Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS FT KOMPREHENSIF I

RUMAH SAKIT LABUANG BAJI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN


AKTIVITAS FUNGSIONAL PUNGGUNG BAWAH
AKIBAT LBP NON SPESIFIK

DI SUSUN

OLEH :

NAMA : DWI RISKA AMELIA

NIM : PO.71.4.241.19.4.038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PRODI D.IV JURUSAN FISIOTERAPI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu meskipun masih jauh
dari tahap kesempurnaan. Praktek klinik (Komprehensif) ini merupakan salah satu mata kuliah
yang wajib ditempuh di Kampus Jurusan Fisioterapi. Adapun sub bagian dari laporan ini adalah
beberapa pengetahuan umum terkhusus mengenai
“Penatalaksaan Fisioterapi Pada Gangguan Aktivitas Fungsional Punggung Bawah Akibat
LBP-Non Spesifik”
dengan terselesaikannya laporan praktek klinik ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada penulis.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Pembimbing Klinik (Clinical educator) Rumah Sakit Labuang Baji

2. Pembimbing Akademik

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Olehkarenaitu, kritikdan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ......................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................4
BAB I .................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN ............................................................................................................................6
BAB II ...............................................................................................................................................8
TINJAUAN KASUS.........................................................................................................................8
A. Anatomi dan Fisiologi ...........................................................................................................8
B. Tinjauan tentang Low Back Pain Non Spesific................................................................13
BAB III............................................................................................................................................17
TINJAUAN ASASMEN DAN INTERVENSI FISIOTERAPI ..................................................17
A. Tinjauan tentang asasmen fisioterapi ...............................................................................17
B. Tinjauan tentang intervensi fisioterapi .............................................................................18
BAB IV ............................................................................................................................................23
PROSES ASASMENT FISIOTERAPI ........................................................................................23
A. Identitas Umum Pasien.......................................................................................................23
B. History Taking ....................................................................................................................23
C. Inspeksi/Observasi ..............................................................................................................23
D. Regional Screening test.......................................................................................................24
E. Pemeriksaan Gerak ............................................................................................................24
F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi .........................................................26
G. Diagnosa Fisioterpi (ICF-ICD) ..........................................................................................28
H. Problematika Fisioterapi ....................................................................................................29
BAB IV ............................................................................................................................................30
PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI ...............................................30
A. Rencana Intervensi Fisioterapi ..........................................................................................30
B. Strategi Ontervensi Fisioterapi ..........................................................................................30
C. Prosedur Penatalakasanaan Intervensi Fisioterapi .........................................................31
D. Edukasi dan Home Program..............................................................................................32
E. Evaluasi Fisioterapi ............................................................................................................33
BAB V .............................................................................................................................................35
PEMBAHASAN .............................................................................................................................35
A. Pembahasan Assesment Fisioterapi ..................................................................................35
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi ...................................................................................38
LAMPIRAN KEGIATAN .............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................................42
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah (LBP) adalah kondisi muskuloskeletal yang paling umum

menyerang populasi orang dewasa, dengan prevalensi hingga 84% (Allegri et al., 2016). Gejala

utama low back pain adalah rasa nyeri di daerah tulang belakang bagian punggung. Secara umum

nyeri ini disebabkan karenaperegangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan

intensitas olahraga dan gerak semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan otot-otot punggung

dan perut akan menjadi lemah. Sedangkan Nyeri punggung bawah non-spesifik didefinisikan

sebagai nyeri punggung bawah bukan disebabkan oleh patologi spesifik yang dikenal dan dapat

dikenali (misalnya infeksi, tumor, osteoporosis, fraktur, deformitas struktural , gangguan

inflamasi, sindrom radikuler, atau sindrom cauda equina) (Balagué et al., 2012).

Nyeri punggung bawah menjadi salah satunya masalah terbesar bagi sistem kesehatan

masyarakat di dunia barat selama paruh kedua abad ke-20, dan sekarang tampaknya meluas ke

seluruh dunia. Prevalensi LBP meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan paling sering

terjadi pada usia dekade tengah dan awal dekade empat. Berdasarkan The Global Burden of Studi

Penyakit 2010, dari 291 penyakit yang diteliti, LBP penyumbang terbesar kecacatan merupakan

global, yang diukur melalui tahun-tahun hidup bersama disabilitas (YLD), serta peringkat yang

keenam dari total beban secara keseluruhan, yang diukur dengan tahun hidup yang disesuaikan

dengan kecacatan (Arwinno, 2018). Prevalensi LBP di Indonesia mencapai 37% direntang usia 55

- 64 tahun dan prevalensi penderita LBP terbanyak di Afrika adalah orang dewasa (50%)

sedangkan anak-anak dan remaja sebesar (33%).


Penyebab LBP sebagian besar (85%) adalah LBP non spesifik, akibat kelainan pada

jaringan lunak, berupa cedera otot, ligamen, spasme atau keletihan otot. Nyeri punggung bawah

non-spesifik biasanya dikategorikan dalam 3 subtipe: nyeri punggung bawah akut, sub-akut dan

kronis. Pembagian ini didasarkan pada durasi nyeri punggung. Nyeri punggung bawah akut adalah

episode nyeri punggung bawah kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah sub akut antara 6

dan 12 minggu dan nyeri punggung bawah kronis selama 12 minggu atau lebih. Penyebab lain

yang serius adalah LBP spesifik antara lain, fraktur vertebra, infeksi dan tumor. Nyeri punggung

bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat

mobilisasi yang salah (Fitrina, 2018).


BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Anatomi dan Fisiologi

1) Anatomi Columna vertebralis

Columna vertebralis atau tulang belakang adalah struktur pendukung utama tubuh. Tulang

belakang membuat badan tetap tegak dan menghubungkan berbagai bagian kerangka kita satu

sama lain: kepala, dada, panggul, bahu, lengan dan kaki. Meskipun tulang belakang terdiri dari

rantai tulang, tulang belakang fleksibel karena ligamen elastis dan cakram tulang belakang.

Columna vertebralis berfungsi sebagai penyanggah cranium, ekstremitas superior, gelang

bahu, dan dinding thorax serta meneruskan berat badan melalui gelang panggul ke ekstremitas

inferior. Didalam columna vertebralis terletak lapisan penutup meningen, radix narvi spinales,

dan medulla spinali, yang dilindungi oleh columna vertebralis (Snell, 2014).

Panjang tulang belakang seseorang bergantung pada tinggi badannya. Rata-rata panjang

pria adalah 71 cm dan 61 cm untuk wanita. Tulang belakang memiliki banyak fungsi fungsi

yaitu : dapat menopang beban kepala, batang tubuh, dan lengan , dan memungkinkan tubuh

bergerak ke segala arah. Beberapa bagian tulang belakang lebih fleksibel dari yang lain.

Bagian yang paling fleksibel adalah tulang belakang leher (area leher). Tulang yang

membentuk tulang belakang juga melindungi sumsum tulang belakang, yang mengalir melalui

kanal tulang belakang.


Tulang belakang lumbal terdiri dari lima ruas (L1 – L5). Kompleks anatomi tulang

belakang lumbal adalah kombinasi dari tulang belakang yang kuat ini, dihubungkan oleh

kapsul sendi, ligamen, tendon, dan otot, dengan persarafan yang luas. Tulang belakang

dirancang untuk menjadi kuat, untuk itu harus melindungi sumsum tulang belakang dan akar

saraf tulang belakang. Orang dewasa biasanya memiliki 33 tulang belakang, dari atas ke

bawah: 7 vertebra serviks, 12 vertebra toraks, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sakral (menyatu

untuk membentuk sakrum), 4 coccygeal atau tulang ekor (menyatu bersama untuk membentuk

tulang ekor, juga dikenal sebagai tulang ekor) (Septiawan, 2012).

Gambar 1. Areas and curvature of the spine (Urban and Fischer, 2016).

Gambar 2. Columna Vertebralis (Paulken, 2013).


Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat processus spinosusnya

pendek dan tebal serta menonjol hampir searah garis horizontal. Ada 23 cakram tulang

belakang elastis di antara tulang belakang - kecuali antara tengkorak dan vertebra serviks

pertama, dan antara vertebra serviks pertama dan kedua. Sakrum dan tulang ekor tidak
dapat digerakkan, dan hanya terdiri dari tulang. Disk memiliki casing padat berlapis serat

tulang rawan dan inti seperti gel. Mereka menjaga tulang belakang tetap fleksibel sehingga

kita bisa membungkuk dan memutar tubuh bagian atas kita. Mereka juga menyerap

guncangan yang ditransfer ke tulang belakang saat kita berlari atau melompat.

Vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas vertebra yang mana ruasnya masing-masing

dipisahkan oleh discus intervertebralis dan diperkuat oleh otot-otot serta ligament-

ligament dan membentuk kurva lordosis. Vertebra lumbalis terbentuk atas corpus yang

besar dan tebal jika dibandingkan dengan vertebra yang lainnya, bentuknya kurang lebih

bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar. Satu processus spinosus yang mengarah

pada bidang sagital. Dua processus tranversus. Sepasang processus artikularis superior dan

inferior. Dimana kedua bagian ini saling bertemu pada kedua belah sisi dalam bentuk sendi

facets. Pada regio lumbal orientasi sendi facets lebih kedalam bidang sagital sehingga

gerak yang dominan adalah fleksi-ekstensi. Disamping itu terjadi gerakan lateral fleksi kiri

dan kanan, serta rotasi yang sangat terbatas (Nurhayati & Lesmana, 2007).

Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 adalah yang paling besar

menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress

mekanikal paling besar sepanjang vertebra. Daerah lumbal merupakan daerah vertebra

yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar

menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan (Fahrurrazi, 2012).

1) Discus invertebralis

Discus invertebralis paling tebal berada di daerah cervical dan lumbal di mana tempat

paling banyak terjadi gerakan columna vertebralis. Ciri fisiknya memungkinkan discus

berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak

bertambah. Setiap diskus terdiri dari bagian tengah yaitu nucleus pulposus dan bagian pinggir

yaitu anulus fibrosus (Snell, 2011). Anulus fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik
jaringan kollagen yang nampak menyilang satu sama lainnya secara obliq dan menjadi lebih

obliq kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertical sekitar 300 satu sama

lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi dari pada beban kompresi, tension,

dan shear. Anulus fibrosus adalah jaringan yang sangat berserat dan terorganisir dengan baik

yang mengelilingi wilayah luar diskus intervertebralis. Ini terdiri dari beberapa lapisan

lamellae konsentris dalam orientasi serat lapis sudut yang berfungsi untuk membatasi

mobilitas diskus intervertebralis dan berisi Nukleus Pulposus bagian dalam (Sci, 2020).

Organisasi berserat yang khas dari Anulus fibrosus ini memberikan kemampuannya untuk

menahan beban melingkar dan untuk membatasi jumlah rotasi torsi dan gerakan tekukan .

Gambar 3. Discus Intervertebralis (Drake, 2009).

