Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori

1. Pengertian Program

Program merupakan serangkaian kegiatan yang telah direncanakan

sebelum terlaksana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi program

adalah rancangan mengenai asas serta usaha (dalam ketatanegaraan,

perekonomian, dan sebagainya) yang akan dijalankan. Menurut Saifudin Anshari,

program merupakan daftar terinci mengenai acara dan usaha yang akan

dilaksanakan. Wholey, et.al (1994: 41) menyatakan bahwa program dapat

didefinisikan sebagai seperangkat sumber daya dan kegiatan yang diarahkan pada

satu atau lebih tujuan bersama. Menurut Suharsimi Arikunto (2012:291)

mendefinisikan program sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dengan

seksama. Sedangkan Farida Yusuf Tayibnapis (2013: 9) mengartikan program

sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan

mendatangkan hasil atau pengaruh.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan program merupakan

rangkaian kegiatan yang memerlukan perencanaan. Dalam melaksanakan sebuah

program perlu adanya sasaran, manfaat dan tujuan tertentu untuk dapat

dikatakan program tersebut berhasil. Biasanya dalam melaksanakan terdapat

pengelolaan program berupa perencanaan program, pelaksanaan program, dan

evaluasi program.

a. Perencanaan Program

Perencanaan program dapat diartikan dengan mempersiapkan program

secara matang. Proses perencanaan yaitu menentukan tujuan, strategi dan segala

9
hal yang berhubungan dengan pelaksanaan program. Perencanaan program dapat

dikatakan sebagai strategi pelaksanaan sebuah program untuk mencapai tujuan

program tersebut. Menurut Nawawi, H (2003:29-30) perencanaan merupakan

proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode, anggaran, dan standar

(tolak ukur) keberhasilan suatu kegiatan. Perencanaan yaitu proses yang

sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan

pada waktu yang akan datang (Djudju Sudjana, 2000: 61).

Perencanaan program bimbingan keterampilan mempunyai 5 komponen

yaitu, tujuan, anggaran, strategi, metode dan tolak ukur. Tujuan merupakan suatu

maksud yang ingin dicapai dalam suatu program sesuai dengan yang disampaikan

oleh Dwi Siswoyo dkk (2011: 26). Jadi tujuan merupakan sesuatu yang ingin

dicapai dalam suatu kegiatan, yang didalamnya berfungsi untuk membina manusia

agar berkepribadian dan bermoral serta dapat mempunyai skill dan dapat kreatif

serta produktif.

Anggaran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anggaran

merupakan perkiraan/perhitungan. Sedangkan penganggaran merupakan proses

mengikhtisarkan rancangan pengeluaran dan penerimaan keuangan selama

jangka waktu tertentu. Perencanaan dalam bentuk program ini ialah

memperhitungkan segala kebutuhan dengan dana pemasukan yang ada. Adapun

strategi merupakan suatu rencana yang dilakukan untuk mencapai tujuan.

Menurut KBBI, strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk

mencapai sasaran khusus.

Strategi dilakukan untuk merencanakan sesuatu guna mencapai sasaran

tujuan yang telah dibuat. Saleh Marzuki (2012: 178) mengatakan tugas pertama

lembaga yang harus dilakukan adalah mempertimbangkan sebaik-baiknya

10
pemanfaatan sumber-sumber yang ada, keterampilan para pengelolanya, waktu

yang tersedia dan fasilitas maupun sumber dan kesempatan yang ada pada

tempat berlangsung. Kemudian komponen terakhir dalam perencanaan program

yaitu metode. Menurut Djauzi Moedzakir (2010: 85) metode diartikan sebagai cara

yang perlu dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan ketercapaian tujuan.

Untuk itu metode dalam perencanaan program diperlukan sebagai faktor yang

mengoptimalkan pelaksanaan program tersebut untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

Metode yang digunakan dalam setiap program secara umum memang

paling banyak adalah metode praktek. Dalam bukunya Djauzzi Moedzakir (2010:

143) menjelaskan bahwa tugas praktek pada dasarnya merupakan tugas yang

sangat baik untuk diberikan dan dilaksanakan pada akhir setiap sesi pembelajaran.

Tugas aplikasi ini merupakan bagian yang dapat membuat pembelajaran menjadi

lebih efektif ketimbang pembelajaran yang hanya membuat peserta didik paham

tentang suatu keterampilan. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran tentang suatu

keterampilan baru akan merupakan pembelajaran yang berguna bila betul-betul

diikuti dengan aplikasi secara tuntas.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa perencanaan

program merupakan proses memilih kegiatan apa saja yang harus dilakukan,

kapan dilakukan, bagaimana dan siapa yang melakukannya.

b. Pelaksanaan Program

Pelaksanaan merupakan kelanjutan dari perencanaan program. Setelah

perencanaan program telah ditetapkan, selanjutnya program dilaksanakan

dengan acuan dari perencanaan tersebut. Menurut Abdul Rohman Nurfaal dalam

11
skripsinya (2014: 37) menyebutkan pelaksanaan merupakan tahapan lanjutan dari

tahapan perencanaan, pelaksanaan merupakan upaya untuk mewujudkan

perencanaan dalam wujud kegiatan. Dalam teori fungsi manajemen menurut GR

Terry, pelaksanaan dapat diartikan sebagai penggerakkan, senada dengan itu

Didin Kurniadin (2012: 287) mendefinisikan pergerakan (actuating) sebagai

“tindakan untuk memulai, memprakarsai, memotivasi dan mengarahkan, serta

mempengaruhi para pekerja mengerjakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan

organisasi” dalam Ribka Ambarwati (2017: 18).

Menurut Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto (2011: 8), media

merupakan alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi

untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai

tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Jadi media adalah alat

yang digunakan untuk lebih mengoptimalkan pembelajaran yang berlangsung.

Sarana prasarana. Kemudian syarat berjalannya sebuah program program yaitu

terdapat peserta didik dan pendidik. Untuk memilih pendidik atau instruktur yang

baik dan berkompeten serta berkualitas diperlukan pemilihan khusus.

Lippit dan Nadler dalam buku Saleh Marzuki (2012: 177) menyebutkan

bahwa pelatih mempunyai peranan sebagai Learning Specialist, yaitu seseorang

yang terampil dalam menerapkan teori-teori dan metode guna memenuhi

kebutuhan latihan. Pelatih dituntut tanggung jawabnya untuk harus 1)

mengidentifikasi kebutuhan yang perlu dipecahkan melalui program, 2)

merancang program yang cocok, dan 3) menyajikan sedemikian rupa sehingga

proses belajar terjadi secara maksimal. Pengalaman dan komunikasi baik yang

dimiliki pelatih/instruktur sangat penting dimiliki. Karena pengalaman tersebut

12
dapat menjadi pengetahuan yang baik bagi pesertanya. Serta komunikasi yang

baik akan mempermudah pembelajaran yang sedang berlangsung.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa pelaksanaan

program merupakan serangkaian kegiatan yang telah direncanakan untuk

mencapai tujuan program dan kemudian dilaksanakan sesuai dengan

perencanaan yang disepakati.

c. Evaluasi Program

Evaluasi program merupakan proses menganalisis program dengan

membandingkan hasil program dan tujuan program semula, yang bertujuan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan suatu program. Djudju Sudjana (2006:21)

mengemukakan bahwa evaluasi program adalah kegiatan sistematis untuk

mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai masukan

untuk pengambilan keputusan. Tujuan evaluasi yaitu untuk mengetahui sejauh

mana program tersebut berhasil dan dampak yang dihasilkan dari program

tersebut. Menurut Djudju Sudjana ( 2006:36) tujuan evaluasi yaitu untuk: 1)

memberikan masukan bagi perencanaan program, 2) menyajikan masukan bagi

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan, atau

penghentian program, 3) memberi masukan bagi pengambilan keputusan tentang

modifikasi atau perbaikan program, 4) memberi masukan yang berkenaan dengan

faktor pendukung dan penghambat program, 5) memberi masukan untuk kegiatan

motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervise, dan monitoring) bagi

penyelenggara, pengelola dan pelaksana program, dan 6) menyajikan data

tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.

