Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MUNAKAHAT

DISUSUN OLEH :

Salman Alfarisi P

1815313086

PROGRAM STUDI DII TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI BALI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti ingin menikah dan ini merupakan fitroh manusia, karena
manusia adalah makhluk social yang di mana setiap manusia pasti membutuhkan
manusia yang lain terlebih terhadap lawan jenis. Bahkan sang penciptanya pun
memberitahukan bahwa ciptaanya pasti memiliki pasangan-pasangan.
Maka oleh sebab itu, para ulama merumuskan tentang tata cara munakahat/nikah
yang ada di dalam kitab-kitab klasik, yang di teruskan oleh para ulama sekarang
melalui digital sehingga mempermudah orang untuk mencari referensi-referensi.
Banyak sekali keterangan-keterangan yang menunjukan akan kelebihan nikah
yang di anjurkan dalam agama, seperti meneruskan keturunan, menambah rizki,
memperpanjang umur, dan masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaannya yang bisa
di lihat melalui al-qur’an, al-hadis, dan karangan para ulama.

Di sini penulis hnya menjelaskan beberapa-beberapa permasalahan yang ada


kaitannya dengan masalah nikah, seperti: pengertian nikah, hokum nikah, syarat sah
nikah, rukun nikah, wali nikah, dan muharromatun-nikah/orang-orang yang di haramkan
untuk di nikahi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian nikah?
2. Ada berapa hokum nikah?
3. Apa saja rukun dan syarat sah nikah?
4. Mengetahui wali nikah?
5. Siapa saja yang di haramkan untuk dinikahi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Munahakahat

Nikah menurut bahasa adalah Al-jam'u & al-dhamu yang artinya kumpul.
Makna nikah (jawaz) bisa diartikan dengan aqdu al-tajwiz yg artinya

akad nikah. Menurut Rahmat Hakim menyatakan bahwa nikah berasal dari
bahasa Arab 'Nikahun' yang merupakan masdar atau asal dari kata kerja
'nakaha' sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia sebagai perkawinan

Nikah mempunyai 3 makna, yaitu: 1.) nikah secara bahasa : wati dan

kumpul; 2.) nikah secara hakikat ada pada akad dan majaz pada wati,

jadi kebalikanh ma’na secara bahasa; 3) nikah secara lafadz sesuai dengan

akad dan wati..

Dalam pengertian luas pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin


yang dilaksanakan menurut syari'at Islam antara laki-laki dan perempuan
untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga untuk mendapat kan
keturunan.
Menurut Muhammad Abu Israh memberikan definisi yang luas juga dikutip
dari Zakariya Drajat yaitu;

‫عقد يقيد حل العشرة بين الرجل والمراة وتعاونهما ويحد ما لكيهما من‬

‫حقوق وم عليه من جبات‬

Artinya: akad cuang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan


hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita mengadakan tolong

menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban
bagi masing-masing.

B. Hukum Nikah

Allah telah memerintahkan kepada hambanya untuk menikah sebagaimana


firman Allah SWT;

َ ‫س ۤا ِء َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬


ۚ ‫ث َو ُر ٰب َع‬ َ ِ‫اب َل ُك ْم ِمنَ الن‬
َ ‫ط‬َ ‫ط ْوا فِى ْال َي ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬
ُ ‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل ت ُ ْق ِس‬

٣ ‫ت ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذ ِل َك اَد ْٰنٰٓى ا َ اَّل تَعُ ْولُ ْو ۗا‬ ِ ‫فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل تَ ْع ِدلُ ْوا فَ َو‬
ْ ‫احدَة ً ا َ ْو َما َملَ َك‬

Artinya: Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil
terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu menikahinya, maka
nikahilah perempuan lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka
nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.
Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.
Hukum nikah menurut syara’ ada 5 : wajib, haram, makruh, suah, mubah.

Adapun keadaan yang wajib untuk nikah dan sebagainya, maka di


dalamya terdapat perincian dari para imam madzhab..

Akan tetapi menikah itu ada yang sebagian membawa madarat, baik untuk
pihak perempuan maupun laki-laki , untuk itu hukum nikah menurut para
ulama terbagi menjadi

1. Wajib
Nikah hukumnya wajib bagi orang yang secara jasmani dan rohani tlh
matang dan mampu secara finansial, dan dikhawatirkan tergelincir pada
perbuatan zina jika tidak dilakukan pernikahan. Hal ini didasarkan
pada pemikiran hukum baha setiap mislim wajib menjaga diri untuk tdk
berbuat yang telarang, jika penjaga diri itu harus dengan melakukan
perkawinan, sedangkan menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan
nya adalah wajib sesuai dengan kaidah.