Nucleus pulposus (L. Pulpa, seperti daging) adalah inti sentral pada discus. Sifat

semicairnya berperan untuk sebagian besar fleksibilitas dan kekenyalan discus serta

columna vertebralis sebagai keseluruan. kekuatan vertikal menderformasi discus sehingga

berperan sebagai peredam kejut (Moore & Dalley, 2013).

2) Ligamen

Ligamen membantu stabilitas sendi selama istirahat dan gerakan, mencegah cedera

akibat hiperekstensi dan hyperflexion (Allegri et al., 2016). Tiga ligamen utama adalah

anterior longitudinal ligamen (ALL), anterior longitudinal ligamen (PLL), dan ligamentum
flavum (LF). Kanal dibatasi oleh tulang belakang tubuh dan diskus di anterior dan oleh

lamina dan ligamentum flavum di posterior. Baik anterior longitudinal ligamen dan

anterior longitudinal ligamen berjalan di sepanjang tulang belakang, secara anterior dan

secara posterior. Sacrotuberous ligament berfungsi untuk mencegah pergerakkan sakral

dan mengontrol rotasi posterior innominate tersebut. Ligamentum ini juga berfungsi

sebagai perlekatan untuk otot gluteus maximus Iliolumbar ligament berfungsi adalah untuk

meminimalkan kekuatan putaran pada lumbosakral junction dan menahan pergeseran ke

depan dari L5 pada sakrum. Ligamentum flavum berfungsi untuk mencegah fleksi, serta

pra-stres disk untuk kegiatan fungsional. (McMurray, 2011). Ligamentum longitudinal

posterior berfungsi untuk menyatukan antara korpus vertebralis dari arah belakang.

(Nurhayati & Lesmana, 2007).

Gambar 4. Ligament pada Vertebrae (Reza, 2011)

3) Otot-otot Punggung

Otot trunk atau dikenal sebagai core muscle merupakan otot-otot yang berada pada

vertebra dan pelvis. Struktur penyusun otot trunk yang berfungsi sebagai fleksor trunk adalah

(1) rectus abdominis, (2) obliqus internus, (3) obliqus eksternus. Otot-otot ini berada di bagian

perut (Hall, 2003). Gerakan ekstensi digerakan oleh grup otot : (1) erector spine yang terdiri
dari otot spinalis, longisimus, dan illiocostalis, (2) semispinalis yang tersusun dari otot

semispinalis capitis, semispinalis cervicis, dan semispinalis thoracic, (3) otot vertebra dalam

terdiri dari otot mulitifidus, otot rotator, otot interspinal, otot intertransversus, dan otot levator

costae (Hall, 2003).

Gambar 5. Otot lumbal (Netter, 2014)

A. Fisiologi Lumbal

Setelah membahas struktur dari lumbal pada pembahasan anatomi lumbal di atas, di sini

juga akan dipaparkan tentang fungsi dari lumbal, yaitu lumbal merupakan salah satu pusat

gravitasi atau center of gravity dari tubuh manusia. Ketika berdiri tegak, lumbal spine menumpu

beban kompresi dari tubuh bagian atas. Beban kompresi diterima oleh lumbal saat duduk dan

ditransmisikan ke pelvis, juga saat berdiri, berjalan dan berlari ditransmisikan ke kedua kaki.

Dalam posisi berdiri, nampak ada lengkungan pada daerah lumbal yang disebut dengan lordosis,

sedangkan saat duduk lordosis biasanya hilang dan terjadi round back. Jika lordosis seringkali

hilang dalam waktu yg lama maka dapat timbul masalah pada punggung bawah. (Guyton, 2011).

B. Tinjauan tentang Low Back Pain Non Spesific

1. Definisi
Low Back Pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan
musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
Non Spesific Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar punggung bawah yang
disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot dan tendon tanpa disertai
gangguan neuologis. Non Spesific Low Back Pain dapat mengakibatkan nyeri, spasme
otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah
mengalami penurunan, mobilitas lumbal terbatas mengakibatkan penurunan aktivitas
fungsional.
2. Etiologi
Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab non specific low
back pain dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu :

a. Faktor statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang
menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen Vertebra L5 dan
Vertebra S1) yang normalnya 300-340, atau peningkatan lengkung lordotik 12
lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta menyebabkan pergeseran titik pusat
berat badan (centre of gravity/CoG), yang normalnya berada di garis tengah sekitar
2,5 cm di depan segmen Vertebra S2.
Kemungkinan faktor penyebab statik pada non specific low back pain adalah :

1) Pergeseran titik pusat berat badan bergeser ke depan. Adapun yang dapat
menimbulkan pergeseran antara lain:
a) Kebiasaan tubuh yang tidak benar.
b) Obesitas dan kehamilan.
c) Pemendekan tendo achiles atau terlalu sering memakai sepatu dengan tumit
tinggi
d) Kelemahan otot-otot dinding perut, serta kelainan atau pemendekan otot-
otot punggung.
2) Pergeseran titik pusat berat badan bergeser ke samping.
3) Terganggunya ritme lumbal-pelvis.
b. Faktor dinamik
Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau beban
mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah punggung
bawah saat melakukan gerakan. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada ritme
lumbal pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang potensial
menimbulkan low back pain muskuloskeletal adalah gerakan kombinasi terutama
fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi disertai dengan beban, misalnya ketika
sedang mengangkat beban yang berat.

