MODUL 6
Nama/NIM Asisten :
Adzra Rahmadina/118260108
Kelompok A1
2021/2022
I. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan percobaan isolasi protein dan uji aktivitas enzim kali ini,
mahasiswa diharapkan dapat :
II. Metodologi
A. Uji Kualitatif Karbohidrat
1. Test Molisch
Dalam test molisch, ditambahkan 2 tetes larutan α-naftol ke dalam 2
ml larutan uji. Kemudian, ditambahkan kira-kira 1 ml H 2SO4 pekat
secara hati-hati dan diamati perubahan warna yang terjadi.
2. Reaksi dengan Antron
Dalam reaksi dengan antron, ditambahkan 5 tetes larutan uji ke dalam
2 ml larutan antron (2 mg/ml) lalu dikocok dan diamati perubahan
warna yang terjadi.
3. Test Fehling
Dalam test fehling, dibuat 2 reagen yang berbeda yaitu fehling I dan
fehling II. Fehling I dibuat dengan melarutkan 7 gr hydrated copper
(II) sulfate ke dalam 100 ml aquades, sedangkan fehling II dibuat
dengan melarutkan 35 gr Potassium sodium tartate dan 10 gr NaOH ke
dalam 100 ml aquades. Kemudian, kedua reagen tersebut dicampur
dengan volume yang sama menjadi reagen fehling.
Setelah itu, ditambahkan 5 tetes reagen fehling yang telah dibuat ke
dalam 2 ml larutan uji, lalu dikocok dan dipanaskan pada penangas air
dengan suhu 60oC serta diamati perubahan yang terjadi.
4. Test Barfoed
Dalam test barfoed, dibuat reagen barfoed terlebih dahulu dengan
menambahkan 1,8 asam asetat glasial ke dalam 13,3 gr copper (II)
asetat/200 ml. Kemudian, ditambahkan 1 ml larutan uji ke dalam 2 ml
reagen barfoed, lalu dipanaskan hingga mendidih selama 1 menit dan
diamati perubahan yang terjadi.
C. Data :
1. Glukosa Darah Standar = 100 mg/dL
2. Data Patient I = 50 yrs, 70 kg, 165 cm, glucose levels 2 hpp 300 mg/dL,
glucose at time (sewaktu) 250 mg/dL
3. Data Patient II = 20 yrs, 75 kg, 165 cm, glucose levels 2 hpp 160 mg/dL,
HbA1c: 6%
4. Data Patient III = 25 yrs, 55 kg, 160 cm, glucose levels 2 hpp 120 mg/dL,
glucose at time (sewaktu) 150 mg/Dl
D. Nilai Normal
E. Interpretasi Data
1. Pasien I
Usia 50 tahun, berat badan 70 kg dan tinggi 165 cm
2. Pasien II
Usia 20 tahun, berat badan 75 kg dan tinggi 165 cm
3. Pasien III
Usia 25 tahun, berat badan 55 kg dan tinggi 160 cm
F. Analisis Kualitatif
1. Molisch Test
Terbentuk
cincin
berwarna
ungu
diantara
H2SO4 dan
larutan uji.
H2SO4
tetap beada
diatas lar.uji
karena asam
lebih padar
daripada
larutan uji.
Ikatan
glikosida
akan
dihidrolisis
oleh asam
sulfat pekat
menghasilka
n
monosakari
da dimana
kemudian
terdehidrasi
menjadi
furfural dan
turunannya.
Produk yang
terbentuk
kemudian
membentuk
kompleks
dengan α-
naftol
memberikan
warna
purple
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
menunjukka
n bahwa
karbohidrat
yang
terdeteksi
adalah
laktosa.
2. Antron Test
Pengamatan Star Malt Sukr Lakt Dekstr Galakt Fruckt
ch osa osa osa osa osa osa
Setelah + - - - - - -
penamba
han
reagen
antron
Interpret Sampel positif
asi terhadap Tes
Antron
menunjukkan
sampel
mengandung
karbohidrat
dalam larutan
yang
diberikan,
ditandai
dengan
adanya
perubahan
warna menjadi
biru-hijau.
Reaksi dengan
antron adalah
uji umum
lainnya untuk
mengecek
keberadaan
karbohidrat.Fu
rfural hasil
hidrolisis dan
dehidrasi oleh
asam sulfat
pekat
direaksikan
dengan
antron,
sehinggamem
bentuk
kompleks
berwarna biru
kehijauan.
