Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL TESIS

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENERAPAN TELEMEDICINE


SEBAGAI MEDIA KONSULTASI KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA
MANADO: SUATU ANALISIS KUALITATIF TERHADAP PERSEPSI
MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI KESEHATAN
BERBASIS APLIKASI

DISUSUN OLEH:
Stacy Vika Budiman
212021110008

PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2022
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................................10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................10
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................10
BAB II ...............................................................................................................................12
KERANGKA TEORI .......................................................................................................12
A. Pelaksanaan Telemdicine ......................................................................................12
B. Layanan Kesehatan ...............................................................................................15
BAB III ..............................................................................................................................21
METODE PENELITIAN .................................................................................................21
A. Jenis Penelitian ......................................................................................................21
B. Jenis Data...............................................................................................................21
C. Analisis Data ..........................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu perkembangan dari bidang pelayanan Kesehatan adalah hadirnya

Telemedicine sebagai sebuah inovasi dalam pelayanan kesehatan. Telemedicine

sebagai bagian dari telehealth merupakan komponen penting dari masa depan

pelayanan kesehatan. Telemedicine memperluas akses pelayanan kesehatan, baik bagi

pasien yang berada di wilayah perkotaan hingga pedesaan. Manfaat telemedicine secara

klinis banyak, termasuk pemantauan jarak jauh, menawarkan layanan telehealth kepada

penduduk pedesaan yang biasanya tidak menerima perawatan kesehatan yang

memadai, memberikan keahlian dari jarak jauh, penghematan biaya, dan tujuan

pendidikan; Namun, dengan banyak manfaat yang datang dengan telemedicine, ada

juga banyak batasan. Batasan yang paling signifikan adalah masalah ekonomi, regulasi,

dan teknis (Latifi et al., 2021).

Salah satu penggunaan awal telemedicine diselenggarakan oleh National

Aeronautics and Space Association (―NASA‖) pada tahun 1960 di Amerika Serikat,

untuk memantau astronot dalam penerbangan oleh dokter dan tim medis selama misi

mereka Proyek Mercury (Space Medicine in Project Mercury. NASA SP-4003, 1965).

NASA menunjuk "pemantau medis" untuk menjadi ahli dalam sejarah medis para

astronot, sambil melakukan penelitian tentang pengaruh lingkungan luar angkasa pada

tubuh manusia. Tim pengamat medis ditempatkan di 18 lokasi di seluruh Amerika


Utara, Eropa, Afrika, dan Australia. Peran mereka adalah untuk mengamati dan

menjaga kesehatan para astronot dengan memberikan nasihat medis bila diperlukan

dan secara konsisten mengevaluasi kondisi mereka (Space Medicine in Project

Mercury. NASA SP-4003, 1965). Seperti yang ditunjukkan NASA, menggunakan

telekomunikasi untuk menjalin kontak antara penyedia layanan kesehatan dan pasien

dapat memungkinkan ketersediaan dan akses yang lebih besar ke, perawatan kesehatan

di luar apa yang sebelumnya dibayangkan mungkin. Memahami potensi besar yang

dimiliki telemedicine untuk meningkatkan konektivitas, Perpustakaan Kedokteran

Nasional AS, pada tahun 1966, menetapkan US $42 juta untuk beberapa proyek

telemedicine yang mencakup lebih dari 19 tahun yang ditargetkan untuk area yang

terisolasi secara medis—pedesaan, pusat kota, dan pinggiran kota (Hyder & Razzak,

2020).

Telemedicine mulai berkembang secara komersil pada tahun 1950, ketika mulai

adanya televisi. Telemedicine menggunakan televisi dengan sirkuit tertutup dan

telekomunikasi menggunakan video diakui oleh medis dalam pengaturan klinisnya.

Video interaktif pertama kali terjadi pada tahun 1964 antara Nebraska Psychiatric

Institute di Omaha, Amerika Serikat, dengan Rumah Sakit Norfolk, yang berjarak 112

mil. Sistem telemedicine pertama yang menghubungkan dokter dengan pasien

dilakukan pada tahun 1967, menghubungkan Klinik Medis di Bandara Logan, Boston,

Amerika Serikat, dengan Rumah Sakit Umum Massachusetts. Pada masa ini, penelitian

menunjukkan bahwa pengambilan diagnosis secara jarak jauh dimungkinkan secara

interaktif. Selain itu, catatan medis dan data laboratorium juga berhasil ditransmisikan.
Telemedicine makin berkembang pada tahun 1990-an, saat di mana internet menjadi

sarana untuk berkomunikasi dan pertukaran informasi (Shirzadfar & Lotfi, 2017).

