Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nurfiah

Prodi : Bahasa Indonesia


Instansi : SMP Negeri 5 Buton Tengah

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri (Modul 2 Profesional)


Judul Modul Semantik dan Wacana
Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Hubungan Bentuk dan Makna
2. Eufimisme
3. Wacana
4. Pragmatik
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta konsep (Istilah A. Peta Konsep
dan Definisi) di modul ini 1. Hubungan Bentuk dan makna
a. Jenis Makna
b. Hubungan Bentuk dan Makna
2. Eufimisme
a. Perubahan Makna
b. Eufimisme
c. Disfemisme
3. Wacana
a. Konsep Wacana
b. Kohesi
c. Koherensi
4. Pragmatik
a. Konsep Pragmatik
b. Prinsip Kerja sama
c. Prinsip Kesantunan

B. Istilah dan Definisi

KB 1. Hubungan Bentuk dan Makna

A. Jenis Makna
Makna adalah konsep abstrak pengalaman manusia
tentang sesuatu, tetapi makna bukan pengalaman
setiap individu (Wijana dan Rohmadi, 2008: 11).
Makna digunakan sebagai penghubung bahasa
dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan
penutur bahasa sehingga antarindividu dapat saling
mengerti (Djayasudarma, 2012: 7).
1. Makna leksikal adalah makna yang
sesungguhnya, sesuai dengan referennya dan
penglihatan pancaindra.
2. Makna gramatikal adalah makna yang
didapatkan setelah menggabungkan unsur satu
dengan unsur yang lain.
3. Makna referensial adalah makna yang berkaitan
langsung dengan sumber yang menjadi acuan
dan mempunyai hubungan dengan makna yang
telah disepakati bersama.
4. Makna nonreferensial adalah makna yang tidak
memiliki acuan.
5. Makna denotatif adalah makna yang
sesungguhnya, makna dasar yang merujuk pada
acuan.
6. Makna konotatif merupakan seperangkat
gagasan atau perasaan yang berhubungan
dengan nilai rasa, yang berhubungan dengan
rasa hormat, dan lain-lain.
7. Makna literal adalah makna harfiah/ makna
lugas/ arti kata sebagaimana aslinya.
8. Makna figuratif adalah makna yang menyimpang
dari referennya/ kiasan.
9. Makna primer adalah makna yang dapat
diketahui tanpa bantuan konteks.
10. Makna sekunder adalah makna satuan
kebahasaan yang diidentifikasi dengan bantuan
konteks.

B. Hubungan Bentuk dan Makna


1. Sinonim adalah bentuk bahasa yang memiliki
makna kurang lebih sama/ mirip atau sama
dengan bentuk lain. Kesamaan makna tersebut
berada pada tataran kata, frasa, klausa, atau
kalimat (Kridalaksana, 1984: 179).
2. Antonim adalah hubungan di antara kata-kata
yang dianggap memiliki pertentangan makna
(Djayasudarma, 2012: 73). Menurut Suwandi
(2008:106-109) dan Chaer (2012:298-299)
antonim dibedakan menjadi beberapa jenis.
a. Antonim mutlak adalah pertentangan bentuk
bahasa yang bersifat mutlak (cth. hidup-mati)
b. Antonim bergradasi adalah pertentangan
bentuk yang bersifat relatif (cth. besar-kecil).
c. Antonim relasional adalah pertentangan yang
dilihat berdasarkan kesimetrian dalam makna
setiap pasangannya (cth. suami-istri).
d. Antonim hierarkial terdapat dalam satuan
waktu, berat, panjang, jenjang kepangkatan,
dll.
e. Antonim resiprokal adalah antonim yang
bersifat timbal balik/ saling bertentangan
namun secara fungsional mempunyai
hubungan yang erat (cth. mengirim-
menerima).
3. Homonim adalah hubungan antara kata yang
ditulis/ dilafalkan dengan cara yang sama, tetapi
maknanya tidak saling berhubungan
(Kridalaksana, 1984: 68). Cth. kata ‘kopi’.
4. Polisemi adalah satuan bahasa yang memiliki
lebih dari satu makna yang saling berhubungan
(cth. kata ‘ibu’).
5. Ambiguitas disebut juga makna ganda/
penafsiran makna yang lebih dari satu (Suwandi,
2006: 117). Makna pada ambiguitas berasal dari
frasa/ kalimat yang terjadi karena penafsiran
yang berbeda; biasanya dalam ragam bahasa
tulis.
6. Redudansi yaitu pemakaian unsur segmental
yang berlebihan/ sesuatu yang berlebih-lebihan
(cth. agar supaya)
KB 2. Eufimisme

Eufemisme berkaitan dengan penggunaan bahasa


yang bernilai rasa baik, sopan, dan santun.
A. Perubahan Makna
Bahasa akan terus mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan kehidupan penuturnya.

