Anda di halaman 1dari 22

BUKU PANDUAN TUTOR

BLOK 21
Pendidikan Tahap Sarjana Kedokteran Gigi

(The Disaster)
Penanggung Jawab Blok : drg. Firdaus, MSi

Tutor Blok

1. drg. Firdaus, MSi ( PJ Blok dan tutor )

2. drg. Resti Iswani, SpRKG ( Sekretaris dan tutor )

3. Dr. drg. Edrizal, Sp.Ort

4. drg. Resa Ferdina, MARS

5. drg. . Ricky Amran, MARS

6. drg. Sri Pandu Utami, MSi

7. drg. Rifki moechtar,MDSc

8. drg. Maulida Hayati, M.Kes

Cadangan:

1. drg. Widya puspita sari, MDSc

2. Dr.drg. okmes fadriyanti,sp,pros

2
PANDUAN TUTORIAL

Dalam pelaksanaan kurikulum dengan metode problem based learning pelaksanaan


tutorial menggunakan teknik seven jump (tujuh langkah). Metode The Seven Jump
adalah sebuah metode PBL (Problem Based Learning) yang sangat tepat digunakan
untuk pembelajaran untuk menganalisa dan memecahkan sebuah kasus. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Clarify Unfamiliar Terms
a. Mahasiswa mengidentifikasi kata-kata yang artinya kurang jelas, anggota
lainnya mencoba untuk mendefinisikannya.
b. Kata atau nama yang oleh kelompok masih diperdebatkan ditulis di papan
tulis atau flip chart.
2. Define the Problems
a. Mahasiswa menetapkan permasalahan yang harus dijawab berdasarkan
skenario/kasus yang ada
b. Tutor mendorong seluruh anggota kelompok untuk memberi kontribusi
dalam diskusi.
c. Mencatat seluruh issue yang telah dijelaskan oleh kelompok.
d. Mengurutkan permasalahan yang disusun untuk dianalisis pada pertemuan
pertama dan dicari jawabannya.
3. Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation
a. Mendiskusikan permasalahan tanpa asumsi benar/salah, atau sebagai langkah
awal untuk mencari informasi lebih lanjut.
b. Mahasiswa mencoba membuat formulasi, berdiskusi tentang berbagai
kemungkinan yang sesuai dengan masalah.
4. Analyze the problems
a. Mahasiswa mencoba merinci masalah dan membandingkannya dengan
hipotesis yang sudah dikembangkan apakah sudah cocok atau belum.
b. Pengorganisasian penjelasan terhadap masalah.
c. Ditulis secara skematik
d. Mahasuswa mencoba menghubungkan ide baru yang muncul dari anggota
kelompok dengan pengetahuan yang ada dan dengan konteks berbeda.
5. Defining Learning Objectives

3
a. Kelompok menyusun beberapa tujuan belajar.
b. Tutor mendorong mahasiswa agar inti tujuan belajar menjadi lebih fokus,
tidak terlalu lebar atau superficial serta dapat diselesaikan dalam waktu yang
tersedia.
c. Beberapa mahasiswa mungkin mempunyai tujuan belajar sendiri (ekstra)
karena kebutuhan atau kepentingan mereka sendiri.

Belajar Mandiri
6. Information Gathering : Private Study
a. Dapat berupa kegiatan mencari informasi di buku, internet, computerized
literarure search, jurnal, specimen patologis/ fisiologis, bertanya kepada
pakar, dsb.
b. Hasil kegiatan tersebut dicatat oleh masing-masing anggota kelompok
(student’s individual notes), termasuk sumber belajarnya. Usahakan sumber
pustaka masing-masing mahasiswa berbeda.
c. Hasil tersebut didiskusikan pada step 7.
Pertemuan Kedua
7. Synthesize and Test Acquired Informations (Reporting Phase)
a. Masing-masing anggota sudah siap berdiskusi setelah belajar beberapa
literatur maupun sumber belajar lainnya.
b. Tujuannnya mensintesis apa yang telah dipelajari, kemudian mendiskusikan
kembali.
c. Mahasiswa bisa menambahkan, menyanggah, bertanya, komentar terhadap
referensi.
d. Kelompok membuat analisis lengkap tentang masalah yang ada dan membuat
laporan tertulis.
e. Bila ada kesulitan yang tidak bisa terpecahkan dicatat dan ditanyakan dalam
diskusi dengan pakar/narasumber.

