buah pisang susu dengan cara pemeraman menggunakan karbid dan pemeraman
42
43
kematangan yang cukup dengan ciri-ciri sudut-sudut pada pisang masih tampak
jelas Buah pisang susu yang digunakan didapatkan dari Desa Blubuk Kecamatan
Dukuhwaru. Langkah pertama yaitu buah pisang sebanyak 500 gram diperam
dengan dosis karbid 0,20 % dari bobot buah yaitu sebesar 1 gram. Batu karbid
akan menghasilkan gas asetilen yang berfungsi memacu kematangan buah pisang.
Pada buah pisang susu dengan perlakuan pemeraman menggunakan daun pisang
secukupnya hingga buah tertutup rapat, daun pisang mengandung etilen alami
yang akan membantu proses pematangan pada buah pisang, masing – masing
perlakuan diperam selama 5 hari. Langkah kedua yaitu buah pisang yang telah
melekat dan dikupas, kemudan timbang buah sebanyak 100 gram dihaluskan
Berikut adalah data berat awal sampel dan berat filtrate sampel yang diperoleh
44
warna dan KLT. Berikut hasil pengamatan identifikasi vitamin C dengan reaksi
menghasilkan warna biru lebih muda, untuk mempercepat reaksi larutan dihangatkan
pada suhu 40 °C. suhu dijaga agar stabil dengan menggunakan thermometer, karena
jika suhu terlalu tinggi akan merusak kandungan vitamin C yang terdapat pada
45
filtrate. Warna biru metilen dalam waktu 3 menit akan berubah menjadi lebih muda,
karena metilen blue jika dengan asam kuat akan bereaksi. Hasil dari reaksi warna
antara filtrat dengan metilen blue sesuai dengan pustaka ( Depkes RI, 1979 ).
Pada saat filtrate ditetesi metilen blue kemudian dihangatkan pada suhu 40 °C,
terjadi perubahan warna dari biru pekat menjadi semakin pudar atau dilunturkan
karena terjadi reaksi metilen blue tereduksi oleh vitamin C pada filtrate. Vitamin C
pada filtrate sampel menyumbangkan electron pada metilen blue sehingga vitamin C
berubah menjadi asam dehidroaskorbat dan metilen blue berubah menjadi biru
menghasilkan warna kuning kecoklatan yang dilunturkan karena terjadi reaksi iodium
tereduksi oleh vitamin C pada filtrate. Vitamin C pada sampel mendonorkan electron
H
O
H
O
O
O
H
O
O
H
O
+
I
2
-
+
2
H
+
2
I
H
O
O
H
H
O
H
+
H
( )
3
C
H
3
( )
H V
O i
2
H
O
C m
H
O s
H o
2
2
B
i
r
u
m
e
t
i
l
e
n
w
a
r
n
a
b
i
r
u
t
a
m
i
n
C
a
s
a
a
k
r
b
a
t
( ) ( )
H N
O
O
O
+
H
H
C
H
S
N
N
( )
H
3
3
( )
O
2
2
H
O
C o
H a
O k
H r
2s
B
i
r
u
l
e
u
k
o
m
e
t
i
l
e
n
p
u
d
a
r
/
t
a
k
b
e
r
w
a
r
n
a
a
s
a
m
d
e
h
i
d
r
o
b
a
t
( )
diamnya menggunakan silica gel yang telah oven selama ± 3 menit untuk
Fase gerak yang digunakan untuk KLT dijenuhkan terlebih dahulu dalam
bejana agar seluruh permukaan didalam bejana terisi uap eluen sehingga bercak
yang dihasilkan oleh silica baik dan beraturan. Pada proses elusi, silica gel akan
mengadsorbi fase gerak ( metanol : aseton : air ) bergerak naik melewati silica
gel diikuti oleh senyawa yang diidentifikasi. Setelah proses elusi, lempeng silica
atau noda dibawah lampu UV yang dipasang pada panjang gelombang 254 nm.
Bercak yang dihasilkan yaitu berwarna ungu . Dari 3 replikasi, diperoleh data Rf
Tabel 6. Data nilai RF hasil kromatografi lapis tipis pada sampel buah
pisang dengan pemeraman menggunakan karbid
Tabel 7. Data nilai Rf hasil ktomatografi lapis tipis pada sampel buah pisang
dengan pemeraman menggunakan daun pisang
menggunakan karbid sebesar 0,78 dan nilai hRf sebesar 78, nilai Rf / hRf sampel
yang dihasilkan adalah mendekati nilai Rf yang dihasilkan baku Vitamin C yaitu
sebesar 0,80 dan hRf sebesar 80. Pada sampel buah pisang dengan perlakuan
pemeraman menggunakan daun pisang menghasilkan nilai Rf 0,76 dan hRf 76,
nilai Rf yang dihasilkan sampel mendekati nilai Rf yang dihasilkan baku Vitamin
C yaitu sebesar 0,78 dan hRf sebesar 78. Berdasarkan data penelitian diatas maka
dapat dibuktikan bahwa pada sampel filtrate buah pisang terdapat kandungan
Vitamin C.