1. Faktor Penyebab Perubahan Makna


a. Faktor Kebahasaan, berkaitan dengan cabang
linguistik, seperti fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Misal: kata sahaya menjadi saya.
b. Faktor Kesejarahan, berkaitan dengan
perkembangan kata. Misal: kata betina
(hewan) dan kata wanita (manusia).
c. Faktor Sosial, disebabkan karena
perkembangan makna kata dalam
penggunaannya di masyarakat. Misal: kata
gerombolan (dulu ‘orang yang berkumpul,
sekarang bermakna negatif, pemberontak).
d. Faktor Psikologis, disebabkan oleh penutur itu
sendiri. Misal: Kata anjing (dulu merujuk pada
hewan, sekarang digunakan dalam makian).
e. Pengaruh Bahasa Asing, berkaitan dengan
kebutuhan penutur. Misal: kata akkord
menjadi akur.
f. Kebutuhan Kosakata Baru, disebabkan
karena penutur perlu menciptakan kata/
konsep baru yang dibutuhkan. Misal: kata
canggih digunakan untuk menyebut
perkembangan teknologi yang serba modern,
rumit, dan ruwet.

2. Jenis-Jenis perubahan Makna


a. Perluasan makna yaitu makna sekarang lebih
lusa daripada makna terdahulu. Misal: kata
adik, berarti saudara kandung yang lebih
muda (makna lama) dan sapaan untuk laki-
laki/ perempuan yang lebih muda (makna
sekarang).
b. Penyempitan makna yaitu kebalikan dari
perluasan makna; terjadi ketika sebuah kata
yang awalnya mempunyai makna luas
kemudian berubah menjadi sempit. Misal:
kata madrasah yang berarti sekolah (makna
lama) dan sekolah agama Islam (makna baru).
c. Peninggian makna (Ameliorasi) berhubungan
dengan nilai rasa yang lebih baik atau sopan,
sehingga menjadi lebih halus, tinggi, hormat
daripada kosakata lain. Misal: kata mantan
lebih halus daripada kata bekas.
d. Penurunan makna (Peyorasi) yaitu perubahan
kata yang mempunyai makna lebih rendah,
kasar, atau kurang sopan. Misal: kata jongos
bernilai rasa kasar/ kurang sopan, dapat
digantikan kata asisten rumah tangga.
e. Pertukaran makna (Sintesia), disebabkan
karena pertukaran tanggapan indra
(pendengaran, pengecapan, dan penglihatan)
Misal: Ucapannya begitu pedas. Kata dingin
merujuk pada indra pengecapan.
f. Persamaan makna (Asosiasi) yaitu makna
yang berupa perumpamaan karena kesamaan
sifat. Misal: Menu ayam geprek mulai
menjamur.
g. Metafora berkaitan dengan pemakaian kata
kiasan yang memiliki kemiripan makna
(perbandingan analogis dua hal berbeda).
Misal: Kecelakaan itu terjadi di mulut jurang.

B. Eufimisme
Eufimisme berkaitan dengan penggunaan perkataan
yang halus dan sopan sehingga memberikan kesan
yang baik. Pembahasan mengenai eufemisme tidak
terlepas dari referennya.