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
menunjukkan
bahwa
karbohidrat
yang
terdeteksi
adalah Pati
(Starch)
3. Barfoed Test
4. Fehling Test
IV. Pembahasan
Analisis kuantitatif karbohidrat dalam suatu bahan yaitu dengan cara kimiawi,
cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan
karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan
pendahuluan yaitu dihidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.
Penentuan karbohidrat dengan cara kromatografi adalah dengan mengisolasi dan
mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu campuran. Isolasi karbohidrat ini
berdasarkan prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi
rationya pada fase diam dan fase gerak (Sudarmaji, 2004 ). Untuk mengidentifikasi
adanya polisakarida dapat digunakan kromatografi lapis tipis dengan cara
menghidrolisis terlebih dahulu dengan asam. Hal ini dikarenakan polisakarida perlu
diderivatisasi agar dapat terlihat pada lempeng kromatografi dan sulit larut dalam
metanol. Karbohidrat terikat kuat pada fase diam sehingga fase gerak yang digunakan
harus sangat polar. Fase gerak yang sering digunakan adalah butanol:piridin:air
(Kaminska et al, 2009).
Test Molisch adalah uji yang didasari oleh reaksi karbohidrat oleh asam sulfat
dan membentuk cincin furfural atau hidroksi metal furfural yang berwarna ungu
[ CITATION Ded18 \l 1033 ]. Tes Molisch dilakukan dengan menambahkan 2 tetes a-
naftol (50 mg/mL dalam etanol, disiapkan segar), kedalam 2 mL larutan test.
Kemudian ditambahkan kira-kira 1 mL H2SO4 pekat secara hati-hati. Lalu diamati
perubahan warna yang terjadi. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk kondensing agent
dan pembentuk senyawa multifurfural sehingga terbentuk rantai karbon yang semakin
pendek. [ CITATION Muh17 \l 1033 ] . Mekanisme terbentuknya cincin ungu adalah
pertama-tama karbohidrat terhidrolisis oleh H2SO4 pekat menjadi monosakarida
kemudian monosakarida tersebut masih dengan H2SO4 terkondensasi membentuk
furfural yang kemudian bereaksi dengan alfanaftol sehingga membentuk senyawa
kompleks ungu (cincin ungu). Cincin ungu terbentuk akibat asam sulfat pekat yang
masuk melalui pinggir yang akan terkumpul di dasar tabung dan lama kelamaan pada
permukaan asam tadi terbentuk senyawa kompleks ungu sehingga larutan akan
terlihat menjadi tiga bagian yaitu bagian paling bawah berwarna bening dimana
larutan tersebut adalah asam, bagian tengah berwarna ungu yang disebut sebagai
cincin ungu, dan paling atas adalah sampel yang diduga mengadung karbohidrat
[ CITATION Ins17 \l 1033 ]. Berikut reaksi yang terjadi
Uji anthrone dilakukan dengan menambahkan 5 tetes larutan test kedalam 2
mLlarutan antron (2 mg/mL) kemudikan dikocok dan diamati perubahan warna yang
terjadi. Tujuan uji anthrone ini untuk mengetahui keberadaan karbohidrat pada
sampel. Prinsip uji anthrone yaitu karbohidrat dihidrolisis oleh asam sulfat menjadi
monosakarida. Monosakarida yang terbentuk bereaksi lebih lanjut dengan asam sulfat
sehingga mengalami dehidrasi menjadi furfural ataupun metilfurfural. Furfural
ataupun metil furfural bereaksi dengan reagen anthrone (9,10-dihidroksi-9-
oksoanthrasen) membentuk senyawa kompleks biru kehijauan. Hasil positif
ditunjukkan dengan warna biru kehijauan (terbukti mengandung karbohidrat), hasil
negative tampak melalui tidak menculnya biru kehijauan (tidak mengandung
karbohidrat) [ CITATION Noo19 \l 1033 ] . Warna yang terbentuk pada Panjang
gelombang tampak tersebut selanjutnya diukur pada panjang gelombang 630 nm
[ CITATION Yon18 \l 1033 ]. Berikut reaksi yang terjadi
Uji fehling dilakukan dengan ditambahkan 5 tetes reagen fehling ke dalam 2 mL
larutan tes. Kemudian dikocok dan dipanaskan larutan pada penangas air pada suhu
60℃ dan diamati perubahan warna yang terjadi. Uji Fehling digunakan untuk
menunjukkan sifat khusus karbohidrat dengan adanya karbohidrat pereduksi. Hasil uji
menunjukkan bahwa glukosa dan sukrosa merupakan gula yang dapat mereduksi
larutan fehling dan sebagai karbohidrat pereduksi. Hal ini dapat dinyatakan bahwa
golongan karbohidrat monosakarida dan disakarida positif terhadap kegiatan
mereduksi larutan fehling tersebut. Pereaksi fehling ditambah karbohidrat kemudian