Penggunaan telemedicine untuk layanan Kesehatan mengalami peningkatan

terutama setelah terjdinya pandemi covid-19. Pandemi covid-19 mengharuskan jarak

sosial, pembatasan mobilisasi penduduk, penggunaan alat pelindung diri serta prioritas

sumber daya perawatan kesehatan, sehingga mendorong peningkatan layanan

telemedicine secara cepat. Dalam menghadapi pandemi COVID-19, telemedicine

banyak digunakan diseluruh dunia. Negara-negara yang menggunakan telehealth

sebagai upaya untuk menghadapi wabah COVID-19 di antaranya adalah Australia

(Hall et al., 2021), Arab Saudi, Swis, Finlandia, Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko

(Atique et al., 2020). Telemedicine terbukti efektif di berbagai layanan kesehatan,

seperti layanan pediatrik (Rhoads et al., 2009), perawatan luka, serta perawatan pasien

ketergantungan obat dan alcohol (Searby & Burr, 2021).

Dilihat dari peningkatan pengguna telemedicine menunjukan bahwa pandemi

COVID-19 mempengaruhi minat masyarakat dalam penggunaan layanan telemedicine,

hal itu terlihat pada tahun 2020 terjadi lonjakan kunjungan ke aplikasi Telemedicine

hingga sebesar 600% dengan meningkatnya pengguna, tentu penyedia layanan

telemedicine harus terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya, sehingga para

pengguna merasa nyaman dan terlayani dengan baik. (Litbang Kemkes, 2019). Hal

tersebut juga disebabkan oleh lonjakan kasus COVID-19. Dilansir dari laporan WHO

pada tanggal 18 Maret 2022 kasus terkonfirmasi COVID-19 secara global mencapai

angka 464,809,377 sedangkan untuk negara Indonesia sendiri mencapai angka


5.948.610. Dari tingginya kasus tersebut negara harus memiliki rencana agar pelayanan

kesehatan tetap optimal. (Ullhaque, et. All: 2022)

Penggunaan layanan telemedicine masih memiliki keterbatasan jika

dibandingkan dengan pelayanan Kesehatan yang melibatkan konsultasi tatap muka

antara pasien-dokter. Merujuk pada hasil riset Kaiser Family Foundation, hambatan

dalam menggunakan telemedicine salah satunya adalah faktor usia, terdapat 7 dari 10

lansia berusia 65 tahun ke atas yang memiliki dan dapat mengoperasikan komputer,

smartphone, atau tablet yang dilengkapi dengan akses internet dan kompeten dalam

menggunakannya. Selain infrastruktur yang kurang memadai, pasien lansia memiliki

rasa kepedulian yang lebih tinggi terhadap keamanan data mereka (privacy) sehingga

seringkali sulit untuk berdiskusi tentang kesehatan mereka yang sensitif dan memilih

untuk lebih nyaman melakukan konsultasi tatap muka. (Cubanski, 2020). Hasil

penelitian sebelumnya dari Acharya dan J. Rai (2016), diperoleh 82% responden

merasa puas dengan pengobatan melalui telemedicine dan akan merekomendasikan

layanan telemedicine kepada keluarga dan kerabatnya. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Welch et al (2017) menemukan 53,7% responden merasa lebih nyaman

menggunakan layanan telemedicine dan 51,9% memiliki keinginan untuk

menggunakan kembali layanan ini meskipun masih mengalami kendala dan kesulitan

dalam layanan telemedicine. Studi lain menemukan bahwa 29% responden mengalami

kesulitan dalam menggunakan aplikasi. Kendala lain yang dihadapi pasien yang

menggunakan layanan telemedicine berupa ketidakjelasan informasi dan gangguan

jaringan internet, serta komunikasi dengan teknisi. (Acharya & Rai, 2016).
Namun, telemedicine masih belum banyak dipelajari karena keterbatasannya

baik oleh regulator, institusi hingga kompetensi yang diperlukan dalam

penggunaannya. Telemedicine juga kurang familiar bagi para dokter yang kurang

memahami mengenai pengaruh kegunaannya dalam setiap praktek medis. Dalam

situasi pandemi saat ini, dokter-dokter akan berusaha menggunakan teknologi ini untuk

perawatan pasien rawat jalan dengan mempermudah akses dan kenyamanan perawatan

pasien.