‫ماَّليتم الواخب اَّل به فهو واجب‬

Artinya: sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengan-Nya, maka


sesuatu itu hukumnya wajib juga.

Mazhab Maliki berpendapat bahwa nikah itu diperlukan atas orang


yang menginginkan nikah dan ia takut kalau berbuat zina ketika ia
tidak menikah dan ia tidak mampu untuk mencegah dirinya dengan
berpuasa.

Menurut pendapat mazhab Hanafi bahwa nikah itu hukumnya fardhu


dengan empat syarat pertama ia yakin akan melakukan zina ketika
ia tidak menikah kedua ia tidak mampu puasa ketiga ia tidak mampu
membeli budak atau tidak punya budak keempat ia mampu untuk
mahar dan menafkahi dari usaha yang halal.

Pendapat Mazhab Syafi'i mengatakan asal pada nikah itu boleh jadi
seseorang dibolehkan untuk menikah dengan tujuan mencari kenikmatan
dan bersenang-senang. tapi ketika ia berniat untuk menjaga harga
dirinya atau mendapat keturunan maka itu disunnahkan.

Mazhab Hambali berpendapat bahwa nikah itu difardhukan atas orang


yang takut akan melakukan zina. ketika ia tidak menikah walaupun
hanya prasangkanya apakah ia lelaki atau perempuan dan tidak ada
perbedaan pada ini keadaan apakah ia mampu untuk memberikan nafkah
atau tidak. Ketika ia mampu untuk menikah agar menjaga dirinya dari
keharaman maka wajib atas dirinya untuk menikah dan mencari pekerjaan
yang halal yang akan dijadikan nafkah. dalam keadaan mencari
pertolongan Allah SWT dan wajib atas Allah untuk menolong hambanya
yang meminta pertolongan.
2. Sunnah
Hukum ini berlaku bagi orang yang memiliki kemauan dan kemampuan
untuk menikah. Mampu secara jasmani dan rohani menyongsong rumah
tangga dan tidak khawatir akan terjerumus pada ladang perzinahan.
Rasulullah saw bersabda:
3. Mubah
Hukum ini berlaku untuk orang yang tidak terdesak oleh alasan-
alasan yang mewajibkan menikah atau mengharamkannya atau dengan
kata lain mempunyai kemauan yang kuat.
4. Makruh
Berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk
menafkahi keluarganya, walaupun telah siap secara fisik dan tidak
khawatir pada perzinahan.
5. Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban dalam rumah tangga.
C. Syarat sah dan Rukun Nikah
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan atau ibadah. Sedangkan rukun adalah unsur yang
harus dipenuhi pada saat melangsungkan pernikahan. Sah yaitu suatu
pekerjaan atau ibadah yang memenuhi rukun dan syarat. Menurut Iman
Malik rukun nikah itu ada 5 macam. Yaitu: 1) Wali dari pihak perempuan;
2.) Mahar; 3) Calon pengantin laki-laki; 4) Calon penganti perempuan;
5) Sighat akad nikah.

Sedangkan menurut Imam Syafi'i rukun nikah ada 5 juga, yaitu: 1. Calon
pengantin laki-laki; 2. Calon pengantin perempuan; 3. Wali; 4. Dua saksi;
5. Sighat akad nikah
Para ulama menyimpulkan bahwa syarat dan rukun nikah itu sebagai
berikut:
1. Calon suami syaratnya, yaitu: a. Beragama islam; b. Benar seorang laki-
laki; c. Menikah bukan karna paksaan ; d. Tidak beristri empat; e.
Mengetahui calon istri bukanlah wanita yang haram inikahi; f. Calon
istri bukanlah wanita yang haram dimadu; g. Tidak sedang melakukan
ihram haji dan umrah.
2. Calon istri syaratnya, yaitu: a. Beragama islam; b. Benar-benar wanita;
c. Mendapat izin dari walinya; d. Bukan istri irang lain; e. Bukan sebagai
mu'taddah (wanita yang sedang dalam masa iddah). f. Tidak memiliki
hubungan mahram; g. Bukan sebagai wanita yang pernah di li'an calon
suaminya (dilaknat suaminya karna tuduhan zina)