dipanaskan, akan terbentuk endapan merah bata pada hasil akhir. Berikut reaksi yang
terjadi: Cu2+ + 2 OH → 2 Cu 2O + H2O [ CITATION Ard20 \l 1033 ]. Pereaksi fehling
terdiri atas 2 macam larutan, larutan fehling A adalah larutan CuSO 4 sedangkan
fehling B merupakan larutan kalium-natrium-tartrat dan NaOH dalam air [ CITATION
Yay13 \l 1033 ]. Dalam pereakksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+ yang dalam
suasana basa akan diendapkan menjadi Cu2O. Fehling B berfungsi untuk mencegah
Cu2+ mengendap dalam suasana alkalis. Sedangkan pada sampel amilum yang tetap
berwarna biru disebabkan karena amilum merupakan polisakarida yang tidak dapat
bereaksi positif dengan pereaksi Fehling. Amilum bukan gula pereduksi yang tidak
mempunyai gugus aldehid dan keton bebas, sehingga tidak terjadi oksidasi antara
amilum dengan larutan Fehling [ CITATION Ard20 \l 1033 ]. Berikut reaksi yang terjadi
Uji kualitatif karbohidrat dapat juga dilakukan dengan test fehling. Pada uji ini,
reagen yang digunakan berupa campuran Fehling I dan Fehling II. Setelah reagen
ditambahkan pada larutan uji, dilakukan pemanasan pada suhu 60oC. Pemanasan
dilakukan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat bereaksi
dengan ion OH- dari reagen fehling membentuk asam karboksilat. Hasil samping
dari reaksi pembentukan asam karboksilat berupa Cu2O yang merupakan endapan
berwarna merah (Megawati & Ciptasari, 2015). Oleh karena itu, larutan uji dikatakan
positif apabila terjadi pembentukan endapan berwarna merah.
Test barfoed digunakan untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan
mengatur pH dan waktu pemanasan. Penambahan reagen barfoed akan menyebabkan
ion Cu2+ dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida daripada disakarida (Desyanti, 2013). Setelah ditambahkan reagen
barfoed, dilakukan pemanasan hingga mendidih selama 1 menit. Pemanasan
dilakukan untuk mempercepat reaksi agar mudah terlihat perubahan warna yang
terjadi menjadi endapan merah bata karena terbentuknya endapan Cu2O. Pemanasan
yang terlalu lama akan memberikan hasil positif pada disakarida karena terjadi
hidrolisis sehingga hasil uji akan bias (Nocianitri, Yusa, Yusasrini, & Jambe, 2015).
Pada pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan metode enzimatik (GOD-
PAP). Pemeriksaan glukosa darah metode GOD-PAP lebih banyak
dilakukan di laboratorium karena dianggap ketelitiannya lebih tinggi,sehingga
diperoleh hasil yang lebih akurat. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan
glukosa darah metode ini adalah spektrofotomoter. Prinsip pemeriksaan
menggunakan Metode GOD-PAP adalah glukosa dalam sampel dioksidasi
membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida 4-
Aminoatypirene dengan indicator fenol dikatalis dengan POD membentuk
quinonemine dan air (Subiyono, Martsiningsih, & Gabrela, 2016)
Reagensia yang digunakan dapat berupa serum atau plasma heparin (dari darah yang
tidak hemolisis) yang dapat stabil pada 2-8 oC selama 24 jam. Serum harus segera
dipisahkan dari sel darahnya karena akan mempengaruhi hasil praktikum. Larutan
kerja yang digunakan harus dihangatkan terlebih dahulu pada suhu 37oC untuk
menjaga stabilitas sampel dan menghindari kontaminasi microorganisme pada sampel
glukosa darah (Septiani, 2020). Mikrokuvet 1 digunakan sebagai blanko, Mikrokuvet
2 digunakan sebagai standar sehingga ditambahkan 10 𝜇l standar, dan Mikrokuvet 3
digunakan sebagai larutan uji sehingga ditambahkan 10 𝜇l serum/plasma. Masing-
masing mikrokuvet, dicampur hingga homogen sehingga hasil uji tidak bias dan
dihangatkan pada 37℃ selama 5 menit atau didiamkan 10 menit pada suhu kamar
(18-30℃). Setelah itu, dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Hal ini disebabkan senyawa yang terbentuk berupa quinonemine yang berwarna
merah sehingga dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 510 nm (Noor, 2020)
Dalam peraksi fehling, ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+ yang dalam suasana basa
akan diendapkan menjadi Cu2O. Pereaksi fehling terdiri atas dua larutan, yaitu
larutan fehling A dan larutan fehling B. Larutan fehling A adalah CuSO4 dalam air,
sedangkan larutan fehling B adalah larutan garam KNa-tartrat dan NaOH dalam air.