Oleh karena itu, dibutuhkan lompatan besar dalam bidang pelayanan Kesehatan

bagi masyarakat, sehingga dapat mencapai jangkauan layanan yang lebih luas. Selain

itu, pengembangan telemedicine, dapat menciptakan konsep Hospital without wall,

dimana masyarakat sebagai pasien dapat memperoleh layanan Kesehatan yang

memadai, meskipun memiliki keterbatasan akses di rumah sakit. Meski demikian,

pengembangan layanan telemedicine memiliki beberapa persoalan, dalam pelaksanaan

layanan Kesehatan terutama terkait kesiapan alat Kesehatan dan aplikasi pendukung

layanan telemedicine. Seperti diketahui, bahwa pelaksanaan telemedicine harus

didukung oleh infrasturktur teknologi yang memadai. Teknologi yang memadai

memungkinan layanan telemedicine dapat menjangkau masyarakat luas, terutama yang

memiliki keterbatasan terhadap perangkat digital seperti ponsel pintar. Selain itu,

ketersediaan sumber daya Kesehatan yang siap melayani pasien yang berada dalam

layanan Kesehatan digital juga harus terus dipersiapkan dan dikembangkan.

Sebuah rumah sakit yang merupakan bangunan besar yang berada di suatu tempat

dengan pelayanan tingkat sekunder (Secondary Level), pasien datang ke rumah sakit
secara langsung untuk mendapatkan pelayanan. Perubahan yang terjadi, bahwa rumah

sakit tidak hanya dibatasi oleh dinding, tetapi berkembang menjadi sebuah organisasi

yang mempunyai prinsip “hospital without walls”. Berbagai kegiatan dilakukan di luar

rumah sakit, misalnya kunjungan rumah untuk pemeriksaan tekanan darah dan

pengambilan sampel darah (Waworuntu, Ratag dan Lapian, 2020).

Hospital without wall memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan

medis yang diperlukan tanpa pergi ke rumah sakit dan memperkecil resiko penularan

infeksi dan juga kontak dengan orang lain yang dibawah berobat di Rumah Sakit.

Selain itu terdapat beberapa rumah sakit di negara lain yang ada cakupan medicare

untuk layanan yang disediakan melalui telemedicine. Telemedicine yang dapat

diterapkan dalam kondisi partisipasi rumah sakit, yang akan memberikan rumah sakit

lebih banyak fleksibilitas dalam merawat pasien di luar dinding rumah sakit mereka

yang sementara berisi penyebaran COVID- 19. Langkah-langkah seperti ini

kemungkinan dapat mengurangi perkerumunan di rumah sakit dengan demikian dapat

mengurangi angka kasus Cold Case di rumah sakit. Lewat telemedicine ini akan

meningkatkan akses ke perawatan yang diperlukan untuk rumah sakit dan pasien,

termasuk akses ke perawatan khusus. Rumah sakit juga dapat melakukan kerjasama

dengan berbagai pihak terkait misalnya puskesmas untuk bagaimana bisa memfasilitasi

tenaga kesehatan untuk dapat turun langsung ke lapangan dalam memberikan promosi

kesehatan kepada masyarakat dan menjamin kesamaan akses ke masyarakat dalam

pelayanan Kesehatan. (Tampian, Wariki, Ratag: 2021).


SKDI telah di revisi pada tahun 2019, dan untuk dokter yang akan bekerja di

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus menguasai sebanyak 405 penyakit.

Hal ini mengarahkan para dokter untuk memiliki multi potensi untuk bekerja sebagai

praktisi difasilitas kesehatan tingkat primer, sebagai pendidik, sebagai peneliti atau

melakukan pekerjaan lain yang tekait, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat magister

atau program pendidikan dokter spesialis (Tampian, Wariki, Ratag: 2021).

Hospital without walls dapat memberikan berbagai keunggulan bagi rumah sakit

melalui promosi pelayanan kesehatan di rumah sakit, peningkatan jumlah pasien dan

membantu dalam memenuhi nilai-nilai yang ada dalam aspek akreditasi rumah sakit.

