Disusun Oleh:
Kelompok 3
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kami kesehatan dan kesempatan waktu sehingga kami dapat
meynyelesaikan laporan mini riset ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami
ucapkan terima kasih jjuga kepada dosen pembimbing mata kuliah ini yang telah
mengarahkan dan memberikan kami panduan agar laporan in dapat
terselesaikan dengan baik.
Laporan ini riset ini kami buat guna untuk memenuhi nilai salah sattu
tugas dari mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia. Laporan ini berisi tentang
penerapan multicultural untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap toleransi
melalui pendidikan multicultural. Dengan adanya pendidikan multicultural ini
diharapkan para siswa atau peserta didik calon penerus bangsa dapat memiliki sikap
yang saling menghormati dan menghargai perbedaan di lingkungan sosial budaya
yang berbeda.
Oleh karena itu kami harap kritik dan saran dari para pembaca agar penulisan
laporan lebih baik kedepannya. Semoga laporan mini riset ini bermanfaat bagi
pembaca dan menambah pengetahuan kita.
Terima Kasih.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah merupakan miniatur akan keberagaman budaya, adat istiadat, suku, bangsa,
maupun agamayang terdapat di Indonesia. Dalam keberagaman tersebut tidak terlepas dari
perbedaan antar peserta didik, dengan perbedaan yang ada peserta didik memiliki
kedudukan yang sama yaitu sebagai siswa sekolah yang berhak menuntut ilmu. Dalam
keberagaman atau perbedaan tersebut dapat disebut sebagai kelompok yang multikultural.
Karakter toleransi merupakan “sikap saling menghargai melalui pengertian dan tujuan
kedamaian” Tilman (Supriyanto 2017:63). Sedangkan menurut Hasyim (Prameswari 2017:8)
menjelaskan toleransi merupakan “pemberian kebebasan kepada sesama masyarakat untuk
menjalankan keyakinan, mengatur hidupnya, dan menentukannya sendiri, selama dalam
menjalankan dan menentukan sikapnya tersebut tidak melanggar dan bertentangan
dengan asas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat”.
Di sekolah dasar sikap toleransi dapat dikatakan penting, karena sikap toleransi
memiliki banyak manfaat bagi peserta didik, dimana mereka dapat belajar saling
menghargai setiap pendapat maupun tindakan yang dilakukan dan menghormati perbedaan
antar peserta didik,
1
pendidik, serta masyarakat lainnya. Pendidikan multikultural merupakan pendidikan
yang memiliki unsur membimbing, membentuk, dan mengkondisikan peserta didik untuk
memiliki mental dan kepribadian agar terbiasa hidup di tengah perbedaan baik suku, bahasa,
sosial- ekonomi, maupun perbedaan gender. Semua hal tersebut dapat terjadi dengan adanya
peran guru yang penting.
1. Secara Praktis
Dilihat dari kegunaan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai pendidikan multikultural.
2. Secara Teoritis
Penyusunan laporan miniriset ini juga diharapkan dapat memberikan wawasan yang
lebih mendalam kepada pembaca dan penulis mengenai “PENGEMBANGAN SIKAP
TOLERANSI MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL” dan dapat dijadikan bahan
referensi unruk penelitian berikutnya.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Berdasarkan definisi-definisi diatas, semuanya nampak mengarah pada tujuan yang sama
yaitu bagaimana lewatpendidikan mampu mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil
dan makmur dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama dan budaya.
Semangatnya adalah bagaimana membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga tercapai
kemamkmuran bersama,memiliki harga diri yang tinggi dan di hargai bangsa lain. Dengan
demikian, pendidikan multikultural dalam konteks ini dapat diartikan sebagai sebuah proses
pendidikan yang memberikan peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa
memperbedakan perlakuan karena perbedaan etnik, agama, budaya dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia
internasional.Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
multikultural adalah istilah yang digunakan untuk
3
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman,
dan berbagai macam budaya (multicultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Kini
multikulturalisme juga digunakan oleh banyak Negara berkembang sebagai salah satu
wacana politik dan/ kebijakan. Pengertian multikulturalisme sendiri sangatlah kabur.