13
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa evaluasi

program merupakan proses yang berkelanjutan dan sistematis untuk

mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai suatu program yang

digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun

membuat program selanjutnya.

2. Pengertian Pelatihan

Kegiatan pelatihan memiliki inti yang sama dengan kegiatan

pembelajaran, seseorang dikatakan telah mengikuti atau telah melakukan

pelatihan maupun pembelajaran apabila dalam dirinya terjadi perubahan.

Woolfolk (2007: 205) mengatakan belajar adalah perubahan seseorang yang

datang sebagai hasil dari pengalaman. Begitu Ormond (2003: 188) mengatakan

bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku karena

pengalaman.

Kirkpatrick (2009: 20) mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan

sebagai perubahan sikap mental (attitude), perbaikan pengetahuan, dan atau

penambahan keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Peserta

pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan

sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan. Namun

demikian, tidak semua perubahan merupakan hasil pelatihan atau berlatih,

sebagai contoh adanya perubahan fisik karena adanya pertumbuhan. Melalui

definisi tersebut kita dapat menentukan aspek apa saja yang mesti diukur dalam

evaluasi program pelatihan.

Menurut Kirkpatrick (2009: 20) perubahan yang terjadi karena belajar

maupun pelatihan meliputi tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.

14
Hal ini tidak berbeda dengan pendapat Bloom yang mengatakan bahwa perubahan

hasil pelatihan mencakup tiga aspek/ ranah, domain yang dikenal taksonomi

pembelajaran, yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan (cognitive

domain, affective domain, dan psychomotor domain). Oleh karena itu, ruang

lingkup penilaian hasil pelatihan juga mencakup tiga aspek tersebut. Dalam

pelatihan bobot keterampilan lebih dominan, namun demikian tidak bisa

mengabaikan pengetahuan maupun sikap, karena penguasaan keterampilan

tertentu didahului dengan pengetahuan tentang keterampilan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa pelatihan

merupakan salah satu bentuk program yang memerlukan perencanaan yang

matang dan dalam pelaksanaannya dapat membawa perubahan kepada peserta

pelatihan meliputi tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.

3. Unsur-unsur Program Pelatihan

Program pelatihan merupakan acuan yang penting dalam pelaksanan

suatu kegiatan pelatihan. Suatu program pelatihan tidak hanya menjadi acuan

namun juga menjadi patokan keberhasilan suatu pelaksanaan kegiatan pelatihan.

Unsurunsur program pelatihan menurut Oemar Hamalik (2005:238) meliputi

peserta pelatihan, pelatih (instruktur), lamanya pelatihan, materi pelatihan, dan

metode pelatihan.

a. Peserta Pelatihan

Dalam suatu pelatihan, menentukan siapa yang menjadi peserta

pelatihan adalah salah satu hal yang penting. Karena peserta pelatihan menjadi

penentu dari format pelatihan yang dilaksanakan (Oemar Hamalik, 2005:238).

Para peserta pelatihan merupakan individu yang akan membawa apa yang mereka

15
pelajari dalam pelatihan ke kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peserta yang

baik dapat ditinjau berdasarkan kriteria berikut:

1) Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian peserta pelatihan serta

ditinjau dari usianya

2) Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan

ditempatkan pada pekerjaan tertentu

3) Pengalaman kerja adalah pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan

4) Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya

5) Pribadi, menyangkut aspek moral, moril, dan sifat-sifat yang diperlukan untuk

pekerjaan dan pelatihan tersebut. Sikap peserta dalam memperhatikan pelatih,

peserta berani bertanya apabila ada yang belum dimengerti.

6) Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan, diketahui melalui seleksi. Dilihat

dari kemampuan peserta menyelesaikan pekerjaan atau pelatihan.

Menurut Soekidjo Notoatmojo (1991:53), bahwa pelaksanaan pelatihan

dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan tersebut terjadi suatu

proses transformasi dalam:

1) Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas

2) Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja

b. Pelatih (instruktur)

Pelaksanan suatu program pelatihan, peran pelatih akan mendominasi

dalam proses penyampaian materi pelatihan. Menurut Atmodiwirio (2005:239)

kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih adalah:

1) Menguasai materi yang diajarkan. Dapat ditinjau dari latar belakang

pendidikan pelatih serta pengalaman menjadi pelatih

16
2) Terampil mengajar secara sistematik, efektif dan efisien. Serta mampu

menyampaikan materi dan memberi motivasi kepada peserta

3) Mampu mengunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan

instruksional umum dan tujuan instruksional khusus mata pelajarannya

Beberapa perilaku dan kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang pelatih

yaitu sikap terbuka, mau menerima saran, tepat waktu, memiliki keterampilan

mendengar, berpengetahuan yang luas, keterampilan berbicara, organisatoris,

kreatif, non direktif (tidak memerintah), penampilan yang rapi, tidakn bertindak

seperti bos, fleksibel, menghargai peserta, praktis, sabar, berani jujur, mempunyai

rasa humor, ramah dan adil, mendorong peserta, suportif, mampu berimprovosi

dan menghargai pendapat (Atmodiwirio, 2005:239).

c. Lamanya Pelatihan

Menurut Oemar Hamalik (2005:239) lamanya masa pelaksanaan

pelatihan berdasarkan pada pertimbangan berikut:

1) Jumlah dan mutu kemampuan yang akan dipelajari dalam pelatihan tersebut,

apabila lebih banyak dan bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh

mengakibatkan lebih lama diperlukan pelatihan

2) Kemampuan belajar peserta pelatihan dalam mengikuti kegiatan pelatihan.

Kelompok peserta yang kurang mampu belajar tentu memerlukan waktu

pelatihan lebih lama.

3) Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media

pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan

dapat mengurangi lamanya pelatihan.

17
Berdasarkan pada uraian diatas, dalam penyusunan instrumen penelitian

yang didasarkan pada salah satu unsur pelatihan yaitu pada lamanya pelatihan,

diperlukan informasi mengenai dimulainya pelatihan menjahit di BPRSR untuk

mengetahui berapa lamanya waktu pelatihan dalam satu periode pelatihan

tepatnya dalam periode pelatihan tahun 2017-2018.

d. Materi Pelatihan

Faktor terpenting dalam pelaksanaan pelatihan adalah materi pelatihan.

Persiapan materi pelatihan disiapkan secara tertulis agar mudah dipahami. Untuk

melengkapi materi pelatihan, perlu disediakan beberapa referensi yang relevan/

berhubungan dengan materi yang hendak disampaikan (Oemar Hamalik,

2005:240).

Sebuah materi pelatihan yang baik harus selalu diperbarui sesuai dengan

kondisi yang ada agar isi dari pelatihan yang dilaksanakan benar-benar sesuai dan

serasi dengan tujuan pelatihan, kebutuhan serta kemampuan peserta pelatihan.