Tetapi tedapat juga beberapa hambatannya yaitu sistem pembiayaan yang belum

mendukung, sebab selain menghambat pelaksanaan hal tersebut dapat memberikan

kerugian bagi dokter spesialis anak sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan juga

memberikan kerugian bagi masyarakat dalam hal ini bagi orang tua sebagai pengguna

pelayanan kesehatan (Nelwan, Ratag, Manampiring: 2021).

Berdasarkan beberapa permasalahan di era pandemi pada paragraf sebelumnya,

dan beberapa permasalahan dalam penggunaan layanan telemedicine, Penulis ingin

mencoba mengkaji apakah penggunaan telemedicine di salah satu rumah sakit di

Indonesia dapat meningkatkan kepuasan pasien, kepercayaan pasien, dan mendorong

pasien untuk setia kepada penyedia layanan kesehatan.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap penerapan telemedicine sebagai

media konsultasi Kesehatan masyarakat di kota Manado?

2. Bagaimana hambatan dan tantangan dalam penerapan telemedicine sebagai

media konsultasi Kesehatan masyarakat di Kota Manado?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisa bagaimana persepsi masyarakat terhadap penerapan

telemedicine sebagai media konsultasi Kesehatan masyarakat di kota Manado

2. Untuk menganalisa hambatan dan tantangan dalam penerapan telemedicine

sebagai media konsultasi Kesehatan masyarakat di Kota Manado

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi tenaga medis, dokter maupun yang bergelut di bidang pelayanan

Kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsi dan bahan

pertimbangan dalam mendorong pelayanan telemedicine yang lebih efektif

di kota Manado.
2. Bagai kalangan akademisi di bidang Kesehatan, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi salah satu rujukan dalam pengembangan layanan Kesehatan

di berbagai instansi Kesehatan publik

3. Bagi pengambil kebijakan atau pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah agar dapat mengeluarkan

kebijakan terkait pelayanan Kesehatan lewat perumusan regulasi dan aturan

yang dibutuhkan untuk mendorong pelayana Kesehatan berbasis digital

yang lebih baik.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pelaksanaan Telemdicine

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

maju, telemedicine hadir sebagai sebuah inovasi dalam pelayanan kesehatan.

Telemedicine sebagai bagian dari telehealth merupakan komponen penting dari masa

depan pelayanan kesehatan. Telemedicine memperluas akses pelayanan kesehatan,

baik bagi pasien yang berada di wilayah perkotaan hingga pedesaan. Manfaat

telemedicine secara klinis banyak, termasuk pemantauan jarak jauh, menawarkan

layanan telehealth kepada penduduk pedesaan yang biasanya tidak menerima

perawatan kesehatan yang memadai, memberikan keahlian dari jarak jauh,

penghematan biaya, dan tujuan pendidikan; Namun, dengan banyak manfaat yang

datang dengan telemedicine, ada juga banyak batasan. Batasan yang paling signifikan

adalah masalah ekonomi, regulasi, dan teknis (Latifi et al., 2021).

Telemedicine atau telehealth menggunakan komunikasi dan teknologi informasi

(TIK) untuk pertukaran informasi selama diagnosis dan pengobatan penyakit dan

cedera dan penelitian dan evaluasi, dan untuk melanjutkan pendidikan profesional

kesehatan (WHO, 2010). Menurut Aziz dan Abochar (2015), dari segi

implementasinya, telemedicine dibagi menjadi dua jenis yaitu store-and-forward

telemedicine dan real-time telemedicine. Layanan store-and-forward telemedicine atau

telemedicine disediakan secara asynchronous sehingga proses pertukaran data dapat


dilakukan meskipun pengirim dan penerima tidak hadir pada waktu yang bersamaan

(Aziz dan Abochar, 2015). Salah satu contohnya adalah rontgen pasien yang dikirim

ke tenaga kesehatan melalui email (Aziz dan Abochar, 2015). Layanan telemedicine

real-time atau synchronous telemedicine didefinisikan oleh Aziz dan Abochar (2015)

sebagai layanan telemedicine yang mengharuskan petugas kesehatan dan pasien untuk

berinteraksi pada saat yang sama secara interaktif, seperti layanan konsultasi kesehatan

online yang dilakukan melalui video.