Multikultur dapat mengacu kepada masyarakat dengan dua ciri khusus, yakni
keanekaragaman rasa atau keanekaragaman etnik(poli-etnik).Untuk dapat memahami arti
multikultural dalam kaitannya dengan pendidikan, secara etimologis terdiri atas dua
terma, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan secara terminologi
pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku
dan aliran (agama). Dengan demikian, pendidikan multikultural merupakan proses yang
dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelo
mpok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan
proses, perbuatan dan caracara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas
secarahumanistik.
Salah satu studi relevan mengenai pokok pembahasan pada laporan miniriset ini
merupakansebuah skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN SIKAP TOLERANSI
MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. . Dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis data yang bersifat deskriptif. Yaitu suatu usaha untuk memperoleh informasi yang di
awali dengan mengumpulkan dan menyusun suatu data lalu di analisis. Yang di analisis
berupa penjelasan dari narasumber yaitu berupa kata-kata dan gambar dan bukan berupa
angka-angka. Kemudian data-data inilah yang dipakai untuk membuat sebuah laporan
dalam penelitian yang telah dilakukan peneliti tersebut. Penjelasan dari narasumber tersebut
di dapat dengan melakukan wawancara dan mengobservasi langsung di tempat peneliti
melakukan penelitian. Asil laporan ini dari bebarapa hasil penelitian terdahulu sehingga
dapat membandingkan dan juga menganalisi bagaimana keterkaitan antara peneltian
4
tedahulu kepenelitian yang baru sehingga mengasilkan sebuah analisis baru dari
perkembangan penelitian literatur.
5
2.3 Kerangka Berpikir
Pendidikan
Multikultural
Sekolah merupakan miniatur akan keberagaman budaya, adat istiadat, suku, bangsa,
maupun agamayang terdapat di Indonesia. Dalam keberagaman tersebut tidak terlepas dari
perbedaan antar peserta didik, dengan perbedaan yang ada peserta didik memiliki
kedudukan yang sama yaitu sebagai siswa sekolah yang berhak menuntut ilmu. Dalam
keberagaman atau perbedaan tersebut dapat disebut sebagai kelompok yang multikultural.
Dalam hal ini elihat bagaimana pendidikan multikultural dalam membuat sebuat integritas
di indonesia yang dikenal dengan sebutan negara majemukdari hasil mini riset literatur
mengenai ini melihatnya dengan beberapa penelitian sebelumnya serta memberikan
sebuah analisis mengenai pendidika n multikultural.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research atau
penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan
berdasarkan study literatur atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang
telah maupun yang belum dipublikasikan, buku buku dan penelitian terdahulu.
Karena penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan, maka sumber data yang
diperoleh ada dua macam yaitu:
1. Sumber primer yaitu sebuah referensi yang dijadiakn acuan utama dalam penelitian.
Yaitu jurnal Puspita, Yenny. (2018, July). PENTINGNYA PENDIDIKAN
MULTIKUTURAL. In prosiding seminar nasional program pascasarjana universitas
PGRI. Palembang:Universitas PGRI, 5 (5).
2. Sumber sekunder merupakan referensi-referensi pendukung dan pelengkap
bagi sumber primer yang berupa jurnal yaitu
Hanum, Farida. PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM
MEWUJUDKAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Yogyakarta: UNY
Nadziroh. PENTINGNYA PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL
PADA PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
2014
Nurcahyono, O.H. (2018). Pendidikan multicultural di indonesia: Analisis
sinkronis dan diakroni. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi, 2(1),
105-115.
Arifin Akhmad Hidayatullah Al. 2012. Implementasi pendidikan multicultural
dalam praksis pendidikan di indonesia. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
dan Aplikasi, 1(1).