3. Wali syaratnya, yaitu: a. Laki-laki; b. Beragama islam; c. Baligh; d.


Berakal; e. Merdeka (bukan hamba sahaya); f. Adil; g. Tidak sedang
ihram
4. Dua orang saksi syarat nya, yaitu; a. 2 orang laki-laki; b. Beragama
islam; c. Dewasa / baligh; d. Melihat & mendengar; e. Memahami bahasa
yang digunakan dalan akad; f. Tidak sedang Ihram; g. Hadir dalam ijab
qabul
5. Ijab qabul, syaratnya, yaitu:

a. Menggunakan kata yang bermakna menikah ( ‫ )النكاح‬atau menikahka


( ‫ )الزويج‬Baik bahasa arab, indonesia atau bahasa daerah masing-
masing.
b. Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki2&
wali pengantin perempuan).
c. Antara ijab & qabul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan
atau perbuatan.
d. Pelaksanaan ijab qabul harus berada di suatu tempat yang dikaitkan
dengan suatu persyatratan apapun.
e. Tidak dibatasi degan waktu tertentu.
Untuk lafadz-lafadz nikah selain bahasa Arab, para ulama fikih sepakat
bahwasanya ketika seseorang laki-laki yang tidak mampu menggunakan
bahasa Arab, maka akad pernikahannya menadi sah dengan menggunakan
bahasa sendiri yang ia pahami dan bicara dengan kalimat itu karena
sesungguhnya yang dihitung pada akad itu ialah maknanya. Sebab lelaki
tadi tidak bisa bahasa arab, maka berbicara dengan bahasa Arab gugur
pada dirinya seperti hukum akhros (orang yang bisu)

D. Wali nikah
Secara Etimologis wali adalah pelindung, penolong, atau penguasa. Wali
mempunyai arti banyak , antara lain;
1. Orang yang menurut hukum agama atau adat di serahi kewajiban menurut
anak yatim serta hartanya sebelum anak itu dewasa
2. Pengasuh pengantin perempuan pda waktu menikah
3. Orang shaleh (suci) penyebar agama
4. Kepala pemerintah dan sebagainya.
Seluruh madzhab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali
perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki yang
menjadi pilihan wanita tersebut.
Sebelum seseorang itu layak untuk bertindak sebagai wali dalam
sesuatu pernikahan. Haruslah memenuhi beberapa syarat yang digariskan
oleh syarak. Yaitu : Baligh, berakal, merdeka, islam
1. Urutan wali
Jumhur ulama fiqh mendapat bahwa urutan wali, yaitu: Ayah, Ayahnya
ayah (kakek) terus ke atas, Saudara laki-laki se ayah se-ibu, Saudara
laki-laki se-ayah saja, Anak laki-laki saudara laki-laki se-ayah se-
ibu, Anak laki-laki saudara laki-laki se-ayah se-ibu, Anak laki-laki dari
anak laki-laki saudara laki-laki se-ayah se-ibu, Anak laki-laki dari
anak laki-laki saudara laki-laki se-ayah se-ibu,, Anak laki-laki no 7,
Anak laki-laki no 8 dan seterusnya, Saudara laki-laki ayah se-ayah
se-ibu, Saudara laki-laki ayah se-ayah se-ibu, Anak laki-laki no 11, Anak
laki-laki no 12 , Anak laki-laki no 13 seterusnya

Singkatnya urutan wali adalah: Ayah seterusnya ke atas, Saudara


laki-laki ke bawah , Saudara laki-laki ayah ke bawah
2. Macam-macam wali

a. Wali nasab

Wali nasab adalah wali nikah yang ada hubungan nasab dengan
wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Wali nasab terbagi
menjadi 2 yaitu wali aqrab (dekat) dan wali ab'ad (jauh)
Perpindahan wali aqrab kepada wali ab'ad sebagai:
1. Apabila wali aqrab nya non muslim
2. Apabila wali aqrabnya fasik
3. Apabila wali aqrab nya belum dewasa
4. Apabila wali aqrab nya gila
5. Apabila walia aqrabnya bisu/tuli
b. Wali hakim
Wali hakim adalah wali nikah dari hakim atau qadi. Orang-orag
yang berhak menhadi wali hakim adalah pemerintah ( ‫)السلطان‬,
Khalifah (pemimpin), penguasa (‫)رءيس‬, atau qadhi nikah yang diberi
wewenang kepala negara. Apabila tdk ada orang diatas maka wali
hakim dapat diangkat oleh orang-orang terkemuka didaerah itu orang-
orang yang alim (‫)اهل الحل والعقد‬.