4
5
6
7
8
9
Catatan :
 Jam : ada bunyi alarm
 Al-Qur’an
 Hadist
 Doa sebelum belajar

10
FORM PENILAIAN TUTORIAL
(TUTORIAL CHECK LIST ASSESSMENT)
Value (Session ……)
No Kriteria SangatBaik Baik Memuaskan Batas Di Bawah Harapan
(10-9) (6-8) (4-5) (2-3) (0-1)
DEALING WITH APPOINTMENT
Hadir sebelum waktu Terlambat kurang Terlambat 15-30
1 Being in time Hadir tepat waktu Terlambat> 30 menit
yang ditentukan dari 15 menit menit
DEALING WITH WORK
Persiapan tugas Persiapan tugas
Persiapan tugas
Persiapan tugas lengkap, hanya hanya
lengkap,
mengumpulkan banyak mengumpulkan mengumpulkan
mengumpulkan Tidak membuat
2 Preparation of task informasi yang cukup informasi sedikit informasi
cukup informasi persiapan
berhubungan dengan dasar yang dasar yang
yang berhubungan
topic berhubungan dengan berhubungan
dengan topik
topik dengan topik
Menyelesaikan
Menyelesaikan Menyelesaikan 50%
Menyelesaikan seluruh kurang dari 50% Tidak mengerjakan
3 Completeness in performing task 75% dari tugas dari tugas yang
tugas yang diberikan tugas yang tugas
yang diberikan diberikan
diberikan
Mengemukakan ide
Mengemukakan ide/
Mengemukakan ide / /pendapat dengan
pendapat dengan
pendapat dengan jelas, jelas, logis, relevan Mengemukakan Mengemukakan ide/
jelas, logis, relevan
logis, relevan dan dan didukung oleh ide/ pendapat pendapat namun
4 Brainstorming task dan didukung oleh
didukung oleh banyak beberapa sumber namun kuran jelas, tidak dengan jelas,
sedikit sumber sahih
sumber sahih untuk sahih untuk logis dan relevan logis dan relevan
untuk menyelesaikan
menyelesaikan masalah menyelesaikan
masalah
masalah
Sangat aktif dan Aktif namun tidak
Cukup aktif dalam Kurang aktif dalam Tidak aktif dalam
5 Active participation in a group menonjol di dalam terlalu menonjol di
kelompok kelompok kelompok
kelompok dalam kelompok
6 Report back Melaporkan kembali dan Melaporkan Melaporkan kembali Melaporkan Tidak melapor
didukung dengan kembali dan namun didukung kembali namun kembali
referensi yang sahih didukung dengan dengan referensi yang tidak didukung
beberapa referensi kurang sahih dengan referensi

11
yang sahih
DEALING WITH OTHERS
Memberi kontribusi Memberi kontribusi Memberi sedikit
Banyak member Sama sekali tidak
dalam kelompok dalam kelompok kontribusi dalam
7 Working in a team kontribusi dalam member kontribusi
tanpa harus tetapi harus selalu kelompok dan harus
kelompok dalam kelompok
diingatkan diingatkan selalu diingatkan
Selalu berbicara,
Mendengarkan dengan Mendengarkan dan
Mendengarkan tetapi Mendengarkan tidak memberikan
penuh perhatian dan berbicara dengan
8 Listening to others kadang-kadang lebih namun lebih banyak kesempatan kepada
berbicara setelah yang perbandingan yang
banyak bicara berbicara yang lain untuk
lain selesai bicara seimbang
bicara
Mampu
Mampu Mampu
Mampu menghidupkan,
menghidupkan, menghidupkan, Tidak mampu
menghidupkan,mengarah mengarahkan
mengarahkan diskusi mengarahkan menghidupkan,
9 Performance as a chair of a group kan diskusi sehingga diskusi sehingga
sehingga tercapai diskusi namun tidak mengarahkan diskusi
tercapai tujuan tercapai setengah
beberapa dari tujuan tercapai tujuan
pembelajaran dari tujuan
pembelajaran pembelajaran
pembelajaran
Mampu Mampu
Menyimpulkan Tidak mampu
Mampu menyimpulkan menyimpulkan menyimpulkan hasil
10 Summarizing discussion hasil diskusi namun menyimpulkan hasil
hasil diskusi dengan tepat hasil diskusi dengan diskusi namun kurang
tidak tepat diskusi
cukup tepat tepat
DEALING WITH ONE SELF
Menerima umpan Menerima umpan
Menerima umpan balik Menerima umpan
balik dan balik dan Tidak menerima
11 Dealing with feed back dan mampu menanggapi balik dan menanggapi
menanggapi dengan menanggapi dengan umpan balik
dengan sangat baik dengancukup baik
baik kurang baik
Mampu memberikan Mampu Mampu memberikan Kurang mampu Tidak mampu
12 Giving feed back umpan balik dengan memberikan umpan umpan balik dengan memberikan umpan memberikan umpan
sangat baik balik dengan baik cukup baik balik balik
Mampu untuk Mampu untuk Mampu untuk
Tidak mampu untuk
Mampu untuk berpikir berpikir kritis dan berpikir kritis dan berpikir kritis
berpikir kritis dan
13 The ability to reflect kritis dan merefleksikan merefleksikan teori merefleksikan teori namun tidak dapat
merefleksikan teori
teori dalam kasus dalam kasus dengan dalam kasus dengan merefleksikan teori
dalam kasus
baik cukup baik dalam kasus

