Anda di halaman 1dari 37

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021

Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

MENCARI DAN MENGANALISIS JURNAL NASIONAL

GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL DAN ENDOKRIN

Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Maria Wisnu Kanita S.Kep.,M.Kep.

Di Susun Oleh :

UMI NAVIATUN MAESAROH


S1050
S19A

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2022

1
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

ANALISA JURNAL
 
I. PENDAHULUAN
A. Metode Pencarian Literatur
1. Database yang digunakan : http://jurnal.ukh.ac.id/index.php/JK/
article/view/752
2. Kata kunci pencarian literatur : ICU, konstipasi, massage
abdominal, gastrointestinal
3. Jumlah literature yang didapat : 420
4. Proses seleksi literatur :  berdasarkan tahun, literatur yang paling
lengkap, dan memenuhi keinginan penelaah
B. Abstrak
Konstipasi adalah satu masalah yang sering terjadi pada pasien kritis
yang dirawat di Ruang ICU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
massage abdominal digunakan sebagai terapi komplementer untuk
mencegah konstipasi dan mempermudah serta memperlancar pengeluaran
feses.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling, yaitu sampel harus
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.
Jumlah sampel yaitu 36 pasien yaitu pada kelompok intervensi (n=18) dan
kelompok kontrol (n=18). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
skor pola defekasi pada kelompok intervensi (1,33), lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol (0,67). Hasil uji statistik
menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney didapatkan hasil p-value
0,025 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh massage
abdominal terhadap pola defekasi pada pasien yang dirawat di Ruang ICU
RS Panti Rapih Yogyakarta. Terapi komplementer dengan teknik massage
abdominal dapat menjadi salah satu metode untuk mengatasi masalah
konstipasi pada pasien yang dirawat di ICU.

2
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

II. DESKRIPSI JURNAL
A. Deskripsi Umum
1. Judul : MASSAGE ABDOMINAL SEBAGAI TERAPI
KOMPLEMENTER UNTUK MENJAGA KETERATURAN POLA
ELIMINASI DEFEKASI PADA PASIEN DI RUANG ICU
2. Penulis : Noferiana Widiyawati , Fransisca anjar Rina Setyani,
Emmelia Ratnawati
3. Publikasi : STIKes Panti Rapih Yogyakarta
4. Penelaah : Umi Naviatun Maesaroh
5. Tanggal telaah : 24 Agustus 2022

B. Deskripsi Konten/Isi
1.  Masalah
Konstipasi adalah salah satu masalah yang sering dialami pasien
kritis yang sedang diruang ICU, hal ini sesuai dengan penelitian
Estri, dkk (2016). Menurut Estri, dkk (2016) kejadian konstipasi di
ICU RS Panti Rapih terjadi setelah 3-4 hari perawatan dan setelah
pemasangan alat bantu pernafasan ventilasi mekanik dan banyak
terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Konstipasi adalah defekasi
jarang atau defekasi dua kali per minggu dan kesulitan mengeluarkan
feses (Lemone, et.al., 2016; Priscilla, dkk; Smeltzer, 2013).
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
massage abdominal terhadap pola defekasi pasien yang dirawat di
Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta.
3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini rata-rata skor pola defekasi pada kelompok
intervensi yaitu sebesar 1,33 lebih tinggi dibandingkan dengan pola
defekasi pada kelompok kontrol, yaitu sebesar 0,67. Hasil analisis
data perbedaan skor pola defekasi pada kelompok kontrol dan

3
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

intervensi menunjukkan p value 0,025, hal ini menunjukkan bahwa


ada pengaruh pemberian massage abdominal terhadap rata-rata pola
defekasi pasien yang sedang dirawat di Ruang ICU, hal tersebut
membuktikan bahwa tindakan komplementer berupa massage
abdominal efektif untuk mengatasi masalah konstipasi pada pasien
yang sedang dirawat di ICU.
4. Kesimpulan Penelitian
a. Pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol yaitu 30,6%
mengalami konstipasi, 5,6% berisiko konstipasi dan 13,9% tidak
konstipasi.
b. Pola eliminasi defekasi pada kelompok intervensi yaitu sebesar
8,3% mengalami konstipasi, 16,7% berisiko konstipasi dan 25%
tidak konstipasi
C. Ada pengaruh massage abdominal terhadap pola eliminasi
defekasi pada pasien yang dirawat di Ruang ICU RS Panti Rapih
Yogyakarta (p<0,05)

III. PENUTUP 
Saran
a. Perawat diharapkan mampu melakukan tindakan massage abdominal
secara konsisten dan teratur selama tidak ada kontraindikasi.
b. Rumah Sakit memberikan sarana dan fasilitas untuk
mengimplementasikan terapi komplementer massage abdominal untuk
menjaga keteraturan pola eliminasi defekasi pasien di Ruang ICU.

4
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

ANALISA JURNAL
 
I. PENDAHULUAN
A. Metode Pencarian Literatur
1. Database yang digunakan :
 http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/view/470
2. Kata kunci pencarian literatur : Pompa Jarum Suntik Norepinefrin;
Dosis; Kadar Gula Darah Acak; Endokrin
3. Jumlah literature yang didapat : 364
4. Proses seleksi literatur : berdasarkan tahun, literature yang paling
lengkap dan memenuhi keinginan penelah
B. Abstrak
Ketidakwaspadaan terhadap kontrol gula pasien yang mendapatkan
norepinefrin mengakibatkan perpanjangan masa rawat inap dan kondisi.
Rancangan penelitian menggunakan korelasi dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ICU RSUD
Mardi waluyo Kota Blitar yang diberikan syringe pump norepinephrine
pada 29 Oktober – 22 November 2018. Jumlah sampel penelitian
sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik pengam- bilan sampel
accidental sampling. Analisa data menggunakan Spearman’s rho. Hasil
penelitian menunjukan ada hubungan yang lemah antara pemberian
syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien
di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar dengan p value = 0,034
dan rs = 0,389. Norepinephrine dapat meningkatkan tekanan darah pada
pasien kritis yang mengalami hipotensi, akan tetapi berakibat
meningkatkan kadar gula darah acak, sehingga diharapkan adanya
pemantauan kadar gula darah acak pada pasien kritis serta adanya
monitoring penggunaan cairan diluent nor- mal saline 0,9% dan dextrose
5% yang harus disesuaikan dengan kondisi dari pasien yang
mendapatkan norepinephrine.

5
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

II. DESKRIPSI JURNAL
A. Deskripsi Umum
1. Judul : Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinefrin dengan
Kadar Gula Darah Acak pada Pasien di Ruang ICU RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar
2. Penulis : Yuda Dwi Prasetya, Sandi Alfa Wiga Arsa
3. Publikasi : Prodi Keperawatan, STIKes Patria Husada Blitar,
Indonesia
4. Penelaah : Umi Naviatun Maesaroh
5. Tanggal telaah : 24 Agustus 2022

B. Deskripsi Konten/Isi
1.  Masalah
Pasien dengan kegagalan sirkulasi merupakan suatu keadaan yang
mengancam nyawa (Arifah, 2009). Kegagalan sirkulasi
menyebabkan hipotensi pada pasien yang harus segera ditangani baik
meng- gunakan cairan resusitasi maupun obat-obatan untuk
meningkatkan tekanan darah. Salah satu obat yang digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah adalah norepinephrine (Beetz & Hein,
2009).
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan pemberian
syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada
pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
3. Hasil Penelitian
Dari hasil analisa data yang dilakukan dengan SPSS dan uji
statistik menggunakan uji Spearman’s rho didapatkan nilai Sig.(2-
tailed) sebesar 0,034. Hasil uji statistik menunjukkan   0,05 maka
ada hubungan yang signifikan pemberian syringe pump

6
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang


ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar.
4. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan pembahasan dan hasil uji statistik pada penelitian ini,
maka peneliti dapat menyim- pulkan bahwa untuk mencapai tekanan
darah yang diinginkan, dosis rendah dari syringe pump norepi-
nephrine adalah yang paling banyak digunakan, terdapat peningkatan
kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar, dan ada hubungan pemberian syringe pump
norepinephrine dengan dosis 0,05 – 2 mcg/kgBB/ menit

III. PENUTUP 
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil uji statistik pada penelitian ini,
maka peneliti dapat menyim- pulkan bahwa untuk mencapai tekanan
darah yang diinginkan, dosis rendah dari syringe pump norepi-
nephrine adalah yang paling banyak digunakan, terdapat peningkatan
kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo
Kota Blitar, dan ada hubungan pemberian syringe pump
norepinephrine dengan dosis 0,05 – 2 mcg/kgBB/ menit
B. Saran
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam
penelitian selanjutnya untuk mengukur kadar hormon norepinephrine
pada pasien. Dan hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai dasar
usulan kepada komite di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar untuk
menetapkan kebijakan dan standar operasional prosedur terkait
penggunaan norepinephrine serta cairan diluent norepinephrine yang
disesuaikan dengan kondisi pasien akhirnya akan meningkatkan
kualitas pelayanan pasien serta menurunkan lama masa perawatan

7
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

pasien di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar khususnya di unit


perawatan kritis.

