Oleh:
Dafrinur Adiyasa H. (1106083624), M. Aqil Zein (1206274052),
Fasya Abimantara (1306460690), Arief Ismaryanto (1406620030), Hilwan Givari
(1406617950)
Abstrak
‘Tsar Putin’ merujuk pada jabaran konseptual tentang kefiguran pemimpin tertinggi
Rusia sejak awal abad 21, Vladimir Putin. Sejak menjabat sebagai Presiden Rusia pada tahun
2000 lalu, Putin telah berhasil membangun dan mepertahankan aspek personalitas layaknya
seorang Tsar di masa lalu dengan dua ciri pentingnya yaitu ‘batiushka’ dan ‘grozny’. Dengan
menggunakan pola penguatan yang bersifat top-down seperti: Penciptaan aturan politik
hybrid, merekayasa sistem birokrasi plebiscitarían patrimonialism, dan kontrol massif
terhadap media, tak ayal bilamana figur neo-patrimonial tersebut dapat selalu dijadikan basis
legitimasi yang kokoh bagi rezim berkuasa. Selain itu, jika disimak melalui fenomena makin
merebaknya Putiniana – Penggemar Putin – yang berciri independen, polysemantik, dan
konsumeris di tengah masyarakat Rusia saat ini, kita bisa melihat sebuah bukti bahwasanya
keberhasilan pola penguatan basis legitimasi ‘Tsar Putin’ yang dilakukan oleh Rezim yang
berkuasa saat ini juga turut ditopang secara top-down oleh keberadaan sindrom krisis ideologi
di Masyarakat Rusia berupa ‘post-soviet aphasia. Melalui dua gejala pentingnya yaitu
nostalgia dan konsumerisme, sindrom tersebut tampak bisa berfungsi sebagai ‘historical
reminder’ dan pemberi ‘particular social values’ bagi masyarakat sehingga dengan mudah
terobsesi terhadap sosok Putin yang dianggapnya dapat mengobati kerinduan mereka
terhadap munculnya kembali sosok ‘Tsar’ yang berkemampuan membawa Rusia kembali
pada masa kejayaan tanpa mesti kembali mendengungkan istilah-istilah komunisme yang
dianggap telah kehilangan padanan dalam realita kehidupan kekinian.
Latar Belakang
Legitimasi kekuasaan Vladimir Putin selaku pemimpin Rusia saat ini tidak hanya
ditopang secara deterministik oleh pertumbuhan ekonomi tinggi sebagaimana yang telah bisa
dibuktikannya pada periode oil-gas booming.1 Mengingat, selain terbuktikan dengan masih
tingginya tingkat popularitas Putin kala Rusia sedang berada dalam masa reses saat ini
setelah embargo ekonomi yang di berikan oleh EU-Amerika Serikat paska terjadinya krisis di
Ukraina2, menurut beberapa literatur terkait mengenainya, kita akan dapat memahami
bahwasanya legitimasi Vladimir Putin yang berkuasa sejak tahun 2000 untuk menggantikan
Yeltsin juga ditopang oleh dua faktor makro yang bersifat top-down dan bottom-up, yakni:
Pertama, Dominasi elit politik dari kalangan konservatif (termasuk Putin) yang
1
Treisman, D. (2011) Presidential Popularity in a Hybrid Regime: Russia under Yeltsin and Putin. American
Journal of Political Science, Vol. 55, No. 3 (July • 2011), pp. 590-609. Hlm. 590
2
BBC News (2014) How far do EU-US sanctions on Russia go?. Dalam http://www.bbc.com/news/world-
europe-28400218 Diakses pada 21 November 2016 Pukul 15:40 WIB
3
Hanson, S.E. (2011) Plebiscitarian Patrimonialism in Putin's Russia: Legitimating Authoritarianism in a
Postideological Era. Dalam The Annuals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 636,
Patrimonial Power in the Modern World (July 2011), pp. 32-48. Hlm. 32
4
Dash, P.L. (2001) Perils of Putin`s Russia. Economic and Political Weekly, Vol. 36, No. 4, Money, Banking &
Finance (Jan. 27 Feb.2, 2001), pp. 288-291. Hlm. 288
5
Treisman D. (Opcit.) Hlm. 590
6
Rutland. P. (2013) Putin’s Economic Record: Is the Oil Boom Sustainable? Europe-Asia Studies, 60:6, 1051-
1072. pp.1051-1072. Hlm. 1055
Rumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan sejumlah argumen diatas terkait dengan pola penguatan
