Oleh :
Nim : (P07131219038)
Disampaikan Kepada :
A. Dasar Teori
Dengan cara titrasi menggunakan larutan 2,6-Dichloroindophenol. Metode
ini diperkenalkan oleh Tillmanss pada tahun 1930. Larutan 2,6 D akan
direduksi oleh L-asam askorbat sehingga warna larutan semula akan berubah
membentuk dye. Dye akan berubah warna menjadi pink (jika kondisinya asam)
dan berwarna biru jika kondisinya basa, terbentuk warna menandai berakhirnya
titrasi. Penentuan vitamin C dengan menggunakan 2,6 D mempunyai
kelemahan, metoda ini hanya bisa mendeteksi adanya L-asam askorbat, namun
tidak bisa mendeteksi adanya asam L-dehidroaskorbat yang mana masih
memiliki 80 % kemampuan asam askorbat. Selain itu metoda ini juga tidak
dapat digunakan untuk analisis vitamin C pada daging yang dicuring, karena
kandungan isoascorbicacid. (Ronald R, 2007).
Analisa titrimetri atau analisa volumetri adalah analisis kuantitatif dengan
mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan
larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar)
adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M
(molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo dengan
warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetri
adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau
fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk
membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan
iodium.
Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku
primer, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya
larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium (Aisyah 2008).
Penetapan Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol
indofenol dimana terjadi reaksi reduksi 2,6- diklorofenol indofenol dengan
adanya vitamin C dalam larutan asam (Hashmi 1986).56
Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan
berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila
2,6- diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi
tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-
diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol
sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk
perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan dengan vitamin C
standar (Sudarmadji 1989).
B. Prinsip
Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah sebagai berikut :
Asam askorbat + 2,6 D --------------> 2,6 D tereduksi (tidak berwarna)
Kelebihan 2,6 D + HPO3 3% -------> membentuk kompleks merah muda
C. Diagram Alir
a. Standarisasi Larutan DYE
Tambahkan 2 ml HPO33 %
Catat hasilnya
Tambahkan 2 mL HP033 %
Catat hasilnya
D. Perhitungan
Rumus :
50 100
Kadar = Vol Dye + Kadar Vit C × ×
5 Berat sampel
784,796
= 7,848 %
100 %
50 100
Kadara II (%) = 2,5 ×1,2658 × × = 2,5 × 1,2658 × 10 × 20 =
5 5 gr
632,9
= 6,329 %
100 %
kadar I + kadar II 7,848+6,329 14,177
Rata-rata kadar = = = = 7,088
2 2 2
%
Jadi kadar Vitamin C pada sampel adalah 7,088 %