3. Patofisiologi Non Spesifik Low Back Pain


Tanda dan gejala Non Specific Low Back Pain adalah ditemukannya nyeri otot
yang dikenal sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai
dengan distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang sering berlebihan. Nyeri
tersebut ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger
point), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang bersangkutan (loss of range motion),
spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah lumbosakral,
ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk, mobilitas lumbosakral terbatas,
sehingga mengalami penurunan aktivitas fungsional. keluhan akan hilang apabila
kelompok otot lumbosakral diregangkan.
4. Gambaran Klinis Non Spesifik Low Back Pain
Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung bawah. Struktur
tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula
artikularis, fasia dan otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka
terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh
berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi
dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun
alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan
proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang
lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan
iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points) yang
merupakan salah satu kondisi nyeri.

Nyeri terjadi jika saraf sensori perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh
rangsang mekanik, kimiawi maupun thermal maka impuls nyeri akan dihantarkan ke
serabut-serabut afferen cabang spinal. Dari medula spinalis impuls diteruskan ke otak
melalui traktus spinotalamikus kolateral. Selanjutnya akan memberikan respon terhadap
impuls saraf tersebut. Respon tersebut berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi
nyeri dengan pengeluaran substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik
yaitu endorphin. Disamping itu impuls nyeri yang mencapai medulla spinalis, akan
memicu respon reflek spinal segmental yang menyebabkan spasme otot dan
vasokonstriksi.
Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme proteksi,
karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah kerusakan
lebih berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah yang menyebabkan iskemia dan sekaligus menjadi titik picu terjadinya nyeri
BAB III

TINJAUAN ASASMEN DAN INTERVENSI FISIOTERAPI

A. Tinjauan tentang asasmen fisioterapi

LEMBAR ALGORHITMA ASSESSMENT

Nama Pasien : Tuan. R


Umur : 76 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kondisi/Penyakit :
History Taking :
Mengalami LBP Non Spesifik sejak 2 bulan lalu,nyeri punggung yang menjalar
hingga ke tungkai bawah , pasien yang sebelumnya mengalami keropus dan saraf
terjepit mulai dari L4-S5 pasien juga telah melakukan foto MRI di rumah sakit
bayangkhara dan sempat di rawat selama 3 hari lalu di rujuk ke poli fisioterapi
bayangkhra selama kurang lebih satu bulan lalu di lanjutkan fisioterapi di rs
labuang baji sampai dengan sekarang.

Inspeksi :
-Statis (tidak ada odema,SIPS simetris)
-Dinamis(pasien mengalami kesulitan saat merubah posisi
tidur,pasien sering mengalami nyeri

Pemeriksaan fisik

Nyeri dan keterbatasan - Nyeri tekan pada m.quadratus - Nyeri tekan


gerak fleksi, ekstensi, lumborum segmental lumbal
dan lateral fleksi + rotasi (JPM)
kontralateral nyeri.

TesPengukuran:
Tes Spesifik: - VAS : 5
- MMT otot erector spine, rectus abdominis,
Internal Oblique Dan Eksternal Oblique
Palpasi,Langue tes,Patrick tes,Bragart - ROM : 4
tes,SLR,VAS Fleksi lumbal : 3
Ekstensilumbal :3
Lateral fleksi lumbal kiri :3
Lateral fleksi lumbal kanan :3
Rotasi lumbal kiri :3
Memperkuatdiagnosadenganfoto MRI

Nyeri menjalar at causa LBP nonspesifik

Spasme otot at causa LBP nonspesifik

B. Tinjauan tentang intervensi fisioterapi

Intervensi Fisioterapi yang digunakan Infra Red, Massage, terapi latihan dengan metode
William Flexion Exercise.

1. Transcutaneous Electrical Stimulation ( TENS )

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik yang digunakan untuk

merangsang sistem saraf dan peripheral motor yang berhubungan dengan perasaan

melalui permukaan kulit dengan penggunaan energi listrik dan terbukti efektif untuk

merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik saraf berdiameter besar

maupun kecil yang akan menyampaikan informasi sensoris ke saraf pusat efektivitas.

2. Strengthening
Strengthening adalah latihan penguatan pada otot yang menggunakan tahanan baik dari
luar atau alat maupun dari beban tubuh sendiri. Strengthening dilakukan secara teratur,
terencana, berulang – ulang dan semakin bertambah beban dan pengulangannya.
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuscular yaitu seberapa besar
kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi.
3. MET (Muscle Energy Technique)

a. Definisi

Muscle energy technique merupakan teknik relaksasi otot dengan cara

pemberian kontraksi isometrik sebelum dilakukan stretching yang bertujuansebagai

proprioceptive neuromuscular facilitation untuk menghindari kerusakanjaringan

lebih lanjut. Penerapan muscle energy technique didasarkan padapenggunaan otot

pasien, selanjutnya dilakukan relaxasi dan stretching pada ototagonis dan antagonis,

yang bertujuan untuk penguatan atau meningkatkan tonusotot yang lemah,

melepaskan hipertonus, stretching ketegangan otot dan fascia,meningkatkan fungsi

muskuloskeletal, mobilisasi sendi pada keterbatasan geraksendi, dan meningkatkan

sirkulasi lokal, dan mengurangi nyeri.

Muscle energy technique sendiri mempunyai prinsip memanipulasi secara

halusdengan tahanan minimal 20% dari kekuatan otot yang melibatkan

kontrolpernafasan dari pasien dan repetisi yang optimal. Muscle energy technique

initidak menimbulkan iritasi karena efeknya yang merelaksasi pada otot

tanpamenimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan melalui tekanan minimal dan

lembut.