basis legitimasi ‘tsar putin’ yang dilakukan oleh pemerintah dan kondisi post-soviet aphasia’
yang ditengarai mempengaruhinya, kiranya tidak berlebihan bilamana kemudian penulis
berasumsi bahwa: Selain dengan menggunakan ketiga bentuk cara seperti perubahan aturan
pemilu, rekayasa sistem birokrasi, dan kontrol massif terhadap media, pola penguatan basis
legitimasi ‘Tsar Putin’ yang dilakukan oleh rezim berkuasa juga ditopang oleh krisis ideologi
‘post-soviet aphasia’ yang melanda masyarakat Rusia paska keruntuhan Soviet. Maka, untuk
dapat menguji asumsi tersebut, adapun pertanyaan permasalahan yang diajukan untuk coba
dijawab dalam makalah singkat ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana cara rezim
berkuasa melaksanakan pola penguatan basis legitimasi ‘Tsar Putin’ secara top-down melalui
penciptaan aturan politik hybrid, rekayasa sistem birokrasi plebicitarian patrimonialism, dan
kontrol masif terhadap media? Serta (2) Dengan mencontoh keberadaan kelompok
‘putiniana’ yang saat ini tengah merebak di masyarakat, bagaimana pula bentuk pengaruh
secara bottom-up yang diberikan oleh sindrom krisis ideologi ‘Post-soviet aphasia’ dengan
7
Al Jazeera America (2016) Putin mania: Russian personality cult obsessed with powerful president. Dalam
http://america.aljazeera.com/articles/2016/1/24/putin-personality-cult-rusia Diakses pada 23 November 2016
Pukul 08:57 WIB.
Kerangka Konsep
Beberapa konsep yang diajukan oleh kelompok kami untuk mengerangka analisanya
dalam menjawab dua pertanyaan yang diajukan diatas adalah: Pertama, term rezim. Dengan
merujuk pada penjelasan James dan Ronen (2007) mengenai rezim yang didefinisinya
sebagai: “as sets of protocols and norms embedded either in institutions or institutionalized
practices - formal such as states or informal such as the "liberal trade regime" - that are
publicly enacted and relatively enduring.”,8 pemalakah lantas memaknai penggunaan term
rezim dalam makalah ini mengacu bukan pada negara, unit-unit atau aktor penguasa,
melainkan lebih kepada sejumlah aturan atau norma yang dimunculkan negara dalam satu
periode khusus yang memang dapat mencirikan keberadannya. Kedua, term ‘Tsar Putin’.
Secara sederhana, dengan menggunakan penjelasan dari World Post (2016), kita dapat
memaknai ‘Tsar Putin’ sebagai sebuah ciri atau sifat kekuasaan neo-patrimonial (raja-rakyat
dalam konteks masyarakat post-industrial) di Rusia yang berfokus pada figur Presiden
Vladimir Putin layaknya seorang Tsar pada periode pra-Soviet dengan dua karakter idealnya
yaitu ‘batiushka’ dan ‘grozny’. Jika ‘batiushka’ yang berarti ‘Little Father’ merujuk pada
sifat perhatian seorang Tsar kepada rakyatnya seperti halnya ayah ke anak. Sementara itu,
‘grozny’ yang berarti ‘Terrible’ dalam bahasa Inggris merujuk pada kapabilitas atau kualitas
kepemimpinan Tsar yang besar, kuat, hingga mesti dipatuhi karena merupakan mandat
langsung dari Tuhan.9
Ketiga, konsep hybrid regime. Dengan mengikuti penjelasan Diamond (2002) yang
memaknai hybrid regime sebagai: ambiguous systems that combine rhetorical acceptance of
liberal democracy, the existence of some formal democratic institutions and respect for a
limited sphere of civil and political liberties with essentially illiberal or even authoritarian
traits.),10 kita akan memhami bahwasanya karakteristik utama dari sebuah hybrid regime
seperti yang sedang dijalankan di Rusia saat ini terletak pada ambigutias sejumlah institusi
kenegaraan. Dimana di satu sisi ia terlihat mendukung keberadaan demokrasi secara
procedural, namun di sisi lain secara esensial, justru mendukung sistem otoritarian.