Hal-hal mendasar untuk diketahui dalam menentukan isi materi yang dirancang

adalah apakah materi yang hendak diberikan merupakan sesuatu yang bersifat

essensial atau tidak. Apabila bersifat essensial, maka materi tersebut wajib

dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal ini sudah ditentukan, selanjutnya barulah

dipilih topik penting yang perlu diajarkan dalam sebuah pelatihan serta

kelengkapan materi pelatihan, kemudian bagaimana cara/ metode

mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih dalam agar lebih

memudahkan peserta pelatihan dalam memahami materi pelatihan tersebut.

e. Metode Pelatihan

18
Metode pelatihan yang digunakan dalam suatu pelaksanaan pelatihan,

berperan penting dalam penyampaian materi dari pelatih kepada peserta

pelatihan. Cascio (2006) dalam Kaswan (2011) menyatakan bahwa dalam memilih

metode pelatihan, pelatih harus menyesuaikan dengan materi pelatihan,

kebutuhan dan karakteristik peserta pelatihan dengan tujuan berikut:

1) Memotivasi peserta pelatihan meningkatkan kinerjanya

2) Secara jelas menggambarkan keterampilan yang diharapkan

3) Memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan serta berperan serta

secara aktif

4) Menyediakan kesempatan/ waktu untuk praktik

5) Memberi umpan balik tepat waktu mengenai konerja peserta pelatihan

6) Memberi saran untuk penguatan pada saat peserta pelatihan belajar

7) Terstruktur dari tugas sederhana sampai yang kompleks

8) Bisa diadaptasi terhadap masalah-masalah spesifik

9) Mendorong transfer yang positif dari pelatihan ke pekerjaan

Menurut Rachmawati (2007:14) pelatihan dapat dilaksanakan dengan

dua metode, yaitu on the job training dan of the job training.

a) On The Job Training

1) Job instruction adalah pelatihan dimana ditentukan seseorang bertindak

sebagai pelatih untuk menginstruksikan proses kerja dalam pekerjan tertentu.

2) Coaching adalah bentuk pelatihan yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan

dengan membimbing petugas untuk melakukan pekerjan secara informal dan

biasanya tidak direncanakan sebelumnya.

19
3) Job rotation adalah program yang sebelumnya telah direncanakan secara

formal dengan cara menugaskan karyawan pada beberapa pekerjan yang

berbeda dalam bagian yang berbeda di organisasi, dengan tujuan untuk

menambah pengetahuan mengenai pekerjan di organisasi.

4) Aprenticeship adalah pelatihan yang mengkombinasikan pelajaran di kelas

dengan praktik di lapangan. Setelah sejumlah teori disampaikan, peserta akan

dibawa praktik ke lapangan.

b) Off The Job Training

1) Lecture atau kuliah adalah ceramah atau presentasi yang diberikan oleh

pelatih atau pengajar kepada sekelompok pendengar. Hal ini dilakukan untuk

memberikan pengetahuan umum pada peserta.

2) Presentasi dengan video adalah penyampaian materi yang disajikan melalui

film, televisi atau video sebagai sarana presentasi tentang materi yang

disampaikan.

3) Vestibule training atau simulasi adalah pelatihan yang dilakukan di tempat

yang menyerupai tempat kerja yang sesunguhnya, lengkap dengan fasilitas

seperti yang ada di tempat kerja.

4) Role playing atau bermain peran adalah pelatihan dimana peserta

memerankan peran tertentu dalam suatu situasi (seperti kasus) dan diminta

memainkan peran serta bereaksi terhadap hal yang dikehendaki seseorang.

5) Case study atau studi kasus adalah metode yang dilakukan dengan

memberikan beberapa kasus tertentu untuk dipecahkan melalui diskusi dalam

kelompok atau tim.

20
6) Self study adalah meminta peserta pelatihan untuk belajar sendiri serta

berlaku proaktif melalui media bacaan, materi, video dan sebagainya.

Pada pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus di

BPRSR berdasarkan uraian diatas, metode yang sesuai dengan metode pelatihan

keterampilan yaitu metode ceramah, metode peragan praktik dan bimbingan

karena lebih mudah dan cepat untuk dipahami serta dimengerti peserta pelatihan

keterampilan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dalam penyusunan instrumen penelitian

yang didasarkan pada salah satu unsur pelatihan yaitu pada indikator peserta

pelatihan, didapatkan beberapa sub indikator yang dapat digunakan sebagai

instrumen penelitian diantaranya sebagai berikut:

1) Rentang usia peserta

Usia peserta program pelatihan keterampilan menjahit yang telah

ditentukan oleh Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta

yaitu minimal usia 12 tahun sampai usia 21 tahun. Untuk rentang usia dibagi

menjadi 3 kategori yaitu, kategori yang pertama rentang usia 12-15 tahun,

kategori kedua 15-18 tahun dan kategori ketiga 18-21 tahun.

2) Jenjang pendidikan peserta

Akademik atau jenjang pendidikan terakhir peserta program pelatihan

keterampilan menjahit di BPRSR apabila ditinjau dari indikator pertama yaitu usia

peserta, dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu kategori pertama Sekolah Dasar

(SD), kategori kedua Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan kategori ketiga

Sekolah Menengah Atas (SMA).

3) Peserta memperhatikan penjelasan pelatih

21
Hal yang penting dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang

menjadi peserta pelatihan tersebut karena peserta akan sangat menentukan

format pelatihan, hal tersebut diungkapkan oleh Hamalik (2005). Oleh karena itu,

indikator keberhasilan pelatihan salah satunya adalah peserta pelatihan

memperhatikan penjelasan pelatih yang sedang menyampaikan materi pelatihan

menjahit.

4) Peserta berani bertanya

Pelaksanaan program pelatihan, apabila sub indikator ketiga yaitu

peserta memperhatikan penjelasan pelatih telah dilaksanakan oleh peserta, maka

akan timbul pertanyaan dari peserta pelatihan apabila peserta pelatihan

menemui kesulitan dalam mengerjakan blus. Hal tersebut menjadi salah satu sub

indikator dalam isntrumen penelitian karena dengan begitu dapat diketahui

keaktifan peserta pelatihan menjahit yang dapat mempengaruhi proses

pelaksanaan pelatihan keterampilan menjahit blus di BPRSR.

5) Peserta mampu mengerjakan blus sesuai langkah kerja yang disampaikan

pelatih

Pelaksanaan program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam

diri peserta pelatihan tersebut terjadi suatu proses transformasi dalam

peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas serta perubahan perilaku

yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja seperti halnya yang disampaikan

oleh Soekidjo Notoatmojo (1991:53). Oleh karena itu, salah satu indikator

keberhasilan program pelatihan yaitu peserta mampu mengerjakan blus sesuai

dengan langkah kerja yang disampaikan oleh pelatih, yang kemudian menjadi

22
salah satu butir pada instrumen penelitian mengenai pelaksanaan pelatihan

keterampilan menjahit pada unsur peserta pelatihan.