1. Referen Eufimisme
Dalam masyarakat tertentu, ada bentuk bahasa
yang dianggap tabu, namun belum tentu bagi
masyarakat yang lainnya. Referen eufimisme
antara masyarakat satu dengan yang lain
berbeda. Berikut ini, beberapa hal yang menjadi
referen eufimisme:
a. Nama binatang
b. Nama benda
c. Organ vital manusia
d. Peristiwa
e. Keadaan
f. Profesi
g. Penyakit
h. Aktivitas

2. Manfaat Eufimisme
a. Menghaluskan tuturan
b. Sarana
c. Alat berdiplomasi
d. Merahasiakan sesuatu
e. Penolak bahaya

C. Disfemisme
Disfemisme adalah tuturan yang berkesan kasar
dan menyakitkan mitra tutur. Salah satu hal yang
melatarbelakangi gejala pengasaran ini adlah ketika
seorang penutur berada dalam situasi yang tidak
ramah atau situasi yang tidak diinginkan. Misalnya,
kata kampungan, memiliki nilai rasa kasar jika
diucapkan dan merujuk pada tindakan yang tidak
sopan, tidak berpendidikan, tidak sopan, tidak
berpendidikan, atau kurang ajar. Disfemisme
diucapkan penutur untuk memberikan penilaian
negatif tentang sesuatu atau seseorang. Misalnya:
Banyak atlet daerah miskin prestasi. Kata miskin
digunakan untuk menggantikan tidak memiliki.
KB 3. Wacana

A. Konsep Wacana
Kridalaksana (1983:179) menjelaskan wacana ialah
satuan bahasa terlengkap. Wacana melibatkan
unsur segmental dan nonsegmental. Dalam
kegiatan berkomunikasi, wacana tidak hanya
menggunakan seperangkat alat linguistik (fonem,
morfem, kata, frasi, klausa, dan kalimat), tetapi juga
memperhatikan konteks tuturan. Agar tercipta
wacana yang padu dan utuh, aspek kohesi dan
koherensi juga perlu diperhatikan agat terbentuk
teks yang baik.

B. Kohesi
Unsur-unsur pembentuk dalam teks disebut sebagai
alat kohesi. Kohesi digunakan sebagai penanda
hubungan antarkalimat dalam teks. Menurut Rani
(2004:94) beberapa piranti kohesi, yaitu.
1. Kohesi leksikal
Alat yang digunakan dalam kohesi leksikal dapat
berupa kata/ frasa bebas yang dapat
mempertahankan hubungan kohesif antarkalimat.
Piranti kohesi leksikal terdiri atas.
a. Repetisi (Pengulangan), digunakan untuk
menghubungkan antara topik kalimat yang satu
dengan yang lainnya.
- Pengulangan penuh adalah pengulangan
satu bentuk secara utuh. Misalnya kata
‘guru’ diulang sebagai subjek dalam sebuah
wacana.
- Pengulangan bentuk lain adalah
pengulangan bentuk yang berbeda yang
memiliki kata dasar yang sama. Misalnya,
kata ‘bahasa’ diulang dengan kata
‘berbahasa’ sebagai subjek dalam sebuah
wacana.
- Penggulangan dengan Penggantian
(substitusi) yaitu bentuk yang diulang ditulis
dengan bentuk yang berbeda. Misalnya,
kata ‘ilmuwan’ dapat diganti dengan kata
‘ahli bahasa’.
- Pengulangan dengan Hiponim dapat berupa
kata, frasa, klausa yang maknanya
dianggap sebagai bagian dari makna
ungkapan. Misalnya, jika ayam adalah
hiponim dari unggas dan unggas adalah
hiponim dari binatang, maka ayam adalah
hiponim dari binatang.
b. Kolokasi berkaitan dengan penggunaan dua
kata atau lebih secara bersama-sama untuk
membentuk kesatuan makna. Misalnya, pasien
akan berhubungan dengan dokter.

2. Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal merupakan hubungan
semantis antarunsur yang ditandai dengan
penggunaan alat-alat gramatikal.
a. Referensi yaitu berkaitan antara kata dan
benda yang mewakilinya. Referensi dibagi 2
yaitu referensi eksofora dan referensi endofora.
- Referensi eksofora merupakan perujukan/
pengacuan di luar teks dan bersifat
situasional.
- Referensi endofora merupakan pengacuan
kata-kata di dalam teks. Referensi ini dibagi
2, yaitu anafora dan katafora. Referensi
anafora merujuk pada sesuatu yang telah
disebutkan sebelumnya, sedangkan
referensi katafora merujuk pada sesuatu
yang telah disebutkan setelahnya.
Referensi anafora dan katafora dapat
menggunakan:
 Referensi pronomina persona, berkaitan
dengan peran yang dilakukan oleh
pembicara dan pendengar/ tokoh dalam
wacana.
 Referensi pronomina demonstratif,
digunakan untuk menunjuk orang,
benda, tempatatau waktu dirujuk secara
khusus.
 Referensi pronomina komparatif adalah
keterkaitan semantis antara satu unsur
dengan unsur yang lain dengan tujuan
membandingkan 2 hal/ lebih.

