Anda di halaman 1dari 3

Tenggelam dalam kesibukan, sungguh membuat hari begitu cepat berlalu.

Senin,
Selasa...Rabu, dan seterusnya tiba-tiba pergantian bulan dan tahun terus bergulir. Jika
dulu kita sibuk dengan masa muda lengkap dengan segala kesibukannya. Kini kita
sudah sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sendiri ataupun keluarga.
Dan sungguh itu semua sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan yang sejenak
ini. Karena memang Alloh menciptakan isi dunia ini untuk fasilitas hidup kita di dunia ini.
Namun yang harusnya menjadi pertanyaan bagi kita adalah...sudah tepatkah setiap
lelah yang ada pada diri kita?

Jika setiap tahap dan target kehidupan ini hanya berjalan apa adanya maka sungguh
kita patut menyadari bahwa sebenarnya kita sudah kehilangan sisi kemanusiaan kita
dan berubah menjadi mesin yang disebut robot. Yah...robot yang berbungkus wajah
manusia. Robot hanya butuh energy, perawatan dan instruksi. Silahkan dicek apakah
hidup kita hanya berisi makan, tidur dan bekerja semata? Jika iya, maka sungguh kita
sudah menjadi robot-robot itu.

Robot-robot itu menjalani aktivitasnya tanpa visi dan misi yang jelas. Tanpa tujuan dan
arah yang jelas. Karena setiap geraknya hanya dibatasi oleh instruksi dan setting
program tanpa ada inisiatif dan pemilahan mana aktivitas yang baik dan aktivitas yang
hina. Jika kondisi kita dalam hal yang demikian, maka sungguh sekali lagi...kita sudah
menjadi robot-robot yang digerakkan oleh remot.

Jika sudah demikian, maka kita akan lalai dari esensi kita “diadakan” di dunia ini. Dan
jika sudah demikian, kita lupa dan dilupakan dengan kelelahan demi kelelahan yang
tiada bernilai di hadapan Sang Pencipta kita. Karena kelelahan-kelelahan kita tumbuh di
atas kelalaian yang tiada berujung.
Lalu di mana kita temukan kelelahan yang berarti itu? Kelelahan yang berarti itu akan
kita temukan di tempat yang paling pertama adalah di cara pandang kita melihat esensi
kehidupan kita di sini. Seperti yang telah Alloh canangkan :

“Tidak akan Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu”
(Adz-dzaariyat : 56).
UNTAIAN HIKMAH

Pertama, Menjadi seorang guru menjadikanku mengerti bahwa untuk dapat mengajar
dengan murid-muridku adalah dengan menyayanginya. Dengan rasa sayang, kita bisa
merasa dengan senang mengajari mereka banyak hal. Kita pun menjadi tak bosan
memberikan perhatian kepada mereka. Kepedulian bisa kita curahkan dengan begitu
semangat. Semua itu demi keberhasilan dalam mengajar, hingga mereka pun senang
kala diajar.
Kedua, Seorang guru cenderung tidak disukai murid-muridnya jika ia pun tidak
menyukai murid-muridnya terlebih dahulu. Guru bukan hanya sebuah profesi yang
hanya mengejar formalitas mengajar dan menyelesaikan sebuah materi. Namun
bagaimana mengajarnya bisa tertanam di benak fikiran murid-muridnya. Hingga seolah
dalam pembelajaran tidak terjadi kekakuan yang membut pelajaran terasa mencekam.
Ketiga, Seorang guru sangat berharap murid-muridnya akan begitu menghormatinya.
Mau bertutur sapa dengan baik dan sopan kepadanya. Namun bukan berarti
kesopanan yang hanya formalitas semata. Seorang guru merasa bersemangat kala ia
dihargai. Hal ini pun adalah tugas seorang guru untuk bisa dihargai. Walaupun pada
dasarnya setiap murid berkewajiban untuk menghargai. Sifat dan profesionalisme guru
itu lah yang akan membuat sang guru bisa dihargai atau tidak.

Keempat, Suatu kebahagiaan tersendiri saat seorang guru dapat disayangi murid-
muridnya. Sosoknya dirindukan sekali untuk selalu mengajar. Hingga seolah sosoknya
tak ingin digantikan oleh guru lain dalam mengajar. Disini membuat sang guru menjadi
betah dan semangat dalam mengajar.
Cinta itu adalah anugerah
Karena anugerah maka cinta itu indah
Karena indah maka harusnya harimu semakin cerah
Karena cerah harusnya hilang semua gundah dan gelisah .

Bijaklah dalam menghadapinya, dan jika perlu Lepaskanlah, Sebab Cinta Itu
Membebaskan Bukan Membelenggu.

Kamu memang mencintainya, namun jika karena beberapa hal kalian tidak bisa
bersama, maka lepaskanlah. Aku meyakini bahwa cinta itu adalah sebuah rasa yang
seharusnya membuat kita bahagia. Namun jika perasaan itu justru malah membuatmu
patah dan membuatmu uring-uringan setiap harinya. Maka tinjau kembali, sehatkah
cinta yang saat ini kamu miliki? Cinta yang engkau pasrahkan kepada Allah, tidak akan
membuatmu menjadi bodoh dan buta karena hilang arah. Cinta yang engkau pasrahkan
kepada Allah akan membuatmu lebih mudah menerima segala kemungkinan. Kau akan
siap dengan memilikinya dan siap pula melepaskannya jika tidak mungkin untuk
bersama. Sebab sebaik-baik cinta adalah cinta yang orientasinya hanya pada Yang
Maha Esa (Allah SWT). Sebab cinta itu membebaskan, bukan membelenggu.

Anda mungkin juga menyukai