Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA MEDIK

MODUL II

ISOLASI PROTEIN DAN UJI AKTIVITAS ENZIM

Tanggal Praktikum: Senin, 27 September 2021

Nama/NIM Asisten :

Adzra Rahmadina/118260108

Kelompok A1

Nama/NIM Anggota Kelompok:

Fiorentina Eka Putri 119260027

Fishabil Prabaswara 119260157

Reva Destiya 119260061

Reza Nabilla 119260060

Tsabita Hanindya 119260017

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN SAINS

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

2021/2022
I. Tujuan Praktikum
1. Melakukan uji analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan percobaan
dialisis
2. Melakukan uji analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan percobaan isolasi
kasein dari susu
3. Melakukan uji analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan percobaan uji
aktivitas enzim amilase.

II. Metodologi
a. Dialisis
Pertama, dibuat larutan uji benedict (tabung 1 air, tabung 2 starch, dan
tabung 3 glukosa). Kemudian, ketiga tabung tersebut diletakkan di atas
hotplate dan diamati dari ketiga tabung tersebut. Kedua, ditambahkan larutan
iodine ke masing-masing tabung reaksi (tabung 1 starch, tabung 2 air, dan
tabung 3 glukosa). Ketiga, tabung dialisis diikat salah satu ujungnya, lalu
dimasukkan larutan glukosa dan starch ke dalam tabung tersebut. Selanjutnya,
disiapkan air sebanyak 150 mL ke dalam gelas beaker dan ditambahkan iodine
ke dalam gelas beaker tersebut. Setelah itu, dimasukkan tabung dialisis ke
dalam gelas beaker dan dilihat perubahan yang terjadi.
b. Isolasi Kasein dari Susu
Pertama-tama, dimasukkan 100 mL susu dan 100 ml buffer asetat
(dapar asetat) ke dalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu 40 °C .
Kemudian, ditambahkan dapar asetat kedalam susu secara perlahan sambil
diaduk menggunakan magnetic stirrer (pH campuran sekitar 4,8). Setelah
larutan berubah menjadi suspensi, dimatikan pemanasnya dan didinginkan
larutan pada suhu ruangan. Lalu, disaring suspensi dengan menggunakan
kertas saring. Selanjutnya, padatan dicuci beberapa kali dengan sedikit air dan
kemudian disuspensikan kembali padatan dalam 30 mL etanol. Setelah itu,
suspensi disaring menggunakan corong Buchner dan padatan dicuci dengan
etanol : eter (1 : 1). Terakhir, padatan dicuci pada kertas saring menggunakan
50 mL eter dan disedot hingga kering (padatan dikeringkan menggunakan
oven), lalu dipisahkan padatan dan ditempatkan dalam kaca arloji, dibiarkan
eter menguap, kemudian ditimbang kasein yang diperoleh serta dihitung
rendemennya.

c. Uji Aktivitas Enzim Amilase


Pertama, disiapkan 4 tabung reaksi (tabung 1 ditambahkan aquadest,
tabung 2 ditambahkan 1 ml saliva, tabung 3 ditambahkan 3 ml saliva dan
tabung 4 ditambahkan 5 ml saliva). Setelah itu, masing-masing tabung reaksi
ditambahkan 2 mL larutan starch dan 0,5 mL larutan iodine. Kemudian,
ditambahkan aquadest sebagai kontrol negatif dan digenapkan hingga
volumenya sama. Selanjutnya, masing-masing tabung dikocok hingga
homogen. Lalu, dicatat waktu yang dibutuhkan oleh larutan sampai berubah
menjadi bening dan diamati perubahannya setiap 5 menit.

III. Data dan Pengolahan Data


a. Dialisis

Setelah didiamkan 30 Interpretasi


menit
Membran Berubah warna Apabila amilum direaksikan dengan
dialisis menjadi ungu iodine maka akan terbentuk kompleks
(berisi kehitaman berwarna biru kehitaman. Selain terdapat
amilum dan amilum, di dalam membran dialisis pun
glukosa) terdapat iodine yang ditandai dengan
terjadinya reaksi perubahan warna.
Iodine yang dapat menembus membran
dialisis menandakan bahwa membran
dialisis bersifat semipermeable yaitu
hanya bisa dilewati oleh molekul
berukuran kecil (Choirunnisa, Yanti, &
Boedijono, 2017)
Gelas kimia Berwarna jingga Di luar membran dialisis terdapat
(berisi glukosa dan iodine yang ditandai dengan
larutan iodin perubahan warna menjadi jingga.
dan benedict) Apabila glukosa direaksikan dengan
benedict maka akan terjadi perubahan
warna menjadi merah bata (Ratna &
Yulistiani, 2015)

b. Isolasi Kasein dari Susu

Berat (gram)
massa kasein dalam susu massa kasein teoritis
=
volume susu 1 kotaknya (ml) volume susu yang digunakan
Kasein
teoritis 8 gram massa kasein teoritis
=
(dalam 250 ml 100 ml
100 mL 8 gram × 100ml
susu) = massa kasein teoritis
250 ml
3.2 gram = massa kasein teoritis
Kaca 24.1570 gram
arloji
Kaca 27.1452 gram
Arloji +
Kasein
Bobot = (Kaca Arloji + Kasein) – Kaca Arloji
kasein = 27.1452 – 24.1570
hasil = 2.9882 gram
isolasi
massa percobaan
= × 100%
% massa teoritis
2.9882 gram
rendemen = × 100%
kasein 3.2 gram
= 93.38%
massa percobaan − massa teoritis
= × 100%
massa teoritis
|2.9882 gram − 3.2 gram|
= × 100%
% galat 3.2 gram
0.2118 gram
= × 100%
3.2 gram
= 6.62%

c. Analisis Aktivitas Enzim Amilase di Saliva

Waktu
Sampel
5 menit 10 menit 15 menit

Negatif Biru Biru Biru tua


kehitaman kehitaman

Interpretasi Mengandung Mengandung Mengandung


amilum amilum amilum.
dalam jumlah dalam jumlah Perubahan
banyak banyak warna terjadi
akibat iodine
mengalami
pengendapan