Penyusunan instrumen penelitian yang didasarkan pada salah satu unsur

pelatihan yaitu pada indikator pelatih (instruktur) , didapatkan beberapa sub

indikator yang dapat digunakan sebagai instrumen penelitian diantaranya sebagai

berikut:

1) Latar belakang pendidikan pelatih

Pelaksanaan program pelatihan keterampilan, peran seorang pelatih

(instruktur) mendominasi dalam penyampaian materi pelatihan. Untuk mencapai

tujuan pelatihan yang diinginkan, dibutuhkan seorang pelatih yang memiliki latar

belakang pendidikan yang kurang lebih relevan dengan bidang pelatihan yang

diajarkan yaitu menjahit. Untuk itu salah satu sub indikator yang menjadi butir

instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan menjahit adalah latar

belakang pendidikan pelatih (instruktur) program pelatihan keterampilan

menjahit di BPRSR Yogyakarta.

2) Pengalaman menjadi pelatih

Pengalaman menjadi pelatih bidang keterampilan yang ditekuni

merupakan salah satu sub indikator dalam butir instrumen pelaksanaan pelatihan

keterampilan menjahit, dengan mengetahui pengalaman pelatih menjadi seorang

pelatih dapat diketahui berapa lama pelatih menekuni bidang pelatihan

keterampilan menjahit yang tentunya menjadi salah satu faktor keberhasilan

pelatihan keterampilan menjahit.

3) Menguasai materi pelatihan

23
Kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut Atmodiwirio

(2005) salah satunya adalah menguasai materi pelatihan yang diajarkan. Oleh

karena itu penguasaan materi pelatihan menjadi salah satu sub indikator dalam

instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit.

4) Mampu menyampaikan materi pelatihan

Salah satu kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut

Atmodiwirio (2005) adalah mampu menyampaikan materi pelatihan. Oleh karena

itu penyampaian materi pelatihan menjadi salah satu sub indikator dalam

instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit.

5) Memberikan motivasi kepada peserta pelatihan

Beberapa kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut

Atmodiwirio (2005) adalah menghargai peserta, mendorong peserta dengan cara

memberikan motivasi kepada peserta pelatihan. Oleh karena itu pemberian

motivasi kepada peserta pelatihan menjadi salah satu sub indikator dalam

instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit.

6) Mampu menciptakan suasana aktif

Menurut Atmodiwirio (2005), dalam proses kegiatan pelatihan

keterampilan menjahit, pelatih perlu memiliki keterampilan berbicara, kreatif

serta mampu berimprovisasi dan menciptakan suasana pelatihan yang aktif. Oleh

karena itu mampu menciptakan suasana aktif dalam pelatihan menjadi salah satu

sub indikator dalam instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan

keterampilan menjahit.

7) Mampu menggunakan media/alat pelatihan

24
Kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut Atmodiwirio

(2005) adalam mampu mengguakan metode dan media yang relevan dengan

tujuan program pelatihan keterampilan menjahit. Oleh karena itu kemampuan

pelatih menggunakan media/ alat pelatihan menjadi salah satu sub indikator

dalam instrumen penelitian pelaksanaan program pelatihan keterampilan

menjahit.

Berdasarkan pada uraian diatas, dalam penyusunan instrumen

penelitian yang didasarkan pada salah satu unsur pelatihan yaitu pada lamanya

pelatihan, didapatkan beberapa sub indikator yang dapat digunakan sebagai

instrumen penelitian diantaranya sebagai berikut:

1) Pelatihan dimulai sesuai jadwal yang telah ditentukan

Menurut Oemar (2005:23) jumlah dan mutu kemampuan yang akan

dipelajari dalam pelatihan, apabila lebih banyak dan bermutu maka

mengakibatkan lebih lama waktu pelatihan. Untuk itu, diperlukan informasi

mengenai dimulainya pelatihan menjahit di BPRSR untuk mengetahui berapa

lamanya waktu pelatihan dalam satu periode pelatihan tepatnya dalam periode

pelatihan tahun 2017-2018.

2) Pelatihan berakhir sesuai jadwal yang telah ditentukan

Jumlah dan mutu kemampuan yang akan dipelajari dalam pelatihan,

apabila lebih banyak dan bermutu maka mengakibatkan lebih lama waktu

pelatihan hal tersebut dikemukakan oleh Oemar (2005:23). Untuk itu, diperlukan

informasi mengenai diakhirinya pelatihan menjahit di BPRSR untuk mengetahui

berapa lamanya waktu pelatihan dalam satu periode pelatihan tepatnya dalam

periode pelatihan tahun 2017-2018.

25
Penyusunan instrumen penelitian yang didasarkan pada salah satu

unsur pelatihan yaitu pada materi pelatihan, didapatkan beberapa sub indikator

yang dapat digunakan sebagai instrumen penelitian diantaranya sebagai berikut:

1) Kesesuaian materi dengan tujuan pelatihan

Faktor utama dalam suatu pelaksanaan program pelatihan adalah materi

pelatihan. Sebuah materi pelatihan harus benar-benar sesuai dengan tujuan

pelatihan yang diadakan. Oleh karena itu, kesesuaian materi dengan tujuan

pelatihan menjadi dalah satu sub indikator dalam instrumen penelitian

pelaksanaan program pelatihan menjahit.

2) Kelengkapan materi pelatihan

Hal mendasar untuk diketahui dalam menentukan isi materi yang

dirancang adalah apakah materi yang hendak disampaikan telah sesuai dengan

tujuan pelatihan yang akan dicapai dan telah tersusun lengkap menjadi sebuah

materi pelatihan, karena kelengkapan materi pelatihan menjadi salah satu hal

terpenting dalam terlaksananya program pelatihan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dalam penyusunan instrumen

penelitian yang didasarkan pada salah satu unsur pelatihan yaitu pada metode

pelatihan, didapatkan beberapa sub indikator yang dapat digunakan sebagai

instrumen penelitian diantaranya sebagai berikut:

1) Kesesuaian metode dengan materi

Metode pelatihan yang digunakan dalam suatu pelaksanaan pelatihan,

berperan penting dalam penyampaian materi dari pelatih kepada peserta. Untuk

itu, metode pelatihan dengan materi pelatihan harus saling terkait atau sesuai,

26
karena dapat menjadi tolak ukur keberhasilan penyamapaian materi oleh metode

yang digunakan pelatih.

2) Memberi kesempatan peserta untuk aktif

Menurut Cascio (2006) menyatakan bahwa pelatih harus menyesuaikan

metode dengan kebutuhan dan karakteristik peserta pelatihan dengan tujuan

memotivasi peserta agar peserta pelatihan berperan aktif dan meningkatkan

kinerjanya dalam pelaksanaan pelatiha.

3) Secara jelas menggambarkan keterampilan yang diharapkan

Memilih metode pelatihan, pelatih harus menyesuaikan dengan

kebutuhan peserta pelatihan salah satunya secara jelas menggambarkan

keterampilan yang diharapkan, hal tersebut sesuai dengan pendapat yang

disampaikan oleh Cascio (2006). Oleh karena itu, metode pelatihan harus secara

jelas menggambarkan keterampilan menjahit apa saja yang diharapkan dimiliki

oleh peserta pelatihan selama mengikuti pelatihan menjahit.