8
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

MASSAGE ABDOMINAL SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER


UNTUK MENJAGA KETERATURAN POLA ELIMINASI
DEFEKASI PADA PASIEN DI RUANG ICU

Noferiana Widiyawati ¹), Fransisca anjar Rina Setyani2), Emmelia


Ratnawati3)

1-3
STIKes Panti Rapih Yogyakarta

ABSTRAK
Konstipasi adalah satu masalah yang sering terjadi pada pasien kritis yang dirawat di
Ruang ICU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa massage abdominal digunakan
sebagai terapi komplementer untuk mencegah konstipasi dan mempermudah serta
memperlancar pengeluaran feses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh massage abdominal terhadap pola defekasi pasien yang
dirawat di Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian quasi eksperimental post test only non equivalent control group.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling, yaitu sampel harus memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti. Jumlah sampel yaitu
36 pasien yaitu pada kelompok intervensi (n=18) dan kelompok kontrol (n=18).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pola defekasi pada kelompok
intervensi (1,33), lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (0,67). Hasil
uji statistik menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney didapatkan hasil p-
value 0,025 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh massage
abdominal terhadap pola defekasi pada pasien yang dirawat di Ruang ICU RS Panti
Rapih Yogyakarta. Terapi komplementer dengan teknik massage abdominal dapat
menjadi salah satu metode untuk mengatasi masalah konstipasi pada pasien yang
dirawat di ICU.
Kata kunci : ICU, konstipasi, massage abdominal

ABSTRAK

Constipation is a problem that often occurs in critically ill patients admitted to the
ICU. The results showed that abdominal massage was used as a complementary
therapy to prevent constipation and facilitate and expedite expenditure. The
purpose of this study was to determine the effect of abdominal massage on the
pattern of defecation of patients treated in the ICU room at Panti Rapih Hospital,
Yogyakarta. This study uses a post-test only non-equivalent control group quasi-
experimental research design. The sampling technique used purposive sampling,
namely the sample must meet the inclusion and exclusion criteria that have been

9
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

determined by the researcher. The number of samples was 36 patients, namely in


the intervention group (n=18) and the control group (n=18). The results showed that
the average score of the pattern of defecation in the intervention group (1.33) was
higher than the control group (0.67). The results of statistical tests using the non-
parametric Mann-Whitney test showed a p-value of 0.025 (p<0.05), so it can be
ascertained that there is an effect of abdominal massage on the pattern of
defecation in patients treated in the ICU room at Panti Rapih Hospital, Yogyakarta.
Complementary therapy with abdominal massage techniques can be a method to
overcome the problem of constipation in patients treated in the ICU.

Keywords : ICU, constipation, massage abdominal

10
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

1. PENDAHULUAN gastrointestinal sehingga terjadi


Konstipasi adalah salah satu masalah penurunan motilitas gastrointestinal.
yang sering dialami pasien kritis yang Menurut Azevedo dan Machado
sedang diruang ICU, hal ini sesuai (2013), konstipasi menyebabkan distensi
dengan penelitian Estri, dkk (2016). abdomen, ketidaknyamanan, dan gelisah
Menurut Estri, dkk (2016) kejadian sehingga menghambat diafragma serta
konstipasi di ICU RS Panti Rapih terjadi menurunkan complience paru dan
setelah 3-4 hari perawatan dan setelah meningkatkan kerja pernafasan sehingga
pemasangan alat bantu pernafasan memperlama proses weaning ventilasi
ventilasi mekanik dan banyak terjadi pada mekanik. Konstipasi harus dicegah
usia lebih dari 40 tahun. Konstipasi dengan melihat banyaknya efek yang
adalah defekasi jarang atau defekasi dua ditimbulkan dari konstipasi terutama bagi
kali per minggu dan kesulitan pasien yang dirawat di Ruang intensif.
mengeluarkan feses (Lemone, et.al., Ada banyak cara yang dapat dilakukan
2016; Priscilla, dkk; Smeltzer, 2013). untuk penatalaksanaan pencegahan atau
Berdasarkan hasil penelitian McClurg penanganan masalah konstipasi, baik
(2017, dalam Hasmi, 2020), yaitu yang bersifat farmakologi ataupun non
pengaruh terjadinya konstipasi adalah diet farmakologi. Salah satu tindakan non
rendah serat, efek samping pengobatan, farmakologi yang dapat dilakukan untuk
kelainan neurologis, kurang aktivitas, pencegahan konstipasi adalah massage
pemberian obat-obatan analgetika, abdominal. Hasil penelitian menunjukkan
narkotika, sedatif, antasida, dan anti bahwa massage abdominal dapat
depresan. Hal ini sesuai dengan penelitian digunakan sebagai terapi komplementer
Sharma, Kaur, dan Garg (2007, dalam untuk pencegahan konstipasi.
Estri, dkk., 2016) yang mengatakan Menurut Sinclair (2010), massage
bahwa sebanyak 45,8% pasien ICU abdominal dapat mencegah terjadinya
mengalami konstipasi karena pemberian konstipasi dengan cara menstimulasi
terapi opioid dan 64,1% pasien ICU yang sistem saraf parasimpatis sehingga
mengalami konstipasi karena tirah baring menurunkan tegangan otot abdomen
total. sehingga meningkatkan motilitas sistem
Menurut penelitian Vincent dan gastrointestinal, meningkatkan sekresi
Preiser (2015), konstipasi terjadi pada gastrointestinal dan merelaksasi sfingter
pasien di ICU yang terpasang alat sehingga melalui mekanisme kerja
ventilasi mekanik. Peralatan standar di tersebut akan mempermudah dan
ICU meliputi ventilasi mekanik untuk memperlancar pengeluaran feses.
usaha bernafas melalui endotrakeal tube Menurut penelitian Ikaristi, Setyani
(ETT). Ventilator merupakan alat bantu dan Estri (2014), massage abdominal
pernafasan yang digunakan untuk pasien merupakan salah satu terapi
yang mengalami gagal nafas atau tidak komplementer yang dapat dilakukan
mampu bernafas secara mandiri (Musliha, untuk mencegah terjadinya konstipasi
2010 dalam Sari, Fauzan, Budiharto, tanpa menimbulkan efek samping. Dalam
2015). penelitian Estri, dkk (2016) mengatakan
Penggunaan ventilator dengan positive bahwa massage abdominal dengan tehnik
end expiratory pressure (PEEP), efek efflurage selama 7 menit tebukti efektif
samping pemberian sedasi, analgetika dan dalam mengatasi konstipasi yang disertai
vasopressor akan mengakibatkan distensi abdomen. Menurut Lamas et al
peningkatan tekanan intrathoraks (2011), massage abdominal dengan
sehingga mengakibatkan penurunan tehnik efflurage merupakan terapi
venus return dan penurunan curah komplementer yang lebih efektif dan
jantung sehingga tubuh melakukan menimbulkan sensasi relaksasi dan
mekanisme kompensasi dengan meningkatkan kenyamanan bagi pasien.
menurunkan aliran darah ke sistem Menurut Kahraman dan Ozdemir (2015),
mengatakan bahwa massage abdominal
yang diberikan kepada pasien yang