Saliva 1 mL Biru tua Biru tua Biru muda

Interpretasi Mengandung Mengandung Mengandung


amilum amilum amilum
dengan dengan dengan
sedikit sedikit konsentrasi
amilum telah amilum telah yang lebih
dipecah dipecah rendah
menjadi menjadi karena
monosakarid monosakarida banyak
a sehingga sehingga amilum yang
warnanya warnanya telah dipecah
berubah berubah menjadi
menjadi biru menjadi biru monosakarida
tua tua
Saliva 3 mL Biru medium Biru muda Bening

Interpretasi Mengandung Mengandung Tidak


amilum amilum mengandung
dengan dengan amilum
beberapa konsentrasi
amilum telah yang lebih
dipecah rendah
menjadi karena
monosakarid banyak
a sehingga amilum yang
warnanya telah dipecah
berubah menjadi
menjadi biru monosakarida
medium
Saliva 5 mL Biru muda Bening Bening

Interpretasi Mengandung Tidak Tidak


amilum mengandung mengandung
dengan amilum amilum
konsentrasi
yang lebih
rendah
karena
banyak
amilum yang
telah dipecah
menjadi
monosakarid
a

IV. Pembahasan

Isolasi protein adalah suatu cara yang digunakan untuk memisahkan protein
dari makromolekul lain yang tidak diinginkan atau isolasi satu protein di antara
beberapa protein dari suatu campuran yang sangat kompleks, seperti dari sel, jaringan,
maupun organisme. Isolasi protein perlu dilakukan sebelum mempelajari komposisi,
struktur, dan fungsi protein tersebut. Isolasi protein didasarkan pada sifat dan karakter
protein yang ditentukan berdasarkan gugus R pada rantai sampingnya. Secara umum
tahapan dalam proses isolasi protein, yaitu : memecahkan sel, menghilangkan debris
sel dengan sentrifugasi, pengendapan, pemurnian, dan analisis aktivitas serta berat
molekul (Sismindari, dkk., 2021)

Tahap pertama adalah pemecahan sel. Beberapa molekul biologi penting seperti
protein berada di dalam sel sehingga perlu dikeluarkan terlebih dahulu dari dalam sel
untuk mendapatkannya, caranya adalah dengan merusak atau melisiskan sel. Terdapat
dua metode pemecahan sel, yaitu metode mekanik dan nonmekanik. Beberapa cara
pemecahan sel di antaranya adalah :

a. Sonifikasi. Dilakukan mengunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi.


Umumnya digunakan untuk memecahkan enzim dalam skala kecil.
b. Tekanan tinggi. Digunakan untuk isolasi protein dalam skala besar atau skala
industry.
c. Lisis menggunakan enzim. Digunakan untuk melisiskan dindingsel dalam skala
kecil

Setelah pemecahan sel dilakukan, tahap selanjutnya adalah penghilangan debris sel dan
memisahkannya dari protein terlarut dengan cara sentrifugasi. Dalam prosesnya dapat
digunakan buffer fosfat yang mengandung proteolytic enzyme inhibitors, contohnya
EDTA dan pepstain (Sismindari, dkk., 2021).

Selanjutnya dilakukan pengendapan protein. Pengendapan protein dapat


dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan penambahan garam, penambahan
pelarut organik, penambahan logam berat, pengendapan oleh panas dan pH ekstrim,
serta elektroforesis. Prinsip pengendapan protein ialah kelarutan protein dalam larutan.
Penambahan garam dilakukan dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi garam yang
rendah biasanya meningkatkan kelarutan protein karena ion-ion berinteraksi dengan
gugus bermuatan pada permukaan protein dan mengganggu dengan kekuatan
elektrostatik yang kuat yang disebut dengan salting in. Penambahan garam dalam
konsentrasi yang tinggi menyebabkan molekul air yang awalnya terikat pada
permukaan hidrofobik protein akan menjadi berikatan dengan garam. Semakin banyak
molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam akan mengakibatkan protein saling
berinteraksi, teragregasi dan akhirnya mengendap (salting out). Terdapat beberapa
jenis anion yang digunakan untuk pengendapan protein yang disebut dengan Iyotropic
of hofmeister series, dengan urutan kekuatan sitrat > fosfat > sulfat > asetat, kekuatan
yang hampir sama juga terlihat untuk klorida > nitrat > tiosianat (Sarip, dkk., 2014).
Pada pengendapan dengan penambahan pelarut organik, pelarut organik akan
mengurangi tetapan dielektrik air, sehingga dapat mengurangi kelarutan protein karena
interaksi antar molekul protein lebih disukai dibandingkan antara molekul protein
dengan air. Namun, ketika ditambahkan air maka tetapan dielektrik akan kembali sama
dengan air sehingga terbentuk fase yang homogen. Contoh pelarut organik yang dapat
digunakan adalah 2 methyl-2,4-pentane diol (MPD), Dimethyl Sulfoxide (DMSO), dan
ethanol (Sari, 2012).