Di Indonesia, rumah sakit yang ingin memberikan layanan telemedicine harus

memenuhi standar dan ketentuan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan

Telemedicine oleh Fasilitas Kesehatan. Sejak pandemi COVID-19 melanda, rumah

sakit mulai menyediakan layanan telemedicine untuk memperluas jangkauan layanan

kesehatan bagi pasien di seluruh Indonesia. Namun, platform layanan telemedicine

juga telah dikembangkan oleh perusahaan teknologi sejak 2016, antara lain aplikasi

Klikdokter, Alodokter, dan Halodoc. Tidak seperti rumah sakit, perusahaan teknologi

pengembangan aplikasi telemedicine tidak terdaftar sebagai penyedia layanan

telemedicine menurut undang-undang, dan mereka hanya bertindak sebagai platform

untuk mempertemukan penyedia layanan kesehatan dari berbagai rumah sakit dengan

pasien di seluruh Indonesia. Dokter yang terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia dan

berafiliasi dengan rumah sakit mana pun dapat mendaftar sebagai penyedia layanan

kesehatan di platform ini. Tujuan perusahaan teknologi dalam mengembangkan

layanan telemedicine tidak lain adalah untuk memudahkan pencarian layanan


kesehatan bagi pasien, dimana pasien dapat berkonsultasi secara online dengan dokter,

membeli obat dari apotek yang menjadi mitra perusahaan teknologi, dan mengakses

layanan mengenai kesehatan. masalah, seperti pendaftaran untuk pemberian vaksin

atau imunisasi.

Untuk memerangi pandemi yang sedang berlangsung, institusi kesehatan di

seluruh dunia menggunakan layanan Telehealth untuk mencegah penyebaran virus

(Merrell et al., 2020). Telehealth, sebagai tindakan pencegahan, memastikan

keselamatan profesional kesehatan dan pasien (Bokolo, 2021). Menurut Segal dkk.

(2020), Telehealth membutuhkan teknologi tambahan untuk menjalankan layanannya.

Meskipun ini merupakan lompatan besar bagi industri, banyak tantangan yang

membutuhkan resolusi. Selain itu, studi Bhalerao & Deshmukh (2017) menemukan

bahwa industri kesehatan dapat memanfaatkan layanan Telehealth dengan praktik

bisnis dan strategi pemasaran yang patut dicontoh untuk mencapai kepuasan pasien.

Langkah ini akan menjadikan Telehealth sebagai Bauran Pemasaran Layanan: produk,

harga, tempat, promosi, orang, bukti fisik, dan proses. Studi Thomas et al. (2020)

menemukan bahwa integrasi layanan yang efektif ke dalam sistem industri perawatan

kesehatan merupakan faktor penting untuk keberlanjutan Telehealth. Dengan

demikian, menciptakan strategi yang dapat memenuhi persyaratan, terutama sumber

daya keuangan, sangat penting untuk implementasi layanan Telehealth yang progresif.

Platform layanan kesehatan dapat melakukan konsultasi atau konseling

kesehatan dan karena penyedia platform tidak memiliki hubungan dokter-pasien

dengan pengguna, platform tidak diperbolehkan untuk melakukan pelayanan medis dan
mengelola rekam medis milik pasien (Harjono, 2020). Selain itu, perusahaan teknologi

penyedia platform tidak bertanggung jawab atas kelalaian penyedia layanan kesehatan

(Halodoc, 2021) dan hanya bertanggung jawab atas keamanan data dalam perannya

sebagai penyedia platform elektronik (Harjono, 2020). Ini berbeda dengan tanggung

jawab yang dimiliki oleh penyedia layanan telekonsultasi, dan rumah sakit bertanggung

jawab atas segala hal mulai dari keamanan data dan layanan medis yang diberikan oleh

dokter yang berafiliasi dengan rumah sakit hingga rekam medis pasien.

B. Layanan Kesehatan

Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh organisasi atau

perorangan kepada konsumen, yang bersifat tidak wujud dan tidak dapat dimiliki.

Seperti yang kita ketahui, masalah adalah ketidaksesuaian suatu keadaan dengan apa

yang diinginkan. begitu juga halnya dalam dunia kesehatan khususnya dalam

pelayanan kesehatan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan

wajib disusun oleh penyelenggara dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara,

kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Dalam penyusunan tersebut wajib

mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Standar pelayanan meliputi dasar

hukum; persyaratan; sistem, mekanisme, dan prosedur; jangka waktu penyelesaian;

biaya/tariff; produk pelayanan; sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; kompetensi

pelaksana; pengawasan internal; penanganan pengaduan, saran, dan masukan; jumlah

pelaksana; jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan


sesuai dengan standar pelayanan; jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam

bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-

raguan; dan evaluasi kinerja pelaksana (Akbar, Rahmawati, Nur: 2022).