Fehling B berfungsi untuk mencegah Cu2+ mengendap dalam suasana alkalis (Fitri &
Fitriana, 2020). Pada maltose, lactose, dextrose, galactose dan fructose menunjukkan
hasil positif berwarna merah bata yang berarti karbohidrat tersebut merupakan gula
pereduksi yang memiliki gugus keton/aldehid bebas dalam strukturnya (Afriza &
Ismanilda, 2019). Sedangkan pada sampel pati dan sucrose tetap berwarna biru
disebabkan karena pati merupakan polisakarida dan sucrose merupakan disakarida
yang tidak dapat bereaksi positif dengan pereaksi Fehling. Pati dan sucrose bukan
gula pereduksi yang tidak mempunyai gugus aldehid dan keton bebas, sehingga tidak
terjadi oksidasi antara amilum dengan larutan Fehling (Fitri & Fitriana, 2020). Pati
dan sucrose bukan gula pereduksi karena sukrosa tidak mengandung atom karbon
anomer bebas, karena anomer kedua komponen unit monosakarida pada sukrosa dan
pati berikatan satu sama lain (Zulfahmi & Nirmagustina, 2012).
Pada pasien I yang berusia 50 tahun dengan berat 70 kg dan tinggi 165 cm, memiliki
data klinis GD2JPP 300 mg/dL, GDS 250 mg/dL dan GDP 524,58 mg/dL. Setelah
dilakukan perhitungan IMT, Pasien 1 memiliki IMT 25,7 sehingga dapat
dikategorikan bahwa pasien menderita obesitas apabila dibandingkan dengan rentang
normalnya yaitu 18,5-23. Dari data lab diketahui GD2JPP, GDS dan GDP yang
tinggi. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa bahwa pasien menderita diabetes
karena gula darah pasien yang tinggi disertai dengan obesitas yang merupakan salah
satu faktor risiko untuk mendiagnosis diabetes. Jika dilihat dari umur pasien yang
tergolong lansia dan IMT-nya yang berlebih maka dapat dikatakan bahwa pasien
menderita diabetes mellitus tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada
pasien lansia dan memiliki kelebihan berat badan. Karena seseorang yang berusia >45
tahun, faktor degeneratifnya telah menurun sehingga kemampuan dari sel beta
pancreas untuk memproduksi insulin juga berkurang yang berhubungan dengan
terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Betteng, Pangemanan, & Mayulu, 2014).
Seseorang yang memiliki status gizi obesitas rentan terhadap diabetes mellitus tipe 2,
karena seseorang yang kurang memperhatikan status gizi normal, akan berdampak
pada penumpukan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak yang berlebihan di dalam
tubuh dapat mengakibatkan resistensi insulin yang berpengaruh terhadap kadar gula
darah penderita diabetes mellitus tipe 2 (Adnan, Mulyati, & Isworo, 2013).
Terapi yang diperlukan pasien I dapat dijalani secara non farmakologi dan
farmakologi. Secara nonfarmakologi dilakukan dengan mengurangi konsumsi
karbohidrat, lemak jenuh, mengonsumsi buah dan sayuran, mengurangi konsumsi
gula dan makanan manis, mengurangi konsumsi garam, membatasasi konsumsi
alkohol, mengendalikan berat badan dan berolahraga secara teratur (Fox & Kilvert,
2010). Sedangkan secara farmakologi, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dapat
diberikan metformin 500 mg 2 kali sehari. Metformin merupakan obat lini pertama
yang digunakan untuk pasein diabetes mellitus tipe 2 yang baru didiagnosis.
Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan HbA1c sebesar 1,5%. Monoterapi
metformin tidak merangsang sekresi insulin sehingga tidak menyebabkan
hipoglikemia, peningkatan berat badan serta memperbaiki profil lipid. Metformin
ialah obat antihiperglikemia oral golongan biguanid. Mekanisme kerjanya yaitu
dengan menghambat produksi glukosa (gluconeogenesis) di hati (Sari, Inayah, &
Hamidy, 2016). Apabila pasien masih menderita diabetes maka metformin dapat
dikombinasi dengan golongan sulfonilurea (Marinda, Suwandi, & Karyus, 2016).
Metformin juga dapat dikombinasi dengan insulin karena insulin dapat mencegah
kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, dan memperbaiki profil lipid
(Hongdiyanto, Yamlean, & Supriati, 2014).
Pada pasien II yang berusia 20 tahun dengan berat 75 kg dan tinggi 165 cm, memiliki
data klinis GD2JPP 160 mg/dL, HbA1c nya 6% dan GDP 109,07 mg/dL. Setelah
dilakukan perhitungan IMT, pasien II menderita obesitas karena nilai IMTnya 27,5
melebihi batas normal yaitu 18,5-23. Untuk GD2JPP, HbA1c dan GDP berada sedikit
di atas normal. Maka diperkirakan bahwa pasien berada dalam kondisi prediabetes
yang mana prediabetes adalah suatu kondisi saat kadar gula darah lebih tinggi dari
normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes. Prediabetes
merupakan kondisi abnormalitas metabolisme glukosa yang ditandai dengan
peningkatan GDP (yang disebut Glukosa Darah Puasa Terganggu = GDPT) dan/atau
peningkatan GD2JPP (yang disebut Toleransi Glukosa Terganggu = TGT)
(Ramadhani & Adnan, 2017). Menurut (Astuti, 2019), prediabetes paling banyak
terjadi pada usia 20-44 tahun. Jika seiring berjalannya waktu pasien masih menderita
obesitas maka pasien akan sangat berisiko menderita diabetes tipe 2. Terapi yang
diperlukan pasien II untuk membuat berat badannya menjadi normal dan menghindari
terkena diabetes mellitus tipe 2 dapat dilakukan dengan mengurangi makan
karbohidrat dan lemak jenuh, mengonsumsi buah dan sayuran,mengurangi konsumsi
gula dan makanan manis, mengurangi konsumsi garam, membatasasi konsumsi
alkohol, mengendalikan berat badan dan berolahraga secara teratur (Fox & Kilvert,
2010).
Pada pasien III yang berusia 25 tahun dengan berat 55 kg dan tinggi 160 cm,
memiliki data klinis GD2JPP 120 mg/dL GDS 150 mg/dL dan GDP 109,07 mg/dL.
Setelah dilakukan perhitungan IMT, pasien III memiliki IMT 21,4 yang masih masuk
ke nilai normalnya yaitu 18,5-23. Untuk GD2JPP, GDS dan GDP pada pasien ini juga
masih termasuk ke dalam rentang normal. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien III
tidak menderita diabetes maupun obesitas sehingga tidak diperlukan diberikan terapi
khusus.
V. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum “Isolasi Protein dan Uji Aktivitas Enzim” dapat
disimpulkan bahwa :
1. Uji Molisch adalah uji yang didasari oleh reaksi karbohidrat oleh asam
sulfat dan membentuk cincin furfural atau hidroksi metal furfural yang
berwarna ungu. Pengamatan uji molisch yang dilakukan pada starch,
maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa menghasilkan
perubahan warna menjadi ungu yang menandakan positif karbohidrat
2. Pengamatan uji reaksi dengan antron yang dilakukan pada pati, maltosa,
sukrosa, laktosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa menghasilkan
perubahan warna menjadi hijau kebiruan yang menandakan positif kadar
gula akibat reaksi gula dengan reagen anthrone.
5. Hasil uji analisis kuantitatif diperoleh hasil pada perhitungan nilai abs
pasien I diperoleh nilai 0,4652 dengan konsentrasinya sebesar 524, 574
mg/mL. Pada pehitungan nilai abs pasien II diperoleh nilai sebesar 0,183
dengan nilai konsentrasinya sebesar 138,374 mg/mL. Pada perhitungan
nilai abs pasien III diperoleh nilai abs sebesar 0,2885 dan nilai
konsentrasi P III sebesar 109,074 mg/dL. Dari hasil perhitungan dapat di
diagnosis bahwa pasien 1 menderita diabetes tipe 2, pasien 2 menderita
prediabetes dan pasien 3 dalam kondisi normal.