8
Paul, J. dan Ronen, P. (2007) Globalization and Economy, Vol. 3: Global Economic Regimes and Institutions.
London: Sage Pubicatiion. Hlm. xiv
9
The World Post (2016) Putin the Terrible: Understanding Russia’s New Tsar. Dalam
http://www.huffingtonpost.com/joseph-v-micallef/putin-the-terrible-under-Putin-the-Terrible. Diakses pada 21
November 2016 Pukul 15:40 WIB
10
Diamond, L. (2002) Elections without democracy, Journal of Democracy, 13.2, 2002, pp. 21-36. Hlm. 23
Pembahasan
A. Pola Penguatan Basis Legitimasi ‘Tsar Putin’
1. Menciptakan Aturan Politik Hybrid
Jika dilihat dari sejumlah aturan politik yang ada pada masa kekuasaan Putin
sebagai Presiden, paling tidak kita akan menemukan beberapa bentuk aturan hybrid –
11
Hanson, S.E. (Opcit.) Hlm. 37
12
Oushakine, dalam Cassiday J. dan Johnson, E. (2010) Putin, Putiniana and the Question of a Post-Soviet Cult
of Personality. The Slavonic and East European Review, Vol. 88, No. 4 (October 2010), pp. 681-707. Hlm. 698
13
Diamond, L. (Opcit.)
14
Centre for the Study of Public Policy University of Strathclyde (2015) Law on Elections of Deputies to the
State Duma (Federal Law of 18 May 2005 No. 51-F3, as amended through 19 July 2009). Dalam
http://www.russiavotes.org/duma/duma_election_law.php Diakses pada 22 Desember 2016 Pukul 08:08 WIB.
15
Centre for the Study of Public Policy University of Strathclyde (Ibid.)
16
http://www.constitution.ru (2001) The Constitution of the Russian Federation. Dalam
http://www.constitution.ru/en/10003000-05.htm Diakses pada 23 esember 2016 Pukul 09:21 WIB.
25
Cassiday J. dan Johnson, E. (Opcit.)
26
Edwin, B. dan Atwal M. (Opcit.)
10 | P o l i t i k d i R u s i a & E r o p a T i m u r
tadi – jelas terdapat di dalam kelompok yang tampak lebih banyak dihuni oleh kalangan
perempuan tersebut.27 Dimana dengan mengikuti uraian Cassiday J. dan Johnson (Opcit.)
lebih lanjut yang menengarai keberadaan dua gejala dari sindrom ‘post-Soviet aphasia’
seperti halnya nostalgia dan konsumerisme dalam putiniana, lantas kita bisa menganalisa
lebih lanjut bahwasanya jika dibagi secara dimensional berdasarkan dua gejala tersebut,
pengaruh yang diberikan oleh post-Soviet aphasia’ terhadap penguatan basis legitimasi
‘Tsar Putin’ Rusia adalah sebagai berikut: Pertama, nostalgia. Jika dilihat secara
seksama, fenomena putiniana dapat dikatan sebagai praktik nostalgia masyarakat untuk
bisa merasakan hidup berjaya kembali di tataran dunia Internasional seperti pada masa
Soviet lalu namun tidak bisa lagi mengeksploitasi beragam struktur simbolik yang
terdapat di dalamnya karena telah bertentangan dengan realita kehidupan saat ini yang
telah dipengaruhi oleh budaya konsumerisme. Selain itu, dengan mempertimbangkan
kondisi kehidupan negara mereka yang memburuk paska keruntuhan Soviet, maka dapat
disadari pula bahwa efek nostalgia ‘post-Soviet aphasia’ yang berada di dalam kelompok
putiniana dapat berfungsi sebagai sebuah ‘hystorical reminder’ yang menjelma
kemudian menjadi sebuah obsesi dukungan terhadap se-sosok pemimpin negara seoerti
halnya Putin yang digambarkan memiliki sifat-sifat sosio-historis Tsar Rusia seperti
‘batiushka’ (‘little father’) dan ‘grozny’ (‘terrible’). Sehingga, selain diharapkan bisa
tampil mengatasi beragam problem kehidupan masyarakat dengan kekuatan dan
perhatian besar yang dimiliki, keberadannya pun dapat dianggap mampu
merepresentasikan kembali identitas Bangsa Rusia di dalam percaturan global sebagai
bangsa yang besar setelah Uni Soviet mengalami kehancuran.28