Muscle Energy Technique adalah teknik yang menggunakan kontraksi

isometrik ringan kemudian diikuti dengan relaksasi, dan dilanjutkan dengan active

assisted stretching. Dosis yang diberikan adalah kontraksi isometrik dipertahankan

selama 6 – 8 detik, diulang 2 – 3 kali, 1 kali active assisted stretching, 2 set latihan,

jumlah intervensi sebanyak 6 kali.

Jenis-jenis Muscle Energy Technique

1) Isometrik Muscle Energy Technique


Isometrik muscle energy technique atau post isometric relaxation (PIR).

Post isometric relaxation mengacu pada pengurangan tonus ototagonis yang

terjadi setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karenapengaruh reseptor

stretch yang disebut golgi tendon organ pada ototagonis. Reseptor ini bereaksi

terhadap overstretching otot oleh inhibisiotot yang selanjutnya berkontraksi.

Hal ini secara natural melindungireaksi terhadap regangan berlebih, mencegah

ruptur dan memilikipengaruh pemanjangan karena relaksasi yang terjadi tiba-

tiba pada seluruh otot dibawah pengaruh stretching.

Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang

sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent darigolgi tendon

organ masuk ke bagian dorsal spinal cord dan bertemudengan inhibitor motor

neuron. Hal ini menghentikan impuls motorneuron efferent dan oleh karena itu

terjadi pencegahan kontraksi lebihlanjut, tonus otot menurun, yang

menghasilkan relaksasi dan pemanjanganotot agonist.

Isotonik Muscle Energy Technique

Isotonik muscle energy technique menggunakan teknik

reciprocalinnervations/ inhibisi yang memiliki prinsip kerja yaitu ketika otot

agonisberkontraksi dan memendek, otot antagonis harus rileks dan

memanjangsehingga gerakan terjadi dibawah pengaruh otot agonis. Kontraksi

ototagonis reciprocal menghambat otot antagonis sehingga

menimbulkangerakan yang pelan, lebih kuatnya kontraksi otot agonis,

hambatan lebihterjadi, dan otot antagonis lebih rileks.

Reciprocal innervations/inhibition mengacu pada inhibisi ototantagonis

ketika kontraksi isometrik yang terjadi dalam otot agonis. Halini terjadi karena

receptor strecth dalam serabut otot agonis musclespindle. Muscle spindle


bekerja untuk mempertahankan panjang ototsecara tetap dengan memberikan

umpan balik pada perubahan kontraksi,dalam hal ini arah muscle spindle

memainkan bagian dalam proprioceptif. Dalam respon untuk peregangan,

muscle spindle menghentikan impulssaraf yang meningkatkan kontraksi, hingga

mencegah over stretching.Muscle spindle menghentikan impuls yang

membangkitkan serabut sarafafferent atau otot agonis, bertemu dengan

excitatory motor neuron ototagonis (dalam spinal cord) dan pada waktu yang

sama menghalangi motor neuron otot agonis mencegah kontraksinya. Hal ini

menghasilkan relaksasi antagonis sehingga disebut reciprocal inhibition. Saat

agonis berhentiberkontraksi melawan tahanan, muscle spindle berhenti

membebaskan danotot relaksasi, hal ini memiliki efek yang sama seperti post

isometric relaxation.

Indikasi dan kontraindikasi

1) Indikasi

(a) Adanya kontraktur, pemendekan atau spastisitas pada otot.

(b) Meningkatkan luas gerak sendi pada jaringan otot yang

mengalamikelemahan.

(c) Adanya malposition pada struktur tulang.

(d) Perbaikan pergerakan sendi yang berhubungan dengan disfungsi artikular.

Kontraindikasi

(a) Cedera musculoskeleteal akut

(b) Adanya fraktur tulang

(c) Osteoporosis

(d) Adanya penyatuan dan ketidakstabilan sendi

4. Core Stability Exercise


a. Defenisi

Core Stability Exercise adalah kemampuan untuk mengontrol posisi dan

gerakan batang badan melalui panggul dan kaki sehingga memungkinkan

menghasilkan kinerja gerakan tubuh yang optimal, transfer dan kontrol kekuatan

gerakan persegmen ke terminal dalam sebuah aktifitas rantai kinetik terintegrasi.

Core dalam pengertiannya merujuk kepada daerah Lumbo-Pelvic-Hip kompleks,

Core menjadi daerah awal dari semua gerakan, dan juga berkenaan dengan titik

tumpu dari gaya gravitasi. Pada daerah Lumbo-Pelvic-Hip ini terdapat 29 otot

yang saling terkait untuk membentuk suatu stability system. Dengan adanya

efisiensi dari Core yaitu kemampuan untuk memelihara hubungan otot agonis dan

antagonis sehigga dapat memperbaiki penampilan postur, meningkatkan

koordinasi gerakan, efisiensi tenaga dan mengurangi angka risiko cidera.

Otot utama dari Core Muscle antara lain adalah otot panggul, Transversus

Abdominis, Multifidus, Internal dan Eksternal Obliques, Rektus Abdominis,

Sacrospinalis khususnya Longissimus Thoracis, dan Diafragma.


BAB IV

PROSES ASASMENT FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


Nama : Tn. R
Umur : 76 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Makassar

B. History Taking
Keluhan utama : Nyeri menjalar dari punggung hingga tungkai
Lokasi nyeri : Punggung bawah sebelah kiri
Jenis nyeri : Menjalar
Riwayat perjelanan penyakit : Mengalami Low Back Pain Non Spesifik sejak 2 bulan yang
lalu,nyeri punggung yang menjalar hingga ketungkai
bawah,pasien yang sebelumnya juga mengalami keropus dan
saraf tertejipt mulai dari L1-S5,pasien sudah melakukan foto
MRI dirumah sakit bayangkhara dan sempat dirawat kurang
lebih 3 hari, lalu dirujuk ke poli fisioterapi rumah sakit
bayangkhara selama kurang lebih 1 bulan dan di lanjutkan di
poli fisioterapi rs labuang baji hingga sekarang .