11
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

terintubasi di ICU dapat secara efektif RS Panti Rapih Yogyakarta pada 29


dapat mengurangi volume sisa lambung Desember 2020 - 5 Februari 2021. Teknik
dan distensi perut. sampling yang digunakan adalah
Hasil observasi pada 10 pasien yang purposive sampling, dengan kriteria
dirawat di Ruang ICU RS Panti Rapih inklusi yaitu pasien yang menyetujui
Yogyakarta sejak tanggal 16 Oktober - 22 dilakukan tindakan intervensi massage
Oktober 2020, ada 6 pasien mengalami abdominal, pasien dengan hemodinamik
konstipasi setelah menjalani perawatan di stabil (MAP > 65, < 120, Nadi (60-110
ICU selama dirawat 3-5 hari perawatan. x/menit), RR (14-20X/menit). Sedangkan
Tujuan dari penelitian ini adalah kriteria eksklusi adalah pasien yang
mengidentifikasi pengaruh abdominal mendapat terapi laksativ, pasien dengan
massage dalam upaya pencegahan tumor abdomen, pasien dengan kasus
konstipasi pada pasien yang dirawat di ileus, pasien dengan trauma abdomen,
Ruang ICU. pasien dengan perdarahan lambung
maupun abdomen, pasien dengan sakit
2. METODE PENELITIAN jatung post tindakan kateterisasi jantung
Penelitian ini menggunakan metode atau tindakan PCI, pasien dengan
kerusakan integritas kulit diperut, pasien
penelitian quasi eksperimental post test
dengan kehamilan.
only non equivalent control group, yaitu Sampel yang dalam penelitian ini
membandingkan perbedaan pola adalah 36 responden yang dibagi yaitu
eliminasi defekasi pasien pada kelompok kelompok intervensi (n=18) dan
intervensi (terapi standar dan massage kelompok kontrol (n=18). Peneliti
melakukan observasi eliminasi defekasi
abdominal) dengan kelompok kontrol pada kelompok kontrol dan kelompok
(terapi standar) untuk pencegahan intervensi setiap hari selama tiga hari.
konstipasi pada pasien yang di rawat di Instrumen penelitian telah dilakukan uji
ICU RS Panti Rapih Yogyakarta. validitas dan mendapat rekomendasi dari
dokter konsultan intensif care Rumah
Massage abdominal adalah pemijatan Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Instrumen
yang dilakukan pada area perut dengan penelitian berisi untuk mengetahui
teknik efflurage. Pemijatan dilakukan konsistensi feces yang dikeluarkan setiap
pada area colon asenden, colon kali defekasi meliputi lembar observasi
transversum dan colon desenden serta dan lembar wawancara pola eliminasi
area intestinal secara sirkuler selama 15 defekasi pasien serta bristol chart.
menit dengan frekuensi 1 kali sehari
selama 3 hari berturut-turut.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang dirawat di Ruang ICU
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pola Eliminasi Defekasi Kelompok Kontrol dan Intervensi
Sebelum Menjalani Rawat Inap di Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta
(n=36)
Pola defekasi Kelompok kontrol Kelompok intervensi
n % n %
Konstipasi 13 36,1 18 50
Tidak konstipasi 5 13,9 0 0
Total 18 50,0 18 50
Sumber: Data Primer, 2021 Unit (ICU) pada kelompok intervensi dan
pada kelompok kontrol lebih dari separuh
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa
seluruh responden mengalami konstipasi,
yaitu sebesar 50 % (18 responden)
sebelum masuk Ruang Intensive Care

12
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

responden mengalami konstipasi sebesar


36, 1% (13 responden). Berdasarkan data
diatas mayoritas pasien sebelum masuk
ruang ICU mengalami konstipasi. Faktor
yang mempengaruhi terjadinya konstipasi
pada pasien yang jatuh pada kondisi kritis

13
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

sebelum masuk ICU meliputi usia yang sehingga melemahkan aktivitas fisik yang
tua, kompleksitas penyakit, kondisi dapat menurunkan tonusitas otot, yang
hemodinamik pasien yang tidak stabil, diperlukan untuk mengeluarkan feses dari
mobilisasi pasif yang lama dan lain dalam rectum, hal ini dapat menurunkan
sebagainya. Menurut Ikaristi, dkk. (2014), fungsi otot abdominal yang menyebabkan
pasien yang dirawat di ruang ICU konstipasi.
mengalami pembatasan aktivitas (bedrest)
karena penurunan kondisi kesehatan,

Tabel 2. Skor Pola Eliminasi Defekasi


di Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta
(n=36)
Kelompok Skor pola defekasi
Mean n SD Mean Diff
Kontrol 0,67 18 0,907 0,66
Intervensi 1,33 18 0,767
Sumber: Data Primer, 2021
Dari tabel 2 didapatkan hasil rata- dan intervensi adalah 0,66. Hasil
rata skor pola defekasi pada kelompok penelitian ini sama dengan hasil
intervensi lebih tinggi yaitu sebesar penelitian yang dilakukan oleh Ikaristi,
1,33 sedangkan kelompok kontrol dkk. (2014) dan Setyani & Theresia
adalah 0,67, artinya kelompok kontrol (2020), yang menyatakan bahwa
lebih berisiko mengalami konstipasi terdapat perbedaan skor konstipasi pada
dibandingkan dengan kelompok kelompok kontrol dan intervensi setelah
intervensi. Hasil analisis data perbedaan dilakukan massage abdominal.
skor pola defekasi kelompok kontrol

Tabel 3. Pola Eliminasi Defekasi Kelompok Kontrol dan Intervensi


Setelah Pemberian Intervensi Massage Abdominal
di Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta
(n=36)
Pola Defekasi Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi
n % n %
Konstipasi 11 30,6 3 8,3
Berisiko mengalami konstipasi 2 5,6 6 16,7
Tidak Konstipasi 5 13,9 9 25
Total 18 50 18 50
Sumber: Data primer, 2021
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kelompok kontrol sebanyak 30,6 % pemberiaan diit untuk menangani
mengalami konstipasi, hal ini konstipasi. Sedangkan pada kelompok
disebabkan oleh faktor mobilisasi intervensi (tindakan standar dan
pasien pasif dan adanya penggunaan abdominal massage), hasilnya
sedative. Adapun tindakan keperawatan menunjukkan bahwa mayoritas tidak
yang dilakukan untuk penanganan mengalami konstipasi yaitu sebanyak
konstipasi antara lain merubah posisi 25%.
pasien 2 jam sekali, perawat melakukan

Tabel 4. Uji Normalitas Skor Pola Eliminasi Defekasi


Responden Kelompok Kontrol dan Intervensi
di Ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta
(n=36)

14
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

Pola Kategori tindakan Shapiro-Wilk


defekasi Statistic Df Sig.
Kontrol 0,671 18 0,000
Intervensi 0,767 18 0,001

Uji normalitas data skor pola eliminasi data tersebut berdistribusi tidak normal,
defekasi kelompok kontrol dan kelompok sehingga untuk mengetahui pengaruh
intervensi menggunakan Shapiro-Wilk, massage abdominal terhadap pola
karena sampel 36 responden. Hasil uji eliminasi defekasi menggunakan uji
normalitas data didapatkan p-value= analisisMann-Whitney.
0,000 dan 0,001 (p< 0,05), artinya bahwa

Tabel 5. Pengaruh Massage Abdominal Terhadap Pola Defekasi


di Ruang ICU Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Skor pola eliminasi defekasi
Mann-Whitney U 96.000
Z - 2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,025

Berdasarkan tabel 5 menujukkan kenyamanan. Massage abdominal


bahwa hasil uji statistik menggunakan dengan
Mann-Whitney didapatkan p-value 0,025
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh massage abdominal terhadap
pola defekasi pada pasien yang dirawat di
ruang ICU RS Panti Rapih Yogyakarta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Ikaristi, dkk (2014), yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan
skor konstipasi pada kelompok kontrol
dan intervensi. Berdasarkan hasil analisis
data skor konstipasi menunjukkan bahwa
kelompok kontrol, rata-rata skor
konstipasi adalah 3,22 sedangkan pada
kelompok intervensi rata-rata skor
konstipasi adalah 2,17. Hasil analisis data
perbedaan skor konstipasi pada kelompok
kontrol dan intervensi menunjukkan p
value 0,015, artinya ada perbedaan skor
konstipasi pada kelompok kontrol dan
intervensi, sehingga dapat disimpulkan
massage abdominal berdampak terhadap
pencegahan konstipasi pada pasien yang
dirawat di ruang ICU.
Menurut Estri, dkk, (2016),
mengatakan bahwa Massage abdominal
dengan teknik effleurage lebih efisien
dalam waktu pelaksanaan, energi yang
dikeluarkan lebih minimal, gerakan
massage lebih sistematis dan mudah
untuk diterapkan, serta memberikan efek
15
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X
teknik effleurage dapat menjadi pilihan
intervensi untuk pencegahan konstipasi
pada pasien yang terpasang ventilasi
mekanik. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan terapi komplementer yang dapat
dikembangkan di tatanan keperawatan
kritis serta dijadikan dasar penelitian
lanjutan mengenai lamanya efek massage
abdominal terhadap defekasi meskipun
massage abdominal sudah dihentikan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya,
tindakan massage abdominal terbukti
efektif untuk mengatasi konstipasi
terutama pada pasien yang dirawat di
ruang ICU.
Pasien di ICU dengan rata-rata berusia
lanjut usia, aktivitas pasien dengan
mobilisasi pasif, pasien dengan diagnosa
medis gagal nafas, terpasang alat ventilasi
mekanik, mendapat terapi sedativa dan
pemberian analgetika narkotika yang
mempunyai resiko terjandinya konstipasi
karena penurunan kerja motilitas usus.
Hasil penelitian ini rata-rata skor pola
defekasi pada kelompok intervensi yaitu
sebesar 1,33 lebih tinggi dibandingkan
dengan pola defekasi pada kelompok
kontrol, yaitu sebesar 0,67. Hasil analisis
data perbedaan skor pola defekasi pada
kelompok kontrol dan intervensi
menunjukkan p value 0,025, hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian massage abdominal terhadap

16
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

rata-rata pola defekasi pasien yang sedang terapia intensiva, 25(2), 73-
dirawat di Ruang ICU, hal tersebut 74.
membuktikan bahwa tindakan
komplementer berupa massage
abdominal efektif untuk mengatasi
masalah konstipasi pada pasien yang
sedang dirawat di ICU.