4. Tahap Pelatihan

Program pelatihan keterampilan mencakup kejadian-kejadian yang

berurutan atau proses yang terus menerus (Procton 1987 dalam Anwar,

2006:167). Menurut Sudjana (2007) setiap pelatihan mempunyai

komponenkomponen yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan,

komponen tersebut meliputi:

a) Identifikasi kebutuhan pelatihan

b) Perencanan dan perancangan pelatihan

c) Pengembangan materi pelatihan

d) Pelaksanaan pelatihan

27
e) Evaluasi pelatihan

Menurut Mutiara Sibarani P. (2002:42-53) langkah-langkah atau tahap

yang perlu ditempuh dalam pelatihan terdiri atas:

a) Analisis kebutuhan

b) Rencana instruksional

c) Validasi

d) Implementasi

e) Hasil yang dicapai

Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, maka untuk melihat

pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus di BPRSR Yogyakarta,

maka ditetapkan bahwa tinjauannya adalah dari peserta pelatihan, pelatih

(instruktur), lamanya pelatihan, materi pelatihan dan metode pelatihan.

5. Pengertian Keterampilan

Keterampilan sama halnya dengan kecekatan, seseorang dikatakan

terampil apabila seseorang tersebut mampu mengerjakan tugasnya dengan cepat,

cekatanan serta terampil. Keterampilan merupakan usaha seseorang yang

melakukan kegiatan atau tugas dengan cekatan. Menurut Hasan Alwi

(2007:1180), pengertian keterampilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

berasal dari kata “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas;

mampu dan cekatan, sedangkan pengertian keterampilan adalah kecakapan untuk

menyelesaikan tugas. “Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan

tugas, secara Bahasa berarti kecakapan seseorang untuk memakai Bahasa,

menulis, membaca, menyimak atau berbicara secara sistematis berarti

kesanggupan pemakai Bahasa untuk menanggapi secara betul stimulus lisan atau

28
tulisan menggunakan pola gramatikal dan kosakata Bahasa ke Bahasa lain, dan

sebagainya”.

Khayan (2007:20) mengartikan keterampilan/ kecakapan hidup (lifeskill)

adalah sebagai kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema

kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi

untuk mengatasinya. Seorang dikatakan terampil bila dapat melakukan suatu

tugas pekerjaan dengan baik dan cermat. Konsep keterampilan hidup memiliki

cakupan yang luas, berinteraksi antara pengetahuan dan keterampilan yang

diyakini sebagai unsur penting untuk hidup mandiri.

Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya)

yang dilakukan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga

kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu

yang bertujuan, guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu

organisasi. (Kurnianingtyas, 2018)

Menurut Hidayanto (Anwar, 2006:10) pendidikan siap pakai merupakan

frame dari belajar terampil. Konsep tersebut dalam jangka waktu tertentu

mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Siap pakai yang

dimaksud adalah siap pakai di DUDI (dunia usaha dan dunia industri), artinya

sejauh mana seseorang memiliki keterampilan yang relevan dengan dunia usaha

dan industry yang ada di sekitarnya, lebih jauh lagi bagi keterampilan yang

dimaksud bukan hanya keterampilan vocasional (kejuruan) tetapi juga

keterampilan personal berupa aktualisasi diri, keterampilan sosial berupa

kemampuan berkomunikasi secara harmonis dengan sesame anggota

masyarakat, dan keterampilan akademik berupa kemampuan menelaah secara

29
detail masalah umum yang dihadapi oleh diri dan lingkungannya, dan dapat

memecahkannya secara bertanggung jawab. Keterampilan adalah suatu hasil

karya diri yang dimiliki oleh seseorang. Keterampilan tersebut ada bermacam-

macam, dari mulai keterampilan vokasional, keterampilan memecahkan masalah,

dan keterampilan berkomunikasi. Keterampilan bukan hanya merupakan usaha

yang dihasilkan untuk mengembangkan tingkat SDM seseorang, namun

keterampilan juga sangat berperan dalam kesejahteraan sosial seseorang.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa keterampilan

merupakan kecakapan seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

prosedur yang ada, namun dilakukan dengan kemampuan individu serta trampil

mandiri dalam pekerjaannya sehingga tugas yang diberikan dapat terselesaikan

dengan baik dan layak.

6. Program Keterampilan Menjahit di BPRSR

Program keterampilan merupakan suatu rancangan kegiatan yang

menyangkut proses bantuan yang diberikan kepada individu untuk

mengembangkan sikap cekatan terhadap tugas – tugas yang dimiliki oleh individu

tersebut. Menurut Muhammad Abdurrohman (2009:14) bimbingan keterampilan

adalah merupakan kegiatan pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan

individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kecakapan

untuk menyelesaikan tugas serta cekatan dalam kehidupannya agar individu atau

sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Program

keterampilan diberikan untuk membantu seseorang untuk mengembangkan

keterampilan yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Tujuan program keterampilan

adalah untuk membantu individu untuk mendampingi dan mengajarkan individu

30
tersebut untuk teampil dalam tugasnya, serta untuk mengembangkan

keterampilan individu tersebut. Keterampilan diajarkan agar seseorang dapat

mempunyai jiwa yang terampil dan cekatan dalam dirinya untuk dapat membuat

kreasi – kreasi kreatif dalam diri seseorang tersebut yang tentunya akan

berpengaruh terhadap kehidupannya mendatang baik dari segi ekonomi, sosial,

maupun budaya mereka.

Di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta,

program pelatihan keterampilan menjahit merupakan salah satu dari tahap

rehabilitasi. Program keterampilan ini diberikan untuk menumbuhkan dan

meningkatkan keterampilan remaja dalam bidang menjahit. Menjahit merupakan

metode yang paling dominan dalam membuat busana dalam setiap sektor industri

busana. Teknik menjahit yang benar dapat mempengaruhi kualitas dari hasil

(produk) busana, di samping pola yang baik dan ukuran yang tepat serta desain

yang bagus (Budiastuti, JPTK Vol 22, No. 1, 2014). Program ini diadakan setiap

hari senin-kamis, pada pukul 09:00-11:30. Materi yang diajarkan dalam program

menjahit antara lain langkah-langkah menjahit rok, kemeja, blus, celana, kebaya

dan sebagainya. Pelatihan diawali dengan pembuatan desain, pengambilan

ukuran, pembuatan pola, pemotongan bahan hingga proses menjahit dengan

mesin jahit yang sudah disediakan.

Tabel 1. Silabus Bimbingan Keterampilan Menjahit di BPRSR Yogyakarta


Waktu Materi Metode Hasil Yang Dicapai

31
09:00- • Pengantar • Ceramah • Peserta termotivasi menjadi wirausahawan
12:00 • Pengenalan mesin jahit • Praktik menjahit
• menjahit tempat pensil dan • Mampu mengoperasikan mesin jahit
dompet • Mampu bisa menjahit sesuai pola
Rok: Praktik • Peserta mampu mengukur secara cermat
• Cara mengukur dan tepat
• Menggambar pola dasar • Mampu menggambar pola sesuai ukuran
• Membuat pola rok • Mampu mengubah model dari pola dasar
• Memotong kain • Mampu membuat pola rol sesuai ukuran
• Menjahit rok • Mampu memotong kain sesuai pola
• Evaluasi hasil • Mampu mengevaluasi hasil jahitan
Hem: Praktik • Peserta mampu mengukur secara cermat
• Cara mengukur dan tepat
• Menggambar pola • Mampu menggambar pola skala ¾
• Membuat pola hem • Mampu membuat pola
• Memotong kain • Peserta memotong kain sesuai pola
• Evaluasi hasil • Menjahit dengan rapi dan sesuai pola
Blouse: Praktik • Peserta mampu mengukur secara cermat
• Cara mengukur dan tepat
• Menggambar pola dasar • Peserta mampu menggambar pola dasar
• Pecah model • Pecah model berdasarkan pola dasar
• Krah: macam-macam krah • Peserta mampu menguasai macam-macam
• Lengan: macam-macam krah, lengan
model lengan • Peserta membuat pola blouse sesuai ukuran
• Membuat pola blouse • Peserta menjahit blouse dengan teknik-
• Menjahit blouse teknik menjahit
• Evaluasi hasil • Peserta mengevaluasi hasil