b. Substitusi adalah penggantian suatu unsur


bahasa dengan unsur yang lain; digunakan
unruk menghidari pengulangan bentuk yang
sama. Substitusi dibagi menjadi:
- Substitusi Nomina adalah penggantian
yang digunakan untuk menggantikan
nomina/kelompok kata dengan kelompk
kata lain.
- Substitusi Verba adalah penggantian kata/
kelompok kata berkategori verba dengan
kata/ frasa lain.
- Substitusi Klausa yaitu menggantikan
klausa secara keseluruhan.

c. Konjungsi adalah salah satu alat yang


memiliki fungsi menghubungkan antara
gagasan satu dengan yang lain. Konjungsi
dibagi menjadi:
- Konjungsi Aditif adalah konjungsi yang
memiliki fungsi memberikan keterangan
tambahan (dan, bahkan, serta).
- Konjungsi Adversatif yaitu untuk
menghubungkan dua gagasan yang
menyatakan kontras (tetapi, namun,
melainkan).
- Konjungsi Kausal digunakan untuk
menghubungkan dua gagasan yang
memiliki hubungan sebab akibat (karena,
sebab, sehingga).
- Konjungsi Temporal digunakan untuk
menyatakan hubungan kronologis waktu
yang sudah terjadi, belum terjadi, atau
sedang terjadi (sebelum, sesudah, ketika,
saat).
- Elipsis berhubungan dengan pelesapan
yang terdapat pada kalimat. Terdapat 3
macam elipsisi:
 Elipsis Nomina adalah penghilangan
unsur kalimat yang berkategori nomina.
 Elipsis Verbal adalah penghilangan
unsur kalimat yang berkategori verbal.
 Elipsis Klausal adalah pelesapan unsur
klausa dalam suatu kalimat.

C. Koherensi
Koherensi merupakan pertalian atau jalinan
antarkata, klausa, atau kalimat dalam sebuah teks.
Sebuah wacana dapat dikatakan koheren dengan
memanfaatkan piranti kohesi atau tanpa piranti
kohesi.
Sebagai elemen teks, koherensi berfungsi untuk
melihat bagaimana penulis/pembicara secara
strategis menggunakan teks dalam menjelaskan
fakta atau peristiwa. Makna teks dapat ditafsirkan
melalui kekompakan proposisi-proposisi yang
dibangun secara utuh dan padu. Keutuhan dan
kepaduan ini oleh penulis/pembicara dimanfaatkan
untuk memudahkan penafsiran informasi bagi
pembaca.

KB 4. Pragmatik

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang


mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu
bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam
komunikasi.

A. Konsep Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang
disampaikan oleh penutur atau penulis dan
ditafsirkan oleh mitra tutur atau pembaca (Yule,
1996: 3). Maka dapat disimpulkan bahwa untuk
memahami sebuah ungkapan/ujaran bahasa,
diperlukan suatu pengetahuan di luar makna dan
hubungan tata bahasanya, yaitu hubungan dengan
konteks pemakai bahasa.

B. Prinsip Kerja Sama


Prinsip kerja sama antarpeserta tutur sangat
diperlukan ketika berkomunikasi. Jika penutur dan
mitra tutur tidak saling bekerja sama ketika
melakukan tindak tutur maka proses interaksi
menjadi terhambat. Jika itu terjadi, maka tujuan
pragmatis sebuah tuturan tidak akan tercapai. Oleh
karena itu, agar pesan yang disampaikan oleh
penutur sampai dengan baik kepada mitra tutur,
semua peserta tutur harus memerhatikan prinsip
kerja sama.
Grice (dalam Leech, 1983: 8) menyatakan ada 4
aturan percakapan/maksim yang dipandang sebagai
prinsip/ dasar kerja sama.
1) Maksim Kuantitas
Ada 2 aturan di dalam maksim ini yaitu berikan
informasi secukupnya dan jangan memberikan
informasi melebihi yang diperlukan.
2) Maksim Kualitas
Maksim kualitas mengatur penutur agar tidak
mengatakan sesuatu yang menurutnya salah/
keliru dan jangnan mengatakan sesuatu yang
tidak ada buktinya (hoaks).
3) Maksim Relevansi
Agar komunikasi berjalan lancar, peserta tutur
diharapkan memberikan informasi yang relevan,
mudah dimengerti, dan ada keterkaitan satu
sama lain.
4) Maksim Pelaksanaan/ Cara
Maksim cara mengatur agar para peserta tutur
menghindari pernyataan-pernyataan yang samar
dan mengusahakan agar pernyataan yang
disampaikan ringkas, teratur, tidak berpanjang
lebar dan bertele-tele.