4. KESIMPULAN
a. Pola eliminasi defekasi pada
kelompok kontrol yaitu 30,6%
mengalami konstipasi, 5,6% berisiko
konstipasi dan 13,9% tidak
konstipasi.
b. Pola eliminasi defekasi pada
kelompok intervensi yaitu sebesar
8,3% mengalami konstipasi, 16,7%
berisiko konstipasi dan 25% tidak
konstipasi
c. Ada pengaruh massage abdominal
terhadap pola eliminasi defekasi pada
pasien yang dirawat di Ruang ICU RS
Panti Rapih Yogyakarta (p<0,05)

5. SARAN
a. Perawat diharapkan mampu
melakukan tindakan massage
abdominal secara konsisten dan
teratur selama tidak ada
kontraindikasi.
b. Rumah Sakit memberikan sarana dan
fasilitas untuk mengimplementasikan
terapi komplementer massage
abdominal untuk menjaga keteraturan
pola eliminasi defekasi pasien di
Ruang ICU.

6.UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dan terlibat dalam
penelitian ini, terutama STIKes Panti
Rapih Yogyakarta dan juga para
responden.

REFERENSI
Azevedo, R. P. D., & Machado, F. R. 2013.
Constipation in critically ill
patient: much more than
image. Revista Brasileira de

17
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X
https://doi.org/10.5935/0103-
507X.20130014
Estri, A. K, Fatimah, S., & Prawesti, A.
2016. Perbandingan Abdominal
Massage dengan Teknik Swedish
Massage dan Teknik Efflurage
terhadap Kejadian Konstipasi pada
Pasien yang Terpasang Ventilasi
Mekanik di ICU. JurnalKeperawatan
Padjajaran, 4 (3).
Hasmi, H., Waluyo, A., & Ohorella, U. B.
2020. The Beneficial Effects of
Abdominal Massage on Constipation
and Quality of Life: A Literatur
Review. Indonesian Contemporary
Nursing Journal, 4(2), 72-82.
https://doi.org/10.20956/icon.v4i2.919
3
Kahraman, B. B., & Ozdemir, L. 2015.
The impact of abdominal massage
administered to intubated and enterally
fed patients on the development of
ventilator-associated pneumonia: a
randomized controlled study.
International journal of nursing studies,
52(2), 519-524.

https://doi.org/10.1016/j.ijnur
stu.2014.11.001
Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H.,
Engstrom, B., & Jacobsson, C. 2009.
Effects of abdominal massage in
management of constipation-a
randomized controlled trial.
International journal of nursing
studies, 46(6), 759-767.
https://doi.org/10.1016/j.ijnur
stu.2009.01.007
LeMone, P., Burke, K. M., &
Bauldoff, G. 2016. Buku ajar
keperawatn medikalbedah. Jakarta:
EGC.
Priscilla, L., Karen, B., Gerene, B. 2016.
Buku ajar: Keperawatan
medikal bedah. (Vol 2) (Ed 5). Jakarta:
EGC

Sari, R.F., Fauzan, S., dan Budiharto, I.


2015. Pengaruh Open Suction
Terhadap Tidal Volume Pada Pasien
yang Menggunakan Ventilatr di Ruang
ICU dr.Soedarso Pontianak. Jurnal
Kesehatan Khatulistiwa.
https://jurnal.untan.ac.id. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta

18
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

Setyani, F. A. R., & Theresia, S. I.


M. 2020. Pengaruh Abdominal
Massage Dalam Upaya
Pencegahan
Konstipasi pada Lanjut Usia di
BPSTW Abiyoso Yogyakarta.
Jurnal Kesehatan Kusuma
Husada, 205-211. DOI:

https://doi.org/10.34035/j
k.v11i2.453
Theresia, S. I. M., Setyani, F. A. R., &
Estri, A. K. Pengaruh Massage
Abdominal dalam Upaya
Pencegahan Konstipasi pada
Pasien yang Menjalani Rawat
Inap Di Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta. Jurnal Akper
Panti Rapih Yogyakarta.
http://stikespantirapih.ac.id/down
load/ MANUSKRIP%20B U
%20SIWI.pdf

Smeltzer , S.C. 2013. Keperawatan


Medikal Bedah. Handbook for
Brunner & Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing).

Sinclair, M. 2011. The use of


abdominal massage to treat
chronic constipation. Journal of
bodywork and movement
therapies, 15(4), 436-445.

https://doi.org/10.1016/
j.jbmt.2010.07. 007
Vincent, J.L, Preiser,J.C.2015. Getting
critical about constipation.
Journal Practical
Gastroenterology. Nutrition Issues
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

in Gastroenterology,
Series 144,
14-25.

https://med.virginia.edu/ginut
rition/wp-content/uploads/site
s/199/2014/06/Parrish-August -
15.pdf
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 283

JNK
JURNAL NERS DAN
KEBIDANAN

http://jnk.phb.ac.id/
index.php/jnk

Hubungan Pemberian Syringe Pump

Norepinephrine dengan Kadar Gula Darah

Acak pada Pasien

di Ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar

Yuda Dwi Prasetya1, Sandi Alfa Wiga Arsa2


1,2
Prodi Keperawatan, STIKes Patria Husada Blitar, Indonesia

Info Artikel Norepinephrine; Dosis; Kadar Gula Darah Acak

Sejarah Artikel:

Diterima,
16/08/2019
Disetujui,
12/09/2019
Dipublikasi,
02/12/2019

Kata Kunci:

Syringe Pump
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Volume 12 No 2, Hal 142-148, Juli 2021
Universitas Kusuma Husada Surakarta ISSN : 2087 – 5002 | E-ISSN : 2549 – 371X

Abstrak menggunakan korelasi dengan pendekatan cross sectional.


Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ICU RSUD
Mardi waluyo Kota Blitar yang diberikan syringe pump
Ketidakwaspadaan terhadap
norepinephrine pada 29 Oktober – 22 November 2018. Jumlah
kontrol gula pasien yang
sampel penelitian sebanyak 30 orang dengan menggunakan
mendapatkan norepi-
tehnik pengam- bilan sampel accidental sampling. Analisa data
nephrine berakibat
menggunakan Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukan ada
perpanjangan masa rawat
hubungan yang lemah antara pemberian syringe pump
inap dan perburukan kon-
norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di
disi.Tujuan penelitian adalah
ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar dengan p value = 0,034
menganalisis hubungan
dan rs = 0,389. Norepinephrine dapat meningkatkan tekanan
pemberian syringe pump
darah pada pasien kritis yang mengalami hipotensi, akan tetapi
norepinephrine dengan
berakibat meningkatkan kadar gula darah acak, sehingga
kadar gula darah acak pada
diharapkan adanya pemantauan kadar gula darah acak pada
pasien di ruang ICU RSUD
pasien kritis serta adanya monitoring penggunaan cairan diluent
Mardi Waluyo Kota Blitar.
nor- mal saline 0,9% dan dextrose 5% yang harus disesuaikan
Rancangan penelitian
dengan kondisi dari pasien yang mendapatkan norepinephrine.

Relationship of Norepinephrine Syringe Pump with Random Blood Sugar Levels in

Patients in ICU Room Mardi Waluyo Hospital, Blitar City

Article Information Abstract

History Article: Unawareness of blood sugar control in patients receiving


Received, norepinephrine resulted in an extended period of
16/08/2019 hospitalization and worsening condi- tions. The aim of the study
Accepted, was to analyze the correlation of giving norepi- nephrine
12/09/2019 syringe pump and random blood sugar levels of patients in ICU
Published, Mardi Waluyo Hospital, Blitar City. The study used correlation
02/12/2019 design with cross sectional approach. The population in this
study was all ICU patients of Mardi Waluyo Hospital Blitar City
who were given the norepi-

283
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 284

Keywords: nephrine syringe pump on 29 October - 22 November 2018. The sample


was 30 people taken by using accidental sampling technique. The data
Syringe Pump Norepinephrine,
analysis used Spearman’s. The results showed there was a weak correla-
Dosage, Random Blood Sugar Lev-
tion between the administration of norepinephrine syringe pump and
els
ran- dom blood sugar levels of patients in the ICU room at Mardi Waluyo
Hos- pital, Blitar City with p value = 0.034 and rs = 0.389. Norepinephrine
could increase blood pressure in critical patients who had hypotension,
but it resulted in the increase of random blood sugar levels. It is expected
to monitor random blood sugar level of critical patients as well as moni-
toring the use of diluent normal saline 0.9% and dextrose 5% which
should be adapted to the conditions of patients who get norepinephrine.