Celana panjang/ pendek: Praktik • Peserta mampu mengukur


• Cara mengukur • Peserta menggambar pola skala ¾
• Menggambar pola • Peserta mampu membuat pola
• Membuat pola • Peserta mampu memotong kain sesuai pola
• Memotong kain • Peserta mampu menjahit dengan rapi dan
• Manjahit celana cepat
• Evaluasi hasil • Peserta mampu mengevaluasi hasil
Kebaya: Praktik • Peserta mampu membuat pola dasar
• Membuat pola dasar • Peserta mampu pecah model
• Pecah model, menjahit • Peserta menjahit sesuai pola
• Evaluasi • Mengevaluasi
Fragmen: saku, krah, Praktik Peserta mampu membuat macam-macam
lengan, finishing model krah, lengan dan saku
Persiapan PKL • Ceramah Peserta mampu mempersiapkan PKL:
• Praktik persiapan mental maupun teknik-teknik
menjahit
Sumber: Silabus BPRSR Yogyakarta tahun 2018

32
Program tersebut juga dapat menjadi alternative bagi remaja untuk

menyambung hidupnya dengan membantu perekonomian kehidupan mereka

ketika mereka bisa mengaplikasikan keterampilan tersebut ke dalam dunia usaha.

Manfaat program keterampilan adalah memberikan suatu keterampilan menjahit

kepada remaja putus sekolah, agar mereka mampu menghasilkan sumber daya

manusia (SDM) yang bermanfaat bagi kehidupannya mendatang.

7. Busana Wanita (Blus)

Busana wanita merupakan segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh

seseorang dengan tujuan untuk melindungi tubuh maupun untuk memperindah

penampilan tubuh orang tersebut. Menurut Arifah A. Riyanto (2003:1) busana

adalah pakaian yag enak dipandang mata, serasi, selaras dan harmonis sesuai

dengan kesempatan pemakaian. Ini sesuai dengan arti semula dari kata benda

busana yaitu “perhiasan’’, sebagai sesuatu yang memiliki makna yang indah,

bagus atau bernilai seni. Busana wanita adalah segala sesuatu yang dipakai oleh

wanita mulai dari ujung rambut hinga ujung kaki yang secara garis besar meliputi

busana mutlak, milineris, dan aksesoris.

Macam-macam busana wanita terdiri dari baby doll, bebe, blus, blazer,

balero, cardigan, rok, celana, duex pieces, jaket, jas, mantel, jump suit, kemeja,

piyama, rompi, safari, topper, vest dan tunik (Arifah A. Ariyanto, 2003:3-28).

Blus adalah busana luar wanita bagian atas, yang panjang umumnya

sampai panggul atau lebih pendek, baik dipakai dimasukkan ke dalam rok,

sedangkan blus yang panjangnya melewati batas panggul disebut dengan tunik.

Blus dapat dikenakan dengan pasangan rok maupun celana (Arifah A. Ariyanto,

2003:5). Menurut Feftina herawati (2005:27) blus adalah busana yang menutupi

33
badan dari pundak sampai kebawah garis pinggang. Sementara itu menurut

Ernawati, dkk (2008:325) blus merupakan pakaian yang dikenakan pada badan

atas sampai batas pinggang atau ke bawah hingga panggul sesuai dengan yang

diinginkan. Blus adalah pakaian yang dikenakan pada badan bagian atas. Panjang

blus biasanya sampai panggul, baik yang dikenakan di dalam rok (blus dalam)

maupun diluar rok (blus luar) (Aprilia, 2017).

Berdasarkan uraian diatas blus adalah bagian dari busana wanita yang

dikenakan badan bagian atas sampai di bawah pinggang, sedikit atau banyak. Blus

dapat dikenakan di luar maupun di dalam rok atau celana wanita. Pada

pelaksanaan keterampilan menjahit di BPRSR yaitu salah satunya menjahit blus

wanita.

a. Desain Blus

Gambar 1. Desain Blus

34
b. Ukuran Blus

1) Lingkar leher : 38 cm

2) Lingkar badan : 90 cm

3) Panjang muka : 33 cm

4) Lebar muka : 34 cm

5) Lingkar pinggang : 70 cm

6) Tinggi dada : 14 cm

7) Lebar dada : 23 cm

8) Panjang punggung : 37 cm

9) Lebar punggung : 35 cm

10) Panjang bahu : 13 cm

11) Panjang lengan : 54 cm

12) Lingkar ujung lengan : 22 cm

13) Tinggi duduk : 23 cm

14) Lingkar panggul : 96 cm

15) Panjang celana : 94 cm

16) Lingkar kaki celana : 42 cm

17) Panjang lutut : 54 cm

35
c. Prosedur Pembuatan Pola Blus

Gambar 2. Pola Dasar Blus

1) Keterangan Pola Badan Muka:

A – B = 1/6 Lingkar leher + 2 cm

B – C = Panjang Muka

C – D = A – E = ¼ Lingkar badan + 1cm

A – A1 = 1/6 Lingkar leher + 0,5 cm

A1 – A2 = Panjang bahu

A2 – A3 = turun 4 cm

B – B1 = 5 cm

B1 – B2 = ½ Lebar muka

C – C1 = ¼ Lingkar pinggang + 1 + 3 cm

C – C2 =1/10 Lingkar pinggang + 1 cm

C2 – CC3 = 3 cm

36
C1 – C4 = naik 1,5 cm

C4 – K = Panjang sisi

C – M = Tinggi dada

M – O = ½ Jarak dada

2) Keterangan Pola Badan Belakang:

A – B = 1,5 – 2 cm

B – C = Panjang punggung

C – D = A – E = ¼ Lingkar badan – 1 cm

A – A 1 = 1/6 Lingkar leher + 0,5 cm

A1 – A2 = Panjang bahu

A2 – A3 = Turun 3 cm

B – B1 = 10 cm

B1 – B2 = ½ Lebar punggung

C – C1 = ¼ Lingkar pinggang – 1cm+3cm

C – C2 =1/10 Lingkar pinggang

C2 – C3 = 3 cm

C1 – K =Panjang sisi

37
Gambar 3. Pola Blus

1) Keterangan pola bagian muka

a) Kain dilipat dua, lalu disemat dengan jarum pentul, ukur dari tepi kain sebesar

7 cm (2 cm untuk lidah belahan dan 5 cm untuk lipatan) sepanjang tengah

muka atau sepanjang ukuran blus.

b) Samakan garis bantu pola belakang, seperti garis badan, pinggang, panggul

dan panjang rok.

c) Beri kode yang sama, seperti titik G pada badan, titik C pada pinggang, titik D

pada panggul dan titik E pada panjang rok.

d) G - G1 = ¼ lingkar badan ditambah 1 cm.

e) C - C1 = ¼ lingkar pinggang ditambah 4 cm (3 cm untuk kup, dan 1 cm untuk

kebesaran pola bagian muka dari pola belakang)

38
f) D - D1 = ¼ lingkar panggul ditambah 1 cm.

g) E - E1 = D - D1, E1 - E2 = 1 cm, dan dibentuk seperti gambar.

h) C - A1 = ukuran panjang muka.

i) A1 - A = 1 /6 lingkar leher ditambah 2 cm, A - A2 = 1 /6 lingkar leher ditambah

1,5 cm.

j) A2 - F = panjang bahu, F - F1 = 5 cm, buat garis mendatar, A2 - F1 = panjang

bahu.

k) A1 - G = 5 cm, G - G1 = ½ lebar muka.

l) Hubungkan titik F1 ke G1 terus ke B1 seperti gambar (lingkar kerung lengan

bagian muka).

m) C - C2 = 1 /10 lingkar pinggang, C2 - C3 = 3 cm (besar lipit kup).

n) E2 diukur 1,5 cm, dibuat garis putus-putus sampai ke C4 dan C5 (panjang kup)

o) Hubungkan C2 dan C3 ke C4 dan C5 seperti gambar.

p) Hubungkan titik B1 dengan C1, terus ke D1 dengan membentuk sisi panggul,

terus ke E2 seperti gambar.