C. Inspeksi/Observasi
1. Statis :
Tidak ada oedema
SIPS simetris
2. Dinamis :
a. Pasien mengalami kesulitan merubah posisi dari tidur miring ke posisi tidur
telentang.
b. Pasien merasakan nyeri pada saat naik ke bed
c. Postur tubuh asimetris
d. Pada saat berjalan seperti membungkuk dan lambat

D. Regional Screening test


Postur tubuh pasien Asimetris

E. Pemeriksaan Gerak

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Nyeri, ROM Nyeri, ROM Nyeri,

Fleksi Lumbal terbatas terbatas, Soft kekuatan

End Feel otot

minimal

Nyeri, ROM Nyeri, ROM Nyeri,

Ekstensi Lumbal terbatas terbatas, Hard kekuatan

End Feel otot

minimal

Tidak Nyeri, Tidak Nyeri, Tidak


Nyeri,
Lateral Fleksi Dextra Lumbal full ROM full ROM, end
kekuatan
feel firm
otot

maksimal
25
F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi
1. Tes Spesifik
a. Tes Palpasi

Tujuan : Fisioterapis meraba dan menekan otot pasien

Hasil : Erektor Spine, Gluteus Maximus.

b. Lasegue’s Test

Tujuan : Untuk mengidentifikasi patologi disc hernia atau enekanan pada jaringan

saraf

Prosedur : Posisi pasien tidur terlentang dengan posisi kedua hip endorotasi
dan adduksi serta knee fleksi, rileks. Terapis meletakkan satu tangan pada ankle
pasien, kemudian secara pasif memfleksikan hip pasien hingga pasien merasakan
nyeri pada pinggang atau bagian posterior tungkai. Positif tes jika nyeri terutama
dirasakan pada pinggang maka lebih kearah disc. herniation atau penyebab patologi
penekanan pada sisi sentral, jika nyeri terutama pada tungkai, maka patologi yang
menyebabkan penekanan terhadap jaringan saraf lebih pada sisi lateral.
Hasil : positif

c. Bragard’s Test
Tujuan : Untuk mengidentifikasi patologi ada dura meter atau lesi pada spinal cord
Prosedur : prosedur tes sama seperti Lasegue’s test dimana bedanya pada Bragard’s
test, terapis menambahkan fleksi cervical secara pasif disertai dorsofleksi ankle.
Positif tes jika peningkatan nyeri dengan fleksi cervical, dorsofleksi ankle, atau
kedunya mengindikasikan penguluran pada dura mater dari spinal cord atau lesi pada
spinar cord (seperti: disc herniation, tumor, meningitis), tetapi jika nyeri tidak
meningkat dengan fleksi cervical mengindikasikan lesi pada area hamstring atau
pada lumbosacral atau area sacroiliac joint.
Hasil : positif

d. Straight Leg Raising (SLR).

26
Prosedur tes :

Posisi pasien tidur terlentang dalam posisi comfortable. Terapis secara pasif

menggerakkan tungkai pasien yang dites kearah fleksi hip dan ekstensi knee.

Positif tes :

Jika nyeri terutama dirasakan pada pinggang maka lebih kearah disc. herniation

atau penyebab patologi penekanan pada sisi sentral, jika nyeri terutama pada tungkai,

maka patologi yang menyebabkan penekanan terhadap jaringan saraf lebih pada sisi

lateral.

Interpretasi :

Positif tes mengindikasikan patologi disc herniation dan/atau penekanan pada

jaringan saraf.

Hasil : Positif

e. Patrick Test

Prosedur test : Tes ini dilakukan dengan cara pasien tidur terlentang

dan calcanues menyentuh patella, tangan FT berada di SIAS dan bagian

medial dari knee. Setelah itu dilakukan tekanan kebawah.

Positif tes : Untuk mengetahui apakah ada tidak nyeri pada ligament

anterior sacroiliaca joint

Hasil : Nyeri positif (+)

27
f. Visual Analouge Scale (VAS)

0-1 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

3-7 : nyeri sedang

7-9 : nyeri berat

9-10: nyeri sangat berat

Hasil : 5 (Nyeri Sedang)

G. Diagnosa Fisioterpi (ICF-ICD)

Gangguan Aktivitas Fungsional Punggung Bawah akibat LBP non spesifik”

28
H. Problematika Fisioterapi

LEMBAR BAGAN ICF

Kondisi penyakit :

LBP Non Spesifik

Impairment Activity Limitation Patipacion Rectriction

 Adanya nyeri Kesulitan bangun,duduk, berdiri , Adanya hambatan


melakukan aktivitas
 Spasme pada otot dan berjalan
sosial ,masyarakat dan
lingkungan

No. Komponen ICF Pemeriksan/Pengukuran Yang


Membuktikan
1. IMPAIRMENT
a. Adanya nyeri Vas,Palpasi,Slr,Bragert test

b. Spasme pada otot Patricktest,SLR,Lasangue


test,Bragert test

2. ACTIVITY LIMITATION
Kesulitan bangun, duduk ,berdiri, Anamnesis,SLR
dan berjalan

3. PARTICIPATION RESTRICTION
Adanya hambatan melakukan Anamnesis
aktivitas sosial,masyarakat dan
lingkungan

29
BAB IV

PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi


1. Jangka Pendek
a. Mengurangi nyeri.
b. Mengurangi spasme pada otot.
2. Jangka Panjang
Memperbaiki kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari secara maksimal seperti
dari posisi baring ke duduk, membungkuk dan berdiri secara mandiri.