© 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan


Correspondence Address:

STIKes Patria Husada Blitar - East Java, Indonesia P-ISSN : 2355-052X

Email: sandialfa.wiga@gmail.com E-ISSN: 2548-3811

DOI: 10.26699/jnk.V6i3.ART.p283-291

This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENDAHULUAN memiliki kadar gula darah yang buruk disaat kadar


Pasien dengan kegagalan sirkulasi norepine- phrine dalam darah sangat tinggi. Pada
merupakan suatu keadaan yang mengancam survei pendahuluan yang dilakukan di Ruang ICU
nyawa (Arifah, 2009). Kegagalan sirkulasi RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar pada tanggal 1
menyebabkan hipotensi pada pasien yang harus Mei 2018 sampai dengan 15 Mei 2018, didapatkan
segera ditangani baik meng- gunakan cairan dari 10 sampel yang mendapatkan terapi
resusitasi maupun obat-obatan untuk norepinephrine,
meningkatkan tekanan darah. Salah satu obat
yang digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah adalah norepinephrine (Beetz & Hein,
2009a).
Selama ini pasien kritis yang mendapatkan
norepinephrine dengan tanpa riwayat gangguan
metabolisme glukosa maupun yang total
parenteral nutrition belum pernah dilakukan
kontrol glukosa. Ketidakwaspadaan terhadap
kontrol glukosa pada pasien yang mendapatkan
norepinephrine berakibat adanya perpanjangan
masa rawat inap dan perbu- rukan kondisi pada
beberapa pasien. Yang pada akhirnya akan
meningkatkan angka mortalitas pasien yang
seharusnya bisa di hindari sejak awal. Dikare-
nakan norepinephrine dapat meningkatkan kadar
gula darah secara cepat akibat proses glikolisis
dan glukogenolisis (Beetz & Hein, 2009a).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Meivy,
dkk tahun 2016 di RS Pancaran Kasih GMIM
Manado, didapatkan dari 38 responden (50,7 %)
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 285
kesemuanya mengalami peningkatan kadar gula
darah acak sebesar 5-48 mg/dl. Pengukuran
kadar gula acak dilakukan sebelum dilakukan
pemberian terapi norepinephrine dan kemudian
setelah 15 menit terinduksi oleh norepinephrine.
Pada survei penda- huluan ini terlihat adanya
peningkatan kadar gula darah acak pasien kritis
yang mendapatkan nore- pinephrine.
Beetz et al., (2009) menjelaskan,
norepinephrine adalah suatu amin
simpatomimetik, yang terutama bekerja melalui
efek langsung pada reseptor  dan reseptor  di
jantung. Reseptor adrenergik terdiri dari reseptor
 dan reseptor . Reseptor  terdiri dari dua
bagian besar yaitu reseptor 1 dan 2, dimana
2 memiliki aksi yang menginhibisi pele- pasan
norepinephrine. Reseptor 1 dapat menstimu- lasi
terjadinya lipolisis di jaringan adiposa sehingga
terjadi glukoneogenesis. Sedangkan reseptor 2
akan menyebabkan meningkatnya
glikogenolisis. Hal ini akan meningkatkan kadar
glukosa darah dalam waktu yang singkat
dikarenakan sebagai res- pon aktivasi
norepinephrine.
Hiperglikemia saat perawatan merupakan
faktor risiko yang dapat ditatalaksana dengan
optimal untuk menurunkan mortalitas (Yasmine,
2016). Hipergli- kemi dapat meningkatkan
angka mortalitas dan morbiditas serta biaya
perawatan pada pasien kritis di ruang ICU
(Hermans & Van den Berghe, 2015). Hal ini
dapat ditekan dengan kontrol glukosa darah.
Kadar gula darah pasien kritis dipertahankan
pada kisaran 80-110 mg/dl (Cooksley, McAvoy,
& Haji-
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 286

Michael, 2012). Selama ini kontrol glukosa darah 22 November


difokuskan pada pasien kritis dengan riwayat
hiperglikemia maupun hipoglikemia, pasien
trauma berat, pasien kritis dengan total parenteral
nutrition, pasien kritis dengan menggunakan obat
golongan steroid. Namun tidak dilakukan kontrol
glukosa pada pasien yang mendapatkan
norepinephrine.
Risiko mortalitas pasien kritis dengan
hipergli- kemia 2,13 kali lebih tinggi daripada
pasien normo- glikemia (Falciglia, Freyberg,
Almenoff, D’Alessio, & Render, 2009). Sistem
homeostasis pasien kritis tidak sama dengan
pasien lain pada umumnya. Pada pasien kondisi
kritis, sulit untuk melakukan meka- nisme
pertahanan, sehingga dapat dengan mudah
mengalami ketidakseimbangan yang dapat
mengan- cam homeostasis tubuh (Modell et al.,
2015). Pasien kritis dengan penggunaan
norepinephrine selama ini tidak pernah dilakukan
kontrol glukosa. Padahal secara teori terjadi
glukoneogenesis dan glikogeno- lisis pada pasien
yang menggunakan norepinephrine yang berakibat
peningkatan kadar gula darah yang tidak dapat
dikontrol oleh tubuh pasien.
Oleh karena itu, harus dilakukan kontrol
glukosa pada pasien kritis yang mendapatkan
norepinephrine meskipun tanpa ada riwayat
gangguan metabolisme glukosa maupun dalam
kondisi total parenteral nutrition. Sesuai dengan
prinsip FAST HUG yang diterapkan di ruang
perawatan kritis. Menurut Nair et al., (2017),
FAST HUG merupakan sebuah mnemonic atau
singkatan yang memudahkan se- orang atau tim
praktiksi medis dalam memberikan terapi pada
pasien di ruang ICU, singkatan tersebut adalah
FASTHUG. FASTHUG terdiri dari F untuk
feeding, Auntuk analgesia, S untuk sedation, T
untuk thromboembolic prophylaxis, H untuk head
of bed elevasi, U untuk stress ulcer prevention, dan
G untuk glucose control. Dengan FAST HUG,
pasien yang mendapatkan terapi norepinephrine
dilakukan kontrol glukosa darah secara ketat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
melakukan riset tentang hubungan pemberian
syringe pump norepinephrine dengan kadar gula
darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD
Mardi Waluyo Kota Blitar.

BAHAN DAN METODE


Rancangan penelitian menggunakan korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien ICU
RSUD Mardi waluyo Kota Blitar yang diberikan
syringe pump norepinephrine pada 29 Oktober –
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 287
2018. Jumlah sampel penelitian sebanyak 30
orang dengan menggunakan tehnik pengambilan
sampel accidental sampling. Variabel bebas
dalam peneli- tian ini adalah pemberian syringe
pump norepine- phrine sedangkan Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kadar gula
darah acak. Lokasi penelitian adalah di ruang
ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Waktu
penelitian pada 29 Oktober sampai dengan 22
November 2018. Uji yang digunakan untuk
mengetahui hubungan pemberian syringe pump
norepinephrine (NE) dengan kadar gula darah
digunakan uji Spearmen’s rho. Derajat
kemaknaan di tentukan   0,05.

HASIL PENELITIAN
Data Umum

Tabel 1 Distribusi prosentase data umum pasien


yang diberikan syringe pump
norepinephrine di ruang ICU RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar

Usia Variabel(f)%
26 – 35 tahun 1 3,33
36 – 45 tahun 2 6,67
46 – 55 tahun 13 43,33
56 – 65 tahun 15 50
>65 tahun 4 13,33
Jenis Kelamin
Laki -laki 17 56,67
Perempuan 13 43,33
Diagnosa medis
Septic Shock 10 33,33
Cardiogenic Shock 13 43,33
Hipovolemic Shock 1 3,33
Internal Bleeding 1 3,33
ICH 2 6,67
EVD 2 6,67
CVA Bleeding 1 3,33
Berat badan (Kg)
40 – 49 9 30
50 – 59 12 40
60 – 69 9 30
Riwayat Penyakit
Keluarga HT 1 3,33
CVA 1 3,33
TBC 1 3,33
Tidak ada 27 90
Pekerjaan
Swasta 16 53,33
PNS 3 10
Petani 6 20
Tidak bekerja 5 16,67
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 288