C. Prinsip Kesantunan
Kesantunan berkaitan dengan budi bahasa yang
halus dan baik. Kesantunan dapat dilihat dalam tata
cara berkomunikasi melalui simbol verbal/ tata cara
berbahasa. Dalam konsep ini peserta tutur tidak
hanya sekedar menyampaikan ide, tetapi haru
mengikuti berbagai macam norma dan budaya yang
berlaku di suatu tempat. Prinsip kesantunan ini
digunakan untuk menghindari konflik antapeserta
tutur ketika berkomunikasi. Menurut Leech (1983)
prinsip kesantunan direalisasikan ke dalam 6
maksim.
1) Maksim Kearifan
Aturan yang terdapat dalam maksim ini adalah
penutur meminimalkan kerugian pada atau
memberikan keuntungan kepada orang lain.
2) Maksim Kedermawanan
Maksim ini disebut juga maksim kemurahan hati.
Dalam komunikasi digunakan untuk menghormati
mitra tutur. Ketika seseorang menjalankan
maksim kedermawanan, ia berusaha
meringankan beban mitra tuturnya.
3) Maksim Pujian
Tuturan yang diharapkan agar penutur
memberikan pujian kepada mitra tutur dan
mengindari tuturan yang merendahkan orang lain,
mengejek, dan saling mencaci.
4) Maksim Kerendahan Hati
Maksim ini mengatur peserta tutur untuk bersikap
rendah hati dan mengurangi pujian terhadap diri
sendiri atau tidak menyombongkan diri.
5) Maksim Kesepakatan/ Kecocokan
Aturan dalam maksim ini adalah setiap peserta
tutur berusaha agar ada kesepakatan antara diri
sendiri dan orang lain sebanyak mungkin.
6) Maksim Simpati
Aturan dalam maksim ini adalah meningkatkan
rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain,
misalnya terhadap kejadian/ peristiwa yang
sedang menimpa orang lain.

Leech (1983) memberikan 5 skala pengukur


kesantunan berbahasa.
1) Skala Kerugian dan Keuntungan, yaitu merujuk
pada besar kecilnya kerugian dan keuntungan
yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur.
2) Skala Pilihan, yaitu merujuk pada banyak atau
sedikitnya pilihan yang diberikan oleh penutur
kepada mitra tutur di dalam sebuah peristiwa
tutur.
3) Skala Ketidaklangsungan, yaitu merujuk pada
langsung atau tidak langsungnya maksud/
penyampaian sebuah tuturan.
4) Skala Keotoritasan, yaitu merujuk pada hubungan
status sosial antara penutur dan mitra tutur yang
terlibat dalam sebuah penuturan.
5) Skala Jarak Sosial, yaitu merujuk pada peringkat
hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur.
Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan
antara penutur dengan mitra tutur sangat
menentukan peringkat kesantunan tuturan yang
digunakan.

2 Daftar materi yang sulit 1. Hubungan bentuk dan makna


dipahami di modul ini 2. Perubahan makna
3. Referensi eksofora dan endofora
4. Konsep pragmatik

3 Daftar materi yang sering 1. Pada materi eufimisme dan disfimisme


mengalami miskonsepsi 2. Dalam materi eufimisme yang mempunyai konsep
hampir sama pada materi pragmatik di bagian
prinsip kesopanan.
3. Ada 4 aturan percakapan/ maksim yang dipandang
sebagai prinsip/ dasar kerja sama yaitu maksim
kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan atau
cara

Anda mungkin juga menyukai