Kedua, konsumerisme. Dengan meminjam pemikiran Baudilard (dalam
Cassiday dan Johnson Opcit) tentang konsumerisme yang pada intinya ingin mengatakan
bahwa: “That needs are constructed, rather than innate. That consumption was and
remains more important because the "ideological genesis of needs" sign value of an
object; its value within a system of objects which no added functional benefit, but may
suggest particular social values, such as taste or class.” 29, kita akan paham bahwa
bilamana kemudian konsumerisme dapat dianggap menjadi salah satu dimensi penting
dalam post soviet aphasia yang mempengaruhi penguatasn basis legitimasi ‘Tsar Putin’
Rusia yang dimunculkan oleh Rezim penguasa, hal tersebut tiada lain adalah karena
27
Al Jazeera America (Opcit.)
28
The World Post (Opcit.)
29
Cassiday J. dan Johnson, E. (Opcit.). Hlm. 697
11 | P o l i t i k d i R u s i a & E r o p a T i m u r
kehancuran sistem komunisme untuk setelahnya digantikan oleh sistem pasar paska
keruntuhan Uni Soviet. Terlebih, dengan ditambah oleh kuatnya dugaan masyarakat
bahwa perbaikan kondisi ekonomi yang menyebabkan peningkatan kapasitas produksi
dan daya beli mereka secara signifikan dalam satu dasawarsa kebelakang adalah karena
kehadiran sosok Putin sebagai memimpin negara, maka tidak heran bilamana kemudian
konsumerisme dalam hal ini dapat dianggap berfungsi sebagai pemberi ‘particular social
values’ bagi Tsar Putin’ yang dimunculkan dalam percakapan di media sosial mengenai
obsesi mayarakat terhadap Putin, atau bentuk apresiasi tinggi masyarakat terhadap
komoditi yang berhubungan dengan Putin dari mulai coklat dan mug bergambar Putin
yang berharga di kisaran 3-5 $US, sampai dengan kaos dan parfum Putin yang bisa di
beli dengan harga 300-600 $US, dapat laku terjual. Baik untuk di pasaran dalam negeri
Rusia maupun di luar.30
Kesimpulan
Setelah mengurai beberapa variabel terkait dengan pola penguatan yang dilakukan
oleh Rezim pemerintahan serta kondisi krisis ideologi ‘post soviet aphasia’ yang tengah
melanda masyarakat Rusia saat ini, kiranya tidak berlebihan bilamana pemakalah
berkesimpulan bahwa memang keberhasilan rezim dalam mempertahankan atau memperkuat
keberadaan ‘Tsar putin’ sebagai basis legitimasi tidaklah serta merta dikarenakan tindakan
pemerintah yang secara top-down menciptakan aturan politik hybrid, merekayasa sistem
sistem birokrasi agar bersifat plebiscitarían patrimonialism dengan menopangkan diri pada
unit-unit siloviki, maupun mengontrol secara massif keberadaan media massa di Rusia.
Mengingat, dengan mencontoh keberadaan ‘putiniana’ ¬ Penggemar Putin – yang
saat ini tengah merebak di tengah masyarakat Rusia dengan membawa dua gejala dari ‘post
Soviet aphasia’ yakni nostalgia dan konsumerisme, kita bisa menganalisis juga bahwa
memang krisis ideologi yang menimpa masyarakat paska kehancuran sistem komunisme,
juga dapat dianggap sebagai faktor bottom-up yang dapat secara signifikan memperkuat
keberadaan ‘Tsar Putin’ sebagai basis legitimasi bagi rezim pemerintahan saat ini. Bilamana
gejala ‘nostalgia’ berfungsi layaknya historical reminder yang dapat memunculkan obsesi
nasionalis masyarakat terhadap munculnya kembali sosok ‘Tsar’ dalam diri Putin. Sementara
itu konsumerisme, tampak berfungsi sebagai pemberi ‘particular social values’ bagi Tsar
Putin’ yang muncul dalam bentuk obsesi mayarakat terhadap Putin dalam bentuk percakapan
sosial media maupun tingginya konsumsi barang-barang yang berhubungan dengan Putin.