12
SKENARIO 1

“Akibat kebut-kebutan”
Seorang pasien laki laki berusia 21 tahun dibawa ke UGD akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, setelah diperiksa terlihat beberapa luka lecet dan keluhan gigi depan atas
patah, setelah dilakukan perawatan di UGD, kemudian pasien tersebut dirujuk kepoli
gigi. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat gigi 11 avulsi, gigi 21 fraktur mengenai pulpa.
Dokter gigi menjelaskan bahwa giginya tidak perlu di cabut, tapi harus dilakukan
perawatan.

Tujuan Pembelajaran:
1. Mampu menjelaskan cara pemeriksaan pada kasus diatas
2. Mampu menjelaskan cara menegakkan diagnosis (fraktur ellis 3 )
3. Mampu menjelaskan tentang klasifikasi fraktur ellis
4. Mampu menjelaskan cara perawatan pada kasus

PETUNJUK BAGI TUTOR

Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah gigi
merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya
disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan
(melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai
berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin
adalah dua lapisan pelindung terluar gigi. Email dan dentin keduanya berfungsi
melindungi jaringan gigi bagian dalam. Mahkota terlihat sepertiga dari gigi, sedangkan
sisanya dua pertiga yang ditutupi dengan gusi disebut akar.

Klasifikasi Menurut Ellis dan Davey.


Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:
1. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.

13
2. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin
tetapi belum melibatkan pulpa.
3. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
4. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
5. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
6. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
7. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
8. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan
fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak
mengalami perubahan.
9. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

Diagnosis dan Perawatan


Dokter gigi harus melakukan diagnosis yang tepat baru dapat memberikan
perawatan yang sesuai dan hasil yang baik. Diagnosis dimulai dengan merekam
demografi pasien dan mengambil sejarah singkat peristiwa traumatik, kemudian diikuti
pemeriksaan intra oral dan ekstra oral. Gigi mungkin terasa tidak nyaman waktu perkusi
atau palpasi dan menunjukkan perubahan warna mahkota sementara. Sebuah visualisasi
menyeluruh daerah subgingiva juga penting untuk mendeteksi adanya garis fraktur.
Awalnya, sensibilitas dan tes vitalitas dapat memberikan hasil negatif yang
sementara atau permanen karena kerusakan pulpa yang ditimbulkan oleh trauma. Secara
rutin tindakan lanjut diperlukan untuk memantau status pulpa terus menerus.
Penggunaan pulsa-oksimeter direkomendasikan untuk mengevaluasi status pulpa dari
gigi baru mengalami trauma. Alat ini memiliki sensitivitas yang lebih baik dan
spesifisitas dari tes listrik dan termal dan memberikan pembacaan vitalitas positif yang
konstan pada waktu dalam kasus gigi baru mengalami trauma.Setelah itu, dilakukan
rongten foto pada gigi yang dicurigai atau tidak dapat langsung dilihat secara visual dari
tes lain. Pemeriksaan radiografi sangat diperlukan untuk konfirmasi fraktur akar.