Logam berat dapat mendenaturasi dan mengendapkan protein. Pengendapan


terjadi ketika gugus di permukaan molekul protein bermuatan negatif, sehingga
membentuk garam dengan kation logam berat yang bermuatan positif. Banyaknya
protein yang diendapkan sebanding dengan jumlah logam berat yang ditambahkan.
Makin banyak logam berat yang ditambahkan, maka makin banyak pula protein yang
mengendap, selama di dalam larutan masih terdapat protein. Protein tertentu
memerlukan penambahan beberapa tetes basa agar protein tersebut bermuatan negative
sehingga dapat bereaksi dengan protein (Mardiyah, dkk., 2019). Pengendapan protein
oleh panas dapat terjadi akibat ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar
protein dirusak akibat panas. Energi kinetik yang meningkat akibat suhu tinggi dapat
mengakibatkan molekul penyusun protein bergerak semakin cepat sehingga merusak
ikatan molekul tersebut. Disamping itu, energi panas akan mengakibatkan terputusnya
interaksi nonkovalen yang ada pada struktur alami protein tetapi tidak memutuskan
ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. pH ekstrim dengan penambahan asam
atau basa kuat akan memecah ikatan ion intramolekul yang menyebabkan koagulasi
protein. Semakin lama protein bereaksi dengan asam atau basa kemungkinan besar
ikatan peptida terhidrolisis sehingga struktur primer protein rusak (Triyono, 2010)
Pengendapan dengan elektroforesis dibagi menjadi dua yaitu SDS-PAGE dan
elektroforesis gel 2 dimensi. Prinsip kerja dari SDS-PAGE adalah ketika protein
dipisahkan oleh elektroforesis melalui matriks gel dan diberikan arus listrik, protein
dengan molekul yang lebih kecil (berat molekul rendah) akan bermigrasi lebih cepat
sedangkan molekul yang lebih besar (berat molekul tinggi) akan tertahan akibat
pergerakan yang lebih lambat. Pengaruh lain pada kecepatan migrasi adalah
berdasarkan struktur dan muatan proteinnya. SDS merupakan deterjen dengan efek
denaturasi protein yang kuat dan mengikat struktur protein. Dengan adanya SDS dan
zat pereduksi yang membelah ikatan disulfide, protein terlihat menjadi rantai linier
(terjadi denaturasi protein) yang mengakibatkan protein mengendap. Elektroforesis 2
dimensi adalah penggabungan antara elektroforesis pemfokusan isoelektrik (isoelectric
focusing, IEF) atau nonequilibrium pH gradient electrophoresis (NEPHGE) dengan
SDS-PAGE. Dalam elektroforesis 2 dimensi, dimensi pertama dalam pemisahan
protein dilakukan berdasarkan titik isoelektrik protein tersebut, sedangkan pada
dimensi kedua dipisahkan berdasarkan berat molekulernya. Pemisahan protein dengan
elektroforesis 2 dimensi ini dilakukan dalam kondisi terdenaturasi. Pada dimensi
pertama, protein yang akan dianalisis dilarutkan terlebih dahulu dalam urea untuk
memutuskan ikatan hidrogen yang terdapat pada protein. Urea digunakan karena tidak
mengubah muatan protein sehingga pemisahan protein dapat dilakukan berdasarkan
muatannya. Kemudian dengan menggunakan medan listrik, protein dipisahkan
melalui gel yang memiliki gradien pH. Sehingga protein akan bergerak hingga berhenti
pada titik isoelektriknya. Setelah melalui dimensi pertama, protein dipisahkan kembali
melalui dimensi kedua. Biasanya tahap ini dilakukan dengan gel poliakrilamida dan
sodium dodesil sulfat (SDS). SDS akan membuat seluruh protein bermuatan negatif
sehingga pemisahan bisa dilakukan hanya berdasarkan bobot molekulernya (Rabilloud,
1999).

Tahap selanjutnya setelah pengendapan adalah pemurnian. Beberapa protein


dapat dimurnikan dalam bentuk aktif berdasarkan kelarutan, ukuran molekul, muatan
molekul, hidrofobisitas, dan specific binding affinity. Untuk pemisahan berdasarkan
kelarutan digunakan metode pengendapan bertingkat, untuk pemisahan berdasarkan
ukuran molekul, muatan molekul, dan specific binding affinity berturut-turut digunakan
kromatografi gel filtrasi, kromatografi penukar ion, dan kromatografi afinitas.
Sedangkan untuk pemisahan berdasarkan hidrofobisitas digunakan HPLC fase balik.

Pada pengendapan bertingkat, protein mengalami pengendapan dengan adanya


penambahan garam. Hal tersebut didasarkan pada proses pengendapan oleh kejenuhan
𝑁𝐻4 𝑆𝑂4 atau polietilen glikol, akibat adanya proses salting out. Saat endapan protein
terbentuk, endapan dapat dipisahkan dari larutan. Protein yang telah diendapkan perlu
dilakukan dialisis untuk memisahkan molekul kecil menggunakan membran
semipermeable berbentuk kantong, contohnya membrane cellulose. Molekul-molekul
yang ukurannya lebih besar dari pori-pori membran akan tertinggal di dalam membran,
sedangkan molekul dengan ukuran kecil dan ion akan keluar dari membran.