Tabel 1 menunjukkan prosentase data umum Tabel 2 menunjukkan prosentase data khusus
dari pasien yang mendapatkan syringe pump pada pasien yang mendapatkan syringe pump
norepinephrine. Berdasarkan tabel 1 prosentase norepinephrine di ruang ICU RSUD Mardi
usia terbesar ada pada kisaran 56–65 tahun Waluyo Kota Blitar. Berdasarkan Tabel 2
sebesar 50% atau sebanyak 15 orang. Jenis prosentase terting- gi untuk dosis norepinephrine
kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 17 ada pada kisaran dosis rendah (0,05 – 0,5
orang dengan prosen- tase 56,67%. Cardiogenic mcg/kgBB/menit) sebesar
shock merupakan diagnosa medis dengan 46,67% atau sejumlah 14 pasien.
prosentase terbesar yaitu 43,33% atau sejumlah
13 orang. Prosentase berat badan terbesar ada
pada kisaran 50–59 kg yaitu sebesar 40% atau Tabel 3 Distribusi prosentase data khusus kadar gula
sejumlah 12 orang. Sedangkan pada data riwayat darah acak untuk mencapai tekanan darah
penyakit keluarga, prosentase terbesar sebesar sesuai target pada pasien di ruang ICU RSUD
90% atau sejumlah 27 orang tidak memiliki Mardi Waluyo Kota Blitar
riwayat penyakit keluarga. Serta 53,33%
pekerjaan pasien di bidang swasta, yaitu sejumlah
16 orang. Variabel (f) %
Kadar gula darah acak
Data Khusus Meningkat 21 70
Tetap 0 0
Tabel 2 Distribusi prosentase data khusus pemberian Menurun 9 30
syringe pump norepinephrine untuk mencapai
tekanan darah sesuai target pada pasien di
ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
Tabel 3 menunjukkan prosentase data khusus
kadar gula darah acak pada pasien yang menda-
Variabel(f)%
Dosis norepinephrine patkan syringe pump norepinephrine di ruang ICU
Tinggi 6 20 RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Berdasarkan
Medium 10 33,33 tabel 3 menunjukan bahwa sebanyak 21 pasien
Rendah 14 46,67 mengalami peningkatan kadar gula darah acak atau
sebesar 70%.

Tabel 4 Hasil analisa data dan uji statistik Spearman’s rho pemberian syringe pump norepinephrine dengan
kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar

Kadar Gula
DarahAcak
meningkat tetap menurun
(f) % (f) % (f) %
Dosis Tinggi 6 20 0 0 0 0
Norepinephrine Medium 7 23,33 0 0 3 10
Rendah 8 26,67 0 0 6 20
Spearman’s rho Sig. (2-tailed) = 0,034Correlation coefficient = 0,389

kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU


Dari hasil analisa data yang dilakukan RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar.
dengan SPSS dan uji statistik menggunakan uji
Spearman’s rho didapatkan nilai Sig.(2-tailed)
sebesar 0,034. Hasil uji statistik menunjukkan  
0,05 maka ada hubungan yang signifikan
pemberian syringe pump norepinephrine dengan
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 289
PEMBAHASAN
Pemberian syringe pump norepinephrine
pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo
Kota Blitar.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
prosentase tertinggi dosis norepinephrine yang
diberikan untuk mencapai tekanan darah yang
diinginkan ada pada
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 290

dosis rendah (0,05 – 0,5 mcg/kgBB/menit). Nilai ovaskuler yang relatif bagus pada rentang usia 46
prosentase yang tinggi pada norepinephrine dosis - 55 tahun. Pada kasus cardiogenic shock, nore-
rendah juga terdapat pada kelompok responden pinephrine menyebabkan peningkatan
usia 46 – 55 tahun, yaitu sebesar 23,33%. kontraktilitas jantung yang semula melemah.
Kelompok responden dengan diagnosa Sehingga tekanan darah dapat segera meningkat
cardiogenic shock juga mempunyai prosentase ketika norepinephrine mencapai target organ.
tertinggi dalam penggunaan norepinephrine dosis Namun perlu diperhatikan bahwa norepinephrine
rendah, yaitu sebesar 23,33%. Pada penelitian ini bukanlah pilihan utama dalam penanganan kasus
juga didapatkan sebanyak 26,67% pasien laki-laki cardiogenic shock. Nore- pinephrine merupakan
diberikan dosis norepinephrine sebesar 0,05 – 0,5 pilihan utama dalam pena- nganan kasus septic
mcg/KgBB/menit untuk mencapai nilai shock.
tekanan darah yang diharapkan. Pada kasus CVA bleeding ada kecenderungan
Tekanan darah dipengaruhi oleh faktor dari disertai dengan riwayat hipertensi. Sejalan
organ jantung, vaskuler dan volume dari darah. dengan Hafid, (2014), bahwa hipertensi
Pasien kritis dalam kondisi hipotensi memerlukan merupakan faktor utama penyebab stroke. Namun
penanganan segera untuk mengembalikan pada CVA bleeding yang diberikan
tekanan darah ke batas normal. Penggunaan norepinephrine dimungkinkan telah terjadi
norepinephrine adalah salah satu solusi dari perburukan kondisi akibat infeksi sekunder
permasalahan tersebut. Hal tersebut sejalan maupun sudah terjadi herniasi cerebral. Dengan
dengan Beetz et al., (2009) norepinephrine dosis rendah norepinephrine, kondisi hipotensi
merupakan salah satu obat yang digunakan untuk akan segera mencapai nilai tekanan darah yang
meningkatkan tekanan darah. Dan juga sejalan diharap- kan.
dengan (Silversides et al., 2014), norepinephrine Pemberian norepinephrine dengan dosis
meningkatkan kontraktilitas jantung yang pada rendah pada pasien laki-laki akan segera
akhirnya meningkatkan tekanan darah pada meningkatkan tekanan darah sampai dengan nilai
pasien. Kenaikan dari dosis norepinephrine yang diharapkan. Jenis kelamin berpengaruh
tergantung dari tekanan darah responden. terhadap elastisitas pembuluh darah. Kadar
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan hormon estrogen mem- punyai nilai yang tidak
resistensi dari pembuluh darah terhadap darah terlalu besar di dalam individu laki-laki. Padahal
(Han, Park, Shin, & Kim, 2016). Perubahan hormon estrogen berperan dalam menjaga
jumlah dosis yang digunakan dikarenakan elastisitas dinding vaskuler. Tekanan darah akan
sebagai langkah untuk meningkatkan tekanan meningkat saat elastisitas pembuluh darah mulai
darah sampai dengan nilai yang diinginkan. berkurang. Sejalan dengan Harahap et al., (2008),
Penelitian ini sejalan dengan Sumardi et al., bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
(2015), pemberian norepinephrine intravena pada dengan tekanan darah diastol, tekanan darah
menit ke empat pada pasien terinduksi spinal diastol perempuan lebih rendah 3,4 mmHg
anastesi memiliki nilai rata – rata peningkatan dibandingkan dengan laki-laki.
sebesar 89,79% serta 85,23% pada menit ke
Berat badan berpengaruh pada tahanan
sembilan. Berdasarkan usia, penelitian ini sejalan
perifer vaskuler. Pada pasien dengan berat badan
dengan (Harahap et al., (2008), terdapat
yang berlebih mempunyai tahanan perifer yang
hubungan yang bermakna antara usia dengan
besar dikarenakan adanya penumpukan lemak
tekanan darah sistol dan diastol. Setiap
yang berubah menjadi plaque pada sistem
peningkatan umur 1 tahun akan meningkatkan
vaskuler. Semakin menyempitnya diameter
tekanan darah sistol sebanyak 0,493 mmHg dan
vaskuler maka akan semakin besar tekanan yang
diastol sebanyak 0,189 mmHg.
dibutuhkan oleh darah untuk mencapai target
Ada banyak faktor yang dapat organ. Dengan dosis rendah norepinephrine akan
mempengaruhi tercapainya tekanan darah target. membuat diameter vaskuler lebih kecil dari
Pada rentang usia 46 – 55 tahun individu masih sebelumnya sehingga tekan- an darah segera
memiliki fungsi myocardium yang bagus serta mencapai nilai yang diinginkan. Hal ini sejalan
lumen vaskuler yang relatif baik. Dengan adanya dengan Fitriani (2017), ada hubungan signifikan
induksi norepinephrine dalam darah maka akan antara IMT dengan peningkatan tekanan darah.
terjadi respon peningkatan kontraktilitas jantung. Dalam penelitiaanya Komeliani, (2012),
Hal ini sejalan dengan (Massicotte et al., 2017), menunjukan bahwa obesitas beresiko terkena
fungsi organ kardi hiper- tensi 4,02 kali dibandingkan orang yang
tidak obesitas.
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 291

Riwayat penyakit kardiovaskuler pada me- kanisme peningkatan pelepasan glukosa ke


anggota keluarga dapat menjadi faktor yang dalam darah akibat peningkatan kadar
mempengaruhi kesehatan dari sistem norepinephrine
kardiovaskuler individu. Hal ini sejalan dengan
Fitriani et al., (2017), bahwa ada hubungan yang
signifikan antara riwayat penyakit keluarga
dengan tekanan darah. Serta sejalan dengan
Harahap (2008), bahwa terdapat hubungan
bermakna antara riwayat keturunan hipertensi
dengan tekanan darah sistol dan diastol. Namun
pada penelitian ini didapatkan hanya 1 responden
memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu CVA
yang mendapatkan dosis rendah norepinephrine
untuk mencapai nilai tekanan darah yang
diinginkan. Kon- disi ini dikarenakan ketersediaan
sampel penelitian.