14
SKENARIO 2
“PETAKA PESAWAT JATUH”
Insiden jatuhnya pesawat Lion air JT 610 di perairan laut Karawang Oktober 2018,
diperkirakan semua penumpang pesawat tidak ada yang selamat. Hasil pencarian tim
SAR didapatkan salah satu potongan tubuh rahang bawah, dan potongan tersebut
diperiksa pada fase postmortem. Kemudian hasilnya dicocokkan dengan data
antemortem. Prosedur identifikasi dilakukan sesuai dengan standar DVI.

Tujuan Pembelajaran:
1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur identifikasi
2. Mampu menjelaskan fase-fase DVI
3. Mampu menjelaskan cara memperoleh data antemortem
4. Mampu menjelaskan cara pemeriksaan fase postmortem

PETUNJUK BAGI TUTOR


Dalam Interpol DVI guide 2014 fase DVI dibagi menjadi 4 phase yaitu:

1. Fase TKP (tempat kejadian peristiwa)


Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP)
bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk
mengetahui seberapa luas jangkauan bencana. Tugas di fase yaitu:
 Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area
bencana.
 Memperkirakan jumlah korban.
 Keadaan mayat/jenazah
 Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.
 Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.
 Metode untuk menangani mayat/jenazah
 Transportasi mayat/jenazah
 Penyimpanan mayat/jenazah
 Kerusakan properti yang terjadi.

15
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada
tiga langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan,
langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga
adalah documentation atau pelabelan.

2. Fase Post Mortem


Fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk
memperoleh dan mencatat data selengkap – lengkapnya mengenai korban. Pemeriksaan
dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi :
 Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban.
 Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika
diperlukan.
 Pemeriksaan sidik jari.
 Pemeriksaan rontgen.
 Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap
orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
 Pemeriksaan DNA.
 Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk
tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di
tubuh korban.
Data – data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan
data sekunder sebagai berikut :
1. PRIMER : Sidik  Jari, Profil  Gigi, DNA
2. SEKUNDER : Visual, Fotografi, Properti Jenazah, Medik-Antropologi (Tinggi
Badan, Ras, Dll).

3. Fase Ante Mortem


Fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data
ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan
jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri –
ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi
korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA, serta informasi – informasi

16
lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya
informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban.

4. Rekonsiliasi
Fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban
yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka
dikatakan identifikasi positif. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok
maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.

17
SKENARIO 3

“MUKA RUSAK AKIBAT KECELAKAAN”


Seorang laki laki berusia 20 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor dibawa ke
UGD. Pemeriksaan intra oral terlihat floating jaws dan open bite anterior dan
pemeriksaan radiograf tampak garis radiolusen horizontal pada septum nassal yang
memanjang hingga dasar sinus maxilaris dan tuber maxilla hingga prosesus
pterigoideus. Kemudian pasien dirujuk ke kilinik bedah mulut dan maxillofacial untuk
dilakukan perawatan.
Tujuan Pembelajaran:
1. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fraktur rahang
2. Mampu menjelaskan klasifikasi fraktur Le fort
3. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis kasus di atas
4. Mampu menjelaskan penatalaksanaan pada kasus

PETUNJUK BAGI TUTOR

Anatomi
Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat pasang dinding penopang
(buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal
yang menyokong unit
fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental, airway) dalam relasi yang optimal dan
menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue diatasnya.
Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilari lateral (+ dinding orbital lateral) atau
zygomatic buttress, maksilari medial (+ dinding orbital medial) atau nasofrontal
buttress, pterygomaxillary buttress,
dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress. Horizontal buttresses juga
terdiri dari sepasang maksilari tranversal atas (+ lantai orbital), maksilari transversal
bawah (+ palatum), mandibular transversal atas dan mandibular tranversal bawah.

18
Gambar 1. Kerangka wajah

Maksila terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang


berkontribusi terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian orbit, hidung, dan
palatum. Maksila berlubang pada aspek anteriornya untuk menyediakan celah bagi sinus
maksila sehingga membentuk bagian besar dari orbit, nasal fossa, oral cavity, dan
sebagian besar palatum, nasal cavity, serta apertura piriformis. Maksila terdiri dari
badan dan empat prosesus; frontal, zygomatic, palatina, adan alveolar. Badan maksila
mengandung sinus maksila yang besar. Pada masa anak-anak, ukuran sinus ini masih
kecil, tapi pada saat dewasa ukuran akan mebesar dan menembus sebagian besar
struktur sentral pada wajah.