Asmuri. 2016. Pendidikan multukultural (telaah terhadap sistem pendidikan
nasional dan pendidikan agama islam). POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, 2(1)
7
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data adalah suatu metode atau cara untuk mengolah sebuah data
menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut menjadi mudah untuk dipahami dan
juga bermanfaat untuk menemukan solusi permasalahan, yang terutama adalah masalah
yang tentang sebuah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data
yang bersifat deskriptif. Yaitu suatu usaha untuk memperoleh informasi yang di awali
dengan mengumpulkan dan menyusun suatu data lalu di analisis. Yang di analisis berupa
penjelasan dari narasumber yaitu berupa kata-kata dan gambar dan bukan berupa angka-
angka. Kemudian data-data inilah yang dipakai untuk membuat sebuah laporan dalam
penelitian yang telah dilakukan peneliti tersebut. Penjelasan dari narasumber tersebut di
dapat dengan melakukan wawancara dan mengobservasi langsung di tempat peneliti
melakukan penelitian.
8
BAB IV
PEMBAHASAN
Pendidikan multikultural dibahas dan diwacanakan pertama kali di Amerika dan negara-
negara Eropa Barat pada tahun 1960-an oleh gerakan yang menuntut diperhatikannya
hak- hak sipil (civil right movement). Tujuan utama dari gerakan ini adalah untuk
mengurangi praktik diskriminasi di tempat-tempat publik, di rumah, di tempat-tempat kerja,
dan di lembaga-lembaga pendidikan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas. Pendidikan multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan
multikultural. Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang at
au sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan,
proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik. Sedangkan Multikultural secara
etimologis multi berarti banyak, beragam dan aneka sedangkan kultural berasal dari kata
culture yang mempunyai makna budaya, tradisi. Rangkaian kata pendidikan dan
multikultural memberikan arti secara terminologis adalah proses pengembangan seluruh
potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi
keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Menurut M. Ainul Yaqin
memahami pendidikan multikultural sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan pada
semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang
ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, klas sosial, ras,
kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi mudah. Sedangkn menurut John W.
Santrock mendefinisikan pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai
diversitas dan mewadahi prespektif dari beragam kelompok kultural atas dasar basis regular.
9
etnik dan memberangus praktik- praktek penindasan. Pendidikan Multikultural
merupakan reformasi sekolah yang
1
komprehensif dan pendidikan dasar untuk semua anak didik yang menentang semua bentuk
diskriminasi dan intruksi yang menindas dan hubungan antar personal di dalam kelas dan
memberikan prinsi-prinsip demokratis keadilan sosial. Istilah “pendidikan
multikultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang
menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan
masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan
terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi- strategi pendidikan dalam masyarakat
multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka kurikulum Pendidikan Multikultural
mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi; tema-tema tentang perbedaan ethno-
kultural dan agama.
Multikulturalisme di Indonesia muncul pada tahun 2002. Hal ini sejalan dengan
reformasi tahun 2998 dan diberlakukannya otonomi daerah mulai tahun 1991. Pemerintahan
orde baru cenderung dijlankan secara scientific dengan menggunakan politik
kebudayaan yang seragam dan menggunakan tipe pendekatan permadani dalam melihat
masyarakat multicultural. Setelah orde baru desentralisasi berkembang dan kedaerahaan
turun yang menimbulkan efek yang kontra jika dilihat dari perspektif kesatuan dan integrasi
nasional.
1
bentuk reformasi pendidikan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Yang dahulunya
menerapkan sistem
1
pendidikan segresi atau mengelompokkan kelas-kelas sosial, suku, agama, ras
kemudian berubah dengan memberikan peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Menurut Banks (2002) terdapat empat tujuan dari gerakan multicultural yaitu,
pertama untuk membantu individu untuk memahami diri mereka secara mendalam dengan
menggunakan perpektif budaya lain. Kedua, memberikan pengajaran kepada peserta didik
tentang pengetahuan etnis dan budaya lain. Ketiga, untuk mengurangi diskriminasi
ras, warna kulit dan karakteristik budaya. Keempat, untuk menguasai kemampuan dasar
membaca menulis dan berhitung.
1
akhir ini juga ada wacana untuk menjadikan pendidikan multikulturalisem sebagai mata
pelajaran tersendiri.