Kromatografi gel filtrasi merupakan metode pemisahan protein berdasarkan


ukuran molekul. Pada metode kromatografi gel filtrasi ini kolom fase diam terdiri atas
porous bead. Molekul kecil akan masuk dan tertinggal di dalam porous-porous
tersebut, sedangkan molekul besar akan lebih cepat keluar dari kolom. Dengan metode
kromatografi gel filtrasi ini sejumlah besar protein dapat terpisahkan, namun
pemisahan ini memiliki resolusi pemisahan yang kecil. Sedangkan kromatografi
penukar ion adalah metode pemurnian berdasarkan muatan protein. Berbeda dengan
kromatografi gel filtrasi, dalam metode ini fase diamnya bermuatan tertentu. Apabila
fase diam dari kolom memiliki muatan negatif, misalnya carboxymethyl cellulose,
maka protein dengan muatan positif akan terikat pada fase diam tersebut, Jika fase diam
bermuatan positif, misalnya DEAE (diethylaminoethyl) cellulose, maka protein yang
bermuatan negative akan terikat dengan fase diam tersebut. Protein yang telah
berikatan pada fase diam dapat dilepaskan menggunakan NaCl pada konsentrasi
tertentu, misalnya 0,2-0,5 M. NaCl akan berkompetisi dengan molekul yang terikat
pada fase diam sehingga protein tersebut lepas. Protein yang memiliki muatan paling
tinggi akan terlepas terlenih dahulu, akan keluar dari kolom untuk kemudian ditampung
(Sismindari, dkk., 2021).
Kromatografi afinitas merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada
aktivitas biologinya. Fase diam mengandung molekul yang dapat berikatan secara
spesifik dengan protein, sehingga akan diperoleh protein yang spesifik. Metode afinitas
merupakan metode pemisahan yang sangat bagus karena akan segera diperoleh proteijn
murni sesuai yang diinginkan. Reversed phase HPLC atau HPLC fase diam merupakan
suatu metode pemisahan yang didasarkan pada sifat hidrofobisitas protein. Pada
metode ini digunakan fase diam yang bersifat hodrofobik dan fase gerak yang berifat
hidrofilik. Pada HPLC fase balik protein akan dipompa ke dalam kolom yang berisi
silica dengan gugus hidrokarbon, seperti Octacecyl, Butyl, Propyl, dan Phenyldimethyl.
Hidrofobik protein akan tertinggal pada fase diam dan hidrofilik protein akan keluar
terlebih dahulu. Solven yang dapat digunakan pada HPLC fase balik ini adalh fase air-
air +0,1% asam trikloro asetat (Sismindari, dkk., 2021).

Pemekatan dan penentuan konsentrasi dapat dilakukan pada akhir pemurnian


protein. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pemekatan larutan protein,
antara lain Iyophilization. Proses tersebut biasanya dilakukan setelah pemisahan
menggunakan HPLC dengan menghilangkan pelarutnya yang mudah menguap. Selain
itu dapat juga dilakukan dengan ultrafiltrasi yaitu pemekatan menggunakan membrane
permeable. Fungsi dari membrane tersebut adalah membiarkan pelarut air dan molekul
kecil dari embran, sedangkan tertinggal dalam membrane. Penetapan kadar protein
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode Biuret, Lowry, dan
Spektrofotometri UV (Sismindari, dkk., 2021).

Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan metode biuret. Metode biuret
didasarkan pada pengukuran serapan cahaya berwarna violet dari protein yang bereaksi
dengan pereaksi biuret membentuk kompleks dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam
pereaksi biuret dalam suasana basa menjadi Cu+, semakin tinggi intensitas cahaya yang
diserap oleh spektrofotometer maka semakin tinggi pula kandungan protein yang
terdapat dalam zat tersebut. Keuntungan dari metode ini adalah bahan yang digunakan
relatif murah, namun sensitivitas terhadap bahan yang diidentifikasi rendah sehingga
diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak sedikit (Jubaidah, dkk., 2016).
Prinsip kerja penentuan kadar protein dengan metode Lowry, yaitu terjadinya
reaksi kompleks protein dengan reagen folin (fosfomolibdat tungstat). Tahapan
kerjanya terdiri dari 2 reaksi yang berbeda. Pertama, protein pada sampel direaksikan
dengan ion Cu pada kondisi alkalis selama 10 menit menghasilkan kompleks Cu -
tetradentat. Kedua, terjadi reaksi reduksi terhadap larutan asam fosfomolibdat-
fosfotungstat menghasilkan warna biru. Warna yang diperoleh diukur absorbansinya
dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum (Botutihe, 2016).

Penggunaan metode spektrofotometri UV dilakukan untuk protein yang


terlarut. Protein yang dapat terdeteksi adalah protein yang memiliki asam amino
dengan ikatan rangkap terkonjugasi (gugus kromofor), yaitu yang memiliki cincin
aromatis pada rantai sampingnya seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanian. Absorbansi
maksimum pada triptofan pada panjang gelombang 280 nm, tirosin pada panjang
gelombang 278 nm, dan fenilalanin pada panjang gelombang yang lebih pendek. Kadar
protein dapat dihitung menggunakan rumus

Kadar protein (mg/mL) = 𝐴280 x factor koreksi x pengenceran

(Sismindari, dkk., 2021)

Enzim merupakan kelompok protein yang bersifat katalis dan mengatur


perubahan senyawa kimia dalam sistem biologis. Enzim dapat dihasilkan oleh hewan,
tumbuhan dan mikroorganisme. Secara katalitik, enzim menjalankan fungsinya dalam
berbagai reaksi seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer gugus, dan
kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2006). Enzim telah banyak
digunakan dalam berbagai proses kimiawi, baik dalam bidang industri maupun dalam
bidang bioteknologi. Seiring dengan peningkatan penggunaan enzim, berbagai
eksplorasi penelitian tentang enzim telah banyak dilakukan (Falch, 1991).

Enzim bersifat spesifik baik terhadap substrat yang dikatalisis maupun produk
reaksinya. Semua enzim berupa protein, yang kadang dilengkapi dengan komponen
non-protein yang disebut kofaktor. Kofaktor berupa molekul organik (koenzim) atau
ion logam. Apoenzim adalah protein inaktif karena kehilangan kofaktor. Holoenzim
adalah enzim yang tersusun dari apoenzim dan kofaktor. Gugus prostetik adalah
kofaktor yang terikat dalam enzim, susah dipisahkan tanpa merusak aktivitasnya.
Hanya holoenzim yang aktif sebagai katalis (Chaplin and Bucke, 1990).