2) Keterangan pola bagian belakang

Bahan blus dilipat dua, pada bagian tepi kain digambar pola blus bagian muka,

dan pada lipatan kain digambar pola blus bagian belakang, untuk langkah

berikutnya ikuti keterangan berikut :

a) Ukur tiga cm dari ujung kain, beri nama titik A, buat garis dari A ke F.

b) A - A1 = 1,5 cm, A - A2 = 7 cm, hubungkan A2 dengan A1 membentuk garis

leher belakang.

c) F - F1 = 4 cm, buat garis mendatar.

d) A2 - A3 = panjang bahu, ujung bahu menyentuh garis datar F1.

39
e) A1 - B = 9 cm G - B1 = ½ lebar punggung

f) A1 - G = ½ panjang punggung ditambah 1 cm G - G1 = ¼ lingkar badan

ditambah 1 cm.

g) Hubungkan titk A3 dengan B1 terus ke G1 (lingkar kerung lengan belakang).

h) A1 - C = panjang punggung.

i) C - C1 = ¼ lingkar pinggang ditambah 3 cm (untuk kup dan dikurangi 1 cm).

j) C - C2 = 1 /10 lingkar pinggang C2 - C3 = 3 cm.

k) Besar kup di bagi dua dibuat garis bantu sampai ketitik C4 dan C5 (panjang

kup) hubungkan C2 dan C3 ke C4 dan C5 seperti gambar.

l) C- D = ukuran tinggi panggul.

m) C - D1 = ¼ lingkar panggul dikurangi 1 cm.

n) C - E = ukuran panjang blus, E - E1 = D - D1.

o) E1 - E2 = 1 cm.

p) Bentuk garis sisi blus dengan menghubungkan titik G1 dengan C1, dan C1 ke

D1 membentuk garis panggul, terus ke E2 seperti gambar.

3) Pola lengan

Ukuran yang diperlukan

1) Lingkar kerung lengan : 40 cm ( diukur dari pola badan)

2) Tinggi puncak lengan : 12 cm

3) Panjang lengan : 54 cm

40
Gambar 4. Pola Lengan

Keterangan pola lengan

Menggambar pola lengan diatas kain yang terdiri dari dua lapis, dengan posisi

bagian baik bahan berhadapan, dengan kata lain bahagian buruk bahan terletak

pada bagian atas lalu digambar pola lengan sebagai berikut :

a) ambil satu titik diberi nama titik A.

b) A - B = panjang lengan.

c) A - E = tinggi puncak lengan.

d) Dari titik E buat garis vertikal lebih kurang 20 cm kekiri dan kanan.

e) Dari titik A ukur ke C dan D ½ lingkar kerung lengan, letak titik C dan D harus

menyentuh garis datar B.

f) Buat garis putus-putus (garis bantu) dari A ke C dan dari A ke D.

g) Garis bantu dari A ke C dan A ke E dibagi tiga.

h) A1 = 1 /3 A - C A2 = 1 /3 A - E A1 - A3 = A2 - A4 = 1,5 cm.

i) B3 = 1 /3 C1 - A C1 ke C2 turunkan 1 cm.

41
j) Hubungkan A dengan A4 dan D1 seperti gambar (lingkar kerung lengan bagian

muka).

k) Hubungkan A dengan A4 dan B2 seperti gambar (lingkar kerung lengan bagian

belakang).

l) B - B1 = ½ lingkar ujung lengan, B - B2 = ½ ukuran lingkar ujung lengan

m) B2 - B3 = 1,5 cm Hubungkan B dengan B3 (sisi lengan bagian belakang), dan

B dengan B1 seperti gambar (sisi lengan bagian muka) 4) Pola Krah

Gambar 5. Pola Krah

Menggambar pola kerah dilakukan di atas kain yang berlipat dua.

a) A - C = lipatan kain.

b) A - B = ½ lingkar leher, A - A1 = 3 cm, A1 - C = 5 cm (lebar kerah).

c) B- D = 7 cm, D - D1 = 4 cm.

d) Hubungkan A1 dengan B dengan garis melengkung (garis leher), B ke D1

(ujung kerah) dan dari C ke D1 melalui titik D.

Berdasarkan pada uraian diatas, dalam pembuatan blus di Balai

Perlindungan dan Rehabilitasi Remaja (NPRSR) Yogyakarta menggunakan pola

dasar sistem praktis. Untuk para pemula dalam bidang menjahit, sistem pola dasar

praktis memudahkan dalam mempelajari langkah pembuatannya.

42
B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang terdapat kaitannya dengan

penelitian ini antara lain:

1. Ratna Kurnianingtyas (2018) dengan judul “Pelaksanaan Pelatihan Kursus

Menjahit Busana Wanita Di Balai Latihan Kerja (BLK) Sleman Tahun 2017’’

dengan kesimpulan (1) pelaksanaan pelatihan menjahit kursus busana wanita

ditinjau dari persiapan memiliki mean 10,5 dan 58,3% masuk dalam kategori

baik. Kegiatan ini terdiri dari persiapan job description, bahan ajar, persiapan

instruktur dan jumlah pertemuan. (2) pelaksanaan pelatihan menjahit kursus

busana wanita yang ditinjau dari pelaksanaan memiliki mean 14 dan 46,6%

masuk dalam kategori baik. Kegiatan ini terdiri dari pelaksanaan kurikulum,

penggunaan mdeia pelatihan, penggunaan metode dan materi pelatihan yang

digunakan.(3) pelaksanaan pelatihan menjahit kursus busana wanita ditinjau

dari hasil yang dicapai yang memiliki mean 3 dan 46,6% masuk dalam

kategori baik. Kegiatan ini berupa bentuk penilaian yang digunakan dalam

pelatihan kursus menjahit dan target tujuan pelaksanaan pelatihan menjahit.

(4) faktor – faktor penghambat, yaitu : adanya latar belakang pendidikan dan

usia yang berbeda – beda membuat daya tangkap peserta berbeda – beda

dan kurang percaya diri dengan hasil kerja. (5) faktor – faktor pendorong,

yaitu : sarana dan prasarana yang memadahi untuk membantu peserta

meningkatkan kemampuan, serta mendorong peserta untuk berwirausaha

dengan membuka lapangan pekerjaan sendiri atau bekerja di industri.