30
Al Jazeera America (Opcit.)
12 | P o l i t i k d i R u s i a & E r o p a T i m u r
Daftar Pustaka
Al Jazeera America (2016) Putin mania: Russian personality cult obsessed with powerful
president. Dalam http://america.aljazeera.com/articles/2016/1/24/putin-personality-
cult-rusia Diakses pada 23 November 2016 Pukul 08:57 WIB.
The Atlantic (2015) How the Media Became One of Putin’s Most Powerful Weapon. Dalam
http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/04/how-the-media-became-
putins-most-powerful-weapon/391062/ Diakses pada 24 Desember 2016 Pukul 01:21
WIB
BBC News (2014) How far do EU-US sanctions on Russia go?. Dalam
http://www.bbc.com/news/world-europe-28400218 Diakses pada 21 November 2016
Pukul 15:40 WIB
Cassiday J. dan Johnson, E. (2010) Putin, Putiniana and the Question of a Post-Soviet Cult of
Personality. The Slavonic and East European Review, Vol. 88, No. 4 (October 2010),
pp. 681-707.
Centre for the Study of Public Policy University of Strathclyde (2015) Law on Elections of
Deputies to the State Duma (Federal Law of 18 May 2005 No. 51-F3, as amended
through 19 July 2009). Dalam
http://www.russiavotes.org/duma/duma_election_law.php Diakses pada 22 Desember
2016 Pukul 08:08 WIB.
Dash, P.L. (2001) Perils of Putin`s Russia. Economic and Political Weekly, Vol. 36, No. 4,
Money, Banking & Finance (Jan. 27 Feb.2, 2001), pp. 288-291.
Diamond, L. (2002) Elections without democracy, Journal of Democracy, 13.2, 2002, pp. 21-
36.
Dutkiewicz, P. & Trenin, D. (2011). Russia: The Challenges of Transformation. New York:
NYU Press.
Edwin, B. dan Atwal M. (2012). The youth movement Nashi: contentious politics, civil
society, and party politics. East European Politics 28 (3), pp. 256-266.
13 | P o l i t i k d i R u s i a & E r o p a T i m u r
Hanson, S.E. (2011) Plebiscitarian Patrimonialism in Putin's Russia: Legitimating
Authoritarianism in a Postideological Era. Dalam The Annuals of the American
Academy of Political and Social Science, Vol. 636, Patrimonial Power in the Modern
World (July 2011), pp. 32-48.
Paul, J. dan Ronen, P. (2007) Globalization and Economy, Vol. 3: Global Economic Regimes
and Institutions. London: Sage Pubicatiion.
Prakoso, R.A. (2016) Oligarkh – Siloviki. Depok: Universitas Indonesia. Materi Presentasi
Kuliah. Tidak Diterbitkan
Rutland. P. (2013) Putin’s Economic Record: Is the Oil Boom Sustainable? Europe-Asia
Studies, 60:6, 1051-1072. pp.1051-1072.
Soldatov, A dan Rochlitz, M. (2015) The Siloviki in Russian Politics. Hlm. 1 Dalam
http://www.russiapoliticalinsight.com/s/Siloviki-Final-Aug-17.pdf Diakses pada 23
Desember 2016 Pukul 21:04 WIB.
The World Post (2016) Putin the Terrible: Understanding Russia’s New Tsar. Dalam
http://www.huffingtonpost.com/joseph-v-micallef/putin-the-terrible-under-Putin-the-
Terrible. Diakses pada 21 November 2016 Pukul 15:40 WIB
Treisman, D. (2011) Presidential Popularity in a Hybrid Regime: Russia under Yeltsin and
Putin. American Journal of Political Science, Vol. 55, No. 3 (July • 2011), pp. 590-
609.
14 | P o l i t i k d i R u s i a & E r o p a T i m u r