Berdasarkan tipe reaksi yang diketahui, enzim dibagi menjadi 6 kelompok ; (Sri
Risnoyatiningsih, 2008)

1. Oksidoreduktase

Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalis reaksi oksidasi atau
reduksi suatu bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat 2 macam enzim yang paling
utama yaitu oksidase dan dehidrogenase. Oksidase adalah enzim yang mengkatalis
reaksi antara subtract dengan molekul oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif
dalam pengambilan atom hidrogen dari subtrat.

2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan ( tranfer )
suatu radikal atau gugus.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting dalam pengolahan
pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu subtrat atau pemecahan
subtrat dengan pertolongan molekul air. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan
ini diantaranya adalah amilase, invertase, selulase dan sebagainya.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C ikatan C-O dengan
tidak menggunakan molekul air.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisasi reaksi perubahan kon figurasi
molekul dengan cara pengaturan kembali atom atom subrat , sehingga dihasilkan
molekul baru yang merupakan isomer dari subtrat, atau dengan dengan perubahan
isomer posisi misalnya mengubah aldosa menjadi ketosa.

6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-ikatan tertentu,


misalnya pembentukan ikatan C-C, C-O dan C-S dalam biosintesis koenzim A serta
pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin.

Enzim memiliki karakteristik umum,yaitu: (Chaplin and Bucke, 1990)

a. Enzim tidak berubah setelah reaksi terjadi

b. Enzim meningkatkan laju reaksi tanpa ada perubahan dalam kesetimbangan kimia

c. Enzim mengkatalisis reaksi pada arah sebaliknya jika sel membutuhkan

d. Enzim memiliki bobot molekul tinggi, berbentuk koloid dan laju difusi rendah

e. Enzim dibutuhkan dalam konsentrasi kecil untuk katalisis

f. Enzim memiliki efisiensi dan selektifitas katalitik yang sangat tinggi

g. Enzim rentan terhadap berbagai parameter lingkungan

Enzim dapat berfungsi di luar sel hidup sebagai katalis biologis secara in vitro.
Aktivitas enzimatik terkait dengan struktur protein karena enzim memiliki sisi aktif
yang mengikat substrat. Secara umum, enzim pencernaan adalah struktur protein murni
misalnya urease. Pepsin, tripsin dan kimotripsin dikenal sebagai enzim pencernaan.
Lisozim adalah enzim aktif yang ditemukan dalam air mata, air liur, dan putih telur
yang mencerna dinding sel beberapa bakteri. Struktur lisozim dalam bentuk kristal,
diamati dengan kristalografi sinarX. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur protein
tiga dimensi (Najafpour, 2015).

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH,


konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, inhibitor dan aktivator. Untuk mengetahui
karakter enzim protease dalam menghidrolisis protein menjadi asam aminonya agar
mencapai aktivitas maksimumnya, perlu dipelajari lebih dulu kondisi optimum yang
dapat mempengaruhi aktivitas enzim protease misalnya suhu, pH, aktivator atau
inhibitor (Nurhidayati, 2003).

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zatzat yang
bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena
enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah
terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis
enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini
disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh,
enzim a-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi
glukosa (Kulkarni dkk, 2007).
Ada dua cara kerja enzim, yaitu: model kunci gembok dan induksi pas. Model
kunci gembok (block and key). Enzim dimisalkan sebagai gembok karena memiliki
sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat bagian terse but disebut sisi
aktif. Substrat dimisalkan sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi
aktif enzim (gembok). Induksi Pas (Model Induced Fit) Pada model ini sisi aktif enzim
dapat berubah bentuk sesuai dengan bentuk substratnya (Kulkarni dkk, 2007).

Pada percobaan yang pertama yaitu dialisis dengan menguji glukosa dan larutan
iodin di dalam kantong dialisis. Langkah pertama pada proses dialysis, yaitu Pertama,
dibuat larutan uji benedict (tabung 1 air, tabung 2 starch, dan tabung 3 glukosa).
Kemudian, ketiga tabung tersebut diletakkan di atas hotplate dan diamati dari ketiga
tabung tersebut. Kedua, ditambahkan larutan iodine ke masing-masing tabung reaksi
(tabung 1 starch, tabung 2 air, dan tabung 3 glukosa). Ketiga, tabung dialisis diikat
salah satu ujungnya, lalu dimasukkan larutan glukosa dan starch ke dalam tabung
tersebut. Selanjutnya, disiapkan air sebanyak 150 mL ke dalam gelas beaker dan
ditambahkan iodine ke dalam gelas beaker tersebut. Setelah itu, dimasukkan tabung
dialisis ke dalam gelas beaker dan dilihat perubahan yang terjadi. Fungsi larutan iodin,
yaitu untuk mengetahui kandungan karbohidrat atau pati. Sedangkan, Fungsi larutan
benedict yaitu untuk menguji keberadaan kandungan glukosa yang memberikan warna
merah bata. Larutan benedict biasanya untuk menguji keberadaan suatu gula pereduksi
seperti glukosa karena didalam larutan ini terdapat natrium karbonat (Na 2CO3 ), natrium
sitrat (C6H5O7Na3) dan tembaga (II) sulfat 5H2O. Uji Benedict didasarkan pada reduksi
dari Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) dalam larutan basa alkali sitrat oleh gula pereduksi.
Tembaga (I) oksida memiliki sifat tidak larut dalam air sehingga akan mengendap.
Warna dari Cu2O tergantung pada jumlah sampel yang akan menunjukkan perubahan
warna oranye, kuning, dan merah bata, serta fungsi dari kantong dialisis ini adalah
sebagai membran semipermeabel.