Kadar gula darah acak pada pasien di


ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota
Blitar.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ada
pening- katan kadar gula darah acak terendah saat
tekanan darah yang diinginkan tercapai, yaitu
sebesar 70% atau sejumlah 21 pasien.
Peningkatan kadar gula dalam darah diakibatkan
pelepasan dan pembentuk- an glukosa baru ke
dalam vaskuler.
Sewaktu pasien kritis mendapatkan syringe
pump norepinephrine, maka akan timbul suatu
kondisi terjadinya peningkatan kadar
norepineprine dalam vaskuler. Norepinephrine
merupakan salah satu hormon stress, dalam hal
ini sejalan dengan Winta et al., (2018), ahwa ada
hubungan antara peningkatan stress dengan kadar
gula darah. Hal ini juga sejalan dengan
Nurmawati, (2018), bahwa kadar gula darah
sewaktu dipengaruhi oleh hormon stress.
Norepinephrine dapat meningkatkan kadar gula
darah secara cepat akibat proses glikolisis dan
glukogenolisis (Beetz & Hein, 2009). Sedangkan
menurut Coggan et al., (2018), pelepasan nore-
pinephrine ke vaskuler menstimulasi peningkatan
glikogenolisis pada tingkatan sel pada pasien
dengan neurosurgery.
Sejalan dengan Siskawati et al., (2010) yang
menyatakan bahwa rerata kadar gula darah puasa
pada kelompok perokok sebesar 118,6 sedangkan
pada kelompok yang bukan perokok 102,2.
Nikotin pada rokok mengakibatkan pelepasan
katekolamin yang merupakan rantai dari
pelepasan norepine- phrine sehingga
meningkatkan kadar norepinephrine di dalam
vaskuler.
Peningkatan kadar gula darah acak setelah
pemberian norepinephrine dikarenakan terjadi
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 292
dalam darah. Hal ini akan menimbulkan
peningkatan kadar gula dalam darah. Namun
respon ini juga dipengaruhi oleh hormon lain.
Dilihat dari segi usia, pada kelompok usia 46 –
55 tahun memiliki prosentase terbesar dalam
peningkatan gula darah acak, yaitu sebesar
33,33%. Pada rentang usia 46
– 55 tahun proses pelepasan glukosa dalam
darah dapat terjadi secara cepat dikarenakan
masih normal dan relatif baik fungsi dari organ
yang dimiliki oleh responden pada rentang usia
tersebut. Selain itu kondisi dari pasien kritis
memberikan dampak signifikan pada pelepasan
norepinephrine ke dalam vaskuler akibat dari
respon tubuh. Namun pada pasien kritis berat
akan tidak terlalu berdampak signifikan,
dikarenakan sudah rusaknya dari sistem organ
tubuh dari pasien. Yang pada akhirnya
norepinephrine tidak menimbulkan efek
peningkatan kadar gula darah acak.
Peningkatan kadar gula darah berhubungan
dengan dengan jenis kelamin. Hal ini sejalan
dengan Rudi et al., 2017), bahwa variabel yang
berhubungan dengan kadar gula darah adalah
jenis kelamin. Hal ini dikaitkan dengan aktifitas
fisik, dimana perem- puan lebih sedikit aktivitas
fisiknya dibandingkan dengan laki-laki, terlebih
ibu rumah tangga (Azimi- Nezhad et al., 2008).
Pelepasan glukosa ke dalam vaskuler akibat
norepinephrine ditambah dengan faktor resiko
jenis kelamin, mengakibatkan pening- katan
kadar gula darah yang cukup signifikan pada
responden perempuan.
Perubahan kadar gula darah dalam tubuh
pasien ditentukan oleh intake glukosa serta
status sistem endokrin pasien tersebut. Berbeda
dengan kondisi pasien diabetes militus, pada
pasien cardiogenic shock perubahan kadar gula
darah diakibatkan oleh penggunaan
norepinephrine. Namun bila terdapat kondisi
peningkatan aktivitas otot bantu nafas maupun
perubahan asam basa, maka hal tersebut dapat
mempengaruhi perubahan kadar gula darah pada
pasien cardiogenic shock. Pada umumnya pasien
cardiogenic shock tidak mengalami kondisi
hipoglikemi kecuali ada faktor sekunder
penyerta. Sehingga dengan penggunaan
norepinephrine dapat meningkatkan kadar gula
darah tanpa adanya intervensi dari gangguan
metabolik pasien. Keadaan hipoglikemi pada
cardiogenic shock yang menda- patkan
norepinephrine perlu dikaji terlebih lanjut.
Kondisi multiple organ failure maupun distress
nafas serta pembatasan intake peroral
dimungkin- kan menjadi penyebab dari kondisi
tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa indikasi
norepinephrine pada
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 293

cardiogenic shock adalah untuk mengembalikan terlepas dalam pembuluh darah langsung terserap
tekanan darah pada batas normal, bukan untuk pada target organ dan segera di metabolisme.
menjaga kestabilan glukosa pada darah. Seba- gai konsekuensi kadar gula darah tidak
Pada kondisi yang diindikasikan harus terlalu melonjak tinggi. Peningkatan dosis juga
menggu- nakan norepinephrine, faktor cairan yang memaksa pelepasan glukosa dalam darah lebih
digunakan untuk pengenceran norepinephrine banyak dari- pada sebelumnya. Namun
harus diperha- tikan. Penggunaan normal saline dimungkinkan pengoplos- an norepineprine
0,9% dapat ber- peran dalam penurunan kadar dengan menggunakan cairan nomal saline 0,9%
glukosa darah. Na- mun sebaliknya, dengan maka akan terjadi respon peng- eceran dari
menggunakan dextrose 5% dapat meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam vaskuler. Serta
kadar gula darah. Dengan tidak mengesampingkan perlu diperhatikan bahwa pasien kritis berat
resiko kejadian phlebitis, pemi- lihan jenis cairan mempunyai respon yang berbeda, ketika terpapar
pengencer yang tepat dapat men- jaga kestabilan norephineprine dalam jumlah dosis apapun maka
gula darah pasien. tubuh sudah tidak berespon sesuai dengan teori.
Pekerjaan menentukan tingkat hormon stress Kegagalan multi organ diduga yang
yang dimiliki oleh pasien. Pada penelitian ini, menyebabkan hal tersebut.
pasien yang bekerja di bidang swasta memiliki Pada pasien yang diberikan norepinephrine
kecen- derungan peningkatan kadar gula darah dengan resistensi insulin serta pasien dengan
dengan dosis rendah norepinephrine. Namun gang- guan metabolisme glukosa, membutuhkan
dalam kondisi sakit kritis, perubahan tingkat kewaspa- daan yang lebih daripada pasien kritis
hormon stress pada pasien patut dipertanyakan lainnya. Ketika glukosa dalam darah sulit untuk
dan perlu pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu masuk ke dalam sel, norepinephrine menstimulasi
faktor pekerjaan perlu diteliti lebih lanjut. proses lipolisis dan pembentukan glukosa baru
yang pada akhirnya menumpuk di dalam darah.
Hubungan pemberian syringe pump Akumulasi yang berlebih ini akan semakin
norepi- nephrine dengan kadar gula meningkatkan kadar gula darah pasien.
darah acak pada pasien di ruang ICU Tingkat hubungan antar variabel yang rendah
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar dapat diakibatkan oleh kondisi pembatasan intake
Pada Tabel 4 menunjukan hasil analisa data glukosa peroral akibat gangguan pada sistem
yang dilakukan dengan SPSS dan uji statistik gastrointestinal. Ketika intake peroral tidak
menggunakan uji Spearman’s rho. Hasil uji adekuat, maka proses pembentukan dan
statistik menunjukkan menunjukan bahwa tingkat pemecahan glukosa dalam jaringan akan
hubungan antar variabel rendah serta arah dilakukan. Namun dalam kondisi sakit kritis,
hubungan adalah positif. Hal tersebut bermakna kemampuan organ dalam menja- lankan fungsinya
ada hubungan yang signifikan pemberian syringe akan menurun. Penggunaan IVFD sebagai total
pump norepinephrine dengan kadar gula darah parenteral nutrition dapat membantu sebagian.
acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Kemungkinan terjadinya penurunan kadar glukosa
Waluyo Kota Blitar. Serta bila terjadi peningkatan secara signifikan tetap terjadi. Meskipun
pada variabel pemberian syringe pump menggunakan noerepinephrine namun belum
norepinephrine maka akan diikuti peningkatan tentu kadar gula darah meningkat secara
pada variabel kadar gula darah acak. signifikan bila menilik kondisi tersebut.
Telah dijelaskan bahwa Winta et al., (2018)
menyatakan ada hubungan antara peningkatan KETERBATASAN PENELITIAN
stress dengan kadar gula darah, hasil penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai
ini sejalan dengan Marangou et al., (1988), ada prosedur penelitian yang ilmiah, namun demikian
hu- bungan antara penurunan toleransi glukosa masih memiliki keterbatasan penelitian. Estimasi
dan sensitifitas insulin dengan infus jumlah responden berbeda dengan jumlah
norepinephrine. Namun tingkat hubungan antar responden pada bulan sebelumnya. Sehingga
variabel sedang. Pada variabel peningkatan penelitian memerlukan waktu yang lebih panjang
lipolisis menunjukan tingkat hubungan yang daripada perkiraan awal. Serta responden
tinggi. merupakan pasien dengan kondisi sakit kritis,
Norepinephrine mempunyai respon cepat, dan kegagalan multi organ dapat mempe- ngaruhi
langsung berefek meningkatkan kontraktilitas hasil pengukuran kadar gula darah.
jan- tung dan jaringan otot. Glukosa yang
terbentuk dan
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 294

KESIMPULAN Cooksley, T., McAvoy, T., & Haji-Michael, P. (2012).