Sebab-sebab perempuan berwali hakim yaitu: Tidak ada wali nasab,


Tidak cocok syarat pada wali aqrab dan ab'ad, Wali aqrab ghaib
dalam perjalanan sejauh 92,5 km/ 2 hari perjalanan, Wali aqrab
sedang ihram atau ibadah haji, Wali aqrab dipenjara, Wali aqrab tidak
mau menikahkan ( adhal ), Wali aqrab hilang, Wali aqrab berbelit-
belit (mempersulit)

c. Wali Tahkim
Wali tahkim adalah wali yang diangkat oleh calon suami atau
calon istri. Cara pengangkatannya adalah: calon suami nengucapkan
tahkim degan kalimat 'saya angkat bapak atau saudara untik
menikahkan saya dengan.. . (calon istri) dengan mahar.. . Dan putusan
bapak atau saudara saya terima dengan senang', setelah itu istri juga
mengucapkan hal yang sama. Kemudian calon hakim itu menjawab 'saya
terima tahkim ini'

Wali ini terjadi apabila:


Wali nasab tidak ada
Wali nasab ghaib bepergian jauh
Tdk ada qadhi atau pegawai pencatat nikah, talak, dan rujuk
d. Wali maula
Wali maula adalah wali yang menikahkan budaknya. Maksudnya
adalah hamba sahaya yang berada dibawah kekuasaannya. Dan Allah
juga tidak melarang untuk menikahkan bugak perempuan untuk dirinya
sendiri atas dasar suka sama suka.
3. Jenis wali
a. Wali mujbir
Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak oerempuan
yang telah baligh dan berakal degan tidak meminta izin dulu kepada
nya, dengan syarat-syarat tertentu, hanya bapak dan kakek lah yang
dapat menjadi wali mujbir.
Syarat-syarat itu adalah:
Tidak ada permusuhan antara wali dengan perempuan yang di
walikan
Calon suami sekufu dengan calon istri
Calon suami dapat membayar mahar pada saat dilangsungkan
akad apabila syarat tidak terpenuhi , maka hak ijbar gugur
b. Wali adhal
Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan anaknya atau
cucunya , karna si calon suami tidak sesuai degan kriterianya. Dalam
keadaan semisal ini secara otomatis perwalian pindah kepada wali
hakim. Karna menghalang-halangi nikah. Dalm kondisi tersebut
merupakan praktik adhal yang merugikan calon suami istri dan yang
dapat menghilangkan kedzaliman adalah hakim.
Apabila wadgal sampai tiga kali maka perwalian nya pindah pada
wali ab'ad. Bukan wali hakim, kecuali dengan alasan yang logis, maka
wali dibolehkan.
E. Muharramat
Muharramat adalah orang baik laki-laki maupun perempuan yang haram
di nikahi. Secara garis besar larangan menikah antara laki-laki dan
perempuan menurut syara dibagi 2 yaitu halangan abadi dan halangan
sementara. Diantara halangan-halangan abadi ada yang telah disepakati
adapula yang masih diperselisihkan yang disepakati ada tiga, yaitu: Nasab,
Pembesanan (karna pertalian kerabat sementara), Sesusuan. Sedangkan
yang masih di perselisihkan yaitu; Zina, Li'an
1. Halangan seterusnya, yaitu;

Halangan nikah karna nasab


Allah swt berfirman

٣٣ ... ِ‫ت َعلَ ْي ُك ْم ا ُ امهٰ ت ُ ُك ْم َوبَ ٰنت ُ ُك ْم َواَخ َٰوت ُ ُك ْم َو َع ّٰمت ُ ُك ْم َو ٰخ ٰلت ُ ُك ْم َو َب ٰنتُ ْاَّلَخ‬
ْ ‫ُح ِر َم‬

Artinya : Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu


yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki.. ( Q.S An-nisa
:23)

Berdasarkan ayat dia atas wanita yang haram dinikahi karna nasab
yaitu:
a. Ibu, yang dimaksud adalah perempuan yang ada hubungan darahdalam
keturunan garis keatas
b. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darahdalam garis
ljrus kebawah
c. Saudara perempuan, baik seayah ibu, seayah saja/ seibu
d. Bibi, saudara perempuan ayah atau ibu baik saudara kandung atau
se-ibu dan seterusnya ke atas
e. Keponakan perempuan yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau
saudara perempuan dam seterusnya ke bawah.

Halangan karna sesusuan


Allah swt berfirman:

٣٣ ...... ‫ضا َع ِة‬


َ ‫الر‬ َ ‫وا ُ امهٰ ت ُ ُك ُم الّٰتِ ْٰٓي ا َ ْر‬......
‫ض ْعنَ ُك ْم َواَخ َٰوت ُ ُك ْم ِمنَ ا‬ َ

Artinya : “.. ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu


sesusuan..”