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan

produktif, sehingga diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali

dalam biaya dan mutu pelayanan yang diberikan (Hafidz, 2014). Oleh karena itu setiap

individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan kesehatannya dan

negara bertanggungjawab mengatur agar hak hidup sehat bagi seluruh rakyat dapat

terpenuhi.

Pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap orang yang yang menjadi warga

negara Indonesia yang terjamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan melakukan

sebuah upaya peningkatan derajat kesehatan baik secara perseorangan, ataupun

kelompok. Pelayanan merupakan cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan berusaha baik melalui aktivitas sendiri maupun melalui aktivitas orang lain.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan bentuk konteks pelayanan publik dan

mutlak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah. Agar penyelenggaraan pelayanan

Kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi

berbagai syarat diantaranya yaitu tersedia sarana dan prasarana, saling berhubungan

antara pasien dan pemberi pelayanan, mudah dijangkau, dan bermutu maka akan

memberikan kepuasan yang berdampak terhadap keinginan pasien untuk kembali

kepada institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif tersebut.


Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memilihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok,

dan ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

individu atau masyarakat upaya mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi semua

masalah atau semua penyimpangan tentang kesehatan yang ada dalam masyarakat.

Dengan semangkin tingginya pendidikan masyarakat dan meningkat status sosial

ekonominya, maka kebutuhan dan tuntutan kesehatan semakin meningkat sehingga

tidak ada lagi upaya yang dilakukan selain meningkatkan kinerja petugas kesehatan

dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya (Zubaidah, Tua:

2021).

Pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama penyelenggara karena merupakan

salah satu hak mendasar masyarakat serta penyediaannya wajib diselenggarakan oleh

pemerintah. Seperti yang tertuang pada pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar

1945 dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga pemerintah

memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak dan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dapat di peroleh terdiri dari

semua fasilitas kesehatan yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan

tingkat lanjutan, dan fasilitas kesehatan lainnya yang bekerjasama dengan BPJS

kesehatan, salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah Puskesmas sesuai

dengan Peraturan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun

2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Berdasarkan peraturan tersebut


dijelaskan bahwa fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik

promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.

Implementasi pelayanan kesehatan yang baik harus meliputi ketersediaan dan

berkesinambungan, mudah dijangkau dalam hal pembiayaan harus disesuaikan dengan

perekonomian masyarakat, dapat diterima bagi seluruh kalangan, mudah dicapai

terutama dari sudut lokasi yang strategis, dan bermutu sesuai standar dan kode etik

yang tersedia sehingga dapat memuaskan pasien.(10) Seiring terjadinya wabah

COVID-19 pemerintah menetapkan cara pencegahan dan pengendalian infeksi yang

berkaitan dengan pelayanan kesehatan meliputi beberapa hal yaitu implementasi

standar pencegahan untuk semua pasien, identifikasi awal dan pengendalian sumber,

penerapan pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan rekayasa, serta

langkah–langkah pencegahan tambahan empiris (Puspita dan Mustakim: 2021).

Sistem kesehatan Indonesia memiliki campuran penyedia publik dan swasta, dan

pembiayaan publik dan swasta. Sistem publik diselenggarakan sejalan dengan sistem

pemerintahan desentralisasi di Indonesia, dengan tanggung jawab pemerintah pusat,

provinsi dan kabupaten. Kementerian Kesehatan pusat bertanggung jawab atas

pengelolaan beberapa rumah sakit tersier dan spesialis, pemberian arahan strategis,

penetapan standar, regulasi, dan memastikan ketersediaan sumber daya keuangan dan

manusia. Pemerintah provinsi bertanggung jawab atas pengelolaan rumah sakit tingkat

provinsi, memberikan pengawasan teknis dan pemantauan layanan kesehatan


kabupaten, dan mengoordinasikan masalah kesehatan lintas kabupaten di dalam

provinsi. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengelolaan rumah sakit

kabupaten/kota, dan jaringan kesehatan masyarakat kabupaten/kota pusat kesehatan

masyarakat (puskesmas) dan fasilitas kecamatan terkait. Ada berbagai penyedia

swasta, termasuk jaringan rumah sakit dan klinik yang dikelola oleh organisasi nirlaba

dan amal, penyedia nirlaba, dan dokter individu dan bidan yang terlibat dalam praktik

ganda (yaitu memiliki klinik swasta serta peran fasilitas umum).

