum obat dan mengurung diri dan tidak
skripsi di Jember. konsultasi ke percaya diri saat
Pasien mendengar suara organ atau tidak akibat aksi
psikiater bersosialisasi dengan
teriakan laki-laki yang melompatnya. Keluarga pasien
akan (Maret). keluarga besarnya.
mengancam Pasien dibawa keluarga ke membawanya ke
membunuhnya. seorang ustadz untuk RS Bekasi Hermina
keluhan Pasien tiba-tiba Ibu dan Kakak pasien
diruqiyah. karena merasa murung, membawanya ke RS
Pasien mendengar ada
pasien tidak Hermina Bekasi untuk
suara laki-laki suku Setiap tidur pasien melihat
memburuk. bersemangat, control ke psikiater pasca
Dayak yang menyuruh sesosok perempuan tidak nafsu lepas obat (1 bulan)
pasien untuk bersyukur. menggunakan gaun hijau Pasien diresepkan makan, dan
Pasien mendengar suara yang mengajaknya untuk obat dan rutin mengurung diri Pasien dirujuk ke
minta tolong dari seorang bertemu di laut. meminumnya RSPAD untuk dirawat
di kamar pada
anak kecil yang tidak ia setelah dirawat saat awal puasa inap (23 Mei 2022).
Pasien mendengar suara
kenali. jalan. Pasien dirawat inap di
seorang perempuan yang (April).
Pasien melompat dari mengatakan “memang” Paviliun Amino (24 Mei
lantai 2 kosnya di (Desember 2021). 2022-16 Juni 2022).
Jember.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari


PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya; 2013.
2. Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat dan Psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2014.
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry.
12th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2021.
4. Andari, S. (2017). Pelayanan Sosial Panti Berbasis Agama dalam
Merehabilitasi Penderita Skizofrenia Religious Based Social Services on
Rehabilitation of Schizophrenic Patients. Jurnal PKS;16(2):195-208.
5. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa (PNPK). Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2015.
6. Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2011.

24

Anda mungkin juga menyukai