Menurut riwayat abu daud, annasa'I , ibnu majah dari aisyah keharaman
karna susuan ini di terangkan dalam hadis

(‫)رواه البخاري و مسلم و ابو داود والنساءي وابن ماجه‬


‫يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب‬
Artinya, diharamkan karena ada hubungan susuan akan di haramkan
karena ada hubungan nasab. Di perinci, yaitu;
Ibu susuan: Ibu yang menyusui Nenek susuan: Ibu dari Ibu yang pernah
menyusui atau Ibu dari suami yang menyusui

a. Bibi susuan: perempuan Ibu susuan


b. Kemenakan susuan perempuan: anak dari perempuan dari sodara Ibu susuan
c. Saudara susuan perempuan: baik saudara se ayah kandung atau se Ibu
saja.

Halangan karena mushaharah (pertalian kerabat semetara)


Firman allah swt
‫س ۤا ِٕى ُك ُم الّٰ ِت ْي دَخ َْلت ُ ْم ِب ِه َّۖ ان فَا ِْن لا ْم‬
َ ِ‫س ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم الّٰتِ ْي فِ ْي ُح ُج ْو ِر ُك ْم ِم ْن ن‬ َ ِ‫وا ُ امهٰ تُ ن‬...
َ
٣٣ ..‫ص ََلبِ ُك ْۙ ْم‬ ْ َ ‫علَ ْي ُك ْم َّۖ َو َح َ َۤل ِٕى ُل ا َ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الا ِذيْنَ ِم ْن ا‬
َ ‫ت َ ُك ْونُ ْوا دَخ َْلت ُ ْم بِ ِه ان فَ ََل ُجنَا َح‬

Artinya : .ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu


(anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), dan diharamkan
bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu).. . (Q.S An-Nisa : 23)
Jika terperinci yaitu:
a. Mertua perempuan
b. Anak tiri
c. Menantu yaitu istri anak ke bawah
d. Ibu tiri yaitu bekas istri ayah.
Halangan karena sumpah li'an
Suami yang menuduh istrinya berzina tanpa mendatangkan 4 saksi
maka seorang suami harus bersumpah 4 kali dan yang ke lima dengan
menyatakan bersedia menerima laknat allah apabila ia berdusta (QS.An-
Nur 6-9)
2. Wanita yang haram di nikahi sementara, yaitu:
Dua perempuan bersaudara haram nikawini oleh seorang laki2 dalam satu
waktu, terkecuali berganti mengawini karena suatu alasan. Allah
berfirman;
٣٣ ‫۔‬...... ‫ َوا َ ْن ت َ ْج َمعُ ْوا بَيْنَ ْاَّلُ ْختَي ِْن‬......

Artinya : (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu


(menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara.. . (an-nisa : 23)

Wanita yang terkait perkawinan dengan laki-laki lain, haram dinikahi


oleh seorang laki-laki.
Wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai atau iddah di tinggal
mati. (QS. Al-baqoroh : 228 dan 234)

Wanita yang di talaq 3 haram kawin lagi dengan mantan suami nya,
kecuali sudah kawin lagi dengan orang lain dan sudah berhubungan. (QS.
Al-baqaroh: 229 sampai 30)

Wanita yang sedang melakukan ihram

Wanita musyrik haram dinikah, (QS. Al-Baqarah: 24)


BAB I I
KESIMPULAN
Nikah menurut bahasa adalah Al-jam'u & al-dhamu yang artinya
kumpul. Makna nikah (jawaz) bisa diartikan dengan aqdu al-tajwiz yg
artinya akad nikah. Menurut Rahmat Hakim menyatakan bahwa nikah
berasal dari bahasa Arab 'nikahun' yang merupakan masdar atau asal dari
kata kerja 'nakaha' sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan dalam
bahasa indonesia sebagai perkawinan
Hukum dasar pernikaha adalah mubah, namun jumhur ulama menetapaka
bahwa hukum menikah terbagi menjadi lima: wajib, sunnah, mubah, makruh,
dan juga haram.

Mengenai rukun dan syarat nikah imam syafi’i membaginya menjadi lima
yaitu: calon suami (degan syarat-syarat yang telah di tentukan), calon
istri (degan syarat-syarat yang telah di tentukan), wali (degan syarat-
syarat yang telah di tentukan), dua orang saksi (degan syarat-syarat
yang telah di tentukan), dan uga ijab qabul.

Wali dan saksi dalam pernikaha merupakan dua hal yang sangat
menentuakan sah dan tidaknya sebuah pernikahan. Seluruh mazhab
bersepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang
melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan
wanita tersebut.
Mengenai muharramat, sebagian wanita yang haram di nikahi untuk
selama-lamanya karna sebab-sebab tertentu , dan sebagian yang lain ada
yang haram dinikahi untuk sementara waktu karna adanya sebab-sebab
tertentu juga.

Anda mungkin juga menyukai