B. Strategi Ontervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi


1. Impairment :
a.adanya nyeri a.mengurangi a.IRR,TENS
b.spasme otot nyeri b.stretening,met,core
b.mengurangi stabilty exercise
spasme otot

2. Activitiy Limitation :
Kesulitan Meningkatkan IRR,TENS,MET,core
bangun,duduk,berdiri,da aktivitas fungsional stability exercise
n berjalan

3. Participation Restriction
Adanya kesulitan Mengurangi IRR,TENS,MET,stretening,
melakukan aktivitas nyeri,mengembalikan core stability exercise
sosial,masyarakat,dan fungsional gerak
lingkungan sendi,otot yang
dirasakan pasien saat
pasien beraktivitas

30
C. Prosedur Penatalakasanaan Intervensi Fisioterapi
1. TENS

Tujuan : Tujuannya untuk mengurangi nyeri dan melancarkan sirkulasi darah.

Prosedur : Pasien Tidur tengkurap di bed secara comfortable, Fisioterapis Berdiri di

samping pasien. Pasien tidur tengkurap di bed lalu kedua pad diletakkan pada bagian

erector spine

F : 80 – 100Hz

I : 30 mA.CC

T : 2 pad

T : 10 menit, 2x seminggu

2. Strenghtening

Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan lingkup gerak sendi

(ROM).

Prosedur : Dapat dimulai dengan posisi pasien tidur telentang maupun dengan duduk

bersandar dan tungkai diusahakan lurus, kemudian tungkai dilipat perlahan-lahan

dengan tarikan melakukan gerakan fleksi-ekstensi knee hingga batas

ketidaknyamanan (rasa nyeri) yang dialami pasien.

Dosis : 10 hitungan, 6 repitisi/3x seminggu.

3. Muscle Energy Teknik (MET)

a. Otot erector spine

Prosedur :

1) Posisi Pasien : pasien side lying dengan salah satu kaki di atas, dan satu kakinya

posisi menggantung di antara kaki FT dengan bed.

2) Posisi Fisioterapis : di belakang pasien.


31
Teknik pelaksanaan : Satu tangan fisioterapis mengfiksasi crista iliaca dan tangan
satunya di scapula. tangan mendorong scapula ke atas, tangan satunya menahan
crista ilaca agar stabil.

4. Core stabilty

a. Posisi pasien : Tidur terlentang dengan handuk di bawah lumbal.

b.Prosedur pelaksanaan : Minta pasien untuk mengangkat pinggulnya sedikit lalu minta

pasien untuk menekan handuk.Stabilizer diposisikan di bawah lordosis lumbar. Selama

latihan, tulang belakang tidak melakukan gerakan apa pun. Transversus abdominis

(TrA) dikontraksikan saat melakukan latihan untuk mempertahankan posisi yang sesuai.

Pasien menarik perutnya ke atas dan ke atas di pusar tanpa menggerakkan tulang rusuk,

panggul atau tulang belakang.

D. Edukasi dan Home Program

Edukasi pasien dianjurkan untuk :

a. Menjaga postur tubuh yang benar pada saat berdiri ataupun duduk

b. Berhati-hati terhadap gerakan yang dapat membebani vertebra. Mencegah gerakan

membungkuk, misalnya : mengangkat beban yang berat.

Home program :

Meminta pasien untuk melakukan latihan gerakan seperti di rmah sakit tempat terapi

32
E. Evaluasi Fisioterapi

No. Problematik Intervensi Evaluasi

Fisioterapi Awal Terapi Akhir Terapi

Anatomical / Tens,William Terdapat nyeri , Terdapat nyeri

functional flexion, MET keterbatasan , dan terdapat

Impairmant ROM pada spasme pada

lumbal, dan m. erector

terdapat spasme spine

pada m. erector

spine

Activity Limitation William Pasien kesulitan Pasien

flexion, MET duduk lama dan kesulitan

berjalan jauh, duduk lama

33
Kesulitan saat dan berjalan

dalam posisi jauh,

duduk ke berdiri Kesulitan saat

dalam posisi

duduk ke

berdiri

Participation William Pasien terganggu Pasien

Restriction flexion, MET dalam terganggu

melakukan dalam

Aktivitas melakukan

Aktivitas aktivitas

dirumah. aktivitas

dirumah.

34
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assesment Fisioterapi

1. History taking

History taking merupakan cerita tentang riwayat penyakit yang

diutarakan oleh pasien melalui tanya jawab, yang disusun secara

kronologis yang memerlukan pemahaman tentang patofisiologi dari

pemeriksa. Untuk mendapatkan history taking yang baik dibutuhkan

sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang

cukup. Cara pengambilan history taking dapat mengikuti dua pola umum,

yaitu :

a. Pasien dibiarkan dengan bebas mengemukakan semua keluhan serta

kelainan yang diderita

b. Pemeriksa dibimbing pasien mengemukakan keluhannya atau

kelainan dengan jalan mengejutkan pertanyaan tertentu.

Menurut Heri Susanto pada penelitiannya yang berjudul

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain Miogenik Di Rst Dr.

Soedjono Magelang” Sebuah kondisi low back pain yang belum

diketahui pasti penyebabnya atau idiopatik, hasil anamnesis yang paling

banyak di jumpai yaitu nyeri punggung yang bersifat local dan nyeri

35
setelah melakukan beberapa aktivitas dengan posisi ergonomis yang

salah.