Adnan, M., Mulyati, T., & Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan
Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo
Semarang. JURNAL
GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG, 2(1), 18-24.
Afriza, R., & Ismanilda. (2019). Analisis Perbedaan Kadar Gula Peredukasi dengan Metode
Lane Eynon
dan Luff Schoorl pada Buah Naga Merah (Hlocereus polrhizus). Jurnal Teknologi dan
Manajemen
Pengelolaan Laboratorium (Temapela), 2(2), 90-96.
Astuti, A. (2019). Usia, Obesitas dan Aktifitas Fisik Beresiko Terhadap Prediabetes. Jurnal
Endurance :
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 4(2), 319-324.
Andarwulan, N., Kusnandar, F & Herawati, D., 2011, Analisis Pangan, Dian Rakyat, Jakarta.
Atma. 2019. Biokimia Bahan Alam: Analisis dan Fungsi. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema
Kesehatan, 4(2), 319-324.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. SAINTEKS,
17(1), 45-52.
Kamińska, A.S., Matysik, G., Kosior, M.W., Donica, H., & Sowa, I. 2009, Thin-Layer
Chromatography Of
Sugars In Plant Material, Annales Universitatis Mariaecurie-Skłodowska, vol. XXII, N
4, 2.
Safitri, Anna dan Roosdiana, Anna. 2020. Biokimia Bahan Alam: Analisis dan Fungsi. Malang:
MNC.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi., 2004, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian,
Liberty
Yogyakarta.
Suseno, D., Roswiem, A.P. 2018. Isolasi dan Identifikasi Gelatin pada Sediaan Obat Tablet
yang Tidak
Berbahan Aktif Protein. Jurnal EnviScience , 2(2).
Wilujeng, I. 2017. Uji Molisch. Pascasarjana Pendidikan IPA, UNY.Adnan, M., Mulyati, T., &
Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah
Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang.
JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG, 2(1), 18-24.
Afriza, R., & Ismanilda. (2019). Analisis Perbedaan Kadar Gula Peredukasi dengan Metode
Lane Eynon dan Luff Schoorl pada Buah Naga Merah (Hlocereus polrhizus). Jurnal
Teknologi dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium (Temapela), 2(2), 90-96.
Astuti, A. (2019). Usia, Obesitas dan Aktifitas Fisik Beresiko Terhadap Prediabetes. Jurnal
Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 4(2), 319-324.
Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas
Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2(2), 404-412.
Desyanti, N. L. (2013). Metode Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Karbohidrat. Jurnal
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1-22.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. SAINTEKS,
17(1), 45-52.
Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus.
Hongdiyanto, A., Yamlean, P. V., & Supriati, H. S. (2014). Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2013. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2), 77-89.
Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus
Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak Terkontrol. J Medula Unila, 5(2),
26-32.
Megawati, & Ciptasari, R. (2015). PEMBUATAN ETANOL DARI LIMBAH KULIT JERUK BALI:
HIDROLISIS MENGGUNAKAN SELULASE DAN FERMENTASI DENGAN YEAST. Prosiding
SNST ke-6, 1(1), 77-81.
Nocianitri, K., Yusa, N., Yusasrini, N., & Jambe, A. A. (2015). Biokimia Pangan. Jurnal
Universitas Udayana, 1-17.
Noor, I. (2020). Isolasi dan Karakterisasi b-Glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram Putih
dengan Metode Spektroskopi UV-Vis dan FTIR. Jurnal Universitas Islam Syarif
Hidayatullah, 28-30.
Putri, N., Suardana, I., & Utama, I. (2018). Karakteristik Fisikokimia dan Uji Aktivitas
Antimikroba Bakteriosin Isolat Bakteri Asam Laktat 17B Hasil Isolasi Kolon Sapi Bali.
Buletin Veteriner Udayana, 10(2), 110-115.
Ramadhani, N. R., & Adnan, N. (2017). Obesitas Umum Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
dan Obesitas Abdominal Berdasarkan Lingkar Pinggang Terhadap Kejadian
Prediabetes. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 16(3), 34-41.