Klasifikasi
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola
fraktur maksila, yaitu Le Fort I, II, dan III. Selain fraktur Le Fort, terdapat pula fraktur
alveolar, dan vertikal atau sagital maupun parasagital.

19
Gambar 2. Fraktur Le Port I,II,& III

a). Fraktur Le Fort I


Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level
gigi yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila,
kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara
horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan demikian buttress maksilari
transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium.

b). Fraktur Le Fort II


Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal
menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena
sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka
keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium.

c). Fraktur Le Fort III


Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch
berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura
nasofrontal. Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium
sehingga fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak
terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah
lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue.

20
d). Fraktur Alveolar
Bagian dentoalveolar dari maksila dapat mengalami fraktur akibat pukulan
langsung maupun secara tidak tidak langsung pada mandibula. Sebagian dari prosesus
alveolar dapat mengalami fraktur.

e). Fraktur Maksila Sagital atau Vertikal


Fraktur sagital biasanya dihubungkan dengan fraktur maksila lainnya. Fraktur
seperti ini dapat meningkatkan lebar arkus denta dan wajah, dimana cukup sulit untuk
ditangani.

Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Mobilitas dan maloklusi merupakan hallmark adanya fraktur maksila. Namun,
kurang dari 10 % fraktor Le Fort dapat terjadi tanpa mobilitas maksila. Gangguan
oklusal biasanya bersifat subtle, ekimosis kelopak mata bilateral biasanya merupakan
satu-satunya temuan fisik. Hal ini dapat terjadi pada Le Fort II dan III dimana disrupsi
periosteum tidak cukup untuk menimbulkan mobilitas maksila.

Anamnesis.
Jika memungkinkan, riwayat cedera seharusnya didapatkan sebelum pasien tiba
di departemen emergency. Pengetahuan tentang mekanisme cedera memungkinkan
dokter untuk mencurigai cedera yang terkait selain cedera primer. Waktu diantara
cedera atau penemuan korban dan inisiasi treatment merupakan informasi yang amat
berharga yang mempengaruhi resusitasi pasien.

Penatalaksanaan
Reduksi Fraktur
Segmen-segmen fraktur ditempatkan kembali secara anatomis. Tergantung pada
kompleksitas fraktur, stabilisasi awal sering dilakukan dengan kawat interosseous. CT
scan atau visualisasi langsung pada fraktur membantu menentukan yang mana dari
keempat pilar/buttress yang paling sedikit mengalami fraktur harus direduksi terlebih

21
dahulu sebagai petunjuk restorasi yang tepat dari panjang wajah. Sedangkan fiksasi
maksilomandibular dilakukan untuk memperbaiki lebar dan proyeksi wajah.
Stabilisasi Plat dan Sekrup. Fiksasi dengan plat kecil dan sekrup lebih disukai. Pada
Le Fort I, plat mini ditempatkan pada tiap buttress nasomaxillary dan
zygomaticomaxillary. Pada Le Fort II, fiksasi tambahan dilakukan pada nasofrontal
junction dan rima infraorbital. Pada Le Fort III, plat mini ditempatkan pada artikulasi
zygomaticofrontal untuk stabilisasi. Plat mini yang menggunakan sekrup berukuran 2
mm dipakai untuk stabilisasi buttress maksila. Ukuran yang sedemikian kecil dipakai
agar plat tidak terlihat dan teraba. Kompresi seperti pada metode yang diajukan oleh
Adam tidak dilakukan kecuali pada daerah zygomaticofrontal. Sebagai gantinya maka
dipakailah plat mini agar dapat beradaptasi secara pasif menjadi kontur rangka yang
diinginkan. Pengeboran untuk memasang sekrup dilakukan dengan gurdi bor yang tajam
dengan diameter yang tepat. Sebelumnya sekrup didinginkan untuk menghindari
terjadinya nekrosis dermal tulang serta dilakukan dengan kecepatan pengeboran yang
rendah. Fiksasi maksilomandibular dengan traksi elastis saja dapat dilakukan pada
fraktur Le Fort tanpa mobilitas. Namun, apabila dalam beberapa hari oklusi tidak
membaik, maka dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

22

Anda mungkin juga menyukai