Salah satu persoalan dalam pengembangan layanan Kesehatan adalah bagaimana

mengupayakan suaut proses integrasi data pelayanan Kesehatan, sehingga pelayanan

Kesehatan dapat menjangkau wilayah yang lebih luas dan masyarakat yang lebih

banyak. Banyaknya aplikasi kesehatan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan sektor swasta menjadi tantangan bagi integrasi sistem data

kesehatan. Aplikasi yang seharusnya mempermudah dan meningkatkan pelayanan

kesehatan justru menimbulkan masalah baru, seperti terfragmentasinya data di

berbagai aplikasi yang ada yang memiliki standar berbeda yang tidak mudah

diintegrasikan dan dimanfaatkan. Berdasarkan pemetaan saat ini, ada lebih dari 400

aplikasi kesehatan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Angka ini

lebih tinggi lagi jika kita menyertakan aplikasi khusus yang dibuat oleh pihak ketiga

dan institusi kesehatan. Masalah digitalisasi kesehatan lainnya adalah masih banyak

data kesehatan yang didokumentasikan secara manual. Data kesehatan di beberapa

daerah masih didokumentasikan menggunakan kertas dan belum terintegrasi secara

digital. (Kemenkes: 2021).


Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan yang

menitikberatkan pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan di masyarakat. Sistem

kesehatan mencakup serangkaian hubungan struktural yang kompleks antara populasi

dan institusi yang berdampak pada kesehatan. Keberhasilan pemberian layanan

kesehatan sebagian besar merupakan fungsi dari pengetahuan, keterampilan, motivasi,

dan pengembangan karyawan yang bertanggung jawab atas organisasi dan pemberian

layanan kesehatan (Kourkouta, et.all: 2021).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yang akan mengambil studi

di kota Manado. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, untuk melihat persepsi

masyarkat terhadap pelayanan Kesehatan telemedicine di kota Manado. Adapun jenis

data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh

dari hasil wawancara dengan responden dengan model wawancara terstruktur

menggunakan daftar pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti. Selain itu,

penelitian ini juga menggunakan metode dokumentasi untuk mengumpul data, baik

wawancara, dokumen serta fakta-fakta lapangan yang ditemukan. Data yang telah

dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisa untuk selanjutnya diambil kesimpulan.

Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal medis,

layanan Kesehatan serta jurnal terkait penggunaan layanan telemedicine yang

dikumpulkan oleh penulis dengan menentukan tema jurnal serta mengambil jurnal

yang diterbitkan 5 tahun terakhir yaitu antara tahun 2018-2022 untuk manjamin

validitas data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini.

B. Jenis Data

Model penelitian ini adalah memodifikasi penelitian Kamal et al. (2020), yang

menganalisis penerimaan pengguna terhadap telemedicine. Karena penelitian


dilakukan setelah pandemi COVID-19 menyebar ke Indonesia, peneliti memodifikasi

beberapa variabel yang ada dengan memetakan beberapa faktor dari penelitian

sebelumnya yang memiliki kesamaan makna. Peneliti menggunakan persepsi

kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan. Adapun jenis data dalam penelitian ini

adalah data primer yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden.

Instrumen berupa daftar pertanyaan, alat perekam, dan alat tulis menulis serta

pemantauan data observasi. Pemahaman dan penguasan peneliti serta kesiapan peneliti

untuk masuk ke area penelitian merupakan validasi dan instrument penelitian. Daftar

pertanyaan adalah kumpulan pertanyaan yang dibuat peneliti untuk memproleh

informasi mengenai peluang dan tantangan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan

telemedicine. Sumber data yang didapat dalam penelitian ini adalah sumber data primer

yaitu sumber data yang langsung didapatkan dari informan yang terlibat langsung.

Untuk teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kemudian

didokumentasi dan dianalisa.

C. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, diolah secara manual dengan membuat transkrip

kemudian disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis dengan langkah-

langkah sebagai berikut: mengorganisir data, membaca keseluruhan data dan memberi

kode, membuat kategori informasi tentang peluang dan tantangan konsep telemedicine

khususnya pelayanan kesehatan anak, mengidentifikasi setiap kondisi-kondisi yang


menyebabkannya dan mendeskripsikannya, mengidentifikasi integrasi dari kategori,

mengembangkan dan menggambarkan suatu acuan yang menerangkan keadaan yang

mempengaruhi konsep hospital without walls dalam pelayanan kesehatan anak,

penyajian data dalam bentuk narasi, pemeriksaan keabsahan data dengan cara

konfirmabilitas, tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi melalui triangulasi.