36
2. Observasi/inspeksi

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memerlukan kecermatan dan

kecepatan menganalisa keadaan pasien dalam waktu yang singkat.

Ketika dilakukan observasi pada pasien dengan kondisi non

spesifik low back pain, ketika dilakukan observasi dari sisi lateral akan

tampak postur flatback . menurut Isabella franco et all di dalam jurnal

yang berjudul “Global Postural Re-education in non-specific neck and

low back pain treatment: A pilot study” Pada kondisi low back pain

terdapat perubahan postur. Hal ini dapat terjadi akibat adanya inbalance

otot pada daerah lumbal.

3. Screening test

Screening test adalah tes provokasi untuk mengungkap letak

kelainan yang dikeluhkan penderita baik segmental maupun regional,

yang bersifat umum dan praktis.

4. Pemeriksaan Fungsi Gerak

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Pemeriksaan yang dimaksud

adalah pemeriksaan pada alat gerak tubuh dengan cara melakukan gerekan

fungsional dasar pada region tertentu untuk melacak kelainan struktur

regio tersebut. Seperti gerak aktif, gerak pasif, dan gerak melawan tahanan.

37
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi

5. William Flexion Exercises

Diperkenalkan oleh Dr. Paul Williams.Program latihan ini banyak

ditujukan pada pasien-pasien kronik Low Back Pain dengan kondisi

degenerasi corpus vertebra sampai pada degenerasi diskus. Program latihan

ini telah berkembang dan banyak ditujukan pada laki laki dibawah usia 50-

an & wanita dibawah usia 40-an yang mengalami lordosis lumbal

yang berlebihan, penurunan space diskus antara segmen lumbal, & gejala-

gejala kronik Low pack pain.

38
6. Muscle Energy Technique

Muscle Energy Technique merupakan metode soft tissue

manipulation yang menggunakan kontraksi isometrik minimal, yang

disertai dengan mobilisasi atau stretching secara aktif. Muscle Energy

Technique menggunakan 2 prinsip fisiologis yaitu prinsip post isometric

relaksasi (PIR) dan reciproke inhibisi (RI). Peningkatan LGS cervical

dihasilkan oleh adanya efek post isometric relaxasi (PIR) dan reciprocal

inhibition (RI).

Menurut Chaitow (2013), efek PIR dan RI dapat menghasilkan

refleks relaksasi dan perubahan otot terhadap toleransi stretch, sehingga

efek tersebut menyebabkan penurunan tonus atau ketegangan otot. Telah

dijelaskan oleh Mishra et al. (2018), bahwa muscle spasm atau muscle

tightness merupakan salah satu penghambat restriktif terhadap lingkup

gerak sendi. Efek PIR dapat mengaktivasi golgi tendon organ (GTO) pada

otot yang bersangkutan. Golgi tendon organ dapat menghasilkan refleks

relaksasi pada otot setelah kontraksi isometrik karena GTO memiliki sifat

inhibitor yang dapat mempengaruhi sekumpulan motor neuron (Chaitow,

2010). Ketika tension berkembang pada otot, impuls GTO dapat

menginhibisi aktivitas γ motor neuron dan α motor neuron sehingga dapat

mencegah kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun, yang pada gilirannya

menyebabkan otot agonis rileks dan memanjang (Sonal, 2016). Kemudian,

efek RI yang dihasilkan oleh MET dengan mengaktivasi kontraksi otot

antagonist (otot yang sehat) dapat menginhibisi tonus otot agonis yang

39
spasme/tightness sehingga akan menunjukkan penurunan tonus

dengan cepat setelah kontraksi (Chaitow, 2013). Adanya penurunan

tonus otot yang dihasilkan oleh Muscle Energy Technique dapat

mengeliminir penghambat restriktif sehingga akan terjadi peningkatan

luas gerak sendi lumbal

Penelitian sebelumnya tentang “Effect of Muscle Energy

Technique versus Positional Release Technique on Pain and

Functions in Patients with Trapezitis” menyatakan bahwa metode

MET lebih efektif daripada PRT dalam mengurangi nyeri dan

meningkatkan functional (Joshi and Manisha, 2017).

40
LAMPIRAN KEGIATAN

41
DAFTAR PUSTAKA

Andini, F. (2015). Risk Factors of Low Back Pain in Workers. Workers J MAJORITYJ
MAJORITY, 4, 12.

Arifin, A., Tanjung, J. P., Hartono, B., Pengajar, S., Kesehatan, B., Universitas, K., & Krida,
K. (2017). Artikel Penelitian Gambaran Low Back Pain pada Karyawan Petugas Tol di
PT X Periode 2014 -2017 Prevalence of Low Back Pain at Toll Worker in PT X Since
2014 – 2017. 1–5.

Aras Djohan, Ahmad Hasnia, Ahmad Andy. The New Concept Of Physical Therapist Test
and Measurement.Makassar. 2016
Aras Djohan, Ahmad Hasnia, Ahmad Andy. Tes Spesifik Muskuloscletal Disorder.
Makassar. 2014
Davidson M. & Keating J., 2001; Oswestry Disability Questionnaire; Diakses tanggal
21/11/2007
Kuntono, Heru Purbo, 2000; Penatalaksanaan Elektro Terapi pada Low Back Pain;
Kumpulan Makalah TITAFI XV; Semarang 2-4 Oktober 2000, IFI
Kisner, Carolyn, 1996 ; Therapeutik Exercise Foundations and Techniques ; Third Edition,
F. A. Davis Company, Philadelphia.

42
43

Anda mungkin juga menyukai