1
Karakteristik Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural merupakan proses
pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara
mendidikyang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik. Ada tiga
tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
1) Agama, suku bangsa dan tradisi Agama secara actual merupakan ikatan yang terpenting
dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa.hal ini akan dapat menjadi perusak
apabila digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau
kelompokekonomi.
2) Kepercayaan
3) Toleransi
wawasan dan akal pikiran. Faktor Penyebab Terjadinya Multikultural Faktor-faktor yang
menjadi penyebab terjadinya multikulturalisme.
1) Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka
akan terdapat perbedaan dalam masyarakat (multikultural).
3) Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama dengan perbedaan letak geografis
suatu daerah.
1
Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana
alternatif pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar
budayanya, dan
1
pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti
sekarang.
Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan
bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan
bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Pada kenyataannya pendidikan
multikultural belum digunakan dalam proporsi yang benar. Maka, sekolah dan perguruan
tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat mengembangkan kurikulum pendidikan
multikultural dengan model masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau
sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu
masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun
etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di
masyarakat masih sangat kurang. Penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat
dikatakann berhasil apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi,
tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku,
bahasa, dan lain sebagainya.
Menurut Sleeter dan Grant (1988:46), pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila
prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi
aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Perubahan yang diharapkan
adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat,
dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA.
1
2) Agar peserta didik tidak meninggalkan akar
budaya
1
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga
signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang
ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi „ancaman‟ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan
global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di
luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar
siswa tidak melupakan asal budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya
untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret.
Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung
jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan
kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan
multikultural itulah, diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di
Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.
b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai
aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup
nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.
1
c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan
bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan
antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa
terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
4) Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural Inti dari cita-cita reformasi Indonesia
adalah mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis, dan ditegakkan hukum untuk
supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta
rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat,
dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat
Indonesia. Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman
budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi
keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai,
menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi,
keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang
sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti,
dan kosnep-konsep lain yang relevan.
1
sebagai suatu yang lumrah, sehingga secara bijak mengakui atas identitas kelompok-
kelompok dan penerimaan
1
perbedaan kebudayaan yang berkembang di lingkungan masyarakat sebagai suatu
rahmat, kita harus mempunyai kesadaran dan pemahaman bahwa setiap masyarakat
mempunyai pengalaman, kebudayaan, keinginan, cita-cita, harapan yang berbeda. Setiap
masyarakat memiliki identitas diri yang terbangun melalui suatu pertalian yang rumit dan
unik dari ras, etnik, lapisan sosial, bahasa, agama, gender, kemampuan dan keterampilan,
serta pengaruh- pengaruh budaya lainnya. Dengan memperhatikan perbedaan, keragaman,
dan pluralisme sebagaimana diuraikan di atas, maka pendidikan sekolah dasar haruslah
didesain dengan berorientasi multikultural dan berorientasi ke masa depan. Surakhmad
(1999:19) memberikan sebuah daftar penting dan menarik tentang perubahan atau peralihan
paradigma, dari yang berorientasi ke masa silam menjadi berorientasi ke masa depan, yaitu:
Pendidikan multikultural adalah proses pena naman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat
plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya keke nyal an dan kelenturan
mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial,sehingga persatuan bangsa bangsa tidak
mudah patah dan retak. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat
kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat
mengeloyang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola
secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan. Pendidikan
multikultural sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses demokratisasi, pada
pendidikan multikultural terdapat beberapa hal terkait mengenai; pengakuan hak asasi
manusia, tidak adanya diskriminasi dan diupayakannya keadilan sosial.
1
Upaya yang Diperlukan dalam Penanaman Multikultural di Sekolah Dasar
1
apapun singgungan tentang agama akan membekas dalam benak siswa yang
akan dibawa sampai dewasa.
2. Menghargai keragaman bahasa di sekolah dasar Dalam suatu sekolah dasar
bisa terdiri di guru, tenaga kependidikan, dan siswa yang berasal dari berbagai
wilayah dengan keragaman bahasa, dialek, dan logat bicara. Meski ada bahasa
Indonesia sebagai pengantar formal di sekolah, namun logat atau gaya bicara selalu
saja muncul dalam setiap ungkapan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Sekolah perlu
memiliki peraturan yang mengakomodasi penghargaan terhadap perbedaan bahasa.