48
terlebih dahulu dibuat larutan blangko yang berisi aquadest, larutan blangko
yang digunakan adalah pelarut yang sama untuk melarutkan sampel. Pembuatan
larutan blangko bertujuan untuk kalibrasi pada alat sehingga absorbansi dimulai
dari titik nol. Setelah itu dilakukan orientasi panjang gelombang maksimal dari
adalah 290 nm. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur serapan pada
tertinggi untuk setiap konsentrasi. Dari hasil absorbansi yang diperoleh, maka
0.8
0.6
0.4
0.2
0 Series1
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
panjang gelombang
Dari data diatas kemudian dibuat kurva baku antara absorbansi dan konsentrasi
larutan. Tujuan pembuatan kurva baku adalah untuk mengetahui hubungan antara
Hasil pengujian diperoleh data absorbansi terbesar pada konsentrasi 100 ppm.
Dalam hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka absorbansinya
semakin tinggi. Selanjutnya dibuat kurva baku linier panjang gelombang dan
absorbansi vitamin C untuk menentukan besarnya kadar vitamin C pada filtrate buah
pisang dengan perlakuan pemeraman berbeda. Dari hasil data yang diperoleh dapat
R² = 0.979
0.6
0.4 Series1
0.2 Linear (Series1)
0 Linear (Series1)
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
konsentrasi (ppm)
cukup pada proses pengukuran absorbansi larutan seri baku vitamin C pada sampel
karena harga R2 mendekati nilai 1 menunjukan korelasi atau terdapat pengaruh antara
dengan persamaan y = 0.005x + 0.364 sebagai pembentuk garis lurus linier. Selanjut
51
nya persamaan ini akan digunakan untuk menetapkan kadar vitamin C pada sampel
filtrate buah pisang dengan perlakuan pemeraman yang berbeda, dengan y adalah
mengukur absorbansi pada filtrate dengan panjang gelombang 290 nm. Di bawah ini
Tabel 10. Hasil kadar vitamin C pada sampel buah pisang dengan
perlakuan pemeraman dengan karbid
Tabel 11. Hasil kadar vitamin C pada sampel buah pisang dengan
perlakuan pemeraman menggunakan daun pisang
Pada data di atas nilai absorbansi yang didapat pada replikasi 1,2,3 tidak selalu
sama, hal ini disebabkan oleh adanya zat pengotor dalam pelarut atau sampel dan
kurangnya ketelitian pengambilan volume pelarut atau volume sampel. Hasil uji
diperoleh data kadar vitamin C pada sampel buah pisang dengan perlakuan
52
pemeraman dengan karbid dengan rata – rata sebesar 0,044 mg/100 gram. Hasil kadar
vitamin C pada buah pisang dengan perlakuan pemeraman dengan daun pisang
memperoleh kadar rata – rata sebesar 0,026 mg/100 gram. Semakin tinggi absorbansi
suatu sampel maka akan semakin tinggi pula konsentrasinya dan kadar yang
terkandung di dalamnya juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan dengan hukum
Kadar yang dihasilkan dari pengujian pada sampel buah pisang dengan perlakuan
juga dapat meningkatkan suhu dalam tempat pemeraman sehingga buah yang
mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan
yang sedikit. Dalam daun pisang terdapat etilen alami untuk membantu proses
daun pisang cenderung sedikit hal ini dikarenakan pemberian dan jumlah daun pisang
yang diberikan harus tepat sehingga akan memacu kematangan lebih cepat. Tiap cara
membusuk sedangkan dengan daun pisang proses pematangannya lama dan stabil
53
dalam penyimpanan. Hasil kadar yang didapatkan belum sesuai dengan literature
yang ada yaitu kadar vitamin C pada buah pisang susu 3 mg / 100 g (sumber : Daftar
disebabkan sifat vitamin C yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam
serta mudah teroksidasi. Sehingga vitamin C akan mengalami penurunan apabila kita
dan RSD ( simpangan baku relative atau relative standard deviation). Nilai RSD yang
diperoleh dengan kadar rata – rata tidak boleh lebih besar dari 2 %. ( Aswad dkk,
2011). Jika data yang diperoleh memiliki simpangan baku relative lebih besar dari
2%, maka data yang diperoleh memiliki harga ketelitian yang tidak akurat. Dari
Tabel 12. Hasil nilai simpangan defiasi kadar vitamin C sampel pemeraman
dengan karbid
Tabel 13. Hasil nilai simpangan defiasi kadar vitamin C sampel dengan
pemeraman menggunakan daun pisang
Hasil RSD sampel dengan pemeraman karbid memiliki nilai 0,265 % < 2%,
maka data yang diperoleh memiliki tingkat ketelitian yang cukup baik karena tidak
melebihi 2%. Hasil RSD sampel dengan pemeraman daun pisang memiliki nilai
0,265% < 2%, maka data yang diperoleh memiliki tingkat ketelitian yang cukup