2. Dwi Murwani (2016) dengan judul “ Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit

Remaja Putus Sekolah Di Balai Perlindungan Dan Rehabilitasi Sosial Remaja

43
Yogyakarta “ dengan kesimpulan Motivasi belajar keterampilan menjahit

remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta masih dipengaruhi oleh faktor dari

luar diri remaja seperti instruktur, pegawai, fasilitas dan layanan, (2) Upaya

meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah

di BPRSR Yogyakarta dilakukan dengan cara menggairahkan remaja untuk

belajar, memberikan harapan yang realistis, memberikan insentif berupa

pujian dan hukuman serta pendampingan remaja binaan

3. Eva Wahyuningtyas (2013) dengan judul “Pengelolaan Program Pelatihan

Menjahit Tingkat Dasar Pada Anak Putus Sekolah Di Balai Latihan Kerja (BLK)

Demak’’ dengan kesimpulan (1) Pengelolaan program pelatihan meliputi

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian;

(2) Faktor yang menjadi penghambat dalam pengelolaan program yaitu

perencanaan terdapat penyusunan program yang yang tidak sesuai dengan

apa yang diharapkan dan hasil akhir kegiatan program, dalam

pengorganisasian kurangnya instruktur yang ahli dalam bidang, kurangnya

pengawasan dalam penggerakan, dalam penilaian ketidaksesuaian antara

hasil nyata dengan hasil yang dicapai (3) Faktor pendukung dalam

pengelolaan program yaitu faktor dari dalam diantaranya pendidik, peserta,

pengelola, sarana prasarana media, faktor dari luar mitra kerja; (4) dampak

positif yang diperoleh yaitu penegtahuan baik keterampilan maupun sikap.

Berdasarkan simpulan tersebut disarankan: (1) Kegiatan yang ada perlu

dipantau tingkat keterlaksanaannya, (2) melakukan penguatan positif agar

kendala yang terdapat dalam pengelola program dapat berjalan sesuai

dengan tujuan yang diharapkan.

44
Tabel 2. Perbedaan penelitian yang digunakan

Dwi(2016) K. Eva(2013)
M.Ratna(2018) W
Amalia F.
Uraian Penelitian

Tujuan Mengetahui pelaksanaan √ - √ √


pelatihan ditinjau dari unsur
peserta pelatihan
Mengetahui pelaksanaan √ - - √
pelatihan ditinjau dari unsur
pelatih (instruktur)
Mengetahui pelaksanaan - - √ √
pelatihan ditinjau dari unsur
lamanya pelatihan
Mengetahui pelaksanaan - √ √ √
pelatihan ditinjau dari unsur
materi pelatihan
Mengetahui pelaksanaan - √ √ √
pelatihan ditinjau dari unsur
metode pelatihan
Jenis Penelitian Survei √ √ √ √
Prosedur Kualitatif √ √ √ -
Penelitian
Kuantitatif - - - √
Tempat Penelitian Balai Perlindungan dan √ - - √
Rehabilitasi Sosial Remaja
(BPRSR)
Balai Latihan Kerja (BLK) - √ √ -
Metode Observasi √ √ √ √
Penggunaan Data Wawancara √ √ √ √
Angket - - - √
Teknik Analisis Deskriptif √ √ √ √

Pada indikator pelaksanaan pelatihan keterampilan merupakan bagian

yang relevan dalam penelitian ini, dengan demikian akan diacu dalam penelitian

yang dilakukan oleh peneliti lain. Perbedaan peneilitian ini dengan penelitian yang

sudah ada yaitu terletak pada tujuan penelitian, pada penelitian milik Dwi M.,

45
Ratna K. dan Eva W. belum meneliti secara rinci pelaksanaan pelatihan

keterampilan apabila ditinjau dari 5 unsur pelatihan berdasarkan pada teori Oemar

Hamalik. Selain itu, perbedaan terletak pada lokasi penelitian. Sedangkan

kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi M., Ratna K.

dan Eva W. yaitu pada jenis penelitian, metode penggunaan data serta teknik

analisis data. Namun secara keseluruhan, belum ada penelitian mengenai

pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit di BPRSR yang ditinjau dari

unsur-unsur pelatihan.

C. Kerangka Berpikir

Remaja putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada

mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan.

Misalnya seorang warga masyarakat atau anak yang hanya mengikuti pendidikan

di SD sampai kelas lima, disebut sebagai putus sekolah SD. Remaja yang

mengalami putus sekolah memiliki kecenderungan untuk berperilakuk negatif,

disebabkan karena remaja putus sekolah lebih sulit mendapatkan pekerjaan

daripada remaja yang sekolah hingga lulus dan akhirnya berpotensi besar menjadi

pengangguran yang mengakibatkan mereka menggunakan berbagai cara untuk

mencari penghasilan tanpa bekerja seperti halnya mencuri yang merupakan

perilaku negatif. Cara mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan

program keterampilan bagi remaja putus sekolah.

Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Yogyakarta

adalah lembaga yang berada di bawah naungan dinas sosial yang memberikan

layanan kepada remaja yang mengalami putus sekolah atau remaja terlantar serta

anak yang bermasalah dengan hukum (ABH). Salah satu program yang ditawarkan

yakni program pelatihan keterampilan. Program keterampilan bermaksud untuk

46
mengembangkan kemampuan mandiri remaja putus sekolah agar memiliki

peluang sehingga dapat bersaing dengan remaja yang menempuh pendidikan

formal serta dapat membuka peluang usaha mandiri. Salah satu program

keterampilan di BPRSR adalah program keterampilan menjahit. Materi yang

diajarkan dalam program tersebut antara lain pembuatan rok, kemeja, blus,

celana, kebaya dan sebagainya. Selain itu, diadakan keterampilan alternatif

seperti pembuatan macrame, rajut, pemanfaatan kain perca, gantungan kunci dan

sebagainya.

Pada kenyataannya, banyak remaja putus sekolah dan ABH yang masih

belum memaksimalkan program keterampilan menjahit tersebut. Para remaja

seringkali tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran.

Untuk itu diperlukan penelitian mengenai, Pelaksanaan Program Pelatihan

Keterampilan Menjahit Di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja

(BPRSR) Yogyakarta, ditinjau dari unsur-unsur pelatihan menurut Oemar Hamalik,

meliputi peserta pelatihan, pelatih, lamanya pelatihan, materi pelatihan dan

metode pelatihan.

Gambar 6. Kerangka Berfikir

47
D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus yang

diberikan pada remaja putus sekolah dan ABH di Balai Rehabilitasi dan

Perlindungan Sosial Remaja Yogyakarta yang ditinjau dari peserta pelatihan?

2. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus yang

diberikan pada remaja putus sekolah dan ABH di Balai Rehabilitasi dan

Perlindungan Sosial Remaja Yogyakarta yang ditinjau dari pelatih (instruktur)?

3. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus yang

diberikan pada remaja putus sekolah dan ABH di Balai Rehabilitasi dan

Perlindungan Sosial Remaja Yogyakarta yang ditinjau dari rentang waktu

(lamanya pelatihan)?

4. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus yang

diberikan pada remaja putus sekolah dan ABH di Balai Rehabilitasi dan

Perlindungan Sosial Remaja Yogyakarta yang ditinjau dari materi pelatihan?

5. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan keterampilan menjahit blus yang

diberikan pada remaja putus sekolah dan ABH di Balai Rehabilitasi dan

Perlindungan Sosial Remaja Yogyakarta yang ditinjau dari metode pelatihan?

48

Anda mungkin juga menyukai