Sari, F. D., Inayah, & Hamidy, M. Y. (2016). Pola Penggunaan Obat Anti Hiperglikemik Oral
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun
2014. Jom FK, 3(1), 1-14.
Septiani, A. (2020). PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA
SAMPEL SERUM. Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, 4-9.
Subiyono, Martsiningsih, M., & Gabrela, D. (2016). Gambaran Kadar Glukosa Darah Metode
GOD-PAP (Glucose Oxsidase –Peroxidase Aminoantypirin)Sampel Serum dan Plasma
EDTA(Ethylen Diamin Terta Acetat). JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM, 5(1), 45-
48.
Zulfahmi, & Nirmagustina, D. E. (2012). Pengaruh Sukrosa Terhadap Kandungan Total Fenol
Minuman Rempah Tradisional (Minuman Secang). Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan, 12(2), 125-130.
Fitri, Ardhista Shabrina dan Fitiriana, Yolla Arinda Nur. 2020. Analisis Senyawa Kimia pada
Karbohidrat.
Sainteks. 7(1): 45-52.
Safitri, Anna dan Roosdiana, Anna. 2020. Biokimia Bahan Alam: Analisis dan Fungsi. Malang:
MNC.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Kuliah Panduan Mahasiswa Kedokteran
Program Strata I
Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Adnan, M., Mulyati, T., & Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan
Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS
Tugurejo Semarang. JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG, 2(1),
18-24.
Afriza, R., & Ismanilda. (2019). Analisis Perbedaan Kadar Gula Peredukasi dengan Metode
Lane Eynon dan Luff Schoorl pada Buah Naga Merah (Hlocereus polrhizus). Jurnal
Teknologi dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium (Temapela), 2(2), 90-96.
Astuti, A. (2019). Usia, Obesitas dan Aktifitas Fisik Beresiko Terhadap Prediabetes. Jurnal
Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 4(2), 319-324.
Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas
Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2(2), 404-412.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. SAINTEKS,
17(1), 45-52.
Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus.
Hongdiyanto, A., Yamlean, P. V., & Supriati, H. S. (2014). Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2013. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2), 77-89.
Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus
Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak Terkontrol. J Medula Unila, 5(2),
26-32.
Megawati, & Ciptasari, R. (2015). PEMBUATAN ETANOL DARI LIMBAH KULIT JERUK BALI:
HIDROLISIS MENGGUNAKAN SELULASE DAN FERMENTASI DENGAN YEAST. Prosiding
SNST ke-6, 1(1), 77-81.
Nocianitri, K., Yusa, N., Yusasrini, N., & Jambe, A. A. (2015). Biokimia Pangan. Jurnal
Universitas Udayana, 1-17.
Noor, I. (2020). Isolasi dan Karakterisasi b-Glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram Putih
dengan Metode Spektroskopi UV-Vis dan FTIR. Jurnal Universitas Islam Syarif
Hidayatullah, 28-30.
Putri, N., Suardana, I., & Utama, I. (2018). Karakteristik Fisikokimia dan Uji Aktivitas
Antimikroba Bakteriosin Isolat Bakteri Asam Laktat 17B Hasil Isolasi Kolon Sapi Bali.
Buletin Veteriner Udayana, 10(2), 110-115.
Ramadhani, N. R., & Adnan, N. (2017). Obesitas Umum Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
dan Obesitas Abdominal Berdasarkan Lingkar Pinggang Terhadap Kejadian
Prediabetes. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 16(3), 34-41.
Sari, F. D., Inayah, & Hamidy, M. Y. (2016). Pola Penggunaan Obat Anti Hiperglikemik Oral
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun
2014. Jom FK, 3(1), 1-14.
Septiani, A. (2020). PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA
SAMPEL SERUM. Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, 4-9.
Subiyono, Martsiningsih, M., & Gabrela, D. (2016). Gambaran Kadar Glukosa Darah Metode
GOD-PAP (Glucose Oxsidase –Peroxidase Aminoantypirin)Sampel Serum dan Plasma
EDTA(Ethylen Diamin Terta Acetat). JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM, 5(1), 45-
48.
Zulfahmi, & Nirmagustina, D. E. (2012). Pengaruh Sukrosa Terhadap Kandungan Total Fenol
Minuman Rempah Tradisional (Minuman Secang). Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan, 12(2), 125-130.
VII. Tabel Pengerjaan
Pembahasan
4. Reza Nabilla 119260060 Pengolahan Data &
Pembahasan
5. Tsabita Hanindya 119260017 Tujuan, Kesimpulan,
Pembahasan