Guru serta warga sekolah yang lain tidak boleh mengungkapakan rasa”geli” atau
“aneh” ketika mendengarkan atau membaca ungkapan bahasa yang berbeda dari
kebiasaannya. Semua harus bersikap apresiatif dan akomodatif terhadap perbedaan-
perbedaan itu. Perbedaan yang ada seharusnya menyadarkan kita bahwa kita sangat
kaya budaya, mempunyai teman-teman yang unik dan menyenangkan, serta dapat
bertukar pengetahuan berbahasa agar kita kaya wawasan.
3. Membangun sikap sensitif gender di sekolah dasar Pembagian tugas,
menyebutkan contoh-contoh nama tokoh, dan sebagainya harus proposional antara
laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih dominan atau sebaliknya minoritas
antara gender laki-laki dan perempuan. Dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai
kodrati, penerapan gender dalam fungsi-fungsi pembelajaran di sekolah harus
proposional karena setiap siswa laki-laki dan perempuan memiliki potensi masing-
masing. Perempuan jadi pemimpin, laki-laki mengurusi konsumsi, atau yang
lain saat ini bukan sesuatu yang tabu. Biarlah siswa mengembangkan potensinya
dengan baik tanpa bayang-bayang persaingan gender. Siapa yang berpotensi biarlah
dia yang berprestasi. Berilah Reward pada siapapun dengan gender apapun yang
mampu berpretasi, sebaiknya beri punishment yang tegas dan mendidik
terhadap sikap, ucapan, dan perilaku yang menyinggung perbedaan gender.
4. Membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta
perbedaan sosial Pendidikan dan penegakan peraturan seko lah tidak boleh
mempertimbangkan status sosial siswa. Baurkan siswa dari beragam status sosial
dalam kelompok dan kelas untuk berinteraksi normal di sekolah. Meskipun begitu,
guru dan siswa harus tetap memahami perbedaan sosial yang ada di antara
temantemannya. Pemahaman ini bukan untuk menciptakan perbedaan, sikap lebih
tinggi dari yang lain, atau sikap rendah diri bagi yang kurang, namun untuk
1
menanamkan sikap syukur atas apapun yang dimiliki. Selanjutnya dikembangkan
kepedulian untuk tidak saling meren
1
dahkan namun saling mendukung menurut kemampuan masing-masing. Sikap empati
dan saling membantu tidak hanya ditanamkan di lingkungan sekolah saja.
Suatu waktu siswa bisa diajak berkegiatan sosial di luar sekolah seperti dipanti
asuhan, panti jompo, dan sebagainya. Atau bila ada musibah diantara warga
sekolah atau daerah lain siswa diajak berdoa dan memberikan sumbangan. Sekecil
apapun doa, ucapan simpati, jabat tangan, pelukan, atau bahkan bantuan material
akan sangat bermakna bagi pembentukan karakter siswajuga siapapun yang menjadi
objek empati.
5. Membangun sikap anti deskriminasi etnis Sekolah dasar dapat menjadi Indonesia
mini atau dunia mini, di mana berbagai etnis menuntut ilmu di sekolah dasar. Di
sekolah dasar bisa jadi suatu etnis mayoritas terhadap etnis lainnya. Tetapi perlu
dipahami, di sekolah lain etnis yang semula mayoritas bisa jadi menjadi minoritas.
Hindari sikap negatif terhadap etnis yang berbeda. Tanamkan dan biasakan
pergaulan yang positif. Pahamkan bahwa inilah Indonesia yang hebat, warganya
beraneka ragam suku atau etnis, bahasa, tradisi namun bisa bersatu karena sama-
sama berbahasa Indonesia. “Ciptakan kultur dan ke hidupan sekolah yang Bhinneka
Tunggal Ika dengan interaksi dan komunikasi yang positif”.