Glucose control in critical care oncology. Journal
Berdasarkan pembahasan dan hasil uji
statistik pada penelitian ini, maka peneliti dapat
menyim- pulkan bahwa untuk mencapai tekanan
darah yang diinginkan, dosis rendah dari syringe
pump norepi- nephrine adalah yang paling banyak
digunakan, terdapat peningkatan kadar gula darah
acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar, dan ada hubungan
pemberian syringe pump norepinephrine dengan
dosis 0,05 – 2 mcg/kgBB/ menit

SARAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi landasan dalam penelitian selanjutnya
untuk mengukur kadar hormon norepinephrine
pada pasien. Dan hasil penelitian ini diharapkan
bisa sebagai dasar usulan kepada komite di
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar untuk
menetapkan kebijakan dan standar operasional
prosedur terkait penggunaan norepinephrine serta
cairan diluent norepinephrine yang disesuaikan
dengan kondisi pasien akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan pasien serta
menurunkan lama masa perawatan pasien di
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar khususnya di
unit perawatan kritis.

DAFTAR PUSTAKA
Azimi-Nezhad, M., Ghayour-Mobarhan, M., Parizadeh,

M. R., Safarian, M., Esmaeili, H., Parizadeh, S. M. J.,

… Ferns, G. (2008). Prevalence of type 2 diabetes


mellitus in Iran and its relationship with gender,
urbanisati on, education, marital status and
occupation. Singapore Medical Journal, 49(7),
571–576.

Beetz, N., & Hein, L. (2009a). Adrenaline and


Noradrenaline. In Cardiovascular Hormone Systems
(pp. 233–250). Weinheim, Germany: Wiley-VCH
Verlag GmbH & Co. KGaA. https://doi.org/10.1002/
9783527626236.ch10

Beetz, N., & Hein, L. (2009b). Adrenaline and


Noradrenaline. Cardiovascular Hormone Systems,
233–250.
https://doi.org/10.1002/9783527626236. ch10

Coggan, J. S., Keller, D., Calì, C., Lehväslaiho, H.,


Markram, H., Schürmann, F., & Magistretti, P. J.
(2018). Norepinephrine stimulates glycogenolysis
in astrocytes to fuel neurons with lactate. PLoS
Computational Biology, 14(8). https://doi.org/
10.1371/journal.pcbi.1006392
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 295
of the Intensive Care Society, 13(4), 289–292. glucose disposal in humans: A minimal model
https:/ analysis. Metabolism, 37(9), 885–891.
https://doi.org/10.1016/0026- 0495(88)90124-2
/doi.org/10.1177/175114371201300405
Massicotte-Azarniouch, D., Amin, S. O., Hesketh, C., &
Falciglia, M., Freyberg, R. W., Almenoff, P. L., D’Alessio, Clark, E. G. (2017). Renal replacement therapy:
Timing of initiation and intradialytic hypotension.
D. A., & Render, M. L. (2009). Hyperglycemia- American Journal of Respiratory and Critical Care
related mortality in critically ill patients varies Medicine, 196(1), 102–104.
with admission diagnosis. Critical Care htt ps://doi.org/10.1164/ rccm.201611-
Medicine, 37(12), 3001–3009. 2375RR
https://doi.org/10.1097/
CCM.0b013e3181b083f7 Modell, H., Cliff, W., Michael, J., McFarland, J.,
Wenderoth, M. P., & Wright, A. (2015). A
Fitriani, N., & Nilamsari, N. (2017). Faktor-Faktor Yang physiologist’s view of homeostasis. Advances in
Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada Physiology Education, 39(4), 259–266. https://
Pekerja Shift Dan Pekerja Non-Shift Di Pt. X doi.org/10.1152/advan.00107.2015
Gresik. Journal of Industrial Hygiene and
Occupational Health, 2(1), 57.
https://doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.1273

Hafid, M. (2014). HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI


DENGAN KEJADIAN STROKE DI RSUP Dr.
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR 2012.

Jurnal Kesehatan UIN Alauddin, 7(1).

Han, M. J., Park, K. H., Shin, J. ho, & Kim, S. H. (2016).

Influence of daily fluid balance prior to


continuous renal replacement therapy on
outcomes in critically ill patients. Journal of
Korean Medical Science, 31(8), 1337–1344.
htt ps://doi.org/10.3346/
jkms.2016.31.8.1337

Harahap, H., Hardinsyah, H., Setiawan, B., & Effendi, I.


(2008). Hubungan Indeks Massa Tubuh, Jenis
Kelamin, Usia, Golongan Darah Dan Riwayat
Keturunan Dengan Tekanan Darah Pada Pegawai
Negeri Di Pekan Baru. Penelitian Gizi Dan
Makanan, 31, 69–73. Retrieved from http://
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/
article/view/1515

Hermans, G., & Van den Berghe, G. (2015). Clinical


review: Intensive care unit acquired weakness.
Critical Care, 19(1).
https://doi.org/10.1186/s13054-015-

0993-7

Komeliani. (2012). Obesitas Dan Stress Dengan


Kejadian Hipertensi. KESMAS - Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(2), 117–121.
https://doi.org/10.15294/ kemas.v7i2.2806

Marangou, A. G., Alford, F. P., Ward, G., Liskaser, F., Aitken,

P. M., Weber, K. M., … Best, J. D. (1988).


Hormonal effects of norepinephrine on acute
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 296
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 297
Nair, A., Naik, V., & Rayani, B. (2017). FAST HUGS BID:

Modified mnemonic for surgical patient. Indian Journal of Critical Care Medicine, 21(10), 713–
714. https://doi.org/10.4103/ijccm.IJCCM_289_17

Nurmawati, T. (2018). Efektifitas pendidikan kesehatan dengan metode ekspositori tentang meal
planning terhadap pola makan pasien dm tipe 2. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners
and Midwifery), 5(3), 257–262. https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3. art.p257-262

Rudi, A., & Kwureh, H. N. (2017). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Puasa pada
Pengguna Layanan Laboratorium. Wawasan Kesehatan, 3(2), 33–39.

Silversides, J. A., Pinto, R., Kuint, R., Wald, R., Hladunewich, M. A., Lapinsky, S. E., & Adhikari, N.

K. (2014). Fluid balance, intradialytic hypotension, and outcomes in critically ill patients
undergoing renal replacement therapy: a cohort study. Critical Care, 18(6), 624.
https://doi.org/10.1186/s13054-014- 0624-8
Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 298
Siskawati Suparmin. (2010). Beda kadar glukosa darah pada pria perokok dan bukan perokok
tembakau usia 20-60 tahun di Salemba tahun 2009-2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta.

Sumardi, F. S., Nawawi, A. M., & Maskoen, T. T. (2015). Perbandingan Efek Pemberian Norepinefrin
Bolus Intravena dengan Norepinefrin Infus Kontinu dalam Tatalaksana Hipotensi, Laju Nadi,
dan Nilai APGAR pada Seksio Sesarea dengan Anestesi Spinal. Jurnal Anestesi Perioperatif,
3(1), 14–23. https://doi.org/10.15851/jap.v3n1.375

Winta, A. E., Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tekanan
Darah pada Lansia Penderita Diabetes Tipe 2 ( The Correlation Of Blood Glucose Level and
Blood Pressure of Elderly With Type 2 Diabetes ). Jurnal Ners Dan Kebidanan, 5(2), 163–171.
https://doi.org/ 10.26699/jnk.v5i2.ART.p163

Yasmine, G. (2016). Association of Glucose Variability in the First 72 Hours of ICU Care with ICU
Mortality in Critically-III Patients. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3.

Anda mungkin juga menyukai