Dialisis merupakan perpindahan molekul terlarut dari suatu campuran yang


terjadi akibat proses difusi pada membran semipermeabel berdasarkan ukuran
molekulnya (Rahmi, Hariyanti, Putri, & Wulandari, 2020) . Proses ini bertujuan untuk
memisahkan amilum, glukosa, dan zat terlarut lain seperti iodine dengan menggunakan
membran selofan berdasarkan perbedaan ukuran molekul. Pada uji ini digunakan
reagen iodin. Reagen ini dibuat dari campuran padatan iodium (I 2) dan padatan KI yang
dilarutkan dalam pelarut air. Penambahan iodium pada suatu polisakarida akan
menyababkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati
dengan iodium mengahasilkan warna biru kehitaman. Warna biru yang dihasilkan
berasal dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. (Setiawan, 2015).

Pada praktikum ini, ketika amilum dan glukosa dimasukkan ke dalam membran
dialisis lalu diberikan iodine pada bagian luar membran dialisis yaitu pada larutan di
dalam gelas kimia maka akan terjadi perubahan. Di dalam bagian membran dialisis
terjadi perubahan warna dari bening menjadi ungu kehitaman sedangkan bagian di luar
membran menjadi berwarna kuning. Perubahan warna di dalam membran dialisis
menjadi ungu kehitaman menandakan adanya amilum. Walaupun secara teori diatas
dijelaskan bahwa apabila amilum diberikan iodine maka akan menghasilkan warna biru
kehitaman tetapi perbedaan warna ini terjadi mungkin akibat perbedaan interpretasi
terhadap warna. Namun, apabila sudah terbentuk warna kehitaman maka terdapat
amilum di dalamnya. Bagian luar membran berwarna kuning sehingga menunjukkan
tidak adanya amilum. Ketika larutan bagian luar membran diberikan larutan benedict
maka terjadi perubahan warna menjadi jingga. Larutan Benedict dibuat dengan
melarutkan natrium sitrat (Na3C6H5O 7. 11H2O) dan zat anhidrous. Berdasarkan teori,
jika tidak terdapat gula pereduksi, maka larutan jernih tetapi jika terdapat gula
pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu 2O yang berwarna merah bata (Setiawan,
2015). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat glukosa di bagian luar membran dalam
konsentrasi yang sedikit sehingga warna reaksi terhadap larutan benedict yang
ditimbulkan pun tidak seperti merah bata. Dengan demikian, membran selofan bersifat
semipermeable yang hanya bisa dilewati oleh molekul berukuran kecil seperti glukosa
dan iodine tetapi amilum tidak dapat melewatinya karena ukuran yang lebih besar.

Selanjutnya pada percobaan kedua dilakukan isolasi kasein dari susu. Langkah
pertama pada percobaan ini dilakukan dengan, dimasukkan 100 mL susu dan 100 ml
buffer asetat (dapar asetat) ke dalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu 40 °C.
Pada proses pemanasan ini, suhu harus tetap terjaga, karena suhu yang tinggi akan
mengakibatkan protein terdenaturasi atau rusak. Protein sangat rentan terdenaturasi
pada suhu yang tinggi, yaitu 60°C keatas. Kemudian, ditambahkan dapar asetat
kedalam susu secara perlahan sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer (pH
campuran sekitar 4,8). Setelah larutan berubah menjadi suspensi, dimatikan
pemanasnya dan didinginkan larutan pada suhu ruangan. Lalu, disaring suspensi
dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya, padatan dicuci beberapa kali dengan
sedikit air dan kemudian disuspensikan kembali padatan dalam 30 mL etanol. Setelah
itu, suspensi disaring menggunakan corong Buchner dan padatan dicuci dengan etanol
: eter (1 : 1). Etanol ini bertujuan untuk memisahkan larutan dan endapan zat-zat
pengotor yang terdapat dalam larutan tersebut atau melarutkan protein lain selain
kasein, sehingga nantinya akan didapat endapan atau kasein yang murni, serta eter juga
bertujuan untuk pemurnian yang akan menghilangkan lemak-lemak tersebut. Terakhir,
padatan dicuci pada kertas saring menggunakan 50 mL eter dan disedot hingga kering
(padatan dikeringkan menggunakan oven), lalu dipisahkan padatan dan ditempatkan
dalam kaca arloji, dibiarkan eter menguap, kemudian ditimbang kasein yang diperoleh
serta dihitung rendemennya.

Pada percobaan terakhir, dilakukan uji aktivitas enzim amilase. Langkah


pertama yang dilalukan, yaitu disiapkan 4 tabung reaksi (tabung per-1 ditambahkan
aquadest, tabung ke-2 ditambahkan 1 ml saliva, tabung ke-3 ditambahkan 3 ml saliva
dan tabung ke-4 ditambahkan 5 ml saliva). Setelah itu, masing-masing tabung reaksi
ditambahkan 2 mL larutan starch dan 0,5 mL larutan iodine. Kemudian, ditambahkan
aquadest sebagai kontrol negatif dan digenapkan hingga volumenya sama. Selanjutnya,
masing-masing tabung dikocok hingga homogen. Lalu, dicatat waktu yang dibutuhkan
oleh larutan sampai berubah menjadi bening dan diamati perubahannya setiap 5 menit.

Enzim merupakan biomolekul yang berfungsi untuk mempercepat jalannya


reaksi metabolisme di dalam tubuh makhluk hidup tanpa mempengaruhi keseimbangan
reaksi. Didalam saliva terdapat enzim amilase. Enzim amilase adalah enzim yang
berfungsi memecah zat tepung dan polisakarida lainnya menjadi monosakarida, bentuk
gula yang dapat diserap tubuh. Jenis α-amilase yang terdapat dalam saliva (ludah) dan
pankreas. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut
endoamilase karena memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum
menjadi gula yang lebih sederhana. (Tazkiah, Rosahdi, & Supriadin, 2017)