6. Menghargai perbedaan kemampuan Sekolah tidak semua siswa berkemampuan
sama atau standar. Dalam psikologi sosial dikenal istilah disability artinya terdapat
sebuah kondisi fisik dan mental yang membuat siswa sebaiknya dibiasakan membaur
antara siswa yang unggul dan lemah dalam ke lompok atau kelas, agar terjadi
pembimbingan sebaya, yakni yang unggul semakin kuat pemahamannya tentang
suatu materi dan bermanfaat dengan ilmunya, serta yang kurang memperoleh guru
sebaya yang lebih komunikatif dan merasa diterima oleh temantemannya.
7. Menghargai perbedaan umur Setiap individu siswa mengalami pertambahan
sesuai pertambahan umurnya. Guru harus memahami ini, terutama tentang
karakteristik psikologis dan tingkat kemampuan sesuai umurnya. Seharusnya yang
lebih tua memberi tauladan, motivasi, kepercayaan, demokratis, membimbing,
mengasuh, dan melindungi yang lebih muda. Yang muda menghormati, sopan
santun, menauladani kebaikan, dan mem bantu yang lebih tua. Menyikapi kondisi
sekolah sebagai “dunia” multikultural, pengambil kebijakan dan warga sekolah
harus mengubah paradigma dan sistem sekolah menjadi paradigma dan sis tem
sekolah yang multikultural. Secara ber tahap harus disusun kembali sistem,
peraturan, kurikulum, perangkat-perangkat prasarana sekolah yang berbasis
1
multikultural berdasarkan kesepakatan warga sekolah. Selanjutnya adalah
secara kontinyu dilakukan orientasi kepada warga
1
sekolah terutama warga baru, sosialisasi, tauladan guru dan kakak kelas, pembiasaan
kultur sikap dan perilaku multikultural, serta pemberian reward dan punishment
tentang pelaksanaan kultur sekolah dengan konsisten. Di sinilah urgensi pendidikan
multikultural untuk dihadirkan dalam dunia pendidikan saat ini. Pendidikan melalui
sekolah meru pakan instrumen paling ampuh untuk mem berikan penyadaran kepada
masyarakat, supaya tidak terjadi konflik etnis, budaya dan agama.
2
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Simpulan
Sekolah merupakan miniatur akan keberagaman budaya, adat istiadat, suku, bangsa,
maupun agamayang terdapat di Indonesia. Dalam keberagaman tersebut tidak terlepas dari
perbedaan antar peserta didik, dengan perbedaan yang ada peserta didik memiliki
kedudukan yang sama yaitu sebagai siswa sekolah yang berhak menuntut ilmu. Dalam
keberagaman atau perbedaan tersebut dapat disebut sebagai kelompok yang multikultural.
Dalam hal ini elihat bagaimana pendidikan multikultural dalam membuat sebuat integritas
di indonesia yang dikenal dengan sebutan negara majemukdari hasil mini riset literatur
mengenai ini melihatnya dengan beberapa penelitian sebelumnya serta memberikan sebuah
analisis mengenai pendidikan multikultural.
Pendidikan multicultural ini diajarkan kepada peserta didik dengan harapan agar
mereka dapat dan mampu memahami bahwasnaya di dalam lingkungan mereka
terdapat keragaman budaya. Keberagaman budaya tersebut mempengaruhi tingkah laku,
sikap, pola pikir sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara (usage) , kebiasaan
(folkways), aturan- aturan (mores) dan istiadat (custom) yang berbeda dengan yang lainnya.
Pendidikan multicultural merupakan pendidikan yang menyadarkan masyarakat akan
pentingnya pemahaman relatisme kebudayaan. Pendidikan multicultural merupakan
bentuk reformasi pendidikan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Yang dahulunya
menerapkan sistem pendidikan segresi atau mengelompokkan kelas-kelas sosial, suku,
agama, ras kemudian berubah dengan memberikan peluang yang sama untuk mendapatkan
pendidikan.
5.2. Saran
2
DAFTAR PUSTAKA
Asmuri. 2016. Pendidikan multukultural (telaah terhadap sistem pendidikan nasional dan
pendidikan agama islam). POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, 2(1)