DAFTAR PUSTAKA

Zeinevaltines Tampian, Windy Wariki, Gustaaf Ratag. 2021. Penerapan Konsep


Hospital Without Walls Dalam Menurunkan Angka Cold Case. Jurnal Kesehatan
Medika Saintika. Volume 12 nomor 2.
Marieska Y. Waworuntu, Gustaaf A. E. Ratag, dan S. L. H. V. Joyce Lapian. 2020.
Peluang dan Tantangan Hospital Without Walls Pelayanan Kesehatan Anak.
Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3,
Juli.
Steffi Alexandra, Putu Wuri Handayani, Fatimah Azzahro. 2021. Indonesian hospital
telemedicine acceptance model: the influence of user behavior and technological
dimensions. Heliyon 7 (2021) e08599
Wahyu Andrianto, Atika Rizka Fajrina. 2021. Tinjauan Perbandingan Penyelenggaraan
Telemedicine Antara Indonesia Dan Amerika Serikat. Jurnal Hukum Kesehatan
Indonesia. Vol. 01, No. 02, Oktober
Muhammad Luthfi Adnan, Miranti Dewi Pramaningtyas. 2021. Penggunaan
Telemedicine Pada Masa Pandemi Covid-19: Prospek Dan Tantangan. JIMKI
Volume 8 No.3 | September.
Karina Tiara, Ferdi Antonio. 2022. The Influence Of Telemedicine Usability On
Patient Loyalty Mediated By Patients’ Trust And Satisfaction: A Study At
Hospitals Of State-Owned Enterprises In Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai
Volume 6 Nomor 1
Budi Wiweko, Sarah Chairani Zakirah, Atha Luthfi. 2021. The Essence of
Telemedicine for Bridging the Gap in Health Services. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. Vol. 16 (2): 66-70
Abigail Prasetyo dan Dyah Hapsari Prananingrum. 2022. Disrupsi Layanan Kesehatan
Berbasis Telemedicine: Hubungan Hukum Dan Tanggung Jawab Hukum Pasien
Dan Dokter. Jurnal Refleksi Hukum. Volume 6 Nomor 2, April
Novita Rina Antarsih, Sri Panca Setyawati, Sri Ningsih, Deprizon, Eman Sulaiman,
Nurul Pujiastuti. 2021. Telehealth Business Potential in Indonesia. Advances in
Economics, Business and Management Research, volume 205.
SA Abdulwahab dan HS Zedan. 2021. Factors Affecting Patient Perceptions and
Satisfaction with Telemedicine in Outpatient Clinics. Journal of Patient
Experience Volume 8: 1-9
Khola Noreen, Muhammad Umar, Arshad Ali Sabir. 2020. Opportunities and
Development of Telemedicine in Response to COVID-19: Experience from
Public Sector Medical University. Biomedica – Vol. 36, COVID19-S2
Kamila Furlepa, Anna Tenderenda, Remigiusz Kozłowski, Michał Marczak,
Waldemar Wierzba and Andrzej Sliwczy´nski. 2021. Recommendations for the
Development of Telemedicine in Poland Based on the Analysis of Barriers and
Selected Telemedicine Solutions. Int. J. Environ. Res. Public Health.
Abdul Rahman Taha, Mustafa Shehadeh, Ali Alshehhi, Tariq Altamimi, Emma
Housser, Mecit Can Emre Simsekler, Buthaina Alfalasi, Shammah Al Memari,
Farida Al Hosani, Yousif Al Zaabi, Shereena Almazroui, Hamed Alhashemi,
Noora Alhajri. 2022. The integration of mHealth technologies in telemedicine
during the COVID-19 era: A cross-sectional study. Journal Plos One. 17(2)
Fahni Haris, Kellyana Irawati, Ferry Fadzlul Rahman. 2021. Adaptation of
telemedicine amidst COVID-19 towards Indonesian physicians: benefits,
limitations, and burdens. Bali Medical Journal (Bali MedJ), Volume 10, Number
3

Anda mungkin juga menyukai