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian aktivitas enzim amilase yang ada di
dalam saliva terhadap amilum. Terdapat 4 tabung reaksi yang telah berisi amilum dan
diteteskan reagen iodine untuk mengidentifikasi adanya amilum di dalam larutan
sampel. Kemudian satu tabung diberikan air sebagai kontrol negatif sedangkan ketiga
tabung lainnya diberikan saliva dengan volume yang berbeda (1 ml, 3 ml, dan 5 ml).
Setelah diamati, pada kontrol negatif tetap berwarna biru kehitaman seperti keadaan
awal yang berlangsung selama 10 menit tetapi ketika 15 menit terjadi perubahan warna
menjadi biru tua. Hal ini diakibatkan terjadinya pengendapan pada sampel. Pada 1 ml
saliva, selama 10 menit terjadi perubahan warna menjadi biru tua dan ketika 15 menit
warna berubah menjadi biru muda. Hal ini menandakan bahwa terdapat enzim amilase
yang akan mengubah amilum menjadi monosakarida sehingga warna berubah menjadi
lebih muda. Pada 3 ml saliva, terjadi perubahan menjadi biru medium selama 5 menit
awal lalu berubah kembali menjadi biru muda dalam waktu 10 menit kemudian menjadi
bening ketika mencapai 15 menit. Hal ini menandakan adanya aktivitas enzim amilase
yang mengubah amilum menjadi monosakarida sehingga warna yang dihasilkan
menjadi lebih muda dan berakhir bening (menunjukkan tidak adanya amilum). Pada 5
ml saliva, terjadi perubahan warna menjadi biru muda ketika 5 menit awal kemudian
menjadi bening yang menandakan amilum tidak ada karena semua amilum telah
diuraikan menjadi monosakarida oleh enzim amilase. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak volume saliva maka akan semakin cepat terjadi
penguraian amilum menjadi monosakarida sehingga dapat diserap oleh tubuh. Hal ini
disebabkan saliva mengandung enzim amilase yang dapat memecah zat tepung dan
polisakarida lainnya menjadi monosakarida.

Salah satu parameter mutu ekstrak adalah rendemen ekstrak yang dihasilkan.
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan bobot awal.
Rendemen menggunakan satuan persen (%), semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak. Rendemen suatu
ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah metode ekstraksi
yang digunakan(Heri, 2018). Pada percobaan kali ini % rendemen yang dihasilkan
cukup tinggi. % Galat yang dihasilkan sebesar 6.62%.

Penyakit yang berkaitan dengan protein dan enzim diantaranya yaitu :


Isovaleric Acidemia (IVA) IVA adalah kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan
oleh defisiensi enzim mitokondria isovaleryl-CoA dehydrogenase yang berdampak
pada akumulasi isovaleryl-CoA dan metabolitnya termasuk asam isovalerat bebas, 3-
hydroxyisovalerate and N-isovalerylglycine. Tujuan utama tatalaksana IVA adalah
untuk mengurangi produksi dan ekskresi isovaleryl-CoA. Hal ini dapat dicapai
dengan:1. Membatasi asupan leusin melalui restriksi protein 2. Meningkatkan jalur
metabolik alternative menggunakan karnitin, dan glisin yang berkonjugasi dengan
isovaleryl-CoA untuk memproduksi senyawa non-toksik isovalericglycine dan
isovalerylcarnitine;dan selanjutnya ada Urea Cycle Disorders (UCD)UCD adalah
kelainan metabolisme bawaan pada metabolisme hepatik yang disebabkan oleh
hilangnya aktivitas enzimatik yang memediasi transfer nitrogen dari ammonia ke urea.
Kelainan ini menyebabkan kondisi hiperammonema dan hiperglutaminemia yang
besifat letal.16,17 Siklus urea adalah jalur terakhir ekskresi zat sisa nitrogen dalam
tubuh mamalia. Hiperammonemia sangat umum terjadi pada defisiensi enzim arginase,
yang dipresentasikan dengan displasia spastik. Semua gangguan dalam siklus urea
diturunkan melalui autosom resesif kecuali defisiensi omithine transcarbamylase
(OTC), yang merupakan kelaian metabolisme bawaan terkait dengan kromosom X.
Penegakkan diagnosis gangguan siklus urea pada neonatus sering terlewat karena
gejala dan tandanya mirip dengan sepsis atau distress respirasi.(Linny,2018)

Terapi yang berkaitan dengan protein dan enzim diantaranya yaitu : Pada terapi di
mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan senyawa-senyawa
untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit
yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:

a. Diabetes Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan


adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan
untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik α-amilase) yang
seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi
tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat
dikendalikan.
b. Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur
pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine,
sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan
sulfonamida, yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut
secara kompetitif sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion
Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis
menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa
keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem).
Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan
cairan tubuh.

c. Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim
renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk
angiotensin II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas
angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap
kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat
EKA (ACE Inhibitor).

d. Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua
enzim, yaitu siklooksigenase I dan II (COX 1 dan COX II). Ada obat atau senyawa
tertentu yang mempengaruhi kinerja COX 1 dan COX II sehingga dapat digunakan
untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit. 9e. Dengan menggunakan prinsip
pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang berfungsi untuk memecah AMP
siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh berbagai senyawa,
antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil. Teofilin
digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin digunakan untuk
menambah kelenturan membran sel darah merah sehingga dapat memasuki relung
kapiler, sedangkan sildenafil menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga
aliran darah yang masuk akan bertambah dan tertahan untuk beberapa saat. 10f.
Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya.
Salah satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis
sel ganas. Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru
(purin dan pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang
melibatkan formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi.
Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga sintesis
DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin dapat menghambat
biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-aminomerkaptopurin juga
dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat pembentukan AMP (salah
satu bahan DNA).g. Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi
(senyawa) inhibitor monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim
monoamina oksidase yang mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal
dari hasil dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan
enzim yang mengalami peningkatan jumlah ada sel susunan saraf penderita penyakit
kejiwaan.Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja,
digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang
sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu.
Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas
terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang
dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh terapi dengan
menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara lain: 8a. Pada penyakit
tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat
mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru).
Proses ini membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh
mikroorganisme sendiri dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat
(PABA), pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan
turunannya dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk
membentuk asam folat. (Tiwuk, 2014).

V. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum “Isolasi Protein dan Uji Aktivitas Enzim” dapat
disimpulkan bahwa :
1. Di dalam kantung dialisis terjadi perubahan warna menjadi ungu kehitaman
karena iodine bereaksi dengan amilum. Iodine masuk ke dalam membrane
akibat memiliki ukuran molekul yang kecil, sedangkan amilum yang memiliki
ukuran molekul besar akan tertahan di dalam membrane. Di luar kantung
dialisis berwarna jingga karena glukosa dari dalam membrane keluar akibat
ukuran molekulnya yang kecil, sehingga bereaksi dengan larutan benedict.
2. Dari hasil percobaan ke-2 yaitu isolasi kasein dari susu diperoleh % rendemen
sebesar 93,38% dan % galat sebesar 6,62%.
3. Setelah dilakukan pengujian aktivitas enzim amilase terlihat bahwa di dalam
saliva terdapat enzim amilase yang mengubah amilum menjadi monosakarida
sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih muda dan berakhir bening.
Semakin banyak volume saliva maka akan semakin cepat terjadi penguraian
amilum menjadi monosakarida
VI. Daftar Pustaka

Botutihe, D. N. 2016. Kandungan Protein pada Daging Ikan Roa Asap yang Diperoleh
dari Pasar Tradisional Gorontalo. Jurnal Entropi. 11(2) : 232-234.

Chaplin, M.F. and Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press.
Cambridge, Great Britain. Chibata, I. 1978. Immobilized of enzyms.

Choirunnisa, U., Yanti, A., & Boedijono, E. (2017). Karakteristik Amilum Biji Durian
(Durio zibethinus L.) Dan Uji Aktivitas Antioksidan Secara In-Vitro. Jurnal
Esa Unggul, 1-7.

Falch, E. A. 1991. Industrial enzymes - developments in production and application.


Biotechnology advances, 9(4), 643-658.

Jubaidah, S., Nurhasnawati, H., dan Wijaya, H. 2016. Penetapan Kadar Protein Tempe
Jagung (Zea Mays L.) Deangan Kombinasi Kedelai (Glycine max (L.) Merill)
Secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2(1) : 111-
119.

Kulkarni, N .S., and M.S. Deshpande. (2007). General Enzymology, Himalaya


Publishing House, ProQuest Ebook Central,
https://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiauebooks/detail.action?docID
=588392

Mardiyah, S., Kunsah, B., Rini, N. K., dan Samsudin, R. R. 2019. Petunjuk Praktikum
Biokimia. Surabaya: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surabaya.

Najafpour, Ghasem. 2015. Biochemical Engineering and Biotechnology, Elsevier Sci


& Tech., ProQuest Ebook Central,
https://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiauebooks/detail.action?docID
=1983595.
Nurhidayati, T. 2003. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain dan Suhu Fermentasi
terhadap Kualitas Keju Cottage. Surabaya: Biologi FMIPA–ITS. KAPPA Vol.
4, No.1, 13-17. ISSN 1411-4046

Rabilloud, T. 1999. Proteome Research: Two-Dimensional Gel Electrophoresis and


Identification Methods (Principles and Practice). England: Springer. ISBN
978-3-540-65792-7.

Rahmi, H., Hariyanti, Putri, R., & Wulandari, D. (2020). Analisis Hasil Fraksinasi
Protease Dan Lipase Yang Berasal Dari Saluran Pencernaan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia, 7(2),
194-202.

Ratna, A., & Yulistiani, F. (2015). Pembuatan Gula Cair Dari Pati Singkong Dengan
Menggunakan Hidrolisis Enzimatis . Jurnal Fluida, 11(2), 9-14.

Sari, D. K. 2012. Karakterisasi Lipase Pada Sintesis Biodiesel. MJoCE. 2(2) : 78-84.

Sarip, M., Nugroho, T. T., dan Teruna, H. Y. 2014. Isolasi, Uji Aktifitas, dan Aktivitas
Spesifik Enzim Selulase Pennicillium sp. LBKURCC27 Semimurni Melalui
Pengendapan (𝑁𝐻4 )2 𝑆𝑂4 . Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 1(1) : 1-6.

Setiawan, I. (2015). Isolasi dan Identifikasi Karbohidrat. ResearchGate, 1-8.

Sismindari, Jenie, R.I., Rumiyati, dan Meiyanto, E. 2021. Biokimia Farmasi.


Yogyakarta : UGM Press.

Sri Risnoyatiningsih. 2008. Yellow Sweet Potato Starch Hydrlysis Into Glucose
Enzymatically. Jurnal Teknik Kimia, Vol.3, No.1.

Sumardjo, D. 2006. Pengantar kimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada Proses


Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang: Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro.

Tazkiah, N., Rosahdi, T., & Supriadin, A. (2017, Juni). Isolasi Dan Karakterisasi
Enzim Amilase Dari Biji Nangka (Artocarpus heterophillus). al-Kimiya, 4(1),
17-22.
VII. Tabel Pengerjaan

No. Nama NIM Kontribusi

1. Fiorentina Eka Putri 119260027 Tujuan, Kesimpulan,

Pembahasan

2. Fishabil Prabaswara 119260157 Cover, Pembahasan,


Tabel Pengerjaan, Editor

3. Reva Destiya 119260061 Pengolahan Data &

Pembahasan

4. Reza Nabilla 119260060 Pengolahan Data &

Pembahasan

5. Tsabita Hanindya 119260017 Metodologi &


Pembahasan Cara
kerjanya

Anda mungkin juga menyukai